Disusun oleh :
Ahmad Rifki A
NIM : 12/333660/TK/40004
Dosen Pembimbing:
Dr. Priyo Tri Iswantoro, S.T., M.Eng.
NIP. 197006111997021001
NIM : 12/333660/TK/40004
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Mesin
3.1 Biomaterial
biomaterial digunakan secara fisis digunakan untuk menggantikan
jaringan keras maupun lunak yang telah rusak atau hancur pada fungsi jaringan
tubuh, setelah melalui proses patologis atau pemeriksaan organ, jaringan, cairan
tubuh dan seluruh tubuh (Agrawal, 1998). sehingga hal ini diberikan suatu
batasan – batasan yang ketat pada setiap material yang bisa digunakan sebagai
pengganti fungsi jaringan tubuh atau biomaterial (Agrawal, 1998) . Menurut
(Agrawal, 1998) syarat yang harus dilakukan agar sebuah material dapat
digunakan sebagai biomaterial yaitu:
1. Harus biokompatibel (material mampu menyesuaikan dengan lingkungan
tubuh penerima), tidak mendapat respon negatif dari tubuh, tidak
menyebabkan kerusakan dan dampak berbahaya, tidak beracun serta
noncarcinogenik (tidak mengandung zat yang menyebabkan kanker).
2. Harus memiliki sifat fisis dan mekanis yang memadai untuk proses
augmentation atau penggantian jaringan tubuh.
3. Untuk penggunaan praktis, biomaterial harus mudah dibentuk melalui
proses permesinan, memiliki biaya relatif rendah dan mudah ditemui.
Baja tahan karat austenitik tipe 304 merupakan baja paduan dengan
kandungan Cr 18 – 20%, dan Ni 8 – 10,5% (Roberge, 2000). Baja jenis ini biasa
digunakan sebagai bahan konstruksi utama dalam beberapa industri seperti
industri nuklir, kimia, dan makanan. Baja ini memiliki ketahanan korosi yang
baik karena terdapat lapisan kromium oksida pada permukaannya (Riszki dan
Harmami, 2015). SS-304 merupakan baja yang memiliki tingkat kekerasan
rendah sekitar 123 HB dan kekuatan tarik sebesar 505 N/mm2 (Nasir, 2014).
Berdasarkan ASTM A240 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1.
(3.1)
dengan Q muatan total (C), t waktu implantasi (detik), I arus ion (ampere), e muatan
elektron (1,6 x 10-19 C), dan A luas permukan sasaran (cm2).
Energi ion saat keluar dari tabung akselerator ditentukan oleh besar
tegangan pada tabung akselerator. Tenaga ion ini akan berpengaruh pada jangkauan
terproyeksi, makin besar tenaga ionnya akan semakin besar jangkauan
terproyeksinya. Berarti energi ion akan menentukan tebal lapisan. Jangkauan ion
dalam bahan sasaran didefinisikan sebagai jarak total yang ditempuh ion dalam
bahan yang dihitung mulai ion masuk ke bahan sasaran sampai ion tersebut
berhenti. Jangkauan total ion (Å) dalam bahan dinyatakan dengan persamaan
(Mayer dkk, 1970):
(3.2)
dengan Zi , mi nomor atom dan massa atom ion penembak, Zs, ms nomor atom dan
massa atom sasaran, S adalah rapat massa sasaran (g/cm3) dan E tenaga ion (keV).
Alat deposisi ion yang digunakan adalah implantor ion yang skema alatnya
ditunjukkan pada Gambar 1. Alat ini terdiri atas sumber tegangan terisolasi (0 -220
V) yang digunakan untuk menghasilkan elektron yang dip ercepat dari katoda
menuju anoda. Elektron ini digunakan untuk mengionisasi gas yang ada dalam
tabung sumber ion. Dengan bantuan medan magnet yang dihasilkan oleh kumparan
menyebabkan gerak elektron menuju anoda akan berbentuk spiral yang akan
menambah panjang lintasannya, sehingga menambah peluang terjadinya ionisasi.
Ion -ion positif yang dihasilkan dalm sumber ion, akan ditarik ke luar menuju
tabung akselerator oleh tegangan negatifnya melalui celah sempit pemfokus.
