Anda di halaman 1dari 268

TUGAS AKHIR

DESAIN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN DI


JAKARTA

Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 ( S-1)

DI SUSUN OLEH :

1. HERMAWAN (4110411-047)
2. TURYANTO (4110412-036)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
TAHUN 2009
Q
LEMBAR PENGESAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Semester : Ganjil Tahun Akademik : 2009/2010

Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Program Studi Teknik
Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Judul Tugas Akhir : Desain Struktur Gedung Perkantoran Di Jakarta

Disusun Oleh :
Nama : Hermawan / 4110411-047
Nama : Turyanto / 4110412-036

Jurusan/ Program Studi : Teknik Sipil dan Perencanaan/ Teknik Sipil

Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada Sidang Sarjana Tanggal 12 Desaember 2009:

Pembimbing Pembimbing

Ir.Desiana Vidayanti, MT Dr.Ir Resmi Bestari, MS

Jakarta, 16 Desember 2009


Mengetahui Mengetahui
Ketua Sidang Ketua Program Studi Teknik Sipil

Ir.Edifrizal Darma, MT Ir. Sylvia Indriany, MT


i
ABSTRAK

Judul:
DESAIN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN DI JAKARTA

Disusun oleh :
1. Nama:Hermawan NIM:4110411-047
2. Nama:Turyanto NIM:4110412-036

Dosen Pembimbing:
- Dr.Ir.Resmi Bestari , Ms
- Ir. Desiana Vidayanti , MT

Perencanaan struktur bangunan pada umumnya , khususnya untuk bangunan


tinggi akan terdiri dari bagian struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah
yang dimaksud adalah fondasi bangunan tersebut, sedangkan yang dimaksud
struktur atas adalah struktur bangunan yang pada umumnya berada diatas
permukaan tanah seperti pelat lantai, balok dan kolom bangunan dan lain-lain.

Perencanaan Struktur Atas


Perencanaan yang dilakukan harus memenuhi kriteria kekuatan (strength),
kenyamanan pemakai ( seviceability), keselamatan ( safety) dan umur rencana
bangunan ( durability). Untuk maksud pemenuhan 4 (empat) kriteria diatas maka
dibuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang syarat-syarat atau tahapan suatu
perencanaan struktur. Perencanaan ini bertujuan untuk membahas langkah
perencanaan elemen struktur berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton (
SNI 03-2847-2002 ) dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung ( SNI 03-1726-2003 )

Masalah sering terjadi ditemui didalam sebuah perencanaan adalah pendetailan


struktur seperti yang sudah diasumsikan pada tahap perhitungan struktur ( harus
disediakan gambar konstruksi yang sesuai dengan kondisi asumsi perhitungan).
Pendetailan tentunya juga berpengaruh terhadap pola keruntuhan struktur yang
bersangkutan, misalnya : detail pada pertemuan balok kolom harus dilakukan
dengan baik sehingga dicapai suatu kondisi dimana keruntuhan pada balok
sebagai akibat beban yang dilampaui beban rencana harus terjadi lebih dahulu
daripada keruntuhan pada kolom untuk beban yang sama. Detail untuk tulangan
geser juga harus diperhatikan dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kenyataan
bahwa kegagalan geser bersifat getas, sehingga dapat menyebabkan keruntuhan
yang mendadak. Harus dapat dijamin bahwa kegagalan akibat lentur pada setiap
elemen struktur harus terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan kegagalan akibat
geser. Dan struktur bawah , yakni fondasi juga harus dapat menjadi kekuatan dari
kestabilan berdiri bangunan tersebut.

iii - 1
Perencanaan Struktur Fondasi
Perencanaan fondasi tiang harus dilakukan dengan teliti dan secermat
mungkin.Oleh karena itu diperlukan penyelidikan tanah,untuk mengetahui sifat
dan parameter-parameter tanah yang akan dibangun fondasi. Dari hasil
penyelidikan tanah akan dianalisa untuk menentukan jenis fondasi yang akan
dipakai dalam struktur gedung tersebut. Parameter-parameter atau sifat tanah
dapat diketahui dari uji lapangan dan laboratorium.

Perencanan daya dukung fondasi dalam skripsi ini digunakan data dari lapangan
yaitu data SPT, dengan metode Meyerhof dan Schmertmann. Dari hasil SPT tanah
keras mulai dari kedalaman 17.50 m. Desain fondasi menggunakan tiang pancang,
bahan tiang dari beton bertulang, dengan penampang persegi dengan ukuran
penampang 40x40 cm. Metode Meyerhof daya dukungnya lebih kecil dibanding
metode schmertmann maka keamanan metode Meyerhof lebih tinggi, jadi metode
Meyerhof yang dipakai daya dukungnya. Hasil perhitungan daya dukung fondasi
tiang tunggal metode Meyerhof adalah antara 180.77 ton sampai 207.97 ton .
kedalaman fondasi tiang pancang berkisar antara 17.50 sampai 22.00 m.

Dari hasil analisa struktur atas ( dengan program ETABS ), diperlukan kelompok
tiang.Perhitungan penurunan fondasi dipakai penurunan konsolidasi, didapat
penurunan terbesar fondasi adalah 1.84 cm. Syarat penurunan pada tanah
lempung adalah 6.5 cm maka fondasi tiang tersebut sudah memenuhi syarat.

Dari perhitungan didapat ukuran sloof adalah 60x40 cm. Tulangan yang dipakai
adalah 4D25, tulangan sengkang dipakai Ø12-5 cm. Ukuran poor yang dipakai
adalah 120x100x125 cm dan dipakai tulangan D19-7.5 cm. Sedangkan tulangan
pokok tiang pancang dipakai 8D25, dengan tulangan sengkang Ø 18 – 15 cm.

Kata kunci:
-Kriteria design, peraturan SNI, pendetailan struktur, kegagalan lentur dan geser.
-Data penyelidikan tanah,beban struktur atas, daya dukung dan penurunan
fondasi tiang pancang.

iii - 2
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan.............................................................................. i
Lembar Pernyataam.............................................................................. ii
Abstrak................................................................................................. iii
Kata Pengantar ..................................................................................... iv
Daftar isi .............................................................................................. v
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................... I - 1
1.2. Tujuan ......................... .............................................................. I - 1
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................ I - 2
1.4. Metodologi Desain........ ............................................................... I - 2
1.5. Sistematika Penulisan.................................................................... I - 2

Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Gedung


2.1. Tinjauan Umum............................................................................. II - 1
2.2. Tinjauan Desain Struktur.......................... .................................... II - 2
2.3. Tulangan Baja................................................ ............................... II - 4
2.4. Balok........................................................... .................................. II - 5
2.5. Kolom......................................................................... ................... II - 7
2.6. Pelat Lantai.................................................................................... II - 9
2.7. Keamanan Struktur........................................................................ II - 11
2.8. Kriteria desain ............................................................................ II - 12
2.8.1. Jenis Tanah............................................................................ II – 13
2.8.2. Kategori Gedung................................................................... II - 13
2.8.3 Konfigurasi Struktur Gedung................................................ II - 15
2.8.4. Sistem Struktur...................................................................... II - 16
2.8.4.A Sistem Dinding Penumpu................................................... II - 16
2.8.4.B Sistem Rangka Gedung...................................................... II - 16
2.8.4.C Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM).......................... II - 16
2.8.4.D Sistem Ganda ( Dual Sistem )............................................ II - 17
v-1
2.8.5. Perencanaan Struktur Gedung............................................... II - 18
2.8.6. Beban Gempa........................................................................ II - 18
2.8.7. Syarat Kekakuan Komponen Struktur .................................. II - 19
2.8.8. Pengaruh P ...................................................... .............. II - 19
2.8.9. Waktu Getar Alami Fundamental (T1).................................. II - 19
2.8.10.Distribusi dari V................................................................... II - 20
2.8.11.Eksentrisitas Rencana ed...................................................... II - 21
2.8.12.Pembatasan Penyimpangan Lateral……………................. II - 21
2.8.13.Pengaruh Arah Pembebanan Gempa................................... II - 22
2.8.14.Kompatibilitas Deformasi.................................................... II - 23
2.8.15.Komponen-komponen Rangka yang tidak direncanakan
untuk menahan Gaya akibat Gempa Bumi.......................... II - 23
2.9. Desain dan Pendetailan……………………………….................. II - 23
2.10. Komponen Struktur yang tidak direncanakan untuk memikul
Beban Gempa ................................................................................ II - 23
2.11. Faktor Reduksi Kekuatan............................................................. II - 24
2.12. Kuat Tekan Beton........................................................................... II - 24
2.13. Penulangan...................................................................................... II - 25
2.14. Persyaratan Pendetailan Komponen Struktur Beton...................... II - 25
2.14.1. Komponen Lentur............................................................... II - 25
2.14.2. Penulangan Lentur.............................................................. II - 25
2.14.3. Sambungan Lewatan........................................................... II - 25
2.15. Tulangan Pengekang....................................................................... II - 26
2.15.1. Komponen terkena Beban Lentur dan Aksial..................... II - 26
2.15.2.A. Persyaratan Kuat Lentur................................................. II - 26
2.15.2.B. Sambungan Lewatan ( SL)............................................. II - 27
2.15.2.C. Tulangan Transversal (TT)............................................. II - 27
2.15.3. Hubungan Balok-Kolom (HBK)........................................ II - 27
2.15.4. Penulangan Memanjang..................................................... II - 28
2.16. Analisis Dinamis................................................................... II - 28
2.17. Pedoman Perencanaan ......................................................... II - 31

v-2
2.18. Data Desain Bangunan........................................................... II - 32
2.19. Perancangan Awal ( Preliminary Design )............................ II - 35
2.20. Beban-beban Dalam Perencanaan......................................... II - 39
2.20.1. Beban-Beban dan Gaya yang Bekerja Pada Struktur....... II - 39
2.20.2. Beban Pelat........................................................................ II - 40
2.21. Konsep Desain Kapasitas...................................................... II - 41
2.22. Perencanaan Pelat.................................................................. II - 42
2.23. Perencanaan Balok................................................................ II - 44
2.24. Perencanaan Kolom............................................................... II - 46
2.25. Desain Tangga...................................................................... II - 48
2.26. Perencanaan Tulangan Geser................................................ II - 48
2.27. Program Komputer Etabs Non Linier................................... II - 50
2.28. Kinerja Struktur Gedung....................................................... II - 51

Bab III Dasar-dasar Perencanaan Fondasi........................................ III - 1


3.1. Penyelidikan Tanah …………………………………….............. III - 1
3.1.1. Tujuan Penyelidikan Tanah …………………………........ III - 1
3.1.2. Sifat-Sifat Tanah …………………………………............. III - 1
3.1.3. Pengaruh Muka Air Tanah.................................................. III - 2
3.2. Tegangan Efektif........................................................................... III - 3
3.2.1. Pengertian Dasar ................................................................. III - 3
3.2.2. Prinsip Tegangan Efektif .................................................... III - 3
3.2.3. Tegangan Vertikal Akibat Berat Sendiri Tanah.............. ... III - 3
3.3. Konsolidasi Pada Tanah............................................................... III - 4
3.3.1. Pengertian Konsolidasi....................................................... III - 4
3.3.2. Penentuan Tekanan Pra-Konsolidasi.................................. III - 4
3.3.3. Penurunan Konsolidasi Tanah............................................ III - 5
3.3.4. Perhitungan Penurunan Konsolidasi ……………............... III - 6
3.3.5 Kecepatan Konsolidasi ...................................................... III - 7
3.4. Penentuan Sistem Fondasi.............................................................. III - 8
3.4.1. Fondasi Tapak ……………………...................................... III - 8
3.4.2. Fondasi Tiang ...................................................................... III - 10
v-3
3.4.3. Kategori Tiang Pancang ...................................................... III - 10
3.4.4. Pengaruh Pemancangan ...................................................... III - 11
3.4.5. Faktor Keamanan Tiang ..................................................... III - 12
3.5. Prinsip-Prinsip Desain Fondasi ...................................................... III - 13
3.5.1 Tipe-Tipe Keruntuhan Fondasi ............................................. III - 16
3.6. Hitungan Kapasitas Tiang ............................................................. III - 17
3.7. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Hasil Uji Tanah Laboratorium.. III - 17
3.7.1 Daya Dukung Titik Ujung Tiang ( Qp ) .............................. III - 18
3.7.2. Tahanan Kulit ( Qs ) ............................................................ III - 23
3.8. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Uji Tanah dari Lapangan ....... III - 30
3.8.1. Kapasitas Tiang Dari Uji Kerucut Statis ( Sondir )............. III - 30
3.8.1.1. Kapasitas Tiang Dalam Tanah Granuler............................ III - 30
3.8.1.2. Kapasitas Tiang Dalam Tanah kohesif .............................. III - 33
3.8.2. Kapasitas Tiang Dari Uji Penetrasi Standar (SPT ).............. III - 34
3.9. Tiang Kelompok – Efisiensi ……………………………………… III - 35
3.10.Penurunan Konsolidasi Tiang Kelompok ...................................... III - 36
3.11. Fondasi Kaison ............................................................................... III - 37
3.11.1. Kaison Bor ........................................................................ III - 38
3.11.2. Kapasitas Dukung................................................................ III - 38
3.11.3. Kasion Bor pada Tanah Lempung...................................... III - 39
3.11.4. Kaison Bor pada Tanah Pasir ........................................... III - 41
3.13. Penurunan Kasion ........................................................................ III - 41
3.13.1.Kaison Bor pada Tanah Lempung .................................... III - 41
3.13.2.Kaison Bor Pada Tanah Pasir ........................................... III - 42

Bab IV Desain Struktur Atas


4. Data- data Struktur........................................................................... IV - 1
4.1. Perancangan Awal ( Preliminary Design )……………………….. IV - 4
4.1.1. Pra Rencana Pelat………………………………………. . IV - 4
4.1.2. Pra Rencana Balok……………………………………….. IV - 6
4.1.3. Pra Rencana Dimensi Balok Optimum……………........... IV - 9
4.1.4. Perencanaan Balok Kantilever…………………………… IV - 10
v-4
4.1.4.1.Perencanaan Balok Anak ( Balok Tepi)…………………. IV - 10
4.1.4.2.Perencanaan Balok Kantilever…………………………... IV - 11
4.1.5. Pra Rencana Dimensi Kolom……………………………. IV - 15
4.1.5.1.Denah Area Pembebanan Kolom………........................... IV - 15
4.1.5.2.Perhitungan Prarencana Dimensi Kolom………............... IV - 17
4.2. Perhitungan Gaya Geser Dasar Horizontal Gempa........................ IV - 22
4.2.1. Data Struktur........................................................................ IV - 23
4.2.2. Asumsi-asumsi..................................................................... IV - 23
4.2.3. Perhitungan Berat Tangga................................................... IV - 24
4.2.4. Berat Struktur...................................................................... IV - 25
4.2.4.1. Berat Struktur Lantai 10................ .................................. IV - 25
4.2.4.2. Berat Struktur Lantai 9...................................................... IV - 26
4.2.4.3. Berat Struktur Lantai 8...................................................... IV - 28
4.2.4.4. Berat Struktur Lantai 6&7 ................................................ IV - 28
4.2.4.5. Berat Struktur Lantai 4&5 ................ ............................... IV - 29
4.2.4.6. Berat Struktur Lantai 2&3 ................ ............................... IV - 30
4.2.4.7. Berat Struktur Lantai 1 ................ ................................... IV - 31
4.2.4.8. Total Beban Struktur ......................................................... IV - 31
4.2.5. Waktu Getar Alami (T1)....................................................... IV - 32
4.2.6. Faktor Keutamaan Gedung (I).............................................. IV - 32
4.2.7. Faktor Reduksi Gempa (R)................................................... IV - 32
4.2.8. Koefisien Gaya Gempa (C).................................................. IV - 32
4.2.9. Gaya Geser Horizontal ……............................................... IV - 33
4.2.10. Distribusi gaya horizontal total………………………….. IV - 33
4.2.11. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F............................... IV - 33
4.2.12. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh.................... IV - 34
4.2.13. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total …… IV - 36
4.2.14. Koefisien Gaya Gempa (C)................................................. IV - 36
4.2.15. Gaya Geser Horizontal …….............................................. IV - 36
4.2.16. Distribusi gaya horizontal total.......................................... IV - 36
4.2.17. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F............................... IV - 37
4.2.18. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh.................... IV - 38
v-5
4.2.19. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal................ IV - 40
4.3. Perhitungan Beban Akibat Gaya Gravitasi.................................... IV - 40
4.3.1. Perhitungan Beban Tangga...................... ...................... IV - 40
4.3.1.1. Beban Tangga Lantai 1................................................... IV - 40
4.3.2. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Atap (Lt.10)............ IV - 41
4.3.2.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6................................... IV - 42
4.3.2.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5.................................... IV - 43
4.3.2.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4.................................... IV - 44
4.3.3. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.9......................... IV - 45
4.3.3.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6.................................. IV - 46
4.3.3.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5................................... IV - 47
4.3.3.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4............................... ... IV - 48
4.3.4. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.2 s/d 8 ............. .. IV - 50
4.3.4.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6................................... IV - 51
4.3.4.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5.................... .............. IV - 53
4.3.4.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4............................... ... IV - 53
4.3.5. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.1 ........................ IV - 55
4.3.5.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6.................................. IV - 56
4.3.5.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5................................... IV - 57
4.3.5.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4................................... IV - 58
4.4. Penulangan Pokok Balok............................................................... IV - 60
4.4.1. Arah X dan Y Lantai 10................................................. IV - 61
4.4.2. Arah X dan Y Lantai 6 s/d 9 ........................................... IV - 63
4.4.3. Arah X dan Y Lantai 1 s/d 5 ........................................... IV - 64
4.5. Perhitungan Tulangan Sengkang Balok………………………….. IV - 66
4.5.1. Hitungan Sengkang Balok 50 x 90 cm............................. IV - 66
4.5.2. Hitungan Sengkang Balok 25 x 50 cm............................ IV - 70
4.6. Perhitungan Tulangan Kolom........................................................ IV - 73
4.7. Perhitungan Tulangan Sengkang Kolom........................................ IV - 74
4.8. Perhitungan Tulangan Pelat Lantai................................................. IV - 75
4.8.1. Data-data Struktur............................................................ IV - 75
4.8.2. Beban Mati Pelat.............................................................. IV - 75
v-6
4.8.3. Beban Hidup (LL)............................................................ IV - 76
4.8.4. Beban Ultimit ( Wu)........................................................ IV - 76
4.8.5. Analisis Struktur.............................................................. IV - 77
4.9. Perhitungan Tulangan Pelat Tangga............................................... IV - 77

Bab V Perencanaan Fondasi


5.1. Pendahuluan ……………………………………………………... V - 1
5.2. Pertimbangan Pemilihan Jenis ,Kedalaman……………………… V - 6
5.2.1. Fondasi Tiang Pancang ……………………………............ V - 6
5.2.2. Fondasi Tiang Bor................................................................. V - 6
5.2.3. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Pancang.............. V - 7
5.2.3.1.Keuntungan......................................................................... V - 7
5.2.3.2. Kerugian............................................................................. V - 7
5.2.4. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Bor..................... V - 7
5.2.4.1 Keuntungan ........................................................................ V – 7
5.2.4.2 Kerugian.... ........................................................................ V–8
5.2.5. Kesimpulan Pemilihan Jenis Fondasi Tiang ........................ V - 8
5.2.6. Kedalaman Tiang pancang.................................................... V - 8
5.2.7. Bentuk Tiang Pancang.......................................................... V - 8
5.3. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang Berdasarkan NSPT.............. V - 9
5.3.1. Berdasarkan Bor 4 ( BH- 4 )................................................. V - 10
5.3.1.1 Metode Meyerhof ............................................................. V - 10
5.3.1.2. Metode Schmertmann ........................................................ V - 11
5.3.2. Berdasarkan Bor 1 (BH-1 ) ................................................. V - 13
5.3.2.1 Metode Meyerhof ............................................................. V - 14
5.3.2.2 Metode schmertmann ......................................................... V - 14
5.3.3. Berdasarkan Bor 2 (BH-2 ).................................................... V - 16
5.3.3.1 Metode Meyerhof ............................................................. V - 17
5.3.3.2. Metode schmertmann ........................................................ V - 17
5.3.4. Berdasarkan Bor 3 (BH-3 ) .................................................. V - 19
5.3.4.1 Metode Meyerhof .............................................................. V - 20
5.3.4.2 Metode schmertmann ........................................................ V - 20
v-7
5.4. Resume Perhitungan Fondasi Metode Meyerhof dan Schmertman. V - 22
5.5. Efisiensi dan Daya Dukung Kelompok Tiang ………………….. V - 23
5.5.1.Perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang ( ).......................... V - 24
5.5.2. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang ……………………… V - 25
5.5.2.1 Fondasi Tiang A dan D. ……………………………….. V - 25
5.5.2.2. Fondasi tiang B dan C …………………………………. V - 27
5.5.2.3. Fondasi Tiang E dan H .................................................... V - 29
5.5.2.4. Fondasi Tiang F, G,J dan K…………………………….. V - 30
5.5.2.5. Fondasi Tiang I dan N.................................................... V - 32
5.5.2.6. Fondasi Tiang M.............................................................. V - 34
5.5.2.7 Fondasi Tiang L dan O…………………………………. V - 36
5.5.2.8 Fondasi Tiang P................................................................ V - 38
5.5.2.9. Resume Perencanaan Fondasi tiang Pancang ……........ V - 40
5.6. Penurunan ( SC ) Fondasi tiang Pancang.................................... V - 40
5.6.1.Data – Data Parameter tanah ............................................... V - 40
5.6.2. Penurunan Kelompok Tiang A dan D ………………....... V - 46
5.6.3. Penurunan Kelomok Tiang B dan C …………………..... V - 48
5.6.4. Penurunan Kelompok Tiang E, dan H................................ V - 59
5.6.5. Penurunan Kelompok Tiang F dan G.................................. V - 51
5.6.6. Penurunan Kelompok Tiang I dan N……………………... V - 53
5.6.7. Penurunan Kelompok Tiang J………………………......... V - 54
5.6.8. Penurunan Kelompok Tiang M........................................... V - 56
5.6.9.Penurunan Kelompok Tiang L dan O ................................ V - 57
5.6.10. Penurunan Kelompok Tiang P .......................................... V - 59
5.5.11. Penurunan Kelompok Tiang K ......................................... V - 60
5.6.12.Resume Penurunan Fondasi Tiang Pancang........................ V - 62
5.7. Perencanaan Sloof ( Tie Beam )...................................................... V - 63
5.7.1. Perencanan Tulangan Lentur……………………………… V - 63
5.7.2. Perencanan Tulangan Geser ................................................ V - 64
5.8. Perencanaan Poor ( Pile cap )…………………………………….. V - 66
5.8.1. Perencanaan Poor ( Pile cap ) Kelompok Tiang …………. V - 66
5.9. Perhitungan Tulangan Tiang Pancang .......................................... V - 70
v-8
5.9.1 Perencanan Tulangan Lentur……………………………….. V - 71
5.9.2 Perencanan Tulangan Geser.................................................. V - 72

Bab VI Studi Kasus Perencanaan Struktur Atas ............................... VI- 1

Bab VII Studi Kasus Perencanaan Struktur Fondasi ......................... VII- 1

Bab VIII Penutup


8.1 Kesimpulan Perencanaan Struktur Atas.............................................. VIII - 1
8.2 Kesimpulan Perencanaan Fondasi........................................ …......... VIII - 1
8.3 Saran Perencanaan. Struktur Atas.................................. …………….. VIII - 2
8.4 Saran Perencanaan Fondasi ............................................................... VIII – 2

Bab IX Daftar Pustaka

Bab X Lampiran – lampiran

Bab XI Gambar Detail

v-9
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan lajunya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, maka kebutuhan
akan tempat-tempat usaha seperti bank, perkantoran, pertokoan dan usaha-usaha
dibidang komersial lainnya juga akan ikut mengalami peningkatan. Namun
sementara itu lahan-lahan yang tersedia tidak ikut bertambah, sehingga
mengakibatkan pembangunan gedung-gedung tersebut tidak diarahkan pada arah
horizontal melainkan ke arah vertikal. Karenanya seperti kita lihat dewasa ini
banyak bermunculan gedung-gedung bertingkat tinggi terutama di kota-kota besar
seperti Jakarta.

Dalam proses pemenuhan kebutuhan pembangunan gedung , hak efektifitas dan


efisiensi selalu menjadi acuan agar setiap langkah dalam rangka memenuhi
kebutuhan tersebut diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal baik dari segi
kualitas maupun kuantitas . Untuk itu diperlukan bayak terobosan-terobosan baru,
khususnya dalam dunia konstruksi yang berorientasi pada efisiensi , sehingga
disatu sisi diharapkan dapat membantu tercapainya kebutuhan tersebut
.
Perencanaan gedung bertingkat banyak seperti bank, perkantoran, pertokoan dan
usaha-usaha dibidang komersial lainnya harus memenuhi syarat-syarat teknis
yaitu kuat, kaku, dan stabil. Karena itu diperlukan keahlian dalam mendesain dan
membangun gedung tersebut. Perencanaan stuktur gedung harus mengikuti
peraturan-peraturan yang terkait sehingga dapat dijamin terpenuhinya hal tersebut.

1.2. Tujuan
Merancang struktur bagian atas gedung beton bertulang berlantai sepuluh
untuk perkantoran dan mendesain fondasi dalam berdasarkan data
penyelidikan tanah.

I-1
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup struktur atas dan pondasi gedung perkantoran berlantai sepuluh ini
meliputi :
1. Perancangan awal elemen-elemen struktur balok, pelat, dan kolom.
2. Analisis struktur dengan berbagai kombinasi beban ultimate sesuai dengan
peraturan SNI 03-2847-2002.
3. Memeriksa kekakuan elemen-elemen struktur berdasarkan hasil analisis
struktur yang diperoleh.
4. Merancang tulangan semua elemen struktur kolom, balok, pelat,poor dan sloof
berdasarkan analisis struktur yang didapat.
5. Merancang fondasi dalam dengan membandingkan, dan menghitung daya
dukungnya minimal dengan 2 versi, untuk dipilih yang paling efisien. Desain
fondasi memakai data penyelidikan tanah pada proyek Novotel Sophie Martin,
di jalan R.A. Kartini, Lebak Bulus, Jakarta. Penyelidikan tanah dilaksanakan
oleh PT .SOFOCO.
6. Merancang tulangan fondasi, sloof, dan pile cap.
7. Membuat gambar elemen struktur atas dan bawah.

1.4. Metodologi Desain


Perencanaan meliputi struktur atas dan struktur bawah mulai dari, desain
pendahuluan struktur atas,desain fondasi sampai gambar detail tulangan.

1.5. Sistematika Penulisan


Bab 1. Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, maksud dan
tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, metodologi desain, dan sistematika
penulisan.

Bab 2. Tinjauan pustaka, Dasar-dasar perancangan struktur atas yaitu membahas


tentang dasar teori yang meliputi komponen- komponen struktur atas gedung
bertingkat.

I-2
Bab 3. Tinjauan pustaka, Dasar-dasar perancangan fondasi yaitu membahas
tentang dasar teori yang meliputi komponen- komponen struktur bawah gedung
bertingkat.

Bab 4. Mendesain struktur atas gedung bertingkat sepuluh, membahas tentang


material dan ukuran-ukuran yang digunakan dalam komponen struktur atas pada
bangunan bertingkat.

Bab 5. Mendesain fondasi dalam yaitu analisis desain struktur bawah gedung
bertingkat sepuluh, membahas tentang bagaimana menentukan jenis, bentuk, dan
ukuran fondasi berdasarkan beban yang akan diterima fondasi dan hasil
penyelidikan tanah.

Bab. 6. Studi kasus struktur atas yaitu sebuah studi yang terjadi waktu dalam
perencanaan, baik berupa kendala ataupun altenatif-altenatif lain.

Bab. 7. Studi kasus struktur fondasi yaitu sebuah studi yang terjadi waktu dalam
perencanaan, baik berupa kendala ataupun altenatif-altenatif lain.

Bab 8 . Penutup yaitu meyimpulkan dari hasil – hasil perhitungan struktur atas
dan bawah serta memberikan saran – saran untuk memberikan masukan – masukan
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mendesain struktur gedung.

Bab. 9. Daftar pustaka yaitu mencantumkan referensi buku-buku atau yang lain
untuk digunakan menyusun skripsi.

Bab10. Lampiran-lampiran yaitu melampirkan data refrensi atau hasil perhitungan


desain struktur gedung.

Bab 11. Gambar Detail yaitu dari hasil perhitungan struktur atas dan bawah yang
kemudian diperjelas untuk jadi gambar kerja di proyek.

I-3
BAB II
DASAR-DASAR PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG

2.1. Tinjauan Umum


Suatu sistem beton bertulang sering kali memperbolehkan perancang untuk
memadukan fungsi arsitektur dan fungsi struktur. Beton mempunyai
keunggulan bahwa penempatannya dilakukan pada keadaan cair dan
mendapatkan bentuk dan tekstur yang diinginkan melalui perancah dan teknik
penyempurnaan.

Hal ini dapat menyebabkan elemen yang berupa plat datar atau tipe lantai
lainnya tersebut dapat bertindak sebagai penahan beban sekaligus
permukaan jadi dari lantai atau langit-langit. Hal yang sama dapat pula
ditunjukkan oleh beton bertulang yang menarik secara arsitektual
sekaligus mempunyai kemampuan menahan beban berat sendiri, angin atau
gempa. Akhirnya dengan menggunakan beton bertulang, pilihan terhadap
ukuran dan bentuk dapat ditentukan oleh perancang dan bukan oleh
ketersediaan ukuran dan bentuk baku dari pabrik.

Dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur perlu ditetapkan kriteria


yang dapat digunakan sebagai ukuran maupun untuk menentukan apakah
struktur tersebut dapat diterima untuk penggunaan yang diinginkan atau
untuk maksud desain tertentu. Kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan dalam
analisis dan desain struktur diantaranya yaitu:
1. Kemampuan layan (Serviceability)
Struktur harus mampu memikul beban rancang serta aman tanpa kelebihan
tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah
yang diizinkan. Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan
yang digunakan, taraf tegangan pada struktur dapat ditentukan pada taraf
yang dipandang masih dapat diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria
kekuatan dan merupakan dasar yang sangat penting. Defleksi atau deformasi
II - 1
besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, tetapi hal ini tidak
selalu demikian. Deformasi dikontrol oleh kekakuan struktur dan kekakuan
sangat bergantung pada jenis, berat dan distribusi bahan pada struktur.

2. Efisiensi
Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis.
Ukuran yang sering digunakan adalah banyak material yang diperlukan untuk
memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang
ditentukan.

3. Konstruksi
Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana
perakitan elemen-elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah
dibuat dan dirakit.
Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu:
a. Kekuatan
Struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja
padanya seperti beban mati, beban hidup, beban angin dan beban gempa
b. Kekakuan
Dalam perencanaan suatu gedungperlu diperhitungkan kekakuannya
agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa
serta aman dari faktor tekuk.
c. Stabilitas
Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap
momen-momen yang bekerja padanya seperti momen guling, momen geser
dan gaya uplift.

2.2. Tinjauan Desain Struktur


Desain konstruksi melibatkan pemakaian penilaian teknik untuk
menghasilkan sebuah sistem konstruksi yang memadai akan memuaskan
keperluan pemilik. Dalam tinjauan keamanan, untuk menyatakan suatu struktur
sudah dirancang dengan cukup aman atau tidak dinyatakan dengan faktor

II - 2
keamanan. Faktor keamanan bergantung pada banyak hal seperti bahaya
terhadap kehidupan dan barang-barang sebagai akibat collapse satu jenis elemen
struktur, keyakinan dalam metode analisis struktur, prediksi beban, variasi sifat
material, dan kerusakan yang mungkin terjadi selama masa hidup struktur, dll.
Untuk itu, perlu ditinjau hal-hal yang mempengaruhi dalam tinjauan desain suatu
struktur seperti kondisi pembebanan serta desain struktur bangunannya.

Berdasarkan standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur gedung


SNI 1726 gedung dapat dikategorikan menjadi dua yakni struktur gedung
beraturan dan tidak beraturan. Suatu struktur gedung akan ditetapkan sebagai
struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidk lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
b. Denah struktur gedung adalah persegi pajang tanpa tonjolan, panjang
tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur
gedung dalam arah tonjolan tersebut
c. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari
15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan
tersebut.
d. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban
lateral yang arahnya saling tegak lurusdan sejajar dengan sumbu-sumbu
utama orthogonal denah struktur gedung secara keseluruhan
e. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur
bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang
dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah
bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih
dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang
muka.
f. Sistem struktur gedung tidak memiliki kekakuan lateral yang beraturan,
tanpa adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah

II - 3
suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang 70 % kekakuan
lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3
tingkat diatasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral
suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan
satu satuan simpangan antar tingkat.
g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan,
artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150%
dari berat lantai tingkat diatasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah
atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.
h. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
i. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat.
Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu,
jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau
sebagai pengaruh beban gempa static ekivalen, sehingga menurut standar ini
analisanya dapat dilakukan berdasarkan analisis static ekuivalen.

Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan menurut kaidah-kaidah diatas


dapat ditetapkan sebagai struktur gedung tidak beraturan, Untuk struktur
gedung tidak beraturan, pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai
pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan
berdasarkan analisis respon dinamik.

2.3. Tulangan Baja


Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain
batang polos berpenampang bulat/polos (BJTP) juga digunakan batang
deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan
secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu. Baja Tulangan Polos

II - 4
(BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya
diberi kait pada ujungnya.
Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat, dan jaring kawat baja las
yang seluruhnya dirakit sesuai dengan standard SNI.
Standard tulangan yang ada di Indonesia :
1. Tulangan baja
a. Baja tulangan deform (BJTD) sebaiknya digunakan untuk tulangan utama.
b. Baja tulangan polos (BJTP) sebaiknya digunakan untuk tulangan sengkang.
2. Modulus Elastisitas : Es = 200.000 MPa
3. Modulus Geser :G = 80.000 MPa
4. Nisbah Poisson’s :µ = 0,3 MPa
5. Koefisien Pemuaian :α = 12 x 10-6 / °C

2.4. Balok
Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena
adanya beban luar, apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi
deformasi dan rengangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (atau
bertambahnya) retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin
bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen stuktur yaitu pada saat
beban luarnya mencapai beban kapasitas elemen taraf pembebanan, demikian
disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur karena itulah perencanaan harus
mendesain penampang elemen balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak
yang belebihan pada saat beban bekerja dan masih mempunyai keamanan yang
cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa
mengalami keruntuhan.

Pada desain ukuran penampangnya ditentukan terlebih dahulu untuk kemudian


dianalisis untuk menentukan apa penampang tersebut dapat dengan aman
memikul beban luar yang diperlukan atau tidak, untuk mendalami prinsip-prinsip
mekanika dasar mengenai keseimbangan merupakan hal yang harus terpenuhi
untuk setiap keadaan pembebanan.

II - 5
Seperti pada plat, balok juga terdapat beberapa peraturan penggambaran detail
penulangan yang lebih banyak berhubungan dengan praktek merencana struktur
yang baik daripada berdasarkan perhitungan.

Jarak antara batang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir aggregat terbesar
dapat melewatinya dan jarum penggetarpun mungkin dapat dimasukkan kedalam
untuk memadatkan beton. Untuk ini jarak antara batang tulangan diambil sebesar
40 mm baik untuk tulangan atas maupun bawah dan jarak inipun dianggap sebagai
nilai minimum.
Dari segi ekonomi, berlaku peraturan praktis berikut bagi tulangan balok :
- batasilah penggunaan beberapa diameter batang yang berbeda-beda
- gunakan diameter-diameter berikut : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 19, 20, 22, 22,
25, 28 dan 32 mm
- gunakan tulangan sedikit mungkin, yaitu dengan mengambil jarak antara
tulangan sebesar mungkin
- gunakan panjang batang yang ada dipasaran
- batang yang dibengkokkan harus cukup pendek, sebaiknya gunakan
batang tulangan yang panjang hanya untuk tulangan lurus
- bila mungkin, hanya menggunakan sengkang yang semuanya terbuat dari
satu mutu baja dengan diameter yang sama
- diameter batang yang dipilih dalam satu penampang disarankan jangan
mempunyai perbedaan lebih dari satu meter
- usahakan agar jarak antara sepasang batang pada tulangan atas balok tidak
kurang dari 50mm agar dapat terbentuk celah memanjang yang cukup
lebar untuk pengecoran dan pemadatan, ini khusunya bila terdapat
tulangan dua lapis.

II - 6
Peraturan ”Syarat penulangan balok yang baik” diatas ini dapat dilihat pada
gambar 2.1

Jarak minimum tulangan utama 25 mm Penutup beton


(disarankan 40 mm) tidak langsung berhubungan
dengan tanah/cuaca
- Untuk tulangan utama : 40 mm

yang langsung berhubungan


dengan tanah/cuaca
- untuk > φ 16 : 50 mm
- untuk ≤ φ 16 : 40 mm

Jarak maksimum tulangan Jarak maksimum sengkang


250 mm tulangan polos
samping 300 mm
300 mm tulangan diprofilkan

Jarak Minimum 25 mm

Jarak minimum tulangan utama


Jarak minimum tulangan utama 25 mm
150 mm pada maksimum
momen lapangan
momen tumpuan
momen jepit tak
terduga
300 mm momen menurun

Gambar 2.1 Syarat-syarat penulangan balok


2.5. Kolom
Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja
pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban
terfaktor pada sato bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi
pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban
aksial juga harus diperhitungkan

Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang
tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus
diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab
lainnya juga harus diperhitungkan .

II - 7
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga
beban aksial tekan vetikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak 3
kali dimensi lateral terkecil, bagian-bagian dari suatu kerangka bangunan dengan
fungsi dan peran seperti tersebut, kolom menempati posisi penting didalam sistem
stuktur bangunan.

Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen stuktur lain
yang berhubungan dengan, atau bahkan merupakan batas runtuh total
keseluruhan struktur bangunan, secara garis besar ada 3 jenis kolom beton
bertulang, seperti terlihat pada gambar 2.2. Pembahasan kolom ada 2 jenis yang
pertama, yaitu kolom dengan mengunakan pengikat lateral sengkang dan spiral,
untuk komponen stuktur tekan yang diperkuat dengan gelagar atau pipa baja
disebut kolom komposit.

Sengkang Spiral

Penampang

Gelagar baja
Pipa baja
Tulangan pokok
Spasi memanjang

Pengikat
sengkang

Pengikat
spiral

(a) (b) (c)

Kolom pengikat Kolom pengikat Kolom komposit


sengkang lateral spiral beton-baja

Gambar 2.2 Jenis-jenis kolom

II - 8
Tulangan pengikat lateral berfungsi untuk memegang tulangan pokok me-
manjang agar tetap kokoh ditempatnya dan memberikan tumpuan lateral sehingga
masing-masing tulangan memanjang hanya dapat tertekuk pada tempat diantara
dua pengikat. Dengan demikian tulangan pengikat lateral tidak dimaksudkan
untuk memberikan sumbangan terhadap kuat lentur penampang tetapi
meperkokoh kedudukan tulangan pokok kolom.

2.6. Pelat Lantai


Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangan tidak
hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi.
Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis penghubung
ditempat tumpuan. Bila pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu
dikatakan ”ditumpu bebas” karena pelat tertumpu oleh tembok bata. Bila tumpuan
mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir, maka
pelat itu ”terjepit penuh” dimana pelat itu adalah monolit (menyatu) dengan balok
yang tebal.

Stuktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok
anak, balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan satu kesatuan
monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem pencetakan, pelat juga di pakai
untuk atap, dinding, dan lantai tangga, jembatan, atau pelabuhan. Petak plat
dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan terhadap sisi pendek yang
saling tegak lurus, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek
yang saling tegak lurus lebih dari 2, pelat dapat dianggap hanya berkerja sebagai
pelat satu arah dapat didefinisikan sebagai pelat yang didukung pada dua tepi
yang berhadapan sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada
arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi.

II - 9
B eam B eam

a . P la t S a tu A ra h

B eam B eam

b . P la t D u a A ra h

Gambar 2.3 Sistem Plat Lantai


Pada gedung kantor yang direncanakan menggunakan sistem pelat 2 arah dan
dikerjakan dengan metode monolit, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.3.

Untuk menentukan tebal pelat lantai menurut Dr. Edward G. Nawy, P.E. (1998)
tercantum pada table 2.1
Tabel 2.1 Tebal minimum pelat (h)
Perletakan sederhana L/20
Satu ujung perletakan menerus L/24
Kedua ujung menerus L/28
Kantilever L/10

II - 10
2.7. Keamanan Struktur
Untuk dapat memenuhi tujuannya, suatu stuktur harus aman terhadap keruntuhan
dan bermanfaat. Suatu struktur mensyaratkan bahwa lendutan-lendutan yang
terjadi harus cukup kecil. Apabila ada retak-retak harus diusahakan berada dalam
batas-batas yang masih dapat ditoleransi dan getaran-getaran yang terjadi harus
diusahakan seminimum mungkin.

Keamanan mensyaratkan bahwa suatu stuktur harus mempunyai kekuatan yang


cukup untuk memikul semua beban yang mungkin bekerja padanya. Apabila
kekuatan dari suatu stuktur yang dibangun sesuai dengan perencanaan dan dapat
dengan tepat untuk perhitungan besar beban berserta gaya-gaya dalam yang
ditimbulkan (momen gaya geser dan gaya aksial), maka keamanan stuktur dapat
ditentukan dengan jalan menyediakan daya dukung stuktur sedikit lebih besar dari
beban yang bekerja pada stuktur tersebut, namun demikian pada umumnya
didalam analisis, perencananaan dan pembangunaan stuktur-stuktur beton
bertulang terdapat sejumlah sumber ketidakpastian. Sumber-sumber
ketidakpastian ini, yang menyebabkan diperlukannya suatu faktor keamanan
tertentu, dapat diperinci sebagai berikut :
1. Besar beban yang sebenarnya terjadi dapat berbeda dengan yang
ditentukan dalam perencanaan.
2. Beban yang sebenarnya pada stuktur mungkin didistribusi dengan cara
yang berbeda dari yang ditentukan dalam perencanaan .
3. Asumsi-asumsi dan penyederhanaan-penyederhanaan yang dilakukan
didalam analisis stuktur bisa memberikan hasil perhitungan pembebanan
seperti momen, geser dan lain-lainnya yang berbeda dengan besar gaya-
gaya yang sebenarnya bekerja pada stuktur.
4. Perilaku stuktur yang sebenarnya dapat berbeda dari perilaku yang
dimisalkan dalam perencanaan, disebabkan karena tidak sempurnanya
pengetahuan mengenai perilaku beban yang bekerja pada stuktur .
5. Besar dimensi batang yang sesungguhnya terdapat dilapangan dapat
berbeda dari dimensi yang ditentukan oleh perencana.
6. Letak tulangan mungkin tidak pada posisi yang sebenarnya.

II - 11
7. Kekuatan material yang sesungguhnya mungkin berbeda dari yang
ditetapkan oleh perencanaan .

Disamping itu, didalam menetapkan suatu spesifikasi mengenai keamanan, juga


harus diperhatikan akibat-akibat yang ditimbulkan apabila terjadi keruntuhan.
Pada beberapa kasus-kasus lainnya, suatu keruntuhan dapat melibatkan suatu
kehilangan jiwa atau kerugian material yang sangat besar, apabila terjadi
keruntuhan, maka hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dari keruntuhan
tersebut.

2.8. Kriteria desain


Pokok-pokok pedoman syarat umum analisa dan desain bangunan sesuai dengan
ketentuan dalam SNI 2847, kemudian diberikan beberapa esensi ketentuan umum
desain gempa yang ada pada SNI 1726, dan dilanjutkan dengan ciri-ciri ketentuan
desain berupa prosedur dan batasan untuk desain struktur dengan
mempertimbangkan wilayah gempa, jenis tanah setempat, kategori gedung,
konfigurasi, system struktur, tinggi bangunan dan lain-lain.

SNI 2847 menentukan kombinasi beban sesuai yang dipakai oleh ACI 2002. Load
factor lama untuk E memakai nilai 1,4. Kini diganti 1,0, karena peraturan baru
telah memakai beban gempa berupa beban batas. Berikut ini tabel kombinasi
pembebanan
Untuk prarencana pelat dan balok kombinasi beban yang perlu diperhitungkan
adalah :
1. U = 1,4 D
2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R )
Secara umum menurut SNI beton 2002 pasal 11.2, ada 6 macam kombinasi
beban yang harus dipertimbangkan :
1. U = 1,4 D
2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5(A atau R)
3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5(A atau R)
4. U = 0,9 D ± 1,6 W

II - 12
5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
6. U = 0,9 D + ± 1,0 E

dimana
D = Beban mati : yaitu beban yang selalu ada pada struktur.
L = Beban hidup : yaitu beban yang sifatnya berpindah-pindah.
A = Beban atap : beban yang tidak tetap di atap (beban orang bekerja
atau/dan beban peralatan).
R = Beban hujan : genangan air hujan di atap.
W= Beban angin
E = Beban gempa : beban ekivalen yang bekerja pada struktur akibat
pergerakan tanah pada peristiwa gempa.

Wilayah gempa ( lampiran tabel 11. peta wilayah gempa Indonesia ) dicirikan
oleh nilai Percepatan Puncak Effektif Bantuan Dasar (PPEBD) dimasing-masing
wilayah dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). Seperti yang
tertera pada SNI 1726 Gambar 1, WG 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah
dengan PPEBD = 0,03g, sedangkan wilayah gempa 6 menyandang wilayah
kegempaan tertinggi dengan PPEBD = 0,30g (PPEBD = PGA tersebut di butir
4.4).

2.8.1. Jenis tanah


Perambatan gelombang PPEBD melalui lapisan tanah dibawah bangunan
diketahui dapat memeperbesar gempa rencana dimuka tanah, tergantung pada
jenis lapisan tanah. Karena itu SNI 1726 telah menetapkan jenis-jenis tanah
tersebut ada 4 jenis yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak, dan tanah khusus
yang identik dengan jenis tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF.

2.8.2. Kategori gedung


Pada setiap bangunan harus dikenal masuk dalam kategori salah satu dari 5
kategori gedung tersebut di SNI 1726 Tabel 1. Kolom 5 (lihat tabel III.2), tabel ini
mencantumkan faktor utama I yang dipakai untuk menghitung beban gempa

II - 13
nominal (V) pada SPBL. Tabel 1 ini mencantuman pula I1 dan I2 yang menurut
penjelasan di AA.1.1.1 dan 1.1.2 pemakaiannya tergantung pada umur pakai
bangunan yang didesain.

Perlu diketahui, bahwa SNI 1726 Ps.10.5 mengatur pula faktor utama P yang
dipakai pada penentuan beban gempa nominal FP untuk perencanaan unsur
sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin/listrik.
Lihat Lampiran Tabel 2.1 pada SNI03-1726-2003

Pada SNI03-1726-2003 menyebutkan :


Pasal 10.5 Pengaruh Gempa Rencana
Pasal 10.5.1 Setiap unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik
harus direncanakan terhadap suatu beban Gempa Nominal statik
ekuivalen Fp, yang bekerja dalam arah yang paling berbahaya dan
yang besarnya ditentukan menurut persamaan:
C1 ( 2.1 )
FP = K P .P.WP
R

di mana C1 adalah Faktor Respons Gempa yang didapat dari


spektrum respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu
getar alami fundamental dari struktur bangunan gedung yang
memikul unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan
listrik tersebut, yang beratnya masing-masing adalah Wp, sedangkan
R adalah faktor reduksi gempa struktur pemikul tersebut dan Kp dan
P adalah berturut-turut koefisien pembesaran respons dan faktor
kinerja unsur yang ditentukan dalam ayat-ayat berikut.
Pasal 10.5.2 Koefisien pembesaran respons mencerminkan pembesaran respons
unsur atau instalasi terhadap respons struktur bangunan gedung yang
memikulnya, yang bergantung pada ketinggian tempat
kedudukannya pada struktur bangunan gedung. Apabila tidak
dihitung dengan cara yang lebih rasional, koefisien pembesaran
respons Kp dapat dihitung menurut persamaan:

II - 14
ZP
KP =1+ ( 2.2 )
Zn
di mana zp adalah ketinggian tempat kedudukan unsur atau instalasi
dan zn adalah ketinggian lantai puncak gedung, keduanya diukur dari
taraf penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3.
Pasal 10.5.3 Faktor kinerja unsur P mencerminkan tingkat keutamaan unsur atau
instalasi tersebut dalam kinerjanya selama maupun setelah gempa
berlangsung. Jika tidak ditentukan dengan cara yang lebih rasional,
faktor kinerja unsur P ditetapkan dalam Tabel 8 dan Tabel 9.
Pasal 10.5.4 Waktu getar alami unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi
mesin dan listrik yang nilainya berdekatan dengan waktu getar alami
struktur bangunan gedung yang memikulnya harus dihindari, sebab
dapat menimbulkan gejala resonansi yang berbahaya. Apabila rasio
waktu getar alami antara ke duanya adalah antara 0,6 dan 1,4, maka
nilai faktor kinerja unsur P harus dikalikan 2, kecuali jika dilakukan
suatu analisis khusus

2.8.3. Konfigurasi Struktur Gedung


Keteraturan (beraturan atau tidak) atau konfigurasi gedung akan sangat
mempengaruhi kenirja gedung sewaktu kena gempa rencana, karena itu struktur
gedung dibedakan dalam dua golongan yaitu yang beraturan dan yang tidak
berdasarkan konfigurasi denah dan elevasi gedung.

Pada SNI 1726 Ps.4.2.1 mengatur 9 tipe struktur gedung yang beraturan kemudian
Ps.4.2.2 menetapkan struktur yang tidak memenuhi Ps.4.2.1 dianggap sebagai
struktur gedung yang tidak beraturan. Analisa gedung beraturan dapat dilakukan
berdasarkan analisis statik ekuivalen tersebut pada Ps.6, sedangkan yang tidak,
pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik,
sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamis
tersebut pada Ps.7.

II - 15
2.8.4. Sistem Struktur
Dasar sistem struktur utama yang tercantum dalam SNI-1726 Tabel 3
diilustrasikan di gambar 4-3. Ada 4 sistem struktur diantaranya :

2.8.4.A. Sistem Dinding Penumpu


Dinding penumpu ini memikul hampir seluruh beban lateral, beban gravitasi juga
ditahan oleh dinding ini sebagai dinding strutural (DS). Diwilayah gempa 5 dan 6,
dinding struktural ini harus diditail khusus (DSK) sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6)
disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20.
Diwilayah gempa 3 dan 4, tidak dituntut ditail spesial untuk dinding struktural ini.

2.8.4.B. Sistem Rangka Gedung


Pada sistem ini terdapat rangka ruanglengkap yang memikul beban-beban
gravitasi, sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding struktural. Diwilayah
gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus diditail sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6)
disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Dinding
struktural di wilayah gempa yang lebih rendah, tidak perlu diditail khusus.

Walau dinding struktural direncanakan memikul seluruh beban gempa, namun


rangka balok-kolom diatas harus diperhitungkan terhadap efek simpangan lateral
dinding struktural oleh beban gempa rencana, mengingat rangka tersebut ditiap
lantai masih menyatu dengan dinding struktur melalui lantai.

Efek ini dinamakan ”syarat kompatibilitas diformasi” yang oleh SNI 2847 Pasal
23.9 ditetapkan bahwa komponen struktur yang semula bukan merupakan SPBL
harus sanggup tetap memikul beban gravitasi bila terkena diformasi lateral yang
disebabkan oleh beban gempa rencana. Hal ini telah ditentukan oleh Pasal 23.9,
bahwa detail gempa khusus diperlukan untuk komponen-komponen non SPBL.

2.8.4.C. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)


Menurut Tabel 3 SNI-1726 tercantum 3 jenis SRPM yaitu SRPMB (B=Biasa);
SRPMM (M=Menengah); dan SRPMK (K=Khusus). SRPMB tidak perlu

II - 16
pendetailan spesial, komponen strukturnya harus memenuhi syarat Pasal 3 sampai
dengan 20 dan hanya dipakai untuk wilayah gempa 1 dan 2. SRPMM harus
memenuhi persyaratan pendetailan dipasal 23.8 dan Pasal sebelumnya yang masih
relevan dan dipakai untuk SRPM yang berada diwilayah gempa 3 dan 4.

Sedang yang terakhir SRPMK harus dipakai di wilayah gempa 5 dan 6, dan harus
memenuhi persyaratan disain pada Pasal 23.2 sampai dengan 23.7. disamping
pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Menurut footnote Table 16-N
UBC,SRPMM tidak boleh dipakai di Zone 3 dan 4 yang identik dengan WG 4 dan
5. Kiranya ketentuan ini berlaku pula untuk daerah Indonesia.

2.8.4.D. Sistem Ganda (Dual Sistem)


Tipe sistem struktur ganda memiliki 3 ciri dasar. Pertama, rangka ruang lengkap
berupa SRPM yang penting berfungsi memikul beban gravitasi. Kedua, pemikul
beban lateral dilakukan oleh DS dan SRPM dimana yang tersebut terakhir ini
harus secara tersendiri sanggup memikul sedikitnya 25% dari beban dasar geser
nominal V. Ketiga, DS dan SRPM direncanakan untuk menahan V secara
proporsional berdasarkan kekakuan relatifnya. Diwilayah gempa 5 dan 6, rangka
ruang itu harus didisain sebagai SRPMK dan DS harus sesuai ketentuan SNI 2847
Pasal 23.6.6, yaitu sebagai DSBK termasuk ketentuan-ketentuan pasal-pasal
sebelumnya yang masih berlaku.

Di wilayah gempa 3 dan 4, SRPM harus didisain sebagai SRPMM dan DS tak
perlu diditail khusus. Sedang untuk wilayah gempa 1 dan 2, SRPM boleh pakai
Rangka Pemikul Momen Biasa juga DS pakai DS beton biasa. Disamping 4 tipe
sistem struktur tersebut, SNI 1726 juga mengenalkan 3 tipe sistem struktur lain.
Di SNI 1726 table 3 kolom 4 tercantum Rm yang merupakan nilai faktor Reduksi
Gempa, R, maksimum. R ini adalah ratio Ve/V, dimana arti Ve adalah beban yang
dapat direspon oleh struktur berprilaku elastis sepenuhnya, sedangkan V sesuai
SNI 2847 pasal 23.2 (1) adalah beban gempa nominal yang telah ditentukan
berdasarkan disipasi energi pada rentang nonlinier dari respons struktur yang
bersangkutan.

II - 17
Melihat R selalu >1, berarti semua struktur akan selalu didisain dengan beban
gempa <Ve. Hal ini ditempuh untuk memperoleh struktur yang ekonomis dan
desain yang praktis. Namun kesepakatan ini harus diikuti oleh ketentuan bahwa
struktur yang didetail secara tepat harus dapat memberikan respons secara elastis
dan sanggup memencarkan kelebihan energi lebih besar.

2.8.5. Perencanaan Struktur Gedung


SNI-1726 menyediakan prosedur statik maupun dinamis untuk menentukan beban
gempa minimum pada SPBL, pada prinsipnya semua struktur boleh didisain
sesuai prosedur dinamis tersebut di Ps.7. Namun harus diingat, struktur yang tidak
memnuhi Ps.4.1.2, ditetapkan sebagai struktur tidak beraturan, dengan demikian
pengaruh gempa rencana harus dianalisis berdasarkan salah satu dari prosedur
dinamis yang ada di Ps.7. Sedang untuk struktur yang beraturan dibolehkan
memakai beban gempa nominal ekivalen yang ditetapkan di Ps.6.1

2.8.6. Beban Gempa


Sementara untuk struktur gedung beraturan beban gempa nominal (V) akibat
gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur yang
terjadi ditingkat dasar, dihitung dengan rumus Ps.6.1.2 berikut :

C1 I
V = Wt ( 2.3 )
R

dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons
gempa rencana di SNI 1726 ( lihat lampiran tabel 8 ) dan juga di pengaruhi oleh
jenis tanah ( lihat lampiran tabel 10 ) untuk waktu getar alami fundamental T.
Faktor keutamaan (I) gedung ( lihat lampiran tabel1); dan Wt adalah total beban
gravitasi (D+L). C1 adalah suatu faktor yang tergantung pada lokasi wilayah
gempa dan jenis lapisan tanah yang berada dibawah gedung yang didisain.
Sedangkan nilai R harus diambil dari Tabel 3 SNI 1726 ( lihat lampiran tabel 7 )
sesuai sistem struktur yang akan dipakai. Beban L boleh direduksi sesuai SNI 03-
1727-1987 atau yang telah direvisi, dimana beban L untuk perhitungan Wt dikenai
koefisien reduksi sebesar 0,30.
II - 18
2.8.7. Syarat Kekakuan Komponen Struktur (Syarat Pemodelan)
Pengaruh retak-retak pada komponen-komponen struktur akibat beban gempa
juga harus diperhitungkan pada analisa struktur untuk distribusi beban, dan
perhitungkan Kinerja Batas Layan (atau ∆s menurut UBC). Baik pada SNI 2847
(lihat pasal 12.11.1) maupun SNI 1726 (Ps.5.5.1) keduanya menentukan momen
inersia penampang komponen-komponen struktur utuh (Ig) harus dikalikan dengan
suatu persentase efektifitas penampang <1.

Nampaknya antara kedua peraturan tersebut dalam menentukan persentase


efektivitas terjadi sedikit perbedaan, dalam hal ini baiknya diikuti pedoman SNI
2847 saja yang memakai persentase efektivitas penampang sama dengan pedoman
ACI 1999.

2.8.8. Pengaruh P ∆
Semua struktur akibat beban lateral akan melentur kesamping (∆), begitu juga
akibat beban gempa. ∆ ini akan menimbulkan momen sekunder (disebut pengaruh
P-∆) oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping dan
dengan demikian terjadi beban momen tambahan pada komponen-komponen
kolom. Pada SNI – 1726 Ps.5.7 ditetapkan, struktur gedung yang bertingkat lebih
dari 10 lantai atau 40 m, harus diperhitungkan terhadap pengaruh P-∆ tersebut.

Ketentuan ini berbeda dengan pedoman UBC section 1630.1.3 yang menetapkan
bila ratio momen sekunder terhadap momen primer > 0,1, maka pengaruh P-∆
harus diperhitungkan. Untuk zone 3 dan 4 (identik dengan Wilayah Gempa 5 dan
6) pengaruh P-∆ tak perlu diperhitungkan bila ∆s ≤ 0,02 hi/R. Sudah barang tentu
struktur fleksibel yang memiliki R lebih besar akan memungkinkan lebih besar
terkena peraturan P∆ ini.

2.8.9. Waktu Getar Alami Fundamental (T1)


Di SNI 1726 diatur perhitungan T1 dengan ketentuan baru sebagai berikut :
a. Ps.6.2.2 menyebut T1 harus ditentukan dengan rumus-rumus empiris.

II - 19
b. Ps.5.6 mensyaratkan T1 harus lebih kecil dari ξn untuk mencegah penggunaan
struktur gedung yang terlalu fleksibel. Nilai ξ tercantum tergantung lokasi
wilayah gempa.
c. Nilai T1 dari hasil rumus empiris tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari
nilai T1 yang dihitung dengan rumus Rayleigh tersebut di Ps.6.2.1.
Untuk diketahui bila SNI 1726 tidak menentukan rumus empiris untuk
menghitung T1, maka UBC 1997 Pasal 1630.2.2 mengenalkan rumus empiris
tersebut (Methode A) kemudian mengendalikan hasil methode A itu dilakukan
oleh formula Rayleigh (Methode B).

2.8.10. Distribusi dari V


Beban geser dasar nominal V yang diperoleh menurut Ps.6.1.2 harus dibagikan
sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik
ekivalen Fi yang menangkap pada pusat masa lantai tingkat ke-i menurut rumus :
Wi z i
Fi = n
V ( 2.4 )
∑W z
i =1
i i

Namun bila ratio antara tinggi struktur gedung terhadap ukuran denahnya yang
searah dengan ebban gempa ≥3, maka 0,1 V harus lebih dahulu dianggap sebagai
beban horizintal terpusat yang menangkap pada pusat masa lantai paling atas, baru
kemudian sisa 0,9 V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung seperti
pada rumus (1).

Catatan : UBC section 1630.5 menentukan pemakaian beban terpusat dilantai


tingkat teratas tidak berdasarkan ratio yang ≥3, tapi berdasarkan T1 ≤ 0,7 sec. Juga
besarnya beban terpusat ditentukan oleh rumus Ft = 0,07 T1 V yang tidak perlu
lebih dari 0,25 V. Pada T1 ≤ 0,7; Ft dianggap = 0

II - 20
2.8.11. Eksentrisitas Rencana ed
SNI 1726 mengatur ed ini di Pasal 5.4.3 dan 5.4.4 sebagai berikut :
Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat (e) harus ditinjau suatu
eksentrisitas rencana ed. Bila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung
pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa,
dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai
berikut :
Untuk O < e ≤ 0,3 b :
ed = 1,5 e + 0,05 b ( 2.5 )
atau
ed = e - 0,05 b ( 2.6 )

Dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur
atau subsistem struktur gedung yang ditinjau :
Untuk e > 0,3 b :
ed = 1,33 e + 0,1 b ( 2.7 )
atau
ed = 1,17e - 0,1 b ( 2.8 )
dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur
atau subsistem struktur gedung yang ditinjau.
Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana,
eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat menurut
Pasal .5.4.3. harus ditinjau baik dalam analisis statik, maupun dalam analisis
dinamik 3 dimensi.

2.8.12. Pembatasan penyimpangan lateral


Pada SNI 1726 pasal 8, simpangan antara tingkat akibat pengaruh gempa nominal
dibedakan dua macam :
- Kinerja batas layan (KBL) struktur gedung yang besarnya dibatasi
0,03
≤ hi atau ≤ 30 mm ( 2.9 )
R

II - 21
Pembatasan ini bertujuan mencegah terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton
yang berlebihan disamping menjaga kenyamanan penghuni.
- Kinerja batas ultimit (KBU) struktur gedung akibat gempa rencana
untuk struktur gedung beraturan dibatasi sebesar ≤ 0,7 R x (KBL)
atau ≤ 0,02 hi.
Pembatasan ini bertujuan membatasi kemungkinan terjadi keruntuhan struktur
yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah beraturan
berbahaya antar gedung. Tersedia pula batas KBU untuk struktur tak beraturan.

Untuk diketahui, UBC juga menetapkan dua macam simpangan yaitu ∆s yang
identik dengan KBL dan ∆M yang sama dengan KBU, namun UBC tidak memberi
batasan pada ∆s yang nampaknya hanya dipakai untuk menentukan rumus ∆M =
0,7 R ∆s dan batasan interstory drift yang harus memperhitungkan pengaruh P∆.

2.8.13. Pengaruh arah pembebanan gempa


Untuk memperhitungkan pengaruh arah gempa yang kemungkinan tidak searah
sumbu utama struktur gedung, maka SNI 1726 Pasal 5.8.2 menetapkan, pengaruh
pembebanan searah sumbu utama harus dianggap terjadi bersamaan dengan 30%
pengaruh pembebanan dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi.

UBC section 1633.1 memberi kemudahan 2 cara menggabung 2 pengaruh


pembebanan tersebut sebagai berikut :
1. Desain komponen dengan 100% beban disain gempa pada satu arah
ditambah 30% beban disain gempa dari arah tegak lurus atau,
2. Gabung pengaruh beban gempa dari 2 arah orthogonal tersebut dari
hasil akar dua dari jumlah kwadrat masing-masing beban.
Perlu diketahui UBC membebaskan ketentuan beban tambahan ini bila beban
aksial kolom akibat beban gempa yang bekerja pada masing-masing arah
ternyata lebih kecil dari 20% kapasitas beban aksial kolom

II - 22
2.8.14. Kompatibilitas Deformasi
SNI 1726 Pasal 5.2 menetapkan suatu kelompok kolom atau subsistem struktur
gedung boleh dianggap tidak menjadi bagian SPBL gempa rencana bila partisipasi
memikul pengaruh gempanya adalah kurang dari 10%. Dalam hal ini, unsur atau
subsistem tersebut selain kena beban gravitasi juga harus direncanakan terhadap
simpangan struktur akibat pengaruh gempa rencana, yaitu terhadap simpangan
inelastic sebesar R/1,6 kali simpangan akibat beban gempa nominal (∆S) pada
struktur gedung tersebut.

UBC section 1633.2.4 juga mengatur ini dengan menetapkan simpangan tadi
sebesar nilai yang lebih besar dai ∆M atau simpangan antar tingkat sebesar 0,0025
hi. Pada waktu menghitung penyimpangan ∆S kekakuan dari unsur-unsur non
SPBL harus diabaikan.

2.8.15. Komponen-komponen rangka yang tidak direncanakan untuk


menahan gaya akibat gempa bumi
Komponen-komponen rangka jenis ini diatur oleh Pasal 23.9 yang berlaku untuk
wilayah gempa 3 sampai 6. Komponen-komponen ini didetail tergantung pada
besar momen yang timbul oleh pergeseran lateral akibat beban lateral. Persyaratan
ini bertujuan agar tetap terjamin kestabilan komponen struktur tersebut oleh beban
gravitasi yang bersamaan dengan timbulnya momen-momen hasil persimpangan
antar tingkat (story drift).

2.9. Desain dan Pendetailan


Struktur beton bertulang yang berada di wilayah gempa 1 dan 2 hanya perlu
memenuhi persyaratan desain SNI 2847 Pasal 3 sampai 20, yaitu persyaratan
umum desain konstruksi beton bertulang dan tidak ada syarat khusus pendetailan.
Struktur beton bertulang yang berada di wilayah gempa 3 dan 4 harus memenuhi
persyaratan pendetailan menengah seperti dicatat dikolom 3 tabel 6.1 sampai 6.5.
SNI 2847. Dengan persyaratan ini struktur akan memiliki perilaku cukup inelastic
untuk menyerap beban gempa dengan RG menengah. Ketentuan ini hanya berlaku
untuk SRPM (sistem rangka pemikul momen) dan sistem pelat dua arah tanpa

II - 23
balok, tidak termasuk dinding struktural yang dalam hal ini cukup didesain
dengan Pasal 3 sampai 20 (persyaratan umum) dan dipandang cukup memiliki
daktilitas pada tingkat drift yang terjadi didaerah RG menengah.

Untuk struktur beton bertulang yang berada diwilayah gempa 5 dan 6 dengan RG
Tinggi (kerusakan merupakan resiko utama), maka semua komponen struktur
harus memenuhi syarat perencanaan dan pendetailan dari pasal 23 (kecuali pasal
23.10), seperti yang tercatan di kolom 2 tabel 6.1 sampai dengan tabel 6.5.

2.10. Komponen struktur yang tidak direncanakan untuk memikul beban


gempa
Ketentuan baru ini (pasal 23.9) diadakan berdasarkan pengalaman kegagalan
struktur di California, Amerika pada tahun 1994. Pendetailan sesuai pasal 23.9
yang dikenakan pada komponen-komponen struktur pemikul momen adalah untuk
menjamin tetap mampu memikul beban gravitasi pada perpindahan lateral yang
diatur oleh pasal 23.9 (1). Penyimpangan lateral akibat beban gempa rencana akan
menimbulkan beban momen dan lintang pada komponen non SPBL yang lebih
besar. Pasal 5.2.2 menetapkan penyimpangan lateral nominal untuk tujuan analisa
struktur yang dipakai menentukan syarat-syarat detailing.

SNI 2847 pasal 23.9.2 menetapkan pula kombinasi beban batas tersendiri untuk
perhitungan kuat perlu komponen struktur yang ditinjau.

2.11. Faktor reduksi kekuatan


Sesuai pasal 23.2 (3) fakor reduksi kekuatan (φ) yang tercantum di pasal 11.2(2)
dapat dipakai untuk desain ini.

2.12. Kuat tekan beton


Kuat tekan beton (fc’) sesuai pasal 23.2 (4(1)) tidak boleh kurang dari 20 Mpa.
Kuat tekan 20 Mpa atau lebih dipandang menjamin kualitas perilaku beton.
Pemakaian beton ringan harus memenuhi syarat yang tercantum di pasal
23.2.(4(2)).

II - 24
2.13. Penulangan
Tulangan pada komponen struktur yang merupakan bagian dari SPBL harus
memenuhi pasal 23.2.(5).

2.14. Persyaratan pendetailan komponen struktur beton


Syarat-syarat pendetailan untuk berbagai komponen struktur beton bertulang yang
berada diwilayah gempa dengan resiko gempa tinggi dan wilayah gempa
menengah.

2.14.1. Komponen lentur


Komponen-kompoenn lentur harus memenuhi pasal 23.3 (1(1)) sampai dengan
23.3 (1(4)) agar penampangnya terbukti berkinerja baik. Tiap komponen harus
cukup detail dan cukup efisien mentransfer momen ke kolom. Perlu dicatat,
kolom-kolom yang terkena momen dan hanya kena beban aksial terfaktor <
Agfc’/10 boleh didesain sebagai komponen lentur.

2.14.2. Penulangan lentur


Adapun persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada diwilayah
gempa 5 dan 6 ditunjukkan pada gambar 6-1. Syarat momen nominal minimal di
sembarang penampang komponen lentur dinyatakan dalam momen nominal pada
muka kolom. Syarat ini menjamin kekuatan dan daktilitas bila terjadi lateral
displacemen besar.

Persyaratan yang mengharuskan sedikitnya ada 2 batang tulangan menerus disisi


atas maupun bawah balok, dimaksudkan untuk keperluan pelaksanaan. Sedang
persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada di wilayah gempa
menengah 3 dan 4 adalah sama seperti tertera di gambar 6-1.

2.14.3. Sambungan lewatan


Sementara untuk sambutan lewatan (SL) harus diletakkan di luar daerah sendi
plastis. Bila dipakai SL, maka sambungan itu harus didisain sebagai SL tarik dan

II - 25
harus dikekang sebaik-baiknya (lihat gambar 6.2). pada sambungan mekanikal
boleh juga dipakai dan harus memenuhi ketentuan pasal 23.2 (b).

2.15. Tulangan pengekang


Pengekangan yang cukup disyaratkan harus ada diujung-ujung komponen lentur
yang kemungkinan besar akan etrjadi sendi plastis untuk menjamin kemampuan
daktilitasnya, bila kena beban bolak-balik. Tulangan transversal perlu dipasang
pula untuk menahan gaya melintang dan menghindarkan tulangan memanjang
menekuk. Diwilayah gempa 5 dan 6, tulangan transversal tersebut harus terdiri
dari hoops seperti diperlihatkan pada gambar 3.1. sedangkan begel (stirrups) boleh
dipakai untuk pengekangan di wilayah gempa 3 dan 4. adapun persyaratan kuat
geser ditentukan dipasal 23.3.(4) untuk wilayah gempa 5 dan 6 dan pasal 23.10 (3)
untuk wilayah gempa 3 dan 4.

2.15.1. Komponen terkena beban lentur dan aksial


Pada tabel 3.1 dicantumkan persyaratan komponen rangka yang terkena
kombinasi beban lentur dan aksial. Persyaratan ini berlaku khas untuk kolom dari
suatu rangka dan komponen lentur lainnya yang terkena beban aksial terfaktor Pu
> Ag fc’ / 10.

2.15.2.A. Persyaratan kuat lentur


Berdasarkan prinsip ”Capacity design” dimana kolom harus diberi cukup
kekuatan, sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok.
Goyangan lateral memungkinkan terjadinya sendi plastis di ujung-ujung kolom
akan menyebabkan kerusakan berat, karena itu harus dihindarkan. Oleh sebab itu
kolom-kolom selalu didisain 20% lebih kuat dari balok-balok disuatu hubungan
balok kolom (HBK) sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.2. Kuat lentur
kolom dihitung dari beban aksial berfaktor, konsisten dengan arah beban lateral
yang memberikan kuat lentur paling rendah. Untuk wilayah gempa 5 dan 6, ratio
tulangan dikurangi dari 8% menjadi 6% untuk menghindarkan kongesti oleh
tulangan, sehingga mengurangi hasil pengecoran yang kurang baik. Ini juga untuk
menghindarkan terjadinya tegangan geser besar dikolom. Biasanya pemakaian

II - 26
ratio tulangan yang lebih besar dari ± 4% dipandang tidak praktis dan tidak
ekonomis.

2.15.2.B. Sambungan lewatan (SL)


Sambungan lewatan boleh diletakkan di lokasi lo (lihat gambar 3.2 yang
kemungkinan besar akan terjadi pelupasan dan tegangan tinggi, tapi harus
diletakkan ditengah tinggi kolom. Sambungan itu harus didisain sebagai
sambungan tarik dan harus dikekang oleh tulangan transversal yang cukup.
Sedang sambungan mekanikal dan las harus sesuai dengan pasal 23.2 (6).

2.15.2.C. Tulangan transversal (TT)


Ujung-ujung kolom perlu cukup pengekangan untuk menjamin daktilitasnya bila
terjadi pembentukan sendi plastis. Ujung-ujung itu perlu juga tulangan transversal
untuk mencegah pertama kegagalan geser sebelum penampang mencapai
kapasitas lentur dan kedua tulangan menekuk (buckling). Peraturan menentukan
jumlah, jarak, dan lokasi dari tulangan transversal ini, sehingga kebutuhan
tulangan pengekangan, kuat geser, dan tekuk dipenuhi.

Tulangan trnasversal untuk wilayah gempa 5 dan 6 harus beripa tulangan spiral
atau hoop bulat atau hoop persegi panjang seperti digambar 3.3. untuk kolom-
kolom penyangga komponen kaku (menumpu dinding struktur) ditunjukkan oleh
gambar 3.4, tulangan transversal dipasang sepanjang kolom penuh dan harus
diteruskan sedikitnya sama dengan panjang penyaluran tulangan longitudinal
kolom yang masuk dalam dinding struktur. Tulangan transversal tersebut harus
pula membungkus tulangan memnajang kolom yang masuk dalam pondasi atau
poer sedikitnya sepanjang 300 mm.

2.15.3. Hubungan balok-kolom (HBK)


Integrasi menyeluruh SRPM sangat tergantung pada perilaku HBK. Degradasi
pada hubungan balok-kolom akan menghasilkan deformasi lateral besar yang
dapat menyebabkan kerusakan berlebihan atau bahkan keruntuhan. Tabel 3.3
mencantumkan syarat untuk hubungan balok-kolom. Diwilayah gempa 1 dan 2,

II - 27
hubungan balok kolom tak mensyaratkan desain khusus seperti pada wilayah
gempa 5 dan 6, walaupun di wilayah gempa 3 dan 4 tidak dituntut pendetailan
khusus, namun demikian sebaiknya pendetailan seperti pada wilayah gempa 5 dan
6.

2.15.4. Penulangan memanjang


Penulangan memanjang harus menerus menembus hubungan balok kolom dan
dijangkar sebagai batang tarik atau tekan dengan panjang penyaluran sesuai pasal
23.5(4) dalam suatu inti kolom terkekang. Lekatan antara tulangan memanjang
dan beton tidak boleh sampai lepas (slip) didalam hubungan balok kolom yang
berakibat menambah rotasi hubungan balok kolom. Persyaratan ukuran minimum
dipasal 23.5(1(4)) mengurangi kemungkinan kegagalan dan kehilangan lekatan
pada waktu terjadi beban berbalik diatas tegangan leleh tulangan.

2.16. Analisis dinamis


Apabila tidak ditinjau interaksi tanah-struktur, untuk analisis struktur bagian atas,
struktur tersebut dapat dianggap terjepit pada taraf penjepitan lateral, yaitu pada
taraf lantai dasar jika ada basemant, pada taraf bidang di atas pur tiang pondasi
dan pada bidang telapak pada pondasi langsung jika tidak ada basement.

Berdasarkan denah struktur yang dihadapi, harus ditetapkan arah gempa yang
mnetukan, yaitu searah dengan bidang kerja subsistem struktur penahan beban
gempa (portal terbuka, dinding geser) yang dominan. Biasanya, arah ini adalah
arah yang paling cocok untuk dijadikan arah salah satu sumbu koordinat (sumbu x
atau y) dalam sistem koordinat global yang dipakai dalam analisis struktur. Pada
denah struktur gedung yang sangat tidak beraturan, arah gempa yang menentukan
harus dicari dengan sebaik-baiknya (trial error). Arah pembebanan gempa dalam
kenyataannya adalah sembarang, sehingga pada umumnya selalu terdapat 2
komponen beban gempa dalam arah masing-masing sumbu koordinat ortogonal
yang bekerja bersamaan pada struktur gedung. Pembebanan gempa tidak penuh
tetapi biaksialdapat menimbulkan pengaruh yang lebih rumit terhadap struktur
gedung ketimbang pembebanan gempa penuh tetapi uniaksial. Kondisi ini

II - 28
disimulasikan dengan meninjau pembebanan gempa gempa dalam suatu arah
sumbu koordinat yang ditinjau 100%, yang bekerja bersamaan dengan
pembebanan gempa dalam arah tegak lurus tetapi ditinjau 30%.

Apabila untuk suatu arah sumbu koordinat nilai R untuk sistem struktur yang
dihadapi belum diketahui, maka nilainya harus dihitung sebagai nilai rata-rata
berbobot dari nilai R semua subsistem struktur yang ada dalam arah itu, dengan
gaya geser dasar akibat beban gempa yang dipikul masing-masing subsistem Vs
dipakai sebagai besaran pembobotnya. Dalam hal ini, tentunya nilai R dari
masing-masing subsistem tersebut harus diketahui, misalnya untuk portal terbuka
R = 8.5 dan untuk dinding geser kantilever R = 5.3, yaitu nilai-nilai
maksimumnya menurut standar SNI 03-1726-2003. Untuk arah sumbu x,
perhitungan nilai R rata-rata berbobot dapat ditulis sebagai :

Rx =
∑V xs
=
Vx0
( 2.10 )
∑V R xs xs ∑V xs Rxs
Dan untuk arah sumbu y :

Ry =
∑V ys
=
V y0
( 2.11 )
∑V R ys ys ∑V ys R ys

Untuk dapat menerapkan persamaan IX-1 dan IX-2, untuk masing-masing arah
sumbu koordinat harus dilakukan analisis struktur pendahuluan terhadap beban
gempa statik ekuivalen untuk mengetahui VS. Strukturnya harus dalam keadaan
tidak berotasi (2D) dengan beban gempa statik ekuivalen yang dapat diambil
sembarang, tetapi dapat juga akibat penuh Gempa Rencana (artinya dengan I=1
dan R = 1). Nilai terfaktor reduksi gempa yang representatif untuk struktur
gedung 3D secara keselkuruhan R, kemudian dihitung sebagai nilai rata-rata
berbobot dari nilai Rx dan Ry, dengan gaya geser dasar V x0 dan V y0 diapakai

sebagai besaran pembobotnya :


V x0 + V y0 ( 2.12 )
R=
V x0 R x + V y0 R y

II - 29
Nilai R, menurut persamaan III-3 merupakan nilai maksimum yang boleh dipakai,
sehingga dapat dipakai nilai yang lebih rendah bila dikehendaki, sesuai dengan
nilai µ yang dipilih.

Dalam analisis struktur pendahuluan di atas dan analisis struktur 3D selanjutnya,


pengaruh P-Delta harus diperhitungkan, apabila tinggi struktur adalah lebih dari
10 tingkat atau 40 m. Pengaruh P-Delta adalah suatu gejala yang terjadi pada
struktur gedung yang fleksible, dimana simpangan ke samping yang besar akibat
beban gempa akibat beban gempa menimbulkan beban lateral tambahan akibat
momen guling yang terjadi oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya
menyimpang ke samping. Sifat 3D dari struktur gedung tercerminkan oleh
persyaratan harus adanya eksentrisitas rencana ed antara Pusat Massa dan Pusat
Rotasi, yang ditinjau di setiap lantai tingkat yang dapat dianggap bekerja sebagai
diafragma.

Sebelum analisis struktur terhadap beban gempa dilakukan, harus diperiksa


terlebih dahulu berapa waktu getar alami fundamental dari struktur gedung T1.
Pada struktur gedung beraturan, dengan mengisikannya ke dalam persamaan
sebagai berikut :
n

∑W i d i2 ( 2.13 )
T 1 = 6 ,3 i =1
n
g ∑ Fid i
i =1

dimana :
Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
Fi : Beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang menangkap pada pusat
massa lantai tingkat ke-i
di : Simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dari hasil suatu analisis satatik
g : Percepatan gravitasi
Untuk perkiraan awal, waktu getar alami fundamental (T1 ) struktur, dapat di
hitung dengan rumus empiris berikut :

T = H 3/4 ( 2.14 )

II - 30
dimana :
H = tinggi total struktur (m)
= nilai koefisien ( lihat lampiran tabel 9 )
Sebelum melakukan analisis struktur terhadap pengaruh gempa Rencana, harus
dipastikan terlebih dahulu kategori gedung, yaitu dengan menetapkan nilai faktor
keutamaan I, seperti pada lampiran tabel .1
Lihat Lampiran Tabel 1 . Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung
atau Bangunan

Faktor ini adalah untuk menyesuaikan periode ulang gempa, apakah lebih panjang
atau lebih pendek dari periode ulang Gempa Rencana 500 tahun (I>1) harus
ditinjau, bila dihadapi 2 hal berikut :
1. Probabilistik terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur
gedung 50 tahun harus lebih rendah dari 10 % (misalnya rumah sakit),
sehingga periode ulangnya menjadi lebih panjang dari 500 tahun.
2. Umur gedung yang dihadapi adalah jauh lebih panjang dari 50 tahun (misal
monumen atau gedung yang sangat tinggi), sehingga dengan probabilistik
10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung,
periode ulangnya menjadi lebih panjang dari dari 500 tahun.

Periode ulang yang lebih pendek dari 500 tahun (I<1) dapat ditinjau, pada
umumnya bila umur gedung lebih pendek dari 50 tahun (misal gedung rendah),
sehingga probabilitas 10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu
umur gedung, periode ulangnya menjadi lebih pendek dari 500 tahun. Untuk
selanjutnya, setiap pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan faktor
keutamaan I. Bila yang ditinjau adalah taraf pembebanan nominal, maka pengaruh
gempa rencana harus dikalikan I/R.

2.17. Pedoman Perencanaan


Anggapan perencanaan yang di pakai sebagai dasar perencanaan beton
bertulang adalah sebagai berikut:

II - 31
- Bahwa beton sangat mampu menahan tegangan tekan tetapi lemah menahan
tegangan tarik.
- Bahwa baja tulangan mampu menahan tegangan tarik yang terjadi pada saat
tegangan tarik beton melampaui kekuatan tarik beton.
- Sifat adhesi atau lekatan yang memungkinkan kedua bahan dapat saling
bekerja sama secara struktural sangat baik.
- Koefisien muai kedua bahan yaitu beton dan baja tulangan
mempunyai kesamaan yaitu 1.2 x 10-5/ °C

Dalam perencanaan model struktur tugas akhir ini, pedoman yang digunakan
sebagai acuan adalah:
- Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung, Tahun
1987
- Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung,
(SNI 03-2847-2002).
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan
Gedung (SNI 03-1726-2003).

2.18. Data Desain Bangunan


Bentuk yang direncanakan adalah gedung perkantoran dengan struktur
beton bertulang di Jakarta, dengan data-data sebagai berikut :

DIMENSI
Panjang/Lebar Gedung : 22 m / 22 m
Tinggi gedung : 40 m

SPESIFIKASI MATERIAL
Mutu beton : fc’ = 30, 35 Mpa
Mutu baja : fy = 390 Mpa
fys = 240 Mpa
Modulus Elastisitas Beton = 4700 fc’

II - 32
B 2.00
4

6.00

2.22

1.56 6.00

2.22

3.00 3.00

A 6.00

2.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D

DENAH LANTAI 1 S/D 10

II - 33
L t. Atap

4.00

L t. 10

4.00

L t. 9

4.00

L t. 8

4.00

L t. 7

4.00

L t. 6

4.00

L t. 5

4.00

L t. 4

4.00

Lt. 3

4.00

Lt. 2

4.00

Lt. 1

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D

PO TO NGAN A-A & B-B

II - 34
2.19. Perancangan Awal (Preliminary Design)
Langkah-langkah perencanaan struktur atas dapat digambarkan seperti bagan alir
berikut ini:

Data ( Gambar) arsitektural dan material


gedung

Perkiraan awal ukuran pelat dan balok

Tidak Cek persyaratan tebal pelat


Ya
Hitung beban dan momen terfaktor balok

Hitung dimensi balok yang optimum

Prarencana kolom

Tidak
Cek persyaratan desain awal kolom ( portal
bergoyang ):

Ya
Hitung beban-beban terfaktor

Analisis ETAB

Penulangan memanjang pelat,balok da


kolom(dari analisis ETAB )

Hitung gaya geser rencana balok dan kolom


serta hitung tulangan geser

Gambar rencana dan detail

Selesai

II - 35
Keterangan:
1. Data( gambar ) arsitektural dan material gedung
Perencana struktur akan mendapatkan data dari gambar rencana ( arsitek )
contohnya : fungsi gedung ,wilayah gempa. Dari data-data tersebut perencana akan
menentukan material-material akan digunakan untuk gedung tersebut.

2. Perkiraan awal tebal pelat


Pada awal perencanan pelat, dipakai persamaan untuk menentukan tebal pelat (h)
sebagai berikut ( SNI beton 2002 ACI pasal 11 ) :
Untuk m 0, 2
- Pelat tanpa penebalan, h 120 mm
- Pelat dengan penebalan, h 100 mm
1. Untuk 0, 2 < m 2, 0
Ln 0,8 + fy / 1500
h ( 2.15 )
36 + 5β (αm − 0,2)
h 120 mm
2. Untuk m > 2, 0
Ln0,8 + fy / 150
h ( 2.16 )
36 + 9β
h 90 mm
Ln(0,8 + ( fy / 1500))
3. h tidak perlu lebih besar dari ( 2.17 )
36
dimana :
ln = bentang bersih pelat.
= panjang sisi terpanjang panjang sisi terpendek
m = nilai rata-rata dari .
= perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau
Pada pra desain dimensi balok dapat di gunakan persamaan sebagai berikut :
1. Tinggi balok (H) diambil untuk perkiraan awal sebesar 1/10 L – 1/2 L
2. Lebar balok untuk perkiraan awal diambil ½ H – 2/3 H
3. bw*400 250mm ( 2.18 )
4. bw/H 0,3 ( 2.19 )
5. min < < max = ( 2.20 )
II - 36
1,4/fy < < 0,75 b ( 2.21 )
b = 0,85* 1*(fc’/fy)*[600/(600+fy)] ( 2.22 )

3. Cek persyaratan tebal pelat


Adapun persyaratan tebal plat seabagai berikut :
1.Dapat di lihat pada tabel lampiran 3. 4 dan 5 .
2.Dalam segala hal
h min pelat lantai : 12 cm.
h min pelat atap : 10 cm.

4 .Hitung beban dan momen terfaktor balok.


Jika pra desain pelat telah memenuhi syarat maka dapat dihitung beban-beban
yang dipikul balok dan memperkirakan momen terfaktor untuk perencanaan awal
dipakai persamaan 1.2 D+ 1.6 L.

5. Hitung dimensi balok optimum.


Pada perencaan balok diupayakan untuk mendapatkan ukuran ynag optimum dan
biasanya dipakai besarnya = 0.1. Dan faktor ekonomis juga harus menjadi
pertimbangan dalam mendesain balok Persamaan berikut ini menjadi
pertimbangan faktor ekonomis balok yaitu :
bd2 Mu / [ Ø f’c ( 1- 0.59 )] ( 2.23 )
= ( fy/ f’c )
b = 0.55 d

6. Prarencana kolom
Setelah perencanaan awal pelat dan balok selesai maka dapat hitung beban-beban
yang akan di terima oleh kolom. Dan dapat diperkirakan ukuran-ukuran kolom
yang akan di pakai.

7. Cek persyaratan desain awal kolom ( portal bergoyang ).


Persamaan persyaratan kolom untuk portal bergoyang sebagai berikut :
a. klg /r 34-12 (M1/ M2) ( SNI beton 2002 ACI pasal 12. ) ( 2.24 )

II - 37
b. faktor panjang efektif (k) kolom kedua ujung terkekangmenggunakan
persamaan : k = 2.0 + 0.3 , ( SNI beton 2002 ACI pasal 12 ) ( 2.25 )

8. Hitung beban-beban terfaktor


Beban yang diperhitungkan sebagai berikut :
D = Beban mati : yaitu beban yang selalu ada pada struktur.
L = Beban hidup : yaitu beban yang sifatnya berpindah-pindah.
A = Beban atap : beban yang tidak tetap di atap (beban orang bekerja atau b
atau/dan beban peralatan).
R = Beban hujan : genangan air hujan di atap.
W = Beban angin
E = Beban gempa : beban ekivalen yang bekerja pada struktur akibat
pergerakan tanah pada peristiwa gempa.

9. Analisis ETABS
Dari data prarencana pelat, balok dan kolom serta beban–beban yang telah
dihitung, kemudian masukan kedalam program ETAB untuk mendapatkan
momen-momen yang terjadi dan dapat menghitung keperluan tulangan memanjang
serta dapat mengetahui apakah ukuran-ukuran pada saat prarencana apakah sudah
mampu memikul beban yang terjadi pada komponen struktur tersebut.

10. Penulangan memanjang pada balok , kolom dan pelat.( dari analisis ETAB ).
Dari analisis ETABS sudah muncul keperluan yang akan di gunakan untuk
tulangan memanjang atau dari ETABS sudah dapat diambil volume yang akan
digunakan untuk tulangan memanjang .

11. Hitung gaya geser rencana balok dan kolom serta hitung penulangannya.
Dari analisis ETABS, perencana tidak bisa langsung mengambil luas tulangan
karena masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan seperti persamaan
berikut ini:
1. Balok
Vu ={ [(Mnl + Mnr ) /ln] + [ (Wu ln)/ 2 ] } ( 2.26 )

II - 38
Dimana : Mnl = momen ujung kanan balok (dapat diambil dari analisis ETAB)
Mnr = momen ujung kiri balok (dapat diambil dari analisis ETAB)
ln = bentang balok netto
Wu = beban terfaktor ( 1.2 D +1.0 L )
2. Kolom
Vu = [ Mat + Mab ] / hn ( 2.27 )
Dimana :
Mat = momen ujung atas kolom (dapat diambil dari analisis ETAB)
Mab = momen ujung bawah kolom(dapat diambil dari analisis ETAB)
hn = tinggi kolom netto

12. Gambar rencana dan detail.


Jika semua komponen struktur sudah selesai di desain kemudian untuk
memperjelas perencanaan dan untuk gambar kerja , maka hrus di buat gambar
detail,agar mempermudah pekerjaan dilapangan.

13. Selesai
Setelah semua gambar kerja dan gambar rencana sudah siap maka pekerjaan
struktur sudah siap untuk di kerjakan.

2.20.1 Beban-Beban dan Gaya yang Bekerja Pada Struktur Terdiri Dari :
1. Beban Mati (D) ialah berat dari semua bagian dari gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap.
Contoh :
a. Berat sendiri struktur (pelat, balok, kolom, dll)
b. Berat penutup lantai (keramik, aduk, dll)
c. Langit-langit (rangka plafon dan plafonnya sendiri)
d. Dinding (bata, partisi), sesuai dengan lokasinya.
e. Perlengkapan gedung yang sifatnya tetap (AC, pemipaan, dll), sesuai
dengan lokasinya.

II - 39
2. Beban Hidup (L) ialah semua beban akibat penggunaan gedung, termasuk
beban dari barang-barang yang dapat di pindah, mesin dan peralatan yang
berpindah-pindah.
Contoh :
a. Berat orang
b. Perabot

3. Gaya Angin (W) ialah semua gaya yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh angin.

4. Gaya Gempa (E) ialah semua gaya statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung, yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa
itu.

5. Beban Atap ialah beban hidup yang khusus bekerja pada atap, yaitu :
a. Beban peralatan tidak tetap yang diletakkan di atap dan orang yang
bekerja di atap (A)
b. Beban air hujan (R)

Beban Mati pada struktur bangunan gedung ditentukan dan digunakan


acuan “Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung
(SKBI-1.3.53.1987, Dept. PU )” ( Lihat lampiran tabel 4.1 ).

2.20.2 Beban Pelat


Semua beban yang berada di atas pelat, terdiri dari :
a. Beban Mati ( Wd )
Contoh : beban mati pelat tebal 12 cm yaitu pejumlahan dari :
1. Berat sendiri pelat diperoleh dari tebal pelat dikalikan dengan berat jenis
beton = 24 KN/m3
2. Berat penutup lantai diperoleh dari tebal penutup lantai dikalikan dengan
berat jenis penutup lantai ( misal keramik + semen = 25 KN/m3)

II - 40
3. Berat plafon + rangka diperoleh dari berat jenis plafon + rangka ( misal
plafon + rangka = 0,18 KN/m3)

b. Beban Hidup
Contoh : ( penggunaan gedung untuk kantor )
WL = 2, 50 kN /m2
Wu = 1, 2Wd + 1, 6WL

2.21. Konsep Desain Kapasitas


Struktur di desain dapat memikul beban (gempa kuat) sampai batas
maksimum tidak runtuh, walaupun di beberapa tempat elemen struktur
terjadi kerusakan struktural yang mungkin tidak dapat diperbaiki lagi.
Sebaliknya dengan konsep desain elastis, struktur dapat memikul beban
(gempa kuat) tanpa ada kerusakan struktural.

Gambar 2.6 Mekanisme Plastis Akibat Gempa

II - 41
Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Ideal Pada Gedung

2.22. Perencanaan Pelat


Pelat adalah struktur yang berbentuk bidang datar (tidak melengkung), plat
dapat dimodelkan sebagai pelat satu arah maupun dua arah. Pelat dapat
ditumpu di seluruh tepinya, atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh
kolom-kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik. Kondisi
tumpuan dapat sederhana atau jepit. Untuk merencanakan plat beton bertulang
yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan
syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat yang harus dipenuhi bukan hanya
kekuatan tapi juga kekakuannya. Plat selain sebagai penahan beban berlaku
juga sebagai bagian pengaku lateral struktur

Pelat lantai beton dapat dibagi dalam 2 kategori :


1. Pelat 1 arah (one way slab) : momen yang terjadi pada penampang pelat
hanya satu arah. Biasanya pada pelat yang ditumpu balok hanya pada 2 sisi
yang berseberangan.
2. Pelat 2 arah (two way slab) : momen yang terjadi pada pelat dua arah.
Menurut SNI Beton pasal 11.5, persyaratan tebal minumum pelat satu arah
berikut dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi.

II - 42
( Lihat Lampiran Tabel 3 Tebal Minimum Pelat Satu Arah )
Dalam segala hal
hmin pelat lantai : 12 cm.
hmin pelat atap : 10 cm.
SNI Beton 2002 :
Untuk m 0, 2
- Pelat tanpa penebalan, h 120 mm
- Pelat dengan penebalan, h 100 mm
Untuk 0, 2 < m 2, 0
Ln 0,8 + fy / 1500
h ( dari persamaan 2.15 )
36 + 5β (αm − 0,2)
h 120 mm
Untuk m > 2, 0
Ln0,8 + fy / 150
h ( dari persamaan 2.16 )
36 + 9 β
h 90 mm
dimana :
ln = bentang bersih pelat.
= panjang sisi terpanjang panjang sisi terpendek
m = nilai rata-rata dari .
= perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau.
Untuk perhitungan nilai , ukuran balok ditaksir sbb :
Menurut SNI Beton pasal 11.5, persyaratan tinggi (h) minumum balok berikut
dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi.
Kemudian lebar balok (b) sebagai fungsi dari h.
b 1/2 s/d 2/3 h
Pelat Tanpa Balok Interior Menurut SNI Beton 2002 pasal 11.5.3.2, tebal
minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya
dan < 2 harus memenuhi ketentuan berikut :
Lihat Lampiran Tabel 4. Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior
Lihat Lampiran Tabel 5 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior

II - 43
Keterangan :
a : Untuk tulangan dengan tegangan leleh di antara nilai yang tercantum pada
tabel digunakan interpolasi.
b : Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah dari pusat tumpuan
sejarak tidak kurang dari 1/6 jarak pusat-ke-pusat tumpuan pada arah yang
ditinjau.Tebal penebalan 1/4 tebal panel yang tidak ditebalkan.
c : Nilai untuk balok 0, 8
Batasan tulangan menurut SNI – Beton tahun 2002, luas minimum tulangan
pelat harus memenuhi kebutuhan tulangan untuk susut dan suhu sebagai berikut:
a. Pelat yang menggunakan batang ulir mutu 300 Mpa : min = 0.002.
b. Pelat yang menggunakan batang ulir atau jaring kawat kawat las ( polos atau
ulir ) mutu 400 Mpa : min = 0.0018.
c. Pelat yang menggunakan batang ulir mutu melebihi 400 Mpa:
min = (0.0018) 400/ fy.
Dalam segala hal min tidak kurang dari 0.0014.dan mak = 0.375 b
0,85β 1 fc'  600 
Dimana b =  600 + fy  ( 2.28 )
fy  
Jarak antar tulangan tidak melebihi 5 x tebal pelat dan tidak melebihi 450mm
menurut SNI- Beton tahun 2002.

4.23. Perencanaan Balok


Perencanaan balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung tulangan dan
membuat detail-detail konstruksi untuk menahan momen-momen lentur
ultimate, gaya-gaya lintang dan momen-momen puntir dengan cukup kuat.
Kekuatan suatu balok lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi daripada
lebarnya. Lebar yang sesuai dapat sepertiga sampai setengah dari tinggi, tetapi
mungkin jauh lebih kecil untuk suatu balok tinggi, dan mungkin juga di pakai
balok-balok yang lebih lebar dan rendah untuk mempertahankan tinggi
ruangan. Diusahakan agar dimensi balok jangan terlalu sempit karena akan
timbul kerusakan dalam menyediakan selimut beton dan jarak tulangan yang
memadai.

II - 44
Untuk mendapakan hasil desain yang optimum, maka ukuran balok perlu di
desain seoptimum mungkin.
Langkah-langkah berikut dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut :
1. Tentukan bentuk model struktur balok sedekat mungkin dengan
bentuk/kondisi sebenarnya.
2. Taksir besaran dimensi balok awal yag memenuhi syarat. Menurut SNI Beton
pasal 11.5, persyaratan tinggi (h) minumum balok berikut dapat digunakan tanpa
perlu melakukan pegecekan defleksi.
Lihat Lampiran Tabel 6 Persyaratan Tinggi Minimum Balok
Kemudian lebar balok (b) sebagai fungsi dari h.
b 1/2 s/d 2/3 h
3. Hitung beban-beban yang bekerja pada balok, termasuk berat sendiri balok
dari taksiran di atas.
4. Hitung momen maksimum lapangan dan tumpuan dengan memperhatikan
penempatan beban yang menghasilkan momen terbesar.
5. Desain ukuran balok yang paling ekonomis.
6. Cek rasio tulangan, dimana
min < < maks
Beban Balok

Gambar 2.8 Penyaluran Beban Plat ke Balok

II - 45
q : Beban merata per satuan luas yang bekerja pada lantai
(kg /m2 , kN /m2 )

3.2.3.1 Batasan Tulangan


Tulangan minimum balok empat persegi diambil nilai terbesar dari dua rumus
berikut :
fc'
1. Asmin = bwd ( 2.29 )
4 fy

1.4
2. Asmin = b wd ( 2.30 )
fy
Untuk balok T statis tertentu dengan bagian sayap tertarik (balok kantilever
misalnya), tulangan minimum diambil nilai terkecil dari dua rumus berikut :

fc'
1. Asmin = b wd ( 2.31 )
2 fy

fc'
2. Asmin = bf d ( 2.32 )
4 fy
Dimana bf = lebar bagian sayap penampang
Ratio tulangan maksimum balok : max = 0,75 b

2.24. Perencanaan Kolom


Kolom-kolom di sebuah konstruksi berfungsi meneruskan beban- beban
dari balok-balok dan plat-plat ke bawah sampai pondasi. Karenanya,
kolom-kolom merupakan bagian konstruksi tekan, meskipun mungkin harus
pula menahan gaya-gaya lentur akibat kontinuitas dari konstruksi. Perencanaan
kolom memperhatikan batas tegangan (kekuatan) dan kekakuan untuk
menghindari deformasi berlebihan dan tekuk. Daktail tulangan yang

benar dan penutup beton yang cukup adalah penting. Perbandingan b/h
dari kolom tidak boleh kurang dari 0.4.
Jika beban yang bekerja pada kolom hanya gaya aksial, maka perkiraan ukuran
kolom

II - 46
1. Kolom dengan pengikat sengkang,
Pu
Ag ( 2.33 )
0,4( fc + fy.ρ .t )
Kolom dengan pengikat spiral
Pu
Ag ( 2.34 )
0,5( fc + fy.ρ .t )
Jika Kolom juga menerima momen, maka faktor pembagi 0,4 dan 0,5 di atas
dapat diturunkan menurut kebutuhan. (Jika tidak menggunakan dinding geser
sebagai komponen pemikul beban lateral, maka faktor pembagi tersebut ±0, 2).
Menurut SNI-Beton pasal 15.6.9.(2), kolom di atas dan di bawah pelat harus
mampu memikul momen menurut pers. berikut :

M = 0,07 [( Wd+0,5 WL ) L2L2 n- WdL’2(L’n)2 ] ( 2.35 )


Dimana W’d’ , L’2 M dan L’n , merujuk pada bentang pendek.
Wd = beban mati terfaktor per unit luas.
WL = beban hidup terfaktor per unit luas.
Ln = panjang bentang bersih dalam arah momen yang ditinjau ( bentang yang
panjang ) diukur dari muka tumpuan, mm.
L2 = panjang bentang dalam arah transversal terhadap Ln, di ukur dari sumbu
ke sumbu tumpuan, mm.

Momen tersebut kemudian di bagi ke kolom di atas dan di bawah plat, sesuai
dengan perbandingan kekakuan masing-masing.
Persamaan di atas mengacu pada dua bentang yang menyatu, dengan satu
bentang lebih panjang dari yang lainnya, dan dengan beban mati penuh plus
setengah beban hidup diterapkan pada bentang yang lebih panjang dan hanya
beban mati yang diterapkan pada bentang yang lebih pendek.
Ratio tulangan :
1.Untuk wilayah gempa 5 dan 6 :
0,01 t 0,06 ( 2.36 )
2.Untuk wilayah gempa 3 dan 4 :
0,01 t 0,08 ( 2.37 )

II - 47
2.25. Desain Tangga
Tangga dan bordes merupakan sistim pelat yang ditumpu pada kedua
ujungnya.
a. Bordes atas ditumpu oleh balok di ujungnya.

b. Bordes tengah ditumpu oleh balok yang dibuat khusus untuk ini (jika
ada). Jika tidak ada balok yang di buat khusus untuk menumpu bordes
tengah ini, maka sistim tangga disebut juga sebagai tangga melayang.
c. Di ujung anak tangga paling bawah tangga ditumpu oleh fundasi
menerus yang dibuat khusus untuk tumpuan tangga

Beban Tangga
a. Perhitungan beban pada pelat bordes sama seperti perhitungan
beban pada pelat biasa, hanya saja beban hidup ditingkatkan
menjadi 300kg /m2 .Jika akan dianalisis dengan menggunakan
paket program SAP, beban ini harus dikalikan dengan cos ,
dimana : sudut kemiringan tangga

b. Beban mati pada tangga terdiri dari


1. Berat sendiri pelat tangga
satuan berat
tebal pelat tangga x berat jenis beton ( )
satuan luas
2. Berat anak tangga
1 satuan berat
x tinggi anak tangga x berat jenis beton x cos ( )
2 satuan luas
3. Lapisan penutup tangga :
satuan berat
(keramik+semen adukan) x cos ( )
satuan luas

2.26.Perencanaan Tulangan Geser


1. Kuat Geser
Kuat geser didasarkan pada tegangan geser rata-rata pada penampang efektif
penuh bwd. Dalam komponen struktur tanpa tulangan geser, geser diasumsikan di
tahan oleh beton. Dalam komponen struktur dengan tulangan geser, porsiu kuat
II - 48
geser diasumsikan disumbangkan oleh beton dan sisanya dipikul oleh tulangan
geser.
Perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada:
Vu ØVn ( 2.38 )
Vn = Vc + Vs ( 2.39)
Dimana: Vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang di tinjau.
Vn = kuat geser nominal
Vc = kuat gesar nominal yang disumbangkan oleh beton.
Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser.
Kuat geser yang diberikan oleh Vc diasumsikan sama untuk balok dengan tanpa
tulangan geser dan dianggap sebagai gesr yang mengakibatkan retak miring.

2. Kuat Gesar Yang Disumbangkan Oleh Beton.


a. Komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur, persamaanya
sebagai berikut :
 fc' 
Vc =   bwd
 6 

Ø vc = 0.6 . 1/6 fc’ ( Mpa ) ( 2.40 )


b. Komponen struktur yang dibebani tekan aksial, persamaannya sebagai berikut:
 Nu 
Vc = 1 +  b wd ( 2.41 )
 14 Ag 
c. Komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial, persamaannya sebagai
berikut:
 0,3 Nu 
Vc = 1 +  ( fc’ / 6 ) b w d ( 2.42 )
 Ag 
Dimana :
Nu = beban aksial terfaktor yang terjadi bersamaan dengan Vu, diambil positif
untuk tekan, negatif untuk tarik, dan memperhitungkan pengaruh tarik akibat
rangkak dan susut, Nu dinyatakan dalam Mpa.
Ag = luas penampang bruto.

II - 49
3. ketentuan-ketentuan untuk sistem Rangka Pemikul Momen menengah
(SRPMM )
Tujuan persyaratan SRPMM adalah untuk mengurangi kegagalan geser sewaktu
ada gempa . Perencana di beri dua pilihan untuk menentukan gaya geser
terfaktor. Gaya gaeser terfaktor ditentukan dari kuat momen nominal dari
komponen struktur dan beban gravitasi diatasnya

Untuk menentukan geser maksimum balok, dianggap kuat momen nominal (Ø =


1.0 ) terjadi berbarengandi dua ujung dari bentang bersihnya. Persamaan untuk
menentukan besarnya Vu, berdasarkan wilayah gempa menengah ( wilayah
gempa 3 dan 4 ) sebagai berikut:
1. Balok
Vu ={ [(Mnl + Mnr ) /ln] + [ (Wu ln)/ 2 ] } ( dari persamaan 2.26 )
Dimana : Mnl = momen ujung kanan balok
Mnr = momen ujung kiri balok
ln = bentang balok netto
Wu = beban terfaktor ( 1.2 D +1.0 L )
2. Kolom
Vu = [ Mat + Mab ] / hn ( dari persaman 2.27 )
Dimana = Mat = momen ujung atas kolom
Mab = momen ujung bawah kolom
hn = tinggi kolom netto

2.27. Program Komputer Etabs Non Linier


Program komputer atau software yang digunakan dalam perhitungan analisis
struktur adalah Etabs non linier. Beban yang di terima struktur direncanakan
sebagai pembebanan vertikal gravitasi dan pembebanan lateral gempa.
Pembebanan vertikal gravitasi terdiri atas beban mati dan beban hidup.
Dengan menggunakan software analisis rangka struktur balok, kolom baik
normal maupun perkakuan sudah otomatis menghitung sebagai beban mati,
sehingga beban vertikal hanya berasal dari pelat (open frame).Guna keperluan
mendesain struktur dan untuk menghindari kerusakan struktur karena menahan

II - 50
beban, maka diperlukan suatu batasan mutu dari masing-masing spesifikasi
bahan struktur yang dipakai terhadap kekuatan menerima beban itu

2.28. Kinerja Struktur Gedung


Peraturan gempa Indonesia, SNI 1726-2003, membatasi besarnya lendutan
arah ke samping (simpangan) struktur gedung dalam 2 istilah yaitu:
a. Kinerja batas layan
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-
tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi
terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping
untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan
penghuni.Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung,
dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang di hitung dari
simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui (0,03/R) * tinggi
tingkat yang bersangkutan, dimana R adalah faktor reduksi gempa
atau 30 mm,bergantung yang mana yang nilainya terkecil

b. Kinerja batas ultimit.


Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan
simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh
Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan,
yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur
gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk
mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur
gedung yang di pisah dengan sela pemisah (sela delatasi). Sesuai Pasal
4.3.3 simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus di hitung dari
simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan
dengan suatu faktor pengali sebagai berikut :
-untuk struktur gedung beraturan :
= 0,7 R ( 2.43 )

II - 51
-untuk struktur gedung tidak beraturan :
= 0.7 R ( 2.44 )
Faktor skala
Dimana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan
faktor skala adalah seperti yang tertera pada tabel 3.6.
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam
segala hal simpangan antar-tingkat yang di hitung tidak boleh melampaui
0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.

II - 52
BAB III
DASAR-DASAR PERENCANAAN FONDASI

3.1 Penyelidikan Tanah


3.1.1. Tujuan Penyelidikan Tanah
Sebelum dilakukan perencanaan struktur terlebih dahulu dilaksanakan
penyelidikan tanah yang bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter tanah
dan mengetahui posisi tanah keras. Karena tanah sifatnya yang tidak pasti,
semakin banyak dilakukan penyelidikan tanah atau pengambilan contoh tanah
semakin teliti juga untuk mengetahui parameter-parameter tanah tersebut.

3.1.2. Sifat-Sifat Tanah


Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran mineral-
mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu dengan yang lainnya dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.
Sifat tanah secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Sifat fisik tanah ( indek properties ) yaitu sifat tanah dalam keadaan asli yang
digunakan untuk menentukan jenis atau klasifikasi tanah. Contoh Indek properti
seperti perhitungan volume atau kadar air yang terkandung dalam tanah tersebut,
dan digunakan untuk untuk keperluan klasifikasi tanah.
2. Sifat mekanis tanah ( engineering properties ) yaitu: sifat tanah yang
digunakan untuk perencaan stuktur fondasi atau yang lainnya. Contoh sifat
mekanaik tanah seperti menentukan sudut gesek atau kohesi tanah dan lain
sebagainya.

Dari ukurannya tanah secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi 2


golongan yaitu:
1. Tanah berbutir kasar yang meliputi ;
a. Berangkal ( boulder ), yaitu batuan besar yang ukurannya lebih besar dari
250 mm
III - 1
b. Kerikil ( gravel ) , yaitu ukurannya butirannya kurang lebih antara 5mm
sampai 250 mm
c. Pasir ( sand ) , yaitu ukuran butirannya kurang lebih 0.0074- 5 mm
termasuk pasir kasar dan halus
2. Tanah berbutir halus yang meliputi:
a. Lanau ( silt ), yaitu ukuran butirannya 0.002mm – 0.0074 mm
b. Lempung ( clay ) yaitu ukuran butirannya kurang lebih kurang dari
0.002 mm dan juga termasuk tanah kohesif (tanah lengket ) .
c. Koloid yaitu partikel yang diam

Dari sifat fisik tanah tersebut di atas sangat mempengaruhi sifat engineering
tanah tersebut untuk menentukan struktur fondasi atau yang lainnya. Dalam
menentukan sifat- sifat tanah berbutir kasar dipakai cara dengan analisis saringan
atau pengujian analisa saringan ( sieve analysis ) di laboratorium. Sedangkan
untuk tanah berbutir halus menggunakan metode pengujian Batas-Batas
Atterberg ( antterberg Limit ) di laboratorium.

3.1.3. Pengaruh Muka Air Tanah


Dari penyelidikan tanah akan diketauhi tinggi muka air tanah dan akan di pakai
untuk menentukan kadar air dan menentukan berat tanah . Maka perlu
diperhatikan dengan cermat kondisi atau posisi muka air tanah tersebut. Karena
kadar air akan mempengaruhi daya dukung tanah .

Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan dengan persamaan sebagai


berikut:

= sat – w ( 3.1 )

dimana , = kadar air efektif
sat = kadar air jenuh
w = berat jenis air, yang biasa di ambil 0.981- 1.00 t/m3

III - 2
3.2. Tegangan Efektif
3.2.1. Pengertian Dasar
Tegangan-tegangan efektif yang bekerja di dalam tanah atau batuan jenuh yang
terendam air dapat di bagi menjadi 2 macam yaitu :
1.Tegangan-tegangan yang dikirimkan dari butiran yang satu kebutiran yang
lain, yang disebut tekanan intergranuler atau tegangan efektif.
2.Tegangan- tegangan yang bekerja di dalam air, yang mengisi rongga pori,
disebut tekanan atau tegangan netral.

3.2.2. Prinsip Tegangan Efektif.


Besaranya pengaruh gaya-gaya yang menjalar dari partikel ke partikel lainnya
dalam kerangka tanah telah diketaui sejak tahun 1923, ketika Terzaghi
mengemukakan prinsip tegangan efektif yang didasarkan pada data hasil
percobaan. Prinsip tersebut hanya berlaku untu jenuh sempurna.
Tegangan-tegangan yang berhubungan dengan prinsip tersebut ialah :

= +u ( 3.2 )
di mana :
= tegangan normal total pada bidang di dalam tanah, yaitu persatuan luas
yang ditransmisikan pada arah normal bidang, dengan menganggap
bahwa tanah adalah material padat saja.
'
= tegangan normal efektif pada bidang, yang mewakili tegangan yang
dijalankan hanya melaui kerangka tanah saja.
u = tekanan air pori pengisi pori-pori di antara partikel-partikel padat.

3.2.3. Tegangan Vertikal Akibat Berat Sendiri Tanah.


Misalkan tanah memiliki permukaan horisontal dan muka air terletak pada
permukaan tanah. Tegangan vertikal total ( yaitu tegangan normal total pada
bidang horisontal ) pada kedalaman z sama dengan berat seluruh material (
partikel padat dan cair ) persatuan luas di atas kedalaman z, maka persamaannya
sebagai berikut;
v= sat z ( 3.3 )

III - 3
Karena pori-pori di antara partikel-partikel padat saling berhubungan, tekanan air
pori pada setiap kedalaman akan sama dengan hidrostatik, karena itu pada
kedalaman z, persamaannya sebagai berikut:
u= w z ( 3.4 )
dan tegangan efektif pada kedalaman z ialah :

v= v–u (3.5 )
=( sat – w) z

= z
'
Dimana adalah berat isi apung tanah.

3.3. Konsolidasi Pada Tanah


3.3.1. Pengertian Konsolidasi
Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada
tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengeringan sebagian
air pori. Dengan kata lain, pengertian konsolidasi adalah proses terperasnya air
tanah akibat bekerjanya beban, yang terjadi sebagai fungsi waktu karena kecilnya
permeabilitas tanah. Proses ini berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air
pori benar-benar hilang. Dari konsolidasi tanah digunakan untuk menstimulasi
kompresi dari tanah akibat bekerjanya beban sehingga diperoleh karateristik
kompresi dari tanah yang akan dihitung untuk menghitung penurunan tanah.

3.3.2. Penentuan Tekanan Pra-Konsolidasi.


Tanah mempunyai memori atas beban yang pernah di alami. Tegangan
,
maksimum yang pernah dialami tanah disebut tekanan prakonsolidasi ( p ).
Menurut riwayat pembebanan tanah dibedakan menjadi:
- Normally consolidated OCR = 1
- Over consolidated OCR > 1
- Under consolidated OCR < 1
Dimana :
,
OCR = ove rkonsolidataion ratio = p/ o

p = prekonsolidation pressure
o = efektif overbaden pressure

III - 4
Tanah dikatakan dalam kondisi underconsolidated jika tanah tersebut tidak stabil,
tanah dalam proses pembentukan ( baru diendapkan) dan belum sampai pada
kondisi seimbang. Tanah dalam kondisi over consolidated terjadi akibat:
- Perubahan tegangan total yang terjadi karena erosi, penggalian, melelehnya
lapisan salju yang menutupi tanah.
- Perubahan tekanan pori karena penguapan oleh pohon-pohon, pemompaan
air tanah ke lorong saluran, dan pengeringan lapisan permukaan.

3.3.3. Penurunan Konsolidasi Tanah.


Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah dibawahnya mengalami pemampatan . pemampatan tersebut disebabkan
oleh adanya deformasi partikel tanah, rekolasi partikel, keluarnya air atau udara
di dalam pori, dan sebab- sebab lainnya. Beberapa faktor atau semua faktor
tersebut mempuyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara
umum, penurunan pada tanah yang di sebabkan oleh pembebanan dapat di bagi
dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Penurunan konsolidasi ( conslidasidation settlement ), yang merupakan
hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya
air yang menempati pori-pori tanah.
2. Penurunan segera ( immeddiate settlement ), yang merupakan akibat dari
deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya
perubahan kadar air.

Dalam desain fondasi untuk struktur teknik harus selalu memperhatikan


bagaimana settlement akan terjadi dan berapa cepat settlement berlangsung cepat.

Penurunan total yang terjadi pada tanah yang dibebeni ( St ) mempunyai 3


komponen yaitu :
St = Si + Sc + Ss ( 3.6 )

Dimana :
Si = immediate settlement.

III - 5
Sc = consolidation settlemen.
Ss = secondary settlemen ( penurunan akibat geseran tanah ).

3.3.4. Perhitungan Penurunan Konsolidasi


Langkah- langkah perhitungan penurunan konsolidasi sebagai berikut :
1. Cari parameter tanah yang dibutuhan dari uji konsolidasi laboratorium.
2. Hitung OCR untuk menentukan apakah tanah lempung termasuk OC atau
NC clay.
3. Hitung Sc dengan rumus sebagai berikut :
- Tanah NC clay =
Ho σ .o '+ ∆ o '
SC = cc log (3.7 )
1 + eo σ .o '
- Jika tanah OC clay:
’ ’ ’
1. o + p , maka
Ho σ . '+ ∆ o '
SC = cr log o (3.8 )
1 + eo σ .o '

’ ’ ’
2. o + > p , maka
Ho σ . '+ ∆ o ' Ho σ '+ ∆ o '
SC = Cr log o + Cc log .o
1 + eo σ .o ' 1 + eo σ .o '

(3.9 )
Dimana :
OCR : overconsolidation ratio = p’ / o’

p’ : preconsolidation pressure
o’ : effektive overburden pressure ( beban karena lapisan di atas
pertengahan clay yang akan dihitung settlementnya).
’ : beban yang ditambahkan pada lapisan tanah tersebut ( timbunan,
struktur ).
eo : angka pori awal

III - 6
3.3.5. Kecepatan Konsolidasi
Karena permeabilitas tanah lempung kecil, maka konsolidasi akan selesai setelah
jangka waktu yang lama, bisa lebih lama dari umur rencana kontruksi. Untuk itu
derajat konsolidasi perlu diketahui pada akhir umur rencana.
Rumus yang di pakai : T = Cv ( t / Hdr2 ) ( 3.10 )
Dimana :
T : faktor waktu ( time factor) dari tabel hubungan U% dan T
Cv : coeffisien of consolidation ( dari grafik hasil uji konsolidasi )
t : waktu
Hdr : drainage path ( panjang maksimum yang harus ditempuh air
tanah untuk keluar )
Aliran 1 arah : Hdr = Ho
Aliran 2 arah : Hdr = Ho/2
Ho = tebal lapisan
U : derajat konsolidasi = S(t) / Sc
S(t) : settlement yang terjadi di waktu tertentu (t).
Hubungan antara derajat konsolidasi rat-rata U, dan time faktor T adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Faktor T
U 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
T 0.008 0.031 0.071 0.126 0.197 0.287 0.403 0.567 0.848 -

T juga dapat dihitung dari rumus :


U% 2 ( 3.11)
Untuk U > 60%, T = U²
4 4 100

Untuk U > 60%, T = 1.781 – 0.933 log ( 100-U%) (3.12 )

Cara Menentukan Cv
1. Memakai kurva dial reading vs Log time ( casagrande ) ( 3.13 )
2
T50Hdr
Cv =
t50

III - 7
2.Metodeakar waktu ( Taylor ) (3.14 )
2
T50Hdr
Cv =
t50

3.4. Penentuan Sistem Fondasi


Penentuan system fondasi pada gedung tinggi merupakan bagian yang penting dari
proses desain gedung tinggi. Fondasi harus kokoh dan mampu berfungsi dengan
baik menahan dan meneruskan serta mampu menjaga keseimbangan akibat semua
beban atau reaksi yang terjadi pada gedung. Untuk itu perlu diperhitungkan
kondisi tanah sekitarnya dimana fondasi tertanam. Fondasi secara umum
merupakan penggabungan dari ilmu arsitektur, teknik sipil,dan geoteknik serta
ilmu material dan teknik kontruksinya.

Di dalam mendesain fondasi untuk gedung tinggi maka perencana harus


memahami, mengerti dan menguasai semua aspek yang berkaitan dengan
pekerjaan desain dan pelaksanaannya dari sistem tersebut. Dan mampu memahami
ketidakpastian yang berkaitan dengan tanah disekitarnya, karakter dari peralatan
dan material yang digunakan, proses serta urutan kontruksi dan karakter dari
gedung dan komponen bangunan yang didukungnya.

Tanggung jawab perencana fondasi tidak hanya mendesain kekuatan fondasi saja
tetapi juga harus memperhitungkan daya dukung tanah dan menganalisa penurunan
tanah. Yang bertujuan untuk mempertimbangkan waktu layan gedung. Sehingga
perencana harus berupaya menyakinkan bahwa segala hal yang berkaitan dengan
fondasi telah di pahami dan dimengerti dengan baik.

3.4.1. Fondasi Tapak


Desain fondasi harus mempertimbangkan adanya keruntuhan geser dan penurunan
yang berlebihan. Untuk itu perlu di penuhi dua kriteria yaitu stabilitas dan
penurunan. Persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi dalam desain fondasi
adalah:

III - 8
1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah
harus di penuhi. Dalam hitungan kapasitas dukung umumnya digunakan faktor
aman
2. Penurunan fondasi harus masih dalam batas nilai yang yang di toleransikan.
Khususnya pada penurunan yang tak seragam harus tidak mengakibatkan
kerusakan pada struktur
Menurut Skemton dan Macdonald 1955, batas penurunan maksimum, dapat dilhat
pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Batas Penurunan Maksimum Fondasi
Jenis fondasi Batas penurunan maksimum ( mm)
Fondasi terpisah pada tanah lempung 65
Fondasi terpisah pada tanah pasir 40
Fondasi rakit pada tanah lempung 65 – 100
Fondasi rakit pada tanah pasir 40 - 65

Untuk memenuhi stabilitas jangka panjang, perhatian harus diberikan pada


peletakan dasar fondasi. Fondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup
untuk menanggulangi resiko erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah, dan
gangguan tanah di sekitar fondasi lainnya.

Analisis-analisis kapasitas dukung, dilakukan dengan cara pendekatan untuk


memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan, dengan
sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya,
dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan yang
bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl ( 1921 ), yang
kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955), De Beer dan
Vesic (1958), dan lain-lainnya. Persamaan-persamaan kapasitas dukung tanah
yang diusulkan, umumnya didasarkan pada persamaan Mohr-Coulomb:
=c+ tg ( 3.15 )
dengan:
= tahanan geser tanah
c = kohesi tanah

III - 9
= sudut gesek dalam tanah
= tegangan normal

3.4.2. Fondasi Tiang


Fondsai tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat
atau keras terletak sangat dalam. Fondasi tiang juga dapat digunakan untuk
menahan gaya-gaya angkat pada gedung tinggi. Digunakannya fondasi tiang
mempunyai beberapa maksud antara lain:
1.Untuk meneruskan beban atau reaksi bangunan yang terletak diatas air atau
tanah lunak, ketanah pendukung yang lebih kuat atau keras.
2.untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang
cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan
tanah disekitarnya.
3.Untuk mengikat atau mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya
angkat akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
4.Untuk menahan gaya-gaya horisontal dan gaya yang arahnya miring.
5.Untuk mendapatkan tanah keras ( termasuk pasir ), sehingga kapasitas
dukung tanah tersebut bertambah.
6.Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah
tergerus air.

3.4.3. Kategori Tiang Pancang


Fondasi tiang pancang dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Tiang Pancang Perpindahan Besar
Tiang pancang perpindahan besar yaitu tiang pejal atau berlubang dengan
tertutup pada ujungnya yang di tancapkan kedalam tanah sehingga terjadi
perpindahan volume tanah yang relatif besar. Contoh tiang perpindaan besar
yaitu tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang ( pejal atau
berlubang ), tiang baja bulat ( tertutup pada ujungnya ), tiang baja ( tertutup
pada ujungnya ).

III - 10
2. Tiang Perpindahan Kecil
Tiang perpindahan kecil ialah sama halnya dengan kategori yang pertama
hanya volume tanah yang dipindahkan pada saat pemancangan relatif kecil.
Contohnya tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton
prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang H, tiang baja bulat ujung
terbuka, tiang ulir.

3. Tiang Tanpa Perpindahan


Tiang tanpa perpindahan terdiri dari tiang yang di pasang di dalam tanah
dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk kategori tiang ini
ialah tiang bor, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam
tanah dari lubang pengeboran.

3.4.4. Pengaruh Pemancangan


Cara pemasangan tiang berpengaruh pada kelakuan ting dalam mendukung
beban dan pemancangan dapat dapat menganggu stabilitas bangunan disekitar
pemancangan jika getaran pemancangan berlebihan. Umumnya tinjauan
gangguan akibat pemancangan tiang ditujukan terutama pada sifat-sifat tanah.
Dengan mengetahui kondisi tanah setelah pemancangan, dapat diperkirakan
cara yang cocok untuk mengevaluasi data laboratorium atau data hasil
pengujian lapangan yang akan dipergunakan pada saat pemancangan. Sebagai
contoh akibat dari pemancangan sebagai berikut.
1. Tiang Pancang Dalam Tanah Granuler
Pada pelaksananan pemancangan dengan cara dipukul atau di tekan kedalam
tanah dapat mengakibatkan perubahaan susunan dan pecahnya butiran tanah.
Kondisi ini tanah mengalami pemadatan atau kenaikan berat volume dan di
permukaan tanah akan terlihat pada permukaannya ada tonjolan tanah.
Ketika tiang di pancang dalam tanah tidak kondusif yang tak padat, depresi
tanah yang terdesak oleh tiang tersebut. Bila tanah padat, maka diperlukan
tenaga pemancangan yang cukup besar pula

III - 11
2. Tiang Pancang Pada Tanah Kohesif ( lanau atau lempung )
Pemancangan pada tanah kohesif biasanya akan mengakibatkan kenaikan
permukaan tanah di sekitar tiang, yang diikuti oleh konsolidasi tanah.
Perubahn strtuktur tanah pada saat pemancangan dapat mempengaruhi
susunan tanah didekatnya mengakibatkan tiang yang di pancang lebih
dahulu terangkat keatas akibat pemancangan sesudahnya. Oleh karena itu
pemancangan ulang diperlukan dan mungkin untuk menjadi pertimbangan
untuk mengganti jenis fondasi seperti fondasi tiang bor.

3.4.5. Faktor Keamanan Tiang


Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi
kapasitas ultimit tiang dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu
diberikan dengan maksud:
a.Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode perhitungan
yang digunakan.
b.Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat gesar.
c.Untuk menyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung
beban yang bekerja.
d.Untuk menyakinkan bahawa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal
atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi.
e.Untuk menyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang
masih dalam batas-batas toleransi.

Sehubungan dengan alasan butir ( d ), dari hasil banyak pengujian-pengujian


beban tiang, baik tiang pancang maupaun tiang bor yang berdiameter kecil
sampai sedang ( 600 mm ), penurunan akibat reaksi beban yang bekerja ialah
lebih kecil atau sama dengan 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari
2.5 ( Tomlinson, 1977 ).

Reese dan O’ neill ( 1989 ) menyarankan faktor aman untuk desain fondasi tiang
sebagai berikut ( tabel 3.3 ):

III - 12
Tabel 3.3 Faktor Keamanan Desain Fondasi
Klasifikasi Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
stuktur baik normal jelek sangat
jelek
Monumental 2.3 3 3.5 4
Permanen 2 2.5 2.8 3.4
Sementara 1.4 2.0 2.3 2.8

Faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan foktor aman sebagai berikut,


a. Tipe dan kepentingan dari struktur.
b. Variabilitas tanah.
c. Ketelitian penyelidikan tanah.
d. Tipe dan jumlah uji tanah yang di lakukan.
e. Ketersediaan data ditempat ( uji tiang ).
f. Pengawasan atau kontrol kualitas lapagan.
g. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layan struktur.

Besarnya beban kerja atau kapasitas tiang ijin ( Qa ) dengan memperhatikan


keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit ( Qu ) dibagi
dengan faktor aman ( F ) yang sesuai variasi besarnya faktor aman yang
banyak digunakan untuk desain fondasi tiang tergantung pada jenis tiang.

3.5. Prinsip-Prinsip Desain Fondasi


Langkah-langkah dalam mendesain fondasi dapat digambarkan dalam diagram
alir sebagai berikut ( gambar 3.1 ):

III - 13
Data Penyelidikan Tanah Input data reaksi
struktur atas

Pemahaman data penyelidikan


tanah dan penentuan parameter
tanah

Hitung daya dukung fondasi tiang


tunggal

Hitung daya dukung fondasi


kelompok tiang

Tidak

Cek penurunan

Ya

Pendetailan fondasi

Gambar 3.1.Bagan Alir Perencanan Fondasi


.
Penjelasan
1. Input Data Beban Struktur Atas
Input data beban struktur atas yaitu reaksi atau beban struktur khususnya reaksi
pada kolom yang diteruskan ke fondasi dan reaksi tersebut akan menjadi
pedoman di dalam mendesain fondasi.

2. Data Penyelidikan Tanah


Dari data penyelidikan tanah, akan diketahu parameter-parameter tanah atau
yang sering disebut dengan index properties dan engineer properties. Akan

III - 14
digunakan untuk mendesain kapasitas daya dukung tanah dan memperkirakan
penurunan yang terjadi pada fondasi.

3. Pemahaman Data Penyelidikan Tanah dan Penentuan Parameter Tanah.


Sebelum data penyelidikan tanah digunakan untuk mendesain fondasi terlebih
dahulu untuk dikaji apakah data penyelidikan tanah tersebut sudah cukup benar
atau sudah konsisten. Karena tanah yang sifatnya tidak pasti maka pada
umumnya penyelidikan tanah tidak hanya dilakukan pada satu titik melainkan
dua titik atau lebih. Dari beberapa titik penyelidikan tanah tersebut dapat
diambil beberapa titik atau semua, dengan anggapan dapat mewakili lokasi
tanah yang akan dibangun suatu gedung atau struktur.

6. Hitung Daya Dukung Tiang Tunggal


Daya dukung tiang tunggal dapat didesain sebelum beban struktur atas diketahui,
atau berdasarkan parameter-parameter tanah dari hasil penyelidikan tanah.
Apabila pada desain tiang tunggal sudah memenuhi syarat maka fondasi tiang
tunggal dapat digunakan. Contoh metode perencanaan fondasi anatara lain :
Metode Vesic. Terzaghi, Meyerhof , Schmertmann, dan lain sebagainya.

7. Hitung Daya Dukung Tiang Kelompok


Daya dukung tiang kelompok digunakan jika tiang tunggal tidak mampu untuk
menerima beban struktur atas atau perhitungan tiang kelompok berdasarkan
beban yang akan terjadi dan parameter-parameter tanah.

8. Cek Penurunan Fondasi


Dari desain fondasi maka perlu di cek apakah sudah memenuhi peryaratan yang
berlaku, contoh seperti berikut:
a. Daya dukung fondasi harus lebih besar atau sama dengan beban yang di
terima oleh fondasi
b. Batas penurunan maksimum pada fondasi dengan jenis tanah lempung
sebesar 65 mm.

III - 15
Jika pada desain fondasi belum memenuhi persyaratan maka perlu di desain
ulang kembali, dan jika desain sudah memenuhi persyaratan maka desain
tersebut dapat digunakan.

9. Pendetailan Fondasi
Pendetailan atau memperjelas bentuk dan ukuran fondasi bertujuan untuk
mempermudah dipahami oleh semua pihak-pihak yang terkait untuk diterapkan
di lapangan. Agar tidak terjadi kesalahan di dalam pengerjaannya.

3.5.1. Tipe-Tipe Keruntuhan Fondasi


Berdasarkan hasil uji model, Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan
fondasi menjadi tiga macam yaitu:
1. Keruntuhan geser umum
Keruntuhan geser umum yaitu keruntuhan fondasi terjadi menurut bidang runtuh
yang dapat di identifikasi dengan jelas seperti penggelembungan tanah di sekitar
fondasi dan terjadi dalam waktu yang relatif mendadak dan diikuti penggulingan
fondasi

2.Keruntuhan geser lokal


Keruntuhan geser lokal hampir sama dengan keruntuhan geser umum yaitu
penggelembungan tanah di sekitar fondasi tidak terlalu kelihatan dan tidak terjadi
guling pada fondasi

3.Keruntuhan geser penetrasi


Pada keruntuhan penetrasi hampir bisa dikatakan tidak terjadi keruntuhan karena
keruntuhan terjadi hanya menembus dan menekan samping yang menyebabkan
pemampatan tanah di dekat fondasi dan tidak menimbulkan tergulingnya fondasi.

Menurut Vesic model keruntuhan fondasi geser umum diharapkan terjadi pada

fondasi yang relatif dangkal yang terletak pada pasir padat atau kira-kira > 36 0,

sedangkan untuk keruntuhan geser lokal kira-kira < 29 0

III - 16
3.6. Hitungan Kapasitas Tiang
Yang dimaksut dengan kapasitas tiang ialah kapasitas dukung tiang dalam
mendukung beban. Variasi kondisi tanah dan pengaruh tipe cara pelakasanaan
pemancangan dapat menimbulkan perbedaan yang besar pada beban ultimit tiang,
dalam suatu lokasi bangunan. Demikian pula dengan pengaruh-pengaruh seperti
tiang bergelombang atau tiang halus dan lain sebagainya akan berpengaruh pada
faktor gesekan dinding tiang dengan tanah, yang demikian akan mempengaruhi
kapasitas tiang.

3.7. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Hasil Uji Tanah Laboratorium

Qu

Qs

q'

Qp

Gambar 3.2 Kapasitas Ultimit Tiang Tunggal.

Kapasitas ultimit tiang tunggal (Q ), adalah jumlah dari tahanan ujung / bawah
(Qp) dan tahanan gesek ultimit/kulit ( Qs ) antara dinding tiang atau jika dalam
persamaan :
Qu = Qp + Qs (3.16 )
Keterangan
Qu = kapasitas ultimit netto
Qp = daya dukung titik (ujung)
Qs = tahanan gesek kulit

III - 17
3.7.1. Daya Dukung Titik Ujung Tiang ( Qp )
Tahanan ujung ultimit, secara pendekatan dapat di hitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Qp = Ap qp = Ap ( C Nc + q’ Nq ) ( 3.17 )
Persamaan diatas sama dengan kapasitas ultimit pada fondasi dangakal.
Keteranagan:
Qp = daya dukung titik
C = kohesi tanah pada ujung tiang
q p = tahanan titik satuan
q ’ = tegangan vertikal evektif pada ujung tiang
Nc, Nq = faktor daya dukung ( fungsi dari )
Ap = luas ujung tiang
Ada berapa metode untuk menentukan faktor daya dukung Nc dan Nq, yaitu
dengan metode Meyerhof dan Vesic.
1. Metode Meyerhof

Gambar 3.3 grafik Nc dan Nq , Metode Myerhof

III - 18
a. Fondasi Pada Tanah Pasir.

qp Qu

(Lb/D)cr

D
L= Lb
Qs
qp = ql

Lb Tanah keras

Lb/D Qp

Gambar 3.4. Variasi tahanan titik satuan pada pasir homogen

Daya dukung titik tiang pada pasir umumnya meningkat dengan nisbah antara
kedalamaman penanaman tiang dan lebar tiang ( Lb/D )dan mencapai nilai
maksimum pada nisbah Lb/D = (Lb/D )cr. Pada tanah homogen Lb akan sama
dengan panjang tiang (L) , jika tiang sudah masuk pada tanah keras atau tanah
dukung ( Lb) yang biasanya Lb< L, maka di luar nisbah kritis ( Lb/D)cr, nilai qp
akan tetap konsisten yaitu q p = ql.

Meyerhof merekomendasikan langkah-langkah untuk menentukan daya dukung


tiang pada tanah granuler, sebagai berikut:
1. Untuk jenis tanah pasir c = 0, maka persamaannya menjadi
Qp = Ap qp = Ap q’ Nq ( 3.18 )
2. Menentukan sudut gesek tanah ( )
3. Menentukan nisbah ( Lb/ D ) ( dari gambar 3.3 ) ( 3.19 )
4. Menentukan (Lb/D)cr ( 3.20 )
5. Menentukan nilai Nq dari tabel yang berkaitan dengan nilai Lb/D pada
langkah 3, pada umumnya nilai Nq meningkat secara linier dengan Lb/D
dan mencapai titik maksimum pada Lb/d (Lb/D)cr/2 ( 3.21 )
6. Menggunakan nilai Nq untuk mendapatkan nilai Qp dengan persamaan

III - 19
Qp= Ap q’ Nq Ap ql ( 3.22 )
Tahanan titik pembatas dapat diberikan persamaan :
q l = 50 Nq tan
Pada tanah granuler yang homogen ( L= Lb ) dapat diperoleh nilai
qp = 40 N L/D 400 N ( 3.23 )
dimana, N = nilai N- SPT rata-rata didekat ujung tiang ( sekitar 10 D diatas
dan 4D di bawah ujung tiang )

Di dalam pemancangan ada kemungkinan tanah yang masuk tiang pancang berupa
tanah yang berlapis-lapis, seperti contoh pada pemancangan pada lapis kesatu
berupa pasir lunak yang kemudian mencapai lapis kedua berupa lapisan pasir pada
.terlihat pada gambar 3.5 berikut
ini.

Qu
qp

Tanah lapis 1
(pasir lepas )
D
L
ql(1)

Lb
10 D

Tanah l pis 2
(pasir padat a) ql(d)

Gambar 3.5. Pemancangan Pada Tanah Berlapis-lapis

Maka persamaannya sebagai berikut:


q p = ql(l) + [ql(d)-ql(l)] Lb ql (d) ( 3.24)
10 D
Dimana ql(l) = batasan tahanan ujung tiang pada pasir lepas ditentukan dari
persamaan ql = 50 Nq tan , dengan menggunakan nilai maksimum
nilai Nq dan nilai dari pasir lepas.
III - 20
ql(d) = batasan tahanan ujung tiang pada pasir padat ditentukan dari
persamaan ql = 50 Nq tan , dengan menggunakan nilai maksimum
nilai Nq dan nilai dari pasir padat.
Lb = dalamnya penetrasi kepasir padat

b. Fondasi Tiang Pada Tanah Lempung


lempung biasanya mempunyai nilai = 0, maka berlaku persamaan sebagai
berikut:
Qp = Nc cu Ap ( 3.25 )
= 9 cu Ap
Dimana cu = kohesi untuk tanah dibawah ujung tiang.
Pada lempung yang masih mempunyai nilai c dan maka masih berlaku
persamaan sebagai berikut;
Qp = Ap qp = Ap q’ Nq. ( 3.26 )

Pada umumnya pada desain nilai di asumsikan dalah kurang dari sekitar 300,
prosedur ini dapat dipergunakan untuk mendapatkan nilai Nc dan Nq

2. Metode Vesic ( 1977 )


Vesic mengajukan metode untuk menghitung daya dukung ujung tiang berdasar
pada teori parameter tegangan efektif, maka persamaan yang dipakai sebagai
berikut:

Qp = Ap q p = Ap (C Nc + o N ) ( 3.26 )
Dimana:
'
o = [ (1 + 2Ko)/3 ] q’ ( 3.27 )
= tegangan ( efektif ) normal rata-rata pada ujung tiang
q’ = tegangan vertikal evektif pada ujung tiang
Ko= koefisien tekanan tanah diam = 1 - sin
Nq dan Nc = faktor daya dukung

3Nq
= ( 3.28 )
(1 + 1Ko)
Nc = [ Nq – 1] cos ( 3.29 )
III - 21
N= f ( Irr ) ( 3.30 )
Dimana:
Irr = Indeks kekekuan reduksi tanah,
Namun nilai,
Irr= Ir / 1+ Ir ( 3.31 )
Dimana:
Ir = Indeks kekakuan
= Es / [2 (1+ s) ( c + q’tan )] ( 3.32 )
=Gs/ ( c + q’tan ) ( 3.33 )
Es = Modulus young tanah
Gs = Modulus geser tanah.
s = Nisbah poisson tanah
= Regangan volume rata-rata dalam zona plastis dibawah ujung tiang
Untuk kondisi tidak adanya perubahan volume ( yaitu, pasir padat atau lempung
jenuh ), = 0, sehingga,
Ir = Irr ( 3.34)
Nilai Ir dapat dihitung dari uji triaksial dan konsolidasi di laboratorium, namun
untuk perkiraan awal nilai-nilai berikut ini dapat direkomendasikan pada tabel 3.4
Tabel 3.4. Nilai Ir Dari Uji Triaksial
Jenis tanah Ir
Pasir 70- 100
Lanau dan lempung ( kondisi salur ) 50- 100
Lempung ( kondisi tak salur ) 100-200

Pada tabel 9.11 , memberikan nilai-nilai Nq dan Nc untuk berbagai sudut gesek
tanah , ( ) dan Irr.

Untuk = 0 , yaitu kondisi taksalur, maka persamaannya:


Nc = 4/3 ( ln Irr + 1 ) + /2 + 1 ( 3.35 )

III - 22
3.7.2. Tahanan Kulit ( Qs )

Qu

D
'
v
z L

Qs f

Qp

Frictional

L’ = 15D

qp = ql

Depth

Gambar 3.6. Tahanan Kulit Tiang Tunggal

Tahanan kulit atau tahanan gesek tiang dapat dipakai persamaan sebagai berikut:
Qs = p Lf ( 3.36 )

Dimana:
P = keliling penampang tiang
L = panjang tiang
III - 23
f = tahanan gesek satuan pada setiap kedalaman z

a. Tahanan Kulit Untuk Tanah Pasir.


Tahanan gesek satuan untuk kedalaman tertentu tiang dapat dinyatakan sebagai
berikut:

f=K v tan ( 3.37.)
dimana:
K = Koefisien tekanan tanah
'
= Tegangan vertikal efektif
= Sudut gesek antara tanah-tiang
Pada kenyataan dalam pemancangan, nilai K bervariasi dengan kedalaman. Secara
pendekatan nilai ini akan sama dengan koefisien tekanan tanah pasif (K p ) pada
puncak tiang dan bisa terjadi kurang dari koefisien tekanan tanah diam (Ko). Pada
ujung tiang. Dan juga bergantung pada cara pemasukan tiang kedalam tanah.
Berdasarkan hasil-hasil yang ada, nilai rata-rata K berikut ini dapat digunakan
untuk mencari nilai f .
Tabel 3.5. Nilai Rata-rata ”K” Pada Kedalaman Tiang
Cara pemasukan tiang K
Tiang bor atau jetter K = Ko = 1 – sin
Tiang pancang perpindahan rendah K = Ko ( batas bawah )
= 1.4 Ko ( batas bawah )
Tiang pancang perpindahan tinggi K = Ko ( batas bawah )
= 1.8 Ko ( batas bawah )


Dapat disimpulkan bahwa nilai tegangan vertikal v meningkat dengan
kedalaman tiang hingga suatu batas maksimum pada kedalaman 15-20 kali
diameter tiang, dan tetap konsisten untuk seterusnya. Pada kedalaman 15-20 kali
diameter tiang dapat diasumsikan area kritis ( L’ ). Pada perhitungan desain maka
dapat diasumsikan besarnya L’ = 15 D.

III - 24
Nilai dari berbagai percobaan diperoleh dalam jangkauan 0.5 – 0.8 . Untuk
memilih ini perlu keputusan yang benar-baik.

Meyerhof ( 1976 ) menunjukkan tahanan gesek rata-rata ( fav) untuk tiang


pancang pada perpindahan tinggi dapat ditentukan dari nilai N-SPT sebagai
berikut:
fav = 2 N ( 3.38 )
Dimana:
N = nilai N-SPT rata-rata
Pada pemancangan tiang perpindahan rendah persamaaanya sebagai berikut:
fav = N ( 3.39 )
Maka ; Qs = pLfav. ( 3.40 )

b. Tahanan Kulit Pada Tanah Lempung .


Terdapat beberapa metode untuk menentukan tahanan kulit tiang pada tanah
lempung sebagai berikut:
1. Metode
Metode ini diajukan oleh Viayveergiya dan focht (1972), mengasumsikan bahwa
perpindahan tanah yang disebabkan oleh pemasukan tiang kedalam tanah
menghasilkan suatu tekanan lateral pasif pada suatu kedalaman tertentu, dan
tahanan kulit satuan rata-rata maka persamamannya sebagai berikut:

Fav ( v+ 2cu ) (3.41 )
Dimana:
'
v= nilai tengah tegangan vertikal efektif untuk seluruh panjang tiang
cu = nilai tengah kuat geser taksalur ( =0)
nilai akan berubah tergantung kedalaman tiang pancang ( L’), degan tabel
berikut ini :

III - 25
Gambar 3.7. Variasi Dengan Panjang Tiang ( Mc Clelland, 1974 )

maka tahanan gesek total menjadi:


Qs = p L fav ( 3.42 )

III - 26
Jika tanah yang dipancang tanahnya lebih dari satu lapis seperti contoh di bawah
ini

Qu '
cu v

L1 cu 1 Area 1 = A1

L A2
cu2
L2

L3 cu 3 A3

Depth Depth


Gambar 3.8.Skema Menentukan dan cu pada Tanah Berlapis


Untuk menentukan nilai v dan cu untuk berlapis,menggunakan persamaan :
cu = (cu L1+ cu L2+ cu L3 + .... ) / L ( 3.43 )
'
v = (A1 + A2 + A3 + ..... ) / L ( 3.44 )
di mana A1,A2, A3 ,....adalah luas diagram tegangan vertikal efektif.
2. Metode
Menurut metode , tahanan kulit satuan pada tanah kelempungan apat
digambarkan dengan persamaan sebagai berikut
f= cu ( 3.45 )
dimana = faktor adhesien emperis

III - 27
Variasi pendekatan untuk nilai pada gamgar di bawah ini ;

Gambar 3.9 Variasi dengan kohesi tak salur, Cu

perlu diperhatikan bahwa lempung terkonsolidasi normal dengan Cu sekitar 50


kN/m2 maka nilai akan sama dengan 1 .
Maka ; Qs = fp L= cu p L. ( 3.46)

III - 28
3. Metode
Kalau tiang disorongkan kedalam lempung jenuh, tekanan air pori di sekitar tiang
akan meningkat. Kelebihan air pori ini pada lempung terkonsonsolidasi normal
bisa sebesar 4-6 kali Cu. Namun di dalam satu bulanan, tekanan gesek satuan
untuk tiang dapat ditentukan dengan mengacu pada parameter tegangan efektif
lempung dalam keadaan C = 0. Maka pada kedalaman tertentu

f = v ( 3.47 )
dimana :

v = tegangan vertikal evektif untuk kedalaman tertentu
= K tan R ( 3.48 )
R = sudut gesek salur lempung ( C )
K = koefisisen tekanan tanah
Nilai dapat di ambil sebagai koefisien tekanan tanah diam atau dengan persamaan
sebagai berikut;
K = 1 – sin R ( untuk lempung terkonsolidasi normal ) ( 3.49 )
K = ( 1- sin R ) OCR ( untuk lempung over konsolidasi ) ( 3.50)
Dimana OCR = Nisbah overkonsolidasi
Dari persamman di atas dapat di kombinasikan sebagai berukut;

f = (1 – sin R ) tan R v ( untuk lempung terkonsolidasi normal ) (3.51 )

f = ( 1- sin R ) tan R OCR v ( untuk lempung over konsolidasi ) (3.52 )
Apabila nilai f dapat ditentukan maka tahanan kulit total dapat di hitung dengan
persamaan ;
Qs = f P L ( 3.53 )

III - 29
3.8. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Uji Tanah dari Lapangan

Qu

Qs

q'

Qp

Gambar 3.10, Skema Daya dukung Tiang Pancang

3.8.1. Kapasitas Tiang Dari Uji Kerucut Statis ( Sondir )


3.8.1.1. Kapasitas Tiang Dalam Tanah Granuler
Pada tahun 1967, Vesic menyarankan tahanan ujung tiang persatuan luas ( fb )
kurang lebih sama dengan tahanan kerucut ( q c ), atau
fb = qc (3.54 )
Tahanan ujung tiang ( Qp ) dinyatakan dalam persamaan :
Qp = Ap qc (3.55. )

Pada tahun 1976, Meyerhof meyarankan pada persamaan 3.54 , besaranya nilai q c
adalah rata-rata yang di hitung dari 8D di atas dasar tiang sampai 4D di bawah
ujung tiang.

Bila belum ada data hubungan antara tahanan kerucut (qc) dan tahanan tanah yang
menyakinkan, pada tahun 1977 , Tomlinson menyarankan penggunaan faktor
untuk hitungan tahanan ujung tiang sebagai berikut :

Qp= Ap qc (3.55. )
Dengan = 0.5

III - 30
Untuk hitungan tahanan ujung tiang dari uji sondir,menurut Heijnen (1974 ) dan
DeRuiter serta Beringen (1979 ), menyarankan nilai faktor separti tabel 3.6.

Tabel 3.6. Faktor


Kondisi Tanah Faktor
Pasir terkonsolidasi normal ( OCR = 1 ) 1
Pasir mengandung banyak kerikil kasar ( pasir dengan OCR = 2
sampai 4 ) 0.67
Kerikil halus ( pasir dengan OCR = 6 sampai 10 ) 0.5

Pada tahun 1969 Vesic, menyarankan bahwa tahanan gesek persatuan luas (f ),
pada dinding beton adalah 2 kali tahanan dinding mata sondir (qf ), atau
f = 2 qf ( kg/cm2) (3.56 )
Pada tiang baja profil H,
f = qf (kg/cm2) (3.57 )

Pada tahun 1956 Meyerhof, menyarakan tahanan gesek satuan antara tiang dan
tanah secara empiris dapat pula diperoleh dari tahanan ujung kerucut, sebagai
berikut:
1.Untuk tiang pancang beton dan kayu pada tanah pasir
f = qc/ 200 ( kg/cm2) (3.58 )
2. Untuk tiang baja profil H pada pasir
f = q c/ 400 (kg/cm2) (3.59 )
3. Di Belanda, untuk tiang-tiang beton dan kayu pada tanah pasir
f = q c/ 250 (kg/cm2) (3.60 )
Dengan :
f = tahanan gesek dinding tiang persatuan luas ( cm2)
q c = tahanan ujung kerucut statis ( kg/cm2) rata-rata disepanjang tiang.

Untuk tiang pancang yang tidak berbentuk meruncing, meyerhof membatasi nilai
gesek dinding persatuan luas tiak lebih dari f = 1.08 kg/cm2 ( 108 kN/m2) dan

III - 31
untuk baja profil H, f = 0.54 kg/cm2 (kN/m2). Tahanan gesek pada tiang baja
profil H di hitung pada keseluruhan permukaan sayap dan badan.

Tahanan gesek dinding tiang dinyatakan dengan persamaan:


Qs = As f (3.61 )
Kapasitas ultimit tiang ( Qu ), dari uji sondir seabagi berikut :
Qu = Qp + Qs
= Ap qc + As f (3.62 )
Dimana:
Ap = luas penampang ujung tiang (cm2)
q c = tahanan ujung uji sondir ( kg/cm2)
As = luas selimut tiang (cm2)
f = tahanan gesek dinding satuan ( kg/cm2)

Prosedur pengunaan diagram tahanan kerucut statis untuk menghitung kapasitas


tiang pancang dalam tanah granuler, adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan diagram tahanan kerucut per kedalaman dan pilihlah
kedalaman sementara yang dianggap mendekati kapasitas ultimit bahan
tiang yang di pakai.
2. hitung nialai rata-rata kerucut pada kedalaman tertentu, menurut cara
Meyerhof atau cara lain. Untuk cara meyerhof , hitungan tahanan kerucut
rata-rata (qc) di amabil pada jarak 8D diatas titik kedalaman yang dipilih
dan 4D dibawah titik kadalamanyang di pilih.
3. Dari nilai rata-rata tahanan yang di peroleh dari langkah 2. hitung tahanan
ujung tiang dengan menggunakan persamaan 3.55 atau 3.56.
4. Dari tahanan kerucut rata-rata di sepanjang kedalaman yang di pilih hitung
tahanan gesek dinding tiang dengan persamaan 3.61 atau ynag lain.
5. Hitung kapasitas tiang ultimit total (Qu ), yaitu dengan menjumlahkan
tahanan ujung dan tahanan gesek dinding yang di peroleh dari langkah 3
dan 4 atau menggunakan persamaan 3.62. kemudian, bagilah dengan
faktor aman 2.5-3 untuk memperoleh kapasitas ijin tiang (Qa ).
6. Cek nilai Qa yang terhitung dengan kekuatan bahan ting ijin.

III - 32
7. Jika setelah dikalikan dengan jumlah tiang, kapasitas ijin yang di peroleh
dari langkah 5 lebih kecil dari beban struktur, maka kedalaman tiang harus
ditambah untuk menaikan nilai tahanan gesek dinding dan tahanan uung
tiang, ( dengan mempertimbangkan pula kekuatan bahan tiang ). Cara
laian yaitu dengan membesarkan ujung tiang. Akan tetapi perlu di ingat
bahwa tiang pancang dengan pembesaran ujung akan memperkecil
tahanan tahanan gesek dindingnya. Jika tiang dengan penampang ujung
besar untuk mencapai tahanan ujung ultimit yang optimal, disarankan agar
tiang di pancang cukup dalam kedalam lapisan pendukung yang di pilih
berdasarkan nilai tahanan kerucutnya.

3.8.1.2. Kapasitas Tiang Dalam Tanah kohesif .


Jika tanah kohesif, umumya, tahanan keruct statis (qc) dihubungakan dengan
kohesi tak terdrainase ( undrained cohesion ) ( cu ), yaitu :
cu Nc = qc ( kg/cm2) (3.63 )
Nilai Nc berkisar di antara 10 sampai 30, tergantung dari sensitivitas,
kompresibilitas dan adesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan biasanya
Nc diambil anatara 15 sampai 18 ( Bagemann, 1965) . Tahanan ujung tiang
diambil pada nilai qc rata-rata yang di hitung dari 8 D dari di atas ujung tiang dan
4D di bawah ujung tiang. Tahanan gesek persatuan luas ( f ) dari tiang pancang,
secara aman, dapat di ambil sama dengan tahanan gesek selimut sondirnya (qf ) (
Bagemann 1965 ), atau :
f = qf ( kg/cm2) (3.64 )
Kapasitas ultimit tiang pancang, dinyatakan dalam persamaan:
Qu = Qp + Qs (3.65 )
Qu = Ap qc + As qf (kg )
Dimana:
Ap = luas penampang ujung tiang (cm2)
q c = tahanan penetrasi kerucut statis ( kg/cm2)
As = luas selimut tiang (cm2)
q f = tahanan gesek kerucut statis ( kg/cm2)

III - 33
3.8.2. Kapasitas Tiang Dari Uji Penetrasi Standar (SPT )
Penentuan daya dukung fondasi tiang pancang dengan menggunakan data SPT
antara lain diberikan oleh Meyerhof dan schmertmann.

Meyerhof (1956) menganjurkan formula daya dukung ( Qu ) untuk tiang pancang


sebagai berikut :
Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As ( 3.66 )
Dimana :
Qu = daya dukung ultimit fondasi tiang pancang ( ton )
Nb = nilai NSPT pada dasar tiang pancang
Ap = luas penampang dasar tiang ( m2)
N = nilai NSPT rata-rata sepanjang tiang

Untuk tiang dengan desakan tanah yang kecil seperti tiang bor dan tiang baja H,
maka daya dukung selimut hanya di ambil separuh dari formula diatas, sehingga
persamaannya menjadi:
Qu = 40 Nb Ap + 0.1 N As

Schmertmann menggunakan korelasi NSPT dengan tahanan ujung sondir (q c),


untuk menentukan daya dukung gesekan dan daya dukung ujung tiang . seperti
tabel 3.7 dibawah ini :

III - 34
Tabel 3.7.Nilai gesekan kulit dan tahanan ujung untuk desain tiang pancang
(sumber ; schmertmann,1967 )

Jenis tanah Deskrpsi Gesekan selimut Tahanan ujung

Pasir bersih GW,GP,GM 0.019 NSPT 3.2 NSPT


SW,SP,SM
Lempung lanau - GC, 0.04 NSPT 1.6 NSPT
Bercampur pasir, SC,ML,CL
Pasir kelanauan,
Lanau.
Lempung plastis CH,OH 0.05 NSPT 0.7 NSPT
Batu gamping – - 0.01 NSPT 3.6 NSPT
rapuh dan pasir
berkarang

3.9.Tiang Kelompok – Efisiensi


Pada umumnya tiang digunakan dalam bentuk kelompok untuk menemukan
beban struktural ke tanah. sebuah kepala tiang ( pile cap) dibuat hingga meliputi
seluruh tiang. Kepala tiang umunya dibuat menyentuh permukaan tanah atau bisa
juga terletak di atas permukaan tanah sebagaimana dalam kontruksi lepas .

Bagian terdahulu telah membicarakan daya dukung tiang sebagai sebuah tiang
tunggal. Menentukan daya dukung tiang kelompok adalah masalah yang benar-
banar rumit dan belum seluruhnya dapat diselesaikan. Apabila tiang ditempatkan
berdekatan satu sama lainnya, adalah masuk akal untuk mengasumsikan bahwa
tegangan yang disalurkan oleh tiang ke tanah akan tumpang tindih, dan ini bisa
mereduksi daya dukung tiang itu sendiri. Idealnya tiang-tiang dalam sebuah
kelompok harus cukup memiliki jarak sedemikian hingga daya dukung kelompak
tidak kurang dari jumlah daya dukung masing-masing tiang tunggal. Di dalam
praktek jarak dari pusat tiang yang satu ke pusat tiang lainnya (d) harus di jaga
minimum 2.5 D. Namun dalam situasi yang biasanya, jarak ini sekitar 3-3.5 D.

III - 35
Efisiensi dsaya dukung tiang kelompok dapat didefinisikan sebagai;

Qg(u)
=
Qu
(3.44 )

=[2 (n1+m–2)d + 4 D] / p n1 m (3.55 )


Dimana :
= Efisiensi kelompok
n1 = Jumlah baris tiang = 2 tiang
m = Jumlah baris tiang = 1 baris
D = Jiameter tiang = 0.40 m
p = Keliling tiang
Qg(u) = Daya dukung batas tiang kelompok
Qu = Daya dukung batas tiang tunggal tanpa pengaruh kelompok

3.10. Penurunan Konsolidasi Tiang Kelompok


Penurunan konsolidasi tiang kelompok di tanah lempung dapat menggunakan
metode distribusi tegangan 2:1. Prosedur perhitungan menggunakan langkah-
langkah berikut ini :
1. Misalkan panjang yang tertanam adalah L. Tiang kelompok menderita beban
total P. Jika kepala tiang berada di bawah permukaan tanah asli, P adalah
sama dengan total dari bangunan atas ( uper structure ) yang di terima tiang
dikurangi dengan berat efektif tanah di atas kelompok yang dibuang oleh
penggalian.
2. Asumsikanlah bahwa beban P akan disalurkan ke tanah mulai dari
kedalaman 2/3 L dari puncak tiang. Puncak tiang adalah pada kedalaman z =
0. Beban P tersebar sepanjang garis vertikal :1 horisontal dari kedalaman ini.
3. Hitunglah peningkatan tegangan yang timbul di tengah-tengah setiap lapisan
tanah dengan beban P :
P ( 3.56 )
=
( Bg+Zi )(Lg + Zi )

III - 36
Dimana

: Peningkatan tegangan di tengah lapisan i
Bg, Lg : panjang dan lebar tiang kelompok
Zi : jarak dari Z = 0 ke tengah lapisan i
4. Menghitung penurunanan untuk masing-masing lapisan akibat adanya
peningkatan tegangan pada lapisan tersebut. Besarnya penurunan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan penurunan konsolidasi satu
dimensi untuk lempung terkonsolidasi normal dan terkonsolidasi lebih.
5. Penurunan konsolidasi total tiang kelompok ( SC ) menjadi :
SC = Sc ( 3.57 )

3.11. Fondasi Kaison


Fondasi kaison terdiri dari dua tipe, yaitu kasion bor (drilled caisson) dan kasion
(caission). Di Indonesia fondasi kasion sering di buat berbentuk silinder
sehingga umumnya disebut fondasi sumuran karena bentuknya yang mirip
sumur. Fondasi kasion merupakan jenis peralihan antara fondasi dangkal dan
dalam. Istilah kasion digunakan untuk menggambarkan bentuk fondasi yang
berupa silinder atau persegi, dengan atau tanpa pembesaran pada ujungnya.

Fondasi kaison bor di buat dengan cara mengebor lebih dahulu untk membuat
lubang di dalam tanah, dan kemudian lubang di isi dengan beton. Bagian tubuh
kaison dapat dilindungi pipa yang merupakan bagian dari fondasi, atau pipa
ditarik setelah pengecoran. Untuk memperoleh kapasitas dukung yang tinggi,
dasar kasion dapat diperbesar. Fondasi semacam ini digunakan untuk
mengirimkan beban kelapisan yang lebih kuat, dimana pemakaian fondasi tiang
pancang tidak diperbolehakan .

3.11.1. Kaison Bor


Kasion bor dibedakan menurut material pembentuknya, yaitu:
1. kaison beton
2. kaison beton terselubung pipa baja atau pipa beton.
3. kaison beton dilengkapi dengan inti baja dalam pipa baja.

III - 37
Untuk beban bangunan yang tidak begitu besar, umumnya dipakai kasin beton.
Fondasi kaison bor, bila dasarnya tidak tertumpu pada tanah keras, bagian
dasarnya dapat diperbesar untuk mereduksi tekanan pada tanah di bawah dasar
kaison.

Keuntungan pemakaian fondasi kaison bor, antara lain :


1. Pembangunannya tidak menyebabkan getaran dan pengembungan tanah,
seperti pada pemancangan fondasi tiang.
2. Penggalian tidak mengganggu tanah di sekitarya.
3. Biaya pelaksanaan umumnya relatif rendah, berhubung alat yang di
pakai adalah alat ringan.
4. Kondisi-kondisi tanah atau batu pada dasar sumuran sering dapat di
periksa dan di uji secara fisik.
5. Alat gali tidak banyak menimbulkan suara.
Disebabkan oleh biaya pembuatan fondasi yang relatif murah, fondasi kaison
telah banyak di pakai untuk mendukung bangunan –bangunan gedung,jembatan,
dan lain sebagainya.

3.11.2. Kapasitas Dukung.


Kapasitas dukung fondasi kaison adalah jumlah dari tahanan gesek dinding dan
tahanan ujung atu dasar sama seperti fondasi tiang. Fondasi kasion mendukung
beban vertikal dengan mengandalkan :
1. Tahanan gesek dinding.
2. Tahanan dukung ujung.
3. Kombinasi dari keduanya.
Kapasitas dukung fondasi kaison (Qu ), adalah jumlah dari tahanan ujung /
bawah (Qp) dan tahanan gesek ultimit/kulit ( Qs ) antara dinding tiang atau jika
dalam persamaan :
Qu = Qp + Qs ( 3.58 )
= qu Ab + fs As. (3.59 )
Keterangan
Qu = Kapasitas ultimit netto .

III - 38
Qp = Kaya dukung titik (ujung).
Qs = Kahanan gesek kulit.
Ab = Luas penampang kasion.
As = Luas selimut .
q u = 1.3 c Nc + po Nq + 0.3 B N . (3.60 )
B = Lebar atau diameter fondasi .
fs = Faktor gesek satuan antara tanah dan dinding.

3.11.3.Kaison Bor pada Tanah Lempung.


KapasKapasitas ultimit fondasi kaison yang terletak pada tanah lempung dapat di
tentukan dengan cara yang sama seperti fondasi dangkal. Pada cara ini tahanan
gesek dinding diabaikan. Karena itu, hasil hitungan akan memberikan nilai
kapasitas dukung yang sangat hati-hati. Kapasitas dukung ultimit netto untuk
fondasi pada tanah lempung yaitu:
qu = c Nc (3.61 )
Dimana: c = kohesi tanah.
Nc = nilai faktor kapasitas dukung, tergantung pada Df/B.
Df = kedalaman fondasi
Tabel 3.8 hubungan antara Nc dan Df / B ( Skemton, 1951 )
Df / B 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 4
Nc 6.2 7.1 7.7 8.1 8.4 8.6 8.8 9

Cara yang lain, yaitu kapasitas dukung fondasi dilakukan dengan memperhatikan
tahanan ujung dan tahanan gesek dinding. Kapsitas dukung fondasi kaison
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ( Cooke dan Withaker,
1996 ):
Qs + Qb = Q + Ws + Wb (3.62 )
Dengan
Qs = As d c = Tahanan adhesi dinding tiang
c = Kohesi tanah rata-rata di sekitar fondasi kaison
d = Faktor adhesi ( nilainya di antara 0.35 – 0.45 )
Qb = Ab ( cb Nc+ D ) = Tahanan dukung ujung tiang

III - 39
cb = Kohesi tanah di bawah dasar fondasi kaison
D = Kedalaman fondasi kaison
Ab = Luas dasar kaison
Q = Beban ultimit pada fondasi kaison
Ws = Berat tubuh kaison
Wb = Berat ujung kaison ( bila ada pembesaran ujung )
Nilai d c maksimum adalah 1 kg/cm2 = 107 kN/m2

Karena takanan netto fondasi merupakan fungsi dari berat total sendiri, maka
lebih menguntungkan jika bagian dalam fondasi kaison dibuat berlubang.
Pengamatan withaker dan Cooke (1996), dan Berezantzev dkk. (1961),
menunjukkan bahwa tahanan dukung maksimum merupakan fungsi dari
penurunan (S). Tahanan dukung ujung maksimum akan bekerja pada gerakan
turun tiang sebesar nilai-nilai s/B ( S = penurunan, B = diameter fondasi ) seperti
terlihat pada tabel 3.9.
Tabel 3.9 Gerakan tiang yang dibutuhkan agar tahanan ujung/gesek maksimum
( Withaker dan cooke, 1996; Berezantzev dkk., 1961 )
S/B Tahanan ujung/gesek
0.05 Nilai maksimum tahanan gesek Qs termobilisasi.
0,01 – 0,15 Faktor kapasitas dukung Nc = 9 untuk kaison dengan ujung
dibesarkan pada tanah lempung.
0,20 Faktor kapasitas dukung Vc = 9 untuk diameter ujung tidak
dibesarkan.
Kapasitas dukung ultimit terkerahkan untuk dasar kaison
terletak pada pasir atau lapisan pasir dan batu.

Pengamatan di lapangan, khususnya pada fondasi tiang, menunjukkan bahwa


tahanan gesek bertambah ke suatu nilai maksimum bila S/B kira-kira 0,05.
Tahanan gesek ini, kemudian berkurang bila S/B bertambah, sampai ke suatu
nilai konstan sebesar d = 0,35 – 0,40. Dalam perancangan fondasi tiang
Skempton mengusulkan d = 0,45.

III - 40
3.11.4.Kaison Bor pada Tanah Pasir
Kapasitas dukung ultimit fondasi kaison agak lebih besar dari fondasi dangkal
pada kepadatan tanah pasir yang sama. Hal ini, karena pengaruh beban terbagi
rata tanah di atas dasar fondasi tak dapat diabaikan. Akan tetapi, bila tanah di
sekitarnya mudah mampat, kenaikan kapasitas dukung kemungkinan sangat
kecil. Untuk tanah fondasi yang dipengaruhi oleh gerusan, pengaruh beban
terbagi rata akibat tanah di atas dasar fondasi lebih baik diabaikan. Karena itu,
untuk keamanan, dalam perancangan fondasi kaison sering digunakan persamaan
–persamaan kapasitas dukung ultimit untuk fondasi dangkal.
Tahanan gesek dinding kaison pada tanah granuler dapat dihitung seperti cara
yang sama seperti fondasi tiang, yaitu :
Qs=As Kd Po tg (3.63 )
Dengan
As = luas selimut kaison
Kd = koefisien tekanan tanah lateral
= d = sudut gesek antara tanah dan dinding kaison ( derajat )
Po = tekanan vertikal efektif rata-rata di sepanjang tiang

3.12. Penurunan Kasion


3.12.1.Kaison Bor pada Tanah Lempung
Penurunan fondasi kaison pada tanah lempung diestimasi dengan cara yang sama
seperti pada fondasi tiang atau fondasi dangkal.
Penurunan fondasi kaison pada tanah lempung lunak, pada pembebanan normal
kemungkinan akan besar, walaupun pada beban netto yang kecil. Karena itu,
pemakaian fondasi kaison tidak ekonomis lagi bila dasar fondasi terletak pada
tanah lunak. Kecuali, jika dasar kaison terletak pada lempung kaku atau keras.
Bahkan, pada lempung yang agak kaku, penurunan fondasi kaison mungkin
bertambah besar dengan berjalannya waktu. Hitungan penurunan konsolidasi
yang didasarkan pada pengujian konsolidasi akan menghasilkan penurunan yang
terlalu besar oleh pengaruh yang ada kaitannya dengan kompresibilitas tanah
lempung overconsolidated ( Peck dkk., 1953 )

III - 41
3.12.2.Kaison Bor Pada Tanah Pasir
Pada intensitas beban yang sama, penurunan fondasi kaison lebih kecil daripada
penurunan fondasi dangkal, oleh pengaruh berat material di sekitar fondasi.
Akan tetapi, walaupun dipengaruhi oleh penambahan takanan keliling (
confining pressure ) karena letak dasarnya yang dalam, reduksi penurunannya
ternyata tidak begitu besar. Hal ini, karena pada penggalian lubang kaison,
kepadatan tanah dasar terganggu.

Terzaghi dan Peck (1948) menyatakan bahwa penurunan fondasi kaison (


sumuran ) adalah kira-kira setengan dari penurunan penurunan fondasi dangkal
pada ukuran, kerapatan relatif dan beban fondasi yang sama.

III - 42
BAB IV
DESAIN STRUKTUR ATAS

4. Data- data Struktur


Pada bab ini akan menganilisis struktur atas, data-data struktur serta spesifikasi
bahan dan material adalah sebagai berikut :
1. Bangunan gedung digunakan sebagai Perkantoran
2. Lokasi struktur gedung di Jakarta
3. Tingkat daktilitas struktur diambil 3 (penuh)
4. Bangunan 10 lantai
5. Sistim pelat yang digunakan adalah konvensional
6. Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
7. Tinggi lantai : Lantai 1 = 4 m
Lantai 2 s/d Atap = 4 m
8. Tegangan leleh tulangan baja (fy)
a. Untuk balok dan kolom dipakai besi ulir ( fy= 390 Mpa )
b. Untuk sengkang dipakai besi ( fy= 240 Mpa dan 400 Mpa )
9. Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 Fc' Mpa = 4700 30
= 25742.96 Mpa = 257429.6 kg/cm2
As
10. Ratio tulangan tarik / tekan ( )= , asumsi di daerah Jakarta antara
bd
0.010 sampai 0.015

IV - 1
GAMBAR DENAH DAN POTONGAN

B 2.00
4

6.00

2.22

1.56 6.00

2.22

3.00 3.00

A 6.00

2.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D

DENAH LANTAI 1 S/D 10

IV - 2
L t. Atap

4.00

L t. 10

4.00

L t. 9

4.00

L t. 8

4.00

L t. 7

4.00

L t. 6

4.00

L t. 5

4.00

L t. 4

4.00

Lt. 3

4.00

Lt. 2

4.00

Lt. 1

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D

PO TO NGAN A-A & B-B

IV - 3
4.1. Perancangan Awal ( Preliminary Design )
Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi rencana struktur
seperti pelat, balok dan kolom agar diperoleh suatu nilai yang optimal.

4.1.1. Pra Rencana Pelat


Tinjau pelat dengan bentangan terpanjang, bentangan semua typical dengan
panjang bentangan yaitu 6 x 6 meter.
Lx = 6000 mm
Ly = 6000 mm
Dimensi Balok
h = (1/12) * L s.d. (1/10) * L
= (1/12) * 6 s.d. (1/10) * 6
= 0,50 s.d. 0,6 m
diambil h = 60 cm
b = (1/2) * h s.d. (2/3) * h
= (1/2) * 60 s.d. (2/3) * 60
= 30 s.d. 40 cm
diambil bw = 40 cm
Syarat tebal minimum pelat:
bw = 40 cm
ln = bentang terpendek – 0,5(bw) – 0,5*bw = 600 – 20 – 20 = 560 cm
fc’ 30 = 0.85
4.1.1.1.Rumus 1
h ln {0,8 + (fy/1500)}
36+5 m–0.12(1+1/ )}
4.1.1.2. Rumus 2
h ln {0,8 + (fy/1500)}
36 + 9
h 560 {0,8 + (390/1500)}
36 + 9 (0.85 )
h 13,60 cm

IV - 4
h diambil 15 cm
4.1.1.3. Rumus 3
h tidak perlu melebihi ln {0,8 + (fy/1500)}
36
h tidak perlu melebihi 560 {0,8 + (390/1500)}
36
h tidak perlu melebihi 16,49 cm
mencari m
1= 2= 3= 4
dimensi balok 40/60

b b
b1 b1
bw b1 bw
L

L1 L1

b b ht
bw b1 bw
b1
b1

1). b < L/4 3). b < bw+(L1)/2+(L2)/2


b < 5600/4 b < 400+5600/2+5600/2

IV - 5
b < 1400mm b < 6000mm
2). b < bw+b1+b2
b < 400+1400+1400
b < 3200 mm

ambil b yang terkecil sehingga lebar pelat efektif = 1400 mm 15 cm


ht/h = 150/600 = 0,25
Dari table 1.2.A CUR 4 didapat momen inersia balok “T” ( I ) = 0,14
Ib = I*bw*h3 = 0,14*40*603 = 1.209.600,00 cm4
Ip = 1/12*b*h3 = 1/12*600*153 = 168.750,00 cm4
s1 = Ib/Ip = 1.209.600/168.750 = 7,168
jadi m = 1+ 2+ 3+ 4 = 7,168+7,168+7,168+7,168 = 7,168
n 4
Cek tebal pelat dengan Rumus 1
h ln {0,8 + (fy/1500)}
36+5 m–0,12(1+1/ )
h 560 * {0,8 + (390/1500)}
36+5(1)(7,168–0,12(1+1/0.85))
h 593.6/ (112.70 )
h 5.27 cm
h = 15 cm 5.27 cm ---------------- ok!
Maka diambil tebal pelat sebagai berikut :
Tebal pelat atap = 15 cm
Tebal pelat lantai = 15 cm

4.1.2. Pra Rencana Balok


Ditinjau dari luas lantai yaitu pelat 600 x 600 cm2
Dimensi balok 40/60
Cek dimensi balok dengan syarat-syarat:
1. bw*400 250mm
40*400 = 16000 250mm -------------- ok!

IV - 6
2. bw/h 0,3
40/60 = 0,67 0,3 -------------- ok!
3. min < < max
1,4/fy < < 0,725 b --> b = 0,85* 1*(fc’/fy)*(600/(600+fy))
b = 0,039
0,0036 < < 0,028.

6.00

6.00

6.00 6.00
A B C

AREA PEMBEBANAN

Mencari nilai
a. Beban mati (DL)
- Pelat (h=15) = 0,15*2.400 = 0,36 t/m2
- Plafon = 0,018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2

IV - 7
Total DL = 0.,423 t/m2
b. Beban hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0,250 t/m2

c. Beban ultimate (Wu)


Wu = 1,2DL + 1,6LL = (1,2*0,423) + (1,6*0.250) = 0.908 t/m2
qu eq = 1/3 * Wu * Lx * 2
= 1/3 * 0.908* 6 * 2
= 3.632 t/m1

d. Beban mati balok 40/60 ( DL )


DL = 0,4 * ( 0,6 – 0,15 )*2,4*1
= 0,432 t/m

e. Beban mati ultimate balok ( DLu )


DLu = 1.2*0,432
= 0,518 t/m

f. Beban total Equivalen


= 3.632 + 0,518
= 4,15 t/m = 4150 kg/m

Untuk balok yang ujungnya menerus memiliki koefisien momen = 1/11 dari tabel
koefisien momen CUR 4

Mu = koef momen*qu*ln2 = 1/11*4150*5,62


= 11831.27 kgm = 118312.7 Nm = 11831270 Ncm

Asumsi Tinggi efektif balok (d)


d1 = 5 cm
d = h - d1
= 60 – 5 = 55 cm = 0,55 m

IV - 8
Mu/bd2 = 133,05/ (0,4*0,552) = 1099.59
Dari tabel CUR 4 didapat ---------- = 0.0037
0,0036 < 0,0037 < 0,253
Jadi dimensi balok 40/60 dapat dipakai.

4.1.3. Pra Rencana dimensi balok optimum


1. kuat tekan beton ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
2. untuk balok dan kolom dipakai besi ulir ( fy = 390 Mpa )
3. optimum untuk dimensi balok dan kolom di Jakarta = 0.010 – 0.015
Di ambil = 0.015
4.Mu dari perhitungan di atas sebesar 11831.27 kgm = 118312.7 Nm
= 118312700 Nmm
5. Ø = 0.8
bd 2 Mu / [ Ø f’c ( 1- 0.59 ) ] ( dari persamaan 2.23 )
= ( fy/fc’)
= 0.015 (390/30)
= 0.195
bd 2 = 118312700 / [ 0.8* 30*0.195 ( 1- 0.59 *0.195)]
= 118312700 / [(4.68 )( 0.07995 )]
= 118312700 / 0.374166
= 316203770.5 mm
d = (2* 316203770.5)1/3
= 858.35 mm
H = d + d’
= 858.35 + 65
= 924.35 mm
= 92.435 cm
H Diambil = 90 cm
b = 0.55 d
= 0.55 ( 90 )
= 49.5 cm di ambil 50 cm
Jadi ukuran balok yang di pakai 50x 90 cm ( dimensi optimum )

IV - 9
4.1.4. Perencanaan Balok Kantilever
4.1.4.1.Perencanaan Balok Anak ( Balok Tepi )
1. Denah pembebanan balok kantilever dan balok anak

6.00
4

6.00
3

6.00
2

Lx
1

B
6.00 C
6.00 D
6.00 E F

DENAH PEMBEBANAN
BALOK KANTILEVER

2. Beban mati ( DL1)


- Pelat (h=15) = 0,15 x 2.400 = 0.36 t/m2
- Plafon = 0.018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL1 = 0.423 t/m2
3 . Beban Hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2
4. Beban ultimit ( Wu )
Wu = 1.2 DL + 1.6 LL
= 1.2 ( 0.423 ) + 1.6 ( 0.250 )
= 0.908 t/m2
Pada qu equvalen, karena panjang sisi pendek( Lx ) belum diketahui maka, di
coba Lx = 2.04 m
IV - 10
qu1 eq = [ 3- (Lx/ly)2 ] ( Wu lx / 6 )
= [ 3 - ( 2.04/6)2 ] ( 0.908* 2.04 )/6 )
= 2.88 * 0.309
= 0.890 t/m
5. Beban balok anak ( DL2 )
- Asumsi awal ukuran balok anak 25 x 50 cm
- DL2 = 0.25 * ( 0.50 – 0.15 ) 2.400 = 0.21 t/m
- Wu = qu2 = 1.2 ( DL 2 )
= 1.2 ( 0.21 )
= 0.252 t/m
6. Beban mati dinding kaca dengan tingi 4.00 m ( DL 3 )
- dinding kaca tebal 12 mm = 0.030 x 4 = 0.120 t/m
- asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca = 0.036 t/m +
DL3 = 0.156 t/m
- Wu = qu 3 = 1.2 ( DL3 )
= 1.2 ( 0.156 )
= 0.187 t/m

7. Reaksi balok anak


VA = VB = [ (qu1 + qu 2 + qu 3 )6 ] / 2
= [( 0.890 + 0.252 + 0.187 ) 6 ] / 2
= 3.978 ton

4.1.4.2.Perecanaan Balok Kantilever


Pada perencanaan balok kantilever di usahakan momen yang terjadi pada
tumpuan kantilever ( jepit ) sama dengan momen yang terjadi pada tumpuan
tengah ( menerus ). Dengan tujuan balok kantilever tersebut ekonomis.
1. Momen yang terjadi pada balok utama ( Mu1 )
a. Beban Mati (DL1)
- Pelat (h=15) = 0.15*2.400 = 0,36 t/m2
- Plafon = 0,018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2

IV - 11
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL1 = 0.423 t/m2
b. Beban Hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2

c. Beban ultimate (Wu)


Wu = 1,2DL + 1,6LL = (1,2*0,423) + (1,6*0.250) = 0.908 t/m2
qu eq = 1/3 * Wu * Lx * 2
= 1/3 * 0.908* 6 * 2
= 3.632 t/m

d. Beban mati balok utama ( DL2 )


DL2 = 0,5 * ( 0,9 – 0,15 )*2,4
= 0.900 t/m
qu = Wu = 1.2 DL 2
= 1.2 ( 0.900 )
= 1.08 t/m

e. Beban mati ultimate balok ( DLu )


DLu = 1.2 DL2
= 1.2 ( 0.90 ) = 1.08 t/m

f. Beban total Equivalen


qu = 3.632 + 1.08
= 4.712 t/m
= 4712 kg/m

Untuk balok yang ujungnya menerus memiliki koefisien momen = 1/11 dari
tabel koefisien momen CUR 4
Ln = 6.00 – 0.25 – 0.25 = 5.50 m
Mu 1 = koef momen*qu*ln2 = 1/11*4712*5,52
= 12958 kgm

IV - 12
2. Momen yang terjadi pada balok kantilever ( Mu 2 )
a. Beban mati ( DL1)
- Pelat (h=15) = 0,15 x 2.400 = 0.36 t/m2
- Plafon = 0.018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL1 = 0.423 t/m2
b. Beban Hidup (LL)
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2

c. Beban ultimit ( Wu )
Wu = 1.2 DL + 1.6 LL
= 1.2 ( 0.423 ) + 1.6 ( 0.250 )
= 0.908 t/m2
Pada qu equvalen, karena panjang sisi pendek ( Lx ) belum diketahui maka
diasumsikan Lx = 2.04 m

qu1 eq = 1/3 * Wu * L’ * 2
= 1/3 x 0.908 * 2.04 x 2
= 1.235 t/m

d. Beban balok utama ( DL2 )


- Ukuran balok induk 50/90 cm
- DL2 = 0.5 * ( 0.90 – 0.15 ) 2.400 = 0.900 t/m
- Wu = qu 2 = 1.2 DL2
= 1.2 ( 0.900 ) = 1.08 t/m
e . Beban titik ( P )
P = 3.978 ton ( dari reaksi balok anak )

IV - 13
f . Momen yang terjadi pada balok kantilever

P = 3.978 t

qu 1 = 1.235 t

qu 2 = 1.08 t

Lx = 2.04

Mu2 = P Lx + ½ qu1 Lx2 + ½ qu 2 Lx2


= 3.978 (2.04 ) + ½ 1.235 (2.042 ) + ½ 1.08 (2.034 2 )
= 8.115 + 2.570 + 2.247
= 12.932 t m = 12932 kg m Mu 1 = 12958 kgm
- Asumsi Lx = 2.04 m , sudah memenuhi syarat.=======> ok
- Jadi panjang bentang balok kantilever di ambil 2.00 m

IV - 14
4.1.5. Pra Rencana Dimensi Kolom
4.1.5.1 Denah area pembebanan kolom

6.00

3.00

3.00

6.00

6.00 6.00
A B C

AREA PEM BEBANAN

Luas daerah pembebanan 6x 6 = 36 m2


Panjang balok yang dipikul kolom = 12 m
Dimensi balok 50/90
Dimensi tebal pelat 15 cm
1. Beban vertikal kolom
- Pembebanan Lantai 1 s/d 9
- Beban Mati (DL1)
- Pelat (h=15cm) = 0,15*2,40 = 0,360 t/m2
- Plafon = 0,018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- M/E = 0,010 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL1 = 0,433 t/m2

IV - 15
- Beban Hidup (LL1)
Beban hidup = 0,250 t/m2
- Beban ultimate lantai (qu)
Qu = 1,2DL1 + 1,6LL1 = 1,2*0,433 + 0,250 = 0.9196 t/m2

2. Pembebanan Lantai 10 atap


a. Beban Mati (DL2)
-Pelat (h= 15 cm)= 0.15*2,40 = 0,36 t/m2
- Plafon = 0,018 t/m2
- Spesi = 0,021 t/m2
- M/E = 0,010 t/m2
- Waterproofing = 0,015 t/m2
- Air Hujan = (0,05*1,000) = 0,05 t/m2
- Keramik = 0,024 t/m2
Total DL2 = 0,498 t/m2

b. Beban Hidup (LL2)


Beban hidup = 0,100 t/m2

c. Beban ultimate
qu1 = 1.2DL2 + 1.6LL2 = 1,2*0.498 + 1,6*0,100 = 0.758 t/m2

d. Beban balok 50/90 ( DLb )


DLb = 0,9*(0,9 – 0,15)*2,40
= 1.62 t/m

IV - 16
4.1.5.2. Perhitungan prarencana dimensi kolom
1. Lantai 10
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*1.62 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0,758 = 27.288 t

____________________________________________
Pu = 46.728 t
= 46728 kg
Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )
Ag 46728 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 46728 / 74.7
Ag 625.54cm2
Ag 25.01 x 25.01 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm ( asumsi sama dengan lebar balok )

2. Lantai 9
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*1.62 = 19.44 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 10 = (0,5*0,5)*4,00*2,40 = 2.400 t
- Pu lantai 10 = 46.728 t +
Pu = 95.856 t
= 95856 kg
Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )
Ag 95856 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 94992 / 74.7
Ag 1283.21 cm2
Ag 35.82 x 35.82 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm

IV - 17
3. Lantai 8
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 9 = (0,5*0,5)*4,00*2,40 = 2.400 t
- Pu lantai 9 = 95.856 t +
Pu = 144.984 t
= 144984 kg
Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )
Ag 144984 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 144984 / 74.7
Ag 1940.88 cm2
Ag 44.05 x 44.05 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm

4. Lantai 7
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 8 = (0,5*0,5)*4,00*2,40 = 2.400 t
- Pu lantai 8 = 144.984 t +
Pu = 194.112 t
= 194112 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 194112 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 194112 / 74.7
Ag 2598.55 cm2
Ag 50.97 x 50.97 cm
Di ambil ukuran kolom 60x60 cm

IV - 18
5. Lantai 6
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 7 = (0,6*0,6)*4,00*2,40 = 3.456 t
- Pu lantai 7 = 194.112 t +
Pu = 244.296 t
= 244296 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 244296 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 244296 / 74.7
Ag 3270.36 cm2
Ag 57.18 x 57.18 cm
Di ambil ukuran kolom 60 x 60 cm

6. Lantai 5
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 6 = (0,6*0,6)*4,00*2,40 = 3.456 t
- Pu lantai 6 = 244.296 t +
Pu = 294.480 t
= 294480 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 294480 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 294480 / 74.7
Ag 3942.169 cm2
Ag 62.78 x 62.78 cm
Di ambil ukuran kolom 70x70 cm

IV - 19
7. Lantai 4
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 5 = (0,7*0,7)*4,00*2,40 = 4.707 t
- Pu lantai 5 = 294.480 t +
Pu = 345.615 t
= 345615 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 345.615 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 345615 / 74.7
Ag 4626.70 cm2
Ag 68.01 x 68.01 cm
Di ambil ukuran kolom 70x70 cm

8. Lantai 3
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 4 = (0,7*0,7)*4,00*2,40 = 4.707 t
- Pu lantai 4 = 345.615 t +
Pu = 397.050 t
= 397050 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 397050 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 397050 / 74.7
Ag 5315.26 cm2
Ag 72.91 x 72.91 cm
Di ambil ukuran kolom 80 x 80 cm

IV - 20
9. Lantai 2
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 3 = (0,8*0,8)*4,00*2,40 = 6.144 t
- Pu lantai 3 = 397.050 t +
Pu = 449.922 t
= 449922 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 449922 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 449922 / 74.7
Ag 6023.05 cm2
Ag 77.61 x 77.61 cm
Di ambil ukuran kolom 80x80 cm

10. Lantai 1
a. Beban mati kolom
- Balok 50/90 = 12*0,432 = 19.440 t
- Pelat lantai = 36*0.758 = 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 2 = (0,8*0,8)*4,00*2,40 = 6.144 t
- Pu lantai 2 = 449.922 t +
Pu = 502.794 t
= 502794 kg

Ag Pu/ [0.2 (f’c + fy t)] ( dari persamaan 2.33 )


Ag 502794 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag 502794 / 74.7
Ag 6730.84 cm2
Ag 82.04 x 82.04 cm
Di ambil ukuran kolom 90 x 90 cm

IV - 21
11. Kesimpulan dimensi kolom
Kolom lantai 10 dan 9 = 50x 50 cm
Kolom lantai 8 = 50x 50 cm
Kolom lantai 7 dan 6 = 60x 60 cm
Kolom lantai 5 dan 4 = 70 x 70 cm
Kolom lantai 3 dan 2 = 80x 80 cm
Kolom lantai 1 = 90 x 90 cm

4.2. Perhitungan Gaya Geser Dasar Horizontal Gempa

B 2.00
4

6.00

2.22

1.56 6.00

2.22

3.00 3.00

A 6.00

2.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D

DENAH LANTAI 2 S/D 10

IV - 22
4.2.1. Data – struktur
4.2.1.1 Plat lantai
a. Tebal = 15 cm

4.2.1.2 Balok
a. Dimensi balok induk lantai = 50/90 cm
b. Dimensi balok anak tiap lantai = 25/50 cm
c. Panjang balok 50/90 tiap lantai = 176.00 m
d. Panjang balok 25/50 tiap lantai = 88.00 m

4.2.1.3 Kolom
a. Kolom lantai 10 dan 9 = 50x 50 cm
b. Kolom lantai 8 = 50x 50 cm
c. Kolom lantai 7 dan 6 = 60x 60 cm
d. Kolom lantai 5 dan 4 = 70 x 70 cm
e. Kolom lantai 3 dan 2 = 80x 80 cm
f. Kolom lantai 1 = 90 x 90 cm

4.2.2. Asumsi –asumsi


- Dinding tampak luar di pasang kaca 12 mm dari lantai 1 sampai dengan lantai 9
- Lantai 10 terdapat pasangan dinding bata (1/2 bata) tinggi 1 m ( As A,F,1&2 )
- Dinding – dinding partisi ringan, pada perhitungan diabaikan
- Pada AS C dan D bentang 3 sampai 4 terdapat pasangan dinding bata (1/2
bata) dari lantai dasar (groun floor) sampai dengan lantai 9
- Pada AS B,E,2 dan 5, terdapat pasangan dinding bata ( ½ batu ) dari lantai
dasar sampai lantai 1

IV - 23
4.2.3. Perhitungan Berat Tangga
1. Tangga lantai 1 sampai dengan lantai 9
a. Beban mati ( DLt 9)
- Pelat lantai ( h = 20 cm) = 0.20 *[2.53+2.88+1.56]*3.00*2*2.400 = 20.074 t
- Anak tangga = [(0.28*0.22)/2]*32*3.00*2*2.400 = 14.193 t
- Spesi = [(0.28*16)+(0.22*18)+(1.56)]*3.00*2*0.021= 1.260 t
- Keramik =[(0.28*16)+(0.22*18)+(1.56)]*3.00*2*0.024 = 1.440 t
- Plafon = [2.53+2.88+1.56]*3.00*2*0.018 = 0.753 t
- M/E = [2.53+2.88+1.56]*3.00*2*0.010 = 0.418 t
Total (DLt 9) = 38.138 t

b. Beban hidup ( LLt 9 )


- Beban hidup tangga dan bordes kantor = 0.300 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.50
- Beban hidup = [2.53+2.88+1.56]*3.00*0.300*2*0.50 = 6.273 t

c. Beban total tangga ( WLt )


WTt 9 = DLt 9 + LLt 9
= 38.138 + 6.273
= 44.411 t

2. Tangga lantai dasar ke lantai 1 ( WTt 1 )


a. Beban mati (DLt 1)
- Pelat lantai = 0.20*[2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]*3.00*2*2.400 = 28.714 t
- Anak tangga = [(0.28*0.20)/2]*21*3.00*2*2.400 = 8.468 t
- Spesi = [(0.28*23)+(0.20*25)+(1.02+1.12)]*3.00*2*0.021 = 1.712 t
- Keramik =[(0.28*23)+(0.20*25)+(1.02+1.12)]*3.00*2*0.024 = 1.956 t
- Plafon = [ 2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]* 3.00*2*0.018 = 1076 t
- M/E = [ 2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]* 3.00*2*0.010 = 0.598 t +
Total (DLt 1) = 42.524 t

IV - 24
b. Beban hidup ( LLt 1 )
- Beban hidup tangga dan bordes kantor = 0.300 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.50
- Beban hidup ( LL10 ) = [2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]*3.00*0.300*2 *0.50
= 8.973 t

c. Beban tangga total ( WTt 1 )


WTt 1 = DLt 1 + LLt 1
= 42.524+8.973 = 51.497 t

4.2.4. Berat Struktur


4.2.4.1 Berat Struktur Lantai 10 ( WL10 )
a. Beban mati ( DL 10 )
- Pelat lantai ( h =15cm) = 0.15*[22.00*22.00]*2.400] = 174.240 t
- Speci = [22.00*22.00]*0.021 = 10.164 t
- Plafon = [22.00*22.00]*0.018 = 8.712 t
- M/E = [22.00*22.00]* 0.010 = 4.840 t
- Water proofing = [22.00*22.0]* 0.015 = 7.260 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(1.00)]*0.030 = 7.920 t
- Asesoris kaca 30% = 2.376 t
- Balok 50/90 = 0.50*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 50/50 = 16*[0.50*0.50]*[4.00/2]*2.400 = 19.200 t
- Tembok ½ bata = (22.00*4)*1.00*0.250 = 22.000 t
- Tembok ½ bata = [(4.00/2)]*[6.00+6.00]*0.250 = 6.000 t +
DL10 = 426.392 t

b. Beban Hidup ( LL10 )


- Beban hidup lantai atap = 0.100 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL10 ) = [22.00*22.00]*0.100*0.3
= 14.520 t

IV - 25
Total beban lantai 10 ( WL10 )
WL10 = DL10 + LL10
= 426.392 + 14.520
= 440.912 t

4.2.4.2. Berat Struktur Lantai 9 ( WL 9 )


a. Beban mati ( DL 9)
-Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 50/50 = 16*0.50*0.50*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 38.400 t
- Dinding1/2 bata = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = 44.411 / 2 = 22.206 t +
DL 9 = 443.998 t

b. Beban Hidup ( LL 9 )
- Beban hidup lantai = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 9 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t
Total beban lantai 9 ( WL 9 )
WL 9 = DL9 + LL9 +
= 443.998 + 33.600
= 447.598 t

IV - 26
4.2.4.3. Berat Struktur Lantai 8 ( WL 8 )
a. Beban mati ( DL 8 )
- Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.5*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 50/50 = 16*0.50*0.50*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 38.400 t
- Dinding1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = [44.411 /2] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 8 = 466.203 t

b. Beban Hidup ( LL 8 )
- Beban hidup lantai atap = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 8 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t

Total beban lantai 8 ( WL 8 )


WL 8 = DL8 + LL8
= 466.203 + 33.600
= 499.803 t

IV - 27
4.2.4.4. Berat Struktur Lantai 6 & 7 ( WL6 & 7 )
a. Beban mati ( DL 7 & 6)
- Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Dinding1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Kolom 60/60 = 16*0.60*0.60*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 55.296 t
- Tangga = [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 6 & 7 = 483.099 t

b. Beban Hidup ( LL 7 &6 )


- Beban hidup lantai atap = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 7 & 6 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t

Total beban lantai 6 s/d 7 ( WL6/7 )


WL 7 & 6 = DL 7 & 6 + LL 7 & 6
= 483.099 + 33.600
= 516.699 t

IV - 28
4.2.4.5. Berat Struktur Lantai 4 & 5 ( WL 4&5 )
a. Beban mati ( DL 5&4)
- Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] =161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 70/70 = 16*0.70*0.70*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 75.264 t
- Dinding 1/2 bata = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 5&4 = 503.067 t

b. Beban Hidup ( LL 5&4 )


- Beban hidup lantai atap = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 5&4 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t

Total beban lantai 5 & 4 ( WL 5 & 4 )


WL5&4 = DL 5&4+ LL 5&4
= 503.067 + 33.600
= 536.667 t

IV - 29
4.2.4.6. Berat Struktur Lantai 2 & 3 ( WL 2&3 )
a. Beban mati ( DL 3&2)
- Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030 = 10.560 t
- Aasesoris kaca 30% = 3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 80/80 = 16*0.80*0.80*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 98.304 t
- Dinding 1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t
- Tangga = [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2] = 44.411 t +
DL 3&2 = 526.107 t

b.Beban Hidup ( LL 3&2 )


- Beban hidup lantai atap = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL 3&2) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t
Total beban lantai 3 dan 2 ( WL 3&2 )
WL 3&2 = DL 3&2 + LL 3&2
= 526.107 + 33.600
= 559.707 t

IV - 30
4.2.4.7 Berat Struktur Lantai 1 ( WL1 )
a.Beban mati ( DL 1)
- Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021 = 9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024 = 10.752 t
- Plafon = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018 = 8.064 t
- M/E = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010 = 4.480 t
- Kaca = [22.00*4]*[(4.00/2)]*0.030 = 5.280 t
- Aasesoris kaca 30% = 1.584 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400 = 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400 = 5.280 t
- Kolom 90/90 = 16*0.90*0.90*[4.00/2)+(5.00/2)]*2.400 = 139.968 t
- Dinding ½ bata = [(4.00/2)+(5.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 13.500 t
- dinding ½ bata = [(5.00/2)*(18.00*4)*0.250 = 90.000 t
- Tangga = [ 44.411 / 2 ] + [51.497 / 2] = 47.954 t
DL 1 = 655.950 t

b. Beban Hidup ( LL1 )


- Beban hidup lantai atap = 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3
- Beban hidup ( LL1 ) = [(22.00*22.00) –(6.00*6.00)]*0.250*0.3
= 33.600 t
Total beban lantai 1 ( WL1 )
WL1 = DL1 + LL1
= 655.950 + 33.600
= 689.550 t

4.2.4.8. Total Beban Struktur ( WL )


WL = WL10 + WL 9 + WL8 + WL7+ WL6 + WL5+WL4+WL3+WL2+WL1
= 440.912 + 447.598 + 499.803 +516.699 +516.699 + 536.667 +536.667 +
559.707 + 559.707 + 689.550
= 5303.909 ton

IV - 31
4.2.5. Waktu Getar Alami ( T1 )
a. Tinggi struktur ( H ) = 40 m
b. Jumlah lantai (n ) = 10 lantai
c. Wilayah gempa = 3
Dari SNI gempa 2003 di dapat = 0.102
3/4
T1 < *H
T1 < 0.102*40 3/4
T1 < 1.653
Dari rumus empiris
T1 = 0.06*H3/4
= 0.06*403/4
= 0.97 detik < 1.653 detik ======> OK

4.2.6. Faktor Keutamaan Gedung ( I )


Dari SNI gempa 2003 faktor keutamaan gedung untuk kantor ( I ) = 1

4.2.7. Faktor Reduksi Gempa ( R )


Struktur beton bertulang dengan daktilitas penuh ( SRPMK )
Dari SNI gempa 2003 didapat
µ = 5.2
R = 8.5

4.2.8. Koefisien Gaya Gempa ( C )


a. Asumsi tanah lunak
b. Wilayah gempa = 3 ( wilayah gempa sedang )

c. Dari tabel SNI gempa 2003 didapat C = 0.50/ T


= 0.50/0.97
= 0.515

IV - 32
4.2.9. Gaya Geser Horizontal Akibat Gaya Sepanjang Tinngi Bangunan
C.I
Vx = Vy = WL
R
0.515 * 1
= 5303.909 = 321.35 ton
8 .5

4.2.10. Distribusi gaya horizontal total akibat gaya sepanjang tinggi


bangunan;
Arah x = H/A = 41/22 = 1.86 < 3
Arah y = H/B = 41/22 = 1.86 < 3
Wi * hi
Maka, Fi ( x.y ) = Vx=Vy
Σwi * hi

Hi Wi Wi*Hi Tiap-tiap Portal


antai Fi (x,y)
(m) (ton) (ton m) 1/4 Fi x 1/4 Fi y
10 41 440.912 18077.392 50.43 12.608 12.608
9 37 447.598 16561.126 46.20 11.550 11.550
8 33 499.803 16493.499 46.01 11.503 11.503
7 29 516.699 14984.271 41.80 10.450 10.450
6 25 516.699 12917.475 36.04 9.010 9.010
5 21 536.667 11270.007 31.44 7.860 7.860
4 17 536.667 9123.339 25.45 6.363 6.363
3 13 559.707 7276.191 20.30 5.075 5.075
2 9 559.707 5037.363 14.05 3.513 3.513
1 5 689.550 3447.750 9.62 2.405 2.405
115188.413 321.35

4.2.11. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F ke Masing-Masing Portal


a. Arah X
4 EI
F= Fix
4 * 4 EI

IV - 33
4EI / 4 * 4EI ( ton )
Lantai Fi * X F2 F3 F4 F5
10 50.43 12.61 12.61 12.61 12.61
9 46.20 11.55 11.55 11.55 11.55
8 46.01 11.50 11.50 11.50 11.50
7 41.80 10.45 10.45 10.45 10.45
6 36.04 9.01 9.01 9.01 9.01
5 31.44 7.86 7.86 7.86 7.86
4 25.45 6.36 6.36 6.36 6.36
3 20.30 5.08 5.08 5.08 5.08
2 14.05 3.51 3.51 3.51 3.51
1 9.62 2.41 2.41 2.41 2.41

b. Arah Y
4 EI
F= *Fiy
4 * 4EI

4EI / 4 * 4EI ( ton )


Lantai Fi * Y FB FC FC FD
10 50.43 12.61 12.61 12.61 12.61
9 46.20 11.55 11.55 11.55 11.55
8 46.01 11.50 11.50 11.50 11.50
7 41.80 10.45 10.45 10.45 10.45
6 36.04 9.01 9.01 9.01 9.01
5 31.44 7.86 7.86 7.86 7.86
4 25.45 6.36 6.36 6.36 6.36
3 20.30 5.08 5.08 5.08 5.08
2 14.05 3.51 3.51 3.51 3.51
1 9.62 2.41 2.41 2.41 2.41

4.2.12. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh


Dengan melakukan analisa struktur menggunakan program ETABS (lihat
Lampiran Analisa Struktur dengan Program ETABS), dapat dihitung besarnya
simpangan (deformasi lateral total) akibat beban gempa tadi untuk portal arah
X maupun arah Y.
Waktu getar struktur sebenarnya untuk tiap arah dapat dihitung berdasarkan besar
simpangan tadi dengan rumus T Rayleigh:

IV - 34
Waktu getar bangunan dalam arah X (TX

Wi dix Dix2 fix Wi * dix2 fix * dix


Lantai 2 2
( ton ) ( cm ) ( cm ) ( ton ) ( t cm ) ( t cm )
10 440.91 4.49 20.16 50.43 8,888.83 226.43
9 447.60 4.24 17.98 46.2 8,046.74 195.89
8 499.80 3.82 14.59 46.01 7,293.33 175.76
7 516.70 3.23 10.43 41.8 5,390.67 135.01
6 516.70 2.75 7.56 36.04 3,907.54 99.11
5 536.67 2.19 4.80 31.44 2,573.91 68.85
4 536.67 1.72 2.96 25.45 1,587.68 43.77
3 559.71 1.22 1.49 20.3 833.07 24.77
2 559.71 0.78 0.61 14.05 340.53 10.96
1 689.55 0.34 0.12 9.62 79.71 3.27
38,941.99 983.82

TX = 6.3 [( Wi*d ix2)/(g* Fix*d ix)]


TX = 6.3 [(38941.99)/(981.0*983.82)]
= 1.26 detik
Waktu getar bangunan dalam arah Y (TY)

wi diy Diy2 fiy wi * diy2 fiy * diy


Lantai 2 2
( ton ) ( cm ) ( cm ) ( ton ) ( t cm ) ( t cm )
10 440.91 4.49 20.16 50.43 8,888.83 226.43
9 447.60 4.24 17.98 46.2 8,046.74 195.89
8 499.80 3.82 14.59 46.01 7,293.33 175.76
7 516.70 3.23 10.43 41.8 5,390.67 135.01
6 516.70 2.75 7.56 36.04 3,907.54 99.11
5 536.67 2.19 4.80 31.44 2,573.91 68.85
4 536.67 1.72 2.96 25.45 1,587.68 43.77
3 559.71 1.22 1.49 20.3 833.07 24.77
2 559.71 0.78 0.61 14.05 340.53 10.96
1 689.55 0.34 0.12 9.62 79.71 3.27
38,941.99 983.82

Ty = 6,3 [( Wi*d iy2)/(g* Fi y*d iy)]


Ty = 6.3 [(38941.99)/(981.0*983.82)]
= 1.26 detik

IV - 35
4.2.13. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat
Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung.
- Tx = Ty = 1.26 detik
- Lokasi gempa berada di wilayah gempa 3
- Asumsi tanah lunak
- Dari SNI gempa 2003 ( grafik ) didapat
0.5
C =
T
0.5
= = 0.396 detik
1.26

Karena koefisien gempa dasar C untuk perhitungan periode bangunan dengan cara
empiris tidak sama dengan cara T Rayleigh ( 0.515 0.396 ), Sesuai peraturan
SNI Gempa 2003 pasal 6.2.2 nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20%
maka T dipakai = 1.26 detik.

4.2.14. Koefisien Gaya Gempa ( C )


a. Asumsi tanah lunak
b. Wilayah gempa = 3 ( wilayah gempa sedang )
c. Dari tabel SNI gempa 2003 didapat C = 0.50/ T
= 0.50/1.26
= 0.396

4.2.15. Gaya Geser Horizontal Akibat Gaya Sepanjang Tinggi Bangunan


C.I
Vx = Vy = WL
R
0.396 * 1
= 5303.909 = 247.61 ton
8.5

4.2.16. Distribusi gaya horizontal total akibat gaya sepanjang tinggi


bangunan.
Arah x = H/A = 41/22 = 1.86 < 3
Arah y = H/B = 41/22 = 1.86 < 3
IV - 36
Wi * hi
Maka, Fi ( x.y ) = Vx=Vy
Σwi * hi
Hi Wi Wi*Hi Tiap-tiap Portal
Lantai Fi (x,y)
(m) (ton) (ton m) 1/4 Fi x 1/4 Fi y
10 41 440.912 18077.392 38.86 9.72 9.72
9 37 447.598 16561.126 35.6 8.90 8.90
8 33 499.803 16493.499 35.46 8.86 8.86
7 29 516.699 14984.271 32.21 8.05 8.05
6 25 516.699 12917.475 27.77 6.94 6.94
5 21 536.667 11270.007 24.23 6.06 6.06
4 17 536.667 9123.339 19.61 4.90 4.90
3 13 559.707 7276.191 15.64 3.91 3.91
2 9 559.707 5037.363 10.83 2.71 2.71
1 5 689.550 3447.750 7.41 1.85 1.85
115188.413 247.61
4.2.17. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F ke Masing-Masing Portal
a. Arah X
4 EI
F= Fix
4 * 4 EI

Lantai Fi * X F2 F3 F4 F5
10 38.86 9.72 9.72 9.72 9.72
9 35.60 8.90 8.90 8.90 8.90
8 35.46 8.87 8.87 8.87 8.87
7 32.21 8.05 8.05 8.05 8.05
6 27.77 6.94 6.94 6.94 6.94
5 24.23 6.06 6.06 6.06 6.06
4 19.61 4.90 4.90 4.90 4.90
3 15.64 3.91 3.91 3.91 3.91
2 10.83 2.71 2.71 2.71 2.71
1 7.41 1.85 1.85 1.85 1.85

IV - 37
b. Arah Y
4 EI
F= *Fiy
4 * 4EI

Lantai Fi * Y FB FC FC FD
10 38.86 9.72 9.72 9.72 9.72
9 35.60 8.90 8.90 8.90 8.90
8 35.46 8.87 8.87 8.87 8.87
7 32.21 8.05 8.05 8.05 8.05
6 27.77 6.94 6.94 6.94 6.94
5 24.23 6.06 6.06 6.06 6.06
4 19.61 4.90 4.90 4.90 4.90
3 15.64 3.91 3.91 3.91 3.91
2 10.83 2.71 2.71 2.71 2.71
1 7.41 1.85 1.85 1.85 1.85

4.2.18. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh


Dengan melakukan analisa struktur menggunakan program ETABS (lihat
Lampiran Analisa Struktur dengan Program ETABS), dapat dihitung besarnya
simpangan (deformasi lateral total) akibat beban gempa tadi untuk portal arah
X maupun arah Y.
Waktu getar struktur sebenarnya untuk tiap arah dapat dihitung berdasarkan besar
simpangan tadi dengan rumus T Rayleigh:

IV - 38
Waktu getar bangunan dalam arah X (TX

Wi dix Dix2 fix Wi * dix2 fix * dix


2 2
Lantai ( ton ) ( cm ) ( cm ) ( ton ) ( t cm ) ( t cm )
10 440.91 3.45 11.90 38.86 5,247.96 134.07
9 447.60 3.26 10.63 35.60 4,756.89 116.06
8 499.80 2.94 8.64 35.46 4,320.10 104.25
7 516.70 2.49 6.20 32.21 3,203.59 80.20
6 516.70 2.11 4.45 27.77 2,300.40 58.59
5 536.67 1.69 2.86 24.23 1,532.77 40.95
4 536.67 1.32 1.74 19.61 935.09 25.89
3 559.71 0.93 0.86 15.64 484.09 14.55
2 559.71 0.60 0.36 10.83 201.49 6.50
1 689.55 0.26 0.07 7.41 46.61 1.93
23,028.99 582.98

TX = 6.3 [( Wi*dix2)/(g* Fi x*dix)]


TX = 6.3 [(23028.99)/(981.0*582.98)]
= 1.26 detik

Waktu getar bangunan dalam arah Y (TY)

wi diy Diy2 fiy wi * diy2 fiy * diy


2 2
Lantai ( ton ) ( cm ) ( cm ) ( ton ) ( t cm ) ( t cm )
10 440.91 3.45 11.90 38.86 5,247.96 134.07
9 447.60 3.26 10.63 35.60 4,756.89 116.06
8 499.80 2.94 8.64 35.46 4,320.10 104.25
7 516.70 2.49 6.20 32.21 3,203.59 80.20
6 516.70 2.11 4.45 27.77 2,300.40 58.59
5 536.67 1.69 2.86 24.23 1,532.77 40.95
4 536.67 1.32 1.74 19.61 935.09 25.89
3 559.71 0.93 0.86 15.64 484.09 14.55
2 559.71 0.60 0.36 10.83 201.49 6.50
1 689.55 0.26 0.07 7.41 46.61 1.93
23,028.99 582.98

Ty = 6,3 [( Wi*d iy2)/(g* Fi y*d iy)]


Ty = 6.3 [(23028.99)/(981.0*582.98)]
= 1.26 detik

IV - 39
4.2.19. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat
Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung.
- Tx =Ty = 1.26 detik
- Lokasi gempa berada di wilayah gempa 3
- Asumsi tanah lunak
- Dari SNI gempa 2003 ( grafik ) didapat
0.5
C =
T
0.5
= = 0.396 detik
1.26

4.3. Perhitungan Beban Akibat Gaya Gravitasi


4.3.1. Perhitungan Beban Tangga
4.3.1.1. Beban Tangga Lantai 1
a. Beban mati area tanjakan
- Pelat (h=20 cm) = 0.2*2.4 = 0.4800 t /m
0.22
- Anak tangga = * Cos 51’ *2.4 = 0.1959 t /m
2
- keramik = 0.01*0.024* Cos 51’ = 0.0002 t /m
- Spesi = 0.05*0.021* Cos 51’ = 0.0008 t /m
q = 0.6769 t /m

b. Beban mati area bordes


- Pelat (h=20 cm) = 0.2*2.4 = 0.4800 t /m
- keramik = 0.01*0.024 = 0.0002 t /m
- Spesi = 0.05*0.021 = 0.0008 t /m
q = 0.4813 t /m

c. Beban hidup area tanjakan


- Beban hidup = 0.25 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk tangga kantor = 0.75
- qh = 0.75*0.25 *Cos 50’ = 0.1392 t /m

IV - 40
d. Beban hidup area bordes
- Beban hidup = 0.25 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk tangga kantor = 0.75
- qh = 0.75*0.25*1 = 0.1875 t /m

4.3.2. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Atap (Lt.10)

2.00
2

6.00

6.00

6.00

2.00
6

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D E F

DENAH PEMBEBANAN LANTAI GF DAN 10

IV - 41
4.3.2.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6

1.00 1.00

3.00
1.00 q = 0.474*1.00 q = 0.474 *1.00
= 0.474 t/m = 0.474 t/m

1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0.15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Water proofing = 0.015 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Air hujan = 0.05 *1.000 = 0.050 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.474 t /m2

b. Beban dinding dan balok (q2 )


- Berat balok anak 25/50 = [0.25* (0.50-0.15 )]*2.400 = 0.210 t/m
- Dinding bata = 1.00*1.00*0.250 = 0.250 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = 0.030*[1.00+(4.00/2)] = 0.900 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca = 0.003 t/m
q2 = 1.363 t/m

c. Beban Hidup (qh )


- qh atap = 0.100 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh atap = 0.6 *0.100*1 = 0.06 t/m

IV - 42
4.3.2.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5

1.00 1.00 1.00


q = 0.474*1.00 q = 0.474 * 1.00
4.00 = 0.474 t/m = 0.474 t/m
1.00

1.00
1.00
2.00

q =0.474 * 3.00
= 1.422 t/m
3.00 3.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Pater proofing = 0.015 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Air hujan = 0.05 *1.000 = 0.050 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.474 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m

c. Beban Hidup (qh )


- qh atap = 0.100 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh atap = 0.6 *0.100*1 = 0.06 t/m

IV - 43
4.3.2.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4

1.00 3.00

q = 0.948 * 3.00 q = 0.948*1.00


1.00 = 2.844 t/m = 0.948 t/m

2X 2X 2X

2X 2X 3.00
1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Water proofing = 0.015 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Air hujan = 0.05 *1.000 = 0.050 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.474 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m

c. Beban Hidup (qh )


- qh atap = 0.100 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.100*1 = 0.060 t/m

IV - 44
4.3.3. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.9

2.00
2

6.00

6.00

6.00

2.00
6

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D E F

DENAH PEMBEBANAN LANTAI 1 S/D 9

IV - 45
4.3.3.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6

1.00 1.00

3.00
1.00 q = 0.433*1.00 q = 0.433 *1.00
= 0.433 t/m = 0.433 t/m

1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban dinding dan balok anak (q2 )


- Berat balok anak 25/50 = [0.25*(0.50-0.15 )]* 2.400 = 0.210 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = [(4.00/ 2)+(4.00/ 2 )]*0.030 = 0.120 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca = 0.036 t/m
q2 = 0.366 t/m
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

IV - 46
4.3.3.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5

1.00 1.00 1.00


q1 = 0.433*1.00 q1 = 0.433 * 1.00
4.00 = 0.433 t/m = 0.433 t/m
1.00

1.00
1.00
2.00

q1 =0.433 * 3.00
= 1.299 t/m
3.00 3.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m

c. Beban Hidup (qh)


- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 *0.250*1 = 0.150 t/m

IV - 47
4.3.3.3. Portal, As C,As D, As 3 dan As 4

q1 = 0.433*3.00*2
1.00 3.00 3.00 3.00 = 2.598 t/m
q1 = 0.433*300
= 1.299 t/m
q1 = 0.433*1.00*2
= 0.866 t/m
2X 2X

2X 3.00
2X
1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

1. Portal bentang 1 – 2, 2 – 3 ,4 – 5 dan 5 – 6


a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk (50/90) = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m

c. Beban Hidup ( qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

IV - 48
2. Portal bentang 3 – 4
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m
- Dinding bata (1/2 bt ) = [(4.00/2)+(4.00/2)]*0.250 = 1.000 t/m +
q2 = 1.900 t/m
c.Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

3. Portal bentang C – D
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 )
- Beban tangga = ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m

c. Beban Hidup (qh )


- qh lantai kantor = 0.250 t /m2

IV - 49
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

4.3.4. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.8 s.d 2

2.00
2

6.00

6.00

6.00

2.00
6

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D E F

DENAH PEMBEBANAN LANTAI 1 S/D 9

IV - 50
4.3.4.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6

1.00 1.00

3.00
1.00 q1 = 0.433*1.00 q1 = 0.433 *1.00
= 0.433 t/m = 0.433 t/m

1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
b. Beban dinding dan balok anak (q2 )
- Berat balok anak 25/50 = [0.25*(0.50-0.15 )]* 2.400 = 0.210 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = [(4.00/ 2)+(4.00/ 2 )]*0.030 = 0.120 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca = 0.036 t/m +
q2 = 0.366 t/m
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

IV - 51
4.3.4.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5

1.00 1.00 1.00


q1 = 0.433*1.00 q1 = 0.433 * 1.00
4.00 = 0.433 t/m = 0.433 t/m
1.00

1.00
1.00
2.00

q1=0.433 * 3.00
= 1.299 t/m
3.00 3.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m

c. Beban Hidup (qh)


- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 *0.250 = 0.150 t/m

IV - 52
4.3.4.3. Portal, As C,As D, As 3 dan As 4

q1 = 0.433*3.00*2
1.00 3.00 3.00 3.00 = 2.598 t/m
q1= 0.433*300
= 1.299 t/m
q 1= 0.433*1.00*2
= 0.866 t/m
2X 2X

2X 3.00
2X
1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

1. Portal bentang 1 – 2, 2 – 3 ,4 – 5 dan 5 – 6


a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk (50/90) = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m

c. Beban Hidup ( qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

IV - 53
2. Portal bentang 3 – 4
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m
- Dinding bata (1/2 bt ) = [(4.00/2)+(4.00/2)]*0.250 = 1.000 t/m +
q2 = 1.900 t/m

c. Beban Hidup (qh )


- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

3. Portal bentang C – D
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Beban tangga = ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m

IV - 54
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

4.3.5. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.1

2.00
2

6.00

6.00

6.00

2.00
6

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D E F

DENAH PEMBEBANAN LANTAI 1 S/D 9

IV - 55
4.3.5.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6

1.00 1.00

3.00 q 1= 0.433 *1.00


1.00 q1 = 0.433*1.00 = 0.433 t/m
= 0.433 t/m

1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban dinding dan balok anak (q2 )


- Berat balok anak 25/50 = [0.25*(0.50-0.15 )]* 2.400 = 0.210 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = [(4.00/ 2)+(4.00/ 2 )]*0.030 = 0.120 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca = 0.036 t/m +
q2 = 0.366 t/m
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

IV - 56
4.3.5.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5

1.00 1.00 1.00


q1= 0.433*1.00 q1 = 0.433 * 1.00
4.00 = 0.433 t/m = 0.433 t/m
1.00

1.00
1.00
2.00

q =0.433 * 3.00
= 1.299 t/m
3.00 3.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

a. Beban mati plat ( q1)


- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m

c. Beban Hidup (qh)


- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 *0.250 *1 = 0.150 t/m

IV - 57
4.3.5.3. Portal, As C ,As D, As 3 dan As 4

q1 = 0.433*3.00*2
1.00 3.00 3.00 3.00 = 2.598 t/m
q1 = 0.433*300
= 1.299 t/m
q1 = 0.433*1.00*2
= 0.866 t/m
2X 2X

2X 3.00
2X
1.00

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00

1/A 2/B 3/C 4/D 5/E 6/F

1. Portal bentang 1 – 2, 2 – 3 ,4 – 5 dan 5 – 6


a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 )
- Berat balok induk (50/90) = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m

c. Beban Hidup ( qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250* 1 = 0.150 t/m

IV - 58
2. Portal bentang 3 – 4
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2

b. Beban mati balok (q2 )


- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m
- Dinding bata (1/2 bt ) = [(4.00/2)+(4.00/2)]*0.250 = 1.000 t/m +
q2 = 1.900 t/m

c. Beban Hidup (qh )


- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

3. Portal bentang C – D
a. Beban mati plat ( q1)
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 = 0.360 t /m2
- Plafon = 0.018 t /m2
- Keramik = 0.024 t /m2
-M/E = 0.010 t /m2
- Spesi = 0.021 t /m2 +
q1 = 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 )
- Beban tangga = ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok = [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ] = 0.900 t/m

IV - 59
c. Beban Hidup (qh )
- qh lantai kantor = 0.250 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6
- qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m

4.4. Penulangan Pokok Balok


a. Analisa luas tulangan yang diperlukan didapat dari program ETABS
b. Hasil penulangan program Etabs kecil sehingga memakai batasan tulangan,
diambil nilai terkecil dari 2 rumus berikut :
A. Balok 500 x 900 mm
fc'
1.Asmin = .bw.d
2 fy

30
= x500x850 = 2909 mm2
2 x 400

fc'
2. Asmin = .bf.d
4 fy
1 1
bf < l = .6000 = 1500 mm
4 4
bf < bo +6ho = 450+6 (150) = 1350 mm
1
bf < ( 6000-450) = 2775 mm
2
bo = 0.5 s/d 0.65 ht = 0.5 x 900 = 450 mm

30
Asmin = x1350x850 = 3928 mm2
4.400
3. Luas tulangan diambil terkecil = 2909 mm2. tul.
Dipakai tul. tumpuan (bagian atas) 6 φ 25 As= 2945 mm2.
Dipakai tul. tumpuan (bagian bawah) 3 φ 25 As= 1473 mm2.

IV - 60
B. Balok 250 x 500 mm
fc'
1.Asmin = .bw.d
2 fy

30
= x250x500 = 770 mm2
2 x 400

fc'
2. Asmin = .bf.d
4 fy
1 1
bf < l = .6000 = 1500 mm
4 4
bf < bo +6ho = 250+6 (150) = 1150 mm
1
bf < ( 6000-250) = 2875 mm
2
bo = 0.5 s/d 0.65 ht = 0.5 x 500 = 250 mm

30
Asmin = x1150x450 = 1771 mm2
4.400
3. Luas tulangan diambil terkecil = 770 mm2. tul.
Dipakai tul. tumpuan (bagian atas) 4 φ 16 As= 804 mm2.
Dipakai tul. tumpuan (bagian bawah) 2 φ 16 As= 402 mm2.

4.4.1. Arah X dan Y Lantai 10


As 1 = 6 = A = F
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
1 A-B 74 37 42 18 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 B - C 113 56 28 54 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 C - D 111 55 28 50 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 D – E 113 56 28 54 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 E–F 74 37 42 18 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804

IV - 61
As 2 = 5 = B = E
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
2 A - B 274 137 184 68 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

2 B - C 304 151 76 180 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 C - D 291 145 73 158 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 D – E 304 151 76 180 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 E – F 274 137 184 68 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

As 3 = 4 = C = D
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
3 A - B 284 142 196 71 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 B - C 259 129 65 65 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 C - D 210 105 52 52 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 D – E 259 129 65 65 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 E – F 284 142 196 71 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

IV - 62
4.4.2. Arah X dan Y Lantai 6 s/d 9
As 1 = 6 = A = F
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
1 A-B 96 48 55 24 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 B - C 142 71 38 76 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 C - D 145 72 36 73 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 D – E 141 70 35 76 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 E–F 96 48 55 24 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804

As 2 = 5 = B = E
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
2 A - B 333 166 227 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

2 B - C 237 118 75 175 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 C - D 277 138 69 155 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 D – E 301 150 75 175 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 E – F 333 166 227 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

IV - 63
As 3 = 4 = C = D
Tulangan Yang diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
AS Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
3 A - B 358 179 249 89 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 B - C 126 73 73 73 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 C - D 206 103 51 51 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 D – E 296 146 73 73 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 E – F 358 179 249 89 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

4.4.3. Arah X dan Y Lantai 1 s/d 5


As 1 = 6 = A = F
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
1 A-B 96 48 54 25 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 B - C 133 66 36 77 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 C - D 144 72 36 74 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 D – E 147 73 36 77 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804
1 E–F 96 48 54 25 4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804 402 402 804

IV - 64
As 2 = 5 = B = E
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
AS Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
2 A - B 305 152 208 76 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

2 B - C 193 96 66 179 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 C - D 237 118 59 168 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 D – E 266 133 66 179 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2 E – F 305 152 208 76 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

As 3 = 4 = C = D
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
AS Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Bawa Baw Baw Baw
Atas h Atas ah Atas Bawah Atas Bawah Atas ah Atas ah
3 A - B 335 167 234 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 B - C 253 126 63 91 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 C - D 154 77 39 75 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 D – E 253 126 63 91 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

3 E – F 335 167 234 83 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945

IV - 65
4.5. Perhitungan Tulangan Sengkang Balok
4.5.1. Hitungan Sengkang Balok 50 x 90 cm as 5 / D-E lantai 1
Diketahui data – data :
- H balok = 90 cm dan d = 90 – 5 = 85 cm
- B balok = 50 cm
1
- Fc = 30 mpa = 300 kg/cm2
- Fy = 400 mpa = 400 kg/cm2
- Asumsi tulangan dipakai 10 mm
- Beban gravitasi VA= -65.2 KN, VB= +60.3 KN
- Tulangan tumpuan kanan dan kiri
a. Atas 6 diameter 25
b. Bawah 3 diameter 25
Rumus yang dipakai :
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
As(1.25 fy )
a=
0.85xfc' xb
Balok ujung arah gempa ke kanan momen tumpuan atas ( Mpr -) adalah :
Tulangan terpasang = As = 6 D25 = 2945 mm2
As(1.25 fy ) 2945x(1.25 x400)
a= = = 115.5 mm
0.85xfc' xb 0.85 x30 x500
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
115.5
= 2945 ( 1.25x400) (850- ) = 1166.60 KNm
2
Dengan cara yang sama momen tumpuan bawah( Mpr +) berdasarkan tulangan
terpasang 2 diameter 25 = 1473 mm , sebesar 604.75 KNm

IV - 66
0.90

5.30

IV - 67
Dalam hal ini gaya geser akibat gempa = 334 kN > 0.5 x 399.2 = 199.6 kN,
namun karena gaya aksial yang lebih kecil maka Vc=0 sehingga
Vu 399.2
Vs = = = 532.27 Kn
φ 0.75
Koefisien reduksi diambil 0.75 karena Vn diperoleh dari Mpr balok.
Dengan memakai tulangan geser 4 kaki φ 10 mm ( Av=314 mm2) diperoleh s
sebesar
Av. fy.d 314 x 400 x850
s= = = 200.58 mm
Vs 532.27 x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3 item 3.2. c .
jarak maksimum sengkang tidak boleh lebih 24 kali dia sengkang. = 24 x 0.008 =
192 mm, maka diambil s= 150 mm
Kontrol kuat geser nominal tidak boleh lebih besar dari Vs max
2 2
Vs max = x bw x d x fc' = x500x850x 30 = 1551.88 > 532.27 Kn
3 3
s = 150 mm memenuhi pasal 23.3 item 3.2. c
smax = sepanjang sendi plastis diujung balok 2h= 2x900 = 1800 mm tidak boleh
lebih besar dari
s max = d/4 = 212.5 mm
= 24 db hoop = 240 mm
= 300 mm
Kesimpulan dipakai s = 150 mm, hoop pertama φ 10 mm dipasang 50 mm dari
muka kolom diujung balok.
Pemasangan begel diluar sendi plastis ( diluar 2h= 2x900 = 1800 mm )
Vu= 314 Kn pada jarak 1800 mm

Vu fc 314 30
Vs = = .bwd’ = - x 500 x 850 = 30.69 kN
φ 6 0.75 6
Jika dipakai begel 2 kaki dengan dia 10 mm Av=157 mm2 , maka
Av. fy.d 157 x 400 x850
s= = = 1738 mm
Vs 30.69 x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3.3.4 dan
1 1
13.5(4(1)) adalah d = x850 = 425 mm
2 2
IV - 68
ln− 4h 1700
Jadi pasang begel 2 φ 10 -300 sebanyak +1 = = 6 buah dibagian
s 300
tengah balok.
Kesimpulan :
a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 10 -150 mm area = 1800 mm
b. Tul.sengkang lapangan 2 φ 10 -300 mm area = 1700 mm

Tabel penulangan sengkang balok 50/90 cm


Tulangan Sengkang Tulangan Sengkang
Lantai Type
Tumpuan Lapangan
Lt. 1,2 Balok 50x90 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-300 mm
Lt.3,4 Balok 50x90 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-300 mm
Lt.5,6 Balok 50x90 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-300 mm
Lt.7,8,9 Balok 50x90 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-300 mm
Lt.10 Balok 50x90 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-300 mm

IV - 69
4.5.2. Hitungan Sengkang Balok 25 x 50 cm as 5 / D-E lantai 1
Diketahui data – data :
- H balok = 50 cm dan d = 50 – 5 = 45 cm
- B balok = 25 cm
- Fc1 = 30 mpa = 300 kg/cm2
- Fy = 400 mpa = 400 kg/cm2
- Asumsi tulangan dipakai Ø 10 mm
- Beban gravitasi VA= -48.21 KN, VB= +48.21 KN
- Tulangan tumpuan kanan dan kiri
a. Atas 4 diameter 16
b. Bawah 2 diameter 16
Rumus yang dipakai :
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
As(1.25 fy )
a=
0.85 xfc' xb
Balok ujung arah gempa ke kanan momen tumpuan atas ( Mpr -) adalah :
Tulangan terpasang = As = 4 D16 = 804 mm2
As(1.25 fy ) 804x (1.25x 400)
a= = = 63.06 mm
0.85xfc' xb 0.85x30 x 250
a
Mpr = As (1.25 fy) ( d- )
2
63.06
= 804 ( 1.25x400) (450- ) = 168.23 KNm
2
Dengan cara yang sama momen tumpuan bawah (Mpr +) berdasarkan tulangan
terpasang 2 diameter 16 = 402 mm , sebesar 87.28 KNm

IV - 70
5.30

Dalam hal ini gaya geser akibat gempa = 48.21 kN < 0.5 x 104.11 = 52 kN,
namun karena gaya aksial yang lebih kecil maka Vc=0 sehingga

IV - 71
Vu 104.11
Vs = = = 138.81 Kn
φ 0.75
Koefisien reduksi diambil 0.75 karena Vn diperoleh dari Mpr balok.
Dengan memakai tulangan geser 4 kaki φ 10 mm ( Av=314 mm2) diperoleh s
sebesar
Av. fy.d 314 x 400 x 450
s= = = 407 mm
Vs 138.81x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3 item 3.2. c .
jarak maksimum sengkang tidak boleh lebih 24 kali dia sengkang. = 24 x 0.008 =
192 mm, maka diambil s= 150 mm
Kontrol kuat geser nominal tidak boleh lebih besar dari Vs max
2 2
Vs max = x bw x d x fc' = x250x450x 30 = 410.79 > 138.81 Kn
3 3
s = 150 mm memenuhi pasal 23.3 item 3.2. c
smax = sepanjang sendi plastis diujung balok 2h= 2x500 = 1000 mm tidak boleh
lebih besar dari
s max = d/4 = 112.5 mm
= 24 db hoop = 384 mm
= 300 mm
Kesimpulan dipakai s = 150 mm, hoop pertama φ 10 mm dipasang 50 mm dari
muka kolom diujung balok.
Pemasangan begel diluar sendi plastis ( diluar 2h= 2x500 = 1000 mm )
Vu= 314 Kn pada jarak 1000 mm

Vu fc 314 30
Vs = = .bwd’ = - x 250 x 450 = 315.96 kN
φ 6 0.75 6
Jika dipakai begel 2 kaki dengan dia 10 mm Av=157 mm2 , maka
Av. fy.d 157 x 400x 450
s= = = 89 mm
Vs 315.96 x103
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3.3.4 dan
1 1
13.5(4(1)) adalah d = x450 = 225 mm
2 2

IV - 72
ln− 4h 3300
Jadi pasang begel 2 φ 10 -200 sebanyak +1 = = 17 buah dibagian
s 200
tengah balok.
Kesimpulan :
a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 10 -150 mm area = 1000 mm
b. Tul.sengkang lapangan 2 φ 10 -200 mm area = 3300 mm
Tabel penulangan sengkang balok 25/50 cm
Tulangan Sengkang Tulangan Sengkang
Lantai Type
Tumpuan Lapangan
Lt. 1,2 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.3,4 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.5,6 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.7,8,9 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm
Lt.10 Balok 25x50 cm 4 D 10-150 mm 2 D 10-200 mm

4.6. Perhitungan Tulangan Kolom


Dari program Etabs di dapat luas tulangan :

Tulangan Tulangan Tulangan


Yang Terpasang Terpasang
Lantai Type
diperlukan ( batang) ( mm2)
( mm2)
Lt.GF C1 s/d C16 8100 16 D 28 9856
Lt. 1,2 C1 s/d C16 6400 12 D 28 7392
Lt.3,4 C1 s/d C16 4900 8 D 28 4928
Lt.5,6 C1 s/d C16 3600 8 D 25 3928
Lt.7,8,9 C1 s/d C16 2500 8 D 22 3040

IV - 73
4.7. Perhitungan Tulangan Sengkang Kolom
Hitungan Sengkang Kolom Type C15 uk.90 x 90 cm as 5 / D lantai dasar
- Momen balok Mpr - = 132.48 kN , Mpr + = 66.48 kN
- Combo 1 : P = 306.13 ton Mx= 0.9 ton My = 0.07 ton
- Combo 2 : P = 300.51 ton Mx= 1.4 ton My = 0.07 ton
- Tulangan kolom 18 φ 25
- Dari program Pcacol didapat diagram interaksi Mpr = Mb = 2083 kN
Rumus yang dipakai :
Bila dianggap Mpr untuk kolom tengah diatas dan dibawah lantai 2 sama besar
maka : Ve = (2xMpr)/hln = (2x2083)/2.2 = 1893.64 kN
Dengan anggapan momen lentur diatas dan dibawah kolom penyangga lt 2 sama,
maka gaya geser desain berdasarkan M pr + dan – dari balok-balok yang bertemu
di HBK :
Mpr − + Mpr + 1166.6 + 604.75
Vu = = = 805.16 < 1893.64 kN
l1 2.2
Disini l1 = tinggi bersih kolom tengah , Ternyata Ve > Vu = 805.16 kN tapi jelas
lebih besar dari hasil analisa struktur.
Didapat beban aksial terfaktor kolom tengah min 1005 kN ( dari Pcacol )
Untuk komponen yang kena beban aksial berlaku :

Nu fc' 1005 30
Vc = (1+ ) bw.d = (1+ ) 900.850 = 698.408 kN
14 Ag 6 14 x900 x900 6
Berdasarkan Av 4 φ 12 = 452.4 dan s terpasang 100 mm sesuai ketentuan
tulangan pengekangan :
Ujung-ujung kolom sepanjang lo harus dikekang oleh tul. Tranversal (Asn)

lo > h = 900 mm

> 1/6 ln = 366 mm lo = 900 mm

> h = 450 mm
dengan s memenuhi ketentuan brikut :
¼ x 900 mm = 225 mm
6xϕ = 6x32 = 150 mm
= 100 mm

IV - 74
Asxfyxd 452.4 x400 x850
Vs = = = 1538.16 kN
s 100
Maka : φ (Vs+Vc) = 0.75(1538.16+698.4) = 1677.42 kN > Vu =805.16 kN...OK
Sisa panjang kolom tetap harus tulangan transversal dengan
s < 6 db tul. Memanjang = 150 mm atau < 150 mm
Kesimpulan :
a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 12 -100 mm area = 1800 mm
b. Tul.sengkang lapangan 4 φ 12 -150 mm area = 400 mm
Tabel penulangan sengkang
Tulangan Tulangan Sengkang
Lantai Type Sengkang Lapangan
Tumpuan
Lt.GF C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt. 1,2 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt.3,4 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt.5,6 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm
Lt.7,8,9 C1 s/d C16 4 D 12-100 mm 2 D 12-150 mm

4.8. Perhitungan Tulangan Pelat Lantai


4.8.1. Data – data Struktur
a. Tebal pelat lantai = 15 cm
b. Asumsi perhitungan pelat lantai diambil pelat lantai 1 karena typikal.

4.8.2. Beban Mati Pelat (DL)


- pelat (h=15 cm)= 0.15*2.40 = 0.360 t/m2
- plafon = 0.018 t/m2
- spesi = 0.021 t/m2
- M/E = 0.010 t/m2
- Keramik = 0.024 t/m2
__________________________________
Total DL = 0.433 t/m2

IV - 75
4.8.3. Beban Hidup (LL)
beban hidup lantai = 0.250 t/m2

4.8.4. Beban Ultimate (Wu)


Wu = 1,2DL + 1,6LL = (1,2*0.433) + (1,6*0.250) = 0.919 t/m2

4.8.5. Analisis Struktur


a. Penulangan diasumsikan 2 arah dengan Ly = Lx = 6 m
b. Ly / Lx= 6/6 = 1
c. Dari table Cur 4 didapat Ly/Lx = 1= 25
d. ML= Mly = 0.001 Wu Lx2 * 25
= 0.001*919*62*25
= 827.1 kgm / m1
= 8271 n/m1
= 8.271 kn/m1
e. Dari tabel 5.1.d Cur 4
Fc’ = 30 mpa
Fy = 240 mpa
Mu 8.271
2
= = 367.6
bd 1x0.152
Mencari
300 = 0.0016
400 = 0.0021
Interpolasi
67.6
= 0.0016 + ( 0.0021 – 0.0016 )
100
367.6 = 0.00194
f. Luas tulangan ( As )
AS = .b.d
= 0.00194 x 100 x 15
= 2.91 cm
AS terpasang = 6 Ø 8 mm = 3.02 cm2

IV - 76
g. Jarak tulangan
100/6 = 16.70 cm
h. Jarak tulangan diambil 15 cm
i. Penulangan plat φ 8 – 15 cm
Kesimpulan :
1. Jarak tulangan lapangan φ 8 – 150 mm 1 lapis
2. Jarak tulangan tumpuan 2 φ 8 – 150 mm 2 lapis

Tabel penulangan pelat

Lantai Tebal Tulangan Tumpuan Tulangan Lapangan

Lt.GF 15 cm 2 Ø 8 -150 mm 1 Ø 8 -150 mm


Lt. 1,2 15 cm 2 Ø 8 -150 mm 1 Ø 8 -150 mm
Lt.3,4 15 cm 2 Ø 8 -150 mm 1 Ø 8 -150 mm
Lt.5,6 15 cm 2 Ø 8 -150 mm 1 Ø 8 -150 mm
Lt.7,8,9 15 cm 2 Ø 8 -150 mm 1 Ø 8 -150 mm

4.9. Perhitungan Tulangan Pelat Tangga


4.9.1. Lantai 1 s/d lantai 9
Tulangan utama
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
Bentang ( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
7 D10
Tanjakan 1 1909 1004 499 499 17 D10 7 D10 17 D10 2019 1343 550 1343
13D12
7 D10
Bordes 0 859 213 1026 11 D10 7 D10 13 D10 2019 869 550 1343
13D12
7 D10
Tanjakan 2 1909 1004 499 499 17 D10 7 D10 17 D10 2019 1343 550 1343
13D12

IV - 77
Tulangan bagi = 50 % tulangan utama
Tulangan Yang diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
4 D10
Tanjakan 1 9 D10 4 D10 9 D10 1106 707 314 707
7D12
4 D10
Bordes 6 D10 4 D10 6 D10 1106 471 314 471
7D12
4 D10
Tanjakan 2 9 D10 4 D10 9 D10 1106 707 314 707
7D12

4.9.2. Lantai Dasar


Tulangan utama
Tulangan Yang diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Bentang Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Baw
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas ah
Tanjakan 1 0 2280 741 1869 10 D10 21 D12 10 D10 21 D12 785 2373 785 2373
Bordes 1 0 2280 741 2146 10 D10 21 D12 10 D10 21 D12 785 2373 785 2373
Tanjakan 2 0 1909 575 1909 10 D10 17 D10 10 D10 17 D10 785 1921 785 1921
Bordes 2 669 1909 479 1123 10 D10 17 D10 10 D10 17 D10 785 1921 785 1921
10 D10 10 D10
Tanjakan 3 2940 1909 1909 949 17 D10 17 D10 3045 1921 1916 1921
20 D12 10 D12

IV - 78
Tulangan bagi = 50 % tulangan utama
Tulangan Yang
diperlukan Tulangan Terpasang Tulangan Terpasang
( mm2 ) ( Batang ) ( mm2 )
Bentang
Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan Tumpuan Lapangan
Baw Baw
Atas ah Atas ah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
Tanjakan 1 5 D10 11 D12 5 D10 11 D12 393 1243 393 1243
Bordes 1 5 D10 11 D12 5 D10 11 D12 393 1243 393 1243
Tanjakan 2 5 D10 9 D10 5 D10 9 D10 393 707 393 707
Bordes 2 5 D10 9 D10 5 D10 9 D10 393 707 393 707
5 D10 5 D10
Tanjakan 3 9 D10 9 D10 1524 707 958 707
10 D12 5 D12

IV - 79
BAB V
PERENCANAAN FONDASI

5.1.Pendahuluan
Berdasarkan hasil laporan penyelidikan tanah untuk proyek Novotel Sophie
Martin, di jalan RA Kartini, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dapat dikategorikan
tanah tersebut adalah tanah lunak.Fondasi yang memungkinkan untuk digunakan
adalah fondasi tiang pancang dan tiang bor . Sedangkan kondisi lokasi proyek
masih dapat menggunakan tiang pancang.

Untuk mengetahui kondisi tanah dilapangan, dilakukan pengujian SPT dan


sondir. Uji SPT dilakukan pada 4 titik dan sondir 8 titik, adapun denah
penyelidikan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

V-1
Gambar 5.1. Denah Pengujian Tanah Bor Dalam dan Sondir

Dan untuk memperkirakan lapisan- lapisan tanah dapat gambarkan potongan


memanjang dan melintang dari hasil bor dalam yang dapat dilihat pada Gambar
5.3.a, dan 5.3.b. Hasil uji SPT dapat dilihat pada Gambar 10.3.a.b, Gambar
10.4.a,b,Gambar 10.5.a,b, Gambar 10.6.a,b.Dan hasil uji sondir dapat pada
Gambar 10.7, 10.8, 10.10, 10.11, 10.12, 10.13, 10.14, 10.15.

V-2
Gambar 5.3.a .Potongan Lapisan Tanah

V-3
Gambar 5.3.b.Potongan Lapisan Tanah

Dari pengujian bor dalam dan SPT yang dilakukan diambil contoh tanah pada
kedalaman-kedalaman tertentu .Contoh tersebut kemudian dibawa kelaboratorium
untuk dilakukan pengujian. Hasil uji laboratorium akan diketahui sifat fisik tanah
( indek properties ) dan sifat mekanis tanah ( engineering properties ), lihat Sub
V-4
Bab 3.1.2.. Contoh hasil laboratorium dapat dilihat pada Tabel 10.12 , 10.13,
10.14, 10.15, Gambar 10.15.a,b,c,Gambar 10.16.a,b dan Gambar 10.17. a,b.

Sebelum menentukan daya dukung tiang pancang perlu diketahui beban yang
akan diterima oleh fondasi tersebut, agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan jumlah atau jenis tiang yang akan dipakai. Pada perhitungan beban
atau reaksi struktur atas, sudah ada program yang membantu untuk menghitung
reakasi tersebut, seperti program ETABS , SAP dan lain sebagainya .

Perencanaan fondasi berdasarkan denah existing pengujian SPT dan sondir (


gambar 5.1) untuk diplot ke denah perencanan fondasi tidak ditemukannya skala
gambar tersebut maka denah titik bor dan sondir diasumsikan sebagai berikut : (
gambar 5.4 )

2.00
2

S-2
S-1
6.00
BH-1

S-3

S-6

6.00
BH-4
S-4

S-5
4

6.00

BH-2 S-8 BH-3


S-7
5

2.00
6

2.00 6.00 6.00 6.00 2.00


A B C D E F

DENAH FONDASI
Sondir (S)

Bor Dalam (BH)

Gambar 5.4 . Denah Pengujian Tanah Untuk Perencanan Struktur Gedung

Dari laporan penyelidikan tanah berdasarkan hasil uji lapangan dapat diasumsikan
bahwa tanah keras terletak mulai dari kedalaman 17.50 m ( lihat Gambar 10.4.a.

V-5
dan b ). Laporan penyelidikan tanah berdasarkan uji laboratorium pada kedalam
mulai 17.50 m, tidak dicantumkan nilai-nilai sifat mekanis tanah ( engineering
properties ), maka pada perencanaan fondasi berdasarkan hasil uji lapangan (
sondir dan NSPT ).

Pengukuran air tanah yang dilakukan pada waktu pengeboran dilaksanakan


mendapatkan muka air tanah rata – rata pada kedalaman antara 7 sampai 7.5 m,
di bawah permukaan tanah .

Laporan penyelidikan tanah sebelum melakukan desain fondasi, terlebih dahulu


untuk difahami atau dianalisa, karena laporan penyelidikan tanah belum tentu
menghasilkan data parameter-parameter tanah yang akurat. Maka perlunya hati-
hati pada saat mendesain fondasi, karena sifat tanah yang tidak pasti.

5.2. Pertimbangan Pemilihan Jenis ,Kedalaman, dan Bentuk Fondasi Tiang


Pertimbangan pada saat memilih jenis fondasi yang sesuai dengan kebutuhan
seperti evaluasi dari kelayakan teknis dan biaya untuk alternatif yang potensial
dengan mempertimbangkan keamanan, keandalan, kemudahan konstruksi dan
ketahanan di dalam tanah. Pertimbangan yang menentukan dari suatu perencanaan
sistem fondasi didasarkan pada informasi penyelidikan tanah. Ada dua jenis
fondasi tiang untuk menjadi pertimbangan untuk memilih fondasi tiang yaitu
fondasi tiang pancang dan fondasi tiang bor.

5.2.1. Fondasi Tiang Pancang


Fondasi tiang pancang merupakan fondasi tiang yang dibuat terlebih dahulu
sebelum dimasukkan kedalam tanah hingga mencapai kedalaman tertentu. Metode
yang umum di guanakan untuk memasukkan tiang kedalam tanah adalah
memukul kepala tiang berukang-ulang.

5.2.2. Fondasi Tiang Bor


Fondasi tiang bor metode pelaksanan ialah dengan cara membuat lubang bor
dengan diameter tertentu hingga kedalaman yang diingginkan. Umumnya

V-6
tulangan yang telah dirangakai kemudian dimasukkan kelubang bor dan ikuti
dengan pengecoran.

Fondasi tiang bor mempunyai karakteristik khusus karena pelaksanaannya yang


dapat mengakibatkan perbedaan perilakunya di bawah pembebanan dibandingkan
dengan tiang pancang. Hal – hal yang membedakan antara lain:
1.Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya dengan
material beton , sedangan tiang pancang dimasukan ketanah dengan mendesak
tanah disekitarnya.
2.Beton fondasi tiang bor dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa
pengeringan di dalam tanah .
3.Tiang bor kadang – kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding
lubang bor dan casing tidak dapat diambil kembali karena kesulitan di lapangan

5.2.3. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Pancang


5.2.3.1.Keuntungan
1.Bahan tiang dapat diperiksa sebelum peamancangan
2.Prosedur pelaksanan tidak dipengaruhi oleh air
3.Tiang dapat di pancang sampai kedalaman yang dalam

5.2.3.2. Kerugian
1.Pengembungan permukaan tanah dan gangguan tanah dan gangguan tanah
akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah
2.Tiang kadang – kadang rusak akibat pemancangan
3.Pemancangan sulit jika berdiameter terlalu besar
4.Pemancangan dapat menimbulkan kerusakan bangunan disekitar bangunan
karena getarannya.

5.2.4. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Bor


5.2.4.1 Keuntungan
1.Pembangunannya tidak menyebabkan getaran dan pengembungan tanah, seperti
pada pemancangan fondasi tiang.

V-7
2.Penggalian tidak mengganggu tanah di sekitarya.
3.kondisi-kondisi tanah atau batu pada dasar sumuran sering dapat di periksa dan
di uji secara fisik.
4.Alat gali tidak banyak menimbulkan suara.

5.2.4.2. Kerugian
1.Berbeda dengan tiang pancang, pelaksanaan sukses sangat tergantung pada
keterampilan dan kemampuan dari pelaksanaaan. Jika pelaksanaan buruk dapat
menimbulkan penurunan daya dukung yang besar.
2. Kondisi dikaki tiang sering kali rusak oleh proses pengeboran, terjadi tumpukan
tanah dari runtuhan dinding tiang bor atau sedimentasi lumpur, sehingga
seringkali daya dukung ujung dari tiang bor tidak dapat diandalkan
3.Hasil pengecoran beton tidak dapat tidak dapat diperiksa maksimal
4.Berbahaya jika ada artesis karena tekanan air tersebut dapat menembus keatas.

5.2.5. Kesimpulan Pemilihan Jenis Fondasi Tiang


Dari pertimbangan keuntungan fondasi tiang pancang dan bor,dilihat dari
pelaksaan ( teknik ),maka dapat dipilih fondasi tiang pancang .Karena hasil
pelaksanaan fondasi tiang pancang lebih akurat dengan asumsi hasil pengecoran
dapat diperiksa terlebih dahulu. Pada lokasi pemancangan diasumsikan jauh dari
bangunan lain atau getaran pemancangan tidak mempengaruhi bangunan tersebut.

5.2.6. Kedalaman Tiang pancang


Fondasi tiang pancang merupakan perpanjangan dari fondasi dangkal, karena
fondasi dangkal sudah tidak mampu lagi untuk menerima beban struktur atas. Dan
untuk mencapai kedalaman tertentu maka diperlukan fondasi tiang. Pada
umumnya fondasi tiang pancang dipakai bertujuan untuk mencapai kedalaman
sampai tanah keras.

5.2.7. Bentuk Tiang Pancang


Bentuk tiang di dalam pembahasan ini adalah bentuk penampang tiang yaitu
penampang bulat dan persegi. Di tinjau dari penampangnya, peanampang persegi

V-8
akan mendapatkan luasan dan keliling yang lebih besar dengan Diameter ( D )
yang sama dibandingkan dengan penampang bulat. Maka jika digunakan
penampang persegi akan mendapatkan tahanan ujung tiang ( Qp ) dan tahanan
tahanan gesek (Qs) yang besar pula dibandingkan dengan tiang penampang bulat.

5.3. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang Berdasarkan NSPT


Sebelum melakukan perhitungan kapasitas daya dukung fondasi terlebih daluhu di
analisa data penyelidikan tanah. di dapat data penyelidikan tanah, tanah keras
diketahui dari data NSPT atau sondir. Data penyelidikan tanah pada proyek
Novotel Sophie Martin, di jalan R.A. Kartini, Lebak Bulus, Jakarta, tanah keras
dari data SPT.

Pada perencanaan fondasi tiang pancang digunakan data penyelidikan tanah dari
lapangan yaitu NSPT dan sondir. Di dalam data penyelidikan tanah data sondir,
tanah keras lebih dangkal dibandingkan data NSPT. Untuk keamanan maka dalam
perhitungan perencanaan fondasi tiang pancang dipakai penyelidikan tanah uji
NSPT. Metode yang dipakai ialah metode Meyerhof dan metode Schmertmann,
dari persamaan ( 3.66 ) dan Tabel 3.10. Data penyelidikan tanah ( bor dalam )
yang dipakai untuk perhitungan daya dukung fondasi diambil yang terdekat
dengan fondasi tersebut ( lihat Gambar 5.4 ). Dengan pertimbangan, dilihat dari
potongan melintang dan memanjang lapisan tanah, tanah tersebut tidak terlalu
jauh perbedaan lapisannya . ( lihat Gambar 5.3.a dan 5.3.b )

V-9
5.3.1. Berdasarkan Bor 4 ( BH- 4 )
- Data – data , lihat Gambar 10.6.a dan 10.6.b,

Qu

19.00

Qs

Qp

Gambar 5.5 ,Skema Pemancangan pada Bor 4 ( BH-4)

Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut :


- D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
- Bahan tiang dari beton bertulang
- Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 19.00 m
- Pada saat merencanakan fondasi dalam di asumsikan ujung tiang pada
kedalaman 19.00 m
- Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor
4 adalah tanah lempung .

5.3.1.1 Metode Meyerhof


1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu )
Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As
Ap = 0.40*0.40
= 0.16 m2

V - 10
N = [8+8+12+12+1+8+4+2+14+4+8+10+50] / 13
= 10.85
As = (0.40+0.40)*19*4
= 60.80 m2
Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *10.85*60.80
= 451.936 ton
2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )
Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 451.936 / 2.5
= 180.77 ton

5.3.1.2 Metode Schmertmann


Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 4
adalah tanah lempung bercampur pasir . Maka perencanaan fondasi tiang
pancang sebagai berikut:
1.Tahanan ujung tiang (Qp)
Qp = 1.6 N Ap
N = nilai spt ujung tiang
= 50
Ap = Luas ujung tiang
= 40*40 = 1600 m
Qp = 1.6* 50*1600
= 128000 kg
= 128 ton

2.Tahanan gesek kulit ( Qs )


Qs = 0.2 N As

V - 11
Tabel 5.1.Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 4 (Bh – 4 )
No Kedalaman Jenis tanah N 0.04 N
1 1.00 Lempung 8 0.32
2 2.50 Lempung 10 0.40
3 4.00 Lempung 12 0.48
4 5.50 Lempung 12 0.48
5 7.00 Lempung 1 0.04
6 8.50 Lempung 8 0.32
7 10.00 Lempung 5 0.20
8 11.50 Lempung 2 0.08
9 13.00 Lempung 14 0.56
10 14.50 Lempung 4 0.16
11 16.00 Lempung 8 0.32
12 17.50 Lempung 10 0.40
13 19.00 Lempung 50 2.00

Total = 5.76

As = luas selimut tiang


= 40*1900*4
= 304000 cm2
Qs = 0.2 N As
= 0.2*5.76*304000
= 350208 kg
= 350.208 ton

3. Kapasitas tiang tunggal ultimit ( Qu )


Qu = Qp + Qs
= 128 + 350.208
= 478.208 ton

V - 12
4.Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )
Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 478.208 / 2.5
= 191.28 ton

5.3.2. Berdasarkan Bor 1 (BH-1 )


Data- data lihat ,Gambar 10.3.a, dan 10.3.b

Qu

22.00

Qs

Qp
Gambar 5.6. Skema Pemancangan pada Bor 1 ( BH-1)

Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut :


- D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
- Bahan tiang dari beton bertulang
- Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 22.00 m.
- Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada
kedalaman 22.00 m
- Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada
bor 1 adalah tanah lempung .

V - 13
5.3.2.1 Metode Meyerhof
1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu )
Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As
Ap = 0.40*0.40
= 0.16 m2
N = [6+16+14+6+6+7+4+9+16+6+9+8+35+26+50] / 15
= 14.20
As = (0.40+0.40)*22.00*4
= 70.40 m2
Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *14.20*70.40
= 519.94 ton

2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )


Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 519.94 / 2.5
= 207.97 ton

5.3.2.2 Metode schmertmann


Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 1
adalah tanah lempung bercampur pasir .Maka perencanaan fondasi tiang pancang
sebagai berikut:
1.Tahanan ujung tiang (Qp)
Qp = 1.6 N Ap
N = nilai spt ujung tiang
= 50
Ap = Luas ujung tiang
= 40*40 = 1600 cm
Qp = 1.6* 50*1600
= 128000 kg
= 128 ton

V - 14
2.Tahanan gesek kulit ( Qs )
Qs = 0.2 N As
Tabel 5.2. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 4 (Bh – 4 )

No Kedalaman Jenis tanah N 0.04 N


1 1.00 Lempung 6 0.24
2 2.50 Lempung 16 0.64
3 4.00 Lempung 14 0.56
4 5.50 Lempung 6 0.24
5 7.00 Lempung 6 0.24
6 8.50 Lempung 7 0.28
7 10.00 Lempung 4 0.16
8 11.50 Lempung 9 0.36
9 13.00 Lempung 16 0.64
10 14.50 Lempung 6 0.24
11 16.00 Lempung 9 0.36
12 17.50 Lempung 8 0.32
13 19.00 Lempung 35 1.40
14 20.50 Lempung 26 1.04
15 22.00 Lempung 50 2.00

Total = 8.72

As = Luas selimut tiang


= 40*2200*4
= 352000 cm2
Qs = 0.2 N As
= 0.2*8.72*352000
= 613888 kg
= 613.89 ton

V - 15
3. Kapasitas tiang tunggal ultimit ( Qu )
Qu = Qp + Qs
= 128 + 613.89
= 741.89 ton

4.Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )


Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 741.89 / 2.5
= 296.76 ton

5.3.3. Berdasarkan Bor 2 (BH-2 )


Data- data lihat ,Gambar 10.4.a, dan 10.4.b

Qu

17.50

Qs

Qp
Gambar 5.7. Skema Pemancangan pada Bor 2 ( BH-2)

Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut :


- D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
- Bahan tiang dari beton bertulang
- Tanah sampai kedalaman 17.50 m adalah tanah yang homogen yaitu tanah
lempung
V - 16
- Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 17.50. m.
- Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada kedalaman
17.50 m
- Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor
2 adalah tanah lempung

5.3.3.1 Metode Meyerhof


1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu )
Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N A
Ap = 0.40*0.40
= 0.16 m2
N = [6+9+4+3+3+9+5+12+14+15+13+13+50] / 13
= 12.00
As = (0.40+0.40)*17.50*4
= 56.00 m2
Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *12.00*56.00
= 454.40 ton

2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )


Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 454.4 / 2.5
= 181.760 ton

5.3.3.2. Metode schmertmann


Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 2
adalah tanah lempung bercampur pasir . Maka perencanaan fondasi tiang
pancang sebagai berikut:
1.Tahanan Ujung Tiang (Qp)
Qp = 1.6 N Ap
N = Nilai SPT ujung tiang
= 50

V - 17
Ap = Luas ujung tiang
= 40*40 = 1600 cm
Qp = 1.6* 50*1600
= 128000 kg
= 128 ton
2.Tahanan Gesek Kulit ( Qs )
Qs = 0.2 N As

Tabel 5.3. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 2 (Bh – 2 )


No Kedalaman Jenis tanah N 0.04 N
1 1.00 Lempung 6 0.24
2 2.50 Lempung 9 0.36
3 4.00 Lempung 4 0.16
4 5.50 Lempung 3 0.12
5 7.00 Lempung 3 0.12
6 8.50 Lempung 9 0.36
7 10.00 Lempung 5 0.20
8 11.50 Lempung 12 0.48
9 13.00 Lempung 13 0.52
10 14.50 Lempung 15 0.60
11 16.00 Lempung 13 0.52
12 17.50 Lempung 50 2.00

Total = 5.68

As = Luas selimut tiang


= 40*1750*4
= 280000 cm2
Qs = 0.2 N As
= 0.2*5.68*280000
= 318080 kg
= 318.080 ton

V - 18
3. Kapasitas Tiang unggal Ultimit ( Qu )
Qu = Qp + Qs
= 128 + 318.080
= 446.08 ton

4.Kapasitas Ijin Tiang Tunggal ( Qa )


Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 446.08 / 2.5
= 178.432 ton

5.3.4. Berdasarkan Bor 3 (BH-3 )


Data- data lihat ,Gambar 10.5.a, dan 10.5.b

Qu

19.00

Qs

Qp

Gambar 5.8. Skema Pemancangan pada Bor 2 ( BH-2)

V - 19
Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut :
- D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
- Bahan tiang dari beton bertulang
- Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 19.00 m.
- Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada
kedalaman 19.00 m
- Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada
bor 3 adalah tanah lempung

5.3.4.1 Metode Meyerhof


1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu )
Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As
Ap = 0.40*0.40
= 0.16 m2
N = [14+14+6+8+4+7+10+8+9+9+11+11+50] / 13
= 12.38
As = (0.40+0.40)*19*4
= 60.80 m2
Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *12.38*60.80
= 470.54 ton

2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa )


Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 470.54 / 2.5 = 188.22 ton.

5.3.4.2 Metode schmertmann


Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 2
adalah tanah lempung bercampur pasir. Maka perencanaan fondasi tiang pancang
sebagai berikut:
1.Tahanan Ujung Tiang (Qp)
Qp = 1.6 N Ap

V - 20
N = Nilai SPT ujung tiang
= 50
Ap = Luas ujung tiang
= 40*40 = 1600 cm
Qp = 1.6* 50*1600
= 128000 kg
= 128 ton

2.Tahanan Gesek Kulit ( Qs )


Qs = 0.2 N As

Tabel 5.4. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 2 (Bh – 2 )


No Kedalaman Jenis tanah N 0.04 N
1 1.00 Lempung 14 0.56
2 2.50 Lempung 14 0.56
3 4.00 Lempung 6 0.24
4 5.50 Lempung 8 0.32
5 7.00 Lempung 4 0.16
6 8.50 Lempung 7 0.28
7 10.00 Lempung 10 0.40
8 11.50 Lempung 8 0.32
9 13.00 Lempung 9 0.36
10 14.50 Lempung 9 0.36
11 16.00 Lempung 11 0.44
12 17.50 Lempung 11 0.44
13 19.00 Lempung 50 2.00

Total = 6.44

As = Luas selimut tiang


= 40*1900*4
= 304000 cm2

V - 21
Qs = 0.2 N As
= 0.2*6.44*304000
= 391552 kg
= 391.552 ton

3. Kapasitas Tiang Tunggal Ultimit ( Qu )


Qu = Qp + Qs
= 128 + 608.00
= 519.552 ton

4.Kapasitas Ijin Tiang Tunggal ( Qa )


Qa = Qu / F
Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5
Qa = 519.552 / 2.5
= 207.821 ton

5.4.Resume Perhitungan Fondasi Metode Meyerhof dan Schmertmann


Tabel 5.5 Hasil perhitungan daya dukung fondasi metode Meyerhof dan
Schmertmann
No Keterangan Bor 1 Bor 2 Bor 3 Bor 4
1 Penampang tiang (cm) 40x40 40x40 40x40 40x40
2 Kedalaman ( L ) (m) 19.00 17.50 22.00 19.00
3 Meyerhof (ton ) 207.97 181.760 188.22 180.77
4 Schmertmann (ton ) 296.75 178.432 207.821 191.28

Dari hasil perhitungan dua metode di atas maka dapat dipilih untuk perencanaan
fondasi tiang pancang ialah dengan metode Meyerhof ,dengan alasan teknik (
bukan alasan ekonomisnya). Dapat disimpulkan hasil perhitungan metode
Meyerhof rata-rata lebih kecil dari pada metode schmertmann , maka metode
meyerhof untuk keamanan lebih tinggi.

V - 22
Dari perhitungan daya dukung fondasi tiang tunggal, perlu dibandingkan
berdasarkan kekuatan material tiang pancang ( Po ) . Maka perhitungannya
sebagai berikut :
- Kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan/material tiang pancang ( Pu)
Po = 0.85 fc’ ( Ag – Ast ) + Ast *fy
fc’ = Mutu beton = 30 Mpa = 300 kg/cm2
Ag = Luas penampang tiang pancang = 40*40 = 1600 cm2
Ast = Luas tulangan pada tiang pancang = Asumsi 8D25 = 30.41 cm2
Po = [ 0.85 *300 (1569.59) ] + ( 30.41 * 4000 )
= 521885.45 kg
= 521.885 ton
Pu = Ø Po
= 0.65 * 521.885
= 339.23 ton
Hasil perhitungan daya dukung fondasi diambil yang terbesar yaitu 207.97 ton
dibandingkan dengan kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan yaitu sebesar
339.23 ton. Dari perbandingan kedua hasil tersebut maka diambil yang
terkecil.dengan asumsi untuk keamanan tiang pancang.

5.5.Efisiensi dan Daya Dukung Kelompok Tiang


Dari perencanaan struktur atas didapat beban atau reaksi yang diterima oleh
fondasi sebagai berikut (lihat lampiran hasil program ETABS dan Sub BAB 4.10):
- Fondasi A = 255.55 ton
- Fondasi B = 245.49 ton
- Fondasi C = 242.49 ton
- Fondasi D = 255.55 ton
- Fondasi E = 242.49 ton
- Fondasi F = 203.39 ton
- Fondasi G = 203.39 ton
- Fondasi H = 242.49 ton
- Fondasi I = 242.49 ton
- Fondasi J = 203.39 ton

V - 23
- Fondasi K = 203.39 ton
- Fondasi L = 242.49 ton
- Fondasi M = 203.39 ton
- Fondasi N = 242.49 ton
- Fondasi O = 242.49 ton
- Fondasi P = 255.55 ton

Dari hasil penyelidikan tanah dapat diasumsikan bahwa kedalaman jenis lapisan
tanah antar titik bor tidak menunjukan perbedaan yang besar (lihat pada potongan
melintang dan memanjang pada hasil penyelidikan tanah pada Gambar 5.3a dan
Gambar 5.3 b ), maka pengelompokan fondasi berdasarkan titik bor diambil yang
paling dekat dengan titik bor tersebut ( lihat Gambar 5.4 ). Pengelompokan
fondasi diambil sebagai berikut :
- Fondasi A,B,C,D, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 1 (BH –1 )
- Fondasi E,F,G,H,J,K, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 4 (BH – 4 )
- Fondasi ,I,M,N. dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 2 (BH –2 )
- Fondasi ,L,O,P, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 3 (BH –3 )

5.5.1.Perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang ( )


Kapasitas total kelompok tiang sering kali kapasitas tiang tunggal dikalikan
jumlah tiang tunggal dalam kelompoknya. Padahal kelompok tiang dipengaruhi
oleh beberapa hal seperti: ukuran , bentuk kelompok , jarak tiang , atau yang
sering kita kenal efisiensi kelompok tiang ( ). Jadi perhitungan efisiensi
kelompok tiang dengan asumsikan sebagai berikut:
Dari Persamaan ( 3.66 )
40 D

D 40 m

3.D = d

n1

V - 24
= [2 (n1 + m – 2) d + 4 D] / p n1 m
n1 = Jumlah baris tiang = 2 tiang
m = Jumlah baris tiang = 1 baris
D = Diameter tiang = 0.40 m
p = Keliling tiang
= 4*0.4 = 1.60 m2
= [2 (2 + 1 – 2 )1.20 + 4 0.4] / 1.60 *2*1
= 0.875 = 87.50 %
- Jadi kelompok tiang bekerja kira-kira 87.50 %

5.5.2. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang


5.5.2.1 Fondasi Tiang A dan D
- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 1 ( BH- 1 ) = 207.97
ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5)
- Panjang tiang ( L ) = 22.00 m
- Perhitungan kelompok tiang sebagai berikut :

1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 255.55 / 207.97
= 1.23 2 tiang
40 D

D 40 Bg

3.D = d

Lg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a.. Qu1 = m.n1 . Qa
V - 25
= 1*2*207.97
= 415.94 ton

b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]


= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.60 + 0.4 ) 22.00
= 88.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*14.2*88.00
= 249.92 t

Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 249.92 ]/2.5
= 611.97 ton

- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,


415.94 < 611.97, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 415.94 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok

V - 26
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*415.94
= 363.95 ton
. P1 < Qu1
255.55 ton < 363.95 ton ----------> OK

5.5.2.2. Fondasi tiang B dan C


- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 1 ( BH- 1 ) = 207.97
ton ( lihat tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Panjang tiang ( L ) = 22.00 m
- Perhitungan kelompok tiang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 242.49 / 207.97
= 1.66 2 tiang

40 D

D 40 Bg

3.D

Lg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*207.97
= 415.94 ton

b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]


= Qp + Qs
= Qa

V - 27
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) 22.00
= 76.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*14.20 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*14.2*88.00
= 249.92 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 249.92 ]/2.5
= 611.97 ton

- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,


415.49 < 611.97, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 415.94 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*415.94
= 363.95 ton
- P < Qu1
242.49 ton < 363.95 ton ----------> OK

V - 28
5.5.2.3. Fondasi Tiang E dan H
- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 4 ( BH- 4 ) = 180.77
ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )

- Panjang tiang ( L ) = 19.00 m


- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 242.49 / 180.77
= 1.34 2 tiang

40 D

D 40 Bg

3.D

Lg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*180.77
= 361.54 ton

b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]


= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
V - 29
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00
= 76.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*10.85*76.00
= 164.92 t

Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 164.92 ]/2.5
= 577.97 ton

Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,


361.54 < 577.97, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*361.54
= 316.34 ton
- P < Qu1
242.49 < 316.34 ----------> OK

5.5.2.4. Fondasi Tiang F, G,J dan K


- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 203.39 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 4 ( BH- 4 ) =
180.77 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Panjang tiang ( L) = 19.00 m

V - 30
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 203.39 / 180.77
= 1.13 2 tiang
40 D

D 40 Bg

3.D

Lg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*180.77
= 361.54 ton

b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]


= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00
= 76.00 m

V - 31
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t

Qs = 0.2 N * As
= 0.2*10.85*76.00
= 164.92 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 164.92 ]/2.5
= 577.97 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
361.54 < 577.97, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*361.54
= 316.34 ton
- P < Qu1
203.39 ton < 316.34 ton ----------> OK

5.5.2.5. Fondasi Tiang I dan N


- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 2 ( BH- 2 ) =
181.760 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.00
- Panjang tiang ( L ) = 17.50 m
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 242.49 / 181.760
= 1.33 2 tiang

V - 32
40 D

D 40 Bg

3.D

Llg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*181.760
= 364.520 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .17.50
= 70.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*12.00*70.00
= 168.00 t

V - 33
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 168.00 ] / 2.5
= 579.20 ton

- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,


361.54 < 579.20, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*361.54
= 316.34 ton
- P < Qu1
242.49 ton < 316.34 ton ----------> OK

5.5.2.6. Fondasi Tiang M


- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 2 ( BH- 2 ) =
181.760 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.00
- Panjang tiang ( L ) = 17.50 m
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 255.55 / 181.760
= 1.41 2 tiang

V - 34
40 D

D 40 Bg

3.D

Lg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*181.760
= 363.520 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .17.50
= 70.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*12.00*70.00
= 168.00 t

V - 35
Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan diambil 2.5
Qa = [1280 + 168.00 ] / 2.5
= 579.20 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
364.82 < 579.20, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*363.52
= 318.08 ton
- P < Qu1
255.55 ton < 318.08 ton ----------> OK

5.5.2.7. Fondasi Tiang L dan O


- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 3 ( BH- 3 ) = 188.22
ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.38
- Panjang tiang ( L ) = 19.00 m
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 242.49 / 188.22
= 1.29 2 tiang
40 D

D 40 Bg

3.D

Lg
V - 36
1. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)
a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*188.22
= 376.44 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00
= 76.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*12.38*76.00
= 188.18 t

Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan diambil 2.5
Qa = [1280 + 188.18 ] / 2.5
= 587.27 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
376.44 < 587.27, diambil yang terkecil
- Jadi nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 376.44 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok

V - 37
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*365.52
= 329.39 ton
- P < Qu1
242.49 ton < 319.83 ton ----------> OK

5.5.2.8. Fondasi Tiang P


- Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 255.55 ton ( lihat Tabel 5.5 )
- Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 3 ( BH- 3 ) = 188.22
ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.38
- Panjang tiang ( L ) = 22.00 m
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :

1. Jumlah Tiang ( n )
n = P1 / Qa
= 255.55 / 188.22
= 1.36 2 tiang
40 D

D 40 Bg

3.D

Lg

2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu)


a. Qu1 = m.n1 . Qa
= 1*2*188.22
= 374.44 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+ [2(Lg+Bg). L fs ]

V - 38
= Qp + Qs
= Qa
Lg = Panjang blok
= 1.60 m
Bg = Lebar blok
= 0.40 m
Ap = Lg * Bg
= 1.60*0.4
= 0.64 m2
As = 2 (Lg + Bg ) L
= 2 ( 1.6 + 0.4 ) .22.00
= 88.00 m
Qp = (40 Nb ) Ap
= 40*50 * 0.64
= 1280 t
Qs = 0.2 N * As
= 0.2*12.38*88.00
= 217.89 t

Qa = [ Qp + Qs ] / F
F = Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 217.89] / 2.5
= 599.16 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 ,
376.44 < 599.16, diambil yang terkecil
- Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 376.44 ton
- Jadi daya dukung tiang kelompok
- Qu1 = * Qu1
= 87.50%*376.44
= 329.39 ton
- P < Qu1
255.55 ton < 329.39 ton ----------> OK

V - 39
5.5.2.9. Resume Perencanaan Fondasi tiang Pancang
Tabel 5.6.Resume Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang
Daya
No Tipe fondasi Beban fondasi dukung Jumla Panjang Diameter
(ton) fondasi h tiang tiang ( L) tiang (D)
(ton) (cm)
1 A dan D 255.55 363.95 2 22.00 40 x 40
2 B dan C 242.49 363.95 2 22.00 40 x 40
3 E dan H 242.49 316.34 2 19.00 40 x 40
4 F,G,J dan K 203.39 316.34 2 19.00 40 x 40
5 I dan N 242.49 318.08 2 17.50 40 x 40
6 M 255.55 318.08 2 17.50 40 x 40
7 L dan O 424.49 329.39 2 19.00 40 x 40
8 P 255.55 329.39 2 19.00 40 x 40

5.6. Penurunan ( SC ) Fondasi tiang Pancang


5.6.1 . Data – Data Parameter tanah
Diasumsikan pada perhitungan penurunan fondasi, data parameter-parameter
tanah ( bor dalam ) diambil yang paling dekat dengan fondasi tersebut ( lihat
Gambar 5.4 ).Dengan pertimbangan dilihat dari potongan memanjang dan
melintang lapisan tanah , terlihat tidak terlalu jauh perbedaan lapisan tanah
tersebut.( lihat Gambar 5.3.a,5.3.b ).

V - 40
1. Parameter- Parameter Tanah Bor 1 ( BH- 1 )
Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.12 dan Gambar 10.15.a.b.c.

Tanah lapis I
2.50 lempung

Tanah lapis 2
4.00 2/3 L lempung
14.67

Tanah lapis 3
6.00 lempung
22.00

Tanah lapis 4 2.17


8.00 lempung

5.83
7.83

Tanah lapis 5
10.00 lempung
1H : 2V
8.50

Gambar 5.8 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 1 ( BH-1)

a.Tanah lapis 1 :
- t = 10.752 kN/m3 = 1.08 t/m3

b. Tanah lapis 2 :
- Pc = p’ = 160 kN/m2 = 16.0 t/m2
- Cc = 0.65
- Cr = 0.06
- eo = 2.33
V - 41
- t = 8.117 t/m3 = 0.81 t/m3

c. Lapis 3 :
- Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc = 0.32
- Cr = 0.07
- eo = 2.33
- t = 8.038 kN/m3 = 0.80 t/m3

d. Tanah lapis 4 :
- Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc = 0.32
- Cr = 0.04
- eo = 1.91
- t = 8.728 kN/m3 = 0.87 t/m3

e. Tanah lapis 5 :
- Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc = 0.32
- Cr = 0.04
- eo = 1.91
- t = 12.206 kN/m3 = 1.21 t/m3

V - 42
2. Parameter- Parameter Tanah Bor 2 ( BH – 2 )
Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.13 dan Gambar 10.16.a.b.

Tanah lapis I
3.00 lempung

Tanah lapis 2
2/3 L lempung
5.50 11.67

17.50

Tanah lapis 3 3.17


7.00 lempung

3.83
5.83
Tanah lapis 4
10.00 lempung

1H : 2V
8.00

Gambar 5.9 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 2 ( BH-2)
a.Tanah lapis 1 :
- Pc = 170 kN/m2 = 17.0 t/m2
- t = 10.429 kN/m3 = 1.04 t/m3

b.Tanah lapis 2 :
- Pc = p’ = 110 kN/m2 = 11.0 t/m2
- Cc = 0.36
- Cr = 0.03
- eo = 1.93
- t = 8.93 t/m3 = 0.89 t/m3

V - 43
c.Tanah lapis 3 :
- Pc = p’ = 40.kN/cm2 = 0.4 t/m2
- Cc = 0.39
- Cr = 0.03
- eo = 2.20
- t = 8.051 kN/m3 = 0.81 t/m3

d . Tanah lapis 4 :
- data- data yang belum diketahui diasumsikan sama dengan lapis 3
- Pc = p’ = 40.kN/cm2 = 0.4 t/m2
- Cc = 0.39
- Cr = 0.03
- eo = 2.20
- t = 9.943 kN/m3 = 0.99 t/m3

V - 44
3.Parameter – Parameter Tanah Bor 3 ( BH – 3)
Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.14 dan Gambar 10.17.a.b.

Tanah lapis I
3.50 lempung

Tanah lapis 2
2/3 L lempung
5.00 12.67

19.00
Tanah lapis 3
4.17
7.00 lempung

2.83
6.33
Tanah lapis 4
10.00 lempung

1H : 2V
6.50

Gambar 5.10 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 3 ( BH-3)
a.Tanah lapis 1 :
- t = 11.359 kN/m3 = 1.16 t/m3
b.Tanah lapis 2 :
- Pc = p’ = 110 kN/m2 = 11.0 t/m2
- Cc = 0.21
- Cr = 0.03
- eo = 1.28
- t = 9.464 t/m3 = 0.95 t/m3

V - 45
c.Tanah lapis 3 :
- Pc = p’ = 100.kN/cm2 = 10.0 t/m2
- Cc = 0.30
- Cr = 0.03
- eo = 1.6
- t = 9.814 kN/m3 = 0.98 t/m3

d .Tanah lapis 4 :
- data- data yang belum diketahui diasumsikan sama dengan lapis 3
- Pc = p’ = 100.kN/cm2 = 10.0 t/m2
- Cc = 0.30
- Cr = 0.03
- eo = 1.60
- t = 9.542 kN/m3 = 0.95 t/m3

5.6.2. Penurunan Kelompok Tiang A dan D


- Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
- P = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4

1. Penurunan lapis ke 4

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)]
= 17.03 t/m2
o’ + = 15.09 + 17.03
= 32.12 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2

V - 46
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

5.83 17 5.83 15.09 + 17.03


= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.33
= 0.0008 m
= 0.08 cm
2. Penurunan lapis ke 5

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
OCR = p’/ o’
= 17.00 / 23.75
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 255.55 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.82 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.82
= 25.57 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03


= 0.0002 m
= 0.02 cm
- Penurunan total pada fondasi A dan D =
- Penurunan, lapis 4 + lapias 5 =
0.08+ 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

V - 47
5.6.3. Penurunan Kelompok Tiang B dan C
- Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
- P = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4

1. Penurunan lapis ke 4

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
OCR = p ’/ o’
= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] =
16.16 t/m2
o’ + = 15.09 + 16.16
= 31.25 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

5.83 17 5.83 15.09 + 16.16


= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.3
= 0.0008 m
= 0.08 cm

2. Penurunan lapis ke 5

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
OCR = p’/ o’
= 17.00 / 23.75
V - 48
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 242.49 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.73 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.73
= 25.48 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )

Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

10 17 10 23.75 + 1.73
= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05+ 1.10 * 0.03
= 0.0002 m
= 0.02 cm

- Penurunan total pada fondasi B dan C =


- Penurunan, lapis 4 + lapias 5 =
0.08+ 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.4.Penurunan Kelompok Tiang E dan H


- Data penyelidikan tanah yang seharusnya memakai data bor – 4 ( BH – 4 ),
karena data bor- 4 tidak lengkap maka dipakai data bor- 1 ( BH- 1). Bor -1 (
BH- 1 ) adalah titik bor yang terdekat dengan fondasi E dan H,( lihat Gambar
5.4 ) dengan asumsi dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah (
lihat Gambar 5.3.a dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan jenis tanah antara
BH-4 dengan BH – 1
- Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
- P = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4
V - 49
1. Penurunan lapis ke 4

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] =
16.16 t/m2
o’ + = 15.09 + 16.16
= 31.25 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

5.83 17 5.83 15.09 + 16.16


= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.3
= 0.0008 m = 0.08 cm

2. Penurunan lapis ke 5

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 17.00 / 23.75
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 242.49 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.73 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.73
= 25.48 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )

V - 50
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

10 17 10 23.75 + 1.73
= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03
= 0.0002 m
= 0.20 cm
- Penurunan total pada fondasi E dan H =
- Penurunan, lapis 4 + lapias 5 =
0.08 + 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.5. Penurunan Kelompok Tiang F dan G


- Data penyelidikan tanah yang seharusnya memakai data bor – 4 ( BH – 4 ),
karena data bor- 4 tidak lengkap maka dipakai data bor- 1 ( BH- 1). Bor -1 (
BH- 1 ) adalah titik bor yang terdekat dengan fondasi F dan G, ,( lihat Gambar
5.4 ) dengan asumsi dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah (
lihat Gambar 5.3.a, dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan jenis tanah antara
BH-4 dengan BH – 1
- Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ), lihat Gambar 5.8
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
- P = 203.39 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4

1. Penurunan lapis ke 4

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 )
= 15.09 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 17.00 / 15.09
= 1.13 > 1, tanah OC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] =
13.55 t/m2

V - 51
o’ + = 15.09 + 13.55
= 28.64 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
Sc = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

5.83 17 5.83 15.09 + 13.64


= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.28
= 0.0007 m
= 0.07 cm

2. Penurunan lapis ke 5

o = (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+(
1.21*5.00)
= 23.75 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 17.00 / 23.75
= 0.71 > 1, tanah UC clay
’ = P/A
= P / (Bg+Z) (Lg+Z)
= 203.39 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.45 t/m2
o’ + = 23.75 + 1.45
= 25.20 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

10 17 10 23.75 + 1.45
= 0.04 log + 0.32 log
1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03
= 0.0002 m
= 0.02 cm

V - 52
- Penurunan total pada fondasi F dan G =
- Penurunan, lapis 4 + lapias 5 =
0.07 + 0.02 = 0.09 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.6. Penurunan Kelompok Tiang I dan N


- Data penyelidikan tanah bor – 2 ( BH – 2 ) lihat Gambar 5.9
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 17.50 = 11.67 m
- P = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 11.67 m = tanah lapis ke 3

1. Penurunan lapis ke 3

o = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 )
= 12.13 t/m2
OCR = p’/ o’
= 0.40 / 12.13
= 0.03 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] =
29.69 t/m2
o’ + = 12.13 + 29.69
= 41.82 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

3.83 0.4 3.83 12.13 + 29.69


= 0.03 log + 0.39 log
1 + 2.21 12.13 1 + 2 .2 12.13
= 0.03* [- 1.48] + 0.47*0.54
= 0.008 m
= 0.80 cm

V - 53
2. Penurunan lapis ke 4

o = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 )
= 18.64 t/m2
OCR = p’/ o’
= 0.40 / 18.64
= 0.02 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] =
2.52 t/m2
o’ + = 18.64 + 2.52
= 21.16 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'
8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.52
= 0.03 log + 0.39 log
1 + 2.21 18.64 1 + 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.06
= 0.005 m
= 0.5 cm
Penurunan total pada fondasi I dan N =
Penurunan, lapis 3 + lapias 4 =
0.80 + 0.50 = 1.30 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.7. Penurunan Kelompok Tiang J


- Data penyelidikan tanah bor – 2 ( BH – 2 ), lihat Gambar 5.9
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 17.50 = 11.67 m
- P = 203.39 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 11.67 m = tanah lapis ke 3

1. Penurunan lapis ke 3

o = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 )
= 12.13 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

V - 54
= 0.40 / 12.13
= 0.03 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39/[0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] =
24.91 t/m2

o’ + = 12.13 + 24.91
= 37.04 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2

Maka rumus yang dipakai = ( dari persamaan 3.9 )


Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

3.83 0.4 3.83 12.13 + 24.91


= 0.03 log + 0.39 log
1 + 2.21 12.13 1 + 2 .2 12.13
= 0.03* [- 1.48] + 0.47*0.48
= 0.007 m
= 0.70 cm

2. Penurunan lapis ke 4
o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 )
= 18.64 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 0.40 / 18.64
= 0.02 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] =
2.11 t/m2
o’ + = 18.64 + 2.11
= 20.75 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2

Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )


Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

V - 55
8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.11
= 0.03 log + 0.39 log
+
1 2.20 18.64 +
1 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.05
= 0.004 m
= 0.40 cm
- Penurunan total pada fondasi J =
- Penurunan, lapis 3 + lapias 4 =
0.70 + 0.40 = 1.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.8. Penurunan Kelompok Tiang M


- Data penyelidikan tanah bor – 2 ( BH – 2 ), lihat Gambar 5.9
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 17.50 = 11.67 m
- P = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 11.67 m = tanah lapis ke 3

1. Penurunan lapis ke 3
o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 )
= 12.13 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 0.40 / 12.13
= 0.03 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] =
31.29 t/m2
o’ + = 12.13 + 31.29
= 43.42 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2

Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )


Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

3.83 0.4 3.83 12.13 + 31.29


= 0.03 log + 0.39 log
1 + 2.20 12.13 1 + 2 .2 12.13
V - 56
= 0.03* [- 1.48] + 0.47*0.55
= 0.008 m
= 0.80 cm

2. Penurunan lapis ke 4
o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 )
= 18.64 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 0.40 / 18.64
= 0.02 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] =
2.65 t/m2
o’ + = 18.64 + 2.65
= 21.29 t/m2 > p’ = 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.65


= 0.03 log + 0.39 log
1 + 2.20 18.64 1 + 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.06
= 0.005 m
= 0.50 cm
- Penurunan total pada fondasi M =
- Penurunan, lapis 3 + lapias 4 =
0.80 + 0.50 = 1.30 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.9. Penurunan Kelompok Tiang L dan O


- Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m
-P = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3
V - 57
1. Penurunan lapis ke 3

o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 )
= 14.29 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 10.00 / 14.29
= 0.70 < 1, tanah UC clay
’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+1.42 )*(1.60+1.42)] =
44.12 t/m2

o’ + = 14.29 + 44.12
= 58.410 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2

Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )


Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

2.83 10 2.83 14.29 + 44.12


= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 15.26 1 + 1.60 14.29

= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.60


= 0.006 m
= 0.60 cm
1. Penurunan lapis ke 4

o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00)
= 20.42 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 10.00 / 20.42
= 0.48 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+6.42 )*(1.60+6.42)] =
3.46 t/m2
o’ + = 20.42 + 3.46
= 23.88 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2

V - 58
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

10 10 10 20.42 + 3.46
= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.07
= 0.008 m
= 0.80 cm
- Penurunan total fondasi L dan O = 0.60 + 0.080
= 0.68 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.10. Penurunan Kelompok Tiang P


- Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
- 2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m
-P = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3
1. Penurunan lapis ke 3

o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 )
= 14.29 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 10.00 / 14.59
= 0.70 < 1, tanah UC clay
’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+1.42 )*(1.60+1.42)]
= 46.49 t/m2
o’ + = 14.29 + 46.49
= 60.78 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2

Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )


Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

V - 59
2.83 10 2.83 14.29 + 46.69
= 0.03 log + 0.3 log
+
1 1.60 15.26 +
1 1.60 14.29
= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.63
= 0.006 m
= 0.60 cm
2. Penurunan lapis ke 4

o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00)
= 20.42 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 10.00 / 20.42
= 0.48 < 1, tanah UC clay
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+6.42 )*(1.60+6.42)] =
4.67 t/m2
o’ + = 20.42 + 4.67
= 25.09 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

10 10 10 20.42 + 4.67
= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.09
= 0.011 m
= 1.10 cm
- Penurunan total fondasi P = 0.60 + 1.14
= 1.84cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.11. Penurunan Kelompok Tiang K


- Data penyelidikan tanah yang seharusnya memakai data bor – 4 ( BH – 4 ),
karena data bor- 4 tidak lengkap maka di pakai data bor- 3 ( BH- 3). Bor -3 (
BH- 3 ) adalah titik bor yang terdekat dengan fondasi K ,( lihat Gambar 5.4 )
dengan asumsi dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah (lihat

V - 60
Gambar 5.3.a, dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan antara BH-4 dengan BH –
3
- Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10
- Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m
- Po = 203.39 ton ( lihat sub bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3
.Penurunan lapis ke 3

o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 )
= 14.29 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 10.00 / 14.29
= 0.70 < 1, tanah UC clay
’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 4.19 / [(0.40+1.42 )*(0.4+1.42)] = 1.15
t/m2
o’ + = 14.59 + 1.15
= 15.74 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2

Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )


Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

2.83 10 2.83 14.59 + 1.15


= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 15.26 1 + 1.60 14.59
= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.03
= 0.003 m
= 0.03 cm
1. Penurunan lapis ke 4

o = (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00)
= 20.42 t/m2
’ ’
OCR = p/ o

= 10.00 / 20.42
= 0.48 < 1, tanah UC clay
V - 61
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 4.19/ [(0.40+6.42 )*(0.40+6.42)] =
0.31 t/m2
o’ + = 20.42 + 0.31
= 20.73 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari persamaan 3.9 )
Ho p' Ho o'+
SC = cr log + cc log
1+eo o 1+eo o'

10 10 10 20.42 + 0.31
= 0.03 log + 0.3 log
1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.007
= 0.0009 m
= 0.09 cm
- Penurunan total fondasi K =
0.03 + 0.09 = 0.12 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK

5.6.12.Resume Penurunan Fondasi Tiang Pancang


Tabel 5.7 , Resume Hasil Perhitungan Penurunan Tiang Pancang
No Tipe fondasi Penurunan ( Sc ) Syarat batas
( cm ) penurunan (cm )
1 Fondasi A dan D 0.10 6.5
2 Fondasi B dan C 0.10 6.5
3 Fondasi E dan H 0.10 6.5
4 Fondasi F dan G 0.09 6.5
5 Fondasi I dan N 1.30 6.5
6 Fondasi J 1.10 6.5
7 Fondasi M 1.30 6.5
8 Fondasi K 0.12 6.5
9 Fondasi L dan O 1.84 6.5
10 Fondasi P 1.84 6.5

V - 62
5.7. Perencanaan Sloof ( Tie Beam )

K o lo m 9 0 x 9 0
S lo o f

P oor

Mg Mg = 6 .5 c m

VA
VB

L = 6 0 0 cm

Gambar 5.11. Skema pemodelan Beban Soof

Data – data :
- Panjang Bentang ( L ) = 6.00 m
- Asumsi ukuran sloof = 60 x 40 cm
- Asumsi penurunan fondasi diambil syarat batas maksimum penurunan pada
tanah lempung ( ) = 6.5 cm
- Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
- Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 Fc' Mpa = 4700 30
= 25742.96 Mpa = 257429.6 kg/cm2
- Tegangan leleh tulangan baja (fy)
a. Untuk tulangan pokok dipakai besi ulir ( fy = 400 Mpa )
b. Untuk sengkang dipakai besi polos ( fy= 240 Mpa )

5.7.1. Perencanan Tulangan Lentur


Momen yang terjadi pada sloof ( M ) = Mu
M = 6 EI
L2
I = 1/12 b h3
= 1/12 * 60 * 403
= 320000cm4

V - 63
M = 6 * 257429.6 * 320000 * 6.5
600 2
= 950492.8 kg cm
= 9.5 t m
= 95 kN m

d diambil = 6.5 cm
d = h – d’
= 40 – 6.5
= 33.5 cm
= 335 mm
d’ / d = 6.5 / 33.5
= 0.19 0.20
Mu = 95.00
2
bd 0.60*0.3352
= 1410.85 kN/m
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 )
1400 = 0.0042 dan 1600 = 0.0056
interpolasi = 1410.85 = 0.0042 + [(10.85/200)*(0.0056 – 0.0042)]
= 0.0043
Luas tulangan ( As )
As = bd
= 0.0043 *600*335
= 864.3 mm2
Tulangan tarik = tulangan tekan, dipakai = 2 Ø 25 mm = As = 982 mm2
Tulangan tekan = tulangan tarik, karena asumsi goyangan tidak beraturan

5.7.2. Perencanan Tulangan Geser


Gaya lintang yang terjadi pada sloof ( P) =
P = 12 EI
L3
I = 1/12 b h3
= 1/12 * 60 * 403

V - 64
= 320000 cm4
P = 12 * 257429.6 * 320000* 6.5
600 3
= 29747.42 kg
Vu = P
bd
= 29747.42
60 * 33.5
= 14.80 kg/cm2
Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( Persamaan 2.40 )
= 0.1 30
= 0.55 Mpa
= 5.5 kg/cm2
ØVs = Vu - Øvc
= 14.80 – 5.5
= 9.3 kg/cm2
Gaya geser = gaya sengkang
Øvs L b = n As Ø fy
Tulangan dicoba Ø 12 mm =
- As = 113 mm2 * 2
= 2.26 cm2
9.3*600*60 = n *2.26*(0.6*2400)
334800= 3254.4 n
n = jumlah sengkang = 102.88 bh
s = jarak sengang = 600/102.88
= 5.83 cm 5 cm

V - 65
5.8. Perencanaan Poor ( Pile cap )
5.8.1. Perencanaan Poor ( Pile cap ) Kelompok Tiang
Data – data
- Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
- Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 Fc' Mpa = 4700 30
= 25.742,96 Mpa = 257429.6 kg/cm2
- Tegangan leleh tulangan baja (fy) = 400 Mpa
- Ukuran penampang tiang pancang = 40x 40 cm
- Kapasitas tiang tunggal diambil yang terbesar = 207.97 ton = Pu1 ( lihat Sub
Bab 5.4 )
- Tebal poor diasumsikan = 125 cm

V - 66
500 600 600 500

30

40 1000 mm

30

300 400 800 400 300

Kolom 90 x 90 cm

1250 mm

Tiang pancang 400x400


mm, L = 22000 mm

300 400 800 400 300

Gambar 5.12, Sketsa Penampang Poor Fondasi Kelompok Tiang

V - 67
Mu VA Pu

L = 60 cm

Gambar 5.13, Pemodelan Pembebanan Poor Fondasi Kelompok Tiang

- Perencanaan Poor
- Kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan tiang pancang ( Pu 2)
Po = 0.85 fc’ ( Ag – Ast ) + Ast *fy
Ag = 40*40 = 1600 cm2
Ast = 8 D25 = 30.41 cm2 ( asumsi )
Po = [ 0.85 *300 (1569.59) ] + ( 30.41 * 4000 )
= 521885.45 kg
= 521.885 ton
Pu 2 = Ø Po
= 0.65 * 521.885
= 339.23 ton
Pu1 dan Pu2 diambil yang terkecil
Jadi diambil Pu1 = 207.97 ton = Pu

1. Perhitungan Lulangan Lentur


Mu = 207.97 * 0.60
= 124.782 t m
= 1247.82 kN m

Mu = 1247.82
2
bd 1.00 * 1.192
= 881.17
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 )
d ' / d = 6 / 119 = 0.05 0.1
= 800 = 0.0026 dan 1000 = 0.0033

V - 68
interpolasi = 4279.22 = 0.0026 + [ (81.17/200)* ( 0.0033 – 0.0026 )]
= 0.0028
Luas tulangan ( As )
As = bd
= 0.0028 *1000*1190
= 3332 mm2
Tulangan dipakai 12 Ø 19mm = As = 3408 cm2
Jarak tulangan = 100 / 12 = 8.22 7.5 cm

2. Perhitungan Tulangan Geser


VA = Pu
Vu = VA
bd
= 207970
100*119
= 17.47 kg /cm2
Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( persamaan 2.40 )
= 0.1 30
= 0.55 Mpa
= 5.5 kg/cm2
ØVs = Vu - Øvc
= 17.47 – 5.5
= 11.97 kg/cm2
Gaya geser = gaya sengkang
Øvs L b = n As Ø fy
Tulangan dicoba Ø 19 mm = tualangan lentur ( asumsi )
- As = 284 mm2 * 2
= 568 cm2
11.97*60*100 = n *568*(0.6*3900)
7182000 = 1329120 n
n = jumlah sengkang = 5.4 6 bh

V - 69
s = jarak sengang = 60 / 6
= 10 cm
- Maka tulangan lentur = tulangan geser ( diambil yang terkecil )
- Tulangan di pakai D19 – 7.5 cm

D 19-75

1000 mm
D19 – 75

2200 mm

Gambar 5.14 .Sketsa Penulangan Poor pada Fondasi Kelompok Tiang

5.9. Perhitungan Tulangan Tiang Pancang


- Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
- Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 Fc' Mpa = 4700 30
= 25.742,96 Mpa = 257429.6 kg/cm2
- Ukuran peampang tiang pancang = 40x40 cm
d ' = 40-6.5 = 33.5 cm
d ’/ d = 6.5/33.5 = 0.19 0.2
- Panjang tiang pancang diambil yang terdalam = 22.00 m
- Tiang pancang diasumsikan disambung 3 bagian = 22.00/ 3 = 7.33 7.50 m
- Asumsi beban tiang pancang adalah pada saat dipindahkan atau diangkat
dengan alat berat dengan digantung ujung – ujung tiang .
- Diasumsikan beban yang terjadi hanyalah berat sendiri tiang pancang
( beton bertulang ) = 2.400 kg/m3

V - 70
q
=

A R B

7.50 m

Gambar 5.13. Pemodelan Pembebanan Fondasi Tiang Pancang

q = 0.40*0.40*2400
=38.4 kg/m
R= q* L
= 38.4 * 7.50
= 288.00 kg
VA = VB = ½ R
= ½ 288.00
= 144.00 kg

5.9.1 Perencanan Tulangan Lentur


M = 1/8 q L2
= 1/8*38.4*7502
= 2707031.25 kg cm
= 27.07 t m
= 270.7 kN m

Mu = 270.70
bd2 0.400*0.3352
= 6030.30 kN/m

Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 )


6000 = 0.0219 dan 6200 = 0.0226
interpolasi = 6030.30 = 0.0219 + [(30.30/200)*(0.0226 – 0.0219)]
= 0.0220

V - 71
Luas tulangan ( As )
As = bd
= 0.0220 *400*33.5
= 2948.81 mm2
Tulangan tarik = tulangan tekan, dipakai = 8 Ø 22 mm = As = 3041 mm2

5.9.2 Perencanan Tulangan Geser


Vu = VA
bd
= 144.00
40*33.5
= 0.11 kg /cm2
Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( persamaan 2.40 )
= 0.1 30
= 0.55 Mpa
= 5.5 kg/cm2
Gaya yang diterima oleh sengkang (ØVs )
ØVs = Vu < Øvc
- Jadi gaya geser sudah mampu diterima oleh beton sendiri
- Maka tulangan dapat dipakai tulangan minimum
- Tulangan di pakai Ø8 – 15 cm

V - 72
BAB VI

STUDI KASUS PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

Beberapa kasus yang terjadi dalam perencanaan, seperti :


1. Prarencana dimensi balok tinggi balok (H) diambil 1/10 L – 1/12 L dan lebar
balok ½ H – 2/3 H diperoleh dimensi 400 x 600 mm dan setelah dicek dapat
digunakan.

2. Perencaan balok diupayakan untuk mendapatkan ukuran yang optimum. Di


Jakarta ρ = 0.001-0.015, dengan asumsi ρ =0.015 diperoleh dimensi balok
optimum 500 x 900 mm.

3. Perencanaan balok kantilever di usahakan momen yang terjadi pada tumpuan


kantilever ( jepit ) sama dengan momen yang terjadi pada tumpuan tengah (
menerus ) dengan tujuan balok kantilever tersebut ekonomis sehingga
didapatkan bentang kantilever 2000 mm .

4. Karena koefisien gempa dasar C untuk perhitungan periode bangunan dengan


cara empiris tidak sama dengan cara T Rayleigh ( 0.515 0.396 ), Sesuai
peraturan SNI Gempa 2003 pasal 6.2.2 nilainya tidak boleh menyimpang lebih
dari 20% . selanjutnya koefisien gempa dasar C memakai T = 1.26 detik..

5. Hasil As tulangan program Etabs kecil sehingga memakai As batas tulangan


balok T.

VI - 1
BAB VII

STUDI KASUS PERENCANAAN FONDASI

1. Pada tanah keras berdasarkan uji SPT, dari laboratorium penyelidikan tanah
tidak dicantumkan nilai kohesi (cu ),dan solusi untuk menghitung daya
dukung fondasi memakai data dari lapangan ( uji sondir dan SPT ).

2. Perencanaan fondasi berdasarkan data dari lapangan, setelah dibandingkan


antara uji sondir dan SPT, tanah keras uji SPT lebih dalam maka
perhitungan daya dukung fondasi dipakai uji SPT.

3. Data parameter-parameter tanah masih ada kekurangan dengan kedalaman


tertentu, sebagai contoh pada bor 2 ( BH -2 ),nilai cc, Pc, tidak dicantumkan
pada kadalaman di bawah 15.50 m, padahal untuk menghitung penurunan
(Sc) fondasi berdasarkan SPT diperlukan data tersebut. Maka untuk
mendapatkan data tersebut diambil data yang ada lapisan diatas kedalaman
tersebut, dengan asumsi jenis lapisan tanah tidak terlalu jauh perbedaanya
yaitu tanah lempung .

4. Data parameter-parameter konsolidasi tanah pada Bor 4 ( BH -4 ), tidak


lengkap maka dipakai parameter-parameter tanah yang paling dekat BH- 4,
dengan asumsi dilihat dari perkiraan potongan lapisan tanah ( Gambar 5.3.a
dan 5.3.b), tidak terlalu jauh perbedaan antara jenis lapisan tanah tersebut.

5. Pada perhitungan daya dukung fondasi, yang awalnya memakai metode


Meyerhof dan Vesic, tetapi tidak didapatkan formula atau rumus Vesic
untuk data SPT, maka untuk menghitung daya dukung fondasi di pakai
formula Meyerhof dam Schmertmann.

VII - 1
BAB VIII
PENUTUP

Berdasarkan hasil perencanaan yang dilakukan dan pemecahan masalah , maka


penulis mendapatkan beberapa kesimpulan untuk permasalahan yang berkaitan
dengan skripsi ini dan disertai dengan perumusan saran sebagai bahan masukan
dalam penyempurnaan perencanaan struktur bangunan.

8.1. Kesimpulan Perencanaan Struktur Atas


1. Perbedaan pemikiran atas perkiraan beban rencana yang akan dipikul oleh
bangunan akan membedakan gaya-gaya yang timbul, sehingga dalam proses
suatu perencanaan setiap perencanaan pasti berbeda. Hal ini disebabkan dari
keberanian setiap perencana untuk merencanakan efesiensi dan efektivitas dari
suatu bangunan tanpa meninggalkan dari 4 ( empat ) kriteria yang harus
dipenuhi dalam perencanaan, yakni kekuatan (strength), kenyamanan pemakai
(serviceeability), keselamatan (safety) dan umur rencana bangunan (
durability) .

2. Dalam pelaksanaan di lapangan titik pertemuan balok kolom harus mendapat


perhatian tersendiri, hal ini untuk menghindari keruntuhan geser akibat beban-
beban dan momen kapasitas dari balok dan kolom .

3. Dengan berasumsi bahwa harga beton jauh lebih rendah dari harga baja, maka
penulis beranggapan tulangan yang efisien di Jakarta ρ = 0.001-0.015,
dengan asumsi ρ =0.015 diperoleh dimensi balok optimum 500 x 900

8.2. Kesimpulan Perencanaan Fondasi


1. Fondasi tiang pancang dipakai dengan bahan tiang beton bertulang dengan
penampang persegi ( D ) dengan ukuran 40 x 40 cm , dengan kedalaman
kurang lebih antara 17.50 sampai dengan 22.00 m. Dari hasil perhitungan
kekuatan fondasi digunakan kelompok tiang, maka jarak antar tiang adalah
3.D.
VIII - 1
2. Metode perencanan fondasi memakai metode Meyerhof dan Schmertmann,
dan hasil perhitungan daya dukung fondasi tiang antara metode meyerhof dan
Schmertmann rata –rata hasil metode meyerhof lebih kecil, maka dipakai hasil
perhitungan meyerhof agar fondasi keamanannya tinggi .

3. Pada perhitungan daya dukung fondasi, jumlah yang dipakai ialah 2 tiang
pancang . ( lihat Tabel 5.6 ). Perhitungan penurunan fondasi telah memenuhi
syarat yaitu lebih kecil 6.5 cm,untuk tanah lempung ( lihat Tabel 3.2 dan
Tabel 5.7). Dari perhitungan maka fondasi tersebut sudah bisa digunakan.

8.3. Saran Perencanaan Struktur Atas


1. Setiap perencanaan dengan menggunakan program analisa struktur sebaiknya
diikuti pula pengecekan dengan program lain ( selain ETABS ) dan cara
manual. Hal ini untuk melihat selisih perbedaan dari hasil perhitungan agar
mendapatkan hasil dengan tingkat kepercayaan tinggi.

2. Perencanaan struktur proyek ini terdapat banyak aspek yang harus dianalisa.
Dalam skripsi ini hanya terbatas pada masalah yang dibahas, sehingga perlu
kelanjutan dalam hal pembahasan perencanaan sebagai penyempurnaan
perencanaan struktur bangunan dalam skripsi ini.

8.4. Saran Perencanaan Fondasi


1. Sebelum perhitungan daya dukung fondasi hendaklah difahami secermat
mungkin data penyelidikan tanah, karena data atau parameter-parameter tanah
akan menentukan jenis atau daya dukung fondasi.

2. Pada desain fondasi tiang pancang hendaklah dicoba dengan metode yang
lain ( selain metode Meyerhof dan schmertmann), karena masih ada metode
perhitungan daya dukung fondasi, contohnya metode Terzaghi, Vesic, Brinch
hansen, Skemton dan lain sebagainya. Kemungkinan perbedaan hasil
perhitungan daya dukung fondasi. Dari hasil- hasil metode lain tersebut dapat
VIII - 2
dipilih dengan adanya faktor tertentu, contohnya seperti faktor keamanan dan
ekonomis.

3. Perhitungan daya dukung fondasi tiang pancang hendaklah dicoba dari data
penyelidikan tanah dari uji laboratorium dan lapangan, yang bertujuan untuk
perbandingan keamanan dari hasil-hasil perhitungan tersebut.

4. Perhitungan daya dukung fondasi tiang pancang, dapat dicoba-coba dengan


kedalaman tertentu untuk mendapatkan daya dukung yang mampu memikul
beban fondasi tersebut, dengan data hasil penyelidikan tanah dari laboratorium
dan lapangan.

5. Fondasi tiang dapat dipakai tiang pancang dan bor, oleh karena itu hendaklah
dari kedua tiang tersebut dapat dihitung daya dukungnya. Kemudian dipilih
yang efektif untuk jadi pilihan.

6. Perhitungan penurunan fondasi ,selain penurunan konsolidasi masih ada cara


lain untuk menghitung penurunan fondasi contohnya, penurunan elastik atau
penurunan segera dengan metode Semi Epiris dan metode Empiris, yang dapat
menjadi pertimbangan dalam menghitung penurunan fondasi tiang.

7. Beban gempa atau gaya horisontal dan beban atau gaya angkat, dapat dijadikan
pertimbangan dalam mendesain fondasi.

VIII - 3
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA

Hoedajanto,Dradjat.1998. Desain Gedung Tinggi. Jakarta: haki.

Hardiyatmo,Hary Christady.2006.Teknik Fondasi 1.Yogyakarta: Beta Offset.

Hardiyatmo,Hary Christady.2006.Teknik Fondasi 2.Yogyakarta: Beta Offset.

Kusuma ,Gedeon .1995.Grafik dan Tabel peritungan Beton Bertulang


( CUR 4).Jakarta : Erlangga.

Kusuma,Gedeon .1997.Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang


( CUR 1).Jakarta : Erlangga

Muin, Resmi Bestari, 2007. Modul Kuliah Perencanaan Struktur Gedung.


Jakarta: Universitas Mercu buana.

Purnomo, Rahmat ,dkk.2007. Standart Nasional Indonesia ( SNI ), 2002.


( Tata Cara Perhitungan Struktur Beton, SNI 03-2847-2002 ).
Surabaya : its press.

Purnomo, Rahmat ,dkk. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa


( Sesuai SNI-1726 dan SNI-2847 terbaru ).

Raharjo,paulus P.2005.Manual Pondasi Tiang, Bandung : GEC Universitas


Kotolik Parahyangan.

Simatupang,Pintor Tua. 2004. Rekayasa Pondasi II. Jakarta: Universitas


Mercu Buana

Vidayanti,Desiana .2005. Modul kuliah Mekanika Tanah. Jakarta : Universitas


Mercu Buana

IX - 1
BAB XI
GAMBAR DETAIL

XI - 1

Anda mungkin juga menyukai