Anda di halaman 1dari 11

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DALAM

LAGU ’99 LUFTBALLONS’ KARYA NENA1


oleh Farah Fabriana2

ABSTRAK

’99 Luftballons’ merupakan lagu paling populer yang ditulis oleh Carlo Karges,
yaitu gitaris dari kelompok pemusik asal Jerman yaitu Nena pada Juni 1982 di
Berlin Barat saat diadakannya sebuah konser dari kelompok pemusik asal Inggris
yaitu The Rolling Stones. Lagu ini menarik untuk dikaji karena memiliki makna
tersirat bagi para audiens atau pendengarnya tentang kewaspadaan akan perang
nuklir di Jerman yang mulai muncul tanda-tandanya ketika sebuah pabrik nuklir
dibagun di Whyl, Jerman pada awal tahun 1970-an. Oleh karena itu, lirik lagu ini
ditulis sebagai salah satu bentuk gerakan anti-nuklir di Jerman. Karena adanya
konteks budaya yang kuat tentang sejarah di Jerman pada saat itu di dalam lagu
ini, pemahaman untuknya membutuhkan pendekatan yang tepat. Oleh karena itu,
tulisan ini menjelaskan isi dan latar belakang dari lagu ’99 Luftballons’ melalui
pendekatan sosiologi sastra yang menitikberatkan pada pengetahuan latar
biografis dan sosio-historis. Lagu ini dapat dijelaskan memalui teori trilogi sastra
dari Wellek & Warren yang membahas tiga poin utama, yaitu (1) sosiologi
pengarang, (2) sosiologi karya sastra, dan (3) sosiologi pembaca.
Kata Kunci: ’99 Luftballons’, Nena, Sosiologi Sastra, Trilogi Sastra, Gerakan
Anti-Nuklir.

I. PENDAHULUAN
Lagu merupakan hasil dari salah satu jenis karya sastra yaitu sebuah puisi yang
dilagukan dan berisi tentang permasalahan kehidupan manusia. Permasalahan ini
dapat berupa permasalahan yang terjadi di dalam penulis sendiri dan
permasalahan antara individu satu dengan yang lain dalam kehidupan masyarakat.
Permasalahan merupakan hasil imajinasi yang diperoleh oleh pengarang dari
pengalaman dan penghayatannya tentang kehidupan. Pemikiran manusia yang
1
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Bahasa Indonesia
Akademik
2
NPM 1706025011, Mahasiswa Program Studi Sastra Jerman Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia
2

semakin kritis menimbulkan beberapa pernyataan yang menyangkut kehidupan


pribadi manusia (Sawijiningrum, 2016: 2).
Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif yang memiliki fungsi
untuk hiburan. Selain sebagai hiburan, karya sastra juga berfungsi untuk
memberikan pengalaman bagi penikmatnya. Menurut Wellek dan Warren (2016:
40), sastra memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat karena sastra
menyajikan sebagian besar kehidupan yang terdiri dari kenyataan sosial. Sastra
juga dapat digunakan sebagai ekspresi dari hidup dan kehidupan masyarakat.
Hal ini dapat dijelaskan dalam sebuah lagu dengan judul ’99 Luftballons’
karya kelompok pemusik asal Jerman yang beraliran Neue Deutsche Welle (new
wave dari Jerman) yaitu Nena. Lewat lagu ini, Carlo Karges; gitaris dari Nena
menggambarkan tentang suasana pada Juni 1982 di Berlin Barat saat diadakannya
sebuah konser dari kelompok pemusik asal Inggris yaitu The Rolling Stones. Lagu
ini dibuat awalnya karena Karges melihat balon-balon yang diterbangkan pada
konser tersebut menyebrang Tembok Berlin dari Berlin Barat ke Berlin Timur.
Lirik lagu ini menggambarkan tentang balon-balon yang diterbangkan
tersebut terlihat sebagai UFO (unidentified flying object) oleh jenderal di Berlin
Timur yang dapat memulai perang nuklir. Nena mengangkat lagu tersebut
menjadi salah satu bentuk gerakan anti-nuklir di Jerman (Kerner: 2018). Gerakan
anti-nuklir di Jerman dimulai sejak tahun 1970-an sebagai bentuk protes terhadap
pabrik nuklir yang terletak di Whyl, Jerman. Lagu ini ditulis ketika masa
peningkatan dari gerakan strategis antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam
Perang Dingin. Amerika Serikat meletakkan misil yang bernama Pershing II di
Berlin Barat yang mendorong terjadinya perang dan terjadinya membuat Jerman
Barat sebagai target serangan Uni Soviet. Balon merah adalah sebuah metafora
untuk false alarm dan kesalahan sistem yang dapat memicu perang nuklir
(Kerner: 2018).
Konteks budaya dalam lagu ini sangat kuat yaitu mencakup tentang
sejarah di Jerman pada saat itu. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka
terdapat rumusah masalah, yaitu bagaimanakah lagu ’99 Luftballons’ karya Nena
dapat dijelaskan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Adapun tujuan
3

penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang latar belakang dan isi lagu ’99
Luftballons’ melalui pendekatan sosiologi sastra dari Wellek & Warren.

II. KAJIAN PUSTAKA


A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan untuk melakukan penelitian
tentang lagu ’99 Luftballons’ melalui teori trilogi sastra sehingga dapat
memperkaya teori yang digunakan dalam megkaji penelitian ini. Melalui
penelitian terdahulu, tidak ditemukan penelitian dengan judul yang sama seperti
judul penelitian ini. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini digunakan sebagai
referensi dalam memperbanyak bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut
merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian
tentang lagu ’99 Luftballons’ ini.
Penelitian pertama yang digunakan sebagai acuan untuk penelitian ini
adalah penelitian yang berjudul Analisis Lagu ‘No Woman No Cry’ Oleh Bob
Marley Melalui Pendekatan Sosiologi Sastra yang ditulis oleh Awom, I. Y. P.
pada tahun 2017. Hasil dari penelitian ini yaitu lagu ‘No Woman No Cry’
bernuansa biografis dari referensi otentik yang khas bersumber pada lokalitas
Jamaika. hal ini sangat sejalan dan menjustifikasi teori Hypolite Taine soal sastra
sebagai potret realita. Lewat lagu ‘No Woman, No Cry’, Marley berharap dapat
melindungi, mengedukasi, mengadvokasi dan memotivasi para pendengar.
Perbedaan penelitian yang ditulis oleh Awom ini dengan penelitian tentang ’99
Luftballons’ ini yaitu teori sosiologi sastra yang digunakan oleh Awom, I. Y. P.
digunakan untuk meneliti lagu ‘No Woman No Cry’ karya Bob Marley secara
heurestik dan hermeneutika sedangkan dalam penelitian ini teori sosiologi sastra
digunakan untuk meneliti lagu ’99 Luftballons’ karya Nena dengan teori trilogi
sastra.
4

Penelitian kedua yang digunakan sebagai acuan untuk penelitian ini adalah
penelitian yang berjudul Pendekatan Sosiologi Sastra Dalam Analisis Cerpen
Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri Karya Ahmad Tohari yang
ditulis oleh Sawijiningrum, W. pada tahun 2016. Hasil dari penelitian ini yaitu
dalam cerpen karya Ahmad Tohari ini terlihat sekali bahwa kehidupan pedesaan
sangat ditonjolkan oleh pengarang. Hal ini mencerminkan kehidupan Ahmad
Tohari yang dalam kesehariaanya peduli terhadap rakyat kecil dan budaya Jawa,
dan juga keinginannya untuk membangkitkan kembali budaya-budaya yang
sekarang kurang diminati dengan adanya era globalisasi. Perbedaan dari dua
tulisan ini yaitu teori sosiologi sastra yang digunakan oleh Sawijiningrum, W.
untuk meneliti cerpen Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri karya
Ahmad Tohari sedangkan dalam penelitian ini teori sosiologi sastra digunakan
untuk meneliti lagu ’99 Luftballons’ karya Nena dengan teori trilogi sastra.

B. Kerangka Teori
Sebuah karya sastra tidak pernah lahir dari suatu kekosongan tetapi merupakan
hasil refleksi atau perenungan terhadap realitas kehidupan. Pandangan ini
mengacu kepada penelitian sosiologi sastra, bahwa karya sastra adalah ekspresi
dan bagian dari masyarakat. Secara khusus teori yang berbicara mengenai
hubungan teks sastra dan latar sosio-historis adalah strukturalisme genetik
(Awom, 2017: 54).Teori ini menitikberatkan pada tiga hal utama yang disebutkan
oleh Wellek & Warren dalam teori trilogi sastra, yaitu (2016: 111):
1. Sosiologi pengarang, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan tentang
status sosial pengarang, latar belakang budaya, ideologi pengarang, serta
keterlibatan pengarang dalam berbagai kegiatan luar karya yang menyangkut
pengarang sebagai penghasil karya sastra.
2. Sosiologi karya sastra, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan karya sastra
itu sendiri, dalam hal ini yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang
tersirat di dalam karya sastra itu sendiri (tujuan atau amanat yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca) dan yang berkaitan dengan masalah
sosial.
5

3. Sosiologi pembaca, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan pembaca dan


pengaruh sosial karya sastra mengenali dampak sosial terhadap pembaca.
III.PEMBAHASAN

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tulisan ini adalah deskripsi dan
analisis dari hasil data yang diperoleh dari pembacaan teks lirik lagu melalui teori
sosiologi sastra oleh Wellek & Warren. Berikut adalah pembahasan melalui teori
trilogi sastra.

Sosiologi Pengarang

Nena merupakan sebuah kelompok pemusik asal Jerman yang beraliran neue
deutsche Welle (new wave asal Jerman). Nena dibentuk pada tahun 1982 di Berlin
Barat, Jerman di tengah-tengah terjadinya Perang Dingin yang sudah dimulai
sejak tahun 1947. Sejak awal hingga pertengahan tahun 1980-an, warga Eropa
melancarkan protes menentang kebijakan ganda Pakta Pertahanan Atlantik Utara
NATO (North Atlantic Treaty Organization) yang menyetujui penempatan senjata
nuklir.

Pada Juni 1982 di Berlin Barat, Carlo Karges; gitaris dari Nena dan
penulis lirik lagu ’99 Luftballons’ hadir pada sebuah konser dari kelompok
pemusik asal Inggris yaitu The Rolling Stones. Pada konser tersebut, terdapat
ribuan balon yang diterbangkan ke langit yang menjadi inspirasi Carlo Karges
dalam menulis lirik lagu ’99 Luftballons’. Karges mengatakan bahwa balon-balon
helium yang diterbangkan tersebut terlihat seperti spacecraft (pesawat ruang
angkasa) atau yang disebutkan di dalam salah satu lirik lagu ’99 Luftballons’ yaitu
sebagai UFO. Karges menanyakan apa yang akan terjadi jika balon-balon helium
tersebut terbang melewati Tembok Berlin menuju ke Berlin Timur, tempat
pembagian daerah yang dikuasai oleh Uni Soviet sebelum Tembok Berlin runtuh.

Karges lalu menulis lagu ’99 Luftballons’ setelah menonton konser


tersebut, dan lagu ini menjadi salah satu dari sedikit lagu yang ditulis mengenai
paranoia dan histeri masyarakat Jerman di awal tahun 1980-an mengenai Perang
Dingin yang belum selesai. Paranoia ini dapat dijelaskan dari masa peningkatan
6

dari gerakan strategis antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam Perang
Dingin. Amerika Serikat meletakkan misil yang bernama Pershing II di Berlin
Barat yang mendorong terjadinya perang dan membuat Jerman Barat sebagai
target serangan Uni Soviet. Masyarakat Jerman lebih waspada akan terjadinya
perang nuklir dan balon-balon helium yang diterbangkan pada konser The Rolling
Stones dapat memicu perang nuklir karena false alarm.