Tabung akselerator terdiri dari beberapa elektroda dengan tegangan yang makin
negatif terhadap elektroda sebelumnya untuk mempercepat berkas ion positif.
Tabung akselerator harus dihampakan sampai 1 0-6 mmHg agar tidak terjadi
tumbukan antara ion yang dipercepat dengan sisa molekul gas.
Gambar 3.1 Sistem Implantasi Ion
3.4 Kekerasan Bahan
Sifat mekanik material yang penting dalam penelitian ini adalah kekerasan
permukaan suatu material. Kekerasan permukaan merupakan ketahanan sebuah
permukaan material terhadap deformasi akibat tumbukan (Sulaiman, 2016).
Sedangkan menurut Sunardi (2014), Kekerasan dapat didefinisikan sebagai
kemampuan material untuk menahan indentasi permanen atau deformasi ketika
dalam kontak dengan indenter dibawah pembebanan. Pengujian kekerasan dibagi
menjadi beberapa macam bergantung pada jenis indenter yang digunakan yakni
bentuk conical (Rockwell Test), spherical (Brinell Test) dan pyramidal (Vickers
Test) (Faqih, 2016). Pada uji kekerasan Brinell, Vickers, dan Knoop nilai kekerasan
adalah beban yang didukung oleh satuan luas dari indentasi, diekspresikan dalam
kilogram per milimeter kuadrat (kgf/𝑚𝑚2 ) (ASM Metalhandbook Volume 8,
Mechanical Testing and Evaluation).
Gambar 3.2 Diamond pyramid indenter yang digunakan untuk Vickers Test dan
hasil indentasi pada benda uji (ASM Metalhandbook Volume 8, Mechanical
Testing and Evaluation).
𝜃
2 .𝑃 . sin( 2 ) 𝑃
VHN = = 1,854 ( ) (3.3)
𝑑2 𝑑2
Dimana:
Nilai kekerasan rata – rata dapat di tentukan dengan penyelesaian rumus 3.4
seperti berikut
𝛴ℎ ℎ1 + ℎ2 + ⋯ + ℎ𝑛
𝑅𝑎 = = (3.4)
𝑛 𝑛
Pada penelitian ini, alat yang akan digunakan untuk mengukur kekasaran
permukaan adalah stylus profilometer. Stylus profilometer bergerak sepanjang garis
lurus permukaan bahan. Pada umumnya, bahan stylus menggunakan intan yang
berbentuk piramid atau kerucut dengan sudut minimal 60° dan radius puncak 20 nm
- 50 μm. Sepanjang perjalanan pengukuran, stylus bergerak naik turun mengikuti
bentuk permukaan spesimen. Data hasil pergerakan stylus dengan jarak horizontal
dan vertikal dirubah menjadi data digital yang bisa diolah secara komputerisasi
(puput, 2016). Keakurasian stylus profilometer ini tergantung pada ukuran stylus
yang digunakan. Keterbatasan radius ujung stylus menyebabkan pengukuran tidak
sampai ke dasar permukaan material, sehingga dapat mengurangi keakurasian atau
ketelitian dari nilai kekasaran yang dihasilkan (puput, 2016). seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.4
Semakin kecil diameter ujung stylus yang digunakan maka nilai kekasaran yang
dihasilkan akan semakin akurat karena permukaan ujung stylus semakin dekat
dengan permukaan material yang sesungguhnya.
3.6 Wettability
Wettability merupakan kemampuan dari cairan untuk mempertahankan
kontak dengan permukaan padat, yang dihasilkan dari interaksi secara
intermolekuler ketika keduanya bersinggungan. Wettability merupakan salah satu
faktor penting penentu interaksi antara implan dengan jaringan sekitarnya
(Arifvianto dkk., 2012).
Sifat wettability permukaan dari suatu spesimen biasanya dinyatakan
dengan sudut kontak (Yuliwati dan Ismail, 2011). Sudut kontak adalah sudut yang
dibentuk oleh permukaan spesimen dengan tetesan fluida yang diteteskan pada
permukaan tersebut (Gusrita dkk, 2014).
Suatu permukaan dikatakan bersifat hydrophobic jika permukaan tersebut
tidak basah jika terkena air dan permukaan selalu terlihat bersih. Jika terdapat
kotoran yang menempel pada permukaan, maka kotoran tersebut akan terhalau oleh
air yang menggelinding di permukaan tersebut (faqih, 2016)
Gambar 3.5 Skema rangkaian sel korosi basah sederhana (Surdia dan
Saito, 1992)
Korosi pada stainless steel terjadi ketika kromium oksida yang secara
otomatis terbentuk pada permukaan bahan sehubungan dengan afinitas kromium
yang tinggi untuk bergabung dengan oksigen (Mulyaningsih, 2013). Lapisan
kromium oksida yang terbentuk berupa bahan film yang dapat memperbaharui
dirinya sendiri. Dalam keadaan dimana protective layer (lapisan kromium oksida)
tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi pada stainless steel akan terjadi. Seperti
pada gambar 3.6 berikut ini.
Gambar 3.6 Selaput kromium oksida dapat terbentuk kembali setelah mengalami
kerusakan (pandu,2016)
Logam yang digunakan sebagai biomaterial harus memiliki sifat ketahanan korosi
yang baik. Oleh karena itu, austenitic stainless steel sangat populer sebagai material
implan. Ketahanan korosi polarization resistance terhadap biocompatibility
material implant seperti yang terlihat pada Gambar 3.7
(a)
(b)
Gambar 3.8 (a) Crevice corrosion pada flens, (b) Mekanisme crevice
corrosion (Britton, 1997)
Gambar 3.9 Bentuk Stress Corrosion Cracking pada heat exchanger tube
dengan bahan stainless steel 316 (Jones, 1991)
Dalam skema uji terdapat tiga elektroda yang dipakai dalam pengujian
korosi yaitu working electrode, counter electrode, calomel reference electrode
berikut ulasannya.
1. elektroda kerja (working electrode) dimana merupakan elektroda yang akan
diteliti. Elektroda ini digunakan sebagai pengganti dari anoda.
2. elektroda pembantu (counter electrode) yang berfungsi untuk mengalirkan
arus dalam rangkaian dimana tidak digunakan untuk mengukur potensial.
Bahan yang dapat digunakan sebagai elektroda pembantu antara lain emas,
titanium, dan platina.
3. elektroda acuan (calomel reference electrode) sebagai titik awal untuk
mengukur potensial elektroda kerja. Arus yang mengalir pada elektroda ini
dapat diabaikan karena sangat kecil. Ketiga elektroda ini dimasukkan
kedalam tabung yang berisi larutan elektrolit yang terhubung dengan
galvanostat.
𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟 (𝐸𝑊)
𝑟 − 0,129 (𝑚𝑝𝑦) (3.10)
𝐷
Berdasarkan persamaan 3.9 diperoleh satuan dari laju korosi adalah mils per year
yang diartikan sebagai hilangnya berat sebagian spesimen karena pengaruh
korosi dalam satuan mil per tahun. Konversi mils per year ke satuan metric
ditunjukkan pada persamaan berikut :
𝑚𝑚 𝜇𝑚 𝑛𝑚 𝑝𝑚
1 𝑚𝑝𝑦 = 0.0254 = 25,4 = 22.9 = 0,809 (𝑚𝑝𝑦) (3.12)
𝑦𝑟 𝑦𝑟 𝑦𝑟 𝑠𝑒𝑐
Tabel 3.2. Peringkat Laju Korosi
Relative Crrosion 𝑚𝑚 𝜇𝑚 𝑛𝑚 𝑝𝑚
mpy
Resistance 𝑦𝑟 𝑦𝑟 𝑦𝑟 𝑠𝑒𝑐
Outstanding <1 < 0.02 < 25 <2 <1
Excellent 1-5 0.02-0.1 25-100 2-10 1-5
Good 5-20 0.1-0.5 100-500 10-50 20-50
Fair 20-50 0.5-1 500-1000 50-150 20-50
Poor 50-200 1-5 1000-5000 150-500 50-200
Unacceptabe > 200 >5 > 5000 > 500 > 200
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN