Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 ( S-1)
DI SUSUN OLEH :
1. HERMAWAN (4110411-047)
2. TURYANTO (4110412-036)
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Program Studi Teknik
Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Disusun Oleh :
Nama : Hermawan / 4110411-047
Nama : Turyanto / 4110412-036
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada Sidang Sarjana Tanggal 12 Desaember 2009:
Pembimbing Pembimbing
Judul:
DESAIN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN DI JAKARTA
Disusun oleh :
1. Nama:Hermawan NIM:4110411-047
2. Nama:Turyanto NIM:4110412-036
Dosen Pembimbing:
- Dr.Ir.Resmi Bestari , Ms
- Ir. Desiana Vidayanti , MT
iii - 1
Perencanaan Struktur Fondasi
Perencanaan fondasi tiang harus dilakukan dengan teliti dan secermat
mungkin.Oleh karena itu diperlukan penyelidikan tanah,untuk mengetahui sifat
dan parameter-parameter tanah yang akan dibangun fondasi. Dari hasil
penyelidikan tanah akan dianalisa untuk menentukan jenis fondasi yang akan
dipakai dalam struktur gedung tersebut. Parameter-parameter atau sifat tanah
dapat diketahui dari uji lapangan dan laboratorium.
Perencanan daya dukung fondasi dalam skripsi ini digunakan data dari lapangan
yaitu data SPT, dengan metode Meyerhof dan Schmertmann. Dari hasil SPT tanah
keras mulai dari kedalaman 17.50 m. Desain fondasi menggunakan tiang pancang,
bahan tiang dari beton bertulang, dengan penampang persegi dengan ukuran
penampang 40x40 cm. Metode Meyerhof daya dukungnya lebih kecil dibanding
metode schmertmann maka keamanan metode Meyerhof lebih tinggi, jadi metode
Meyerhof yang dipakai daya dukungnya. Hasil perhitungan daya dukung fondasi
tiang tunggal metode Meyerhof adalah antara 180.77 ton sampai 207.97 ton .
kedalaman fondasi tiang pancang berkisar antara 17.50 sampai 22.00 m.
Dari hasil analisa struktur atas ( dengan program ETABS ), diperlukan kelompok
tiang.Perhitungan penurunan fondasi dipakai penurunan konsolidasi, didapat
penurunan terbesar fondasi adalah 1.84 cm. Syarat penurunan pada tanah
lempung adalah 6.5 cm maka fondasi tiang tersebut sudah memenuhi syarat.
Dari perhitungan didapat ukuran sloof adalah 60x40 cm. Tulangan yang dipakai
adalah 4D25, tulangan sengkang dipakai Ø12-5 cm. Ukuran poor yang dipakai
adalah 120x100x125 cm dan dipakai tulangan D19-7.5 cm. Sedangkan tulangan
pokok tiang pancang dipakai 8D25, dengan tulangan sengkang Ø 18 – 15 cm.
Kata kunci:
-Kriteria design, peraturan SNI, pendetailan struktur, kegagalan lentur dan geser.
-Data penyelidikan tanah,beban struktur atas, daya dukung dan penurunan
fondasi tiang pancang.
iii - 2
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan.............................................................................. i
Lembar Pernyataam.............................................................................. ii
Abstrak................................................................................................. iii
Kata Pengantar ..................................................................................... iv
Daftar isi .............................................................................................. v
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................... I - 1
1.2. Tujuan ......................... .............................................................. I - 1
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................ I - 2
1.4. Metodologi Desain........ ............................................................... I - 2
1.5. Sistematika Penulisan.................................................................... I - 2
v-2
2.18. Data Desain Bangunan........................................................... II - 32
2.19. Perancangan Awal ( Preliminary Design )............................ II - 35
2.20. Beban-beban Dalam Perencanaan......................................... II - 39
2.20.1. Beban-Beban dan Gaya yang Bekerja Pada Struktur....... II - 39
2.20.2. Beban Pelat........................................................................ II - 40
2.21. Konsep Desain Kapasitas...................................................... II - 41
2.22. Perencanaan Pelat.................................................................. II - 42
2.23. Perencanaan Balok................................................................ II - 44
2.24. Perencanaan Kolom............................................................... II - 46
2.25. Desain Tangga...................................................................... II - 48
2.26. Perencanaan Tulangan Geser................................................ II - 48
2.27. Program Komputer Etabs Non Linier................................... II - 50
2.28. Kinerja Struktur Gedung....................................................... II - 51
v-9
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Merancang struktur bagian atas gedung beton bertulang berlantai sepuluh
untuk perkantoran dan mendesain fondasi dalam berdasarkan data
penyelidikan tanah.
I-1
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup struktur atas dan pondasi gedung perkantoran berlantai sepuluh ini
meliputi :
1. Perancangan awal elemen-elemen struktur balok, pelat, dan kolom.
2. Analisis struktur dengan berbagai kombinasi beban ultimate sesuai dengan
peraturan SNI 03-2847-2002.
3. Memeriksa kekakuan elemen-elemen struktur berdasarkan hasil analisis
struktur yang diperoleh.
4. Merancang tulangan semua elemen struktur kolom, balok, pelat,poor dan sloof
berdasarkan analisis struktur yang didapat.
5. Merancang fondasi dalam dengan membandingkan, dan menghitung daya
dukungnya minimal dengan 2 versi, untuk dipilih yang paling efisien. Desain
fondasi memakai data penyelidikan tanah pada proyek Novotel Sophie Martin,
di jalan R.A. Kartini, Lebak Bulus, Jakarta. Penyelidikan tanah dilaksanakan
oleh PT .SOFOCO.
6. Merancang tulangan fondasi, sloof, dan pile cap.
7. Membuat gambar elemen struktur atas dan bawah.
I-2
Bab 3. Tinjauan pustaka, Dasar-dasar perancangan fondasi yaitu membahas
tentang dasar teori yang meliputi komponen- komponen struktur bawah gedung
bertingkat.
Bab 5. Mendesain fondasi dalam yaitu analisis desain struktur bawah gedung
bertingkat sepuluh, membahas tentang bagaimana menentukan jenis, bentuk, dan
ukuran fondasi berdasarkan beban yang akan diterima fondasi dan hasil
penyelidikan tanah.
Bab. 6. Studi kasus struktur atas yaitu sebuah studi yang terjadi waktu dalam
perencanaan, baik berupa kendala ataupun altenatif-altenatif lain.
Bab. 7. Studi kasus struktur fondasi yaitu sebuah studi yang terjadi waktu dalam
perencanaan, baik berupa kendala ataupun altenatif-altenatif lain.
Bab 8 . Penutup yaitu meyimpulkan dari hasil – hasil perhitungan struktur atas
dan bawah serta memberikan saran – saran untuk memberikan masukan – masukan
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mendesain struktur gedung.
Bab. 9. Daftar pustaka yaitu mencantumkan referensi buku-buku atau yang lain
untuk digunakan menyusun skripsi.
Bab 11. Gambar Detail yaitu dari hasil perhitungan struktur atas dan bawah yang
kemudian diperjelas untuk jadi gambar kerja di proyek.
I-3
BAB II
DASAR-DASAR PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG
Hal ini dapat menyebabkan elemen yang berupa plat datar atau tipe lantai
lainnya tersebut dapat bertindak sebagai penahan beban sekaligus
permukaan jadi dari lantai atau langit-langit. Hal yang sama dapat pula
ditunjukkan oleh beton bertulang yang menarik secara arsitektual
sekaligus mempunyai kemampuan menahan beban berat sendiri, angin atau
gempa. Akhirnya dengan menggunakan beton bertulang, pilihan terhadap
ukuran dan bentuk dapat ditentukan oleh perancang dan bukan oleh
ketersediaan ukuran dan bentuk baku dari pabrik.
2. Efisiensi
Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis.
Ukuran yang sering digunakan adalah banyak material yang diperlukan untuk
memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang
ditentukan.
3. Konstruksi
Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana
perakitan elemen-elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah
dibuat dan dirakit.
Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu:
a. Kekuatan
Struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja
padanya seperti beban mati, beban hidup, beban angin dan beban gempa
b. Kekakuan
Dalam perencanaan suatu gedungperlu diperhitungkan kekakuannya
agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa
serta aman dari faktor tekuk.
c. Stabilitas
Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap
momen-momen yang bekerja padanya seperti momen guling, momen geser
dan gaya uplift.
II - 2
keamanan. Faktor keamanan bergantung pada banyak hal seperti bahaya
terhadap kehidupan dan barang-barang sebagai akibat collapse satu jenis elemen
struktur, keyakinan dalam metode analisis struktur, prediksi beban, variasi sifat
material, dan kerusakan yang mungkin terjadi selama masa hidup struktur, dll.
Untuk itu, perlu ditinjau hal-hal yang mempengaruhi dalam tinjauan desain suatu
struktur seperti kondisi pembebanan serta desain struktur bangunannya.
II - 3
suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang 70 % kekakuan
lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3
tingkat diatasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral
suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan
satu satuan simpangan antar tingkat.
g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan,
artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150%
dari berat lantai tingkat diatasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah
atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.
h. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
i. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat.
Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu,
jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau
sebagai pengaruh beban gempa static ekivalen, sehingga menurut standar ini
analisanya dapat dilakukan berdasarkan analisis static ekuivalen.
II - 4
(BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya
diberi kait pada ujungnya.
Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat, dan jaring kawat baja las
yang seluruhnya dirakit sesuai dengan standard SNI.
Standard tulangan yang ada di Indonesia :
1. Tulangan baja
a. Baja tulangan deform (BJTD) sebaiknya digunakan untuk tulangan utama.
b. Baja tulangan polos (BJTP) sebaiknya digunakan untuk tulangan sengkang.
2. Modulus Elastisitas : Es = 200.000 MPa
3. Modulus Geser :G = 80.000 MPa
4. Nisbah Poisson’s :µ = 0,3 MPa
5. Koefisien Pemuaian :α = 12 x 10-6 / °C
2.4. Balok
Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena
adanya beban luar, apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi
deformasi dan rengangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (atau
bertambahnya) retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin
bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen stuktur yaitu pada saat
beban luarnya mencapai beban kapasitas elemen taraf pembebanan, demikian
disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur karena itulah perencanaan harus
mendesain penampang elemen balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak
yang belebihan pada saat beban bekerja dan masih mempunyai keamanan yang
cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa
mengalami keruntuhan.
II - 5
Seperti pada plat, balok juga terdapat beberapa peraturan penggambaran detail
penulangan yang lebih banyak berhubungan dengan praktek merencana struktur
yang baik daripada berdasarkan perhitungan.
Jarak antara batang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir aggregat terbesar
dapat melewatinya dan jarum penggetarpun mungkin dapat dimasukkan kedalam
untuk memadatkan beton. Untuk ini jarak antara batang tulangan diambil sebesar
40 mm baik untuk tulangan atas maupun bawah dan jarak inipun dianggap sebagai
nilai minimum.
Dari segi ekonomi, berlaku peraturan praktis berikut bagi tulangan balok :
- batasilah penggunaan beberapa diameter batang yang berbeda-beda
- gunakan diameter-diameter berikut : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 19, 20, 22, 22,
25, 28 dan 32 mm
- gunakan tulangan sedikit mungkin, yaitu dengan mengambil jarak antara
tulangan sebesar mungkin
- gunakan panjang batang yang ada dipasaran
- batang yang dibengkokkan harus cukup pendek, sebaiknya gunakan
batang tulangan yang panjang hanya untuk tulangan lurus
- bila mungkin, hanya menggunakan sengkang yang semuanya terbuat dari
satu mutu baja dengan diameter yang sama
- diameter batang yang dipilih dalam satu penampang disarankan jangan
mempunyai perbedaan lebih dari satu meter
- usahakan agar jarak antara sepasang batang pada tulangan atas balok tidak
kurang dari 50mm agar dapat terbentuk celah memanjang yang cukup
lebar untuk pengecoran dan pemadatan, ini khusunya bila terdapat
tulangan dua lapis.
II - 6
Peraturan ”Syarat penulangan balok yang baik” diatas ini dapat dilihat pada
gambar 2.1
Jarak Minimum 25 mm
Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang
tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus
diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab
lainnya juga harus diperhitungkan .
II - 7
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga
beban aksial tekan vetikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak 3
kali dimensi lateral terkecil, bagian-bagian dari suatu kerangka bangunan dengan
fungsi dan peran seperti tersebut, kolom menempati posisi penting didalam sistem
stuktur bangunan.
Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen stuktur lain
yang berhubungan dengan, atau bahkan merupakan batas runtuh total
keseluruhan struktur bangunan, secara garis besar ada 3 jenis kolom beton
bertulang, seperti terlihat pada gambar 2.2. Pembahasan kolom ada 2 jenis yang
pertama, yaitu kolom dengan mengunakan pengikat lateral sengkang dan spiral,
untuk komponen stuktur tekan yang diperkuat dengan gelagar atau pipa baja
disebut kolom komposit.
Sengkang Spiral
Penampang
Gelagar baja
Pipa baja
Tulangan pokok
Spasi memanjang
Pengikat
sengkang
Pengikat
spiral
II - 8
Tulangan pengikat lateral berfungsi untuk memegang tulangan pokok me-
manjang agar tetap kokoh ditempatnya dan memberikan tumpuan lateral sehingga
masing-masing tulangan memanjang hanya dapat tertekuk pada tempat diantara
dua pengikat. Dengan demikian tulangan pengikat lateral tidak dimaksudkan
untuk memberikan sumbangan terhadap kuat lentur penampang tetapi
meperkokoh kedudukan tulangan pokok kolom.
Stuktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok
anak, balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan satu kesatuan
monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem pencetakan, pelat juga di pakai
untuk atap, dinding, dan lantai tangga, jembatan, atau pelabuhan. Petak plat
dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan terhadap sisi pendek yang
saling tegak lurus, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek
yang saling tegak lurus lebih dari 2, pelat dapat dianggap hanya berkerja sebagai
pelat satu arah dapat didefinisikan sebagai pelat yang didukung pada dua tepi
yang berhadapan sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada
arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi.
II - 9
B eam B eam
a . P la t S a tu A ra h
B eam B eam
b . P la t D u a A ra h
Untuk menentukan tebal pelat lantai menurut Dr. Edward G. Nawy, P.E. (1998)
tercantum pada table 2.1
Tabel 2.1 Tebal minimum pelat (h)
Perletakan sederhana L/20
Satu ujung perletakan menerus L/24
Kedua ujung menerus L/28
Kantilever L/10
II - 10
2.7. Keamanan Struktur
Untuk dapat memenuhi tujuannya, suatu stuktur harus aman terhadap keruntuhan
dan bermanfaat. Suatu struktur mensyaratkan bahwa lendutan-lendutan yang
terjadi harus cukup kecil. Apabila ada retak-retak harus diusahakan berada dalam
batas-batas yang masih dapat ditoleransi dan getaran-getaran yang terjadi harus
diusahakan seminimum mungkin.
II - 11
7. Kekuatan material yang sesungguhnya mungkin berbeda dari yang
ditetapkan oleh perencanaan .
SNI 2847 menentukan kombinasi beban sesuai yang dipakai oleh ACI 2002. Load
factor lama untuk E memakai nilai 1,4. Kini diganti 1,0, karena peraturan baru
telah memakai beban gempa berupa beban batas. Berikut ini tabel kombinasi
pembebanan
Untuk prarencana pelat dan balok kombinasi beban yang perlu diperhitungkan
adalah :
1. U = 1,4 D
2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R )
Secara umum menurut SNI beton 2002 pasal 11.2, ada 6 macam kombinasi
beban yang harus dipertimbangkan :
1. U = 1,4 D
2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5(A atau R)
3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5(A atau R)
4. U = 0,9 D ± 1,6 W
II - 12
5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
6. U = 0,9 D + ± 1,0 E
dimana
D = Beban mati : yaitu beban yang selalu ada pada struktur.
L = Beban hidup : yaitu beban yang sifatnya berpindah-pindah.
A = Beban atap : beban yang tidak tetap di atap (beban orang bekerja
atau/dan beban peralatan).
R = Beban hujan : genangan air hujan di atap.
W= Beban angin
E = Beban gempa : beban ekivalen yang bekerja pada struktur akibat
pergerakan tanah pada peristiwa gempa.
Wilayah gempa ( lampiran tabel 11. peta wilayah gempa Indonesia ) dicirikan
oleh nilai Percepatan Puncak Effektif Bantuan Dasar (PPEBD) dimasing-masing
wilayah dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). Seperti yang
tertera pada SNI 1726 Gambar 1, WG 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah
dengan PPEBD = 0,03g, sedangkan wilayah gempa 6 menyandang wilayah
kegempaan tertinggi dengan PPEBD = 0,30g (PPEBD = PGA tersebut di butir
4.4).
II - 13
nominal (V) pada SPBL. Tabel 1 ini mencantuman pula I1 dan I2 yang menurut
penjelasan di AA.1.1.1 dan 1.1.2 pemakaiannya tergantung pada umur pakai
bangunan yang didesain.
Perlu diketahui, bahwa SNI 1726 Ps.10.5 mengatur pula faktor utama P yang
dipakai pada penentuan beban gempa nominal FP untuk perencanaan unsur
sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin/listrik.
Lihat Lampiran Tabel 2.1 pada SNI03-1726-2003
II - 14
ZP
KP =1+ ( 2.2 )
Zn
di mana zp adalah ketinggian tempat kedudukan unsur atau instalasi
dan zn adalah ketinggian lantai puncak gedung, keduanya diukur dari
taraf penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3.
Pasal 10.5.3 Faktor kinerja unsur P mencerminkan tingkat keutamaan unsur atau
instalasi tersebut dalam kinerjanya selama maupun setelah gempa
berlangsung. Jika tidak ditentukan dengan cara yang lebih rasional,
faktor kinerja unsur P ditetapkan dalam Tabel 8 dan Tabel 9.
