Anda di halaman 1dari 86

ANALISA PENGARUH VARIASI URUTAN PENGELASAN

TERHADAP TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN


SAMBUNGAN PELAT BAJA TAHAN KARAT SS304 DENGAN
METODE SIMULASI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang Strata Satu (S1)
Pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Ponorogo

FERY EKO HERDIARTO


17511150

TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Fery Eko herdiarto


NIM 17511150
Program Studi : Teknik Mesin
Fakultas : Teknik
Judul Proposal Skripsi : Analisa Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan
Terhadap Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada
Pengelasan Sambungan Pelat Baja Tahan Karat
SS304 Dengan Metode Simulasi.

Isi dan formatnya telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat


Untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana
Pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
Ponorogo, 03 Februari 2022
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing II
I

(Rizal Arifin, S.Si., M.Si., Ph.D) (Yoyok Winardi, S.T., M.T)


NIK. 19870920 201204 12 NIK.19860803 201909 13

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknik Ketua Program Studi Teknik Mesin

(Edy Kurniawan S.T., (Yoyok Winardi, S.T., M.T)


M.T) NIK. 19771026 NIK.19860803 201909 13
200810 12
PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fery Eko Herdiarto

NIM 17511150

Program Studi : Teknik Mesin


Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi saya dengan judul
“Analisa Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan Terhadap Tegangan
Sisa Dan Distorsi Pada Pengelasan Sambungan Pelat Baja Tahan
Karat SS304 Dengan Metode Simulasi” bahwa berdasarkan hasil
penelusuran berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah yang
saya rancang/teliti di dalam Naskah Skripsi ini adalah asli dari
pemikiran saya. Tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan
daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam Naskah Skripsi ini dapat dibuktikan


terdapat unsur–unsur plagiatisme, saya bersedia Ijazah saya
dibatalkan, serta diproses sesuai peraturan perundang–undangan yang
berlaku.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan


sebenar-benarnya.

Ponorogo, 03 Februari 2022

Mahasiswa,

Fery Eko Herdiarto

NIM. 17511150
HALAMAN BERITA ACARA UJIAN
Nama : Fery Eko herdiarto
NIM 17511150
Program Studi : Teknik Mesin
Fakultas : Teknik
Judul Proposal Skripsi : Analisa Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan
Terhadap Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada
Pengelasan Sambungan Pelat Baja Tahan Karat SS
304 Dengan Metode Simulasi.

Telah diuji dan dipertahankan dihadapan


Dosen penguji tugas akhir jenjang Strata Satu (S1) pada :
Hari : Jum’at
Tanggal : 04 Februari 2022
Nilai :

Menyetujui,
Dosen penguji I Dosen Penguji II

(Ir. Sudarno, MT) (Wawan Trisnadi Putra, MT., Ph.D)


NIK. 19680705 199904 NIK. 19800220 201309 12
11
Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknik Ketua Program Studi Teknik Mesin

(Edy Kurniawan S.T., (Yoyok Winardi, S.T., MT)


MT) NIK. 19771026 NIK.19860803 201909 13
200810 12
BERITA ACARA
BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Fery Eko Herdiarto


NIM 17511150
Judul Skripsi : Analisa Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan Terhadap
Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada Pengelasan Sambungan
Pelat Baja Tahan Karat SS304 Dengan Metode Simulasi.

Dosen pembimbing I : Rizal Arifin, S.Si., M.Si., Ph.D.

PROSES BIMBINGAN

Materi yang Tanda


No Tanggal Saran Dosen / hasil
dikonsultasikan Tangan
Pengajuan tema Pengarahan tema dan mencari
1 01-10-2021
dan judul referensi
Penulisan dan penambahan
Pengajuan BAB 1 satu paragraf untuk
2 05-10-2021
latar belakang menjelaskan topik yang akan
diambil
Penulisan kutipan dan
3 15-10-2021 Konsultasi BAB 1 menjelaskan metode yang
akan dipakai
Data dalam bab 2 harus
4 30-11-2021 Konsultasi BAB 2
sesuai referensi dan sumber
Perbaikan pada metodologi
5 30-11-2021 Konsultasi BAB 3
dan penulisan tabel
Penentuan boundary
Konsultasi BAB 4
6 01-02-2022 condition dan pembahasan
dan BAB 5
validasi

7 03-03-2022 Acc Sidang Acc BAB I,II,III,IV,V


BERITA ACARA

BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Fery Eko Herdiarto


NIM 17511150
Judul Skripsi : Analisa Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan Terhadap
Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada Pengelasan Sambungan
Pelat Baja Tahan Karat SS304 Dengan Metode Simulasi.

Dosen pembimbing II : Yoyok Winardi, S.T., M.T

PROSES BIMBINGAN

Materi yang Tanda


No Tanggal Saran Dosen / hasil
dikonsultasikan Tangan
Pengajuan tema Pengarahan tema dan
1 01 -08-2021
dan judul mencari referensi
Konsultasi bahan Bahan dan software yang
2 20-09-2021
dan software akan dipakai sebagai topik
Latar belakang harus padat
Pengajuan BAB 1
3 04-10-2021 dan jelas dengan topik yang
latar belakang
akan diambil
Pengajuan BAB 2 Pada flowchart harus lebih
4 27-11-2021
dan BAB 3 diperjelas
Pengajuan BAB 4 Mengganti penulisan kode
5 02-02-2022
dan BAB 5 material yang dipakai

6 03-02-2022 Acc Sidang Skripsi Acc BAB I,II,III,IV,V


MOTTO HIDUP

“AMBILLAH RESIKO YANG LEBIH BESAR DARI APA YANG


DIPIKIRKAN ORANG LAIN AMAN. BERILAH PERHATIAN LEBIH DARI
APA YANG ORANG LAIN PIKIR BIJAK. BERMIMPILAH LEBIH DARI
APA YANG ORANG LAIN PIKIR MASUK AKAL”

“Bersabarlah yang baik, maka niscaya kelapangan itu begitu dekat. Barangsiapa
yang mendekatkan diri pada Allah untuk lepas dari kesulitan, maka ia pasti akan
selamat. Barangsiapa yang begitu yakin dengan Allah, maka ia pasti tidak
merasakan penderitaan. Barangsiapa yang selalu berharap pada-Nya, maka Allah
pasti akan memberi pertolongan”. QS. Al- Insyirah: 6
HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segala rasa syukur dan rahmat Allah yang maha pengasih lagi
maha penyayang dengan ini saya mempersembahkan Skripsi ini untuk:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan kasihnya
2. Keluarga tercinta, Ibu dan Bapak yang selalu memberikan motivasi dan
nasihat kepada saya supaya belajar dengan sungguh-sungguh agar kelak
ilmu yang telah saya terima dapat bermanfaat bagi orang lain.
3. Danang Ridho Subekti selaku kakak keponakan yang selalu memberi
arahan dalam penulisan skripsi.
4. Afri Ainur-Rofiq, Agus Prianto Dan Bagas Deva Syahputra selaku teman
satu angkatan yang selalu membantu saya dalam simulasi.
5. Rekan–rekan teknik mesin angkatan 2017.
ANALISA PENGARUH VARIASI URUTAN PENGELASAN TERHADAP
TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN
SAMBUNGAN PELAT BAJA TAHAN KARAT SS304 DENGAN
METODE SIMULASI
Fery Eko Herdiarto, Rizal Arifin, Yoyok Winardi.
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
Email : feryherdiarto@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan simulasi pengelasan pada pelat baja tahan karat
SS 304 dengan variasi urutan pengelasan. Analisis numerik dilakukan untuk
memperoleh pengaruh urutan pengelasan terhadap tegangan sisa dan distorsi
yang terjadi pada pelat baja tahan karat SS 304. Analisa numerik dilakukan
dengan menggunakan software ANSYS R1 2021 Student Version menggunakan
metode elemen hingga untuk menganalisis perilaku distribusi temperatur,
tegangan sisa, dan distorsi pada pelat baja tahan karat SS 304. Dari penelitian ini
diperoleh nilai temperat puncak tertinggi sebesar 1137 °K dan besarnya nilai
tegangan sisa maksimum variasi searah yaitu sebesar 248 MPa dan distorsi 1,5
mm, variasi pengelasan searah loncat yaitu 208 MPa dan distorsi 1,2 mm,
sedangkan besar tegangan sisa pada variasi arah pengelasan bolak-balik yaitu 302
MPa dan distorsi 1,8 mm. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk mendapatkan
pengelasan yang baik dengan cara menggunakan pengelasan searah loncat karena
mendapatkan nilai tegangan sisa dan distorsi yang rendah. Hal ini dikarenakan
pada variasi urutan pengelasan searah loncat masukan panas (heat flux) pada
bagian weld metal tidak mengalir terus-menerus yang mengakibatkan
terbentuknya tegangan sisa dan distorsi yang tinggi.

Kata Kunci : Pengelasan, Metode Elemen Hingga, SS304, Distribusi


Temperatur, Tegangan Sisa, Distorsi, Urutan Pengelasan
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi
yang berjudul “Analisa Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan Terhadap
Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada Pengelasan Sambungan Pelat Baja Tahan
Karat SS304 Dengan Metode Simulasi”.
Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Teknik Prodi Teknik Mesin pada Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Dalam penulisan skripsi ini
penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat sulit
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, diucapkan banyak terimakasih
kepada :

1. Keluarga khususnya kepada Bapak, Ibu, dan Adek yang selalu


mendoakan, memberi motivasi dan semangat kepada saya untuk segera
menyelesaikan skripsi serta kuliah.
2. Dr. Happy Susanto, M.A. selaku rektor Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
3. Edy Kurniawan S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
4. Yoyok Winardi, S.T., M.T. selaku Ketua Prodi Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
5. Rizal Arifin, S.Si., M.Si., Ph.D. dan Yoyok Winardi, S.T., M.T selaku
Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan, serta bimbingan
secara sabar kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
7. Seluruh teman-teman Prodi Teknik Mesin Angkatan 2017 yang selalu
memberi dorongan serta motivasi dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Saya berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak yang
telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Sebuah kesadaran bagi saya bahwa
penelitian ini sangat jauh dari sempurna, akan tetapi semoga dapat menjadi suatu
awal yang baik bagi pengembangan dipenelitian-penelitian selanjutnya.

Ponorogo, 03 Februari 2022

Fery Eko Herdiarto


NIM. 17511150
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI...........................................................ii
HALAMAN BERITA ACARA UJIAN.................................................................iii
BERITA ACARA.....................................................................................................i
MOTTO HIDUP.....................................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................5
1.4 Batasan Masalah.......................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................6
BAB II......................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................7
2.1 Penelitian Terdahulu..................................................................................7
2.2 Baja Tahan Karat.......................................................................................9
2.3 Pegelasan baja tahan karat.......................................................................10
2.4 Spesifikasi baja tahan karat tipe SS304...................................................12
2.5 Pengelasan yang digunakan....................................................................13
2.6 Siklus Termal Las....................................................................................15
2.7 Tegangan Sisa atau Residual Stress........................................................19
2.7.1 Distribusi Tegangan Sisa.................................................................21
2.7.2 Pengukuran Besarnya Tegangan Sisa..............................................21
2.7.3 Pengurangan Tegangan Sisa............................................................22
2.8 Distorsi....................................................................................................23
2.9 Metode Elemen Hingga...........................................................................27
BAB III..................................................................................................................31
METODOLOGI.....................................................................................................31
3.1 Metodologi Penelitian.............................................................................31
3.2 Spesifikasi Hardware...............................................................................31
3.3 Diagram Alir Penelitian...........................................................................32
3.4 Penjelasan Diagram Alir.........................................................................33
3.5 Pemodelan Thermal dan Struktural.........................................................39
3.5.1 Pemodelan Thermal.........................................................................39
3.5.2 Pemodelan Struktural.......................................................................49
BAB IV..................................................................................................................53
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................53
4.1 Menghitung Beban Heat Flux.................................................................53
4.2 Validasi Permodelan................................................................................54
4.3 Validasi Hasil..........................................................................................55
4.3.1 Analisa Thermal...............................................................................55
4.3.2 Analisis Struktur Tegangan Sisa......................................................57
4.3.3 Analisa Distorsi................................................................................59
4.4 Pembahasan Hasil Simulasi Variasi Pengelasan....................................61
BAB V....................................................................................................................62
PENUTUP..............................................................................................................62
5.1 KESIMPULAN.......................................................................................62
5.2 SARAN...................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................64
LAMPIRAN...........................................................................................................67
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Tahan Karat..............................................................10

Tabel 2.2 Komposisi SS 304 dengan % berat setiap unsur.................................12

Tabel 2.3 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam.........................15

Tabel 2.4. Nilai koefisien efisiensi pengelasan...................................................17

Tabel 3.1Strength Properties SS304...................................................................34

Tabel 3.2Thermal Properties SS304...................................................................35

Tabel 3.3 Spesifikasi material SS304 dalam % (persen)....................................35

Tabel 4.1 Hasil simulasi permodelan..................................................................61


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Endapan Antara Butir Karbit Khrom Dari Baja..............................11


Gambar 2.2 Skema Proses Pengelasan Busur Las TIG Atau Las GTAW..........13

Gambar 2.3 Mesin Las TIG Dengan Tangan......................................................14

Gambar 2.4 Mesin Las TIG Semi-Otomatis......................................................14

Gambar 2.5 Skema Siklus Termal Selama Proses Pengelasan..........................16

Gambar 2.6 Skema Terjadinya Tegangan Sisa Pada Proses Pengelasan...........20

Gambar 2.7 Distribusi Tegangan Sisa Pada Sambungan Tumpul.....................21

Gambar 2.8 Urutan Pengelasan Pada Pelat.........................................................23

Gambar 2.9 Hubungan Antara Tegangan Sisa Dan Distorsi.............................23

Gambar 2.10 Macam-Macam Distorsi Dalam Pengelasan.................................25

Gambar 2.11 Tiga Perubahan Dasar Selama Proses Pengelasan........................26

Gambar 2.12 Contoh Meshing Pada Pelat.........................................................28

Gambar 2.13 Geometri Elemen SOLID70.........................................................29

Gambar 2.14 Geometri Elemen SOLID185........................................................30

Gambar 2.15 Geometri Elemen SOLID186........................................................30

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.................................................................32

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian (Lanjutan).................................................33

Gambar 3.2 Geometri Material (Solidworks).....................................................36

Gambar 3.3 Geometri Model Tampak Depan (Solidworks).............................37

Gambar 3.4 Gambar Urutan Pengelasan(Welding Squence).............................38

Gambar 3.5 Diagram Alir Permodelan Thermal................................................39

Gambar 3.5 Diagram Alir Permodelan Thermal(Lanjutan)...............................40

Gambar 3.6 Langkah Start Preferences.............................................................41


Gambar 3.7.Langkah Memilih Tipe Elemen.......................................................42

Gambar 3.8 Langkah input Data Material..........................................................43

Gambar 3.9 Langkah Menentukan Meshing.......................................................44

Gambar 3.10 Meshing Geometri.........................................................................44

Gambar 3.11 Langkah Memilih Tipe Analisis....................................................45

Gambar 3.12 Langkah Menentukan Referensi Temperatur................................45

Gambar 3.13Langkah Menentukan Kondisi Batas.............................................46

Gambar 3.14 Langkah Pemberian Beban Heat flux............................................47

Gambar 3.15 Langkah Penentuan Time Step......................................................47

Gambar 3.16 Langkah Penentuan Loadstep.......................................................48

Gambar 3.17 Diagram Alir Permodelan Struktural............................................49

Gambar 3.18 Langkah Mengubah Tipe Elemen.................................................50

Gambar 3.19 Langkah mengubah Tipe Analisis.................................................51

Gambar 3.20 Langkah Pemberian Batas.............................................................51

Gambar 4.1 Sebaran Distribusi Temperatur Pada Material................................55

Gambar 4.2 Grafik Distribusi Temperatur..........................................................56

Gambar 4.3Grafik Validasi Distribusi Temperatur.............................................56

Gambar 4.4 Gafik Tegangan Sisa Pengelasan Searah........................................57

Gambar 4.5 Grafik Tegangan Sisa Searah Loncat..............................................58

Gambar 4.6 Grafik Tegangan Sisa Bolak-Balik.................................................58

Gambar 4.7 Grafik Distorsi Pengelasan Searah..................................................59

Gambar 4.8 Grafik Distorsi Pengelasan Searah Loncat......................................60

Gambar 4.9 Grafik Distorsi Pengelasan Bolak-Balik.........................................60


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada Era Modern seperti sekarang ini dalam dunia manufaktur dan
industri mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan ini
berdampak pada perkembangan teknologi. Dimana saat ini dalam dunia
industri dan manufaktur tidak akan bisa dilepaskan dengan yang
dinamakan teknologi pengelasan. “Kemajuan teknologi dibidang
pengelasan sangat berperan peting dalam pembuatan kontruksi mesin yang
digunakan maupun yang dihasilkan oleh industri dan manufaktur, baik itu
kontruksi yang sederhana sampai yang sangat sulit dan membutuhkan
kualitas tinggi.
Pengelasan pada umumnya dapat diartikan sebagai proses
penyatuan atau penyambungan antara dua material logam yang sejenis
bahkan berbeda jenis. Dalam dunia teknik, pengelasan sendiri memiliki
banyak arti seperti pengertian pengelasan menurut Wiryosumarto,
pengelasan adalah menyambungkan beberapa batang logam dengan
menggunakan energi panas . Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie
Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau
logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair [1].
Sedangkan menurut Sonawan, sebenarnyapengelasan merupakan sarana
untuk mencapai nilai keekonomian pembuatan yang lebih baik [2]. Karena
itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan
kontruksi serta kegunaan disekitarnya [3].
Dalam dunia manufaktur sendiri terdapat banyak material yang
memerlukan proses pengelasan, salah satunya adalah baja tahan karat.Baja
tahan karat (Stainless Steel) adalah merupakan baja paduan dengan kadar
paduan tinggi (high alloy steel), dengan sifat istimewa yaitu tahan terhadap
korosi dan temperatur tinggi. Sifat tahan korosinya diperoleh dari lapisan
oksida (terutama Krom) yang sangat stabil yang melekat pada permukaan

1
dan melindungi baja terhadap lingkungan yang korosif. Efek perlindungan
oksida krom tidak efektif pada baja paduan dengan kadar Krom rendah,
efek ini mulai nampak pada kadar krom di atas 11 % [4].
AISI SS304 merupakan jenis austenitic stainless steel yang
mempunyai sifat non magnetic, dapat dikeraskan dengan cold working
tetapi tidak bisa dikeraskan dengan heat treatment. Pada kondisi aneal
stainless steel mempunyai sifat formability. Tipe SS304 stainless steel
paling banyak digunakan dengan 18% Cr dan 8% Ni. Penggunaan AISI SS
304 biasanya untuk bidang kontruksi, Turbin dan bidang industri seperti:
kimia, petrochemical, barang-barang pengolahan makanan & minuman,
farmasi, kriyogenik, dan heat exchangers [5].
Pada saat pengelasan terhadap material, sumber panas berjalan
terus dan menyebabkan perbedaan distribusi temperatur pada logam
sehingga terjadi pemuaian dan penyusutan yang tidak merata. Adanya
pemanasan lokal akibat pengelasan dan pendinginan yang cepat atau
perubahan suhu yang tinggi menyebabkan energi yang tersimpan pada
daerah lasan juga tinggi sehingga terjadi tegangan sisa dan distorsi [6].
Maka masalah yang sering terjadi pada proses pengelasan seperti
tegangan sisa sangat dihindari. Jika masalah ini terjadi akan
mengakibatkan kegagalan dan kerugian setelah pengelasan, Distorsi dan
tegangan sisa merupakan efek samping dari suatu proses pengelasan yang
tidak diharapkan. Distorsi las merupakan perubahan bentuk setelah
pengelasan yang menjadikan bentuk tidak sesuai desain awal, ukuran tidak
presisi, serta butuh biaya perbaikan yang besar [7]. Sedangkan tegangan
sisa yang tinggi akan mempengaruhi kekuatan bahan dan kerusakan awal
konstruksi las. Tegangan sisa yang tinggi menyebabkan turunnya
ketahanan fatik, turunnya kekuatan tarik dan berkurangnya ketahanan
korosi [8].
Pada kontruksi las yang dibiarkan bebas bergerak (tanpa mendapat
gaya atau beban luar), regangan thermal yang tersisa setelah suhu lasan
mencapai temperatur kamar/ruang (mendingin) disebut sebagai distorsi

2
las. Distorsi adalah perubahan bentuk atau penyimpangan bentuk yang
diakibatkan oleh panas, yang diantaranya adalah akibat proses pengelasan.
Pemuaian dan penyusutan benda kerja akan berakibat melengkungnya atau
tertariknya bagian-bagian benda kerja sekitar pengelasan, misalnya pada
saat proses las busur manual. Distorsi pada logam induk akan mengurangi
kekuatan tekuk. Perubahan ini juga akan sangat berpengaruh terhadap
kekuatan struktur [9].
Tegangan sisa dan distorsi merupakan hal yang tidak dapat
dihindarkan dalam proses pengelasan. Oleh karena itu, hal ini merupakan
tantangan terbesar untuk praktisi pengelasan. Walaupun tegangan sisa dan
distorsi tidak dapat dihindarkan, namun fenomena tersebut dapat
diminimalisasi dengan cara mengurangi besarnya masukan panas,
pemberian heat treatment, memperkecil sudut kampuh las, dan
menentukan urutan pengelasan yang baik.
Dengan perkembangan teknologi di dunia manufaktur seperti
sekarang ini menganalisa permasalahan dalam proses pengelasan bisa
dilakukan cara simulasi menggunakan bantuan software. Banyak jenis
software yang dapat digunakan untuk pembuatan desain, mulai dari yang
paling sering digunakan yaitu CAD, inventor, Catia, ANSYS, SolidWorks
dll. Akan tetapi software yang support sampai ke tahapan analisis hanya
beberapa 4 saja dan software ANSYS termasuk dalam software yang
support sampai tahapan analisis.
Besar dan distribusi dari tegangan sisa dan distorsi dipengaruhi
oleh banyak faktor termasuk geometri, sifat material, dan prosedur
pengelasan [9]. Meskipun tegangan sisa dan distorsi dapat diukur secara
eksperimen menggunakan perangkat laser, difraksi sinar x-ray, difraksi
neutron dan metode sectioning. Tetapi metode tersebut memakan waktu
dan akurasi pengukuran sering bergantung pada presisi dari perangkat dan
prosedur pengukuran. Sebagai alternatif untuk metode eksperimental,
metode elemen hingga dapat digunakan untuk memprediksi tegangan sisa
dan distorsi pada bidang 3 dimensi yang dilas [10].

3
Penelitian menggunakan software sebelumya dilakukan
Vemanaboina Simulasi dengan mengadaptasi analisis fluks panas konstan
telah dilakukan pada material baja tahan karat SS304. Medan suhu di zona
las ditemukan lebih tinggi pada masukan fluks panas konstan yang
diberikan bila dibandingkan dengan zona yang terkena panas dan daerah
pelat dasar. Analisis tegangan menunjukkan sebagai nilai tegangan sisa
tingkat yang lebih tinggi di zona fusi diperhatikan dibandingkan dengan
HAZ dan logam dasar cenderung lebih rendah melintang dan sepanjang
manik las [11].
Venkateswarlu melakukan penelitian dalam model elipsoid tunggal
Goldak yang memberikan distribusi fluks panas untuk sumber panas yang
bergerak disajikan. Kode APDL ANSYS ditulis untuk melakukan simulasi
termal dan struktural dari pengelasan sambungan butt dengan masukan
panas yang dimasukkan ke dalam setiap elemen. Struktur yang dilas
adalah sambungan butt yang berbeda, dibuat dengan kombinasi Baja
IS2062 dan Inconel 718 menggunakan logam pengisi baja. Distribusi suhu
baik sehubungan dengan koordinat spasial dan waktu untuk struktur pelat
las yang berbeda selama pengelasan disimulasikan. Fusi dan zona
terpengaruh panas diidentifikasi [12].
Dalam studi ini difokuskan pada pemahaman mekanisme fluks
panas dengan model sumber panas konstan yang dikembangkan yang
diterapkan pada baja tahan karat SS304 dengan menggunakan sifat
bergantung suhu dan pendekatan elemen hingga. Medan suhu di berbagai
lokasi di dalam kolam las dan di sekitar geometri kolam (zona terpengaruh
panas) dan kondisi logam dasar dianalisis dengan pendekatan termal
transien elemen hingga. Distribusi temperatur diperkirakan yang
selanjutnya dapat memberikan estimasi tegangan las. Oleh karena itu
diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui cara meminimalisir
tegangan sisa dan distorsi yang terjadi, salah satunya dengan melihat
pengaruh welding sequence (urutan pengelasan) terhadap tegangan sisa
dan distorsi.

