Anda di halaman 1dari 70

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN STRUKTURAL, BIAYA

DAN WAKTU KONSTRUKSI BERDASARKAN


STANDAR SNI 2002 DENGAN SNI 2013
(studi kasus : Gedung Administrtasi 3 Lantai UNTL Dili, Timor Leste)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Gelar Magister Teknik Sipil

Diajukan Oleh :

FERNAO SOARES REIS


NIM : 1471800049

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN STRUKTURAL, BIAYA


DAN WAKTU KONSTRUKSI BERDASARKAN
STANDAR SNI 2002 DENGAN SNI 2013
(studi kasus : Gedung Administrtasi 3 Lantai UNTL Dili, Timor Leste)

TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Magister Teknik Sipil

Diajukan Oleh :

FERNAO SOARES REIS


NIM : 1471800049

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020
TESIS

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN STRUKTURAL, BIAYA


DAN WAKTU KONSTRUKSI BERDASARKAN
STANDAR SNI 2002 DENGAN SNI 2013
(studi kasus : Gedung Administrtasi 3 Lantai UNTL Dili, Timor Leste)

Diajukan Oleh :

FERNAO SOARES REIS


NIM : 1471800049

Disetujui untuk diuji :


Surabaya,…………………………2020
Pembimbing I :

Prof. Dr. Dr (TS). Ir. H. Wateno Oetomo, MM., MT., MH


……………………………

Pembimbing II :

Dr. Budi Witjaksana, ST., MT .


…………………………...

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020
TESIS

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN STRUKTURAL, BIAYA


DAN WAKTU KONSTRUKSI BERDASARKAN
STANDAR SNI 2002 DENGAN SNI 2013
(studi kasus : Gedung Administrtasi 3 Lantai UNTL Dili, Timor Leste)
Diajukan Oleh :

FERNAO SOARES REIS


NIM : 1471800049

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan lulus


pada Ujian Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Pada tanggal :………………..2020

Tim Penguji
Ketua Penguji :

……………………………………………..
……………………………

Anggota Penguji 1 :

……………………………………………..
……………………………

Anggota Penguji 2 :

……………………………………………..
……………………………

Mengetahui
Fakultas Teknik
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Dekan Kaprodi
Fakultas Teknik Magister Teknik Sipil

Dr. Ir. H. Sajiyo, M. Kes., IPM Prof. Dr. Dr. (TS)., Ir. H. Wateno Oetomo
M.M., .T., MH

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa Atas segala
berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan ANALISIS
PERBANDINGAN PERHITUNGAN STRUKTURAL, BIAYA DAN
WAKTU KONSTRUKSI BERDASARKAN STANDAR SNI 2002
DENGAN SNI 2013 (studi kasus : Gedung Administrtasi 3 Lantai UNTL
Dili, Timor Leste) ” ini dengan lancar.
Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan kurikulum Program Pasca
Sarjana Magister Teknik, Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya.
Selama menyusun Tesis ini, penulis telah banyak mendapat pengarahan,
perhatian, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Wateno Oetomo, MM., MT., MH selaku Dosen
Pembimbing I atas
bimbingannya selama ini sampai selesai.
2. Dr. Budi Witjaksana,ST.,MT. selaku Dosen Pembimbing II atas
bimbingannya selama ini sampai selesai.
Ucapan terima kasih saya sampaikan juga kepada:
3. Dr. Mulyanto Nugroho, MM., CMA., CPA. Selaku Rektor Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya.
4. Dr. Ir. H. Sajiyo, M.Kes., IPM. Selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
5. Prof. Dr. Ir. H. Wateno Oetomo, MM., MT., MH.selaku Kaprodi
Magister Teknik Sipil.
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Teknik di Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya yang telah membantu, membimbing dan memberi semangat
selama penulis mengikuti perkuliahan sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kebaikan Tesis ini.

Dili, Timor-Leste,………… 2020

Fernao Soares Reis

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gedung Administrasi Universitas Nacional Timor Lorosa’e
merupakan gedung yang dibangun pada tahun 2019 yang terdiri dari 3
lantai, fungsi dari gedung tersebut untuk melayani dan memfasilitasi
sistem administrasi di Universitas Nacional Timor Lorosa’e. Untuk
perencanaan angaran biaya Gedung Administrasi Universitas Nacional
Timor Lorosa’e dalam hal ini adalah element struktur balok itu
mencapai $71252,03 dengan volume 141,22 m3 (Beton), 14622,43 kg
(Besi beton) dan 345,27 m2 dengan luas dimensi balok tediri dari 2 tipe
penamapang yaitu B1 (30 cm x 50 cm) dan B2 (25 cm x 40 cm) dengan
bentangan rata- rata 7 m. Perencanaan struktur pada gedung Aministrasi
Universitas Nacional Timor Lorosa’e mengunakan standart peraturan
SNI 2847 -2002 yaitu persyaratan beton struktural untuk bangunan
gedung dan SNI 1726 2003 yaitu tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung hal inilah yang
menyebabkan hasil desain dimensi terlalu besar. Sehingan
mempengaruhi perencanaan angaran biaya juga menjadi besar.
Pada penelitian terdahulu, perubahan respons spektra SNI 03-
1726-2012 bergantung pada pergerakan wilayah kegempaan dari tahun
2002 ke 2012 pada daerah tersebut. Sehingga pergerakan tanah ini,
menjadi faktor perubahan nilai respons spektra pada SNI yang baru.
Pembagian wilayah gempa berdasarkan SNI 03-1726- 2002 tidak
menjadi patokan untuk perubahan respons spektra SNI 03-1726- 2012.
Tidak selalu wilayah kegempaan dengan gempa tinggi pada SNI 03-
1726- 2012 mengalami kenaikan pada respons spektranya. Begitu juga
pada wilayah kegempaan dengan gempa yang rendah. (Yoyong, 2016).
Kekurangan dari SNI 03-1726-2002 yaitu pada pembagian
wilayah kegempaannya. Di dalam zona gempa SNI 2002 mengganggap
semua daerah di setiap kota memiliki respons spektra yang sama. Tetapi
pada kenyataannya setiap daerah atau dalam lingkup yang kecil
misalnya setiap kecamatan pada suatu kabupaten tidak memiliki respons
spektra yang sama. Kekurangan ini menjadi kelebihan dari SNI 03-
1726-2012 sebagai standar kegempaan yang telah diperbaharui.
Kelebihan dari SNI 03-1726-2012 adalah setiap tempat atau
setiap lokasi dengan koordinat lintang dan bujurnya memiliki respons
spektra yang berbeda. Karena wilayah gempa ditentukan berdasarkan
parameter gerak tanah Ss (percepatan batuan dasar pada periode pendek
0,2 detik) dan S1 (percepatan batuan dasar pada periode 1 detik).
Sehingga respon spektra yang terbentuk berbeda pada setiap tempat.
Sedangkan untuk peraturan mengenai tata cara perencanaan
struktur beton bertulang di Indonesia mengalami pembaharuan seiring
dengan dikeluarkannya SNI 2847:2013 mengenai “Persyaratan Beton
Struktural Untuk Bangunan Gedung”. Perbedaan dari dari SNI
2847:2013 dengan SNI 2847:2003 adalah diantaranya adalah pada
pembagian kategori penampang struktur lentur dan faktor reduksinya.
Salah satu hal yang mengalami perubahan adalah pada penampang
struktur lentur yang dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu
penampang terkendali tarik, penampang terkendali tekan, dan
penampang yang berada dalam zona transisi antara tarik dan tekan.
Penentuan kriteria penampang tersebut didasarkan pada regangan tarik
netto εt yang terjadi pada tulangan baja terluar. Hal tersebut sedikit
berbeda dengan SNI 2847-2002 yang mengkategorikan menjadi dua
macam yaitu aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur (penampang
terkendali tarik) dan aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
(penampang terkendali tekan). Perbedaan tersebut tentunya juga
berpengaruh terhadap faktor reduksi kekuatannya. Pada SNI 2847-2013
faktor reduksi untuk penampang terkendali tarik sebesar 0,9 dan
penampang terkendali tekan sebesar 0,75. Sedangkan pada SNI 2847-
2002 nilainya lebih kecil, yaitu aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
(penampang terkendali tarik) sebesar 0,8 dan aksial tekan dan aksial
tekan dengan lentur (penampang terkendali tekan) sebesar 0,7.
Mempertimbangkan perbedaan yang ada, perencanaan struktur gedung
sebaiknya menggunakan peraturan terbaru demi kelayakan dan
keamanan strukturnya. Oleh karena itu, dilakukan analisis terhadap
struktur gedung beton bertulang (Balok) berdasarkan SNI 2847- 2002
dan SNI 2847-2013 serta kemudian dilengkapi dengan desain ulang
berdasarkan SNI 2847- 2013. Adapun analisis tersebut dilakukan dengan
studi kasus pada Gedung Administrasi Universitas Nacional Timor
Lorosa’e. diharapakan hasil analisis harus memenuhi syarat untuk SNI
2847- 2002 dan SNI 2847-2013 pada balok memenuhi persayaratan
rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmaks) dan memenuhi persyaratan
kekuatan momen (Mr > Mu), Biaya konstruksi rendah dan waktu
pelaksanaan proyek yang cepat/sesuai jadwal.
Balok merupakan salah satu dari elemen struktur portal dengan
bentang yang arahnya horizontal, sedangkan portal merupakan kerangka
utama dari struktur bangunan khususnya bangunan gedung. Beban yang
bekerja pada balok biasanya berupa beban lentur, beban geser maupun
torsi (momen puntir), sehingga perlu baja tulangan untuk menahan
beban-beban tersebut. Tulangan tersebut berupa tulangan memanjang
atau tulangan longitudinal yang menahan beban lentur serta tulangan
geser/ begel yang menahan beban geser dan torsi (Asroni, 2010).
Berdasarkan penulangan untuk menahan beban lentur balok terdiri dari
balok perhitungan dan kesimpulan dengan tahap-tahap prosedur
perhitungan berdasarkan SNI 2847-2013 dan British Standard 8110-1-
1997. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dari hasil
perhitungan balok, kolom dan pelat diperoleh dimensi tulangan yang
berbeda dengan metode SNI menghasilkan desain yang lebih ekonomis
dibandingkan dengan metode British Standard.
Eddy Ristanto, 2015, melakukan analisis joint balok kolom
dengan metode SNI 2847-2013 dan ACI 352R-2002 pada Hotel Serela
Lampung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif, yaitu hasil penelitian yang dilakukan berupa angka atau
bilangan.
Biaya proyek pada proyek konstruksi dibedakan menjadi dua
jenis yaitu biaya langsung (Direct Cost) dan biaya tidak langsung
(Indirect Cost). (Soeharto, 1997). Biaya langsung adalah semua biaya
yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dilapangan. Biaya-biaya yang dikelompokkan dalam biaya langsung
adalah biaya bahan / material, biaya pekerja /upah dan biaya peralatan
(equipment). Biaya tak langsung adalah semua biaya proyek yang tidak
secara langsung berhubungan dengan konstruksi di lapangan tetapi biaya
ini harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut (Nugraha
et al., 1986). Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tak langsung
adalah biaya overhead, biaya tak terduga (contingencies), keuntungan /
profit, pajak (taxes) dan lainnya. Hubungan biaya langsung dan biaya
tak langsung terhadap waktu memiliki kecendrungan bertolak belakang.
Jika waktu pelaksanaan proyek dipercepat akan mengakibatkan
peningkatan biaya langsung tetapi pada biaya tidak langsung terjadi
penurunan.
Berdasarkan gambaran diatas pengendalian waktu dan biaya perlu
dilakukan secara terpadu atau terintergrasi. Metode pengendalian biaya dan
waktu terpadu pada proyek konstruksi (Integrated Cost and Schedule
Control in Construction Project), ini dikenal dengan Konsep “Nilai Hasil”
(Earned Value).

B. Rumusan Masalah
1. Berapa perbandingan biaya terhadap hasil analisis tulangan
lentur dan Geser pada struktur balok dengan menggunakan
peraturan lama dengan hasil analisis berdasarkan peraturan SNI
2847:2013 dan SNI 1726-2012?
2. Berapa perbandingan waktu terhadap hasil analisis tulangan
lentur dan Geser pada struktur balok dengan menggunakan
peraturan lama dengan hasil analisis berdasarkan peraturan SNI
2847:2013 dan SNI 1726-2012?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbandingan hasil perencanaan tulangan
lentur dan Geser pada struktur Portal kolom dan balok oleh pihak
desainer yang masih menggunakan peraturan lama dengan hasil
perencanaan ulang berdasarkan peraturan SNI 2847:2013 dan
SNI 1726-2012?
2. Untuk mengetahui perbandingan biaya konstruksi terhadap hasil
perencanaan pada struktur Portal oleh pihak desainer yang masih
menggunakan peraturan lama dengan hasil perencanaan ulang
berdasarkan peraturan SNI 2847:2013 dan SNI 1726-2012?

D. Manfaat Penelitian
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
informasi dan gambaran mengenai perbandingan hasil
perencanaan penulangan gedung di lapangan yang masih
menggunakan peraturan lama dengan hasil perencanaan ulang
penulangan gedung dengan peraturan baru.
2. Memberikan kontribusi kepada ilmu pengetahuan yang terkait dan
dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, dan dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk
penelitian yang akan selanjutnya.

E. Batasan Penelitian
1. Pemodelan menggunakan program SAP2000 v14.0.0 untuk
mengetahui gaya-gaya dalam secara otomatis yang selanjutnya dari
data tersebut digunakan untk menganalisa penulangan pada elemen
strukturnya.
2. Bangunan yang dimodelkan memiliki 3 lantai.
3. Perancangan dilakukan terhadap elemen struktur atas yaitu balok
dan termasuk Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan waktu.
4. Struktur fondasi, plat, dan kolom tidak ditinjau.
5. Rencana Angaran Biaya berdasarkan standar TLSM – Timor Leste.
6. Analisa harga satuan material berdasarkan harga material di Dili –
Timor Leste

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu


1. Restu Faizah dan Widodo (2013), melakukan penelitian tentang
Analisis Gaya Gempa Rencana pada Struktur bertingkat Banyak dengan
Metode Dinamik Respon Spektrum. Dalam penelitian tersebut
dilakukan suatu analisis gaya gempa rencana pada model struktur 2
dimensi, yaitu rangka portal terbuka (open moment resisting frames)
beton bertulang, dengan ketinggian 48 meter atau 12 tingkat. Model
struktur dianlaisis pada 23 kota besar yang ada di Indonesia, respon
spectra kota dibuat sesuai dengan ketentuan SNI 1726:2002 dan SNI
1726:2012. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya
gempa rencana pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2002
pada 7 kota (Bandar lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Samarinda,
Makassar) sedangkan yang lainnya mengalami peningkatan.
2. Agustinus Agus Setiawan (2014), melakukan studi perbandingan gaya
geser dasar seismic berdasarkan SNI 1726 2002 dan SNI 1726 2012
pada gedung Grand Edge Semarang, yang terdiri dari struktur beton
bertulang 13 lantai dengan struktur pemikul beban terdiri Struktur
Pemikul Momen Khusus (SRPMK), analisis beban gempa dilakukan
dengan respon spectrum dan statik ekuivalen menggunakan peraturan
SNI 1726 2002 dan SNI 1726 2012. perbandingan respon spektrum
pada SNI 1726 2002 dengan SNI 1726 2012 sangat berbeda terlihat
pada percepatan puncak (Sa), beradasrkan analisis dengan
menggunakan static ekuivalen diperoleh perbandingan distribusi
vertical Gaya geser dasar pada bangunan yang ditinjau.
3. Yoyong Arfiandi (2015), melakukan penelitian tentang penetapan SNI
Gempa 2012 pada desain
struktur rangka Momen Beton Bertulang di beberapa kota Indonesia.
Pada penelitian ini dilakukan perbandingan respon spektrum mengingat
bahwa peraturan Gempa SNI 1726 2012 megacu pada ASCE/SEI 7-10
dan IBC 2009 sedangkan SNI 1726:2002 mengacu pada UBC 1997,
maka sangat perlu diperhatikan perbedaan gaya Gempa yang timbul
akibat diberlakukannya peraturan SNI 1726:2012. Perbandingan respon
spektrum tersebut dilakukan pada 22 kota di Indoensia, yaitu:
Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Surakarta,
Denpasar, Medan, Banda Aceh, Padang, Makassar, Palu, Manado,
Palembang, Jayapura, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Mataram,
Kupang, dan Ambon.
4. Agus Setiawan (2015) melakukan kajian persyaratan komponen
struktur lentur beton bertulangan tunggal antara SNI 2847-2002 dengan
SNI 2847-2013. Tujuan kajian ini adalah untuk membandingka konsep
desain komponen struktur lentur balok beton bertulang berdasarkan SNI
2847-2002 dengan SNI 2847-2013, ditinjau dari perbandingan rasio
tulangan beton (ρ), terhadap kapasitas momen ultimit dari penampang,
serta untuk mengetahui rasio tulangan maksimum (ρmaks) yang
diijinkan untuk berbagai mutu beton berdasarkan SNI 2847-2013.
Selain itu, dalam penelitian ini juga mengkaji hubungan antara rasio
tulangan terhadap regangan tarik neto, εt, yang terjadi pada tulangan
baja tarik terluar.
5. Eddy Ristanto, 2015, melakukan analisis joint balok kolom dengan
metode SNI 2847-2013 dan ACI 352R-2002 pada Hotel Serela
Lampung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif, yaitu hasil penelitian yang dilakukan berupa angka atau
bilangan.
6. Nur Syamsi Suleman dan Algazt Aryad Masagala melalukan penelitian
tentang komparasi antara peraturan SNI1726:2002 dengan SNI
1726:2012 terhadap pengaruh penerapan perencanaan dan pengaruh
beban gempa pada suatu gedung. Objek penelitian dalam studi ini yaitu
gedung Guest House Akademi Perkerataapian terdiri dari 5 lantai utama
dan lantai atap, yang berlokasi di Madiun, Provinsi Jawa Timur, yang
dibangun pada bulan Maret sampai esember 2016.
7. Endah Kanti Pangestuti , Rini Kusumawardani , Aprindra Priaji , Dewi
Lailatul Nikmah (2016) melakukan penelitian tentang Perbandingan
Analisa Perhitungan Beton Struktural Pada Proyek Pembangunan
Gedung F Universitas Pekalongan. Pada perencanaannya menggunakan
pedoman pelaksanaan pekerjaannya dengan SK SNI T-15-1991-03
terutama yang menyangkut pada pekerjaan beton struktur, sedangkan
dalam hal ini akan diperbaharui dengan meninjau ulang perencanaan
pembangunannya dengan mengacu pada SNI 03-2847-2013 (Tata Cara
Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung), SNI 1726-
2012 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung)
8. Andini Paramita, 2016, melakukan studi komparasi perancangan
struktur gedung berdasarkan SNI 2847-2002 dan SNI 2847-2013
dengan SNI 1726-2012. Studi komparasi tersebut dilakukan dengan
studi kasus pada Gedung Apartemen 11 Lantai Malioboro City
Yogyakarta.
9. Sutrizal Hartawan, 2015, melakukan perencanaan ulang struktur portal
gedung dengan SNI 2847-2002 dan SNI 2847- 2013 studi kasus Hotel
Yellow Star di Jl. Adi Sucipto, Sleman Yogyakarta. Pada penelitiannya
ini dilakukan dengan merencanakan ulang struktur portal dengan SNI
2002 dan SNI 2013 dan kemudian membandingkannya.
10. Sartika, Indra Gunawan,S.T.,M.T. , Endang S Hisyam,S.T.,M.T. (2017)
Analisis Struktur Gedung Beton Bertulang Berdasarkan Sni 2847-2002
Dan Sni 2847-2013 (Studi Kasus: Gedung C Rumah Sakit Ibu Dan
Anak “Rona” Pangkalpinang)

2.2 Dasar Teori


Beton
Menurut Agus Setiawan (2017). Beton sendiri adalah material kontruksi
yang diperoleh dari pencampuran pasir, kerikil/batu pecah, semen serta air.
Terkadang beberapa macam bahan tambahan dicampurkan ke dalam
campuran tersebut dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat dari beton, yakni
antara lain untuk meningkatkan workability, durability serta waktu
pengerasan beton. Campuran beton tersebut seiring dengan bertambahnya
waktu akan menjadi keras seperti batuan, dan memiliki kuat tekan yang
tinggi namun kuat tariknya rendah.

2.2.1. Kekuatan Beton


a). Kuat Tekan Beton
Menurut Ali Asroni (2017,). Sifat utama dari beton adalah sangat kuat jika
menerima beban tekan, maka mutu beton pada umumnya hanya ditinjau
terhadap kuat tekan beton tersebut. Sifat yang lain (misalnya: kuat tarik,
modulos elastisitas beton) dapat dikorelasikan terhadap kuat tekan beton.
Menurut peraturan beton di Indonesia (PBI-1971, diperbaiki dengan SK SNI T-
15-1991-03, SNI 03-2847-2002, dan SNI 2847-2013), kuat tekan beton diberi
notasi dengan f’cyaitu kuat tekan silinder beton yang disyaratkan pada waktu
berumur 28 hari.Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya,
yaitu:
a. Mutu beton dengan f’c kurang dari 10 MPa, digunakan untuk beton
non struktur (misalnya : kolom praktis, balok praktis).
b. Mutu beton dengan f’c antara 10 MPa sampai 20 MPa, digunakan
untuk beton struktur (misalnya : balok, kolom, pelat maupun fondasi).
c. Mutu beton dengan f’c sebesar 20 MPa ke atas, digunakan untuk
struktur beton yang direncanakan tahan gempa.
Untuk pengujian kuat tekan beton, benda uji berupa silinder beton
berdia-meter 15 cm dan tingginya 30 cm ditekan dengan beban P sampai runtuh.
Karena ada beban tekan P, maka terjadi tegangan tekan pada beton (σ c) sebesar
beban (P) dibagi dengan luas penampang beton (A), sehingga dirumuskan:
P
σ c= ………………………………………...........………………………….(2-
A
1)
Dengan:
σc = teggangan tekan beton, Mpa
P = besar beban tekan, N
A = luas penampang beton, mm2

Beban P tersebut juga mengkibatkan bentuk fisik silinder beton berubah


menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan pada beton (Ɛ’c) sebesar
perpendekan beton (∆L) dibagi dengan tinggi awal silinder beton (L 0)ditulis
dengan rumus:
∆L
Ɛ ’ c= …………......…………….............…………….........…………….(2-
L0
2)
Dengan:
Ɛ’c = regangan tekan beton
∆L = perpendekan beton, mm.
L0 = tinggi awal silinder beton, mm.

Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton dilukiskan seperti


terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton. (Sumber :
SNI 2847-2013)
Pada Gambar 2.1. tampak perilaku tegangan regangaan beton sebagai
berikut :
a. Pada saat beban tekan mencapai 0,3.f’ c – 0,4f’c, perilaku tegangan regangan
beton pada dasarnya masih linear. Retak-retak letakan (bond crack) yang
sebelum pembebanan sudah terbentuk, akan tetap stabil dan tidak berubah
selama tegangan tekan yang bekerja masih di bawah 0,3.f’ c (f’c merupakan
batas tekan beton.
b. Pada saat beban tekan melebihi 0,3.f’ c – 0,4.f’c, retak-retak letakan mulai
terbentuk. Pada saat ini mulai terjadi deviasi pada hubungan tegangan-
regangan dari kondisi liniear.
c. Pada saat beban tekan mencapai 0,75.f’ c – 0,90.f’c, retak-retak lekatan
tersebut merambat ke mortar sehingga terbetuk pola retak yang kontinyu.
Pada kondisi ini hubungan tegangan-regangan beton semakin menyinpang
dari kondisi liniear.
Gambar 2.1. juga menunjukan, bahwa pada saat beton akan runtuh (kuat
tekan beton telah mencapai puncak f’ c ), maka tegangan beton turun (menjadi
0,85.f’c) sedangkan regangan tekan tetap naik sampai mencapai batas retak (Ɛ’cu
sebesar 0,003). Kedua angka ini (tegangan 0,85.f’ c dan regangan batas Ɛ’cu =
0,003) sangat penting bagi perencanaan struktur beton bertulang.

b). Kuat Tarik Beton.


Menurut Ali Asroni, (2017 : Hal.14), perilaku beton pada saat diberikan
beban aksial tarik agak sedikit berbeda dengan perilakunya pada saat diberikan
beban tekan. Hubungan antara tegangan dan regangan tarik beton umumnya ber
sifat linear sampai terjadinya retak yang biasanya langsung diikuti oleh
keruntuhan beton, seperti dilukiskan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Hubungan antara tegangan dan regangan tarik beton.(Sumber:
SNI 2847-2013).
Kuat tarik beton (fct) jauh lebih kecil daripada kuat tekannya, yaitu:
fct=10%.f’c………….......…………………………………………………….(2-3)
Menurut pasal 13.4.2.2 SNI 03-2847-2013, hubungan antara kuat tarik langsung
f’cr terhadap kuat tekan beton f’c dinyatakan dengan rumus berikut:
f’cr=0,33.√ f ’ c...................................................................................................(2-
4)

2.2.2. Modulus Elastisitas Beton


Modulus Elastisitas Beton adalah hubungan antara tegangan dan regangan
tekan beton pada gambar 2.1, terlihat sudut ɑ yaitu sudut antara garis lurus
kurva yang ditarik dari kondisi tegangan nol sampai tegangan tekan sebesar
0,45.f’c dan garis regangan Ɛ’c. Modulus elastisitas beton (Ec) merupakan
tangens dari sudut ɑ tersebut. Menuurut pasal 8.5.1 SNI 2847-2013, modulus
elastisitas beton Ec dapat ditentukan berdasarkan berat beton normal w c dan kuat
tekan beton f’c dengan rumus:
Ec=(wc)1,5.0,043.√ f 'c dengan wc = 1440-2560 kg/m3 ......................................(2-5)
Untuk beton normal, nilai Ec boleh diambil beriku :
Ec = 4700.√ f 'c...................................................................................................(2-
6)

2.3. Beton Bertulang


Beton bertulang adalah kombinasi dari beton serta tulangan baja, yang
bekerja secara bersama-sama untuk memikul beban yang ada. Tulangan baja
akan memberikan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton. Selain itu tulangan
baja juga mampu memikul beban tekan, seperti digunakan pada elemen kolom
beton.
Menurut Ali Asroni (2017). Beton bertulang adalah sifat utama dari beton,
yaitu sangat kuat terhadap beban tekan, tetapi juga bersifat getas / mudah patah
atau rusak terhadap beban tarik. Dalam perhitungan struktur, kuat tarik beton
umumnya diabaikan. Sifat utama dari baja tulangan, yaitu sangat kuat terhadap
beban tarik maupun beban tekan. Karena baja tulangan harganya mahal maka
dihindari penggunaan baja untuk memikul beban tekan.
Dari sifat utama tersebut, maka jika kedua bahan (Beton dan baja tulangan)
dipadukan menjadi satu-kesatuan secara komposit, akan diperoleh bahan baru
yang disebut beton bertulang. Beton bertulang ini mempunyai sifat sesuai
dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun
beban tekan. Beban tarik ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan
ditahan oleh beton.
Pada saat sekarang ini, bahan beton bertulang sangatlah penting dalam
berbagai pembangunan, baik untuk gedung bertingkat tinggi, jembatan,
jembatan bertingkat (jembatan layang), bendungan, jalan raya maupun dermaga
pelabuhan.
2.3.1. Kekuatan Beton Bertulang
Menurut Pasal 2.2 SNI 2847 – 2013, pada perhitungan struktur beton
bertulang, untuk menyatakan kekuatan suatu penampang struktur dibedakan
atas 3 jenis (istilah) sebagai berikut :
1. Kuat Nominal
2. Kuat Desain
3. Kuat Perlu

1. Kuat Nominal
Kuat nominal (Rn) diartikan sebagai kekuatan komponen struktur atau
penampang yang dihitung sesuai dengan ketentuan dan asumsi metode desain
sebelum dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ∅ . Pada penampan beton
bertulang, nilai kuat nominal bergantung pada dimensi penampang, jumlah dan
letak tulangan, serta mutu beton dan baja tulangan. Jadi pada dasarnya kuat
nominal ini adalah hasil hitungan kekuatan yang sebenarnya dari keadan
struktur beton bertulang pada keadaan normal. (Ali Asroni, 2017, Hal.23).

2. Kuat Desain
Kuat rencana (Rd) diartikan sebagai kekuatan komponen struktur atau
penampang yang diperoleh dari hasil perkalian antara kuat nominal dan faktor
reduksi kekuatan ϕ. (Ali Asroni, 2017).Sesuai dengan SNI 03-2847-2013 pasal
9.3, kekuatan rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan
komponen struktur lain, dan penampangnya sehubungan dengan lentur, beban
normal, geser, torsi, harus diambil sebesar kekuatan nominal dihitung sesuai
dengan persyaratan dan sesuai standar, yang dikalikan faktor reduksi kekuatan ∅
. Nilai ∅ yang diggunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Faktor Reduksi Kekuatan

No. Keterangan ∅
1. Penampang terkendali tarik 0,9
Penampang terkendali tekan :
2. a. Komponen struktur dengan tulangan spiral 0,75
b. Komponen struktur bertulang lainnya 0,65
3. Geser dan torsi 0,75
4. Tumpuan pada beton 0,65
5. Daerah angkur pasca tarik 0,65
6. Model strat dan pengikat strat, strat, pengikat, daerah
pertemuan, dan daerah tumpuan dalam model 0,75
Penampang lentur komponen struktur pra tarik :
a. Dari ujung komponen struktur ke ujung
7. panjang transfer 0,75 sampai 0,9
b. Dari ujung panjang transfer ke ujung panjang
penyaluran ∅ boleh ditingikan secara linier
dari
(Sumber : SNI 2847:2013)

3. Kuat Perlu
Kuat perlu dihitung berdasarkan SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012. Kuat
perlu (Ruatau U) diartikan sebagai kekuatan komponen struktur atau penampang
yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam
terkaitdalam suatu kombinasi beban. Karena pada dasarnya kuat desain (R d)
merupakan kekuatan gaya dalam (berada di dalam struktur), sedangkan kuat
perlu (Ru) merupakan kekuatan dari gaya luar (di luar struktur) yang bekerja
pada struktur, maka agar desain struktur dapat dijamin keamanannya harus
dipenuhi syarat berikut:
Kuat desain Rd harus ≥ Kuat perlu Ru

2.3.2. Tulangan Baja


Menurut Agus Setiawan (2016 : Hal 24). Tulangan baja, yang biasanya
berupa baja bulat, diletakkan di dalam beton, khususnya di daerah tarik, untuk
memikul gaya tarik yang timbul dari beban eksternal yang bekerja padda
struktur beton. Tulangan juga digunakan untuk meningkatkan tahanan tekan dari
struktur beton. Harga tulangan baja lebih mahal daripada harga beton itu sendiri,
namun tulangan baja memiliki kuat luluh hinga 10 kali kuat tekan beton.
Tulangan memanjang yang diletakkan dalam beton, dan berfungsi
memikul gaya tarik ataupun tekan yang terjadi, dinamakan sebagai tulngan
utama. Pada elemen pelat, terkadang diberikan tulangan dalam arah tegak lurus
tulangan utama yang disebut sebagai tulangan secunder,atau tulangan
pembagi.
Pada elemen balok, terdapat tulangan dalam arah melintang dari tulangn utama,
yang berfungsi untuk memikul gaya geser, tulangan ini disebut dengan
tulangan geser atau tulangan sengkang.
Tulangan berbentuk penampang lingkaran paling banyak digunakan
dalam struktur beton bertulang. Berdasarkan bentuknya, tulangan baja terdiri
dari tulangan baja polos dan tulangan baja sirip (deform). Tulangan baja polos di
lapangan dinotasikan sebagai Bj.Tp, sedangkan tulangan baja sirip/deform biasa
diberi notasi Bj.TD.
Dalam aplikasi di lapangan, disarangkan untuk menggunakan tulangan
baja sirip untuk digunakan sebagai tulangan utama karena bentuk
penampangnya yang bersirip mampu meningkatkan lekatan dengan beton serta
mengurangi lebar retak beton pada daerah tarik. Ukuran diameter tulangan baja
tersedia di lapangan mulai dari diameter 6 mm, 8, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 29, 32
hingga 50 mm. Mutu dari baja tulangan ditentukan berdasarkan kuat lelehnya
(fy). Tabel 2.2 memberikan beberapa nilai mutu baja tulangan yang dapat
digunakan di lapangan.

Tabel 2.2 Mutu Tulangan Baja SNI 03-6861.2-2002, Spesifikasi Bahan


Bangunan dari Besi//Baja.
Jenis Simbol Kuat Leleh Minimum, fy, Kuat Leleh Minimum, fu,
Kg/mm2 (Mpa) Kg/mm2 (Mpa)
Bj.Tp 24 24 (235) 39 (382)
Polos Bj.Tp 30 30 (294) 49 (480)
Bj.TD 24 24 (235) 39 (382)
Bj.TD 30 30 (294) 49 (480)
Deform
Bj.TD 35 35 (343) 50 (490)
Bj.TD 40 40 (392) 57 (559)
Bj.TD 50 50 (490) 63 (618)
(Sumber: Agus Setiawan, SNI 2847-2013).

2.3.3. Kekuatan Baja Tulangan


Menurut Ali Asroni (2017). Baja tulangan yang digunakan pada elemen
beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja. Baja tulangan
yang tersedia di pasar ada 2 jenis, yaitu tulangan ulir dan. Tulangan ulir
umumnya digunakan untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang,
sedangkan tulangan polos digunakan untuk tulangan geser atau begel atau
sengkang.
Ukuran diameter batang tulangan ulir diberi simbol D, misalnya:
tulangan D10, D13, D16 dan sebagainya (lihat table 2.1. tentang ukuran
diameter nominal tulangan ulir yang tersedia di pasaran). Untuk ukuran
diameter batang tulangan polos diberi symbol ∅ , misalnya : ∅ 6, ∅ 8, ∅ 10, ∅ 12, ∅
14, dan ∅ 16.
Cara menentukan ukuran diameter baja tulangan seperti terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3.Tulangan ulir dan ukurannya
Jenis Tulangan Diameter Nominal (mm) Berat per m (kg)

D10 10 0,617
D13 13 1,042
D16 16 1,578
D19 19 2,226
D22 22 2,984
D25 25 3,853
D29 29 5,185
D32 32 6,313
D36 36 7,990
D44 44 11,936
D56 56 19,335
(Sumber: SNI 2847-2013)

2.3.4. Kuat Tarik Baja Tulangan


Menurut Ali Asroni (2017), meskipun baja tulangan juga mempunyai sifat
tahan terhadap beban tekan, tetapi karena harganya cukup mahal, maka baja
tulangan ini diutamakan untuk menahan beban tarik pada struktur beton
bertulang, sedangkan beban tekan yang bekerja cukup ditahan oleh
betonnya.Menurut SNI 2847-2013, untuk desain tulangan longitudinal struktur
nilai fy harus ≤ 550 MPa (Pasal 9.4), untuk desain tulangan geser nilai f yt≤ 420
MPa (Pasal 11.4.2), dan untuk desain tulangan torsi f yt≤ 420 MPa (Pasal
11.5.3.4).
Gambar 2.3. Hubungan antara tegangan dan regangan tarik baja
tulangan. (Sumber SNI 2847-2013)
2.3.5. Modulus Elastisitas Baja Tulangan
Dari hubungan tegangan-regangan tarik baja tulangan pada gambar 2.3,
terlihat sudut α yaitu sudut antara garis lurus kurva yang ditarik dari kondisi
tegangan nol sampai tegangan leleh fy dan garis regangan ɛy. Modulus elastisitas
baja tulangan (Es) merupakan tangens dari sudut ∝ tersebut. Menurut pasal
8.5.2. SNI 2847:2013, modulus elastisitas baja tulangan non-prategang E s dapat
diambil sebesar 200.000 MPa.

2.4. Pembebanan Struktur


Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Tetapi penentuan
serta pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur
layannya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Selain itu, pada
umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja.
Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari stuktur dapat diketahui
secara pasti, tetapi distribusi beban dari elemen ke elemen dalam suatu struktur
pada umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang
bekerja pada suatu struktur telah diestimasi, namun yang menjadi masalah
berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi beban yang paling
dominan dan mungkin bekerja pada struktur tersebut. Besarnya beban yang
bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan pembebanan yang berlaku.
Beban-beban pada struktur gedung terdiri dari beban mati, beban hidup,
beban angin, beban gempa, beban air, dan beban khusus lainnya seperti beban
getaran mesin, beban kejut listrik, dan lain-lain. Beban-beban yang
direncanakan akan bekerja dalam struktur gedung tergantung dari fungsi
ruangan, lokasi bentuk, kekakuan, massa, dan ketinggian gedung itu sendiri.
Jenis beban yang akan dipakai pada pembahasan kali ini adalah beban mati
(DL), beban mati tambahan (SDL),beban hidup (LL), beban angin dan beban
gempa (E).
2.4.1. Beban Mati (DL)
Beban mati adalah beban yang berasal dari material yang digunakan
pada \struktur dan beban mati tambahan yang bekerja pada struktur. Pada
perhitungan struktur menggunakan bantuan software SAP2000V14, beban mati
dari material dihitung secara otomatis berdasarkan imput data material dan
dimensi material yang digunakan.Berat material bangunan tergantug dari jenis
bahan bangunan dan komponen gedung berdasarkan PPIUG 1983 Tabel 2.4
adalah:
Tabel 2.4. Berat Sendiri Bahan Bangunan

Bahan Bangunan Nilai


Baja 7.850 kg/m3
Batu alam 2.600 kg/m3
Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1.500 kg/m3
Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3
Batu pecah 1.450 kg/m3
Besi tuang 7.250 kg/m3
Beton (1) 2.200 kg/m3
Beton bertulang (2) 2.400 kg/m3
Kayu (Kelas I) (3) 1.000 kg/m3
Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa di
1.650 kg/m3
ayak)
Pasangan bata merah 1.700 kg/m3
Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2.200 kg/m3
Pasangan batu cetak 2.200 kg/m3
Pasangan batu karang 1.450 kg/m3
Pasir (kering udara sampai lembab) 1.600 kg/m3
Pasir (jenuh air) 1.800 kg/m3
Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1.850 kg/m3
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai
1.700 kg/m3
lembab)
Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000 kg/m3
Timah hitam (timber) 11.400 kg/m3
(Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia SNI 03 – 1727 -2013)
2.4.2. Beban Mati Tambahan (SDL)
Beban mati tambahan adalah beban yang berasal dari finishing lantai
(keramik, plester), beban dinding dan beban tambahan lainnya.Sebagai contoh,
berdasarkan Peraturan Pembanan Indonesia Untuk Gedung (SNI 03 – 1727
-2013) Tabel 2.5:
Tabel 2.5. Berat Sendiri Komponent Gedung
Komponen gedung Nilai
Adukan, per cm tebal
a) Dari semen 21 kg/m2
b) Dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m2

Aspal, termasuk mineral penambah, per cm tebal 14 kg/m2


Dinding pasangan bata merah
a) Satu batu 450 kg/m2
b) Setengah batu 250 kg/m2
Dinding pasangan batako:
a) Berlubang
1) Tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m2
2) Tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m2
b) Tampa lubang 300 kg/m2
1) Tebal dinding 15 cm 200 kg/m2
2) Tebal dinding 10 cm
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-
rusuknya tampa penggantung langi-langit atau
pengaku), terdiri dari:
a) Semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), 11 kg/m2
dengan tebal maksimum 4 mm. 10 kg/m2
b) Kaca dengan tebal 3-4 mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa 40 kg/m2
langit-langit dengan bentang maksimun 5 m dan
untuk beban hidup maksimun 200 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan
bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 7 kg/m2
0.80 m
Penutup atas genting dengan reng dan usuk /kaso,
50 kg/m2
per m2 bidang atap.
Penutup atas sirap dengan reng dan usuk /kaso, per
40 kg/m2
m2 bidang atap
Penutup atas seng gelombang (BWG 24) tanpa
10 kg/m2
gordeng
Penutup lantai dari ubin semen porland, teraso dan
24 kg/m2
beton, tanpa adukan, per cm tebal
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11 kg/m2
(Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung SNI 03 – 1727 -2013)
2.4.3. Beban Angin (WL)
Beban angin adalah semua beban yang berkerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban Angin
ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
(hisapan) yang berkerja tegak lurus pada bidan yang ditinjau . Bersanya tekanan
positive dan negative yang dinyatakan dalam kg/m 2 ini ditentukan dengan
mengalikan tekanan tiup dengan koefisien –koefisien angin. Tekanan tiup angin
harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali untuk daerahdi tepi laut sampai
sejauh 5 km dari dari tepi pantai . pada daerah tersebut tekanan hisap diambil
minimum 40 kg/m2.
Berdasarkan peraturan penbebanan Indonesia Untuk Gedung (SNI 03 –
1727 -2013) 1983 pasal 4.4.2. pada gedung tertutup dengan tinggi 16 meter
dapat diberikan pembebanan atas pengaruh angin.

2.4.4. Beban Hidup (LL)


Di dalam peraturan pembebanan telah ditetapkan bahwa fungsi suatu
ruangan di dalam gedung akan membuat beban berbeda. Misal beban untuk
perkantoran tentu berbeda dengan beban untuk gudang, dan lainnya.Contoh
beban hidup berdasarkan fungsi ruangan dari Tabel 2.6. Peraturan Pembebanan
Indonesia Untuk Gedung (SNI 03 – 1727 -2013):
Tabel 2.6. Beban Hidup Pada Lantai Gedung

A Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang disebut dalam b 200 Kg/m
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-
B gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau 125 kg/m
benkel
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserva, retoran,
C 250 Kg/m
hotel asrama dan rumah sakit.
D Lantai ruang oloh raga 400 Kg/m
E Lantai ruang dansa 500 Kg/m

Lantai dan ruang balkom dalam dari ruang-ruang untuk


pertemua yang lain dari pada yang disebut dalam a s/d e,
F 400 Kg/m
seperti masjid, gereja, ruang pelelaran, ruang rapat, bioskop
dan pangung penonton dan tempat duduk tetap

Panggung penoton dengan tempat duduk tidak tetap atau


G 500 Kg/m
untuk penonton yang berdiri
H Tangga, bordes tangga dan gan dari yang disebut dalam c 300 Kg/m

Tangga, bordes tangga dan gan dari yang disebut dalam d,e,f
I 500 Kg/m
dan g

J Lantai ruang pelenkap dari yang disebut dalam c, e, f dan g 250/m


(Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung SNI 03 – 1727 -2013)

Tabel 2.7. Koefesien Reduksi Beban Hidup


Koefisien reduksi Beban Hidup
Untuk
Untuk perencanaan
Pengunaan Gedung Penijaunan
balok induk dan portal
gempa
PERUMAHAN/ PENHUNIAN :
Rumah Tinggal, Asrama, Hotel,
Rumah sakit 0.75 0.30
PENDIDIKAN :
Sekolah, Ruang Kuliah 0.90 0.50
PERTEMUAN UNUM :
Masjid, Gereja, Bioskop, Gereja, 0.90 0.80
Restoran, Ruan dansa
KANTOR:
Bank, Kantor 0.60 0.30
PERDAGANGAN:
Toko, Toko serbas, Pasar 0.80 0.80
ENYIMPANAN:
Gudang, Perpustakaan, Ruang Arsip 0.80 0.80
INDUSTRI :
Pabrik, Bengkel 1.00 0.90
TEMPAT KENDARAAN :
Garasi, Gudang Parkir 0.90 0.50
GANG DAN TANGGA :
a.Perumahan/Penhunian 0.75 0.30
b. Pendidikan, Kantor 0.75 0. 50
c. pertemuan Unum 0.90 0. 50
(Sumber :Peraturan Pembeban Indonesia Untuk Gedung (PPIUG SNI 03 – 1727
-2013)

Tabel 2.8. Koefisien Reduksi Beban Hidup Komulatif.


Jumlah lantai yang dipikul Koefisien reduksi yang dikalikan kepada
beban hidup komulatif
1 1.0
2 1.0
3 0.9
4 0.8
5 0.7
6 0.6
7 0.5
8 dan Lebih 0.4
(Sumber :Peraturan Pembeban Indonesia Untuk Gedung (PPIUG SNI 03 – 1727
-2013)

2.4.5. Beban Gempa (EQ)


Berdasarkan SNI 1726:2012, perhitungkan pengaruh beban gempa pada
struktur dapat dilakukan dengan menggunakan berberapa metode analisis,
diantaranya yaitu :
a) Analisis beban gempa statik ekuivalen
b) Analisis ragam spectrum respons
c) Analisis respons dinamik riwayat waktu.

Pada penelitian ini, struktur bangunan yang ditinjau adalah struktur


gedung beraturan yang terdiri dari 4 lantai menggunakan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Karena sifat struktur gedung yang
beraturan maka perhitungan pengaruh gempa dapat dilakukan dengan
menggunakan metode analisis beban gempa static ekuivalen, dimana pengaruh
dinamis gempa hanya ditentukan oleh respons struktur ragam pertama.
Menurut Ali Asroni (2017. Hal.208), pada peraturan gempa yang baru
(SNI Gempa - 2012) Pasal 12.4.1, beban gempa dengan analisis statik ekivalen
boleh diggunakan untuk desain struktur dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Struktur terletak di situs dengan S 1 adalah parameter respons spectrum
percepatan 0,60g. S1 adalah parameter respons spektrum percepatan gempa
pada tanah batuan untuk periode 1 detik dengan probabilitas terlampaui 2%
dalam 50 tahun.
2) Struktur terletak pada klass situs SA (batuan keras), SB (batuan), SC (tanah
keras, sangat padat, dan batuan lunak), atau SD (tanah sedang).
3) Tinggi struktur kurang atau sama dengan 4 lantai, atau 19,8 m diukur dari
taraf jepitan lateral.
4) Periode efektif struktur dengan isolasi (jepitan lateral) pada perpindahan
maksimum (TM) kurang atau sama dengan 3,0 detik.
5) Periode efktif struktur dengan isolasi pada perpindahan rencana (T D) lebih
besar dari 3 kali periode fundamental pendekatan (T a).
6) Konfigurasi struktur di atas sistem isolasi adalah beraturan.
7) Sistem isolasi harus memenuhi semua kriteria sebagai berikut :
a) Kekakuan efektif sistem isolasi pada perpindahan rencana lebih besar
dari 1/3 kekakuan efektif pada saat 20% perpindahan rencana.
b) Sistem isolasi mampu menghasilkan gaya pemulih sedemikian
sehingga gaya lateral pada saat perpindahan rencana total adalah
sekurang – kurangnya 0,025 W lebih besar dari gaya lateral yang
terjadi pada 50% perpindahan rencana total.
c) Sistem isolasi tidak membatasi perpindahan gempa maksimum yang
dipertimbangkan lebih kecil dari perpindahan maksimum total.
d) Pengaruh desain beban yang bekerja pada struktur gedung yang tidak
memenuhi ketentuan Pasal 12.4.1. SNI Gempa–2012 di atas harus
ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamis, dan analisisnya
harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamis.

2.4.5.1. Analisis Beban Gempa Statis Ekuivalen


untuk struktur gedung yang memenuhi ketentuan Pasal 12.4.1 SNI
Gempa – 2012, beban gempa nominal yang bekerja pada struktur gedung boleh
dihitung berdasarkan analisis beban gempa statis ekuivalen. Beberapa rumus
untuk analisis beban gempa statis ekuivalen jelaskan adalah sebagai berikut :

1. Beban Geser Dasar Statis Ekuivalen Akibat Gempa (V)


Beban geser dasar akibat gempa dengan analisis statis ekuivalen(V)
ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 7.8.1 SNI Gempa – 2012, yaitu:
Ie
V = Cs . Wt dan Cs.
R
.........................................................................................(2-7)
Dengan :
V = beban (gaya) geser dasar statis ekuivalen akibat gempa, kN.
Cs = koefisien respons seismik.
C = koefisien beban gempa
Ie = faktor keutamaan bangunan gedung dan non gedung
R = koefisien modifikasi respons
Wt = berat total seismik efektif struktur, kN
2. Beban Gempa Pada Lantai (Fi)
Distribusi beban gempa nominal statik ekuivalen pada lantai – i (Fi)
ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 7.8.3 SNI Gempa – 2012,
yaitu :
W . hk
F i= n i i .V
.......................................................................................
∑ (W i . hki )
i=1
......(2-8)
Dengan :
Fi = beban gempa yang bekerja pada pusat masa lantai tingkat ke – i,
kN.
Wi = berat seismik efektif struktur pada lantai tingkat ke – i, kN.
hi = ketinggian lantai tingkat ke – i dari dasar (penjepitan lateral), m.
n = nomor lantai tingkat paling atas.
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur T.
= 1 (untuk T kurang atau sama dengan 0,5 dt).
= 2 (untuk T lebih besar atau sama dengan 2,5 dt).
= 1 + (T – 0,5)/2 (untuk T antara 0,5 dt sampai 2,5 dt).

3. Periode Fundamental Gedung (Tc)


Menurut Pasal 7.8.2.1 SNI Gempa – 2012, periode alami fundamental
gedung boleh dihitung dengan rumus pendekatan (Ta) sebagai berikut :
Ta = 0,0724 . H0,8 (untuk portal baja), dengan H = tinggi gedung, m
Ta = 0,0466 . H0,9 (untuk portal
beton) ..............................................................(2-9)
Jika dimensi portal telah ditentukan dengan pasti (misalnya : dimensi balok
dan kolom telah dihitung mencukupi), maka beban gempa dihitung
berdasarkan periode fundamental struktur gedung (Tc) dengan syarat :
Ta ≤Tc≤Cu . Ta..................................................................................................
(2-10)
n

TR= 6,3.

(2-11)
Keterangan:
√ ∑ ( Wi. d2i )
i
n
g . ∑ ( f i. di )
i
.............................................................................................

TR = waktu getar alami fundamental gedung


Wi = berat gedung perlantai
fi = beban gempa nominal statik ekivalen
g = percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 98,10 mm/dtk 2
d = simpangan antara lantai tingkat ke-I, mm
Pasal 7.8.2 SNI Gempa – 2012, Cu adalah koefisien batas atas untuk
periode yang dihitung yang besarnya bergantung pada SD1 dan SD1 adalah
parameter desain percepatan respons spektralpada periodepanjang (1,0 detik).
Tabel 2.9. Koefisien batas atas untuk periode yang dihitung Cu
Parameter SD1 ≤ 0,1 0,15 0,2 0,3 ≥ 0,4
Koefisien Cu 1,7 1,6 1,5 1,4 1,4

2.4.5.2. Faktor Penentu Beban Gempa Nominal


Beban geser dasar nominal akibat gempa V dipengaruhi oleh faktor-

faktor C1, I, R dan Wt, zona wilayah gempa ditentukan berdasarkan gambar 2.4.
Gambar 2.4.Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar
Dengan Periode
Ulang 500
Tahun.
(Sumber: SNI
1726- 2012)
Gambar 2.5.Respons spektrum gempa`desain.(Sumber: SNI 1726-2012 ).
2.4.5.3. Faktor Penentu Beban Gempa
dari persamaan (2-11) dapat diketahui bahwa beban geser dasar
nominal akibat gempa V dipengaruh oleh faktor – faktor C, Ie, R dan
W.
1. Koefisien Beban Gempa C
Pasal 6.1.2 dan Pasal 5.3 SNI Gempa – 2012 juga menjelaskan bahwa situs
harus diklasifikasikan sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF,
berdasarkan sifat – sifat tanah pada situs.

2. Faktor Keutamaan Bangunan Ie


Menurut Pasal 4.1.2 SNI Gempa – 2012, faktor keutamaan Iebergantung
pada jenis pemanfaatan dan kategori resiko (Kr) bangunan gedung maupun
non – gedung. Faktor Ie tersebut dapat ditentukan berdasarkan tabel dibawah
ini.

Tabel 2.10.Faktor keutamaan bangunan Ie untuk gedung dan non - gedung


Kategori
Jenis pemanfatan
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk, antara lain: I
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori risiko I, II, III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran II
- Gedung apartamen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industry
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit
gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo III
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalaman kategori risiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi
yang besar dan/atau gangguan missal terhadap kehidupan masyarakat
sehari-hari bilah terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatsi untuk:
- Pusat pembangkitan listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,
proses, penanganan, penyimpangan, penggunaan atau tempat
pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah
berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung
bahan beracun atau bahan peledak di mana jumlah kandungan
bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh istansi yang
bewenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika
terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlingdungan terhadap gempa bumi, angin badai,
dan tempat perlindungan darurat lainya IV
- Fasilitas kesiapan darurat komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainya untuk tanggkap darurat
- Pusat pembangkitan energy dan fasilitas public lainya yang
dibutukan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah
atau struktur pendukung air atau material atau peralatan
pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada
saatkeadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lainya yang masuk kedalam kategori risiko
IV.
(Sumber: SNI Gempa 1726-2012)

Tabel 2.11. Faktor Keutamaan Gempa


Kategori risiko Faktor keutamaan gempa Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50
(Sumber: SNI Gempa 1726-2012)

3. Koefisien Modifikasi Respons R


Menurut Pasal 7.2.2 SNI Gempa - 2012, jika diggunakan sistem
penahan gaya gempa berbentuk portal bangunan (ini termasuk sistem rangkah
pemikul momen SRPM), besar koefisien modifikasi respons R ditetapkan
sebagai berikut :
1. Portal beton bertulang didesain sebagai sistem :
 Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB),
Faktor R = 3
 Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM),
Faktor R = 5
 Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK),
Faktor R = 8

4. Peta Wilayah Gempa


Zona gempa wilaya Timor-Leste ditentukan oleh peta gempa Indonesia
berdasarkan SNI 1726-2012.

Timor leste

Gambar 2.6. Peta gempa Indonesia untuk wilayah Timor-Leste.


(Sumber: SNI Gempa 1726-2012).
2.4.6. Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Menurut Agus Setiawan (2016), struktur rangka pemikul momen khusus
adalah suatu sistem struktur yang didesain dan diberi detailing yang cukup guna
menahan beban gempa bumi.Dalam subbab ini akan dibahas secara terpisah
masing-masing komponen dari SRPMK, yaitu: komponen lentur (balok),
komponen pemikul lentur dan gaya aksial (kolom) serta hubungan balok-kolom
(HBK).
2.4.6.1. Komponen Lentur Pada SRPMK
Syarat dimensi penampang SNI 2847 : 2013 Pasal 21.5.1
Sebuah komponen lentur bagian dari SRPMK harus memenuhi kriteria yang
ditetapkan didalam SNI 2847 : 2013 Pasal 21.5.1.1 hingga 21.5.1.4 sebagai
berikut :
a) Gaya tekan aksial terfaktor, Pu, tidak lebih dari, Ag . fc’/10 (Pu≤Ag . fc’/10)
b) Panjang bentang bersih, ln harus ≥ 4d
c) Lebar panjang, bw≥ 0,3h atau 250 mm
d) Lebar penampang, bw, tidak boleh melebihi lebar kolom pendukung
ditambah nilai terkecil dari lebar kolom atau ¾ kali dimensi kolom dalam
arah sejajar komponen lentur.

2.4.6.2. Persyaratan tulangan lentur


Sesuai dengan Pasal 21.5.2, maka diberikan beberapa ketentuan untuk
tulangan lentur pada suatu Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus sebagai
berikut :
a) Jumlah tulangan lentur baik di sebalah atas atau di sebelah bawah
penampang (As) tidak boleh kurang dari:
0,25. √ f ' c .b d ≥ As ≥ 0,025.bw . d..............................................................
w.
fy
(2-12)
1,4
. bw . d
fy
Sedikitnya harus disediakan dua buah tulangan menerus, baik di sisi atas
maupun sisi bawah penampang.

b) Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh
lebih kecil dari setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut:
1
Ø.Mn+ki ≥ .Ø.Mn-ki .......(tumpuan kiri)..........................................................(2-
2
13)
1
Ø.Mn- ka ≥ .Ø.Mn- ka........(tumpuan kanan).....................................................(2-
2
14)
Dengan:
Mnki= kuat momen pada bagian tumpuan sebelah kiri dari komponen lentur.
Mnka= kuat momen pada bagian tumpuan sebelah kanan dari komponen lentur.
c) Baik kuat lentur negatif maupun kuat lentur positif pada setiap penampang
di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari ¼ kuat lentur terbesar yang
disediakan pada kedua muka tersebut.
1
(ØMn+ atau ØMn-) ≥ ØMn terbesar di setiap titik)
4
d) Sambungan lewatan pada sambungan lentur hanya diizinkan jika ada
tulangan spiral atau sengkang tertutup yang mengikat bagian sambungan
lewatan tersebut. Spasi sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan
tersebut tidak melebihi d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh
diaplikasikan pada daerah hubungan balok-kolom, pada daerah hingga
sejarak dua kali tinggi balok dari muka kolom, serta pada kolom yang
berdasarkan analisis, menunjukkan kemungkinan terjadinya leleh lentur
akibat perpindahan inelastic struktur rangka.

Gambar 2.7. persyaratan tulangan lentur SRPMK.

Gambar 2.8. persyaratan tulangan lentur SRPMK.

2.4.6.3. Persyaratan Tulangan Transversal


Menurut SNI 2847-2013 pasal 21.5.3 pada Struktur Rangka Pemikul
Momen Khusus, sendi plastis akan terbentuk pada ujung-ujung dari komponen
lentur. Lokasi tersebut harus didetailkan secara khusus untuk memberikan
jaminan terhadap daktilitas komponen lentur. Tulangan transversal yang
dipasang dengan detail yang benar akan mampu memberikan kekangan lateral
bagi tulangan lentur dan memberikan sumbangan pada beton untuk memikul
gaya geser. Dalam desain sebuah SRPMK, maka tulangan transversal harus
memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a. Sengkang tertutup harus disediakan pada daerah hingga dua kali tinggi balok
diukur dari muka tumpuan pada kedua ujung komponen struktur lentur.
Selain itu sengkang tertutup juga harus dipasang di sepanjang daerah dua kali
tinggi balok pada kedua sisi dari suatu penampang, pada tempat yang
diharapkan dapat terjadi leleh lentur.
b. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm dari muka
tumpuan. Jarak antara sengkang tertutup tidak boleh melebihi dari nilai
terkecil antara:
1. d/4
2. 6db (6 kali diameter tulangan memanjang terkecil)
3. 150 mm
c. Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan
kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari
d/2 di sepanjang bentang komponen struktur lentur.
d. Sengkang tertutup dapat terdiri dari dua buah tulangan, yaitu: sebuah
sengkang dengan kait gempa pada kedua ujung dan ditutup oleh pengikat
silang. Pada pengikat silang yang berurutan yang mengikat tulangan
memanjang yang sama, kait 900-nya harus dipasang berselang-seling.

Gambar 2.9.persyaratan tulangan transversal .

e. Tulangan transversal untuk SRPMK harus didesain untuk memikul gaya


geser rencana yang ditimbulkkan oleh kuat lentur maksimum, M pr, dengan
tanda berlawanan, yang dianggap bekerja pada muka-muka tumpuan. Pada
saat yang bersamaan komponen struktur tersebut dianggap memikul beban
gravitasi terfaktor di sepanjang bentangnya. Besarnya gaya geser rencana
tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan:
+¿
M pr qu in
−¿+ + ¿
¿.................................................................................(2-
in 2
v ki=M pr
15)
−¿
M pr qu in
+¿+
in ................................................................................(2-
+
2
¿
v ka=M pr ¿
16)
Dengan:
Vki, vka = gaya geser rencana pada ujung kiri dan kanan komponen
struktur lentur
Mpr = kuat momen lentur di ujung balok yang ditentukan dengan
menganggapkuat tarik pada tulangan memanjang sebesar
minimum 1,25 fy dan faktor reduksi ∅ = 1
in = panjang bentang bersih komponen struktur lentur
qu = beban merata terfakttor

Besarnya nilai Mpr dapat dihitung dengan menggunkan persamaaan berikut:


a
( )
Mpr = As . (1,25 fy). d− .............................................................................(2-
2
17)
Dengan:
As .(1,25 . fy)
a= .................................................................................................
0,85. f ' c .b .
(2-18)

Gambar 2.10.Detail Sengkang Tertutup Dan Pengikat Silang


Gambar 2.11.Detail sengkang tertutup dan pengikat silang.(Sumber: SNI 2847-
2013).

f. Kuat geser yang disumbangkan oleh beton, v c, dapat diambil sama dengan
nol apabila gaya geser akibat gempa lebih besar atau sama dengan 50% dari
kuat geser perlu maksimum di sepanjang daerah tersebut, serta apabila gaya
aksial tekan terfaktor, termasuk akibat gempa, lebih kecil dari A g.f’c/20.

2.4.6.4. Faktor Keamanan


Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncanakan mampu
menahan beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan factor
keamanan tertentu. SNI 2847-2013.
Faktor keamanan ini terdiri atas dua (2) jsenis, yaitu :
1. Faktor keamanan yang berkaitan dengan beban luar yang bekerja pada
struktur, disebut faktor beban.
2. Faktor keamanan yang berkaitan dengan kekuatan struktur (gaya dalam),
disebut, faktor reduksi kekuatan ( ∅ ).

2.4.6.5. Faktor Beban


Besar factor beban yang diberikan untuk masing-masing beban yang
bekerja pada suatu penampang struktur akan berbeda-beda, bergantung pada
jenis kombinasi beban yang bersangkutan.
Menurut pasal 9.2.1 SNI 2847-2013, kekuatan perlu Uharus paling tidak
sama dengan pengaruh berbagai macam kombinasi beban terfaktor sebagai
berikut:
a. Jika struktur atau komponen struktur hanya menahan beban mati D saja,
maka dirumuskan:
U = 1,4.D.........................................................................................................(2-
19)
b. Jika berupa kombinasi beban mati D dan beban hidup L, maka dirumuskan:
U = 1,2.D + 1,6.L + 0,5.( Lr atau R ) ..............................................................(2-
20)
c. Jika berupa kombinasi beban mati D, beban hidup L dan beban angin W,
maka diambil pengaruh yang paling besar dari tiga macam rumus berikut:
U = 1,2.D + 1,2.L.( Lr atau R ) + ( 1,0.L atau 0,5.W ) ....................................(2-
21)
U = 1,2.D + 1,0.W + 1,0.L + 0,5 ( Lr atau R ) ................................................(2-
22)
U = 0,9.D + 1,0.W............................................................................................(2-
23)
d. Jika pengaruh beban gempa E diperhitungkan, maka diambil yang besar dari
dua macam rumus berikut:
U = 1,2.D + 1,0.E + 1,0. L...............................................................................(2-
24)
U = 0,9 D + 1,0. E............................................................................................(2-
25)

Kecuali sebagai berikut :


1) Factor beban pada beban hidup L dalam persamaan (2-21), (2-22), dan (2-
24) diizinkan direduksi sampai 0,5 kecuali untuk garasi, luasan yang
ditempati sebagai tempat perkumpulan public, dan semua luasan yang L
lebih besar dari 4,8 kN/m2 .
2) Jika W didasarkan pada beban angin tingkat layan, 1,6W harus digunakan
sebagai pengganti dari 1,0W pada persamaan (2-22), dan (2-23), dan 0,8W
harus digunakan sebagai pengganti dari 0,5W pada persamaan (2-21).
Dengan :
U = kuat perlu atau kombinasi terfaktor, kN, kK/m’ atau kNm.
D = beban mati (Dead Load), kN, kN/’ atau kNm.
L = beban hidup (Life Load), kN, kN/m’atau kNm.
Lr = beban hidup atap\ kN, kN/m’ atau kNm.
R = beban air hujan, kN, kN/m’ atau kNm.
W = beban angin (wind Load), kN, atau kN/m’.
E = beban gempa (Eartquake Load), kN, atau kNm.

2.4.6.6. Factor Reduksi Kekuatan


Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada komponen
struktur dianggap sebagai factor reduksi kekuatan ∅ , yang nilainya ditentukan
menurut Pasal 9.3 SNI 2847-2013 sebgai berikut :
a. Pasal 9.3.2.1 : Struktur dengan penampang terkendali tarik (yaitu jika
regangan baja tarik terjauh (ε t), ≤ 0,005 pada saat regangan beton tekan
mencapai batas asumsi 0,003, misalnya: balok), ∅ = 0,90..(2-26).
b. Pasal 9.3.2.2 : Struktur dengan penampang terkendali tekan (yaitu jika
regangan baja tarik terjauh (ε t), < 0,005 pada saat regangan beton tekan
mencapai batas batas asumsi 0,003):
a. Komponen struktur dengan tulangan spiral,
∅ = 0,75............................................................................................................(2-
27)
b. Komponen struktur dengan tulangan lainnya,
∅ = 0,65............................................................................................................(2-
28)
c. Pasal 9.3.2.3 : geser dan torsi, ∅ =0,75................................................(2-
29)
d. Pasal 9.3.2.4 : tupuan pada beton, ∅ = 0,65.........................................(2-
30)

2.4.6.7. Balok–Kolom (Joint) Pada SRPMK


Dalam perencanaan struktur rangka tahan gempa, join harus mendapat
perhatian yang sama seperti halnya komponen struktur lainnya karena integritas
dari struktur mungkin akan sangat tergantung dari prilaku join sebagai berikut:
1. Ketentuan Umun pada SRPMK
Ketentuan umum pada SRPMK diatur menurut SNI 03-2847-2013 pasal
21.5.1, sebagai berikut:
a. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom
harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik

lentur adalah 1,25 y .


f
b. Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor
reduksi kekuatan sesuai Pasal 11.3.
c. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus
diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur
sesuai:
a. Tulangan tarik ( Pasal 23.5 (4))
b. Tulangan tekan (Pasal 14)
d. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati
hubungan balok-kolom, dimensi kolom dalam arah pararel terhadap
tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang daripada 20 kali diameter
tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton berat normal.

2. Join Tulangan Transversal


Tulangan transversal join pada SRPMK diatur menurut SNI 03-2847-
2013 Pasal 21.5.3, sebagai berikut:
a. Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup harus dipasang
di dalam daerah hubungan balok-kolom.
b. Pada hubungan balok-kolom dimana balok-balok, dengan lebar
3
setidak-tidaknya sebesar 4 lebar kolom, merangka pada keempat
sisinya harus dipasang tulangan transversal setidak-tidaknya sejumlah 0,5

dari
A sh (Gambar 2.7). Tulangan transversal ini dipasang di daearah
hubungan balok-kolom setinggi balok terendah yang merangka ke hubungan
tersebut. Pada daerah tersebut, spasi tulangan transversal yang ditentukan
sebesar s x dapat diperbesar menjadi 150 mm.
c. Pada hubungan balok-kolom, dengan lebar balok lebih besar

daripada lebar kolom, tulangan transversal sebesar


Ash harus dipasang
pada hubungan tersebut, untuk memberikan kekangan terhadap tulangan
longitudinal balok yang berada di luar daerah inti kolom.
3. Kuat Geser Join Antara Balok dan Kolom
Kuat Geser join pada SRPMK diatur menurut SNI 03-2847-2013 Pasal
21.5.3, sebagai berikut:
a. Kuat geser nominal hubungan balok-kolom untuk beton berat normal tidak
boleh melebihi:
,
: 1,7 . √ f . A
c
Join yang terkekang 4 sisi j
,
: 1,25 √ f . A
c
Join terkekang 3 sisi atau 2 sisi yang berlawanan j
,
: 1,0 √ f . A
c
Join yang lain j

b. Untuk beton ringan, kuat geser nominal join tidak boleh diambil lebih besar
3
dari 4 dari kuat nominal hubungan balok-kolom beton berat normal.
Luas efektif
Luas efektif join b + h
b + 2x
h, tinggi pada join
bidang tulangan
penyebab geser

Tulangan
x
penyebab geser
b

Arah gaya h
penyebab geser

Gambar 2.12. Gambar Join Antara Balok dengan Kolom.

4. Panjang Penyaluran Tulanagan Tarik

Menurut SNI 03-2847-2013 Pasal 12.3, Panjang penyaluran ℓ dh untuk


tarik dengan kait sebesar 90° tidak boleh diambil lebih kecil daripada 10db, 150
mm dan nilai yang ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
ℓ dh=f y . d b / ( 5,4 . √ f ' c )
....................................................................................... (2-31)
Untuk diameter tulangan sebesar 10 mm hingga 36 mm
a. Panjang penyaluran tulangan tarik dengan kait sebesar 90 0 tidak boleh
diambil lebih kecil daripada 10db, dan 1,25 kali nilai yang ditentukan
dengan persamaan diatas, dan dirumuskan persamaan dibawa :
(a). 10 db
(b). 190 m
1,25. f y .d b / 5,4. f
(c).
( ( √ )) c'
2.5. Elemen Struktur Beton Bertulang

Menurut Setiawan (2016 ). Tuntutan dari suatu bangunan makin lama makin
berkembang, pada saat ini suatu bangunan selain dituntut untuk memenuhi
fungsi lainnya, bangunan juga dituntut memiliki bentuk yang atraktif serta
efisien dan ekonomis dari segi konstruksi maupun operasionalnya. Pada suatu
struktur beton bertulang dikenal berberapa jenis elemen yang sering diggunakan
yaitu elemen pelat, balok dan kolom.

2.5.1. Elemen Struktur Balok


Balok adalah elemen horizontal ataupun miring yang panjang dengan ukuran
lebar serta tinggi yang tebatas. Balok berfungsi untuk menyalurkan beban dari
plat. Pada umumnya balok dicetak secara monolit dengan pelat lantai, sehingga
akan membentuk balok penampang T pada balok interior dan balok penampang
L pada balok-balok tepi. (Agus Setiawan,2016).

1. Distribusi Regangan Dan Tegangan Balok


Balok dengan tulangan tunggal ini sering disebut dengan balok
bertulangan sebelah atau balok dengan tulangan tarik saja. Untuk keperluan
hitungan balok persegi panjang dengan tulangan tunggal, berikut ini dilukiskan
bentuk penampang balok yang dilengkapi dengan distribusi regangan dan
tegangan beton serta notasi-nya, seperti terlihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21. Distribusi regangan dan tegangan pada balok tulangan tunggal.

Keterangan notasi pada Gambar 2.21


a = tinggi balok tegangan beton tekan beton persegi ekivalen = β 1.c,
mm.................................................................................................
(2-54)
As = luas tulangan tarik, mm2.
b = lebar penampang baalok, mm.
c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan, mm.
cc = gaya tekan beton, kN.
d = tinggi efektif penampang balok, mm.
ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik,
mm.
f’c = tegangan tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari,Mpa.
Es = modulus elastisitas baja tulangan, menurut pasal 8.5.2 SNI
2847-2013 boleh diambil sebesar 200.000 Mpa..........................
(2-55)
fs = tegangan tarik baja tulangan = ε s.Es dalam Mpa. .........................
(2-56)
fy = tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh, Mpa.
h = tinggi penampang balok, mm.
Mn = momen nominal aktual, kNm.
Ts = gaya tarik baja tulangan, kN.
β1 = faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, yaang
tergantung pada mutu beton (f’c) sebagai berikut (pasal
10.2.7.3 SNI 2847-2013): f’c: 17-28 Mpa, β 1 = 0,85.................................(2-57)
0,05.(f ’ c−28)
f’c: 17-28 Mpa, β 1 = 0,85
7
–...........................................(2-58)
f’c: ¿ 56 Mpa, β 1 = 0,65...............................................................
(2-59)
ε 'c = regangan tekan beton, maksimum
(ε ' cu) = 0,003 (pasal 10.2.3) ..........................................................
(2-60)
εs = regangan tarik baja tulangan.
εy = regangan tarik baja tulangan pada
saat leleh = fy/ Es = fy/200000. ....................................................
(2-61)

2. Perencanaan Batas
(Menurut Ali Asroni, 2017). Dalam perenanaan elemen struktur beton
bertulang ada beberapa kondisi batas yang dapat dijadikan konstraint, yaitu:
a) Kondissi batas ultimit, yang dapat disebabkan beberapa faktor beriikut:
1. Hilangnya keseimbangan lokal atau global
2. Repture, yaitu hilangnya ketahan lentur dan geser elemen-
elemen struktur.
3. Keruntuhan progresive akibat adanya keruntuhan lokal pada
daerah sekitarnya.
4. Pembentukan sendi plastis.
5. Ketidakstabilan struktur.
b) Kondisi batas kemampuan layanan, yang menyangkut berkurangnya
fungsi sruktur, dapat berupa:
1. Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan.
2. Lebar retak yang berlebih.
3. Vibrasi yang mengganggu.
c) Kondisi batas khusus, yang menyangkut kerusakan/keruntuhan akibat
beban ab-normal, dapat berupa:
1. Keruntuhan pada kondisi gempa ekstrim.
2. Kebakaran, ledakan, atau tabrakan kendaraan.
3. Korosi atau jenis kerusakan lainnya akibat lingkungan.
Perencanaan yang memperhatikan kondisi-kondisi batas di atas disebut
perencanaan batas. Konsep perencanaan batas ini digunakan sebagai prinsip
dasar peraturan di Indonesia.

3. Perhitungan Tulangan Longitudinal Balok


Jika balok menahan momen lentur cukup besar, maka pada serat-serat
balok bagian atas akan mengalami tegangan tekan dan pada serat-serat balok
bagian bawah mengalami bagian tarik. Untuk serat-serat balok bagian atas yang
mengalami tegangan tekan, tegangan ini akan ditahan oleh beton, sedangkan
untuk serat-serat balok yang mengalami tegangan tarik akan ditahan oleh baja
tulangan, karena kuat tarik beton diabaikan (pasal 10.2.5 SNI 2847-2013).
Pada perencanaan beton bertulang, diusahakan kekuatan beton dan baja
akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk beton, karena sangat kuat
menahan beban tekan, maka dimanfaatkan kuat tekan beton jangan sampai
melebihi batas runtuh pada regangan tekan beton maksimum (ε ' cu) = 0,003.
Sedangkan untuk baja tulangan tarik yang tertanam di dalam beton, dapat
dimanfaatkan kekuatan sepenuhnya sampai mencapai batas leleh f y (pasal 10.2.4
SNI 2847-2013).Gaya tekan beton dapat diperhitungkan dari hubungan
tegangan-regangan beton. Karena gaya merupakan hasil kali antara tegangan
dan luas penampangnya dengan balok tegangan tekan persegi ekivalen dapat
dihitung besar gaya tekan beton cc = 0,85.
f’c.a.b.........................................................(2-62)
Gaya tarik baja tulangan (Ts) dapat dihitung dengan perkalian antara luas baja
tulangan dan tegangan lelehnya, yaitu sebagai berikut:
Ts = As . fy ........................................................................................................(2-
63)
Luas tulangan longitudinal balok, karena balok dalam keadaan setimbang,
maka gaya tekan beton akan sama dengan gaya tarik baja tulangan. Diperoleh
luas tulangan balok (As) sebagai berikut:
0,85. f ’ c .a . b
As =
f y
.................................................................................................(2-64)

1. Sistem perencanaan yang digunakan


Jenis keruntuhan lentur pada penampan balok beton bertulan yang
meliputi 3 keadaan, yaitu: keruntuhan tekan, keruntuhan seimbang, dan
keruntuhan tarik.
Untuk perencanaan beton bertulangpada penampang beton sangat
dihindari (tidak boleh) terjadi keruntuhan tekan (over reinforced), karena sistem
ini bersifat getas dan dapat berakibat runtunya balok secara mendadak. Sistem
perencanaan seimbang beton (balance) merupakan kondisi yang palin ideal
tetapi sulit dan tidak pernah dapat dicapai, sedankan sistem perencanaan beton
bertulan dengan keruntuhan tarik (under-reinforced) boleh digunakan, karena
mudah dicapai dan dapat dijamin keamanannya asalkan, baja tulangan yang
digunakan jangan terlalu kecil (sedikit).
Dengan penjelasan tersebut dapatlah dipahami, bawah sistem
perencanaan yang baik dan aman pada penampang beton ialah dengan
mengunakan sistem perencanaan under-reinforced yang mendekati keadaan
seimbang (balance).
Menurut peraturan beton di indonesia (SNI 2847 2013), sistem
perencanaan beton bertulang dibatasi dengan 2 kondisi berikut:
a. Agar tulangan yang digunakan tidak terlalu sedikit atau rasio tulangan ρ
tidak terlalu kecil, diberikan siarat berikut (pasal 10.5.1 SNI 2847
2013):
As harus ≥ As min atau ρ ≥ ρ min dengan ρ=A s / (b.d).....................................(2-68)
As min = 0,25 √ f ' c . b.d/ fy atu As min = 1,4/fy....................................................(2-69)
(dipilih yang besar)
ρ min = 0,25. √ f ’ c/fy atau ρ min = 1,4/fy (dipilih yang besar)............................(2-70)
b. Agar penampan beton dapat mendekati keruntuhan seimbang, diberikan
syarat berikut (menurut pasal 12.3.3 SNI 03-2847-2013):
As harus ≥ As min atau ρ ≥ ρ maks........................................................................(2-
71)
fy
0.003+
Dengan: As maks = 0,75.As,b dan ρ maks = Es b
( )ρ
0.008
..............................................(2-72)

2. Rasio tulangan maksimum dan minimum


Penggunaan tulangan atau rasio tulangan pada sistem perencanaan beton
bertulang menuurut SNI 2847-2013 dibatasi pada dua keadaan yang dapat
dilihat pada persamaan (2-68) sampai dengan persamaan (2-73), yaitu: A s harus
≤As maks dan As harus ≥ As min,
atau ρ harus≤ ρmaks dan ρ harus ≥ ρmin
a) Rasio tulangan maksimum.
persamaan (2-71) dan persamaan (2-72) memberikan batasan maksimum
tentang penggunaan rasio tulangan, yaitu ρ harus≤ ρmaks dengan ρ maks =
fy
0.003+
Es b
( )ρ
0.008
Jika dimasukan nilai ρ b dari persamaan (2-77) maka akan diperoleh nilai ρ maks
sebagai berikut :
fy
0.003+
ρ maks = Es b............................................................................(2-78)
( )ρ
0.008
Dengan melihat persamaan (2-78) dapat diketahui, bahwa rasio tulangan
maksimum pada perencanaan balok lentur hanya bergantung pad mutu beton
(f’c) dan mutu baja tulagan (fy) saja, dan tidak bergantung pada besar-kecilnya
kuran penampang struktur. Oleh karena itu nilai rasio tulangan maksimum ini
dapat ditabelkan sesuai dengan mutu beton (f’ c) dan mutu baja tulangan (fy)
yang dipakai pada perencanaan, seperti terlihat pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15. Rasio tulangan maksimum ( ρ maks) dalam persen (%)


Mutu beton f’c Mutu baja tulangan fy (Mpa)
(Mpa) 240 300 350 400 450
15 2,419 1,806 1,467 1,219 1,032
20 3,225 2,408 1,956 1,626 1,376
25 4,032 3,010 2,445 2,032 1,720
28 4,516 3,372 2,738 2,276 1,927
30 4,757 3,552 2,884 2,397 2,030
35 5,313 3,967 3,221 2,678 2,267
40 5,800 4,331 3,517 2,923 2,475
45 6,221 4,645 3,772 3,135 2,654
50 6,573 4,908 3,985 3,313 2,804
(Sumber: Ali Asroni SNI 2847-2013)

Catatan untuk Tabel 2.15:


1. Jika mutu beton (f’c) dan atau mutu baja tulangan (f y) tidak sesuai dengan
yang tercantum pada Tabel 2.13 di atas, maka rasio tulangan maksimum
ditentukan berdasarkan persamaan (2-76), yaitu:
fy
0.003+
ρ maks = Es b
( )ρ
0.008

untuk f’c≤28 Mpa, maka β 1 = 0,85


0,05.(f ’ c−28)
untuk f’c¿28 Mpa, maka β 1 = 0,85 tetapi β 1 = 0,65.
7
2. Dari Tabel 2.13 di atas dapat diketahui 2 keadaan berikut :
a) Pada mutu baja (fy) sama, makin tinggi mutu beton (makin besar nilai
f’c), nilai ρ maks makin besar.
b) Pada mutu beton (f’c) sama, makin tinggi mutu baja (makin besar nilai
fy), nilai ρ maks makin turun.
b) Rasio tulangan minimum
Persamaan (2-68) dan persamaan (2-70) memberikan batasan minimum
tentang penggunaan rasio tulangan, yaitu ρ harus≥ ρmin dan nilai ρ min dipilih dari
2 nilai berikut :
ρ min = 0,25.√ f ’ c/ fy atau ρ min = 1,4/fy (dipilih yang besar).
Karena nilai ρ min pada kedua rumus di atas dipilih yang besar, maka
dapat ditentukan batasannya dengan penjabaran rumus berikut :
ρ min = 0,25.√ f ’ c/ fy = 1,4/fy
√ f ’ c = 1,4/0,25 = 5,6 .... f’c = 5,62 = 31,36 Mpa.
Jadi dapat diberikan batasan nilai ρ min sebagai berikut :
1) Untuk mutu beton f’c≤ 31,36 Mpa, maka nilai ρ min = 1,4/fy
2) Untuk mutu beton f’c≥ 31,36 Mpa, maka nilai ρ min = 0,25.√ f ’ c/ f

Tabel 2.16. Rasio tulangan maksimum ( ρ maks) dalam persen (%)


Mutu beton f’c Mutu baja tulangan fy (Mpa)
(Mpa) 240 300 350 400 450
≤ 31,36 0,583 0,467 0,400 0,350 0,311
35 0,616 0,493 0,423 0,370 0,329
40 0,659 0,527 0,452 0,395 0,351
45 0,699 0,559 0,479 0,419 0,373
50 0,737 0,589 0,505 0,442 0,393
(Sumber: Ali Asroni SNI 2847-2013)

2.5.1.1. Balok Persegi Panjang Dengan Tulangan Rangkap


A. Pengertian Balok Tulangan Rangkap
(Menurut Ali Asroni, 2017). Yang dimaksud dengan balok beton
bertulang rangkap ialah balok beton yang diberi tulangan pada penampang beton
daerah tarik dan daerah tekan. Dengan dipasangnya tulangan pada daerah tarik
dan tekan, maka balok akan lebih kuat dalam hal menerima beban yang berupa
momen lentur.
Pada praktek di lapangan, (hampir) semuah balok selalu dipasang
tulangan rangkap.Jadi balok dengan tulangan tunggal secara praktis tidak ada
(jarang sekali dijumpai). Meskipun penampang beton pada balok dapat dihitung
dengan tulangan tunggal (yang memberikana hasil tulangan longitudinal tarik
saja), tetap pada kenyataanya selalu ditambahkan tulangan tekan minimal 2
batang, dan dipasang pada bagianm sudut penampang balok beton yang
menahan tekan (lihat gambar 2.28).

Gambar 2.28.Letak tulangan pada balok.

Tambahan tulangan longitudinal tekan ini selain menambah kekuatan


balok dalam hal menerima beban lentur, juga berfungsi untuk memperkuat
kedudukan begel balok (antara tulangan longitudinal dan begel diikat dengan
kawat lunak yang disebut binddraad), serta sebagai tulangan pembentuk balok
agar mudah dalam pelaksanaan pekerjaan beton.

B. Perencanaan Balok Tulangan Rangkap


1. Perencanaan tulangan balok
Tulangan longitudinal tarik maupun tekan pada balok dipasang dengan
arah sejajar sumbu balok. Biasanya tulangan tarik dipasang lebih banyak
daripada tulangan tekan, kecuali pada balok yang menahan momen lentur kecil.
Untuk balok yang memahan momen lentur kecil (misalnya balok praktis), cukup
dipasang tulangan tarik dan tulangan tekan masing-masing 2 batang (sehingga
berjumlah 4 batang), dan diletakkan pada 4 sudut penampang balok.
Untuk balok yang menahan momen lentur besar, tulanggan tarik
dipasang lebih banyak daripada tulangan tekan. Keadaan ini disebabkan oleh
kekuatan beton pada daerah tarik yang diabaikan, sehingga praktis semua beban
tarik ditahan oleh tulangan tarik (jadi jumlahnya banyak). Sedangkan pada
daerah beton tekan, beban tekan tersebut sebagian besar ditahan oleh beton, dan
sisa beban tekan yang masih ada ditahan oleh tulangan, sehingga jumlah
tulangan tekan hanya sedikit.
Pada portal bangunan gedung, biasanya balok yang menahan momen
lentur besar terjadi di daerah lapangan (bentang tengah) dan ujung balok
(tumpuan jepit balok), seperti dilukiskan pada Gambar 2.29.

Gambar 2.29. Bidang momen dan pemasangan tulangan pada balok.


(Sumber: Ali Asroni).

Pada tampak Gambar 2.29(a), bahwa di lapangan (bentang tengah balok)


terjadi momen positif (M(+)), berarti penampang beton daerah tarik berada di
bagian bawah, sedangkan di ujung (dekat kolom) terjadi sebaliknya, yaitu terjadi
momen negatif (M(-)), berarti penampang beton daerah tarik berada di bagian
atas. Oleh karena itu pada Gambar 2.29(b), di daerah lapangan dipasang
tulangan bawah (8D22) yang lebih banyak daripada tulangan atas (4D22),
sedangkan di ujung terjadi sebaliknya, yaitu dipasang tulangan atas (6D22) yang
lebih banyak daripada tulangan bawah (4D22).

2. Distribusi Regangan Dan Tegangan


Menurut Ali Asroni (2017). Regangan dan tegangan yang terjadi pada
balok dengan penampang beton bertulang rangkap dilukiskan seperti pada
Gambar 2.30.

Gambar 2.30. Distribusi regangan dan tegangan pada balok tulangan rangkap.
(Sumber: Ali Asroni,).
Keterangan notasi pada gambar 2.30:
a = Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen = β 1.c, dalam
mm.
As = Luas tulangan tarik, mm2
A’s =Luas tulangan tekan, mm2
b = Lebar penampang balok, mm
C = Jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan, mm.
Cc =Gaya tekan beton, kN.
Cs = Gaya tekan baja tulangan, kN.
d = tinggi efektif penampang balok, mm
ds = Jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
d’s = Jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan, mm
Es = Modulus elastisitas baja tulangan, diambil sebesar 200000 Mpa
F’c = Tegangan tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, Mpa
fs = Tegangan tarik baja tulangan = ԑ s.Es dalam Mpa
f’s = Tegangan tekan baja tulangan = ԑs’.Es dalam Mpa
fy =Tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh, Mpa
h = Tinggi penampang balok, mm
Mn = Momen nominal aktual, kNm
Ts = Gaya tarik baja tulangan, kN
β1 = Faktor pembentuk balok tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang
  nilanya bergantung pada mutu beton.
ԑc’ = Regangan tekan beton, dengan ԑ c’ maksimal (ԑcu’) = 0,003.
ԑs = Regangan tarik baja tulangan = fs/Es
ԑs’ = Regangan tekan baja tulangan = fs’/Es
ԑy    = Regangan tarik baja tulangan pada saat leleh = fy/Es = fy/200000

3. Tinggi Balok Tegangan Beton Tekan


Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen (a) pada balok
dengan tulangan rangkap dihituntug berdasarkan prinsip keseimbangan gaya,
yaitu gaya tarik dan gaya tekan yang terjadi pada penampang balok. Untuk gaya
tarik pada balok, gaya tarik pada beton diabaikan, sehingga hanya ada gaya tarik
oleh baja tulangan saja (Ts). Sedangkan untuk gaya tekan balok terdiri atas 2
jenis, yaitu gaya tekan baja tulangan (C s) dan gaya tekan beton (Cc).
Padahitungan struktur beton bertulang, baja tulangan tarik dimanfaatkan
sepenuhnya sampai pada batas leleh sehingga tegangan tarik f s= fy, tetapi baja
tulangan tekan belum tentu leleh, sehingga tegangan tekan baja tetap sebesar f s’.
Dengan prinsip keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tekan pada
penampang balok tersebut akan memberikan nilai a sebagai berikut:
Ts = Cs + Cc......................................................................................................(2-
79)
As .fy = As’. fs’ + 0.85 . fc’.a.b..........................................................................(2-
80)
Jika tulangan tekan sudah leleh, maka nilai f s’= fy, sehingga diperoleh:
As .fy = As’. fy’ + 0.85 . fc’ .a.b.........................................................................(2-
81)
( As− As' ) . Fy
a= .................................................................................................
0,85. f 'c . b
(2-82)

4. Momen Nominal Dan Momen Desain Balok


Gaya tekan dan gaya tarik tersebut sama besar dan bekerja berlawanaan
arah, sehingga menimbulkan momen yang disebut momen nominal aktual (M n).
untuk mempermudah hitungan, makah nilai momen nominal M n pada
penampang balok diperhitungkan dengan cara menentukan / menghitung besar
gaya tekan kemudian dikalikan dengan jarak antara gaya tekan dan gaya tarik
pada penampang. Selanjutnya, karena gaya tekan pada penampang balok ada 2
macam (Cc dan Cs), maka momen nominal Mn yang terjadi pada hakikatnya
merupakan jumlah antara momen nominal yang di hasilkan dari gaya tekan
beton Cc (disebut Mnc) dan momen nominal yang di hasilkan dari gaya tekan
baja tulangan Cs (disebut Mns). Jika momen nominal Mn sudah dapat dihitung,
maka dengan mudah dapat di hitung pula momen desain M d yaitu Md = ᶲ . Mn,
dengan ᶲ beban lentur = 0,9.
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan dengan beberapa rumus
sebagai berikut:
Mn = Mnc + Mns................................................................................................(2-
83)
Mnc = Cc .( d – a/2 ) dengan Cc = 0,85 . f’c .a.b................................................(2-
84)
Mns = Cs .( d – ds’ ) dengan Cs = As’.fs’............................................................(2-
85)
Md = ᶲ . Mn dengan ᶲ = 0,9...............................................................................(2-
86)
Keterangan:
Mn = Momen nominal aktual penampang balok, kNm.
Mnc =  Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan beton, kN
Mns  = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan tulangan, kNm
Md    = Momen desain pada penampang balok, kNm
5. Skema Hitungan Beton Bertulang Rangkap
a. Menentukan luas tulangan lentur balok.
Untuk menentukan luas tulangan yang harus digunakan/dipasang pada
balok, maka perlu data yang berkaitan dengan dimensi balok (b, h, d, d s dan
ds’), mutu bahan beton bertulang (fc’ dan fy) dan beban yang bekerja pada balok
(Mu untuk menentukan Mn). skema hitungan luas tulangan longitudinal balok
dapat dilihat pada Gambar 2.31
b. Menentukan momen desain balok.
Untuk menghitung momen rencana balok (M r) diperlukan data yang
berkaitan dengan dimensi (b, h, d, d sdan ds’), mutu bahan beton bertulang (fc’
dan fy) dan tulangan longitudinal yang terpasan pada balok (A s dan As’). skema
hitungan momen rencana balok dapat dilihat pada Gambar 2.31.

Data:dimensi balok(b,h,d,ds,d’s), mutu


beban (f ’c, fy, fyt.), Moment Ultimate (Mu)

Hitung Rasio Tulangan , ρ maks, ρ b, dan


Amax dan Rumax
Hitung, Mu1 >Mu Jika Mu1 < Mu
Hitung Momen rencana ,
Tulagan Tunggal Tulangan Rangkap
Mu1, dan Mu2

Hitungan Luas Tulangan Tarik dan


Tekan (As,u As1+As2))
As2 dan As1=Asmax
Hitungan Tegangan tulangan tekan
f’s =600(c-d’)/c ≤fy
f’s=Ɛ’s.Es, Jika Ɛ’s≥ Ɛy f’s=fy

Lakukan Pemeriksaan kekuatan balok dengan


ØMn = Ø((As-As’)fy(d-a/2)+As’ fy(d-d’) > Mu,
Yes a= (As-As’)fy/0.85f’c b

Gambar 2.31.Skema hitungan tulangan longitudinal balok (penampang balok


dengan tulangan rangkap). (Sumber:Agus Setiawan,2016 ).

Keterangan notasi pada Gambar 2.30 dan Gambar 2.32:


b = Lebar penampang balok, mm
h = Tinggi penampang balok, mm
d = tinggi efektif penampang balok, mm
ds = Jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
d’s = Jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan, mm
Mu = momen ultimate/momen perlu/momen terfaktor, mm.
Mn = Momen nominal aktual, kNm
∅ = faktor reduksi kekuatan struktur/lambang batang tulangan polos.
F’c = Tegangan tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, Mpa
fy =Tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh, Mpa
a = Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen = β 1.c, dalam mm.
As = Luas tulangan tarik Pasang, mm 2
A’s =Luas tulangan tekan pasang, mm 2
ρ = rasio tulangan sebesar Ast / Ag untuk kolom, atau As/(b.d) untuk baok
dan pelat, %.
ρ maks = rasio tulangan maksimum sesuai persyaratanpenampang struktur, %.
ρ min = rasio tulangan minimum sesuai persyaratan penampang struktur, %.
dd = jarak antara pusat berat tulangan tarik pada baris paling dalam dan
tepi serat beton, tekan, mm.
β1 = Faktor pembentuk balok tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang
nilanya bergantung pada mutu beton.
6. Jarak Tulangan Longitudinal Pada Balok
Menurut Ali Asroni (2017), tulangan longitudinal maupun begel balok
diatur pemasangannya dengan jarak tertentu, seperti terlihat pada Gambar 2.33
dibawah ini.

Gambar 2.33. Aturan pemasangan tulangan balok.


.
Keterangan :
Sb = tebal selimut beton minimum (Pasal 7.7.1 SNI 2847-2013). Jika
berhubungan dengan tanah/cuaca :
Untuk D ≥ 19 mm, tebal Sb = 50 mm.
Untuk D≤ 16 mm, tebal Sb = 40 mm.
Jika tak berhungan dengan tanah / cuaca, tebal S b = 40 mm.
b = Jarak maksimum (as - as) tulangan samping (3.3.6.7 SK SNI-T-15-1991-
03), diambil ≤ 300 mm dan ≤ (1/6) kali tinggi efektif balok. Tinggi
efektif = tinggi balok – ds atau d = h – ds.
Snv = Jarak bersih tulangan pada arah vertikal (Pasal 7.6.2 SNI 2847-2013)
diambil ≥ 25 mm, dan ≥ D.
Sn = jarak bersih tulangan pada arah mendatar (Pasal 7.6.1 SNI 2847-2013)
diambil ≥ 25 mm, ≥ D, dan disyaratkan ≥ 4/3.∅ aggregat, maks’ untuk
memudahkan pengecoran (agar kerikil dapat memsukan celah tulangan).
D = diameter tulangan longitudinal, mm
ds = jarak titik berat tulangan tarik sampai serat tepi beton bagian tarik,
sebaiknya diambil ≥ 60 mm

7. Jumlah Tulangan Maksimum Dalam 1 Baris


Menurut Ali Asroni (2017 : Hal.27), dimensi struktur biasanya diberi notasi
b dan h, dengan b adalah ukuran lebar dan h adalah ukuran tinggi total dari
penampang struktur. Sebagai contoh dimensi balok ditulis dengan b/h atau
300/500, berarti penampang dari balok tersebut berukuran lebar balok b = 300
mm dan tinggi balok h = 500 mm.

Gambar 2.34. Penampang dan notasi balok.


Keterangan :
As = luas tulangan tarik, mm2.
As’ = luas tulangan tekan, mm2.
b = lebar penampang balok, mm
c = jarak antar garis netral dan tepiserat beton tekan, mm
d = tinggi efektif penampang balok, mm
ds = jarak antar titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
ds1= jarak antar titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton
tarik, mm
ds2 = jarak antar titik berat tulangan tarik pada baris pertama dan kedua, mm.
ds’ = jarak antar titik berat tulangan tekan dan
h = tinggi penampang balok, mmJumlah tulangan maksimum pada 1 baris (m)
tersebut ditentukan dengan persamaan berikut :
b−2.d s1
m= + 1.................................................................................................
D+ Sn
(2-87)
Keterangan :
m = jumlah tulangan maksimum yang dapat dipasang pada 1 baris.
Nilai m dibulatkan kebawah, tetapi jika angka decimal sama atau
lebih besar daripada 0,86 maka dapat dibulatkan ke atas.
b = lebar penampang balok.
ds1 = jarak antar titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat
beton tarik, mm.
D = diameter tulangan longitudinal balok, mm.
Sn = jarak bersih antar tulangan pada arah mendatar, dengan syarat
lebih besar dari D dan lebih besar dari 40 mm (dipilh nilai yang
besar).

8. Menentukan luas tulangan geser balok


Tulangan geser pada balok dapat dipasang dengan arah miring (disebut:
tulangan miring atau tulangan serong) dan dengan arah tegak [disebut: begel
atau senkang), seperti tanpak pada Gambar 2.38 di indonesia, yang umum
diguankan adalah begel / senkang tegak. Tulangan mirin tidak boleh digunakan
untuk menahan gaya geser bolak-balik (seperti pada bangunan yang
direncanakan tahan gempa).

Gambar 2.38.Tulagn geser dan tulangan longitudinal balok. (Sumber: SNI 2847-
2013).

Jenis begel yang biasa dipaakai di belakan berdasakan jumlah kakinya,


yaitu :begel 2 kaki, begel 3 kaki, dan begel 4 kaki seperti terlukis pada Gambar
2.39.

Gambar 2.39.Berbagi jenis begel pada balok. (Sumber: Ali Asroni,SNI 2847-
2013).
Diagram alir perhitungan tulangan geser balok dapat dilihat di Gambar
2.40, berikut ini :

Data:dimensi balok(b,h,d,ds,d’s), mutu beban


(f ’c, fy, fyt.), gaya geser (vu,vn)

Gaya geser yang terfacto yang ditahan beton( φ vc):


φ φ .0.17. ƛ . √ f’c.b.d dengan
vc =Dimensi φ = 0.75
daerah penulangan

Daerah vu¿.vc./2
Daerah φ .vc/2¿vu¿ . vc Daerah vu¿ . vu

Gaya geser yang ditahan begel(vs): vs=


Tidak perlu Dipakai luas begel
begel,atau perlu minimum per (vu - φ -vc )/ harus≤ φ
dipakai begel meter panjang balok (Av,a) vs,maksdengan vs,maks =0,66√ f ' c.b.d.
dengan diameter yang besr
kecil ( φ 6)
Av,u
spesi≤d/2 dan s ¿ 0.062 √ f } rsub {c} .b.s}} over {{f}Dipilih luas begel
rsub {yt}} ata perlu
¿ ¿ ¿ per meter
Av,u panjang balok (Av,u) yang besar
≤600 mm Av,u
0.35 .b . s
¿ S=(1000 m) V S. S
f yt ¿ ; A v, u=0.062 √ f } rsub {c} .b.
f yt .d
Untuk Vs< 1\2 Vs,maks Untuk Vs¿ Vs,maks

Untuk Vs¿ 1\2 Vs,maks

Dihitung spasi begel (s) :


1 Ukuran
n. . π . dp2 . S
s=
4 Dihitung spasi begel (s) : Balok
Av,u dengan I n.
1
. π . dp2 . S Terlalu
4
dan dp = jumlah kaki dan s=
Av,u Kecil
diameter begel. dengan s = 1000 mm (harus
Diper-
Dikontrol Dikontrol besar)
spasi begel (s): spasi begel (s):
s≤d/2 s ≤ 600 mm. s≤d/4 s ≤ 300 mm.

Gambar 2.40. Diagram Alir Perhitungan Tulangan Geser Balok. (Sumber: Ali
Asroni,SNI Selesai
2847-2013).
b = Lebar penampang balok, mm
h = Tinggi penampang balok, mm
d = tinggi efektif penampang balok, mm
ds = Jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
d’s = Jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan, mm
F’c = Tegangan tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, Mpa
fy =Tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh, Mpa
fyt =kuat leleh baja tulangan transversal (begel), Mpa
vu = gaya geser perlu/geser terfaktor, N.
vn = gaya geser nominal pada struktur betoon bertulang, N.
Vc = gaya geser yang dapat ditahan oleh beton, N.
∅ = faktor reduksi kekuatan struktur/lambang batangtulangan polos.
λ = faktor beton agregat ringan pada perhitungan panjang penyaluran
tulangan.
Vud = gaya geser terfaktor pada jarak d dari muka tumpuan, N.
S =jarak tulangan per 1 meter atau 1000 mm.
Avu = luas tulangan geser/begel yang diperlukkan dari hasil hitungan,mm 2.
Vs = gaya geser yang dapat ditahan oleh tulangan sengkang/begel, N.
n = jumlah total batang tulangan pada hitungan balok/jumlah kaki pada
hitungan begel/sengkang.
dd = jarak antara pusat berat tulangan tarik pada baris paling dalam dan
tepi serat beton, tekan, mm.
K = faktor momen pikul, Mpa.
Kmaks = faktor momen pikul maksimum, Mpa.
a = Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen = β 1.c, dalam mm.
As = Luas tulangan tarik, mm2
A’s =Luas tulangan tekan, mm2
ρ = rasio tulangan sebesar Ast / Ag untuk kolom, atau As/(b.d)untuk baok
dan pelat, %.
ρ maks = rasio tulangan maksimum sesuai persyaratan penampang struktur, %.
ρ min = rasio tulangan minimum sesuai persyaratan penampang struktur, %.
β1 = Faktor pembentuk balok tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang
 nilanya bergantung pada mutu beton.
amaks,leleh = tinggi a maksimum agar tulangan tarik sudah leleh,, mm.
amin,leleh = tinggi a minimum agar tulangan tekan sudah leleh,, mm.
Mn = Momen nominal aktual penampang balok, kNm.
Mnc = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan beton, kN
Mns = Momen nominal yang dihasilkan oleh gaya tekan tulangan, kNm
Md = Momen desain pada penampang balok, kNm

D. Perencanaan Tulangan Geser/Begel Balok


1. Pertimbagan dalam perhitugan tulangan geser/begel
a. Beberapa rumus yang digunakan sebagai dasar untuk pasal-pasal SNI-2847-
2013, yaitu sebagai berikut :
Pasal 11.1.1 SNI-2847-2013, gaya geser rencana, gaya geser nominal, gaya
geser yang ditahan oleh beton dan begel dirumuskan:
Vd = ∅ .Vn dan∅ .Vn ≥Vu..................................................................................(2-88)
Vn = Vc + Vs .....................................................................................................(2-
89)
Dengan :
Vd = gaya geser desain, KN
Vn = gaya geser nominal, KN
Vc = gaya geseryang ditahan oleh beton, KN.
Vs = gaya geser yang ditahan oleh sengkang ( begel ), KN.
∅ = fator reduksi kekuatan geser = 0,75(pasal 9.3.2.3)(2-56c)
b. Pasal 11.1.3.1 SNI 2847-2013, nilai v u boleh diambil pada jarak d (menjadi
vud) dari muka kolom (lihat Gambar 2.41) sebagai berikut:
x
vud = vut + . (vu – vut) ...............................................................................(2-
y
90)

Gambar 2.41.Berbagi jenis pada balok. (Sumber: Ali Asroni)

c. Pasal 11.2.1.1 SNI 03-2847-2013, gaya geser yang ditahan oleh beton (V c)
dihitung dengan rumus:
Vu = 0,17 . λ √ f 'c . b . d....................................................................................(2-
91)
Dengan :
λ = faktor beban agregat ringan (Pasal 8.6.1.)
= 0,75 jika diggunakan beton agregat ringann.......................................(2-92)
= fct/(0,56.√ f c’) tetapi harus ≤ 1,0..........................................................(2-
93)
(fct adalah kuat tarik belah rata-rata beton agregat ringan, MPa)
λ = 1,0 jika diggunakan beton normal
d. Gaya geser yang ditahan oleh begel (V s) dapat dihitung berdasarkan
persamaan (2-65a) dan persamaan (2-65b) sehingga menghasilkan :
Vs = (Vu - Ø .Vc)/ Ø dengan Ø = 0,75.......................................................(2-
94)
e. Pasal 11.4.7.9 SNI 03-2847-2013:
Vs harus ≤ Vs,maks dengan Vs,maks = 0,66.√ f c’.b.d (2-64)
Jika Vs> Vs,maks maka ukuran balok diperbesar......................................(2-95)
f. Luas tulangan geser per meter panjang balok yang diperlukan(A v,u) dihitung
dengan memilih nilai terbesar dari rumus berikut:
Vs . S
Pasal 11.4.7.2, Av,u = dengan
fyt . d
S = panjang balok 1000 mm.
fyt = tegangan leleh tulangan transversal (begel).....................................(2-
96)
Pasal 11.4.6.3 : Av,u = 0,662 .√ f c’.b.S/fyt................................................(2-
97)
Pasal 11.4.6.3 : Av,u = 0,35.b.S/fyt...........................................................(2-98)
g. Spasi begel (s) dihitung dengan rumus berikut:
1
n . . π . d p2. s
1) s = 4  
Av , u
dengan S = panjang balok 1000 mm..............................(2-99)
2) Pasal 11.4.5.1, umtuk Vs<0,33.√ f c ' . b . d
maka s ≤ d/2 dan ≤ 600 mm...............................................................(2-
100)
3) Pasal 11.4.5.3, untuk Vs > 0,33.√ f c ' . b . d ,
maka s ≤ d/4 dan ≤ 300 mm...............................................................(2-
101)
Keterangan:
n  = Jumlah kaki begel (2, 3, atau 4 kaki)
dp = Diameter begel dari tulanngan polos, mm
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Rancangan Penelitian
Perencanaan struktur gedung beton bertulang yang dibahas dalam penulisan
ini mulai dari perhitungan pembuktian struktur beraturan sesuai dengan acuan
SNI 1726-2012 pasal 7.3.2 tentang kategori struktur beraturan dan tidak
beraturan.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dimensi elemen struktur balok dan
kolom dalam membuat permodelan struktur. Perhitungan dimensi elemen
struktur mencakup semua elemen struktur atas yang akan dianalisis dan didesain
yaitu balok. Perhitungan ini mengacu pada ketentuan sesuai SNI 03-2847-2013
dengan formula sebagaimana tercantum pada Bab II Landasan Teori.
Setelah perhitungan dimensi elemen struktur, dilanjutkan dengan
permodelan struktur menggunakan program SAP2000V14. Kemudian
dilanjutkan dengan pembebanan struktur yang dilakukan secara terpisah dan
dianalisis menggunakan program SAP.2000-V14.
Hasil output analisis struktur berupa gaya dalam seperti Momen, Gaya
Geser, Gaya Aksial dan lainnya dengan menggunakan program SAP.2000-V14
kemudian di lakukan desain penulangan pada element struktur yaitu Balok dan
Kolom serta dengan ikuti pengontrolan penulangan dan pengontrolan kapasitas
penampang, proses perhitungan dan pengontrolan selesai dilanjutkan dengan
melakukan gambar detailing struktur, dan juga menghitunga Rencana angaran
Biaya dan waktu pelakasannaan Proyek. Setelah semua hasil analisa diketahui
maka dilakukanlah perbandingan Hasil Analisa berdasarkan Standar SNI 2847 –
2013 dan SNI 1726 – 2012 dengan hasil analisa terdahulu yang mengunakan
Standar SNI 2847 – 2002 dan SNI 1726 – 2003. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada Gambar 2.56. Diagram Alir Perencanaan Struktur.
3.2. Lokasi dan Waktu Perencanaan
Lokasi penelitian untuk gedung Administrasi 3 Lantai Universitas Nacional
Timor Lorosa’e terletak di Pusat Ibu kota Timor leste yaitu jalan Av. Cidade de
Lisboa, Municipal Dili dan waktu penilitian dimulai setelah menyelesaikan
seminar proposal tesis.

Lokasi Perencanaan
Gedung

Gambar
3.1.Lokasi gedung Administrasi Universidade Nacional de Timor Lorosae- Dili
Timor-Leste

3.3. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dalam perencanaan ini berupa :
1. Perencanaan elemen struktur atas yaitu balok dan kolom
2. Analisis gaya dalam pada penampang elemen struktur atas dengan
mengunakan program SAP.2000-V14.
3. Desain penulangan balok dilakukan dengan manual desain.
4. Untuk rencana angaran biaya dihitung berdasarkan standar TLSM – Timor
Leste.

3.4.Penentuan Sumber Data


Sumber data dalam analisa perbandingan pada gedung Administrasi 3
Lantai Universitas Nacional Timor Lorosa’e terletak di Pusat Ibu kota Timor
leste, penulis menyiapkan data-data melalui referensi-referensi yang
dicantumkan diatas, dan atas bimbingan dari pembimbing I dan pembimbing II,
sebagai data dalam perecanaan struktur gedung Administrasi 3 lantai
Universitas Nacional Timor Lorosa’e, guna untuk mendesain dan menganalisa
struktur gedung tersebut.

3.5. Variabel Perencanaan

Variabel yang digunakan dalam perencanaan ini adalah variabel bebas dan
variabel terikat:
1. Variable Terikat: Dimensi struktur, Gaya dalam struktur dan
Penulangan elemen struktur.
2. Variabel Bebas: Gaya vertikal (beban mati, beban hidup, beban angin)
dan Gaya horizontal (beban gempa).

3.6.Instrument Penelitian
Dalam penelitian pada gedung Administrasi Universita Nacional Timor
Lorosa’e terletak di Pusat Ibu kota Timor leste, instrument yang diggunakan
berupa bahan dan alat adalah sebagai berikut :
1. Bahan
Bahan-bahan yang diggunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Materi mengenai contoh perhitungan elemen struktur atas berupa
pelat, balok dan kolom yang berdasarkan dengan SNI 03-2847-2013.
b. Panduan analisis struktur dengan SAP2000V14
2. Alat
Alat-alat yang diggunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Komputer atau Laptop
Dalam penelitian ini Laptop yang diggunakan adalah Laptop HP,
dengan prossesor intel Pentium inside, system tipe 64-bit operating
system.
b. Mouse dan Keyboard
c. Perangkat Lunak
Perangkat lunak atau software yang dipakai dalam analisis
perhitungan elemen struktur atas pelat, balok, dan kolom, meliputi :
1.) SAP2000 (Structural Analys Program)
Program ini adalah program computer yang diggunkan untuk
membantu mempercepat penulis bisa menganalisis struktur
bangunan yang direncanakan.
2.) AutoCad 2013
Program ini adalah program computer yang diggunakan untuk
mengambar detail-detail struktur yang diperlukan dalam analisis
struktur.
3.) Microsoft Office Word 2010
Program ini adalah program computer yang diggunakan untuk
membantuk penulis bisa menyelesaikan tulisan proposal tugas
akhir dengan lancar dan cepat.

3.7.Prosedur Penelitian

Dalam Prosedur Penelitian Struktur yang direncanakan adalah struktur


beraturan, prosedur penelitian ini mulai dari gambar architektur yang dilakukan
dengan program Autocad 2014, setelah itu dilakukan perhitungan dimensi
struktur Atas berupa Pelat, balok dan kolom Beton Bertulang.
Setelah perhitungan dimensi elemen struktur, dilanjutkan Permodelan
struktur, pembebanan struktur dan analisa pada elemen struktur dengan
menggunakan program SAP2000 V14.
Kemudian dilanjutkan dengan kontrol elemen struktur dangan program
SAP2000 V14, kalau kontrol hasil tidak sama maka cek kembali ke dimensi
struktur, kalau sama dilanjutkan dengan output gaya dalam struktur dengan
program SAP2000 V14,
Setelah Output gaya dalam maka dilanjutkan Desain elemen struktur dengan
program SAP2000 V14, Demikian kontrol hasil penulangan elemen struktur
dengan cara hitung manual, Kalau kontrol hasil analisis struktur tidak sama
maka cek kembali ke penyesuaian elemen struktur, setelah kontrol hasil analisis
sama maka, dilanjutkan dengan gambar detail penulangan struktur.
3.8.Diagram Alir PerencanaanStruktur

Mula
i

Pengumpulan Data

Data Primer Data secunder

Perencanaan Dimensi Elemen Struktur


& Pembebanan
Berdasarkan SNI 03-2847-2013 dan
SNI 03-1726-2012

Pemodelan Struktur Dengan Program SAP2000.V14.

Pembebanan Struktur Dengan Program SAP2000.V14

Run Analisis

Cek Tegangan Pada Struktur


Output Gaya Dalam Elemen Struktur

Hitung Tulangan Elemen Struktur

Hitunga Rasio Penulangan


ρmin<ρ<ρmax

Analisa kapasitas Penampang


dan Mr > Mu

ya
A

Perhitungan Biaya dan waktu


Berdasarkan hasil Desain

Analisa perbandingan hasil perhitungan


Struktural, Biaya dan Waktu berdasarkan hasil
Standar SNI 2847 – 2013 dan SNI 1726 –
2012 dengan Standar SNI 2847 – 2002 dan
SNI 1726 – 2003
Kesimpulan dan saran dan
Pembahasan

Selesai

Gambar3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur

Contoh Simbol Flowchar yang sesuai dan benar

Anda mungkin juga menyukai