Pasal 10.5.4 Waktu getar alami unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi
mesin dan listrik yang nilainya berdekatan dengan waktu getar alami
struktur bangunan gedung yang memikulnya harus dihindari, sebab
dapat menimbulkan gejala resonansi yang berbahaya. Apabila rasio
waktu getar alami antara ke duanya adalah antara 0,6 dan 1,4, maka
nilai faktor kinerja unsur P harus dikalikan 2, kecuali jika dilakukan
suatu analisis khusus
Pada SNI 1726 Ps.4.2.1 mengatur 9 tipe struktur gedung yang beraturan kemudian
Ps.4.2.2 menetapkan struktur yang tidak memenuhi Ps.4.2.1 dianggap sebagai
struktur gedung yang tidak beraturan. Analisa gedung beraturan dapat dilakukan
berdasarkan analisis statik ekuivalen tersebut pada Ps.6, sedangkan yang tidak,
pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik,
sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamis
tersebut pada Ps.7.
II - 15
2.8.4. Sistem Struktur
Dasar sistem struktur utama yang tercantum dalam SNI-1726 Tabel 3
diilustrasikan di gambar 4-3. Ada 4 sistem struktur diantaranya :
Efek ini dinamakan ”syarat kompatibilitas diformasi” yang oleh SNI 2847 Pasal
23.9 ditetapkan bahwa komponen struktur yang semula bukan merupakan SPBL
harus sanggup tetap memikul beban gravitasi bila terkena diformasi lateral yang
disebabkan oleh beban gempa rencana. Hal ini telah ditentukan oleh Pasal 23.9,
bahwa detail gempa khusus diperlukan untuk komponen-komponen non SPBL.
II - 16
pendetailan spesial, komponen strukturnya harus memenuhi syarat Pasal 3 sampai
dengan 20 dan hanya dipakai untuk wilayah gempa 1 dan 2. SRPMM harus
memenuhi persyaratan pendetailan dipasal 23.8 dan Pasal sebelumnya yang masih
relevan dan dipakai untuk SRPM yang berada diwilayah gempa 3 dan 4.
Sedang yang terakhir SRPMK harus dipakai di wilayah gempa 5 dan 6, dan harus
memenuhi persyaratan disain pada Pasal 23.2 sampai dengan 23.7. disamping
pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Menurut footnote Table 16-N
UBC,SRPMM tidak boleh dipakai di Zone 3 dan 4 yang identik dengan WG 4 dan
5. Kiranya ketentuan ini berlaku pula untuk daerah Indonesia.
Di wilayah gempa 3 dan 4, SRPM harus didisain sebagai SRPMM dan DS tak
perlu diditail khusus. Sedang untuk wilayah gempa 1 dan 2, SRPM boleh pakai
Rangka Pemikul Momen Biasa juga DS pakai DS beton biasa. Disamping 4 tipe
sistem struktur tersebut, SNI 1726 juga mengenalkan 3 tipe sistem struktur lain.
Di SNI 1726 table 3 kolom 4 tercantum Rm yang merupakan nilai faktor Reduksi
Gempa, R, maksimum. R ini adalah ratio Ve/V, dimana arti Ve adalah beban yang
dapat direspon oleh struktur berprilaku elastis sepenuhnya, sedangkan V sesuai
SNI 2847 pasal 23.2 (1) adalah beban gempa nominal yang telah ditentukan
berdasarkan disipasi energi pada rentang nonlinier dari respons struktur yang
bersangkutan.
II - 17
Melihat R selalu >1, berarti semua struktur akan selalu didisain dengan beban
gempa <Ve. Hal ini ditempuh untuk memperoleh struktur yang ekonomis dan
desain yang praktis. Namun kesepakatan ini harus diikuti oleh ketentuan bahwa
struktur yang didetail secara tepat harus dapat memberikan respons secara elastis
dan sanggup memencarkan kelebihan energi lebih besar.
C1 I
V = Wt ( 2.3 )
R
dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons
gempa rencana di SNI 1726 ( lihat lampiran tabel 8 ) dan juga di pengaruhi oleh
jenis tanah ( lihat lampiran tabel 10 ) untuk waktu getar alami fundamental T.
Faktor keutamaan (I) gedung ( lihat lampiran tabel1); dan Wt adalah total beban
gravitasi (D+L). C1 adalah suatu faktor yang tergantung pada lokasi wilayah
gempa dan jenis lapisan tanah yang berada dibawah gedung yang didisain.
Sedangkan nilai R harus diambil dari Tabel 3 SNI 1726 ( lihat lampiran tabel 7 )
sesuai sistem struktur yang akan dipakai. Beban L boleh direduksi sesuai SNI 03-
1727-1987 atau yang telah direvisi, dimana beban L untuk perhitungan Wt dikenai
koefisien reduksi sebesar 0,30.
II - 18
2.8.7. Syarat Kekakuan Komponen Struktur (Syarat Pemodelan)
Pengaruh retak-retak pada komponen-komponen struktur akibat beban gempa
juga harus diperhitungkan pada analisa struktur untuk distribusi beban, dan
perhitungkan Kinerja Batas Layan (atau ∆s menurut UBC). Baik pada SNI 2847
(lihat pasal 12.11.1) maupun SNI 1726 (Ps.5.5.1) keduanya menentukan momen
inersia penampang komponen-komponen struktur utuh (Ig) harus dikalikan dengan
suatu persentase efektifitas penampang <1.
2.8.8. Pengaruh P ∆
Semua struktur akibat beban lateral akan melentur kesamping (∆), begitu juga
akibat beban gempa. ∆ ini akan menimbulkan momen sekunder (disebut pengaruh
P-∆) oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping dan
dengan demikian terjadi beban momen tambahan pada komponen-komponen
kolom. Pada SNI – 1726 Ps.5.7 ditetapkan, struktur gedung yang bertingkat lebih
dari 10 lantai atau 40 m, harus diperhitungkan terhadap pengaruh P-∆ tersebut.
Ketentuan ini berbeda dengan pedoman UBC section 1630.1.3 yang menetapkan
bila ratio momen sekunder terhadap momen primer > 0,1, maka pengaruh P-∆
harus diperhitungkan. Untuk zone 3 dan 4 (identik dengan Wilayah Gempa 5 dan
6) pengaruh P-∆ tak perlu diperhitungkan bila ∆s ≤ 0,02 hi/R. Sudah barang tentu
struktur fleksibel yang memiliki R lebih besar akan memungkinkan lebih besar
terkena peraturan P∆ ini.
II - 19
b. Ps.5.6 mensyaratkan T1 harus lebih kecil dari ξn untuk mencegah penggunaan
struktur gedung yang terlalu fleksibel. Nilai ξ tercantum tergantung lokasi
wilayah gempa.
c. Nilai T1 dari hasil rumus empiris tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari
nilai T1 yang dihitung dengan rumus Rayleigh tersebut di Ps.6.2.1.
Untuk diketahui bila SNI 1726 tidak menentukan rumus empiris untuk
menghitung T1, maka UBC 1997 Pasal 1630.2.2 mengenalkan rumus empiris
tersebut (Methode A) kemudian mengendalikan hasil methode A itu dilakukan
oleh formula Rayleigh (Methode B).
Namun bila ratio antara tinggi struktur gedung terhadap ukuran denahnya yang
searah dengan ebban gempa ≥3, maka 0,1 V harus lebih dahulu dianggap sebagai
beban horizintal terpusat yang menangkap pada pusat masa lantai paling atas, baru
kemudian sisa 0,9 V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung seperti
pada rumus (1).
II - 20
2.8.11. Eksentrisitas Rencana ed
SNI 1726 mengatur ed ini di Pasal 5.4.3 dan 5.4.4 sebagai berikut :
Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat (e) harus ditinjau suatu
eksentrisitas rencana ed. Bila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung
pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa,
dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai
berikut :
Untuk O < e ≤ 0,3 b :
ed = 1,5 e + 0,05 b ( 2.5 )
atau
ed = e - 0,05 b ( 2.6 )
Dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur
atau subsistem struktur gedung yang ditinjau :
Untuk e > 0,3 b :
ed = 1,33 e + 0,1 b ( 2.7 )
atau
ed = 1,17e - 0,1 b ( 2.8 )
dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur
atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.
Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana,
eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat menurut
Pasal .5.4.3. harus ditinjau baik dalam analisis statik, maupun dalam analisis
dinamik 3 dimensi.
II - 21
Pembatasan ini bertujuan mencegah terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton
yang berlebihan disamping menjaga kenyamanan penghuni.
- Kinerja batas ultimit (KBU) struktur gedung akibat gempa rencana
untuk struktur gedung beraturan dibatasi sebesar ≤ 0,7 R x (KBL)
atau ≤ 0,02 hi.
Pembatasan ini bertujuan membatasi kemungkinan terjadi keruntuhan struktur
yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah beraturan
berbahaya antar gedung. Tersedia pula batas KBU untuk struktur tak beraturan.
Untuk diketahui, UBC juga menetapkan dua macam simpangan yaitu ∆s yang
identik dengan KBL dan ∆M yang sama dengan KBU, namun UBC tidak memberi
batasan pada ∆s yang nampaknya hanya dipakai untuk menentukan rumus ∆M =
0,7 R ∆s dan batasan interstory drift yang harus memperhitungkan pengaruh P∆.
II - 22
2.8.14. Kompatibilitas Deformasi
SNI 1726 Pasal 5.2 menetapkan suatu kelompok kolom atau subsistem struktur
gedung boleh dianggap tidak menjadi bagian SPBL gempa rencana bila partisipasi
memikul pengaruh gempanya adalah kurang dari 10%. Dalam hal ini, unsur atau
subsistem tersebut selain kena beban gravitasi juga harus direncanakan terhadap
simpangan struktur akibat pengaruh gempa rencana, yaitu terhadap simpangan
inelastic sebesar R/1,6 kali simpangan akibat beban gempa nominal (∆S) pada
struktur gedung tersebut.
UBC section 1633.2.4 juga mengatur ini dengan menetapkan simpangan tadi
sebesar nilai yang lebih besar dai ∆M atau simpangan antar tingkat sebesar 0,0025
hi. Pada waktu menghitung penyimpangan ∆S kekakuan dari unsur-unsur non
SPBL harus diabaikan.
II - 23
balok, tidak termasuk dinding struktural yang dalam hal ini cukup didesain
dengan Pasal 3 sampai 20 (persyaratan umum) dan dipandang cukup memiliki
daktilitas pada tingkat drift yang terjadi didaerah RG menengah.
Untuk struktur beton bertulang yang berada diwilayah gempa 5 dan 6 dengan RG
Tinggi (kerusakan merupakan resiko utama), maka semua komponen struktur
harus memenuhi syarat perencanaan dan pendetailan dari pasal 23 (kecuali pasal
23.10), seperti yang tercatan di kolom 2 tabel 6.1 sampai dengan tabel 6.5.
SNI 2847 pasal 23.9.2 menetapkan pula kombinasi beban batas tersendiri untuk
perhitungan kuat perlu komponen struktur yang ditinjau.
II - 24
2.13. Penulangan
Tulangan pada komponen struktur yang merupakan bagian dari SPBL harus
memenuhi pasal 23.2.(5).
II - 25
harus dikekang sebaik-baiknya (lihat gambar 6.2). pada sambungan mekanikal
boleh juga dipakai dan harus memenuhi ketentuan pasal 23.2 (b).
II - 26
ratio tulangan yang lebih besar dari ± 4% dipandang tidak praktis dan tidak
ekonomis.
Tulangan trnasversal untuk wilayah gempa 5 dan 6 harus beripa tulangan spiral
atau hoop bulat atau hoop persegi panjang seperti digambar 3.3. untuk kolom-
kolom penyangga komponen kaku (menumpu dinding struktur) ditunjukkan oleh
gambar 3.4, tulangan transversal dipasang sepanjang kolom penuh dan harus
diteruskan sedikitnya sama dengan panjang penyaluran tulangan longitudinal
kolom yang masuk dalam dinding struktur. Tulangan transversal tersebut harus
pula membungkus tulangan memnajang kolom yang masuk dalam pondasi atau
poer sedikitnya sepanjang 300 mm.
II - 27
hubungan balok kolom tak mensyaratkan desain khusus seperti pada wilayah
gempa 5 dan 6, walaupun di wilayah gempa 3 dan 4 tidak dituntut pendetailan
khusus, namun demikian sebaiknya pendetailan seperti pada wilayah gempa 5 dan
6.
Berdasarkan denah struktur yang dihadapi, harus ditetapkan arah gempa yang
mnetukan, yaitu searah dengan bidang kerja subsistem struktur penahan beban
gempa (portal terbuka, dinding geser) yang dominan. Biasanya, arah ini adalah
arah yang paling cocok untuk dijadikan arah salah satu sumbu koordinat (sumbu x
atau y) dalam sistem koordinat global yang dipakai dalam analisis struktur. Pada
denah struktur gedung yang sangat tidak beraturan, arah gempa yang menentukan
harus dicari dengan sebaik-baiknya (trial error). Arah pembebanan gempa dalam
kenyataannya adalah sembarang, sehingga pada umumnya selalu terdapat 2
komponen beban gempa dalam arah masing-masing sumbu koordinat ortogonal
yang bekerja bersamaan pada struktur gedung. Pembebanan gempa tidak penuh
tetapi biaksialdapat menimbulkan pengaruh yang lebih rumit terhadap struktur
gedung ketimbang pembebanan gempa penuh tetapi uniaksial. Kondisi ini
II - 28
disimulasikan dengan meninjau pembebanan gempa gempa dalam suatu arah
sumbu koordinat yang ditinjau 100%, yang bekerja bersamaan dengan
pembebanan gempa dalam arah tegak lurus tetapi ditinjau 30%.
Apabila untuk suatu arah sumbu koordinat nilai R untuk sistem struktur yang
dihadapi belum diketahui, maka nilainya harus dihitung sebagai nilai rata-rata
berbobot dari nilai R semua subsistem struktur yang ada dalam arah itu, dengan
gaya geser dasar akibat beban gempa yang dipikul masing-masing subsistem Vs
dipakai sebagai besaran pembobotnya. Dalam hal ini, tentunya nilai R dari
masing-masing subsistem tersebut harus diketahui, misalnya untuk portal terbuka
R = 8.5 dan untuk dinding geser kantilever R = 5.3, yaitu nilai-nilai
maksimumnya menurut standar SNI 03-1726-2003. Untuk arah sumbu x,
perhitungan nilai R rata-rata berbobot dapat ditulis sebagai :
Rx =
∑V xs
=
Vx0
( 2.10 )
∑V R xs xs ∑V xs Rxs
Dan untuk arah sumbu y :
Ry =
∑V ys
=
V y0
( 2.11 )
∑V R ys ys ∑V ys R ys
Untuk dapat menerapkan persamaan IX-1 dan IX-2, untuk masing-masing arah
sumbu koordinat harus dilakukan analisis struktur pendahuluan terhadap beban
gempa statik ekuivalen untuk mengetahui VS. Strukturnya harus dalam keadaan
tidak berotasi (2D) dengan beban gempa statik ekuivalen yang dapat diambil
sembarang, tetapi dapat juga akibat penuh Gempa Rencana (artinya dengan I=1
dan R = 1). Nilai terfaktor reduksi gempa yang representatif untuk struktur
gedung 3D secara keselkuruhan R, kemudian dihitung sebagai nilai rata-rata
berbobot dari nilai Rx dan Ry, dengan gaya geser dasar V x0 dan V y0 diapakai
II - 29
Nilai R, menurut persamaan III-3 merupakan nilai maksimum yang boleh dipakai,
sehingga dapat dipakai nilai yang lebih rendah bila dikehendaki, sesuai dengan
nilai µ yang dipilih.
∑W i d i2 ( 2.13 )
T 1 = 6 ,3 i =1
n
g ∑ Fid i
i =1
dimana :
Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Fi : Beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang menangkap pada pusat
massa lantai tingkat ke-i
di : Simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dari hasil suatu analisis satatik
g : Percepatan gravitasi
Untuk perkiraan awal, waktu getar alami fundamental (T1 ) struktur, dapat di
hitung dengan rumus empiris berikut :
T = H 3/4 ( 2.14 )
II - 30
dimana :
H = tinggi total struktur (m)
= nilai koefisien ( lihat lampiran tabel 9 )
Sebelum melakukan analisis struktur terhadap pengaruh gempa Rencana, harus
dipastikan terlebih dahulu kategori gedung, yaitu dengan menetapkan nilai faktor
keutamaan I, seperti pada lampiran tabel .1
Lihat Lampiran Tabel 1 . Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung
atau Bangunan
Faktor ini adalah untuk menyesuaikan periode ulang gempa, apakah lebih panjang
atau lebih pendek dari periode ulang Gempa Rencana 500 tahun (I>1) harus
ditinjau, bila dihadapi 2 hal berikut :
1. Probabilistik terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur
gedung 50 tahun harus lebih rendah dari 10 % (misalnya rumah sakit),
sehingga periode ulangnya menjadi lebih panjang dari 500 tahun.
2. Umur gedung yang dihadapi adalah jauh lebih panjang dari 50 tahun (misal
monumen atau gedung yang sangat tinggi), sehingga dengan probabilistik
10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung,
periode ulangnya menjadi lebih panjang dari dari 500 tahun.
Periode ulang yang lebih pendek dari 500 tahun (I<1) dapat ditinjau, pada
umumnya bila umur gedung lebih pendek dari 50 tahun (misal gedung rendah),
sehingga probabilitas 10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu
umur gedung, periode ulangnya menjadi lebih pendek dari 500 tahun. Untuk
selanjutnya, setiap pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan faktor
keutamaan I. Bila yang ditinjau adalah taraf pembebanan nominal, maka pengaruh
gempa rencana harus dikalikan I/R.
II - 31
- Bahwa beton sangat mampu menahan tegangan tekan tetapi lemah menahan
tegangan tarik.
- Bahwa baja tulangan mampu menahan tegangan tarik yang terjadi pada saat
tegangan tarik beton melampaui kekuatan tarik beton.
- Sifat adhesi atau lekatan yang memungkinkan kedua bahan dapat saling
bekerja sama secara struktural sangat baik.
- Koefisien muai kedua bahan yaitu beton dan baja tulangan
mempunyai kesamaan yaitu 1.2 x 10-5/ °C
Dalam perencanaan model struktur tugas akhir ini, pedoman yang digunakan
sebagai acuan adalah:
- Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung, Tahun
1987
- Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung,
(SNI 03-2847-2002).
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung (SNI 03-1726-2003).
DIMENSI
Panjang/Lebar Gedung : 22 m / 22 m
Tinggi gedung : 40 m
SPESIFIKASI MATERIAL
Mutu beton : fc’ = 30, 35 Mpa
Mutu baja : fy = 390 Mpa
fys = 240 Mpa
Modulus Elastisitas Beton = 4700 fc’
II - 32
B 2.00
4
6.00
2.22
1.56 6.00
2.22
3.00 3.00
A 6.00
2.00
II - 33
L t. Atap
4.00
L t. 10
4.00
L t. 9
4.00
L t. 8
4.00
L t. 7
4.00
L t. 6
4.00
L t. 5
4.00
L t. 4
4.00
Lt. 3
4.00
Lt. 2
4.00
Lt. 1
II - 34
2.19. Perancangan Awal (Preliminary Design)
Langkah-langkah perencanaan struktur atas dapat digambarkan seperti bagan alir
berikut ini:
Prarencana kolom
Tidak
Cek persyaratan desain awal kolom ( portal
bergoyang ):
Ya
Hitung beban-beban terfaktor
Analisis ETAB
Selesai
II - 35
Keterangan:
1. Data( gambar ) arsitektural dan material gedung
Perencana struktur akan mendapatkan data dari gambar rencana ( arsitek )
contohnya : fungsi gedung ,wilayah gempa. Dari data-data tersebut perencana akan
menentukan material-material akan digunakan untuk gedung tersebut.
6. Prarencana kolom
Setelah perencanaan awal pelat dan balok selesai maka dapat hitung beban-beban
yang akan di terima oleh kolom. Dan dapat diperkirakan ukuran-ukuran kolom
yang akan di pakai.
II - 37
b. faktor panjang efektif (k) kolom kedua ujung terkekangmenggunakan
persamaan : k = 2.0 + 0.3 , ( SNI beton 2002 ACI pasal 12 ) ( 2.25 )
9. Analisis ETABS
Dari data prarencana pelat, balok dan kolom serta beban–beban yang telah
dihitung, kemudian masukan kedalam program ETAB untuk mendapatkan
momen-momen yang terjadi dan dapat menghitung keperluan tulangan memanjang
serta dapat mengetahui apakah ukuran-ukuran pada saat prarencana apakah sudah
mampu memikul beban yang terjadi pada komponen struktur tersebut.
10. Penulangan memanjang pada balok , kolom dan pelat.( dari analisis ETAB ).
Dari analisis ETABS sudah muncul keperluan yang akan di gunakan untuk
tulangan memanjang atau dari ETABS sudah dapat diambil volume yang akan
digunakan untuk tulangan memanjang .
11. Hitung gaya geser rencana balok dan kolom serta hitung penulangannya.
Dari analisis ETABS, perencana tidak bisa langsung mengambil luas tulangan
karena masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan seperti persamaan
berikut ini:
1. Balok
Vu ={ [(Mnl + Mnr ) /ln] + [ (Wu ln)/ 2 ] } ( 2.26 )
II - 38
Dimana : Mnl = momen ujung kanan balok (dapat diambil dari analisis ETAB)
Mnr = momen ujung kiri balok (dapat diambil dari analisis ETAB)
ln = bentang balok netto
Wu = beban terfaktor ( 1.2 D +1.0 L )
2. Kolom
Vu = [ Mat + Mab ] / hn ( 2.27 )
Dimana :
Mat = momen ujung atas kolom (dapat diambil dari analisis ETAB)
Mab = momen ujung bawah kolom(dapat diambil dari analisis ETAB)
hn = tinggi kolom netto
13. Selesai
Setelah semua gambar kerja dan gambar rencana sudah siap maka pekerjaan
struktur sudah siap untuk di kerjakan.
2.20.1 Beban-Beban dan Gaya yang Bekerja Pada Struktur Terdiri Dari :
1. Beban Mati (D) ialah berat dari semua bagian dari gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap.
Contoh :
a. Berat sendiri struktur (pelat, balok, kolom, dll)
b. Berat penutup lantai (keramik, aduk, dll)
c. Langit-langit (rangka plafon dan plafonnya sendiri)
d. Dinding (bata, partisi), sesuai dengan lokasinya.
e. Perlengkapan gedung yang sifatnya tetap (AC, pemipaan, dll), sesuai
dengan lokasinya.
II - 39
2. Beban Hidup (L) ialah semua beban akibat penggunaan gedung, termasuk
beban dari barang-barang yang dapat di pindah, mesin dan peralatan yang
berpindah-pindah.
Contoh :
a. Berat orang
b. Perabot
3. Gaya Angin (W) ialah semua gaya yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh angin.
4. Gaya Gempa (E) ialah semua gaya statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung, yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa
itu.
5. Beban Atap ialah beban hidup yang khusus bekerja pada atap, yaitu :
a. Beban peralatan tidak tetap yang diletakkan di atap dan orang yang
bekerja di atap (A)
b. Beban air hujan (R)
II - 40
3. Berat plafon + rangka diperoleh dari berat jenis plafon + rangka ( misal
plafon + rangka = 0,18 KN/m3)
b. Beban Hidup
Contoh : ( penggunaan gedung untuk kantor )
WL = 2, 50 kN /m2
Wu = 1, 2Wd + 1, 6WL
II - 41
Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Ideal Pada Gedung
II - 42
( Lihat Lampiran Tabel 3 Tebal Minimum Pelat Satu Arah )
Dalam segala hal
hmin pelat lantai : 12 cm.
hmin pelat atap : 10 cm.
SNI Beton 2002 :
Untuk m 0, 2
- Pelat tanpa penebalan, h 120 mm
- Pelat dengan penebalan, h 100 mm
Untuk 0, 2 < m 2, 0
Ln 0,8 + fy / 1500
h ( dari persamaan 2.15 )
36 + 5β (αm − 0,2)
h 120 mm
Untuk m > 2, 0
Ln0,8 + fy / 150
h ( dari persamaan 2.16 )
36 + 9 β
h 90 mm
dimana :
ln = bentang bersih pelat.
= panjang sisi terpanjang panjang sisi terpendek
m = nilai rata-rata dari .
= perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau.
Untuk perhitungan nilai , ukuran balok ditaksir sbb :
Menurut SNI Beton pasal 11.5, persyaratan tinggi (h) minumum balok berikut
dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi.
Kemudian lebar balok (b) sebagai fungsi dari h.
b 1/2 s/d 2/3 h
Pelat Tanpa Balok Interior Menurut SNI Beton 2002 pasal 11.5.3.2, tebal
minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya
dan < 2 harus memenuhi ketentuan berikut :
Lihat Lampiran Tabel 4. Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior
Lihat Lampiran Tabel 5 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior
II - 43
Keterangan :
a : Untuk tulangan dengan tegangan leleh di antara nilai yang tercantum pada
tabel digunakan interpolasi.
b : Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah dari pusat tumpuan
sejarak tidak kurang dari 1/6 jarak pusat-ke-pusat tumpuan pada arah yang
ditinjau.Tebal penebalan 1/4 tebal panel yang tidak ditebalkan.
c : Nilai untuk balok 0, 8
Batasan tulangan menurut SNI – Beton tahun 2002, luas minimum tulangan
pelat harus memenuhi kebutuhan tulangan untuk susut dan suhu sebagai berikut:
a. Pelat yang menggunakan batang ulir mutu 300 Mpa : min = 0.002.
b. Pelat yang menggunakan batang ulir atau jaring kawat kawat las ( polos atau
ulir ) mutu 400 Mpa : min = 0.0018.
c. Pelat yang menggunakan batang ulir mutu melebihi 400 Mpa:
min = (0.0018) 400/ fy.
Dalam segala hal min tidak kurang dari 0.0014.dan mak = 0.375 b
0,85β 1 fc' 600
Dimana b = 600 + fy ( 2.28 )
fy
Jarak antar tulangan tidak melebihi 5 x tebal pelat dan tidak melebihi 450mm
menurut SNI- Beton tahun 2002.
II - 44
Untuk mendapakan hasil desain yang optimum, maka ukuran balok perlu di
desain seoptimum mungkin.
Langkah-langkah berikut dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut :
1. Tentukan bentuk model struktur balok sedekat mungkin dengan
bentuk/kondisi sebenarnya.
2. Taksir besaran dimensi balok awal yag memenuhi syarat. Menurut SNI Beton
pasal 11.5, persyaratan tinggi (h) minumum balok berikut dapat digunakan tanpa
perlu melakukan pegecekan defleksi.
Lihat Lampiran Tabel 6 Persyaratan Tinggi Minimum Balok
Kemudian lebar balok (b) sebagai fungsi dari h.
b 1/2 s/d 2/3 h
3. Hitung beban-beban yang bekerja pada balok, termasuk berat sendiri balok
dari taksiran di atas.
4. Hitung momen maksimum lapangan dan tumpuan dengan memperhatikan
penempatan beban yang menghasilkan momen terbesar.
5. Desain ukuran balok yang paling ekonomis.
6. Cek rasio tulangan, dimana
min < < maks
Beban Balok
II - 45
q : Beban merata per satuan luas yang bekerja pada lantai
(kg /m2 , kN /m2 )
1.4
2. Asmin = b wd ( 2.30 )
fy
Untuk balok T statis tertentu dengan bagian sayap tertarik (balok kantilever
misalnya), tulangan minimum diambil nilai terkecil dari dua rumus berikut :
fc'
1. Asmin = b wd ( 2.31 )
2 fy
fc'
2. Asmin = bf d ( 2.32 )
4 fy
Dimana bf = lebar bagian sayap penampang
Ratio tulangan maksimum balok : max = 0,75 b
benar dan penutup beton yang cukup adalah penting. Perbandingan b/h
dari kolom tidak boleh kurang dari 0.4.
Jika beban yang bekerja pada kolom hanya gaya aksial, maka perkiraan ukuran
kolom
II - 46
1. Kolom dengan pengikat sengkang,
Pu
Ag ( 2.33 )
0,4( fc + fy.ρ .t )
Kolom dengan pengikat spiral
Pu
Ag ( 2.34 )
0,5( fc + fy.ρ .t )
Jika Kolom juga menerima momen, maka faktor pembagi 0,4 dan 0,5 di atas
dapat diturunkan menurut kebutuhan. (Jika tidak menggunakan dinding geser
sebagai komponen pemikul beban lateral, maka faktor pembagi tersebut ±0, 2).
Menurut SNI-Beton pasal 15.6.9.(2), kolom di atas dan di bawah pelat harus
mampu memikul momen menurut pers. berikut :
Momen tersebut kemudian di bagi ke kolom di atas dan di bawah plat, sesuai
dengan perbandingan kekakuan masing-masing.
Persamaan di atas mengacu pada dua bentang yang menyatu, dengan satu
bentang lebih panjang dari yang lainnya, dan dengan beban mati penuh plus
setengah beban hidup diterapkan pada bentang yang lebih panjang dan hanya
beban mati yang diterapkan pada bentang yang lebih pendek.
Ratio tulangan :
1.Untuk wilayah gempa 5 dan 6 :
0,01 t 0,06 ( 2.36 )
2.Untuk wilayah gempa 3 dan 4 :
0,01 t 0,08 ( 2.37 )
II - 47
2.25. Desain Tangga
Tangga dan bordes merupakan sistim pelat yang ditumpu pada kedua
ujungnya.
a. Bordes atas ditumpu oleh balok di ujungnya.
b. Bordes tengah ditumpu oleh balok yang dibuat khusus untuk ini (jika
ada). Jika tidak ada balok yang di buat khusus untuk menumpu bordes
tengah ini, maka sistim tangga disebut juga sebagai tangga melayang.
c. Di ujung anak tangga paling bawah tangga ditumpu oleh fundasi
menerus yang dibuat khusus untuk tumpuan tangga
Beban Tangga
a. Perhitungan beban pada pelat bordes sama seperti perhitungan
beban pada pelat biasa, hanya saja beban hidup ditingkatkan
menjadi 300kg /m2 .Jika akan dianalisis dengan menggunakan
paket program SAP, beban ini harus dikalikan dengan cos ,
dimana : sudut kemiringan tangga
II - 49
3. ketentuan-ketentuan untuk sistem Rangka Pemikul Momen menengah
(SRPMM )
Tujuan persyaratan SRPMM adalah untuk mengurangi kegagalan geser sewaktu
ada gempa . Perencana di beri dua pilihan untuk menentukan gaya geser
terfaktor. Gaya gaeser terfaktor ditentukan dari kuat momen nominal dari
komponen struktur dan beban gravitasi diatasnya
II - 50
beban, maka diperlukan suatu batasan mutu dari masing-masing spesifikasi
bahan struktur yang dipakai terhadap kekuatan menerima beban itu
II - 51
-untuk struktur gedung tidak beraturan :
= 0.7 R ( 2.44 )
Faktor skala
Dimana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan
faktor skala adalah seperti yang tertera pada tabel 3.6.
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam
segala hal simpangan antar-tingkat yang di hitung tidak boleh melampaui
0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
II - 52
BAB III
DASAR-DASAR PERENCANAAN FONDASI
Dari sifat fisik tanah tersebut di atas sangat mempengaruhi sifat engineering
tanah tersebut untuk menentukan struktur fondasi atau yang lainnya. Dalam
menentukan sifat- sifat tanah berbutir kasar dipakai cara dengan analisis saringan
atau pengujian analisa saringan ( sieve analysis ) di laboratorium. Sedangkan
untuk tanah berbutir halus menggunakan metode pengujian Batas-Batas
Atterberg ( antterberg Limit ) di laboratorium.
III - 2
3.2. Tegangan Efektif
3.2.1. Pengertian Dasar
Tegangan-tegangan efektif yang bekerja di dalam tanah atau batuan jenuh yang
terendam air dapat di bagi menjadi 2 macam yaitu :
1.Tegangan-tegangan yang dikirimkan dari butiran yang satu kebutiran yang
lain, yang disebut tekanan intergranuler atau tegangan efektif.
2.Tegangan- tegangan yang bekerja di dalam air, yang mengisi rongga pori,
disebut tekanan atau tegangan netral.
III - 3
Karena pori-pori di antara partikel-partikel padat saling berhubungan, tekanan air
pori pada setiap kedalaman akan sama dengan hidrostatik, karena itu pada
kedalaman z, persamaannya sebagai berikut:
u= w z ( 3.4 )
dan tegangan efektif pada kedalaman z ialah :
’
v= v–u (3.5 )
=( sat – w) z
’
= z
'
Dimana adalah berat isi apung tanah.
p = prekonsolidation pressure
o = efektif overbaden pressure
III - 4
Tanah dikatakan dalam kondisi underconsolidated jika tanah tersebut tidak stabil,
tanah dalam proses pembentukan ( baru diendapkan) dan belum sampai pada
kondisi seimbang. Tanah dalam kondisi over consolidated terjadi akibat:
- Perubahan tegangan total yang terjadi karena erosi, penggalian, melelehnya
lapisan salju yang menutupi tanah.
- Perubahan tekanan pori karena penguapan oleh pohon-pohon, pemompaan
air tanah ke lorong saluran, dan pengeringan lapisan permukaan.
Dimana :
Si = immediate settlement.
III - 5
Sc = consolidation settlemen.
Ss = secondary settlemen ( penurunan akibat geseran tanah ).
’ ’ ’
2. o + > p , maka
Ho σ . '+ ∆ o ' Ho σ '+ ∆ o '
SC = Cr log o + Cc log .o
1 + eo σ .o ' 1 + eo σ .o '
(3.9 )
Dimana :
OCR : overconsolidation ratio = p’ / o’
p’ : preconsolidation pressure
o’ : effektive overburden pressure ( beban karena lapisan di atas
pertengahan clay yang akan dihitung settlementnya).
’ : beban yang ditambahkan pada lapisan tanah tersebut ( timbunan,
struktur ).
eo : angka pori awal
III - 6
3.3.5. Kecepatan Konsolidasi
Karena permeabilitas tanah lempung kecil, maka konsolidasi akan selesai setelah
jangka waktu yang lama, bisa lebih lama dari umur rencana kontruksi. Untuk itu
derajat konsolidasi perlu diketahui pada akhir umur rencana.
Rumus yang di pakai : T = Cv ( t / Hdr2 ) ( 3.10 )
Dimana :
T : faktor waktu ( time factor) dari tabel hubungan U% dan T
Cv : coeffisien of consolidation ( dari grafik hasil uji konsolidasi )
t : waktu
Hdr : drainage path ( panjang maksimum yang harus ditempuh air
tanah untuk keluar )
Aliran 1 arah : Hdr = Ho
Aliran 2 arah : Hdr = Ho/2
Ho = tebal lapisan
U : derajat konsolidasi = S(t) / Sc
S(t) : settlement yang terjadi di waktu tertentu (t).
Hubungan antara derajat konsolidasi rat-rata U, dan time faktor T adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Faktor T
U 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
T 0.008 0.031 0.071 0.126 0.197 0.287 0.403 0.567 0.848 -
Cara Menentukan Cv
1. Memakai kurva dial reading vs Log time ( casagrande ) ( 3.13 )
2
T50Hdr
Cv =
t50
III - 7
2.Metodeakar waktu ( Taylor ) (3.14 )
2
T50Hdr
Cv =
t50
Tanggung jawab perencana fondasi tidak hanya mendesain kekuatan fondasi saja
tetapi juga harus memperhitungkan daya dukung tanah dan menganalisa penurunan
tanah. Yang bertujuan untuk mempertimbangkan waktu layan gedung. Sehingga
perencana harus berupaya menyakinkan bahwa segala hal yang berkaitan dengan
fondasi telah di pahami dan dimengerti dengan baik.
III - 8
1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah
harus di penuhi. Dalam hitungan kapasitas dukung umumnya digunakan faktor
aman
2. Penurunan fondasi harus masih dalam batas nilai yang yang di toleransikan.
Khususnya pada penurunan yang tak seragam harus tidak mengakibatkan
kerusakan pada struktur
Menurut Skemton dan Macdonald 1955, batas penurunan maksimum, dapat dilhat
pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Batas Penurunan Maksimum Fondasi
Jenis fondasi Batas penurunan maksimum ( mm)
Fondasi terpisah pada tanah lempung 65
Fondasi terpisah pada tanah pasir 40
Fondasi rakit pada tanah lempung 65 – 100
Fondasi rakit pada tanah pasir 40 - 65
III - 9
= sudut gesek dalam tanah
= tegangan normal
III - 10
2. Tiang Perpindahan Kecil
Tiang perpindahan kecil ialah sama halnya dengan kategori yang pertama
hanya volume tanah yang dipindahkan pada saat pemancangan relatif kecil.
Contohnya tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton
prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang H, tiang baja bulat ujung
terbuka, tiang ulir.
III - 11
2. Tiang Pancang Pada Tanah Kohesif ( lanau atau lempung )
Pemancangan pada tanah kohesif biasanya akan mengakibatkan kenaikan
permukaan tanah di sekitar tiang, yang diikuti oleh konsolidasi tanah.
Perubahn strtuktur tanah pada saat pemancangan dapat mempengaruhi
susunan tanah didekatnya mengakibatkan tiang yang di pancang lebih
dahulu terangkat keatas akibat pemancangan sesudahnya. Oleh karena itu
pemancangan ulang diperlukan dan mungkin untuk menjadi pertimbangan
untuk mengganti jenis fondasi seperti fondasi tiang bor.
Reese dan O’ neill ( 1989 ) menyarankan faktor aman untuk desain fondasi tiang
sebagai berikut ( tabel 3.3 ):
III - 12
Tabel 3.3 Faktor Keamanan Desain Fondasi
Klasifikasi Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
stuktur baik normal jelek sangat
jelek
Monumental 2.3 3 3.5 4
Permanen 2 2.5 2.8 3.4
Sementara 1.4 2.0 2.3 2.8
III - 13
Data Penyelidikan Tanah Input data reaksi
struktur atas
Tidak
Cek penurunan
Ya
Pendetailan fondasi
III - 14
digunakan untuk mendesain kapasitas daya dukung tanah dan memperkirakan
penurunan yang terjadi pada fondasi.
III - 15
Jika pada desain fondasi belum memenuhi persyaratan maka perlu di desain
ulang kembali, dan jika desain sudah memenuhi persyaratan maka desain
tersebut dapat digunakan.
9. Pendetailan Fondasi
Pendetailan atau memperjelas bentuk dan ukuran fondasi bertujuan untuk
mempermudah dipahami oleh semua pihak-pihak yang terkait untuk diterapkan
di lapangan. Agar tidak terjadi kesalahan di dalam pengerjaannya.
Menurut Vesic model keruntuhan fondasi geser umum diharapkan terjadi pada
’
fondasi yang relatif dangkal yang terletak pada pasir padat atau kira-kira > 36 0,
’
sedangkan untuk keruntuhan geser lokal kira-kira < 29 0
III - 16
3.6. Hitungan Kapasitas Tiang
Yang dimaksut dengan kapasitas tiang ialah kapasitas dukung tiang dalam
mendukung beban. Variasi kondisi tanah dan pengaruh tipe cara pelakasanaan
pemancangan dapat menimbulkan perbedaan yang besar pada beban ultimit tiang,
dalam suatu lokasi bangunan. Demikian pula dengan pengaruh-pengaruh seperti
tiang bergelombang atau tiang halus dan lain sebagainya akan berpengaruh pada
faktor gesekan dinding tiang dengan tanah, yang demikian akan mempengaruhi
kapasitas tiang.
Qu
Qs
q'
Qp
Kapasitas ultimit tiang tunggal (Q ), adalah jumlah dari tahanan ujung / bawah
(Qp) dan tahanan gesek ultimit/kulit ( Qs ) antara dinding tiang atau jika dalam
persamaan :
Qu = Qp + Qs (3.16 )
Keterangan
Qu = kapasitas ultimit netto
Qp = daya dukung titik (ujung)
Qs = tahanan gesek kulit
III - 17
3.7.1. Daya Dukung Titik Ujung Tiang ( Qp )
Tahanan ujung ultimit, secara pendekatan dapat di hitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Qp = Ap qp = Ap ( C Nc + q’ Nq ) ( 3.17 )
Persamaan diatas sama dengan kapasitas ultimit pada fondasi dangakal.
Keteranagan:
Qp = daya dukung titik
C = kohesi tanah pada ujung tiang
q p = tahanan titik satuan
q ’ = tegangan vertikal evektif pada ujung tiang
Nc, Nq = faktor daya dukung ( fungsi dari )
Ap = luas ujung tiang
Ada berapa metode untuk menentukan faktor daya dukung Nc dan Nq, yaitu
dengan metode Meyerhof dan Vesic.
1. Metode Meyerhof
III - 18
a. Fondasi Pada Tanah Pasir.
qp Qu
(Lb/D)cr
D
L= Lb
Qs
qp = ql
Lb Tanah keras
Lb/D Qp
Daya dukung titik tiang pada pasir umumnya meningkat dengan nisbah antara
kedalamaman penanaman tiang dan lebar tiang ( Lb/D )dan mencapai nilai
maksimum pada nisbah Lb/D = (Lb/D )cr. Pada tanah homogen Lb akan sama
dengan panjang tiang (L) , jika tiang sudah masuk pada tanah keras atau tanah
dukung ( Lb) yang biasanya Lb< L, maka di luar nisbah kritis ( Lb/D)cr, nilai qp
akan tetap konsisten yaitu q p = ql.
III - 19
Qp= Ap q’ Nq Ap ql ( 3.22 )
Tahanan titik pembatas dapat diberikan persamaan :
q l = 50 Nq tan
Pada tanah granuler yang homogen ( L= Lb ) dapat diperoleh nilai
qp = 40 N L/D 400 N ( 3.23 )
dimana, N = nilai N- SPT rata-rata didekat ujung tiang ( sekitar 10 D diatas
dan 4D di bawah ujung tiang )
Di dalam pemancangan ada kemungkinan tanah yang masuk tiang pancang berupa
tanah yang berlapis-lapis, seperti contoh pada pemancangan pada lapis kesatu
berupa pasir lunak yang kemudian mencapai lapis kedua berupa lapisan pasir pada
.terlihat pada gambar 3.5 berikut
ini.
Qu
qp
Tanah lapis 1
(pasir lepas )
D
L
ql(1)
Lb
10 D
Tanah l pis 2
(pasir padat a) ql(d)
Pada umumnya pada desain nilai di asumsikan dalah kurang dari sekitar 300,
prosedur ini dapat dipergunakan untuk mendapatkan nilai Nc dan Nq
3Nq
= ( 3.28 )
(1 + 1Ko)
Nc = [ Nq – 1] cos ( 3.29 )
III - 21
N= f ( Irr ) ( 3.30 )
Dimana:
Irr = Indeks kekekuan reduksi tanah,
Namun nilai,
Irr= Ir / 1+ Ir ( 3.31 )
Dimana:
Ir = Indeks kekakuan
= Es / [2 (1+ s) ( c + q’tan )] ( 3.32 )
=Gs/ ( c + q’tan ) ( 3.33 )
Es = Modulus young tanah
Gs = Modulus geser tanah.
s = Nisbah poisson tanah
= Regangan volume rata-rata dalam zona plastis dibawah ujung tiang
Untuk kondisi tidak adanya perubahan volume ( yaitu, pasir padat atau lempung
jenuh ), = 0, sehingga,
Ir = Irr ( 3.34)
Nilai Ir dapat dihitung dari uji triaksial dan konsolidasi di laboratorium, namun
untuk perkiraan awal nilai-nilai berikut ini dapat direkomendasikan pada tabel 3.4
Tabel 3.4. Nilai Ir Dari Uji Triaksial
Jenis tanah Ir
Pasir 70- 100
Lanau dan lempung ( kondisi salur ) 50- 100
Lempung ( kondisi tak salur ) 100-200
Pada tabel 9.11 , memberikan nilai-nilai Nq dan Nc untuk berbagai sudut gesek
tanah , ( ) dan Irr.
III - 22
3.7.2. Tahanan Kulit ( Qs )
Qu
D
'
v
z L
Qs f
Qp
Frictional
L’ = 15D
qp = ql
Depth
Tahanan kulit atau tahanan gesek tiang dapat dipakai persamaan sebagai berikut:
Qs = p Lf ( 3.36 )
Dimana:
P = keliling penampang tiang
L = panjang tiang
III - 23
f = tahanan gesek satuan pada setiap kedalaman z
’
Dapat disimpulkan bahwa nilai tegangan vertikal v meningkat dengan
kedalaman tiang hingga suatu batas maksimum pada kedalaman 15-20 kali
diameter tiang, dan tetap konsisten untuk seterusnya. Pada kedalaman 15-20 kali
diameter tiang dapat diasumsikan area kritis ( L’ ). Pada perhitungan desain maka
dapat diasumsikan besarnya L’ = 15 D.
III - 24
Nilai dari berbagai percobaan diperoleh dalam jangkauan 0.5 – 0.8 . Untuk
memilih ini perlu keputusan yang benar-baik.
III - 25
Gambar 3.7. Variasi Dengan Panjang Tiang ( Mc Clelland, 1974 )
III - 26
Jika tanah yang dipancang tanahnya lebih dari satu lapis seperti contoh di bawah
ini
Qu '
cu v
L1 cu 1 Area 1 = A1
L A2
cu2
L2
L3 cu 3 A3
Depth Depth
’
Gambar 3.8.Skema Menentukan dan cu pada Tanah Berlapis
’
Untuk menentukan nilai v dan cu untuk berlapis,menggunakan persamaan :
cu = (cu L1+ cu L2+ cu L3 + .... ) / L ( 3.43 )
'
v = (A1 + A2 + A3 + ..... ) / L ( 3.44 )
di mana A1,A2, A3 ,....adalah luas diagram tegangan vertikal efektif.
2. Metode
Menurut metode , tahanan kulit satuan pada tanah kelempungan apat
digambarkan dengan persamaan sebagai berikut
f= cu ( 3.45 )
dimana = faktor adhesien emperis
III - 27
Variasi pendekatan untuk nilai pada gamgar di bawah ini ;
III - 28
3. Metode
Kalau tiang disorongkan kedalam lempung jenuh, tekanan air pori di sekitar tiang
akan meningkat. Kelebihan air pori ini pada lempung terkonsonsolidasi normal
bisa sebesar 4-6 kali Cu. Namun di dalam satu bulanan, tekanan gesek satuan
untuk tiang dapat ditentukan dengan mengacu pada parameter tegangan efektif
lempung dalam keadaan C = 0. Maka pada kedalaman tertentu
’
f = v ( 3.47 )
dimana :
’
v = tegangan vertikal evektif untuk kedalaman tertentu
= K tan R ( 3.48 )
R = sudut gesek salur lempung ( C )
K = koefisisen tekanan tanah
Nilai dapat di ambil sebagai koefisien tekanan tanah diam atau dengan persamaan
sebagai berikut;
K = 1 – sin R ( untuk lempung terkonsolidasi normal ) ( 3.49 )
K = ( 1- sin R ) OCR ( untuk lempung over konsolidasi ) ( 3.50)
Dimana OCR = Nisbah overkonsolidasi
Dari persamman di atas dapat di kombinasikan sebagai berukut;
’
f = (1 – sin R ) tan R v ( untuk lempung terkonsolidasi normal ) (3.51 )
’
f = ( 1- sin R ) tan R OCR v ( untuk lempung over konsolidasi ) (3.52 )
Apabila nilai f dapat ditentukan maka tahanan kulit total dapat di hitung dengan
persamaan ;
Qs = f P L ( 3.53 )
III - 29
3.8. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Uji Tanah dari Lapangan
Qu
Qs
q'
Qp
Pada tahun 1976, Meyerhof meyarankan pada persamaan 3.54 , besaranya nilai q c
adalah rata-rata yang di hitung dari 8D di atas dasar tiang sampai 4D di bawah
ujung tiang.
Bila belum ada data hubungan antara tahanan kerucut (qc) dan tahanan tanah yang
menyakinkan, pada tahun 1977 , Tomlinson menyarankan penggunaan faktor
untuk hitungan tahanan ujung tiang sebagai berikut :
Qp= Ap qc (3.55. )
Dengan = 0.5
III - 30
Untuk hitungan tahanan ujung tiang dari uji sondir,menurut Heijnen (1974 ) dan
DeRuiter serta Beringen (1979 ), menyarankan nilai faktor separti tabel 3.6.
Pada tahun 1969 Vesic, menyarankan bahwa tahanan gesek persatuan luas (f ),
pada dinding beton adalah 2 kali tahanan dinding mata sondir (qf ), atau
f = 2 qf ( kg/cm2) (3.56 )
Pada tiang baja profil H,
f = qf (kg/cm2) (3.57 )
Pada tahun 1956 Meyerhof, menyarakan tahanan gesek satuan antara tiang dan
tanah secara empiris dapat pula diperoleh dari tahanan ujung kerucut, sebagai
berikut:
1.Untuk tiang pancang beton dan kayu pada tanah pasir
f = qc/ 200 ( kg/cm2) (3.58 )
2. Untuk tiang baja profil H pada pasir
f = q c/ 400 (kg/cm2) (3.59 )
3. Di Belanda, untuk tiang-tiang beton dan kayu pada tanah pasir
f = q c/ 250 (kg/cm2) (3.60 )
Dengan :
f = tahanan gesek dinding tiang persatuan luas ( cm2)
q c = tahanan ujung kerucut statis ( kg/cm2) rata-rata disepanjang tiang.
Untuk tiang pancang yang tidak berbentuk meruncing, meyerhof membatasi nilai
gesek dinding persatuan luas tiak lebih dari f = 1.08 kg/cm2 ( 108 kN/m2) dan
III - 31
untuk baja profil H, f = 0.54 kg/cm2 (kN/m2). Tahanan gesek pada tiang baja
profil H di hitung pada keseluruhan permukaan sayap dan badan.
III - 32
7. Jika setelah dikalikan dengan jumlah tiang, kapasitas ijin yang di peroleh
dari langkah 5 lebih kecil dari beban struktur, maka kedalaman tiang harus
ditambah untuk menaikan nilai tahanan gesek dinding dan tahanan uung
tiang, ( dengan mempertimbangkan pula kekuatan bahan tiang ). Cara
laian yaitu dengan membesarkan ujung tiang. Akan tetapi perlu di ingat
bahwa tiang pancang dengan pembesaran ujung akan memperkecil
tahanan tahanan gesek dindingnya. Jika tiang dengan penampang ujung
besar untuk mencapai tahanan ujung ultimit yang optimal, disarankan agar
tiang di pancang cukup dalam kedalam lapisan pendukung yang di pilih
berdasarkan nilai tahanan kerucutnya.
III - 33
3.8.2. Kapasitas Tiang Dari Uji Penetrasi Standar (SPT )
Penentuan daya dukung fondasi tiang pancang dengan menggunakan data SPT
antara lain diberikan oleh Meyerhof dan schmertmann.
Untuk tiang dengan desakan tanah yang kecil seperti tiang bor dan tiang baja H,
maka daya dukung selimut hanya di ambil separuh dari formula diatas, sehingga
persamaannya menjadi:
Qu = 40 Nb Ap + 0.1 N As
III - 34
Tabel 3.7.Nilai gesekan kulit dan tahanan ujung untuk desain tiang pancang
(sumber ; schmertmann,1967 )
Bagian terdahulu telah membicarakan daya dukung tiang sebagai sebuah tiang
tunggal. Menentukan daya dukung tiang kelompok adalah masalah yang benar-
banar rumit dan belum seluruhnya dapat diselesaikan. Apabila tiang ditempatkan
berdekatan satu sama lainnya, adalah masuk akal untuk mengasumsikan bahwa
tegangan yang disalurkan oleh tiang ke tanah akan tumpang tindih, dan ini bisa
mereduksi daya dukung tiang itu sendiri. Idealnya tiang-tiang dalam sebuah
kelompok harus cukup memiliki jarak sedemikian hingga daya dukung kelompak
tidak kurang dari jumlah daya dukung masing-masing tiang tunggal. Di dalam
praktek jarak dari pusat tiang yang satu ke pusat tiang lainnya (d) harus di jaga
minimum 2.5 D. Namun dalam situasi yang biasanya, jarak ini sekitar 3-3.5 D.
III - 35
Efisiensi dsaya dukung tiang kelompok dapat didefinisikan sebagai;
Qg(u)
=
Qu
(3.44 )
III - 36
Dimana
’
: Peningkatan tegangan di tengah lapisan i
Bg, Lg : panjang dan lebar tiang kelompok
Zi : jarak dari Z = 0 ke tengah lapisan i
4. Menghitung penurunanan untuk masing-masing lapisan akibat adanya
peningkatan tegangan pada lapisan tersebut. Besarnya penurunan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan penurunan konsolidasi satu
dimensi untuk lempung terkonsolidasi normal dan terkonsolidasi lebih.
5. Penurunan konsolidasi total tiang kelompok ( SC ) menjadi :
SC = Sc ( 3.57 )
Fondasi kaison bor di buat dengan cara mengebor lebih dahulu untk membuat
lubang di dalam tanah, dan kemudian lubang di isi dengan beton. Bagian tubuh
kaison dapat dilindungi pipa yang merupakan bagian dari fondasi, atau pipa
ditarik setelah pengecoran. Untuk memperoleh kapasitas dukung yang tinggi,
dasar kasion dapat diperbesar. Fondasi semacam ini digunakan untuk
mengirimkan beban kelapisan yang lebih kuat, dimana pemakaian fondasi tiang
pancang tidak diperbolehakan .
III - 37
Untuk beban bangunan yang tidak begitu besar, umumnya dipakai kasin beton.
Fondasi kaison bor, bila dasarnya tidak tertumpu pada tanah keras, bagian
dasarnya dapat diperbesar untuk mereduksi tekanan pada tanah di bawah dasar
kaison.
III - 38
Qp = Kaya dukung titik (ujung).
Qs = Kahanan gesek kulit.
Ab = Luas penampang kasion.
As = Luas selimut .
q u = 1.3 c Nc + po Nq + 0.3 B N . (3.60 )
B = Lebar atau diameter fondasi .
fs = Faktor gesek satuan antara tanah dan dinding.
Cara yang lain, yaitu kapasitas dukung fondasi dilakukan dengan memperhatikan
tahanan ujung dan tahanan gesek dinding. Kapsitas dukung fondasi kaison
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ( Cooke dan Withaker,
1996 ):
Qs + Qb = Q + Ws + Wb (3.62 )
Dengan
Qs = As d c = Tahanan adhesi dinding tiang
c = Kohesi tanah rata-rata di sekitar fondasi kaison
d = Faktor adhesi ( nilainya di antara 0.35 – 0.45 )
Qb = Ab ( cb Nc+ D ) = Tahanan dukung ujung tiang
III - 39
cb = Kohesi tanah di bawah dasar fondasi kaison
D = Kedalaman fondasi kaison
Ab = Luas dasar kaison
Q = Beban ultimit pada fondasi kaison
Ws = Berat tubuh kaison
Wb = Berat ujung kaison ( bila ada pembesaran ujung )
Nilai d c maksimum adalah 1 kg/cm2 = 107 kN/m2
Karena takanan netto fondasi merupakan fungsi dari berat total sendiri, maka
lebih menguntungkan jika bagian dalam fondasi kaison dibuat berlubang.
Pengamatan withaker dan Cooke (1996), dan Berezantzev dkk. (1961),
menunjukkan bahwa tahanan dukung maksimum merupakan fungsi dari
penurunan (S). Tahanan dukung ujung maksimum akan bekerja pada gerakan
turun tiang sebesar nilai-nilai s/B ( S = penurunan, B = diameter fondasi ) seperti
terlihat pada tabel 3.9.
Tabel 3.9 Gerakan tiang yang dibutuhkan agar tahanan ujung/gesek maksimum
( Withaker dan cooke, 1996; Berezantzev dkk., 1961 )
S/B Tahanan ujung/gesek
0.05 Nilai maksimum tahanan gesek Qs termobilisasi.
0,01 – 0,15 Faktor kapasitas dukung Nc = 9 untuk kaison dengan ujung
dibesarkan pada tanah lempung.
0,20 Faktor kapasitas dukung Vc = 9 untuk diameter ujung tidak
dibesarkan.
Kapasitas dukung ultimit terkerahkan untuk dasar kaison
terletak pada pasir atau lapisan pasir dan batu.
III - 40
3.11.4.Kaison Bor pada Tanah Pasir
Kapasitas dukung ultimit fondasi kaison agak lebih besar dari fondasi dangkal
pada kepadatan tanah pasir yang sama. Hal ini, karena pengaruh beban terbagi
rata tanah di atas dasar fondasi tak dapat diabaikan. Akan tetapi, bila tanah di
sekitarnya mudah mampat, kenaikan kapasitas dukung kemungkinan sangat
kecil. Untuk tanah fondasi yang dipengaruhi oleh gerusan, pengaruh beban
terbagi rata akibat tanah di atas dasar fondasi lebih baik diabaikan. Karena itu,
untuk keamanan, dalam perancangan fondasi kaison sering digunakan persamaan
–persamaan kapasitas dukung ultimit untuk fondasi dangkal.
Tahanan gesek dinding kaison pada tanah granuler dapat dihitung seperti cara
yang sama seperti fondasi tiang, yaitu :
Qs=As Kd Po tg (3.63 )
Dengan
As = luas selimut kaison
Kd = koefisien tekanan tanah lateral
= d = sudut gesek antara tanah dan dinding kaison ( derajat )
Po = tekanan vertikal efektif rata-rata di sepanjang tiang
III - 41
3.12.2.Kaison Bor Pada Tanah Pasir
Pada intensitas beban yang sama, penurunan fondasi kaison lebih kecil daripada
penurunan fondasi dangkal, oleh pengaruh berat material di sekitar fondasi.
Akan tetapi, walaupun dipengaruhi oleh penambahan takanan keliling (
confining pressure ) karena letak dasarnya yang dalam, reduksi penurunannya
ternyata tidak begitu besar. Hal ini, karena pada penggalian lubang kaison,
kepadatan tanah dasar terganggu.
III - 42
BAB IV
DESAIN STRUKTUR ATAS
IV - 1
GAMBAR DENAH DAN POTONGAN
B 2.00
4
6.00
2.22
1.56 6.00
2.22
3.00 3.00
A 6.00
2.00
IV - 2
L t. Atap
4.00
L t. 10
4.00
L t. 9
4.00
L t. 8
4.00
L t. 7
4.00
L t. 6
4.00
L t. 5
4.00
L t. 4
4.00
Lt. 3
4.00
Lt. 2
4.00
Lt. 1
IV - 3
4.1. Perancangan Awal ( Preliminary Design )
Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi rencana struktur
seperti pelat, balok dan kolom agar diperoleh suatu nilai yang optimal.
IV - 4
h diambil 15 cm
4.1.1.3. Rumus 3
h tidak perlu melebihi ln {0,8 + (fy/1500)}
36
h tidak perlu melebihi 560 {0,8 + (390/1500)}
36
h tidak perlu melebihi 16,49 cm
mencari m
1= 2= 3= 4
dimensi balok 40/60
b b
b1 b1
bw b1 bw
L
L1 L1
b b ht
bw b1 bw
b1
b1
IV - 5
b < 1400mm b < 6000mm
2). b < bw+b1+b2
b < 400+1400+1400
b < 3200 mm
IV - 6
2. bw/h 0,3
40/60 = 0,67 0,3 -------------- ok!
3. min < < max
1,4/fy < < 0,725 b --> b = 0,85* 1*(fc’/fy)*(600/(600+fy))
b = 0,039
0,0036 < < 0,028.
6.00
6.00
6.00 6.00
A B C
AREA PEMBEBANAN
Mencari nilai
a. Beban mati (DL)
- Pelat (h=15) = 0,15*2.400 = 0,36 t/m2
- Plafon = 0,018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2
IV - 7
Total DL = 0.,423 t/m2
b. Beban hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0,250 t/m2
Untuk balok yang ujungnya menerus memiliki koefisien momen = 1/11 dari tabel
koefisien momen CUR 4
IV - 8
Mu/bd2 = 133,05/ (0,4*0,552) = 1099.59
Dari tabel CUR 4 didapat ---------- = 0.0037
0,0036 < 0,0037 < 0,253
Jadi dimensi balok 40/60 dapat dipakai.
IV - 9
4.1.4. Perencanaan Balok Kantilever
4.1.4.1.Perencanaan Balok Anak ( Balok Tepi )
1. Denah pembebanan balok kantilever dan balok anak
6.00
4
6.00
3
6.00
2
Lx
1
B
6.00 C
6.00 D
6.00 E F
DENAH PEMBEBANAN
BALOK KANTILEVER
IV - 11
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL1 = 0.423 t/m2
b. Beban Hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2
Untuk balok yang ujungnya menerus memiliki koefisien momen = 1/11 dari
tabel koefisien momen CUR 4
Ln = 6.00 – 0.25 – 0.25 = 5.50 m
Mu 1 = koef momen*qu*ln2 = 1/11*4712*5,52
= 12958 kgm
IV - 12
2. Momen yang terjadi pada balok kantilever ( Mu 2 )
a. Beban mati ( DL1)
- Pelat (h=15) = 0,15 x 2.400 = 0.36 t/m2
- Plafon = 0.018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL1 = 0.423 t/m2
b. Beban Hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2
c. Beban ultimit ( Wu )
Wu = 1.2 DL + 1.6 LL
= 1.2 ( 0.423 ) + 1.6 ( 0.250 )
= 0.908 t/m2
Pada qu equvalen, karena panjang sisi pendek ( Lx ) belum diketahui maka
diasumsikan Lx = 2.04 m
qu1 eq = 1/3 * Wu * L’ * 2
= 1/3 x 0.908 * 2.04 x 2
= 1.235 t/m
IV - 13
f . Momen yang terjadi pada balok kantilever
P = 3.978 t
qu 1 = 1.235 t
qu 2 = 1.08 t
Lx = 2.04
IV - 14
4.1.5. Pra Rencana Dimensi Kolom
4.1.5.1 Denah area pembebanan kolom
6.00
3.00
3.00
6.00
6.00 6.00
A B C
IV - 15
- Beban Hidup (LL1)
Beban hidup = 0,250 t/m2
- Beban ultimate lantai (qu)
Qu = 1,2DL1 + 1,6LL1 = 1,2*0,433 + 0,250 = 0.9196 t/m2
c. Beban ultimate
qu1 = 1.2DL2 + 1.6LL2 = 1,2*0.498 + 1,6*0,100 = 0.758 t/m2
IV - 16
4.1.5.2. Perhitungan prarencana dimensi kolom
1. Lantai 10
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*1.62 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0,758 = 27.288 t
____________________________________________
Pu = 46.728 t
= 46728 kg
Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )
Ag 46728 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 46728 / 74.7
Ag 625.54cm2
Ag 25.01 x 25.01 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm ( asumsi sama dengan lebar balok )
2. Lantai 9
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*1.62 = 19.44 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 10 = (0,5*0,5)*4,00*2,40 = 2.400 t
- Pu lantai 10 = 46.728 t +
Pu = 95.856 t
= 95856 kg
Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )
Ag 95856 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 94992 / 74.7
Ag 1283.21 cm2
Ag 35.82 x 35.82 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm
IV - 17
3. Lantai 8
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 9 = (0,5*0,5)*4,00*2,40 = 2.400 t
- Pu lantai 9 = 95.856 t +
Pu = 144.984 t
= 144984 kg
Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )
Ag 144984 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 144984 / 74.7
Ag 1940.88 cm2
Ag 44.05 x 44.05 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm
4. Lantai 7
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 8 = (0,5*0,5)*4,00*2,40 = 2.400 t
- Pu lantai 8 = 144.984 t +
Pu = 194.112 t
= 194112 kg
IV - 18
5. Lantai 6
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 7 = (0,6*0,6)*4,00*2,40 = 3.456 t
- Pu lantai 7 = 194.112 t +
Pu = 244.296 t
= 244296 kg
6. Lantai 5
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 6 = (0,6*0,6)*4,00*2,40 = 3.456 t
- Pu lantai 6 = 244.296 t +
Pu = 294.480 t
= 294480 kg
IV - 19
7. Lantai 4
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 5 = (0,7*0,7)*4,00*2,40 = 4.707 t
- Pu lantai 5 = 294.480 t +
Pu = 345.615 t
= 345615 kg
8. Lantai 3
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 4 = (0,7*0,7)*4,00*2,40 = 4.707 t
- Pu lantai 4 = 345.615 t +
Pu = 397.050 t
= 397050 kg
IV - 20
9. Lantai 2
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 3 = (0,8*0,8)*4,00*2,40 = 6.144 t
- Pu lantai 3 = 397.050 t +
Pu = 449.922 t
= 449922 kg
10. Lantai 1
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 2 = (0,8*0,8)*4,00*2,40 = 6.144 t
- Pu lantai 2 = 449.922 t +
Pu = 502.794 t
= 502794 kg
IV - 21
11. Kesimpulan dimensi kolom
Kolom lantai 10 dan 9 = 50x 50 cm
Kolom lantai 8 = 50x 50 cm
Kolom lantai 7 dan 6 = 60x 60 cm
Kolom lantai 5 dan 4 = 70 x 70 cm
Kolom lantai 3 dan 2 = 80x 80 cm
Kolom lantai 1 = 90 x 90 cm
B 2.00
4
6.00
2.22
1.56 6.00
2.22
3.00 3.00
A 6.00
2.00
IV - 22
4.2.1. Data – struktur
4.2.1.1 Plat lantai
a. Tebal = 15 cm
4.2.1.2 Balok
a. Dimensi balok induk lantai = 50/90 cm
b. Dimensi balok anak tiap lantai = 25/50 cm
c. Panjang balok 50/90 tiap lantai = 176.00 m
d. Panjang balok 25/50 tiap lantai = 88.00 m
4.2.1.3 Kolom
a. Kolom lantai 10 dan 9 = 50x 50 cm
b. Kolom lantai 8 = 50x 50 cm
c. Kolom lantai 7 dan 6 = 60x 60 cm
d. Kolom lantai 5 dan 4 = 70 x 70 cm
e. Kolom lantai 3 dan 2 = 80x 80 cm
f. Kolom lantai 1 = 90 x 90 cm
IV - 23
4.2.3. Perhitungan Berat Tangga
1. Tangga lantai 1 sampai dengan lantai 9
a. Beban mati ( DLt 9)
- Pelat lantai ( h = 20 cm) = 0.20 *[2.53+2.88+1.56]*3.00*2*2.400 = 20.074 t
- Anak tangga = [(0.28*0.22)/2]*32*3.00*2*2.400 = 14.193 t
- Spesi = [(0.28*16)+(0.22*18)+(1.56)]*3.00*2*0.021= 1.260 t
- Keramik =[(0.28*16)+(0.22*18)+(1.56)]*3.00*2*0.024 = 1.440 t
- Plafon = [2.53+2.88+1.56]*3.00*2*0.018 = 0.753 t
- M/E = [2.53+2.88+1.56]*3.00*2*0.010 = 0.418 t
Total (DLt 9) = 38.138 t
IV - 24
b. Beban hidup ( LLt 1 )
- Beban hidup tangga dan bordes kantor = 0.300 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.50
- Beban hidup ( LL10 ) = [2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]*3.00*0.300*2 *0.50
= 8.973 t
IV - 25
Total beban lantai 10 ( WL10 )
WL10 = DL10 + LL10
= 426.392 + 14.520
= 440.912 t
b. Beban Hidup ( LL 9 )
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 9 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t
Total beban lantai 9 ( WL 9 )
WL 9 = DL9 + LL9 +
= 443.998 + 33.600
= 447.598 t
IV - 26
4.2.4.3. Berat Struktur Lantai 8 ( WL 8 )
a. Beban mati ( DL 8 )
- Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.5*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 50/50 = 16*0.50*0.50*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 38.400 t
- Dinding1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = [44.411 /2] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 8 = 466.203 t
b. Beban Hidup ( LL 8 )
- Beban hidup lantai atap = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 8 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t
IV - 27
4.2.4.4. Berat Struktur Lantai 6 & 7 ( WL6 & 7 )
a. Beban mati ( DL 7 & 6)
- Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Dinding1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Kolom 60/60 = 16*0.60*0.60*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 55.296 t
- Tangga = [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 6 & 7 = 483.099 t
IV - 28
4.2.4.5. Berat Struktur Lantai 4 & 5 ( WL 4&5 )
a. Beban mati ( DL 5&4)
- Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] =161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 70/70 = 16*0.70*0.70*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 75.264 t
- Dinding 1/2 bata = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 5&4 = 503.067 t
IV - 29
4.2.4.6. Berat Struktur Lantai 2 & 3 ( WL 2&3 )
a. Beban mati ( DL 3&2)
- Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 80/80 = 16*0.80*0.80*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 98.304 t
- Dinding 1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 3&2 = 526.107 t
IV - 30
4.2.4.7 Berat Struktur Lantai 1 ( WL1 )
a.Beban mati ( DL 1)
- Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)]*0.030 = 5.280 t
- Aasesoris kaca 30% = 1.584 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 90/90 = 16*0.90*0.90*[4.00/2)+(5.00/2)]*2.400 = 139.968 t
- Dinding ½ bata = [(4.00/2)+(5.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 13.500 t
- dinding ½ bata = [(5.00/2)*(18.00*4)*0.250 = 90.000 t
- Tangga = [ 44.411 / 2 ] + [51.497 / 2] = 47.954 t
DL 1 = 655.950 t
IV - 31
4.2.5. Waktu Getar Alami ( T1 )
a. Tinggi struktur ( H ) = 40 m
b. Jumlah lantai (n ) = 10 lantai
c. Wilayah gempa = 3
Dari SNI gempa 2003 di dapat = 0.102
3/4
T1 < *H
T1 < 0.102*40 3/4
T1 < 1.653
Dari rumus empiris
T1 = 0.06*H3/4
= 0.06*403/4
= 0.97 detik < 1.653 detik ======> OK
IV - 32
4.2.9. Gaya Geser Horizontal Akibat Gaya Sepanjang Tinngi Bangunan
C.I
Vx = Vy = WL
R
0.515 * 1
= 5303.909 = 321.35 ton
8 .5
IV - 33
4EI / 4 * 4EI ( ton )
Lantai Fi * X F2 F3 F4 F5
10 50.43 12.61 12.61 12.61 12.61
9 46.20 11.55 11.55 11.55 11.55
8 46.01 11.50 11.50 11.50 11.50
7 41.80 10.45 10.45 10.45 10.45
6 36.04 9.01 9.01 9.01 9.01
5 31.44 7.86 7.86 7.86 7.86
4 25.45 6.36 6.36 6.36 6.36
3 20.30 5.08 5.08 5.08 5.08
2 14.05 3.51 3.51 3.51 3.51
1 9.62 2.41 2.41 2.41 2.41
b. Arah Y
4 EI
F= *Fiy
4 * 4EI
IV - 34
Waktu getar bangunan dalam arah X (TX
IV - 35
4.2.13. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat
Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung.
- Tx = Ty = 1.26 detik
- Lokasi gempa berada di wilayah gempa 3
- Asumsi tanah lunak
- Dari SNI gempa 2003 ( grafik ) didapat
0.5
C =
T
0.5
= = 0.396 detik
1.26
Karena koefisien gempa dasar C untuk perhitungan periode bangunan dengan cara
empiris tidak sama dengan cara T Rayleigh ( 0.515 0.396 ), Sesuai peraturan
SNI Gempa 2003 pasal 6.2.2 nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20%
maka T dipakai = 1.26 detik.
Lantai Fi * X F2 F3 F4 F5
10 38.86 9.72 9.72 9.72 9.72
9 35.60 8.90 8.90 8.90 8.90
8 35.46 8.87 8.87 8.87 8.87
7 32.21 8.05 8.05 8.05 8.05
6 27.77 6.94 6.94 6.94 6.94
5 24.23 6.06 6.06 6.06 6.06
4 19.61 4.90 4.90 4.90 4.90
3 15.64 3.91 3.91 3.91 3.91
2 10.83 2.71 2.71 2.71 2.71
1 7.41 1.85 1.85 1.85 1.85
IV - 37
b. Arah Y
4 EI
F= *Fiy
4 * 4EI
Lantai Fi * Y FB FC FC FD
10 38.86 9.72 9.72 9.72 9.72
9 35.60 8.90 8.90 8.90 8.90
8 35.46 8.87 8.87 8.87 8.87
7 32.21 8.05 8.05 8.05 8.05
6 27.77 6.94 6.94 6.94 6.94
5 24.23 6.06 6.06 6.06 6.06
4 19.61 4.90 4.90 4.90 4.90
3 15.64 3.91 3.91 3.91 3.91
2 10.83 2.71 2.71 2.71 2.71
1 7.41 1.85 1.85 1.85 1.85
IV - 38
Waktu getar bangunan dalam arah X (TX
IV - 39
4.2.19. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat
Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung.
- Tx =Ty = 1.26 detik
- Lokasi gempa berada di wilayah gempa 3
- Asumsi tanah lunak
- Dari SNI gempa 2003 ( grafik ) didapat
0.5
C =
T
0.5
= = 0.396 detik
1.26
IV - 40
d. Beban hidup area bordes
- Beban hidup = 0.25 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk tangga kantor = 0.75
- qh = 0.75*0.25*1 = 0.1875 t /m
2.00
2
6.00
6.00
6.00
2.00
6
IV - 41
4.3.2.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6
1.00 1.00
3.00
1.00 q = 0.474*1.00 q = 0.474 *1.00
= 0.474 t/m = 0.474 t/m
1.00
IV - 42
4.3.2.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5
1.00
1.00
2.00
q =0.474 * 3.00
= 1.422 t/m
3.00 3.00
IV - 43
4.3.2.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4
1.00 3.00
2X 2X 2X
2X 2X 3.00
1.00
IV - 44
4.3.3. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.9
2.00
2
6.00
6.00
6.00
2.00
6
IV - 45
4.3.3.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6
1.00 1.00
3.00
1.00 q = 0.433*1.00 q = 0.433 *1.00
= 0.433 t/m = 0.433 t/m
1.00
IV - 46
4.3.3.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5
1.00
1.00
2.00
q1 =0.433 * 3.00
= 1.299 t/m
3.00 3.00
IV - 47
4.3.3.3. Portal, As C,As D, As 3 dan As 4
q1 = 0.433*3.00*2
1.00 3.00 3.00 3.00 = 2.598 t/m
q1 = 0.433*300
= 1.299 t/m
q1 = 0.433*1.00*2
= 0.866 t/m
2X 2X
2X 3.00
2X
1.00
c. Beban Hidup ( qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 48
2. Portal bentang 3 – 4
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
3. Portal bentang C – D
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 )
- Beban tangga = ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m
IV - 49
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
2.00
2
6.00
6.00
6.00
2.00
6
IV - 50
4.3.4.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6
1.00 1.00
3.00
1.00 q1 = 0.433*1.00 q1 = 0.433 *1.00
= 0.433 t/m = 0.433 t/m
1.00
IV - 51
4.3.4.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5
1.00
1.00
2.00
q1=0.433 * 3.00
= 1.299 t/m
3.00 3.00
IV - 52
4.3.4.3. Portal, As C,As D, As 3 dan As 4
q1 = 0.433*3.00*2
1.00 3.00 3.00 3.00 = 2.598 t/m
q1= 0.433*300
= 1.299 t/m
q 1= 0.433*1.00*2
= 0.866 t/m
2X 2X
2X 3.00
2X
1.00
c. Beban Hidup ( qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 53
2. Portal bentang 3 – 4
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
3. Portal bentang C – D
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
IV - 54
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
2.00
2
6.00
6.00
6.00
2.00
6
IV - 55
4.3.5.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6
1.00 1.00
1.00
IV - 56
4.3.5.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5
1.00
1.00
2.00
q =0.433 * 3.00
= 1.299 t/m
3.00 3.00
IV - 57
4.3.5.3. Portal, As C ,As D, As 3 dan As 4
q1 = 0.433*3.00*2
1.00 3.00 3.00 3.00 = 2.598 t/m
q1 = 0.433*300
= 1.299 t/m
q1 = 0.433*1.00*2
= 0.866 t/m
2X 2X
2X 3.00
2X
1.00
c. Beban Hidup ( qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250* 1 = 0.150 t/m
IV - 58
2. Portal bentang 3 – 4
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
3. Portal bentang C – D
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 )
- Beban tangga = ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m
IV - 59
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
30
= x500x850 = 2909 mm2
2 x 400
fc'
2. Asmin = .bf.d
4 fy
1 1
bf < l = .6000 = 1500 mm
4 4
bf < bo +6ho = 450+6 (150) = 1350 mm
1
bf < ( 6000-450) = 2775 mm
2
bo = 0.5 s/d 0.65 ht = 0.5 x 900 = 450 mm
30
Asmin = x1350x850 = 3928 mm2
4.400
3. Luas tulangan diambil terkecil = 2909 mm2. tul.
Dipakai tul. tumpuan (bagian atas) 6 φ 25 As= 2945 mm2.
Dipakai tul. tumpuan (bagian bawah) 3 φ 25 As= 1473 mm2.
IV - 60
B. Balok 250 x 500 mm
fc'
1.Asmin = .bw.d
2 fy
30
= x250x500 = 770 mm2
2 x 400
fc'
2. Asmin = .bf.d
4 fy
1 1
bf < l = .6000 = 1500 mm
4 4
bf < bo +6ho = 250+6 (150) = 1150 mm
1
bf < ( 6000-250) = 2875 mm
2
bo = 0.5 s/d 0.65 ht = 0.5 x 500 = 250 mm
30
Asmin = x1150x450 = 1771 mm2
4.400
3. Luas tulangan diambil terkecil = 770 mm2. tul.
Dipakai tul. tumpuan (bagian atas) 4 φ 16 As= 804 mm2.
Dipakai tul. tumpuan (bagian bawah) 2 φ 16 As= 402 mm2.
IV - 61
As 2 = 5 = B = E
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
2 A - B 274 137 184 68 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 B - C 304 151 76 180 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 C - D 291 145 73 158 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 D – E 304 151 76 180 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 E – F 274 137 184 68 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
As 3 = 4 = C = D
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
3 A - B 284 142 196 71 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 B - C 259 129 65 65 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 C - D 210 105 52 52 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 D – E 259 129 65 65 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 E – F 284 142 196 71 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 62
4.4.2. Arah X dan Y Lantai 6 s/d 9
As 1 = 6 = A = F
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
1 A-B 96 48 55 24 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 B - C 142 71 38 76 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 C - D 145 72 36 73 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 D – E 141 70 35 76 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 E–F 96 48 55 24 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
As 2 = 5 = B = E
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
2 A - B 333 166 227 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 B - C 237 118 75 175 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 C - D 277 138 69 155 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 D – E 301 150 75 175 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 E – F 333 166 227 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 63
As 3 = 4 = C = D
Tulangan Yang diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
AS Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
3 A - B 358 179 249 89 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 C - D 206 103 51 51 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 D – E 296 146 73 73 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 E – F 358 179 249 89 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 64
As 2 = 5 = B = E
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
2 A - B 305 152 208 76 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 B - C 193 96 66 179 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 C - D 237 118 59 168 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 D – E 266 133 66 179 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 E – F 305 152 208 76 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
As 3 = 4 = C = D
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
AS Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Bawa Baw Baw Baw
Atas h Atas ah Atas Bawah Atas Bawah Atas ah Atas ah
3 A - B 335 167 234 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 B - C 253 126 63 91 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 D – E 253 126 63 91 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3 E – F 335 167 234 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 65
4.5. Perhitungan Tulangan Sengkang Balok
4.5.1. Hitungan Sengkang Balok 50 x 90 cm as 5 / D-E lantai 1
Diketahui data – data :
- H balok = 90 cm dan d = 90 – 5 = 85 cm
- B balok = 50 cm
1
- Fc = 30 mpa = 300 kg/cm2
- Fy = 400 mpa = 400 kg/cm2
- Asumsi tulangan dipakai 10 mm
- Beban gravitasi VA= -65.2 KN, VB= +60.3 KN
- Tulangan tumpuan kanan dan kiri
a. Atas 6 diameter 25
b. Bawah 3 diameter 25
Rumus yang dipakai :
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
As(1.25 fy )
a=
0.85xfc' xb
Balok ujung arah gempa ke kanan momen tumpuan atas ( Mpr -) adalah :
Tulangan terpasang = As = 6 D25 = 2945 mm2
As(1.25 fy ) 2945x(1.25 x400)
a= = = 115.5 mm
0.85xfc' xb 0.85 x30 x500
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
115.5
= 2945 ( 1.25x400) (850- ) = 1166.60 KNm
2
Dengan cara yang sama momen tumpuan bawah( Mpr +) berdasarkan tulangan
terpasang 2 diameter 25 = 1473 mm , sebesar 604.75 KNm
IV - 66
0.90
5.30
IV - 67
Dalam hal ini gaya geser akibat gempa = 334 kN > 0.5 x 399.2 = 199.6 kN,
namun karena gaya aksial yang lebih kecil maka Vc=0 sehingga
Vu 399.2
Vs = = = 532.27 Kn
φ 0.75
Koefisien reduksi diambil 0.75 karena Vn diperoleh dari Mpr balok.
Dengan memakai tulangan geser 4 kaki φ 10 mm ( Av=314 mm2) diperoleh s
sebesar
Av. fy.d 314 x 400 x850
s= = = 200.58 mm
Vs 532.27 x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3 item 3.2. c .
jarak maksimum sengkang tidak boleh lebih 24 kali dia sengkang. = 24 x 0.008 =
192 mm, maka diambil s= 150 mm
Kontrol kuat geser nominal tidak boleh lebih besar dari Vs max
2 2
Vs max = x bw x d x fc' = x500x850x 30 = 1551.88 > 532.27 Kn
3 3
s = 150 mm memenuhi pasal 23.3 item 3.2. c
smax = sepanjang sendi plastis diujung balok 2h= 2x900 = 1800 mm tidak boleh
lebih besar dari
s max = d/4 = 212.5 mm
= 24 db hoop = 240 mm
= 300 mm
Kesimpulan dipakai s = 150 mm, hoop pertama φ 10 mm dipasang 50 mm dari
muka kolom diujung balok.
Pemasangan begel diluar sendi plastis ( diluar 2h= 2x900 = 1800 mm )
Vu= 314 Kn pada jarak 1800 mm
Vu fc 314 30
Vs = = .bwd’ = - x 500 x 850 = 30.69 kN
φ 6 0.75 6
Jika dipakai begel 2 kaki dengan dia 10 mm Av=157 mm2 , maka
Av. fy.d 157 x 400 x850
s= = = 1738 mm
Vs 30.69 x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3.3.4 dan
1 1
13.5(4(1)) adalah d = x850 = 425 mm
2 2
IV - 68
ln− 4h 1700
Jadi pasang begel 2 φ 10 -300 sebanyak +1 = = 6 buah dibagian
s 300
tengah balok.
Kesimpulan :
a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 10 -150 mm area = 1800 mm
b. Tul.sengkang lapangan 2 φ 10 -300 mm area = 1700 mm
IV - 69
4.5.2. Hitungan Sengkang Balok 25 x 50 cm as 5 / D-E lantai 1
Diketahui data – data :
- H balok = 50 cm dan d = 50 – 5 = 45 cm
- B balok = 25 cm
- Fc1 = 30 mpa = 300 kg/cm2
- Fy = 400 mpa = 400 kg/cm2
- Asumsi tulangan dipakai Ø 10 mm
- Beban gravitasi VA= -48.21 KN, VB= +48.21 KN
- Tulangan tumpuan kanan dan kiri
a. Atas 4 diameter 16
b. Bawah 2 diameter 16
Rumus yang dipakai :
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
As(1.25 fy )
a=
0.85 xfc' xb
Balok ujung arah gempa ke kanan momen tumpuan atas ( Mpr -) adalah :
Tulangan terpasang = As = 4 D16 = 804 mm2
As(1.25 fy ) 804x (1.25x 400)
a= = = 63.06 mm
0.85xfc' xb 0.85x30 x 250
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
63.06
= 804 ( 1.25x400) (450- ) = 168.23 KNm
2
Dengan cara yang sama momen tumpuan bawah (Mpr +) berdasarkan tulangan
terpasang 2 diameter 16 = 402 mm , sebesar 87.28 KNm
IV - 70
5.30
Dalam hal ini gaya geser akibat gempa = 48.21 kN < 0.5 x 104.11 = 52 kN,
namun karena gaya aksial yang lebih kecil maka Vc=0 sehingga
IV - 71
Vu 104.11
Vs = = = 138.81 Kn
φ 0.75
Koefisien reduksi diambil 0.75 karena Vn diperoleh dari Mpr balok.
Dengan memakai tulangan geser 4 kaki φ 10 mm ( Av=314 mm2) diperoleh s
sebesar
Av. fy.d 314 x 400 x 450
s= = = 407 mm
Vs 138.81x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3 item 3.2. c .
jarak maksimum sengkang tidak boleh lebih 24 kali dia sengkang. = 24 x 0.008 =
192 mm, maka diambil s= 150 mm
Kontrol kuat geser nominal tidak boleh lebih besar dari Vs max
2 2
Vs max = x bw x d x fc' = x250x450x 30 = 410.79 > 138.81 Kn
3 3
s = 150 mm memenuhi pasal 23.3 item 3.2. c
smax = sepanjang sendi plastis diujung balok 2h= 2x500 = 1000 mm tidak boleh
lebih besar dari
s max = d/4 = 112.5 mm
= 24 db hoop = 384 mm
= 300 mm
Kesimpulan dipakai s = 150 mm, hoop pertama φ 10 mm dipasang 50 mm dari
muka kolom diujung balok.
Pemasangan begel diluar sendi plastis ( diluar 2h= 2x500 = 1000 mm )
Vu= 314 Kn pada jarak 1000 mm
Vu fc 314 30
Vs = = .bwd’ = - x 250 x 450 = 315.96 kN
φ 6 0.75 6
Jika dipakai begel 2 kaki dengan dia 10 mm Av=157 mm2 , maka
Av. fy.d 157 x 400x 450
s= = = 89 mm
Vs 315.96 x103
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3.3.4 dan
1 1
13.5(4(1)) adalah d = x450 = 225 mm
2 2
IV - 72
ln− 4h 3300
Jadi pasang begel 2 φ 10 -200 sebanyak +1 = = 17 buah dibagian
s 200
tengah balok.
Kesimpulan :
a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 10 -150 mm area = 1000 mm
b. Tul.sengkang lapangan 2 φ 10 -200 mm area = 3300 mm
Tabel penulangan sengkang balok 25/50 cm
Tulangan Sengkang Tulangan Sengkang
Lantai Type
Tumpuan Lapangan
Lt. 1,2 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.3,4 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.5,6 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.7,8,9 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.10 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
IV - 73
4.7. Perhitungan Tulangan Sengkang Kolom
Hitungan Sengkang Kolom Type C15 uk.90 x 90 cm as 5 / D lantai dasar
- Momen balok Mpr - = 132.48 kN , Mpr + = 66.48 kN
- Combo 1 : P = 306.13 ton Mx= 0.9 ton My = 0.07 ton
- Combo 2 : P = 300.51 ton Mx= 1.4 ton My = 0.07 ton
- Tulangan kolom 18 φ 25
- Dari program Pcacol didapat diagram interaksi Mpr = Mb = 2083 kN
Rumus yang dipakai :
Bila dianggap Mpr untuk kolom tengah diatas dan dibawah lantai 2 sama besar
maka : Ve = (2xMpr)/hln = (2x2083)/2.2 = 1893.64 kN
Dengan anggapan momen lentur diatas dan dibawah kolom penyangga lt 2 sama,
maka gaya geser desain berdasarkan M pr + dan – dari balok-balok yang bertemu
di HBK :
Mpr − + Mpr + 1166.6 + 604.75
Vu = = = 805.16 < 1893.64 kN
l1 2.2
Disini l1 = tinggi bersih kolom tengah , Ternyata Ve > Vu = 805.16 kN tapi jelas
lebih besar dari hasil analisa struktur.
Didapat beban aksial terfaktor kolom tengah min 1005 kN ( dari Pcacol )
Untuk komponen yang kena beban aksial berlaku :
Nu fc' 1005 30
Vc = (1+ ) bw.d = (1+ ) 900.850 = 698.408 kN
14 Ag 6 14 x900 x900 6
Berdasarkan Av 4 φ 12 = 452.4 dan s terpasang 100 mm sesuai ketentuan
tulangan pengekangan :
Ujung-ujung kolom sepanjang lo harus dikekang oleh tul. Tranversal (Asn)
lo > h = 900 mm
> h = 450 mm
dengan s memenuhi ketentuan brikut :
¼ x 900 mm = 225 mm
6xϕ = 6x32 = 150 mm
= 100 mm
IV - 74
Asxfyxd 452.4 x400 x850
Vs = = = 1538.16 kN
s 100
Maka : φ (Vs+Vc) = 0.75(1538.16+698.4) = 1677.42 kN > Vu =805.16 kN...OK
Sisa panjang kolom tetap harus tulangan transversal dengan
s < 6 db tul. Memanjang = 150 mm atau < 150 mm
Kesimpulan :
a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 12 -100 mm area = 1800 mm
b. Tul.sengkang lapangan 4 φ 12 -150 mm area = 400 mm
Tabel penulangan sengkang
Tulangan Tulangan Sengkang
Lantai Type Sengkang Lapangan
Tumpuan
Lt.GF C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt. 1,2 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt.3,4 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt.5,6 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt.7,8,9 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
IV - 75
4.8.3. Beban Hidup (LL)
beban hidup lantai = 0.250 t/m2
IV - 76
g. Jarak tulangan
100/6 = 16.70 cm
h. Jarak tulangan diambil 15 cm
i. Penulangan plat φ 8 – 15 cm
Kesimpulan :
1. Jarak tulangan lapangan φ 8 – 150 mm 1 lapis
2. Jarak tulangan tumpuan 2 φ 8 – 150 mm 2 lapis
IV - 77
Tulangan bagi = 50 % tulangan utama
Tulangan Yang diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
4 D10
Tanjakan 1 9 D10 4 D10 9 D10 1106 707 314 707
7D12
4 D10
Bordes 6 D10 4 D10 6 D10 1106 471 314 471
7D12
4 D10
Tanjakan 2 9 D10 4 D10 9 D10 1106 707 314 707
7D12
IV - 78
Tulangan bagi = 50 % tulangan utama
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Baw Baw
Atas ah Atas ah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
Tanjakan 1 5 D10 11 D12 5 D10 11 D12 393 1243 393 1243
Bordes 1 5 D10 11 D12 5 D10 11 D12 393 1243 393 1243
Tanjakan 2 5 D10 9 D10 5 D10 9 D10 393 707 393 707
Bordes 2 5 D10 9 D10 5 D10 9 D10 393 707 393 707
5 D10 5 D10
Tanjakan 3 9 D10 9 D10 1524 707 958 707
10 D12 5 D12
IV - 79
BAB V
PERENCANAAN FONDASI
5.1.Pendahuluan
Berdasarkan hasil laporan penyelidikan tanah untuk proyek Novotel Sophie
Martin, di jalan RA Kartini, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dapat dikategorikan
tanah tersebut adalah tanah lunak.Fondasi yang memungkinkan untuk digunakan
adalah fondasi tiang pancang dan tiang bor . Sedangkan kondisi lokasi proyek
masih dapat menggunakan tiang pancang.
V-1
Gambar 5.1. Denah Pengujian Tanah Bor Dalam dan Sondir
V-2
Gambar 5.3.a .Potongan Lapisan Tanah
V-3
Gambar 5.3.b.Potongan Lapisan Tanah
Dari pengujian bor dalam dan SPT yang dilakukan diambil contoh tanah pada
kedalaman-kedalaman tertentu .Contoh tersebut kemudian dibawa kelaboratorium
untuk dilakukan pengujian. Hasil uji laboratorium akan diketahui sifat fisik tanah
( indek properties ) dan sifat mekanis tanah ( engineering properties ), lihat Sub
V-4
Bab 3.1.2.. Contoh hasil laboratorium dapat dilihat pada Tabel 10.12 , 10.13,
10.14, 10.15, Gambar 10.15.a,b,c,Gambar 10.16.a,b dan Gambar 10.17. a,b.
Sebelum menentukan daya dukung tiang pancang perlu diketahui beban yang
akan diterima oleh fondasi tersebut, agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan jumlah atau jenis tiang yang akan dipakai. Pada perhitungan beban
atau reaksi struktur atas, sudah ada program yang membantu untuk menghitung
reakasi tersebut, seperti program ETABS , SAP dan lain sebagainya .
2.00
2
S-2
S-1
6.00
BH-1
S-3
S-6
6.00
BH-4
S-4
S-5
4
6.00
2.00
6
DENAH FONDASI
Sondir (S)
Dari laporan penyelidikan tanah berdasarkan hasil uji lapangan dapat diasumsikan
bahwa tanah keras terletak mulai dari kedalaman 17.50 m ( lihat Gambar 10.4.a.
V-5
dan b ). Laporan penyelidikan tanah berdasarkan uji laboratorium pada kedalam
mulai 17.50 m, tidak dicantumkan nilai-nilai sifat mekanis tanah ( engineering
properties ), maka pada perencanaan fondasi berdasarkan hasil uji lapangan (
sondir dan NSPT ).
V-6
tulangan yang telah dirangakai kemudian dimasukkan kelubang bor dan ikuti
dengan pengecoran.
5.2.3.2. Kerugian
1.Pengembungan permukaan tanah dan gangguan tanah dan gangguan tanah
akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah
2.Tiang kadang – kadang rusak akibat pemancangan
3.Pemancangan sulit jika berdiameter terlalu besar
4.Pemancangan dapat menimbulkan kerusakan bangunan disekitar bangunan
karena getarannya.
V-7
2.Penggalian tidak mengganggu tanah di sekitarya.
3.kondisi-kondisi tanah atau batu pada dasar sumuran sering dapat di periksa dan
di uji secara fisik.
4.Alat gali tidak banyak menimbulkan suara.
5.2.4.2. Kerugian
1.Berbeda dengan tiang pancang, pelaksanaan sukses sangat tergantung pada
keterampilan dan kemampuan dari pelaksanaaan. Jika pelaksanaan buruk dapat
menimbulkan penurunan daya dukung yang besar.
2. Kondisi dikaki tiang sering kali rusak oleh proses pengeboran, terjadi tumpukan
tanah dari runtuhan dinding tiang bor atau sedimentasi lumpur, sehingga
seringkali daya dukung ujung dari tiang bor tidak dapat diandalkan
3.Hasil pengecoran beton tidak dapat tidak dapat diperiksa maksimal
4.Berbahaya jika ada artesis karena tekanan air tersebut dapat menembus keatas.
V-8
akan mendapatkan luasan dan keliling yang lebih besar dengan Diameter ( D )
yang sama dibandingkan dengan penampang bulat. Maka jika digunakan
penampang persegi akan mendapatkan tahanan ujung tiang ( Qp ) dan tahanan
tahanan gesek (Qs) yang besar pula dibandingkan dengan tiang penampang bulat.
Pada perencanaan fondasi tiang pancang digunakan data penyelidikan tanah dari
lapangan yaitu NSPT dan sondir. Di dalam data penyelidikan tanah data sondir,
tanah keras lebih dangkal dibandingkan data NSPT. Untuk keamanan maka dalam
perhitungan perencanaan fondasi tiang pancang dipakai penyelidikan tanah uji
NSPT. Metode yang dipakai ialah metode Meyerhof dan metode Schmertmann,
dari persamaan ( 3.66 ) dan Tabel 3.10. Data penyelidikan tanah ( bor dalam )
yang dipakai untuk perhitungan daya dukung fondasi diambil yang terdekat
dengan fondasi tersebut ( lihat Gambar 5.4 ). Dengan pertimbangan, dilihat dari
potongan melintang dan memanjang lapisan tanah, tanah tersebut tidak terlalu
jauh perbedaan lapisannya . ( lihat Gambar 5.3.a dan 5.3.b )
V-9
5.3.1. Berdasarkan Bor 4 ( BH- 4 )
- Data – data , lihat Gambar 10.6.a dan 10.6.b,
Qu
19.00
Qs
Qp
V - 10
N = [8+8+12+12+1+8+4+2+14+4+8+10+50] / 13
= 10.85
As = (0.40+0.40)*19*4
= 60.80 m2
Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *10.85*60.80
= 451.936 ton
2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )
Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 451.936 / 2.5
= 180.77 ton
V - 11
Tabel 5.1.Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 4 (Bh – 4 )
No Kedalaman Jenis tanah N 0.04 N
1 1.00 Lempung 8 0.32
2 2.50 Lempung 10 0.40
3 4.00 Lempung 12 0.48
4 5.50 Lempung 12 0.48
5 7.00 Lempung 1 0.04
6 8.50 Lempung 8 0.32
7 10.00 Lempung 5 0.20
8 11.50 Lempung 2 0.08
9 13.00 Lempung 14 0.56
10 14.50 Lempung 4 0.16
11 16.00 Lempung 8 0.32
12 17.50 Lempung 10 0.40
13 19.00 Lempung 50 2.00
Total = 5.76
V - 12
4.Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )
Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 478.208 / 2.5
= 191.28 ton
Qu
22.00
Qs
Qp
Gambar 5.6. Skema Pemancangan pada Bor 1 ( BH-1)
V - 13
5.3.2.1 Metode Meyerhof
1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu )
Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As
Ap = 0.40*0.40
= 0.16 m2
N = [6+16+14+6+6+7+4+9+16+6+9+8+35+26+50] / 15
= 14.20
As = (0.40+0.40)*22.00*4
= 70.40 m2
Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *14.20*70.40
= 519.94 ton
V - 14
2.Tahanan gesek kulit ( Qs )
Qs = 0.2 N As
Tabel 5.2. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 4 (Bh – 4 )
Total = 8.72
V - 15
3. Kapasitas tiang tunggal ultimit ( Qu )
Qu = Qp + Qs
= 128 + 613.89
= 741.89 ton
Qu
17.50
Qs
Qp
Gambar 5.7. Skema Pemancangan pada Bor 2 ( BH-2)
V - 17
Ap = Luas ujung tiang
= 40*40 = 1600 cm
Qp = 1.6* 50*1600
= 128000 kg
= 128 ton
2.Tahanan Gesek Kulit ( Qs )
Qs = 0.2 N As
Total = 5.68
V - 18
3. Kapasitas Tiang unggal Ultimit ( Qu )
Qu = Qp + Qs
= 128 + 318.080
= 446.08 ton
Qu
19.00
Qs
Qp
V - 19
Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut :
- D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
- Bahan tiang dari beton bertulang
- Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 19.00 m.
- Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada
kedalaman 19.00 m
- Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada
bor 3 adalah tanah lempung
V - 20
N = Nilai SPT ujung tiang
= 50
Ap = Luas ujung tiang
= 40*40 = 1600 cm
Qp = 1.6* 50*1600
= 128000 kg
= 128 ton
Total = 6.44
V - 21
Qs = 0.2 N As
= 0.2*6.44*304000
= 391552 kg
= 391.552 ton
Dari hasil perhitungan dua metode di atas maka dapat dipilih untuk perencanaan
fondasi tiang pancang ialah dengan metode Meyerhof ,dengan alasan teknik (
bukan alasan ekonomisnya). Dapat disimpulkan hasil perhitungan metode
Meyerhof rata-rata lebih kecil dari pada metode schmertmann , maka metode
meyerhof untuk keamanan lebih tinggi.
V - 22
Dari perhitungan daya dukung fondasi tiang tunggal, perlu dibandingkan
berdasarkan kekuatan material tiang pancang ( Po ) . Maka perhitungannya
sebagai berikut :
- Kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan/material tiang pancang ( Pu)
Po = 0.85 fc’ ( Ag – Ast ) + Ast *fy
fc’ = Mutu beton = 30 Mpa = 300 kg/cm2
Ag = Luas penampang tiang pancang = 40*40 = 1600 cm2
Ast = Luas tulangan pada tiang pancang = Asumsi 8D25 = 30.41 cm2
Po = [ 0.85 *300 (1569.59) ] + ( 30.41 * 4000 )
= 521885.45 kg
= 521.885 ton
Pu = Ø Po
= 0.65 * 521.885
= 339.23 ton
Hasil perhitungan daya dukung fondasi diambil yang terbesar yaitu 207.97 ton
dibandingkan dengan kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan yaitu sebesar
339.23 ton. Dari perbandingan kedua hasil tersebut maka diambil yang
terkecil.dengan asumsi untuk keamanan tiang pancang.
V - 23
- Fondasi K = 203.39 ton
- Fondasi L = 242.49 ton
- Fondasi M = 203.39 ton
- Fondasi N = 242.49 ton
- Fondasi O = 242.49 ton
- Fondasi P = 255.55 ton
Dari hasil penyelidikan tanah dapat diasumsikan bahwa kedalaman jenis lapisan
tanah antar titik bor tidak menunjukan perbedaan yang besar (lihat pada potongan
melintang dan memanjang pada hasil penyelidikan tanah pada Gambar 5.3a dan
Gambar 5.3 b ), maka pengelompokan fondasi berdasarkan titik bor diambil yang
paling dekat dengan titik bor tersebut ( lihat Gambar 5.4 ). Pengelompokan
fondasi diambil sebagai berikut :
- Fondasi A,B,C,D, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 1 (BH –1 )
- Fondasi E,F,G,H,J,K, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 4 (BH – 4 )
- Fondasi ,I,M,N. dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 2 (BH –2 )
- Fondasi ,L,O,P, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 3 (BH –3 )
D 40 m
3.D = d
n1
V - 24
= [2 (n1 + m – 2) d + 4 D] / p n1 m
n1 = Jumlah baris tiang = 2 tiang
m = Jumlah baris tiang = 1 baris
D = Diameter tiang = 0.40 m
p = Keliling tiang
= 4*0.4 = 1.60 m2
= [2 (2 + 1 – 2 )1.20 + 4 0.4] / 1.60 *2*1
= 0.875 = 87.50 %
- Jadi kelompok tiang bekerja kira-kira 87.50 %
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 255.55 / 207.97
= 1.23 2 tiang
40 D
D 40 Bg
3.D = d
Lg
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 249.92 ]/2.5
= 611.97 ton
V - 26
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*415.94
= 363.95 ton
. P1 < Qu1
255.55 ton < 363.95 ton ----------> OK
40 D
D 40 Bg
3.D
Lg
V - 27
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) 22.00
= 76.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*14.20 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*14.2*88.00
= 249.92 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 249.92 ]/2.5
= 611.97 ton
V - 28
5.5.2.3. Fondasi Tiang E dan H
- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 4 ( BH- 4 ) = 180.77
ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
40 D
D 40 Bg
3.D
Lg
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 164.92 ]/2.5
= 577.97 ton
V - 30
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 203.39 / 180.77
= 1.13 2 tiang
40 D
D 40 Bg
3.D
Lg
V - 31
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*10.85*76.00
= 164.92 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 164.92 ]/2.5
= 577.97 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
361.54 < 577.97, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*361.54
= 316.34 ton
- P < Qu1
203.39 ton < 316.34 ton ----------> OK
V - 32
40 D
D 40 Bg
3.D
Llg
V - 33
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 168.00 ] / 2.5
= 579.20 ton
V - 34
40 D
D 40 Bg
3.D
Lg
V - 35
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan diambil 2.5
Qa = [1280 + 168.00 ] / 2.5
= 579.20 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
364.82 < 579.20, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*363.52
= 318.08 ton
- P < Qu1
255.55 ton < 318.08 ton ----------> OK
D 40 Bg
3.D
Lg
V - 36
1. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)
a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*188.22
= 376.44 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00
= 76.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*12.38*76.00
= 188.18 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan diambil 2.5
Qa = [1280 + 188.18 ] / 2.5
= 587.27 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
376.44 < 587.27, diambil yang terkecil
- Jadi nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 376.44 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
V - 37
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*365.52
= 329.39 ton
- P < Qu1
242.49 ton < 319.83 ton ----------> OK
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 255.55 / 188.22
= 1.36 2 tiang
40 D
D 40 Bg
3.D
Lg
V - 38
= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .22.00
= 88.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*12.38*88.00
= 217.89 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 217.89] / 2.5
= 599.16 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
376.44 < 599.16, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 376.44 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*376.44
= 329.39 ton
- P < Qu1
255.55 ton < 329.39 ton ----------> OK
V - 39
5.5.2.9. Resume Perencanaan Fondasi tiang Pancang
Tabel 5.6.Resume Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang
Daya
No Tipe fondasi Beban fondasi dukung Jumla Panjang Diameter
(ton) fondasi h tiang tiang ( L) tiang (D)
(ton) (cm)
1 A dan D 255.55 363.95 2 22.00 40 x 40
2 B dan C 242.49 363.95 2 22.00 40 x 40
3 E dan H 242.49 316.34 2 19.00 40 x 40
4 F,G,J dan K 203.39 316.34 2 19.00 40 x 40
5 I dan N 242.49 318.08 2 17.50 40 x 40
6 M 255.55 318.08 2 17.50 40 x 40
7 L dan O 424.49 329.39 2 19.00 40 x 40
8 P 255.55 329.39 2 19.00 40 x 40
V - 40
1. Parameter- Parameter Tanah Bor 1 ( BH- 1 )
Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.12 dan Gambar 10.15.a.b.c.
Tanah lapis I
2.50 lempung
Tanah lapis 2
4.00 2/3 L lempung
14.67
Tanah lapis 3
6.00 lempung
22.00
5.83
7.83
Tanah lapis 5
10.00 lempung
1H : 2V
8.50
Gambar 5.8 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 1 ( BH-1)
a.Tanah lapis 1 :
- t = 10.752 kN/m3 = 1.08 t/m3
b. Tanah lapis 2 :
- Pc = p’ = 160 kN/m2 = 16.0 t/m2
- Cc = 0.65
- Cr = 0.06
- eo = 2.33
V - 41
- t = 8.117 t/m3 = 0.81 t/m3
c. Lapis 3 :
- Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc = 0.32
- Cr = 0.07
- eo = 2.33
- t = 8.038 kN/m3 = 0.80 t/m3
d. Tanah lapis 4 :
- Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc = 0.32
- Cr = 0.04
- eo = 1.91
- t = 8.728 kN/m3 = 0.87 t/m3
e. Tanah lapis 5 :
- Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc = 0.32
- Cr = 0.04
- eo = 1.91
- t = 12.206 kN/m3 = 1.21 t/m3
V - 42
2. Parameter- Parameter Tanah Bor 2 ( BH – 2 )
Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.13 dan Gambar 10.16.a.b.
Tanah lapis I
3.00 lempung
Tanah lapis 2
2/3 L lempung
5.50 11.67
17.50
3.83
5.83
Tanah lapis 4
10.00 lempung
1H : 2V
8.00
Gambar 5.9 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 2 ( BH-2)
a.Tanah lapis 1 :
- Pc = 170 kN/m2 = 17.0 t/m2
- t = 10.429 kN/m3 = 1.04 t/m3
b.Tanah lapis 2 :
- Pc = p’ = 110 kN/m2 = 11.0 t/m2
- Cc = 0.36
- Cr = 0.03
- eo = 1.93
- t = 8.93 t/m3 = 0.89 t/m3
V - 43
c.Tanah lapis 3 :
- Pc = p’ = 40.kN/cm2 = 0.4 t/m2
- Cc = 0.39
- Cr = 0.03
- eo = 2.20
- t = 8.051 kN/m3 = 0.81 t/m3
d . Tanah lapis 4 :
- data- data yang belum diketahui diasumsikan sama dengan lapis 3
- Pc = p’ = 40.kN/cm2 = 0.4 t/m2
- Cc = 0.39
- Cr = 0.03
- eo = 2.20
- t = 9.943 kN/m3 = 0.99 t/m3
V - 44
3.Parameter – Parameter Tanah Bor 3 ( BH – 3)
Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.14 dan Gambar 10.17.a.b.
Tanah lapis I
3.50 lempung
Tanah lapis 2
2/3 L lempung
5.00 12.67
19.00
Tanah lapis 3
4.17
7.00 lempung
2.83
6.33
Tanah lapis 4
10.00 lempung
1H : 2V
6.50
Gambar 5.10 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 3 ( BH-3)
a.Tanah lapis 1 :
- t = 11.359 kN/m3 = 1.16 t/m3
b.Tanah lapis 2 :
- Pc = p’ = 110 kN/m2 = 11.0 t/m2
- Cc = 0.21
- Cr = 0.03
- eo = 1.28
- t = 9.464 t/m3 = 0.95 t/m3
V - 45
c.Tanah lapis 3 :
- Pc = p’ = 100.kN/cm2 = 10.0 t/m2
- Cc = 0.30
- Cr = 0.03
- eo = 1.6
- t = 9.814 kN/m3 = 0.98 t/m3
d .Tanah lapis 4 :
- data- data yang belum diketahui diasumsikan sama dengan lapis 3
- Pc = p’ = 100.kN/cm2 = 10.0 t/m2
- Cc = 0.30
- Cr = 0.03
- eo = 1.60
- t = 9.542 kN/m3 = 0.95 t/m3
1. Penurunan lapis ke 4
’
o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)]
= 17.03 t/m2
o’ + = 15.09 + 17.03
= 32.12 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
V - 46
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
V - 47
5.6.3. Penurunan Kelompok Tiang B dan C
- Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
- P = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4
1. Penurunan lapis ke 4
’
o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
OCR = p ’/ o’
= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] =
16.16 t/m2
o’ + = 15.09 + 16.16
= 31.25 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
2. Penurunan lapis ke 5
’
o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
OCR = p’/ o’
= 17.00 / 23.75
V - 48
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 242.49 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.73 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.73
= 25.48 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
10 17 10 23.75 + 1.73
= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05+ 1.10 * 0.03
= 0.0002 m
= 0.02 cm
= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] =
16.16 t/m2
o’ + = 15.09 + 16.16
= 31.25 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
2. Penurunan lapis ke 5
’
o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 17.00 / 23.75
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 242.49 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.73 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.73
= 25.48 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
V - 50
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
10 17 10 23.75 + 1.73
= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03
= 0.0002 m
= 0.20 cm
- Penurunan total pada fondasi E dan H =
- Penurunan, lapis 4 + lapias 5 =
0.08 + 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
1. Penurunan lapis ke 4
’
o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] =
13.55 t/m2
V - 51
o’ + = 15.09 + 13.55
= 28.64 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
Sc = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
2. Penurunan lapis ke 5
’
o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 17.00 / 23.75
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 203.39 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.45 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.45
= 25.20 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
10 17 10 23.75 + 1.45
= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03
= 0.0002 m
= 0.02 cm
V - 52
- Penurunan total pada fondasi F dan G =
- Penurunan, lapis 4 + lapias 5 =
0.07 + 0.02 = 0.09 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
1. Penurunan lapis ke 3
’
o = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 )
= 12.13 t/m2
OCR = p’/ o’
= 0.40 / 12.13
= 0.03 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] =
29.69 t/m2
o’ + = 12.13 + 29.69
= 41.82 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
V - 53
2. Penurunan lapis ke 4
’
o = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 )
= 18.64 t/m2
OCR = p’/ o’
= 0.40 / 18.64
= 0.02 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] =
2.52 t/m2
o’ + = 18.64 + 2.52
= 21.16 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.52
= 0.03 log + 0.39 log
1 + 2.21 18.64 1 + 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.06
= 0.005 m
= 0.5 cm
Penurunan total pada fondasi I dan N =
Penurunan, lapis 3 + lapias 4 =
0.80 + 0.50 = 1.30 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
1. Penurunan lapis ke 3
’
o = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 )
= 12.13 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
V - 54
= 0.40 / 12.13
= 0.03 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39/[0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] =
24.91 t/m2
o’ + = 12.13 + 24.91
= 37.04 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
2. Penurunan lapis ke 4
o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 )
= 18.64 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 0.40 / 18.64
= 0.02 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] =
2.11 t/m2
o’ + = 18.64 + 2.11
= 20.75 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
V - 55
8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.11
= 0.03 log + 0.39 log
+
1 2.20 18.64 +
1 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.05
= 0.004 m
= 0.40 cm
- Penurunan total pada fondasi J =
- Penurunan, lapis 3 + lapias 4 =
0.70 + 0.40 = 1.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
1. Penurunan lapis ke 3
o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 )
= 12.13 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 0.40 / 12.13
= 0.03 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] =
31.29 t/m2
o’ + = 12.13 + 31.29
= 43.42 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
2. Penurunan lapis ke 4
o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 )
= 18.64 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 0.40 / 18.64
= 0.02 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] =
2.65 t/m2
o’ + = 18.64 + 2.65
= 21.29 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
= 10.00 / 14.29
= 0.70 < 1, tanah UC clay
’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+1.42 )*(1.60+1.42)] =
44.12 t/m2
o’ + = 14.29 + 44.12
= 58.410 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
= 10.00 / 20.42
= 0.48 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+6.42 )*(1.60+6.42)] =
3.46 t/m2
o’ + = 20.42 + 3.46
= 23.88 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
V - 58
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
10 10 10 20.42 + 3.46
= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.07
= 0.008 m
= 0.80 cm
- Penurunan total fondasi L dan O = 0.60 + 0.080
= 0.68 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
= 10.00 / 14.59
= 0.70 < 1, tanah UC clay
’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+1.42 )*(1.60+1.42)]
= 46.49 t/m2
o’ + = 14.29 + 46.49
= 60.78 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
V - 59
2.83 10 2.83 14.29 + 46.69
= 0.03 log + 0.3 log
+
1 1.60 15.26 +
1 1.60 14.29
= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.63
= 0.006 m
= 0.60 cm
2. Penurunan lapis ke 4
’
o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00)
= 20.42 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 10.00 / 20.42
= 0.48 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+6.42 )*(1.60+6.42)] =
4.67 t/m2
o’ + = 20.42 + 4.67
= 25.09 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
10 10 10 20.42 + 4.67
= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.09
= 0.011 m
= 1.10 cm
- Penurunan total fondasi P = 0.60 + 1.14
= 1.84cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
V - 60
Gambar 5.3.a, dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan antara BH-4 dengan BH –
3
- Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m
- Po = 203.39 ton ( lihat sub bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3
.Penurunan lapis ke 3
’
o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 )
= 14.29 t/m2
’ ’
OCR = p/ o
= 10.00 / 14.29
= 0.70 < 1, tanah UC clay
’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 4.19 / [(0.40+1.42 )*(0.4+1.42)] = 1.15
t/m2
o’ + = 14.59 + 1.15
= 15.74 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
= 10.00 / 20.42
= 0.48 < 1, tanah UC clay
V - 61
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 4.19/ [(0.40+6.42 )*(0.40+6.42)] =
0.31 t/m2
o’ + = 20.42 + 0.31
= 20.73 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
10 10 10 20.42 + 0.31
= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.007
= 0.0009 m
= 0.09 cm
- Penurunan total fondasi K =
0.03 + 0.09 = 0.12 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
V - 62
5.7. Perencanaan Sloof ( Tie Beam )
K o lo m 9 0 x 9 0
S lo o f
P oor
Mg Mg = 6 .5 c m
VA
VB
L = 6 0 0 cm
Data – data :
- Panjang Bentang ( L ) = 6.00 m
- Asumsi ukuran sloof = 60 x 40 cm
- Asumsi penurunan fondasi diambil syarat batas maksimum penurunan pada
tanah lempung ( ) = 6.5 cm
- Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
- Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 Fc' Mpa = 4700 30
= 25742.96 Mpa = 257429.6 kg/cm2
- Tegangan leleh tulangan baja (fy)
a. Untuk tulangan pokok dipakai besi ulir ( fy = 400 Mpa )
b. Untuk sengkang dipakai besi polos ( fy= 240 Mpa )
V - 63
M = 6 * 257429.6 * 320000 * 6.5
600 2
= 950492.8 kg cm
= 9.5 t m
= 95 kN m
’
d diambil = 6.5 cm
d = h – d’
= 40 – 6.5
= 33.5 cm
= 335 mm
d’ / d = 6.5 / 33.5
= 0.19 0.20
Mu = 95.00
2
bd 0.60*0.3352
= 1410.85 kN/m
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 )
1400 = 0.0042 dan 1600 = 0.0056
interpolasi = 1410.85 = 0.0042 + [(10.85/200)*(0.0056 – 0.0042)]
= 0.0043
Luas tulangan ( As )
As = bd
= 0.0043 *600*335
= 864.3 mm2
Tulangan tarik = tulangan tekan, dipakai = 2 Ø 25 mm = As = 982 mm2
Tulangan tekan = tulangan tarik, karena asumsi goyangan tidak beraturan
V - 64
= 320000 cm4
P = 12 * 257429.6 * 320000* 6.5
600 3
= 29747.42 kg
Vu = P
bd
= 29747.42
60 * 33.5
= 14.80 kg/cm2
Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( Persamaan 2.40 )
= 0.1 30
= 0.55 Mpa
= 5.5 kg/cm2
ØVs = Vu - Øvc
= 14.80 – 5.5
= 9.3 kg/cm2
Gaya geser = gaya sengkang
Øvs L b = n As Ø fy
Tulangan dicoba Ø 12 mm =
- As = 113 mm2 * 2
= 2.26 cm2
9.3*600*60 = n *2.26*(0.6*2400)
334800= 3254.4 n
n = jumlah sengkang = 102.88 bh
s = jarak sengang = 600/102.88
= 5.83 cm 5 cm
V - 65
5.8. Perencanaan Poor ( Pile cap )
5.8.1. Perencanaan Poor ( Pile cap ) Kelompok Tiang
Data – data
- Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
- Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 Fc' Mpa = 4700 30
= 25.742,96 Mpa = 257429.6 kg/cm2
- Tegangan leleh tulangan baja (fy) = 400 Mpa
- Ukuran penampang tiang pancang = 40x 40 cm
- Kapasitas tiang tunggal diambil yang terbesar = 207.97 ton = Pu1 ( lihat Sub
Bab 5.4 )
- Tebal poor diasumsikan = 125 cm
V - 66
500 600 600 500
30
40 1000 mm
30
Kolom 90 x 90 cm
1250 mm
V - 67
Mu VA Pu
L = 60 cm
- Perencanaan Poor
- Kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan tiang pancang ( Pu 2)
Po = 0.85 fc’ ( Ag – Ast ) + Ast *fy
Ag = 40*40 = 1600 cm2
Ast = 8 D25 = 30.41 cm2 ( asumsi )
Po = [ 0.85 *300 (1569.59) ] + ( 30.41 * 4000 )
= 521885.45 kg
= 521.885 ton
Pu 2 = Ø Po
= 0.65 * 521.885
= 339.23 ton
Pu1 dan Pu2 diambil yang terkecil
Jadi diambil Pu1 = 207.97 ton = Pu
Mu = 1247.82
2
bd 1.00 * 1.192
= 881.17
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 )
d ' / d = 6 / 119 = 0.05 0.1
= 800 = 0.0026 dan 1000 = 0.0033
V - 68
interpolasi = 4279.22 = 0.0026 + [ (81.17/200)* ( 0.0033 – 0.0026 )]
= 0.0028
Luas tulangan ( As )
As = bd
= 0.0028 *1000*1190
= 3332 mm2
Tulangan dipakai 12 Ø 19mm = As = 3408 cm2
Jarak tulangan = 100 / 12 = 8.22 7.5 cm
V - 69
s = jarak sengang = 60 / 6
= 10 cm
- Maka tulangan lentur = tulangan geser ( diambil yang terkecil )
- Tulangan di pakai D19 – 7.5 cm
D 19-75
1000 mm
D19 – 75
2200 mm
V - 70
q
=
A R B
7.50 m
q = 0.40*0.40*2400
=38.4 kg/m
R= q* L
= 38.4 * 7.50
= 288.00 kg
VA = VB = ½ R
= ½ 288.00
= 144.00 kg
Mu = 270.70
bd2 0.400*0.3352
= 6030.30 kN/m
V - 71
Luas tulangan ( As )
As = bd
= 0.0220 *400*33.5
= 2948.81 mm2
Tulangan tarik = tulangan tekan, dipakai = 8 Ø 22 mm = As = 3041 mm2
V - 72
BAB VI
VI - 1
BAB VII
1. Pada tanah keras berdasarkan uji SPT, dari laboratorium penyelidikan tanah
tidak dicantumkan nilai kohesi (cu ),dan solusi untuk menghitung daya
dukung fondasi memakai data dari lapangan ( uji sondir dan SPT ).
VII - 1
BAB VIII
PENUTUP
3. Dengan berasumsi bahwa harga beton jauh lebih rendah dari harga baja, maka
penulis beranggapan tulangan yang efisien di Jakarta ρ = 0.001-0.015,
dengan asumsi ρ =0.015 diperoleh dimensi balok optimum 500 x 900
3. Pada perhitungan daya dukung fondasi, jumlah yang dipakai ialah 2 tiang
pancang . ( lihat Tabel 5.6 ). Perhitungan penurunan fondasi telah memenuhi
syarat yaitu lebih kecil 6.5 cm,untuk tanah lempung ( lihat Tabel 3.2 dan
Tabel 5.7). Dari perhitungan maka fondasi tersebut sudah bisa digunakan.
2. Perencanaan struktur proyek ini terdapat banyak aspek yang harus dianalisa.
Dalam skripsi ini hanya terbatas pada masalah yang dibahas, sehingga perlu
kelanjutan dalam hal pembahasan perencanaan sebagai penyempurnaan
perencanaan struktur bangunan dalam skripsi ini.
2. Pada desain fondasi tiang pancang hendaklah dicoba dengan metode yang
lain ( selain metode Meyerhof dan schmertmann), karena masih ada metode
perhitungan daya dukung fondasi, contohnya metode Terzaghi, Vesic, Brinch
hansen, Skemton dan lain sebagainya. Kemungkinan perbedaan hasil
perhitungan daya dukung fondasi. Dari hasil- hasil metode lain tersebut dapat
VIII - 2
dipilih dengan adanya faktor tertentu, contohnya seperti faktor keamanan dan
ekonomis.
3. Perhitungan daya dukung fondasi tiang pancang hendaklah dicoba dari data
penyelidikan tanah dari uji laboratorium dan lapangan, yang bertujuan untuk
perbandingan keamanan dari hasil-hasil perhitungan tersebut.
5. Fondasi tiang dapat dipakai tiang pancang dan bor, oleh karena itu hendaklah
dari kedua tiang tersebut dapat dihitung daya dukungnya. Kemudian dipilih
yang efektif untuk jadi pilihan.
7. Beban gempa atau gaya horisontal dan beban atau gaya angkat, dapat dijadikan
pertimbangan dalam mendesain fondasi.
VIII - 3
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA
IX - 1
BAB XI
GAMBAR DETAIL
XI - 1