4
Dari deskripsi permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisa Pengaruh
Variasi Urutan Pengelasan Terhadap Tegangan Sisa Dan Distorsi
Pada Pengelasan Sambungan Pelat Baja Tahan Karat SS304 Dengan
Metode Simulasi”. Penelitian ini tidak dilakukan secara eksperimental
tetapi menggunakan metode elemen hingga untuk menentukan besarnya
tegangan sisa dan distorsi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana distribusi panas yang terjadi pada pengelasan pelat baja
tahan karat SS 304 yang terbentuk setelah pengelasan, menggunakan
metode numerik?
2. Berapakah besar besar tegangan yang tersisa dan distorsi yang terjadi
akibat distribusi panas yang tidak merata pada material menggunakan
metode numerik?
3. Bagaimana urutan pengelasan yang tepat untuk meminimalisir
tegangan sisa dan distorsi pada sambungan pelat?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui distribusi panas yang terjadi pada sambungan pelat baja
tahan karat SS304 yang terbentuk setelah pengelasan dilakukan.
2. Mengetahui besarnya tegangan sisa dan distorsi pada sambungan
pelat baja tahan karat SS304 setelah pengelasan menggunakan
metode numerik.
3. Memperoleh pengaruh urutan pengelasan terhadap tegangan sisa dan
distorsi yang terjadi pada sambungan pelat baja tahan karat SS304.

1.4 Batasan Masalah


Agar pembahasan lebih detail dan tidak melebar adapun batasan
masalah yang akan digunakan sebagai berikut:
1. Material yang digunakan baja tahan karat SS304.
2. Jenis sambungan yang digunakan adalah butt joint

5
3. Proses pengelasan menggunakan GTAW (Gas Tungsten Arc
Welding)
4. Dimensi material 150mmX100mmX6mm
5. Permodelan menggunakan software berbasis permodelan geometri
3D Solid dan analisis menggunakan software berbasis elemen hingga.
6. Pengaruh radiasi dalam pengelasan diabaikan.
7. Variasi yang digunakan adalah urutan pengelasan
8. Pada pengelasan dianggap tidak ada cacat las.
9. Analisa tegangan sisa yang ditinjau adalah tegangan longitudinal.
10. Distorsi yang ditinjau hanya secara umum saja.
11. Simulasi menggunakan Software ANSYS R1 2021 Student version.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penilitian ini adalah memberikan pemahaman
terhadap karakteristik tegangan sisa dan distorsi pada sambungan pelat
baja tahan karat tipe SS304 dengan variasi urutan pengelasan. serta
diperoleh cara atau metode yang tepat untuk meminimalkan tegangan sisa
dan distorsi yang terjadi dengan pemilihan urutan pengelasan yang tepat.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Wibowo mengatakan dalam penelitiannya bahwa dalam analisis
ini,ada tiga urutan pengelasan yang digunakan. Analisis numerik
dilakukan untuk mendapatkan pengaruh urutan pengelasan terhadap
tegangan sisa dan distorsi yang terjadi pada struktur pengaku. Analisis
numerik dilakukan pada perangkat lunak metode elemen hingga untuk
menganalisis perilaku termo-mekanik, tegangan sisa dan distorsi pada
pelat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variasi urutan pengelasan
berpengaruh terhadap distorsi, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap
tegangan sisa longitudinal [9].

Proses pengelasan memiliki peran utama dalam produksi industri,


khususnya dalam industri otomotif, kelautan, dan dirgantara. Karena
simulasi lebih murah, simulasi proses pengelasan untuk sambungan lap
menggunakan analisis elemen hingga dapat dilakukan. Dalam penelitian
ini dipilih bahan aluminium seri 2400, karena sifat fisik dan termalnya.
Pelat aluminium 460x310 mm dengan ketebalan sambungan pangkuan 3
mm. Dua tahap pemodelan dan analisis dilakukan. Tahap pertama meliputi
perancangan proses arc welding untuk Aluminium Lap Joint. Analisis
termal dari sumber panas bergerak tiga dimensi dengan
mempertimbangkan metode distribusi Gaussian dan sifat-sifat yang
bergantung pada suhu yang membandingkan kolam las yang sebenarnya
[13].

Dalam penelitiannya, Pilipenko telah melakukan simulasi teknik


pengelasan busur rendam 2D dan 3D dengan menggunakan tiga elektrode
satu kali jalan (three-electrode one-pass welding process) dan elektrode
tunggal dengan beberapa kali pengelasan (one-electrode multi-pass
process). Deformasi dan tegangan meningkat selama proses pengelasan
yang disebabkan oleh pemanasan yang tidak merata pada bagian yang

7
dilas. Hasil dari pengelasan tegangan sisa longitudinal lebih besar dari
tegangan transversal bahkan mencapai tegangan yield-nya hampir
disepanjang lasan. Sedangkan tegangan sisa transversal pada beberapa
kasus akan mendekati tegangan yield di ujung lasan. Distorsi yang terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kedalaman penetrasi, Iebar
lasan, bentuk dari lasan serta sifat-sifat material logam induk (base metal)
dan logam pengisi (filler metal). Pengelasan menggunakan tiga elektrode
menghasilkan penyusutan melintang (transverse shrinkage) 70% lebih
kecil daripada elektrode tunggal tiga kali jalan. Selain itu distorsi sudut
yang diakibatkan juga lebih kecil sebesar 65%. Sedangkan untuk
penyusutan memanjang (longitudinal shrinkage) yang dihasilkan 50%
lebih besar daripada yang dihasilkan pengelasan dengan elektrode tunggal
tiga kali passing [14].

Proses pengelasan butt-joint dengan menggunakan Submerged Arc


Welding (SAW) pada pelat berdimensi 500x200x20 mm dengan bantuan
perangkat lunak ANSYS 6.0 berbasis metode elemen hingga. Analisis
dilakukan untuk mengetahui distribusi panas pengelasan, tegangan sisa
transversal-longitudinal, dan distorsi. Simulasi yang dilakukan adalah
membandingkan 4 (empat) variasi urutan pengelasan dan, kemudian dari
ke 4 (empat) model tersebut akan dipilih urutan pengelasan pengelasan
yang menghasilkan hasil optimum. Aliran panas secara konduksi dalam
pengelasan ini berkisar pada rentang temperatur 299,986°K hingga
2629°K, bagian yang mengalami pengelasan mencapai temperatur
tertinggi. Tegangan sisa maksimum yang terjadi adalah tegangan sisa
longitudinal yaitu tegangan tarik sebesar 450 Mpa dan tegangan tekan
sebesar 306 Mpa pada pengelasan variasi IV. Tegangan sisa longitudinal
yang minimum sebesar 344 Mpa dan tegangan tekan sebesar 161Mpa
terjadi pada pengelasan variasi III. Distorsi maksimum sebesar 0,284 mm
terjadi pada pengelasan variasi IV, sedangkan distorsi minimum sebesar 0,
I 06 mm terjadi pada pengelasan variasi II. Cara yang menghasilkan

8
pengelasan optimum adalah pengelasan 2 kali pass searah (pengelasan
variasi II) dan menggunakan heat input yang berbeda untuk tiap pass-nya
[15].

Menurut Vemanaboina, hasil dari masukan panas adalah


deformasi struktural dan pembentukan tegangan sisa. Pemodelan suhu dan
tegangan sisa adalah salah satu proses kompleks yang memanfaatkan
parameter las dan sifat material pada suhu yang lebih tinggi. Representasi
model fluks panas dikembangkan menggunakan sumber panas dengan
kondisi konstan dan diterapkan secara seragam. Pekerjaan saat ini
dilakukan dengan model fluks panas silinder selanjutnya model realistis
dimungkinkan dengan menggabungkan hadir dengan model fluks panas
lainnya, seperti Gaussian. Distribusi suhu dan analisis tegangan telah
dilakukan dengan model yang dikembangkan dengan menggunakan sifat
material yang bergantung pada suhu untuk Stainless steel 304 [11].

2.2 Baja Tahan Karat

Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung sekitar


12% Cr yang menunjukkan ketahanan korosi karena pembentukan lapisan
film kromium oksida (𝐶𝑟2𝑂3). Stainless steel tahan terhadap korosi dan
oksidasi karena adanya unsur yang ditambahkan pada paduan besi carbon
seperti nikel, mangan, molybdenum, nitrogen dan elemen lain yang sangat
mempengaruhi properties material. Menurut kandungan prosentase Cr-Ni
stainless steel dibagi menjadi austenitic, martensitic, ferritic dan duplex
[5]. Klasifikasi dari baja tahan karat ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

9
Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Tahan Karat [1]

Komposisi Sifat
Sifat Sifar Sifat
Klasifika Utama(%) Mamp Kemag-
Mampu Tahan Mamp-
-si N u nitan
Cr C Keras Korosi u Las
i Tempa
Baja
Menger-
Tahan 11- Kurang Kurang Tidak
- ≤1,2 as Magnit
Karat 15 Baik Baik Baik
Sendiri
Martensit
Baja Tidak
Tahan 16- ≤0,3 Dapat Kurang
- Baik Baik Magnit
Karat 27 5 Dikeras- Baik
Ferit kan
Baja Tidak
Tahan ≤ ≤0,2 Dapat Baik Baik Baik Bukan
≤16
Karat 7 5 Dikeras- Sekali Sekali Sekali Magnit
Austensit kan

2.3 Pegelasan baja tahan karat

1. Hal-hal umum pengelasan baja tahan karat


Pengelasan dengan elektroda terbungkus, seperti las MIG dan Las
Tungsten Inert Gas (TIG) merupakan cara yang banyak digunakan dalam
pengelasan baja tahan karat sekarang ini. Di samping itu kadang-kadang
digunakan juga busur redam, las sinar elektron-an dan las resistansi listrik.
Hal ini disebabkan karena baja tahan karat adalah baja paduan tinggi,
maka jelas bahwa kualitas sambungan lasnya sangan dipengaruhi dan bisa
menyebabkan getas oleh panas dan atmosfer pengelasan [1].
2. Sifat mampu las baja tahan karat
a) Baja tahan karat jenis martensit
Baja jenis ini dalam siklus pemanasan dan pendinginan
selama proses pengelasan akan membentuk martensit yang keras
dan getas sehingga sifat mampu lasnya kurang baik. Dalam
mengelas baja tahan karat jenis martensit ini harus memperhatikan
dua hal, yaitu: pertama harus diberikan pemanasan mula sampai
suhu antara 200°C sampai 400°C dan suhu antara pengelasan

1
lapisan jangan terlalu dingin dan hal yang perlu diperhatikan yang
kedua adalah setelah selesai pengelasan suhu harus ditahan antara
700°C sampai 800°C untuk beberapa waktu [1].
b) Baja tahan karat jenis ferit
Baja tahan karat jenis ferit sangat sukar mengeras, tetapi
butirnya mudah menjadi kasar yang menyebabkan ketangguhan
dan keuletannya menurun. Penggetasan biasanya terjadi pada
pendinginan lambat dari suhu 600°C ke 400°C. Karena sifatnya ini
maka pada pengelasan baja ini harus dilakukan pemanasan mula
antara 70°C sampai 100°C untuk menghindari retak dingin dan
pendinginan dari 600° ke 400°C harus terjadi dengan cepat untuk
menghindari penggetasan tersebut [1].
c) Baja tahan karat jenis austensit

Baja tahan karat jenis in mempunyai sifat mampu las yang


baik dibandingan kedua jenis yang lainnya. Tetapi walapun
demikian pada pendinginan lambat dari 680°C ke 480°C akan
terbentuk karbin krom yang mengendap diantara butir, seperti
contoh yag ditunjukkan pada gambar 2.1. Endapan ini terjadi pada
suhu sekitar 650°C dan menyebabkan penurunan sifat tahan karat
dan mekaniknya [1].

Gambar 2.1. Endapan antara butir karbit Krom dari baja [1]

1
2.4 Spesifikasi baja tahan karat tipe SS304
SS 304 merupakan jenis austenitic stainless steel yang mempunyai
sifat non magnetic, dapat dikeraskan dengan cold working tetapi tidak bisa
dikeraskan dengan heat treatment. Pada kondisi aneal stainless steel
mempunyai sifat formability [5]. Biasanya baja tahan karat SS 304 sering
digunakan untuk menyambung komponen-komponen menjadi satu
konstruksi, hal ini dikarenakan baja tahan karat SS 304 memiliki kelebihan
antara lain keuletan yang baik pada suhu yang relatif rendah dan resistansi
yang tinggi terhadap lingkungan yang korosif [4]. Setiap penggunaan
Stainless Steel tidak lepas dari proses penyambungan dengan pengelasa.
Baja jenis ini juga biasa dipergunakan seperti alat kesehatan, kaleng
pengemas makanan dan minuman, mesin produksi pengolah makanan dan
minuman, bidang otomotif serta peralatan rumah tangga bahkan fasilitas-
fasilitas umum. Berikut komposisi baja tahan karat SS304,

Tabel 2.2 Komposisi SS304 dengan % berat setiap unsur [16]


Unsur Lambang Kadar %
Besi Fe 71,3
Crom Cr 17,42
Nikel Ni 8,37
Mangan Mn 1,61
Silikon Si 0,447
Kobalt Co 0,313
Vanadium V 0,278
Karbon C 0,0637
Tembaga Cu 0,0277
Fosfor P 0,0225
Molibden Mo 0,0141

1
2.5 Pengelasan yang digunakan

Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) atau biasa yang disebut


Tungsten Inert Gas (TIG). Tungsten Inert Gas (TIG) adalah suatu proses
pengelasan dengan menggunakan busur nyala yang dihasilkan oleh
elektroda tetap yang terbuat dari tungsten. Proses ini termasuk pengelasan
mencair dimana sebagian Iogam induk mencair akibat pemanasan busur
listrik. Seperti pada proses SMAW dan GMAW, pada proses GTAW ini,
busur listrik timbul. diantara ujung elektroda dan permukaan benda kerja.
Prinsip dasar dari proses GTAW ini tidak jauh berbeda dengan GMAW.
Pada proses ini juga digunakan gas pelindung seperti Argon dan Helium
sebagai pelindung kubangan logam las [2].
Elekroda yang digunakan dalam las TIG dibuat dari wolfram
murni atau paduan antara wolfram-torium yang berbentuk batang dengan
garis tengah antara 1,0 sampai 4,8. Dalam ketahanan arusnya elektroda
wolfram-torium lebih baik dari wolfram murni. Gas argon murni adalah
gas yang dipakai unruk pelindung, karena pencampuran dengan 𝑂2 atau
𝐶𝑂2 yang bersifat oksidator akan mempercepat keausan ujung elektroda
[1]. Skema las TIG seperti diperlihatkan pada gambar, 2.1.

Gambar 2.2 Skema Proses Pengelasan Busur Las TIG atau Las GTAW[2]
Pada pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) terdapat dua cara yang
bisa dilakukan yaitu pengelasan dengan tangan dan pengelasan otomatis.
Skema dari kedua macam pelaksanaan ini ditunjukkan pada Gambar. 2.2

1
dan 2.3. pada umumnya dalam pengelasan TIG sumber listrik yang
digunakan mempunyai karakteristik lamban. Sehingga dalam hal
menggunakan listrik DC untuk memulai, busur perlu ditambah dengan
listrik AC frekuensi tinggi.

Gambar 2.3 Mesin las TIG dengan tangan[1]

Gambar 2.4 Mesin las TIG semi-otomatis[1]


Penggunaan logam pengisi tidak ada batasnya, biasanya logam
pengisi diambil logam yang mempunyai komposisi yang sama dengan
logam induk [1] . Penggunaan mesin las TIG untuk beberapa jenis logam
dapat dilihat pada tabel 2.3.

1
Tabel 2.3 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam [1]

Logam Listrik AC Listrik DC Listrik DC


Frekuensi Tinggi PolaritasLurus Polaritas Balik
Baja Terbatas Sesuai -
Baja Tahan
Terbatas Sesuai -
Karat
Besi cor Terbatas Sesuai -
Almunium
Dapat untuk
dan Sesuai -
pelat tipis
paduannya
Magnesium
Dapat untuk
dan Terbatas -
pelat tipis
paduannya
Teambaga
dan Sesuai Sesuai -
paduannya
Almunium
Terbatas Terbatas -
brons

2.6 Siklus Termal Las

Pada proses pengelasan, daerah yang mengalami kontak langsung


dengan busur las memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah di dekatnya. Karena sifat konduksi logam, panas mulai
mengalir ke sekitar daerah pengelasan yang mempunyai temperatur lebih
rendah sehingga terjadi distribusi panas ke daerah sekitar alur las.

Menurut Wiryosumarto, Distribusi temperatur yang terjadi pada


saat proses pemanasan maupun pendinginan tidak merata pada seluruh
material. Distribusi yang tidak merata ini terjadi baik dalam hal tempatnya
pada material maupun bila ditinjau dari segi waktu terjadinya [1].
Distribusi temperatur tersebut dapat didiskripsikan dengan membagi
daerah lasan menjadi beberapa buah potongan melintang seperti pada
Gambar 2.5.

- A-A = Daerah yang belum tersentuh panas dari busur las

- B-B = Daerah yang mencair tepat pada busur las

1
- C-C = Daerah terjadinya deformasi plastis selama proses
pengelasan

- D-D = Daerah yang sudah mengalami pendinginan.

Gambar 2.5. Skema siklus termal selama proses pengelasan [1].

Tidak semua energi panas yang terbentuk dari perubahan energi


listrik diserap 100% oleh logam lasan, akan tetapi hanya sebagian besar
saja [14]. Sehingga energi busur las dapat ditulis” sebagai berikut:

𝑄=5𝑥𝑈𝑥𝐼 (2.1)

Dimana :

𝑄 = Heat input bersih (Watt)

5 = Koefisien effisiensi pengelasan (-)

U = Tegangan Busur (Volt)

I = Arus listrik (Ampere)

Sumber: Pilipenko [14]

1
Nilai koefisien efisiensi pengelasan akan berbeda untuk setiap
jenis pengelasannya, seperti yang terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Nilai koefisien efisiensi pengelasan[14]

Jenis Pengelasan y
SAW – steel 0,91 – 0,99
SMAW – Steel 0,66 – 0,85
GMAW – 𝑐𝑜2 ; Steel 0,75 – 0,93
GMAW – Ar ; Steel 0,66 – 0,77
GTAW – Ar ; Steel 0,25 – 0,75
GTAW – He ; Al 0,50 – 0,80
GTAW – Ar ; Al 0,22 – 0,46

Pada suatu material yang mengalami proses pemanasan dengan


gradien suhu yang tajam antara suhu mula mula material dengan suhu
pemanasan las, maka akan membentuk distribusi panas hingga
keseluruhan bagian material. “Secara umum perpindahan panas atau Heat
Transfer ada 2 yaitu konduksi dan konveksi. Distribusi panas secara
konduksi pada saat pengelasan ialah dimana pada saat panas dari las
mengenai logam induk dan panas tersebut menyebar ke seluruh bagian
logam secara merata [17]. Berikut Persamaan dasar konduksi panas :
6𝑇 6 6𝑇 6 6𝑇 6 6𝑇
𝑐𝜌 =𝑄 + [𝜆 ]+ [𝜆 ]+ [𝜆 ] (2.2)
6𝑡 𝐺 6𝑥 6𝑥 6𝑦 6𝑦 6𝑧 6𝑧

Dimana:

𝜌 = massa jenis (Kg/m3)

𝑐 = spesific heat (J/Kg.k)

𝜆 = konduktivitas termal (W/m.K)

𝑄𝐺 = debit perubahan temperatur (W/m3)

1
Sumber: Pilipenko [14]

Sedangkan konveksi merupakan perpindahan panas disertai


dengan perpindahan partikel, pada umumnya terjadi pada fluida (cairan
dan gas). Pada proses pengelasan, distribusi panas secara konveksi terjadi
dengan udara luar di sekitar proses pengelasan terjadi.Persamaan heat
transfer secara konveksi diperoleh dari persamaan hukum pendinginan
Newton, Sehingga persamaan dapat ditulis sebagai berikut :

𝑞ℎ = ℎ (𝑇 − 𝑇∞)....................................2.3

Dimana:

𝑞ℎ = Aliran panas secara konveksi (kW/m2)

ℎ = Koefisien konveksi (kW/m )

𝑇 = Temperatur pada permukaan solid ( )

𝑇∞ = Temperatur fluida pengelasan ( )

Sumber: D.L Logan [18]

Pada proses pengelasan terdapat istilah heat flux dimana


merupakan laju perpindahan energi panas pada suatu permukaan per-
satuan waktu. Heat flux dapat mempengaruhi transfer panas pada
distribusi temperature saat pengelasan, dapat dihitung dengan persamaan
(mahrlein:1999) :
𝐴1
𝑞 =𝑞 ........................................2.4
1 𝑒𝐴
ƒ

Dimana :

𝑞1 = heat flux pada elemen (J/mm2)

𝑞𝑒 = heat flux yang dihasilkan elektroda (J/mm2)

1
𝐴1 = luas permukaan elemen (mm2)

𝐴ƒ = luas fluks yang dihasilkan elektroda (mm2 )

Dengan luasan fluks yang dihasilkan elektroda dapat diperoleh


dengan persamaan sebagai berikut :

𝐴ƒ = 𝑏 . 𝑣 . 𝑡 ..................................2.5

Dimana :

𝑏 = panjang kaki las (mm)

𝑣 = kecepatan penegelasan (mm/s)

𝑡 = waktu yang diperlukan pada satu elemen (s)

Dengan diperoleh terlebih dahulu rumus 𝑞𝑒 sebagai berikut :

𝑞𝑒
= 𝐴 ..........................................2.6
Q

Dimana :

𝑄 = Heat input bersih (Watt)

𝐴𝑒 = luasan elektroda (mm2)

Sumber: M.A Nurfitriana [17]

2.7 Tegangan Sisa atau Residual Stress

Tegangan sisa dapat terjadi pada material yang dikenai perubahan


tempertur non-uniform atau biasa disebut sebagai tegangan panas. Selama
proses produksi, tegangan sisa pada logam dapat terbentuk akibat roll,
casting, forging, bending, grinding, shearing dan welding atau
pengelasan. Melalui proses pengelasan, faktor – faktor yang membentuk
adanya tegangan sisa antara lain batas transformasi dan batas luluh bahan,
suhu pemanasan, kecepatan pendinginan dan pemanasan awal [9].

1
Pada proses pengelasan suatu material, terjadi siklus pemanasan
dan pendinginan yang kompleks di area material yang mengalami
pengelasan. Siklus pemanasan dan pendinginan tersebut mengakibatkan
adanya peregangan-thermal yang bersifat transient atau sementara,
sehingga material tersebut mengalami perubahan thermic baik ekspansi
maupun kontraksi. Ekspansi dan Kontraksi tersebut menimbulkan stress
yang tersimpan dalam material tersambung tersebut dan stress itulah yang
dinamakan sebagai tegangan sisa atau Residual Stress.

Proses terjadinya tegangan sisa diilustrasikan sesuai dengan


gambar 2.6. yaitu daerah C yang mengalami ekspansi pada saat proses
pengelasan. Daerah C yang terekspansi mendesak daerah A sehingga
daerah C mengalami tegangan tekan dan daerah A mengalami tegangan
tarik. Apabila luasan daerah A lebih luas dari pada daerah C, maka daerah
C akan mengalami perubahan bentuk secara plastis sedangkan daerah A
mengalami perubahan bentuk secara elastis. Memasuki fasa pendinginan
yaitu disaat proses pengelasan telah selesai dilakukan, Daerah C akan
mengalami penyusutan yang juga teramplifikasi oleh adanya tegangan
tekan. Penyusutan pada daerah C akan ditahan oleh daerah A sehingga
daerah C akan tegangan tarik dan daerah A akan mengalami tegangan
Tekan [1].

2
Gambar 2.6. Skema terjadinya tegangan sisa pada proses pengelasan [1]

2.7.1 Distribusi Tegangan Sisa


Pada material berbentuk pelat dengan pengelasan tumpul,
distribusi tegangan sisa material yang dilas bergantung pada jenis
dan bentuk pengelasan. Garis pengelasan dengan arah memanjang
kekuatan luluh mencapai titik tertinggi di sepanjang garis
pengelasan, sedangkan akan mencapai titik mendekati 0 (nol) pada
ujung pelat. Garis pengelasan arah melintang akan membentuk
kesetimbangan antara tegangan tekan dan tarik [1]. Perbandingan
pengelasan yaitu searah garis pengelasan dan melintang
diilustrasikan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Distribusi Tegangan Sisa Pada Sambungan Tumpul [1]

2.7.2 Pengukuran Besarnya Tegangan Sisa


Tegangan sisa dapat dihitung melalui besarya regangan sisa
yang terjadi dengan menggunakan hukum Hooke. Sedangkan besar
regangan dapat diukur dari perubahan ukuran antara batang sebelum
dipotong, yaitu ukuran yang digambarkan pada bagian yang akan
ditentukan tegangan sisanya dan ukuran sebenamya yang didapat
setelah bagian yang akan diuji dipotong. Dari hukum Hooke jelas

2
bahwa perubahan ukuran ini disebabkan oleh adanya tegangan,
karena itu besamya tegangan dapat dihitung [1]. Untuk tegangan satu
arah dapat dihitung dengan persamaan berikut :
∆I
𝜎=𝐸
I .....................................................2.7

Dimana:

𝜎 = tegangan sisa yang terjadi (Pa)

𝐸 = Modulus elastis (Pa)

I = Panjang batang sebelum dipotong (m)

∆𝜄 = perubahan sebelum dan sesudah dipotong (m)

Sumber: H. Wiryosumato [1]

2.7.3 Pengurangan Tegangan Sisa


Dalam proses pengelasan, tegangan sisa terjadi karena
adanya penyusutan pada waktu pendinginan setelah pengelasan.
Besarnya tegangan sisa yang terjadi dapat dikurangi dengan cara
mengurangi besarnya heat input dan banyaknya logam lasan yang
dilaksanakan dengan memperkecil sudut alur dari kampuh dan
memperkecil root space pada las tumpul. Untuk las sudut, dapat
dilakukan dengan memperkecil panjang kaki las penguat [19].
Karena penghalang luar juga menyebabkan terjadinya tegangan sisa,
maka perlu dihindari terjadinya dengan menentukan urutan
pengelasan yang baik.

Beberapa urutan pengelasan yang baik untuk menghindari


terjadinya tegangan sisa, diantaranya :

a) Arah pengelasan urutan maju

b) Arah pengelasan urutan simetri

2
c) Arah pengelasan urutan langkah mundur

d) Arah pengelasan urutan loncat

Gambar 2.8. Urutan pengelasan pada pelat [1]

2.8 Distorsi
Distorsi merupakan berubahan bentuk geometri material akibat
suatu pembebanan. Beban tersebut dapat berbentuk mekanis maupun
proses fisika-kimia.Tegangan sisa dan distorsi merupakan suatu hal yang
berkaitan erat pada proses pengelasan. Selama pemanasan dan
pendinginan yang terjadi dalam siklus pengelasan, regangan thermal
muncul di antara logam las dan logam induk pada daerah jalur las.
Regangan yang dihasilkan selama proses pemanasan disertai pula dengan
perubahan plastis. Tegangan yang dihasilkan dari regangan ini yang
menghasilkan gaya dalam (internal forces) yang menyebabkan terjadinya
bending, buckling, dan rotasi. Displacement inilah yang disebut dengan
distorsi [9]. Distorsi dan tegangan sisa memiliki hubungan yang saling
berkaitan.Hubungan antara tegangan sisa dan distorsi dapat dilihat pada
gambar 2.9.

2
Gambar 2.9. Hubungan antara tegangan sisa dan distorsi [20]

Proses pemanasan dan pendingingan dalam keseluruhan proses


pengelasan mengakibatkan adanya regangan antara logam induk (Base
Metal) dan logam las (weld metal).Peregangan yang terjadi tersebut
mengakibatkan adanya tegangan dalam material yang menyebabkan
terjadinya buckling maupun bending. Perubahan bentuk (buckling maupun
bending) inilah yang disebut distorsi. Distorsi dapat terjadi apabila logam
las dibiarkan bergerak leluasa selama proses pendinginan. sehingga
distorsi terjadi karena adanya pemuaian dan penyusutan yang bebas akibat
siklus termal las [19]. Kontrol terhadap distorsi dapat dilakukan melalui 2
cara, yaitu :

1) Apabila Base Metal ditujukan untuk tidak mengalami distorsi,


maka dapat dilakukan fixturing namun proses ini akan
mengakibatkan adanya internal stress
2) Apabila Base Metal ditujukan untuk mentolerir tingkatan distorsi
tertentu hingga bebas sempurna, maka fixturing bisa tidak perlu
dilakukan.

Bagian ini akan menjelaskan dasar pokok bagaimana terjadinya


mekanisme berbagai macam distorsi, faktor apa saja yang berperan,
bagaimana menganalisa efek-efek yang terjadi.

2
Berikut terdapat 3 perubahan bentuk dasar terjadinya distorsi
dalam fabrikasi struktur [6] :

1) Penyusutan melintang tegak lurus terhadap arah pengelasan


2) Penyusutan memanjang sejajar arah pengelasan
3) Distorsi angular (rotasional terhadap jalur las)

Berdasarkan penelitian Pilipenko ada Macam-macam distorsi yang


terjadi pada pengelasan antara lain [14] :

a) Transverse shrinkage. Penyusutan tegak lurus terhadap garis las.


b) Angular change. Distribusi panas yang tidak merata pada
kedalaman menyebabkan distorsi (perubahan sudut).
c) Rotational distortion. Distorsi sudut dalam bidang pelat yang
berkaitan dengan perluasan bidang panas
d) Longitudinal shrinkage. Penyusutan searah garis las.
e) Longitudinal bending distortion. Distorsi dalam bidang yang
melalui garis las dan tegak lurus terhadap pelat.
f) Buckling distortion. Kompresi yang berkenaan dengan panas
menyebabkan ketidakstabilan ketika pelatnya tipis.

Gambar 2.10. Macam-macam distorsi dalam pengelasan. [14]

2
Distorsi pada pengelasan sangat merugikan bagi struktur [21],
diantaranya:

a) Dapat mengakibatkan kecacatan pada las yang dapat berdampak


pada kekuatan las tersebut.
b) Bentuk tidak sesuai dengan rancangan awal.
c) Terjadi misalignment, tidak lurusnya kedua poros logam las.

Ada tiga perubahan dimensi yang mendasar akibat proses


pengelasan yang dapat dengan mudah memahami mekanisme distorsi
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 yaitu sebagai berikut :

a) Penyusutan arah melintang (tranverse shrinkage), Gambar 2.10 A


adalah penyusutan tegak lurus terhadap garis las.
b) Penyusutan arah memanjang (longitudinal shrinkage), Gambar
2.10 B, adalah penyusutan sejajar ke garis las.
c) Perubahan sudut, pada pengelasan fillet, butt joint dan T joint,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 C dan 2.10 D
d) deformasi terjadi dalam bentuk rotasi disekitar daerah lasan. Hal ini
terjadi ketika distribusi thermal yang tidak merata dalam arah
ketebalan

Gambar 2.11 Tiga perubahan dasar selama proses pengelasan [20]

2
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelasan agar
distorsi dapat dihindarkan [15] :

1) welding sequence = melakukan urutan pengelasan dengan


aturan tertentu sesuai dengan perilaku material.
2) Derajat pengekangan = menentukan seberapa besar tahanan untuk
mempertahankan material tetap dalam posisinya (ballasting, atau
dengan berat sendiri).
3) Kondisi pengelasan = suhu pre-heat atau interpass serta.
keadaan lingkungan
4) Detail sambungan = bentuk geometri sambungan lasan dan
jenis sambungan mempengaruhi bentuk distorsi yang terjadi.

2.9 Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga merupakan metode numerik untuk
memperhitungkan persamaan differential dengan suatu kondisi batas
tertentu. Metode elemen hingga digunakan dengan cara membagi suatu
struktur menjadi bagian bagian yang lebih kecil (meshing) sehingga
perhitungan struktur secara global dapat dihitung melalui reaksi yang
terjadi pada tiap-tiap elemen kecil. Dalam software komputasi metode
elemen hingga seperti ANSYS, material di gambarkan sebagai material 3
Dimensi [22].

Konsep dasar metode elemen hingga adalah pendekatan


menggunakan informasi-informasi pada titik simpul (node). Proses
penentuan titik simpul tersebut dinamakan pendeskritan (discretization).
Usaha pendiskritan ini dilakukan agar memudahkan dalam analisis karena
adanya keterbatasan dalam analisis secara global pada bentuk struktur
yang rumit [21].

Metode elemen hingga ini banyak digunakan karena hasil analisis


sangat dekat atau hampir sama dengan struktur sebenarnya. Namun bukan
merupakan persamaan yang dapat diaplikasikan untuk berbagai kasus,

2
tetepi hasil dari metode elemen hingga ini bersifat numerik,. Selain itu
data-data yang dimasukkan cenderung banyak sehingga data output yang
dijalankan oleh software pun lebih banyak.

2.9.1 Pendiskritan dan Pemilihan Jenis Elemen

Pemilihan jenis elemen merupakan “tahapan yang dapat


menentukan keakuratan hasil analisa baik struktural maupun
thermal. Jenis elemen dipilih sesuai dengan karakteristik analisa agar
dapat menghasilkan perhitungan yang mendekati keadaan
sebenarnya. Hasil analisa yang mendekati keadaan sebenarnya juga
tergantung dari pendiskritan yang mana dalam pemodelan disebut
dengan proses meshing. Ukuran yang dipilih ketika proses meshing
harus mewakili keadaan struktur sebenarnya. Semakin kecil ukuran
meshing akan membutuhkan kapasitas hardisk dan memori yang
cukup besar. Hal ini karena input data software semakin banyak
sehingga untuk proses akan lebih berat [9].

Meshing yaitu membagi sturktur menjadi beberapa elemen


kecil digunakan pada analisa dengan kondisi yang mengalami
perubahan drastis. meshing ukuran elemen besar digunakan untuk
analisa yang perubahannya cenderung konstan [9].

Gambar 2.12 Contoh meshing pada pelat [20]

2
Jenis elemen yang digunakan pada analisa termal adalah
SOLID70. Elemen SOLID 70 memiliki delapan node dengan
masing-masing nodes memiliki satu derajat kebebasan dan
temperatur. Bentuk geometri SOLID70 dapat dilihat pada Gambar
2.13 Elemen ini memiliki kemampuan menghantarkan panas
sehingga dapat digunakan untuk analisa termal transient dan steady-
state. Elemen SOLID70 dapat membentuk elemen dengan bentuk
elemen prisma, tetrahedral, dan juga piramida. Elemen ini
didefinisikan dengan delapan nodes dan ortotropik material
propertis. Untuk analisa steady-state spesific heat dan massa jenis
dapat diabaikan [9]. Elemen yang memiliki kemampuan
menghantarkan panas ini otomatis dapat juga digunakan untuk
analisa struktural.

Gambar 2.13 Geometri Elemen SOLID70 [23]

Jenis elemen yang digunakan pada analisis struktural adalah


SOLID185 dan SOLID186. Elemen SOLID185 memiliki delapan
nodes dengan masing-masing node memiliki tiga derajat kebebasan
seperti pada Gambar 2.15 Elemen ini dapat bertranslasi ke arah
sumbu x dan y. Elemen ini memiliki kemampuan plastisitas,
elastisitas yang tinggi, defleksi dan regangan yang besar. Elemen
SOLID185 dapat membentuk elemen prisma, tetrahedral, dan
piramida [9].

2
Gambar 2.14 Geometri Elemen SOLID185 [23]

Sedangkan untuk elemen SOLID186 merupakan elemen


solid 3D memiliki 20 nodes dimana untuk mengetahui perilaku
displacement, memiliki kemampuan yang sama dengan SOLID185
dengan perbedaan terletak pada jumlah nodenya yaitu 20 nodes dan
pada setiap node memiliki 3 derajat kebebasan seperti tampak pada
Gambar 2.16 berikut.

Gambar 2.15 Geometri elemen SOLID186 [23]

3
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini hanya melakukan simulasi


pemodelan pengelasan tanpa adanya eksperimen khusus. Analisa yang
digunakan adalah berdasarkan pada metode elemen hingga.
Pengerjaan penelitian ini dibantu oleh perangkat lunak ANSYS R1
2021 Student Version yang berbasis metode elemen hingga. Dalam
software ini terdapat banyak sub-produk untuk menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan disiplin bidang keilmuan yang akan
digunakan. Prinsip dasar pemodelan yang dilakukan adalah bagaimana
respons struktur riil terhadap pembebanan yang dilakukan. Kemudian
menentukan solusi yang akan dipakai berdasarkan teori dasar dan
kenyataan sesungguhnya perilaku material terhadap beban eksternal.
Untuk kasus pengelasan ini, terdapat beberapa disiplin ilmu yang akan
dipakai dalam penyelesaiannya yaitu ilmu termodinamika dan mekanika
bahan. Sub-produk yang akan dipakai adalah ANSYS R1 2021, yang
mengakomodasi penyelesaian solusi thermal-struktural.

3.2 Spesifikasi Hardware


Spesifikasi kompter yang digunakan dalam melakukan perhitungan
simulasi analisis adalah :

Komputer : ASPIRE 4741G

Processor : Intelcore i5-460M

System : Windows 7 64 Bit Operating System

Memori RAM : 4 GB DDR3 memory

Hardisk : 750 GB

31
3.3 Diagram Alir Penelitian
Alur metodologi penelitian dalam tugas akhir ini dapat
digambarkan dalam bentuk diagram alir (flowchart) seperti pada gambar
3.1.

Mulai

Studi literatur

Pengumpulan data

Pemodelan Geometri Menggunakan


SoftwareSOLIDWORKS

Analisis Thermal pada Software ANSYS Mechanical APDL

Analisis Struktural pada Software


ANSYS Mechanical APDL

Tegangan Sisa dan Distorsi

A B

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3
A B

Tidak
Validasi

Pemodelan dengan Variasi Welding Sequence

Analisis Hasil

Kesimpulan dan Saran

Penulisan Laporan Akhir

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian (lanjutan)

3.4 Penjelasan Diagram Alir


1) Studi Literatur
Pada tahap ini berisi “tentang kegiatan mencari, mengkaji, dan
mengumpulkan materi serta informasi yang relevan yang dapat menjadi
acuan dalam penelitian. Materi–materi yang dipahami antara lain materi
mengenai pemahaman dasar seperti Finite Element Methode (FEM),
Pengelasan yang meliputi tegangan listrik, arus listrik, jenis jenis
pengelasan, tegangan sisa, distori. Dalam teori-teori dan data-data yang
akan digunakan dalam penelitian dan analisis, data tersebut diperoleh dari:
(a) Buku-buku tentang pengelasan dan efek distorsi yang ditimbulkan.

3
(b) Jurnal nasional dan internasional, skripsi, dan buku-buku
relevanseperti Teknologi Pengelasan Logam, Petunjuk Kerja Las
dan lainlain.
(c) Codes atau standar yang berhubungan dengan penelitian ini.
2) Pengumpulan data
Data–Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mengacu dari
jurnal 3D finite element simulation of temperature distribution, residual
stress and distortion on 304 stainless steel plates using GTA welding[25].
Data ini merupakan data yang berkaitan dengan sifat-sifat material dan
kondisi pengelasan. Data tersebut antara lain :
(a) Material properti yang digunakan untuk pemodelan dalam penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [25] yaitu SS304
merupakan jenis material baja tahan karat, Berikut adalah sifat
material dari baja tahan karat SS304 sebagai berikut:

Tabel 3.1. Strength Properties SS304 [25]

Temperature Specific heat Conductivity Density


(°C) (J/Kg°C) (W/m°C) (Kg/m3)
0 462 14.6 7900
100 496 15.1 7880
200 512 16.1 7830
300 525 17.9 7790
400 540 18.0 7750
600 577 20.8 7660
800 604 23.9 7560
1200 676 32.2 7370
1300 692 33.7 7320
1500 700 120 7320

3
Tabel 3.2. Thermal Properties SS304 [25]

Yield stress Thermal exp. Young’s Possion’s


(MPa) Co.eff. (1/°C) modulus (GPa) ratio

265 17.0× 10-6 198.5 0.294


218 17.4 × 10-6 193.0 0.295
186 18.0 × 10-6 185.0 0.301
170 18.6 × 10-6 176.0 0.310
155 19.1 × 10-6 167.0. 0.318
159 19.6 × 10-6 159.0 0.326
91 20.2 × 10-6 151.0 0.333
25 20.7 × 10-6 60.0 0.339
21 21.1 × 10-6 20.0 0.342
10 21.6 × 10-6 10.0 0.388

Tabel 3.3. Spesifikasi material SS304 dalam % (persen) [16]

Unsur Lambang Kadar %


Besi Fe 71,3
Crom Cr 17,42
Nikel Ni 8,37
Mangan Mn 1,61
Silikon Si 0,447
Kobalt Co 0,313
Vanadium V 0,278
Karbon C 0,0637
Tembaga Cu 0,0277
Fosfor P 0,0225
Molibden Mo 0,0141

3
(b) Kondisi pengelasan
Parameter pengelasan yang digunakan pada tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:
Jenis pengelasan = GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
Jenis sambungan = butt joint
Dimensi = 150 mmX 100mm X 6 mm
Kecepatan = 2,4 mm/s
Arus = 100 A
Tegangan = 24 V
Diameter Elektoda = 5 mm
Heat efficiency = 0,75
3) Pemodelan Geometri Menggunakan Software SolidWorks
Menggunakan Software SolidWorks untuk membuat bentuk geometri dari
pelat sesuai dengan data. Data pemodelan geometri dikerjakan sesuai
dengan data dari penelitian Venkatkumar hanya berbeda ukurannya
Seperti Yang Ditunjukkan Pada Gambar 3.2 dan 3.3.

Gambar.3.2 Geometri material (Solidworks)

3
Gambar. 3.3 Geometri dari model tampak depan (SolidWorks)
4) Input Hasil Geometri Software SolidWorks ke ANSYS R1 2021 Student
Version
Hasil dari pemodelan geometri pada software SolidWorks diinputkan pada
software ANSYS R1 2021. Hasil inputan bentuk geometri pada ANSYS
R1 2021 harus tampak sama dengan bentuk geometri pada SolidWorks.
5) Analisis Thermal Menggunakan Software ANSYS R1 2021 Student
Version
Setelah dipastikan bentuk geometri yang akan dianalisis sesuai, maka
dilakukan meshing atau pembagian struktur jadi bentuk elemen-elemen
kecil. Untuk hasil yang lebih baik diusahakan meshing menggunakan
elemen SOLID70. Berikutnya diinputkan data-data material properties.
Selanjunya dilakukan pembebanan panas secara transient sesuai dengan
alur pengelasan kemudian dijalankan.
6) Analisis Struktural Menggunakan Software ANSYS R1 2021
thermal adalah regangan thermal. Regangan thermal tersebut dapat diubah
menjadi regangan struktural sehingga bentuk elemen SOLID70 berubah
menjadi SOLID185. Struktur tersebut lantas diberikan beban yang sesuai
dengan data yang ada, kemudian dirunning untuk mendapatkan regangan
struktural dan juga bentuk distorsi yang dialami struktur. Dari regangan
struktur tersebut dapat diperoleh tegangan sisa.

3
7) Validasi Model
Validasi dari penelitian ini menggunakan hasil penelitian yang sudah
dilakukan oleh Venkatkumar (2016). Apabila tidak memenuhi maka
diperlukan perubahan meshing. Apabila memenuhi maka bisa dilakukan
variasi urutan pengelasan (welding squence).
8) Pemodelan Dengan Variasi Urutan Pengelasan
Ada Beberapa variasi urutan pengelasan yang akan dilakukan
pada penelitian ini. Urutan pengelasan tersebut sebagai berikut:
(a) Pengelasan satu arah
(b) Pengelasan searah loncat
(c) Dari pinggir Bolak-Balik.

(a) (b)

(c)

Gambar 3.4. Gambar urutan pengelasan(welding squence)

3
9) Analisa hasil pemodelan dan pembahasan
10) Mengambil kesimpulan-kesimpulan
Hasil analisis dari tugas akhir ini adalah tegangan sisa dan bentuk distorsi
dari struktur, sehingga permasalahan yang dirumuskan dalam tugas akhir
ini dapat terpecahkan.
11) Menyusun hasil penelitian berupa laporan akhir.

3.5 Pemodelan Thermal dan Struktural


3.5.1 Pemodelan Thermal
Diagram alir analisis thermal dapat dilihat pada Gambar 3.5,
dimana dalam analisis thermal ini akan didapatkan hasil berupa
distribusi panas.

Mulai

Input Geometri dari Software SolidWorks

Start Preferences

Memilih Tipe Elemen

Input Data Material Properties

Gambar 3.5 Diagram alir pemodelan thermal

3
A

Meshing Model Geometri

Memilih Tipe Analisis

Menentukan Referensi Temperatur

Menentukan Kondisi Batas

Memberikan Heat Flux

Menentukan Time Step

Menuliskan Load Step

Solve Load Step 1 s/d n

General Post Processor

Nodal Temperature

Temperature History

Mula

Gambar 3.5 Diagram alir pemodelan thermal (lanjutan)

4
Adapun langkah-langkah secara detail pengerjaan pemodelan thermal
dapat dilihat pada lampiran A, sedangkan secara umum melakukan pemodelan
thermal pada ANSYS R1 2021 Student Version adalah sebagai berikut:

1) Input geometri dari SolidWorks


2) Mulai Start Preferences
Langkah pertama untuk memulai pemodelan dengan menggunakan ANSYS
adalah dengan memilih bidang ilmu (preferences) yang akan digunakan.
Untuk masalah pengelasan maka dipilih thermal dan struktural pada
preferences.

Gambar 3.6 Langkah Mulai start Preferences


3) Memilih Tipe Elemen
Selanjutnya yaitu memilih tipe elemen untuk model kita, supaya model yang
akan dianalisis dapat dilakukan meshing yang sesuai dengan modelnya.
Berdasarkan Element Reference pada ANSYS Mechanical APDL, tipe
elemen yang tepat untuk analisis thermal yaitu SOLID70. Elemen yang
digunakan pada analisis thermal adalah SOLID70. Karena disesuaikan dengan
jenis meshing yang akan digunakan. Langkah-langkah untuk memilih tipe
elemen adalah:

4
Prepocessor > Element Type > Add/Edit/Delete > Add > Thermal Mass:
Solid > Brick 8 node 70

Gambar 3.7 Langkah Memilih Tipe Elemen


4) Input Data Material Properties
Model dalam format PARA tersebut kemudian diinputkan ke dalam software
ANSYS unutk dilakukan analisa thermal. Material yang telah di input
tersebut kemudian dilakukan penentuan karakteristik material dengan cara
Input Thermal Properties. Penentuan krakteristik dari material ini diperlukan
untuk menentukan sifat material terhadap suatu pembebanan thermal.
Karakteristik material tersebut diubah dalam Material Properties dengan
parameter Thermal Conductivity material. Langkah-langkah yang digunakan
untuk memasukkan data material pada ANSYS Mechanical yaitu:

Prepocessor > Material Props > Material Models >Thermal, dll

4
Gambar 3.8 Langkah input Data Material Properties
5) Meshing Model

Langkah selanjutnya yaitu meshing model, meshing model adalah langkah


dimana model yang digunakan dibagi menjadi elemen-elemen kecil yang
diinginkan. Meshing model dilakukan agar analisis yang dilakukan
memberikan hasil yang semakin detail pada setiap titik atau node yang
dihasilkan dari hasil meshing model. Meshing pada penelitian ini
menggunakan jenis heksahedral SOLID70. Model geometri dan meshed
dengan bentuk heksadel dengan mesh volume ukuran 0,05 mm ditunjukkan
pada Gambar 3.10. Setelah dilakukan pengaturan ukuran dan jenis meshing,
langkah selanjutnya yaitu melakukan meshing pada model, langkah-langkah
untuk meshing adalah:.

Prepocessor >Meshing > Mesh Tool

4
Gambar 3.9 Langkah Meshing Model

Gambar. 3.10 Model mesh digunakan untukanalisis (ANSYS)


6) Memilih Tipe Analisis
Tipe analisis yang digunakan adalah transient, karena pengelasan merupakan
fungsi lokasi (X, Y, Z) dan waktu (t).Langkah-langkah untuk memilih tipe
analisis yaitu:

Solution > Analysis Type > New Analysis > pilih Transient

4
Gambar 3.11 Langkah Memilih Tipe Analisis
7) Menentukan Referensi Temperatur
Referensi temperatur yang digunakan adalah pada suhu kamar yaitu sebesar
298 °Kelvin. Langkah-langkah yang digunakan untuk memasukkan data
material pada ANSYS Mechanical yaitu:

Solution > Define Loads > Settings > Reference Temp

Gambar 3.12 Langkah Menentukan Referensi Temperatur

4
8) Menentukan Kondisi Batas
Kondisi batas yang ada adalah berupa konveksi. Konveksi ini terjadi pada
seluruh permukaan pelat yang terkena dengan udara,Besar beban konveksi
berupa koefisien film material yaitu 15 W/m² K dan bulk temperature sebesar
298 °Kelvin, bulk temperatur merupakan suhu pada saat pengelasan
dilakukan. Langkah-langkah untuk memberikan kondisi batas yaitu:

Solution > Define Loads > Apply > Thermal > Convection

Gambar 3.13 Langkah Menentukan Kondisi Batas


9) Pemberian Beban Heat Flux
Beban heat flux diberikan pada sisi elemen yang dilas, dengan variasi durasi
waktu berdasarkan panjang elemen per-kecepatan pengelasan. Besar dari
pembebanan heat flux ini adalah 12,324 x 106 Watt/m². Langkah-langkah
memberikan beban heatflux serta waktunya adalah:

Solution > Define Loads > Apply > Thermal > Heat Flux

4
Gambar 3.14 Pemberian Beban Heat Flux
10) Penentuan Time Step
Model yang sudah diberikan beban heat flux selanjutnya harus diatur waktu
pembebanannya. Pada penelitian ini waktu pada tiap 1 elemen pengelasan
diisi sebesar 3,1 detik. Penulisan time step ini dilakukan sampai waktu
pendinginan yang ditentukan, dalam penelitian ini waktu pedinginan dipilih
1000 detik.Langkah-langkah pemberian time step yaitu:

Solution > Load Step Opts > Time/Frequenc > Time and Substep

Gambar 3.15 langkah Penentuan Time Step

4
11) Penulisan Load Step
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan nomor pada beban heat flux yang
telah diberikan. Dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 loadstep. Penulisan
ini nantinya akan berguna pada saat digunakan untuk analisis struktural.
Langkah-langkah penulisan load step yaitu:

Solution > Load Step Opts > Write LS File

Gambar 3.16 Langkah Penulisan Load Step


12) Solusi Pembebanan
Solusi pembebanan dilakukan sebanyak load step yang ada. Waktu yang
diperlukan untuk solusi sangat tergantung dengan jumlah node model dan
memori komputer.
13) Melihat Hasil Pembebanan
Hasil yang diperoleh dari analisis thermal adalah distribusi panas yang terjadi
pada material. Distribusi panas tersebut dapat dilihat berdasarkan fungsi
waktu maupun posisinya. Hasil yang diperoleh dapat dilihat dalam bentuk
animasi distribusi panas maupun dalam bentuk grafik.

4
3.5.2 Pemodelan Struktural
Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat
fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Diagram alir analisis
thermal dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Mulai

Mengubah Tipe Elemen

Memilih Tipe Analisis

Menentukan Kondisi Batas (Constraint)

Pembacaan beban (LSREAD) Pendefinisian beban LS=1,N Kriteria Pembebanan

Pembacaan beban (LSREAD) Pendefinisian beban LS=1,N

General Post Processor

Tegangan Sisa dan Distorsi

Selesai

Gambar 3.17 Diagram alir pemodelan struktural

Pada prinsipnya pemodelan struktural ini hampir sama dengan


pemodelan thermal, perbedaan mendasar terletak pada solusi. Penjelasan

4
detail diagram alir pemodelan struktural dapat dilihat pada lampiran B,
sedangkan secara umum pemodelan struktural dapat dilakukan sebagai
berikut:

1) Mengubah Tipe Elemen


Langkah pertama yang harus dilakukan dalam melakukan analisis struktural
adalah mengubah tipe elemen dari thermal menjadi struktural. Langkah
untuk mengubah tipe elemen adalah sebagai berikut:

Preprocessor > Element Type > Switch Elem Type

Gambar 3.18 Langkah Mengubah Tipe Elemen


2) Memilih Tipe Analisis
Tipe analisis yang dipilih dalam analisis struktural adalah static , berbeda
dengan tipe analisis yang digunakan pada analisis thermal. Langkah-
langkah untuk memilih tipe analisis yaitu:

Solution > Analysis Type > New Analysis > pilih static

5
Gambar 3.19 Langkah Memilih Tipe Analisis
3) Memberikan Kondisi Batas (Constraint)
Kondisi batas yang diberikan pada penelitian ini adalah tumpuan pada
penelitian ini fixed, maka nilai untuk displacement pada arah X, Y, dan Z
diisi 0 pada salah satu titik tumpul dibiarkan bebas bergerak. Pemberian
kondisi batas tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Solution > Define Loads > Apply > Structural > Displacement

Gambar 3.20 Langkah Memberikan Kondisi Batas (Constraint)

5
4) Memberikan Beban Struktural
Beban yang diberikan adalah nodal temperature yang berasal dari hasil
analisis thermal. Tahap pembebanan analisis struktural disesuaikan dengan
tahap pembebanan pada analisis thermal.
5) Solusi Pembebanan
Solusi pembebanan dilakukan sebanyak load step yang ada. Waktu yang
diperlukan untuk solusi sangat tergantung dengan jumlah node model.
6) Melihat Hasil Pembebanan
General post processor didapat dengan cara yang sama dengan pemodelan
thermal. Hasil yang diperoleh berupa tegangan sisa dan distorsi.

5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Menghitung Beban Heat Flux


Faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan besarnya heat input
yang akan diberikan pada model pengelasan adalah parameter pengelasan
yang digunakan. Seperti yang telah disebutkan pada berikutnya, bahwa
parameter pengelasan yang digunakan adalah sebagai berikut,
Jenis pengelasan = GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
Jenis sambungan = butt joint
Kecepatan = 2,4 mm/s
Arus = 100 A
Tegangan = 24 V
Diameter Elektoda = 5 mm
Heat efficiency = 0,75
Heat input efektif untuk pengelasan tipe pengelasan butt joint GTAW
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut,
𝑄 = 5𝑉𝐼
= 0,75x24 x100
= 1800 Watt
Dalam pemodelan panjang lasan 150 mm dibagi menjadi 20 elemen,
sehingga ukuran satu elemen yang dibebani heat flux adalah 7,5 mm. Dengan
kecepatan pengelasan sebesar, ν 2,4 mm/s, maka durasi waktu pembebanan
pada satu elemen, t adalah 3,1 detik.
Besarnya luas area pembebanan yang dihasilkan oleh elektrode selama 3,1
detik dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut,
𝐴ƒ = 𝑏 . 𝑣 . 𝑡
= 7,5x2,4x3,1
= 55,8 mm²
Luasan lain yang berpengaruh adalah luas dari elektrode yang digunakan
pada waktu proses pengelasan. Luas elektrode bergantung pada besar

53
kecilnya ukuran diameter elektrode yang digunakan. Luas penampang
elektrode yang digunakan adalah sebagai berikut,
𝐴𝑒 = 1 𝜋𝐷2
4

= 0,25x3,14x5²
= 19,63mm²
Setelah semua parameter dihitung, maka besarnya heat flux adalah sebagai
berikut,
Heat flux yang dihasilkan oleh elektrode adalah sebagai berikut,
𝑞𝑒
Q
= 𝐴𝑒
1800
= 19,63
= 91,76 Watt/mm²
Sehingga heat flux yang dibebankan pada satu elemen adalah sebagai berikut,
𝑞=𝑞
𝐴𝑙
𝑙 𝑒 𝐴𝑒
7,5
= 91,76
55,8

= 12,324782 Watt/mm²
= 12,324 x 106 Watt/m²

4.2 Validasi Permodelan


Validasi “model diperlukan karena pada penelitian ini hanya
memodelkan suatu simulasi pengelasan hingga didapatkannya distribusi
panas, tegangan sisa dan distorsi, sehingga perlu dilakukan validasi dengan
hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya agar
mendapatkan pola atau tren yang sama.
Penelitian ini divalidasikan dengan penelitian yang dilakukan
Venkatkumar (2016) dengan arus yang digunakan dan pengelasan yang
menggunakan butt-joint.

5
4.3 Validasi Hasil

4.3.1 Analisa Thermal


Pada gambar 4.1 diketahui bahwa temperatur puncak terjadi di
daerah weld metal. Diketahui bahwa pada setiap titik pada daerah weld
metal mengalami temperatur puncak pada waktu yang tidak bersamaan
dengan besar yang berbeda. Temperatur puncak terjadi ketika (elektroda)
menyentuh titik tersebut dan berangsur turun setelah elektroda
pengelasan berjalan melewati titik tersebut. Sebaran panas dapat dilihat
pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 distribusi temperatur


Pada siklus termal yang terbentuk dapat menggambarkan laju
pendinginan dan pemanasan pada daerah lasan. Temperatur puncak
tertinggi terjadi pada daerah Weld Metal (WM) yaitu berkisar antara
1064,19 °K – 1137,09 °K. Temperatur pada Fusion Line (FL) yaitu
berkisar antara 991,29 °K– 1064,19 °C. Temperatur pada daerah Heat
Affected Zone (HAZ) berkisar antara 699,69 °K – 991,29 °K. Sedangkan
pada daerah Based Metal (BM) berkisar antara 480,99 °K – 772,59 °K.

5
Dari hasil kontur tersebut dapat diketahui bahwa daerah yang dekat
dengan weld metal temperaturnya tinggi sedangkan daerah yang semakin
jauh dari weld metal maka temperaturnya semakin rendah.

Distibusi Panas
1200
1000
Temperature (°K)

800
600
400
200
0

0 200 400 600 800 1000 1200


Time (s)

Gambar 4.2 Grafik Distribusi Temperatur

Gambar 4.3 Grafik Validasi Distribusi Temperatur

Dari gambar diatas dapat jelasakan titik distribusi temperatur


tertinggi penelitian ini adalah 1137°K sedangkan penelitian Venkatkumar

5
(2016) memiliki nilai 720°K, distribusi panas ini memiliki bentuk grafik
yang sama hasil penelitian Venkatkumar (2016). Hal ini membuktikan
bahwa permodelan yang dilakukan sudah dianggap benar walaupun
dengan nilai yang berbeda.
4.3.2 Analisis Struktur Tegangan Sisa
a) Tegangan sisa variasi pengelasan searah

300
Tegangan Sisa Longiitudinal (MPa)

200 248
210817 214
100
1081
0
-0,03-0,02-0,010 0,010,020,03 variasi searah
-100 D. Venkatkumar

-200-127
-189 -177
-300 -230 -242
-304
-400
Distance (m)

Gambar 4.4 Grafik Validasi Hasil Tegangan Sisa Longitudinal Variasi


Pengelasan Searah
Pada penelitian yang sudah dilakukan Venkatkumar (2016)
mempunyai hasil tegangan tarik maksimal 214 MPa. Sedangkan tegangan
sisa pengelasan variasi searah pada penelitian ini, ditemukan bahwa
tegangan sisa longitudinal dalam material akibat pengelasan mempunyai
hasil tegangan tarik maksimal 248 MPa. Dengan hasil ini dapat
disimpulkan bahwa validasi dianggap baik.

5
b) Tegangan Sisa Variasi Pengelasan Searah Loncat

Pengelasan Searah Loncat


300
Longitudinal Residual Stress (MPa)
200 208
150
100 92

00
-0,03-0,02-0,0100,01 0,02 0,03
-100
-138
-200 -190
-253
-300
Distance (m)

Gambar 4.5 Grafik Tegangan sisa Longitudinal Variasi Pengelasan


Searah Loncat
Tegangan sisa pada pengelasan variasi searah loncat ditemukan
bahwa tegangan sisa longitudinal dalam material akibat pengelasan
mempunyai hasil tegangan tarik maksimal 208 MPa.
c) Tegangan Sisa Variasi Pengelasan Bolak-Balik

Pengelasan Bolak-Balik
400
300
Tegangan Sisa Longitudinal (MPa)

302
246
200
100 127

00
-0,03-0,02-0,0100,01 0,02 0,03
-100
-200-189

-273
-300
-337
-400
distance (m)

Gambar 4.6 Grafik Tegangan sisa Longitudinal Variasi Pengelasan Bolak-


Balik

5
Tegangan sisa pada pengelasan variasi loncat ditemukan bahwa
tegangan sisa longitudinal dalam material akibat pengelasan mempunyai
hasil tegangan tarik maksimal 302 MPa.

4.3.3 Analisa Distorsi


a) Distorsi Variasi Pengelasan searah

Gambar 4.7 Grafik Validasi Distorsi Variasi Pengelasan Searah


Pada penelitian yang sudah dilakukan Venkatkumar (2016)
dengan hasil distorsi sebesar 0,0011 atau 1,1 mm dari weld metal.
Sedangkan pada penelitian ini pengelasan dengan variasi loncat diperoleh
hasil distorsi dengan nilai 0,0015 m atau 1,5 mm dari weld metal. Dimana
pada validasi distorsi ini memiliki kontur atau bentuk yang sama dan
dianggap sudah baik.

5
b) Distorsi Variasi Pengelasan Searah Loncat

Pengelasan Searah Loncat


0,0014
0,0012
0,001
0,0008
0,0006
DIstorsi (m)

0,0004
0,0002
0

0 0,020,040,060,080,10,120,140,16
Distance (m)

Gambar 4.8 Grafik distorsi Arah Pengelasan Searah loncat


Pada proses pengelasan dengan variasi loncat diperoleh hasil
distorsi dengan nilai 0,0012 m atau 1,2 mm dari weld metal.
c) Distorsi Variasi Pengelasan Bolak-Balik

Pengelasan Bolak-Balik
0,0025

0,002
Distorsi (m)

0,0015

0,001

0,0005

0
0 0,020,040,06 0,08 0,1 0,120,140,16
Distance (m)

Gambar 4.9 Grafik Distorsi Pengelasan Bolak-Balik


Pada proses pengelasan dengan variasi loncat diperoleh hasil
distorsi dengan nilai 0,0018 m atau 1,8 mm dari weld metal.

6
4.4 Pembahasan Hasil Simulasi Variasi Pengelasan
Pembahasan hasil simulasi welding squence (urutan pengelasan)
bertujuan untuk mendapatkan cara yang paling efektif dan baik untuk
mengurangi tegangan sisa dan distorsi yng terjadi pada proses pengelasan
dengan metode elemen hingga. Dari hasil simulasi menggunakan Ansys
Mechanical APDL Student Version maka diperoleh hasil simulasi
permodelan, dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil simulasi permodelan

Variasi Tegangan Sisa (MPa) Distorsi (mm)


Searah 248 MPa 1,5 mm
Searah Loncat 208 MPa 1,2 mm
Bolak-Balik 302 MPa 1,8 mm

Berdasarkan hasil simulasi variasi urutan pengelasan dengan


menggunakan metode elemen hingga didapatkan hasil pada varisi urutan
pengelasan searah loncat dengan nilai tegangan sisa dan distorsi paling
kecil yaitu 208 MPa dan 1,3 mm. Hal ini dikarenakan pada variasi urutan
pengelasan searah loncat masukan panas (heat flux) pada bagian weld
metal tidak mengalir terus-menerus yang mengakibatkan terbentuknya
tegangan sisa dan distorsi yang tinggi.”

6
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan dari analisis pada bab 4 maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Dari hasil perbandingan distribusi panas dari pemodelan dan penelitian yang
dilakukan oleh Venkatkumar (2016) memiliki kecenderungan grafik yang tidak
terpaut jauh. Temperatur puncak yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada
1137°K pada detik ke-3.
2. Grafik distribusi tegangan sisa longitudinal dan distorsi dari penelitian ini
memiliki kecenderungan bentuk yang sama dengan grafik distribusi tegangan
sisa dan distorsi pada penelitian Venkatkumar (2016). Besarnya tegangan sisa
dan distorsi yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
A. Besarnya nilai tegangan sisa maksimum variasi searah yaitu sebesar 248
MPa, variasi pengelasan searah loncat yaitu 208 MPa, sedangkan besar
tegangan sisa pada variasi arah pengelasan bolak-balik yaitu 302 MPa.
B. Besarnya nilai distorsi yang dihasilkan variasi searah yaitu sebesar 1,5
mm, variasi pengelasan searah loncat yaitu 1,12 mm, sedangkan besar
tegangan sisa pada variasi arah pengelasan bolak-balik yaitu 1,8 mm.
3. Dari simulasi yang dilakukan, untuk mendapatkan tegangan sisa longitudinal
yang baik dapat digunakan pengelasan searah loncat, yaitu memiliki 208 MPa
dan distorsi sebesar 0,0012 m atau 1,12 mm dari weld metal.
5.2 SARAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu acuan untuk
studi pengelasan pada pelat baja tahan karat SS304. Penulis menyadari masih
banyaknya kekurangan dalam penelitian ini dan agar mendapatkan hasil yang
lebih baik dalam study penelitian mendatang, maka penulis memberikan beberapa
saran untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya, yaitu :
1. Melakukan permodelan boundary condition.
2. Memperbanyak jumlah meshing pada model.

62
3. Menggunakan kondisi pengelasan yang lain.
4. Melakukan eksperimental dengan proses dan geometri yang sama agar bisa
dibandingkan secara langsung.

63
DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Wiryosumarto and T. Okumura, Teknologi Pengelasan Logam, vol. 8.


2000.

[2] R. Sonawan, H., Suratman, “Pengantar Untuk Memahami Proses


Pengelasan Logam,” vol. 2, 2004.

[3] H. Azwinur, Syukran, “Kaji Sifat Mekanik Sambungan Las Butt Weld
Dan,” J. Sintek, vol. 12, no. 1, pp. 9–16, 2018.

[4] Y. Y. dan M. Nofri, “Sifat Mekanik Mikro Sambungan Las Baja Tahan
Karat Aisi 304,” vol. 1, no. I, 2013.

[5] M. Fawaid, R. Ismail, Jamari, and S. Nugroho, “Karakteristik Aisi 304


Sebagai Material Friction Welding,” Jur. Tek. Mesin Univ. Diponegoro
Email, pp. 29–33, 2012.

[6] A. P. Wicaksono, “Simulasi Distribusi Panas, Tegangan Sisa Dan Distorsi


Dengan Metode Elemen Hingga Pada Pengelasan Fillet Tipe T,” 2005.

[7] H. Wibowo, “Analisis Perbandingan Metode Pengelasan untuk


Mengendalikan Distorsi dan Tegangan Sisa – Review,” J. Din. Vokasional
Tek. Mesin, vol. 5, no. 2, pp. 95–102, 2020.

[8] D. Radaj, C. M. Sonsino, and W. Fricke, “Structural stress or strain


approach for spot-welded and similar lap joints,” Fatigue Assess. Welded
Joints by Local Approaches, pp. 366–432, 2006.

[9] B. A. Wibowo, “Analisis Numerik Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada


Struktur Plat Berpenegar Jamak Dengan Variasi Urutan Pengelasan,” vol.
1, no. 4, pp. 626–636, 2016.

[10] L. Gannon and D. Canada, “Effect Of Welding Residual Stress And


Distortion On Ship Hull Structural Performance,” no. March 2011, 2011.

64
[11] H. Vemanaboina, S. Akella, and R. K. Buddu, “Welding Process
Simulation Model for Temperature and Residual Stress Analysis,”
Procedia Mater. Sci., vol. 6, no. Icmpc, pp. 1539–1546, 2014.

[12] K. Venkateswarlu, P. N. Kumar, and P. S. Ravikumar, “Finite Element


Simulation of Temperature Distribution, Distortion and Residual Stresses
of Dissimilar Welded Joints,” in Materials Today: Proceedings, 2018, vol.
5, no. 5, pp. 11933–11940.

[13] K. Adamsab, “Simulation of welding to study residual stress and


distortions,” Mater. Today Proc., vol. 44, pp. 4445–4450, 2020.

[14] Pilipenko, “Computer simulation of residual stress and distortion of thick


plates in multi-electrode submerged are welding. Their mitigation
techniques,” -, no. 1289, 2001.

[15] R. C. Pranoto, “Simulasi Distribusi Panas, Tegangan Sisa Dan Distorsi


Dengan Metode Elemen Hingga Pada Pengelasan Pelat Butt-Joint,” 2005.

[16] Y. H. dan D. A. Tumpal Ojahan R, “Analisis pengaruh parameter


pengelasan gtaw pada,” Poros, vol. 15, pp. 53–62, 2017.

[17] M. A. Nurfitriana, “Analysis The Effect Of Smaw And Fcaw-Ss Welding


Material Process On Carbon S355j2 + N Deformation With Variation Of
Heat Input.”

[18] D. L. Logan, A First Course in the Finite Element Method Fourth Edition,
vol. 3, no. 2. 2000.

[19] H. S. Putra, “Simulasi Distribusi Panas, Tegangan Sisa Dan Distorsi


Dengan Metode Elemen Hingga Pada Pengelasan Surfacing,” no. April, pp.
5–24, 2005.

[20] N. Syahroni and M. I. Purbawanto Hidayat, “3D Finite Element Simulation


of T-Joint Fillet Weld: Effect of Various Welding Sequences on the
Residual Stresses and Distortions,” Numer. Simul. - From Theory to Ind.,

6
no. 2001, 2012.

[21] N. A. Q. Akyun, Analisis Pengaruh Variasi Urutan Pengelasan Terhadap


Tegangan Sisa Dan Distorsi Pada Pengelasan Smaw Sambungan Tubular
Y Dengan Metode Elemen Hingga. 2016.

[22] S. Muhammad, “Analisis Numerik Tegangan Sisa Dan Distorsi Aluminium


5083 Dengan Variasi Arus Listrik Sebagai Welding Heat Input,” 2016.

[23] ANSYS, “ANSYS Mechanical APDL Element Reference,” Knowl. Creat.


Diffus. Util., vol. 15317, no. October, pp. 1–1416, 2012.

[24] M. E. Qurenshi, “Analysis Of Residual Stresses And Distortions In


Circumferentially Welded Thin-Walled Cylinders,” Dep. Mech. Eng. Coll.
Electr. Mech. Eng. Natl. Univ. Sci. Technol. Rawalpindi, Pakistan, no. Dec,
2008.

[25] D. Venkatkumar and D. Ravindran, “3D finite element simulation of


temperature distribution, residual stress and distortion on 304 stainless steel
plates using GTA welding,” J. Mech. Sci. Technol., vol. 30, no. 1, pp. 67–
76, 2016.

6
LAMPIRAN
A. Software Ansys 2021 R1

B. Gambar Geometri

67
C. Meshing

D. Data Material

6
E. Analisa

6
7

Anda mungkin juga menyukai