Anda di halaman 1dari 11

RENCANA PENULISAN PENCIPTAAN KARYA SENI MUSIK

A. Judul Karya

Singular

Implementasi Twelve Tone Serialism Music Untuk Ansambel Campuran.

B. Latar Belakang

Penciptaan karya seni musik semakin mengalami perkembangan disetiap

eranya. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam perkembangan gaya

musik, bentuk musik serta teknik musik yang digunakan dan diadopsi dari

komposer terdahulu. Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan

intelektual sosial budaya juga menjadi faktor bagi inovasi yang terjadi pada

musik. Khususnya dibidang musik, perkembangan tersebut dapat dianalisa dan

diterapkan pada proses penciptaan karya. Satu diantara perkembangan musik yang

terjadi didalam sejarah musik barat adalah pada era Twentieth Century Music

(Musik Abad 20). Ton de Leeuw (2005:7) menyatakan bahwa, “Music of the

Twentieth Century in the period 1961 to 1962, a time of considerable change, both

in contemporary music and in the author’s own life. The strong post-1945

emphasis on concerted radical structural innovation of music had however largely

passed. New music was opening up in many new ways to many worlds of music,

both past and present”.

Menurut pandangan Ton de Leeuw perkembangan musik yang terjadi pada

era tersebut mengalami perubahan yang cukup besar sehingga menjadi suatu

inovasi dan pandangan baru yang lebih terbuka dari era sebelumnya khususnya
bagi para komponis musik pada era Twentieth Century. Satu diantara

perkembangan musik yang terjadi pada era Twentieth Century adalah Serialism

Music. Arnold Schoenberg adalah seorang komposer dari Austria yang merupakan

pionir dari Serialism Music dengan dasar pengembangan dari sistem atonal dan

twelve tone. Dalam membuat melodi, nada-nada dalam tone row muncul

berurutan atau berseri sehingga metode ini dikenal luas sebagai aliran Serialisme.

Penggunaan tone row yang terdiri dari 12 nada chromatic yang berjarak ½ antara

nada satu dengan lainnya atau dikenal dengan teknik dodecaphone maka pada

Serialism Music disebut sebagai twelve tone. Menurut Arnold Whittall (2008:1)

menyatakan bahwa, “Arnold Schoenberg (1874–1951) was the composer most

decisively involved in devising and demonstrating the fundamentals of serialism.

But other contemporaries were working along comparable lines, and it is clear

that the establishment of serialism, as an instance of post-tonal thinking, was not

the work of just one musician”.

Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Arnold

Schoenberg telah berproses dari pengalamannya yang dikembangkan dari idiom

musik tradisional barat sehingga menciptakan metode baru dalam penulisan karya

musik yang disebut serialism music. Serialism music merupakan inovasi gagasan

penciptaan karya musik yang menjadi suatu gaya baru pada Twentieth Century

Music dengan menggunakan twelve tone dan pengembangan teknik komposisi

musik tradisional barat yang diolah secara matematis sehingga menjadikan suatu

terminologi baru dalam menentukan abstraksi musikal sebagai ide gagasan


tekstual yang akan diaplikasikan pada penulisan karya musik. Schoenberg dalam

Joseph Auner etc. (2004:242) menyatakan bahwa,

“Composition with Twelve Tones’, he defines the method as


based on 1) ‘the constant and exclusive use of a set of twelve
different tones’; 2) an avoidance of creating ‘false expectations’ of
tonality by refraining from the use of tonal harmony and octave
doubling that might suggest a root or tonic; 3) the treatment of ‘the
two or more dimensional space as a unity’, which involves the use
of the row to generate melodic and harmonic material; 4) and the
use of the basic set along with its inversion, retrograde, and
retrograde inversion in any transposition, resulting in the forty-
eight possible row forms”.
Dari pernyataan tersebut, Schoenberg menguraikan ide gagasan terbut

digunakan untuk menghindari pengulangan yang terjadi pada ke-12 nada tersebut

serta penggunaan atonal untuk menghindari prasangka kesalahan susunan nada

pada sistem tonal sebagai subjektifitas idiom musik barat di era sebelumnya.

Berbagai macam terminologi pada Serialism Music terdapat inversion,

transposition, retrograde dan retrograde inversion pada komposisi musik dngan

twelve tone yang digunakan oleh Arnold Schoenberg sebagai dasar dalam

komposisi.

Lain halnya dengan perkembangan musik di Indonesia, perkembangan

tersebut banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial dan budaya serta

pengaruh dari barat terhadap masa penjajahan dan kolonialisme. Keberadaan

musik dapat menjadi sarana penghalusan perbedaan sosial yang terjadi pasca masa

penjajahan. Barenregt dan Els Bogaerts (2016:5) menyatakan bahwa, “Musik

dapat menjadi sarana artikulasi jatidiri kolektif; ia menandai ‘kami’ versus

‘mereka’. Meski demikian dalam keadaan tertentu ia dapat pula memberikan

sumbangan pada integrasi dan rekonsiliasi sosiokultural (Bohlman, 2000). Maka


musik suatu praktik yang tampaknya murni dan lugu dapat menjadi kancah untuk

memulai dialog sebagai suatu jalan penyembuhan luka - luka lama yang terbuk

(O’Connell dan Castelo-Branco 2010)”.

Menurut pandangan Barenregt dan Els Bogaerts perkembangan musik

dimasa kolonial menjadi suatu sarana perjumpaan dari berbagai macam latar

belakaang sosial budaya sehingga menghasilkan suatu keharmonisan dengan

saling belajar dari tradisi masing-masing. Perjumpaan musik tersebut bersifat

eksklusif terjadi diantara keluarga bangsawan, pribumi, pejabat kolonial, serta

masyarakat adat yang ada di Indonesia. Dari peristiwa tersebut terdapat

percampuran dari kebudayaan yang berbeda khususnya pada musik yang menjadi

sumber perkembangan musik di Indonesia. Proses asimilasi dan akulturasi budaya

tersebut juga membawa idiom musik timur khususnya musik tradisioonal

Nusantara berinovasi dengan idiom musik sehingga menghasilkan gaya baru pada

perubahan musik yang terjadi pasca kolonialisme.

Karya musik Singular merupakan implementasi dari twelve tone system

dalam Serialism Music. Penggunaan format musik ansambel campuran

terminologi dari idom musik barat yang dipadukan dengan instrumentasi

gabungan dari instrumen musik tradisional barat dan instrumen musik tradisional

Indonesia khususnya Kalimantan Barat menjadi identitas dalam pencptaan karya

musik Singular. Terminologi serial dan struktur abstraksi matematis musik dari

studi literatur menjadi ide gagasan dalam penciptaan karya musik Singular.

Penggunaan 12 nada tanpa pengulangan yang disusun dan diserikan sehingga

menjadi suatu deretan baru dengan perhitungan matematis menggunakan tabel


matriks untuk menghasilkan abstraksi musikal menjadi ketertarikan penulis dalam

memilih konsep dan ide gagasan Serialism Music pada karya musik Singular.

Terdapat tiga movement atau gerakan dalam karya musik Singular dengan masing-

masing mempunyai judul 1). Ordo 2). Horizontally 3). Perpendicular.

Singular merupakan suatu karya musik absolute yang di dalamnya terdapat

ide musikal yang bersifat konstruktif dan struktural. Pengolahan abstraksi serial

nada yang disusun secara intuitif akan diaplikasikan penulis pada pengolahan

nada untuk motif melodi dan kalimat musik dalam karya musik Singular. Dari

hasil pengolahan tersebut, maka terjadi berbagai macam bunyi seperti tidak

beraturan yang diatur dan terukur secara kontekstual serialism music dan

subjektifitas penulis. Hal tersebut merupakan satu diantara inovasi dari berbagai

pengalaman dan hasil studi literatur yang diterapkan penulis untuk perkembangan

musik khususnya di Pontianak, Kalimantan Barat.

Penulis sadar saat ini perkembangan musik di Kalimantan Barat begitu

pesat, tetapi masih terkendala pada sulitnya memperoleh literatur musik

khususnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Beberapa inovasi baru yang

diterapkan pada musik tersebut kurang diminati dan sulit diterima oleh kelompok

besar masyarakat maupun musisi tradisi maupun nontradisi setempat. Maka dari

itu, penulis berharap karya Singular dapat menjadi suatu referensi bagi inovasi

karya musik khususnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Harapan tersebut juga

tertuju pada lembaga pendidikan seni, yang formal maupun nonformal. Selain itu,

dapat menjadi literatur bagi mahasiswa pada mata kuliah komposisi musik di

Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Universitas Tanjungpura,
serta menjadi stimulus bagi perencanaan pembelajaran dibidang musik ditingkat

SMA/SMK seni maupun nonseni.

C. Rumusan Ide Penciptaan

Singular merupakan sebuah komposisi musik hasil dari implementasi twelve

tone pada Serialism Music yang di aplikasikan pada format musik ansambel

campuran. Inovasi yang dilakukan penulis terdapat pada penggunaan instrumen

musik tradisional Kalimantan Barat yaitu dau dengan sistem twelve tone. Pada

dasarnya instrumen dau menggunakan tangga nada pentatonic (lima nada) yaitu

do, re, mi, sol, la dengan dua pola permainan yang berbeda yang terdiri dari dau

we’ dan dau nak dimainkan oleh dua orang dengan pola tabuhan yang saling

berkaitan satu sama lain atau disebut dengan teknik interlocking. Menurut Kostka

(2006:26) menyatakan bahwa,

“One example is the scale sometimes known as the


“Hirajoshi pentatonic” as in A, B, C, E, F. Which occurs in the
closing section of George Rochberg's “Slow Fires of Autumn”
(1979) and in the second movement of Janice Giteck's “Om Shant”
(1986). another, sometimes called the “Kumoi pentatonic” as in D,
E, F, A, B. Was used by Ralph Vaughan Williams for the opening
theme of his Concerto for Bass Tuba (1954) and by Jonathan
Kramer in his “Moving Music” (1976)”.

Dari pernyataan tersebut, menurut Kostka tangga nada pentatonic

merupakan penggunaan lima nada pada karya musik meskipun terdapat perbedaan

pada interval atau jarak antara nada yang satu dengan lainnya. Pada karya musik

Singular penulis mengembangkan penggunaan instrumen Dau yaitu dari tangga

nada pentatonic menjadi chromatic atau dikenal dengan twelve tone pada

Serialism Music.
Penulis mencoba menerapkan sistem polytonal untuk 3 set instrumen dau

dengan tonal yang berbeda yaitu Dau in E pada penalaan yang mendekati ( E, F#,

G#, B, C# ), Dau in Eb pada penalaan yang mendekati ( Eb, F, Ab, Bb, C ) serta

Dau in A pada penalaan yang mendekati ( A, C, D, F, G ) yang digabung menjadi

satu sehingga menghasilkan tangga nada chromatic. Menurut Leon Stein

(1979:302), “Polytinality atau Polymodality. Teknik ini menggambarkan

kombinasi dalam harmoni atau kontrapung dari dua atau lebih tonalitas, dua

modalitas atau lebih, atau sebuah modalitas dan atonalitas”.

Beberapa hal yang dilakukan penulis dalam merumuskan ide penciptaan

karya musik Singular yaitu :

1. Pengamatan secara tidak langsung pada pemilihan ide gagasan Serialism Music

melalui beberapa studi literatur dan sumber yang relevan.

2. Pengamatan secara langsung pada pemilihan instrumen musik dan teknik

konvensional instrumen musik yang akan digunakan sebagai media penerapan

komposisi musik yaitu flute, tenor saxophone, classical guitar, violin, contra

bass dan dau.

3. Pengamatan secara langsung pada instrumen dau yaitu melakukan penalaan

nada serta menentukan nada dasar dengan bantuan media elektronik.

4. Melakukan eksperimen pada penggabungan 3 set dau we’ dan dau nak untuk

menghasilkan tangga nada chromatic.

5. Melakukan analisa dan mempelajari beberapa karya Serialism Music oleh pada

era Twentieth Century Music sebagai referensi dalam penciptaan karya musik.
D. Tujuan

Tujuan dari penciptaan karya musik Singular adalah sebagai berikut :

1. Menawarkan suatu inovasi dan pandangan baru dalam pengolahan musik

dengan instrumen musik tradisional barat yang disandingkan dengan instrumen

musik tradisional Kalimantan Barat.

2. Mengangkat budaya Kalimantan Barat dengan menggunaan idiom musik barat

diaplikasikan pada instrumen musik dau menjadi satu diantara instrumen

musik yang digunakan dalam karya musik Singular.

3. Menjadi referensi dan literatur pada penerapan Serialism Music dalam sebuah

komposisi musik, khususnya pada pendidikan seni di Kalimantan Barat.

E. Manfaat

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka karya musik Singular ini

diharapkan berfmanfaat bagi perkembangan musik khususnya di Kalimntan Barat.

Adapun manfaat dalam karya ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Karya ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan inovasi

pada musik khususnya Serialism Music serta cara mengomposisikan musik

melalui wadah instrumen tradisi Kalimantan Barat dan instrumen Barat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Karya ini diharapkan dapat menjadi wawasan serta dapat mengasah

kreatifitas penulis dalam penciptaan karya musik yang dituangkan dengan idiom
musik barat pada penerapan instrumen tradisi Kalimantan Barat maupun

instrumen tradisi barat.

b. Bagi Pemerintah Kota Pontianak dan Masyarakat

Karya ini diharapkan dapat menjadi referensi catatan perkembangan seni

musik di daerah Kalimantan Barat.

c. Bagi sekolah

Karya ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan dan meningkatkan apresiasi siswa. Karya

ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak sekolah terutama

pada pembelajaran seni musik, seperti bahan ajar dalam pelajaran Pendidikan Seni

Budaya di sekolah-sekolah sebagai bentuk pengembangan seni musik daerah

Kalimantan Barat khususnya kekayaan instrumen musik tradisi Kalimantan Barat

dan instrumen tradisi barat.

F. Kerangka Teori

1. Konsep Penciptaan

Karya musik Singular merupakan karya musik dengan pengolahan musik

absolut yaitu pengembangan dari material abstraksi musikal yang diterapkan pada

tekstual musik tersebut. Menurut Mcdermott (2013:72) menyatakan :

“Kata “program” yang dimaksud terwakili oleh, contohnya,


cerita, lukisan, atau puisi, yang memberikan yang memberikan
arahan kepada komponis supaya diikuti. Komponis harus mampu
“menggambarkan secara musikal” (musically depicts) mengenai
latar belakang yang menjadi “programnya” tersebut; bahkan saya
sering menyebutnya dengan istilah “menggambarkan secara
dramatis” (dramatically depicts). Sebaliknya, dalam karya musik
absolut, bentuk musik dikembangkan dari materi musikal yang
dipilih komponis, bukan dari sesuatu diluar musik. Komponis
“musik absolut” mungkin juga mempunyai pikiran dramatis
kontras dengan komponis “musik program”, tetapi dasar
kreativitasnya murni datang dari komponis, bukan dari tuntutan
“program”.

Dari pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa karya musik

Singular merupaan karya musik absolut yang menerapkan ide gagasan idiom

Serialism Music pada ansambel campuran instrumen musik tradisional barat dan

instrumen musik tradisional Indonesia serta pengembangan tangga nada

pentatonic menjadi twelve tone pada instrumen musik tradisional Indonesia.

Singular merupakan kata serapan dari istilah matematika pada perhitungan

matriks. Menurut bahasa, Singular merupakan kata benda yang berarti tunggal.

Penulis memilih judul karya tersebut karena terdapat hubungan secara matematis

pada abstraksi serial dengan menggunakan tabel matematika matriks sehingga

penggunaan kata Singular sebagai judul karya musik, juga sebagai identitas ide

gagasan musikal dengan kontekstual absraksi menggunakan tabel matriks sebagai

dasar penerapan takstual Serialism Music. Penulis menerapkan esensi free form

pada bentuk musik Singular. Menurut Smith Brindle Reginald (1966:111)

menyatakan :

“But in free form, where these factors are very essential


mean of giving coherent shape to the music, it is particularly
important to learn to assess every effect and to estimate carefully
the total result of combination of various factors. Any composer
who shirk this task belongs to that class of composers who do not
know what their music sound like until after it is played. These
tension and relaxation factors are equally applicable in any kind of
serial music, or in free twelve-note composition, for their values are
constant in any non-tonal situation”.

Menurut pandangan Smith Brindle Reginald dalam penggunaan free form

terdapat suatu kebebasan bentuk yang sangat berpengaruh pada kombinasi yang
disusun dan dikonsep untuk menciptakan tensi musik yang variatif dan

direalisasikan ke dalam bentuk musik tersebut. Bentuk musik tersebut dapat

diterapkan pada Serialism Music dan penggunaan twelve tone dalam penerapan

abstraksi musikal.

Seperti yang sudah disebutkan pada latar belakang, penulis membagi karya

ini menjadi 3 movement, antara lain sebagai berikut :

a. Movement I dengan judul Ordo

Penggunaan Ordo sebagai judul dari movement I ini adalah sebagai identitas

dari langkah pertama dalam penyusunan abstraksi musikal, maka oleh penulis

dijadikan sebagai identitas movement pertama. Ordo merupakan kata serapan

dari matematika matriks yang merupakan bilangan penunjuk banyaknya baris dan

kolom yang digunakan pada tabel pembentuk abstraksi musikal.

Pada movement ini

b. Movement II dengan judul Horizontally

c. Movement I dengan judul Perpendicular

2. Bentuk Musik (Form)

Anda mungkin juga menyukai