Lagu ’99 Luftballons’ ditulis oleh Karges sebagai salah satu bentuk
Gerakan Anti-Nuklir di Jerman dan satu tahun setelah lagu ini ditulis dan menjadi
sensasi besar secara internasional, terjadi insiden peringatan dini nuklir Uni Soviet
yang melaporkan adanya peluncuran misil balistik antar benua USAF (United
States Air Force) Minuteman yang diluncurkan dari daerah kekuasaan Amerika
Serikat, yang terjadi tepatnya pada tanggal 26 September 1983. Namun, kejadian
tersebut ditandai sebagai false alarm oleh petugas Angkatan Udara Uni Soviet,
yaitu Stanislav Petrov. Keputusan ini dianggap telah mencegah serangan nuklir
untuk Amerika Serikat dan sekutu-sekutu NATO Amerika Serikat, yang dapat
berakhir pada perang nuklir skala besar.

Sosiologi Karya Sastra

Dalam lagu yang berjudul ’99 Luftballons’ terlihat bahwa latar lagu ini bertempat
di Berlin Barat, di saat Tembok Berlin masih berdiri memisahkan Berlin Barat
dan Berlin Timur atas kekuasaan Amerika Serikat dan Uni Soviet.

"Hast du etwas Zeit für mich? Dann singe ich ein Lied für dich von 99 Luftballons
auf ihrem Weg zum Horizont. Denkst du vielleicht grad an mich? Dann singe ich
ein Lied für dich von 99 Luftballons und dass sowas von sowas kommt."

"Apakah kau punya waktu untukku? Karena aku akan menyanyikan sebuah lagu
tentang 99 balon helium dalam perjalanannya menuju kaki langit. Apakah kau
memikirkan aku sekarang? Aku akan menyanyikanmu lagu tentang 99 balon
helium dan apa yang terjadi karena mereka."

Lagu ini diawali dengan penulis akan menceritakan tentang 99 balon


helium dan apa yang akan terjadi karena balon-balon helium tersebut.
7

"Hielt man für UFOs aus dem All. Darum schickte ein General 'ne Fliegerstaffel
hinterher. Alarm zu geben, wenn's so wär."

"Seseorang mengira mereka adalah UFO. Itu sebabnya seorang jenderal mengirim
satu skuadron di belakang, untuk mengirim peringatan akan ada sesuatu."

Pada lirik tersebut, balon-balon yang diterbangkan terlihat sebagai UFO


atau pesawat ruang angkasa sehingga seorang jenderal Uni Soviet mendapatkan
false alarm dan mengirim satu skuadron untuk memberikan peringatan akan
adanya penyerangan dari balik Tembok Berlin, yaitu pihak Amerika Serikat.
False alarm ini adalah salah satu makna utama dari lagu ini seperti yang sudah
dijelaskan dalam sosiologi pengarang, hanya karena adanya kesalahan tersebut
dapat dengan mudah memicu terjadinya perang nuklir.

"Dabei war'n dort am Horizont nur neunundneunzig Luftballons."

"Padahal itu hanya 99 balon helium di kaki langit."

Uni Soviet sudah melakukan penyerangan, padahal yang memicu


munculnya peringatan dini tersebut hanya 99 balon helium yang terbang di kaki
langit.

"Neunundneunzig Düsenflieger. Jeder war ein großer Krieger. Hielten sich für
Captain Kirk. Das gab ein großes Feuerwerk."

"99 pesawat jet. Masing-masing berisi pahlawan yang menganggap mereka


Captain Kirk. Mereka memberikan kembang api."

Pada bait ini dijelaskan bahwa jenderal Uni Soviet mengirim pesawat jet
yang masing-masing berisi tentara yang menganggap mereka pahlawan yang di
dalam lirik ini sebagai Captain Kirk. Captain Kirk adalah seorang tokoh pahlawan
dari seri film Star Trek. Tentara tersebut ‘memberikan kembang api’ atau dapat
diartikan sebagai memberikan kekacauan yang mirip dengan kembang api di atas
langit.
8

"Die Nachbarn haben nichts gerafft und fühlten sich gleich angemacht. Dabei
schoss man am Horizont auf neunundneunzig Luftballons."

"Tetangga mereka tidak mengerti dan mengira mereka sedang diserang. Lalu
mereka ikut menyerang pada 99 balon helium."

‘Tetangga’ yang dimaksud dalam bait ini adalah Amerika Serikat yang
menempati dan menjaga Berlin Barat. Karena false alarm tersebut, Amerika
Serikat lalu menyerang balik ke Uni Soviet. Hal ini menyebabkan munculnya
perang di antara Amerika Serikat dan Uni Soviet hanya karena 99 balon helium.

"Riefen, „Krieg!“, und wollten Macht. Mann, wer hätte das gedacht? Dass es
einmal so weit kommt, wegen 99 Luftballons. "

"Teriak, "Perang!" Dan menginginkan kekuatan. Siapa yang dapat mengira bahwa
akan sampai sejauh ini karena 99 balon?"

Karena munculnya perang nuklir tersebut, Uni Soviet dan Amerika Serikat
menginginkan kekuasaan dan memperbanyak peperangan.

"Neunundneunzig jahre Krieg. Ließen keinen Platz für Sieger. Kriegsminister


gibt's nicht mehr und auch keine Düsenflieger. Heute zieh ich meine Runden, seh
die Welt in Trümmern liegen, hab 'n Luftballon gefunden, denk an dich und lass
ihn fliegen."

"99 tahun peperangan. Tidak ada tempat bagi pemenang. Tidak ada lagi menteri
perang dan tidak ada pesawat jet. Hari ini saya berkeliling, melihat dunia dalam
reruntuhan, menemukan balon, memikirkan kau dan membiarkannya terbang."

Lagu ini diakhiri dengan peperangan yang sudah terjadi selama 99 tahun,
dunia sudah hancur dan tidak ada tempat yang bisa ditempati oleh yang
memenangi semua peperangan yang sudah dilalui. Balon yang ditemukan oleh
tokoh dalam lagu ini merepresentasikan sebuah mimpi, dan melepaskannya pergi.
Hal ini memperkuat pesan bahwa orang Jerman juga memiliki mimpi untuk bebas
dari Perang Dingin (Principia: 2015).
9

Sosiologi Pembaca

Dalam sosiologi pembaca, lagu karya Nena ini dapat menarik para pendengar
untuk membaca liriknya yang ditulis oleh Carlo Karges. Hal itu disebabkan oleh
hubungannya dengan waktu lagu tersebut dipublikasikan. Pendengar tertarik
untuk mendengarkan lagu tersebut karena satu hal, yaitu hubungan antara lagu
tersebut yang sama dengan yang mereka alami. Pada tahun 1982, tahun lagu ini
ditulis, pendengar yang juga berasal dari Berlin atau Jerman dapat merasakan apa
yang ditulis oleh penulis akan paranoia yang dialami mereka pada saat terjadinya
puncak dari perang nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Bukan hanya
pendengar dari Jerman, pendengar dapat mengetahui tentang apa yang dialami
oleh masyarakat Jerman pada waktu itu.

Selain melewati liriknya, lagu ’99 Luftballons’ juga dapat mendapatkan


kesuksesan yang sangat besar secara internasional karena memiliki aliran new
wave, yaitu sebuah subgenre dari musik rock yang muncul pada pertengahan
hingga akhir 1970-an. Pada awal tahun 1980-an, musik new wave menjadi genre
yang paling popular karena munculnya stasiun televisi Amerika Serikat yang
bernama MTV pada tahun 1982 yang biasanya memutar musik new wave yang
muncul di Eropa sebelum lahirnya musik beraliran glam metal dan lainnya dari
Amerika Serikat. Kesuksesan tersebut diawali karena video musik dari lagu ’99
Luftballons’ diputar di MTV dan karena hal tersebut lagu ini mendapatkan
kesuksesan secara internasional.

Lagu ’99 Luftballons’ ini adalah salah satu bentuk Gerakan Anti-Nuklir di
Jerman dengan memperjelas akibat munculnya pembuatan nuklir. Gerakan Anti-
Nuklir dimulai sejak tahun 1970-an sebagai bentuk protes terhadap pabrik nuklir
yang terletak di Whyl, Jerman. Pada tanggal 31 Juli 1977, satu orang tewas dan
tiga lainnya terluka parah ketika kepolisian Prancis di Creys-Malville (Rhone-
Alpes) menggunakan sebuah granat untuk menghentikan demonstrasi yang diikuti
oleh 60.000 partisipan. Hal ini menjelaskan keinginan Karges akan impian yang
10

dimiliki oleh rakyat Jerman, yaitu impian untuk bebas dari Amerika Serikat dan
Uni Soviet dan untuk Tembok Berlin diruntuhkan.

IV. SIMPULAN

Nena merupakan sebuah kelompok pemusik asal Jerman yang beraliran neue
deutsche Welle (new wave asal Jerman). Carlo Karges, gitaris dari Nena,
merupakan penulis lirik lagu ’99 Luftballons’ yang hadir pada sebuah konser dari
kelompok pemusik asal Inggris yaitu The Rolling Stones yang menjadi inspirasi
ditulisnya lirik lagu ini. Pada konser tersebut, terdapat ribuan balon yang
diterbangkan ke langit. Dalam lirik lagu tersebut, balon-balon yang diterbangkan
terlihat sebagai UFO atau pesawat ruang angkasa sehingga seorang jenderal Uni
Soviet mendapatkan false alarm dan memulai peperangan antara Uni Soviet dan
Amerika Serikat yang terjadi sangat lama sehingga tidak ada lagi tempat untuk
pemenang dari peperangan itu karena dunia telah hancur. Lagu ini diakhiri dengan
balon yang ditemukan oleh tokoh dalam lagu ini merepresentasikan sebuah
mimpi, dan melepaskannya pergi. Hal ini memperkuat pesan bahwa orang Jerman
juga memiliki mimpi untuk bebas dari Perang Dingin (Principia: 2015).

Lagu karya Nena ini dapat menarik para pendengar untuk membaca
liriknya yang ditulis oleh Carlo Karges, karena hubungannya dengan waktu lagu
tersebut dipublikasikan. Pendengar tertarik untuk mendengarkan lagu tersebut
karena hubungan antara lagu tersebut yang sama dengan yang mereka alami. Pada
tahun 1982, tahun lagu ini ditulis, pendengar yang juga berasal dari Berlin atau
Jerman dapat merasakan apa yang ditulis oleh penulis akan paranoia yang dialami
mereka pada saat terjadinya puncak dari perang nuklir antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet.

Carlo Karges menunjukkan lagu ini sebagai salah satu bentuk dari
Gerakan Anti-Nuklir di Jerman dengan memperjelas akibat akan adanya nuklir.
Gerakan Anti-Nuklir dimulai sejak tahun 1970-an sebagai bentuk protes terhadap
pabrik nuklir yang terletak di Whyl, Jerman. Karges menulis lirik lagu ini untuk
11

mewakili impian yang dimiliki oleh rakyat Jerman, yaitu impian untuk bebas dari
Amerika Serikat dan Uni Soviet dan untuk Tembok Berlin diruntuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Awom, I. Y. P. (2017). Analisis Lagu No Woman No Cry Oleh Bob Marley


Melalui Pendekatan Sosiologi Sastra. MELANESIA: Jurnal Ilmiah Kajian
Bahasa dan Sastra, 51-60.

Damono, S. D. (2002). Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat


Bahasa.

Kerner, G. S. (28 Februari 2018). Wie es zu "99 Luftballons" kam. (D. Stermann,
& C. Grissemann, Interviewers)

Leffler, M. P. (1996). The Struggle for Germany and the Origins of the Cold War.
Washington, D.C.: German Historical Institute

Principia, M. (6 Maret 2015). Paranoia in the Cold War: 99 Luftballons - Nena.


Dikutip dari Words in the Bucket: https://www.wordsinthebucket.com/99-
luftballons-nena

Sawijiningrum, W. (2016). Pendekatan Sosiologi Sastra Dalam Analisis Cerpen


Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri Karya Ahmad Tohari.
Tugas Akhir.

Wellek, R., dan Warren, A. (2016). Teori Kesusastraan. (Terj. Melani Budianta).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai