Anda di halaman 1dari 56

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA

TRIANGULAR ARC TRUSS BENTANG 60 METER

Disusun Oleh :

Untung Waluyo

41112110034

UNIVERSITAS MERCU BUANA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

2017

1
Bab I Pendahuluan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangunan bentang lebar merupakan bangunan yang memungkinkan

penggunaan ruang bebas kolom yang selebar dan sepanjang mungkin. Guna

dan fungsi bangunan bentang lebar dipergunakan untuk kegiatan seperti

olahraga yang berupa gedung stadion. Salah satunya adalah Stadion polo air

Jakabaring Palembang, sebagai bangunan yang ditujukan untuk kepentingan

nasional yaitu penyelengaraan Asian Games di Palembang. Stadion polo air

Jakabaring, bangunan olahraga dengan ukuran 85 x 67 meter memerlukan

bentang ruang bebas selebar 60 meter dan tinggi ruang 19 meter. Pada tugas

akhir ini penulis akan merencanakan sruktur rangka atap yang akan

digunakan pada gedung olahraga polo air.

Gambar 1.1 Denah Stadion Polo Air Jakabaring Palembang

I- 1
Bab I Pendahuluan

Gambar 1.2 Potongan Melintang Stadion Polo Air Jakabaring Palembang

Pada perencanaan desain rangka atap stadion polo air jakabaring Palembang

ini penulis akan menggunakan sistem triangular truss. Tujuan digunakan

sistem triangular truss adalah dengan mempertimbangkan segi efisien dan

kefektifan dari beberapa teknologi sistem struktur atap untuk bentang lebar

yang ada pada saat ini. Dengan desain struktur ini diharapkan bangunan

stadion tetap memiliki nilai estetika sebagai bangunan yang akan digunakan

pada gelaran pesta olahraga Asian Games 2018

1.2 Perumusan Masalah

Berikut rincian permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini :

1. Desain perencanaan struktur rangka atap stadion polo air dengan sistem

triangular truss bentang 60 meter

2. Pemodelan struktur rangka atap dengan program SAP 2000

3. Menentukan dimensi profil batang dan ukuran kelengkungan rangka atap

4. Pembebanan kerja pada struktur rangka yang mengacu pada SNI 1727 :

2013 ( Non Gempa )

I- 2
Bab I Pendahuluan

1.3 Maksud dan Tujuan Perancangan

Maksud dan tujuan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mampu merencanakan struktur rangka atap yang memenui syarat-syarat

pada peraturan perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung sesuai

SNI 1729 : 2015.

2. Dapat memberikan solusi untuk disain penampang yang optimum

3. Bentuk dari disain struktur yang dihasilkan dapat menyesuaikan bentuk

estetika arsitektural bangunan yang menggunakan konsep lengkung.

1.4 Manfaat Perancangan

Dari tugas akhir ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagi penulis yaitu

menambah ilmu pengetahuan tentang struktur rangka ruang/rangka batang

dan khususnya pengetahuan desain pada konstruksi baja dan bagi pemilik

proyek dapat dijadikan masukan untuk memilih sistem struktur dan bahan

material yang akan digunakan .

1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih memfokuskan pada masalah yang akan dibahas, berikut

pembatasan masalah yang ditetapkan :

1. Merencanakan struktur atap lengkung bentang 60 meter dengan

menggunakan sistem triangular truss rangka batang

2. Menentukan profil penampang pipa baja untuk batang utama dan cabang

dengan desain yang optimal.

3. Menggunakan metode perancangan LRFD (Load and Resistance Factor

Design).

4. Tidak termasuk metode konstruksi untuk pemasangan struktur atap

I- 3
Bab I Pendahuluan

5. Tidak memperhitungkan desain kolom, pondasi dan lantai beton.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah,

maksud dan tujuan, manfaat perancangan, ruang lingkup dan batasan

masalah, metode perancangan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memuat semua rujukan dalamtugas akhir yang berisikan teori-teori,

peraturan, dan batasan batasan yang menimbulkan gagasan dalam

perancangan dalam tugas akhir ini.

BAB III METODA PERANCANGAN

Berisi data pendukung untuk tahap perancangan serta diagram alir/ tahapan

proses perhitungan.

BAB IV ANALISIS STRUKTUR DAN DESAIN

Hasil perhitungan perencanaan yang dilakukan dengan analisis struktur

berdasarkan data dari bab sebelumnya dengan pendekatan dan optimasi

desain.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran yang diberikan guna penelitian atau

pengembangan lebih lanjut.

I- 4
Bab III Tinjauan Pustaka

BABII

TINJAUANPUSTAKA

2.1 TinjauanUmum

2.1.1 SistemTruss (RangkaBatang)Baja

Menurut Daniel Schodek (1991), elemen rangka batang merupakan susunan

elemen linear yang membentuk segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga

menjadi bentuk rangka yang tidak dapat berubah bentuk apabila diberi

beban eksternal pada satu atau lebih batangnya. Setiap elemen tersebut

secara khas dianggap tergabung pada titik hubung sendi. Batang-batang

disusun sedemikian rupa sehingga semua beban dan reaksi hanya terjadi

pada titik hubung tersebut.

Gambar2.1.Susunanbatangyangstabildantidakstabil
(Sumber:DanielLSchodek1991)

Prinsip utama yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur

pemikul beban adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga

hingga menjadi bentuk stabil.Perhatikan kedua struktur terhubung sendi

seperti terlihat pada gambar 2.1 (a) dan 2.1 (b).Apabila struktur tersebut

diberi beban seperti terlihat pada gambar 2.1 (a), maka akan ada deformasi

massif. Ini adalah struktur tak stabil yang membentuk mekanisme runtuh

II-1
Bab III Tinjauan Pustaka

(collapse) apabila dibebani. Sebaliknya, konfigurasi segitiga pada batang-

batang seperti terlihat pada gambar 2.1 (b) tidak dapat dapat berubah atau

runtuh seperti contoh pada gambar 2.1 (a) , dengan demikian struktur

bentuk ini adalah stabil.

Gambar 2.2.Struktur segitiga


(Sumber : Daniel L Schodek 1991)

Setiap deformasi yang terjadi pada struktur stabil adalah minor dan

digabungkan dengan perubahan panjang batang yang diakibatkan oleh gaya

yang timbul didalam batang sebagai akibat dari beban eksternal. Gaya

eksternal menyebabkan timbulnya gaya pada batang-batang struktur bentuk

stabil dan gaya-gaya tersebut adalah tarik atau tekan , tidak ada lentur

2.1.2. SistemSpace Truss ( Rangka Ruang )

Sistem rangka ruang merupakan perakitan 3 dimensi dari elemen-elemen

linear, sehingga beban yang dipikul akan didistribusikan secara 3 dimensi.

Sambungan antar elemen tidak memikul momen atau torsi.Masing-masing

elemen hanya memikul beban aksial tarik atau tekan.Sistem struktur ini

II-2
Bab III Tinjauan Pustaka

sering digunakan untuk struktur atap bangunan industri dan komersial untuk

menutup area yang luas tanpa kolom penyangga di tengah bentang (Freitas,

2011). Dalam beberapa kasus konstruksi, struktur rangka ruang dapat

dipakai untuk menopang permukaan atap datar maupun melengkung.Sistem

rangka ruang juga mempunyai efektifitas dalam biaya dan aplikasi dalam

struktur bentang besar jika dibandingkan dengan rangka batang bidang,

balok konvensional, dan sistem plat (Vacev, 2009).Untuk beberapa aplikasi

struktur bangunan kubah, dimana beban atau gaya yang disalurkan pada

sambungan nodal, profil batang pipa atau batang kotak lebih cocok dari

pada profil lain karena lebih efisien pada arah tekan, memiliki jari-jari girasi

dan momen inersia yang tinggi pada semua area.

Sistem rangka ruang terdiri dari beberapa elemen penyusun yaitu elemen

atas (top chord), elemen bawah (bottom chord) dan elemen diagonal yang

biasanya disambungkan dengan elemen penyambung (node). Tetapi ada

juga system rangka ruang yang disambung tanpa menggunakan elemen

penyambung atau menggunakan sistem las antar elemen (Freitas, 2011)

Gambar 2.3Bentuk Dasar Sistem Rangka Ruang


(Sumber : Daniel L Schodek 1991)

II-3
Bab III Tinjauan Pustaka

Elemen dasarpembentukstrukturrangkabatang ruanginiadalah :

(a)Rangkabatangruangrectangular.

(b)Piramid dengan dasarsegiempat membentuk oktahedron.

(c)Piramid dengan dasarsegiempat membentuk tetahedron.

2.1.3. Jenis Sistem Rangka Ruang

Selama 40 tahun, penggunaan sistem rangka ruang ini semakin

luas.Pengembangan bentuk dan model sambungan juga sering dilakukan

untuk menarik perhatian pengguna jasa konstruksi struktur bentang panjang

(Kadhum, 2010). Menurut Kadhum (2010), sistem rangka ruang dapat

dikelompokkan secara umum menjadi 2 jenis, yaitu :

1.Sistem rangka elemen pendek

Sistem ini biasanya menggunakan elemen penyambung (node

connectors).Sekarang semakin banyak system rangka model ini yang

tersedia di pasar. Sistem rangka elemen pendek umumnya terdiri dari

elemen penyusun yang hampir sama (dimensi panjang dan penampangnya)

dan disambungkan dengan elemen penyambung tertentu. Node atau elemen

penyambung yang digunakan umumnya sudah dipatenkan sehingga

menyebabkan penggunaan menjadi terbatasdan relatif lebih mahal.

Gambar 2.4Sistem Rangka Ruang dengan Node Connectors


(Sumber : Kim, 2007)
II-4
Bab III Tinjauan Pustaka

2.Sistem rangka elemen menerus

Sistem rangka elemen menerus yang tidak menggunakan node connector

untuk penyambungan.Untuk mengatasi harga satuan yang mahal pada

sistem rangka ruang, pengembangan dilakukan dengan metode

penyambungan yang tidak bergantung pada elemen penyambung special

(special node connector). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, elemen

struktur rangka ruang dibuat menerus sampai tersambung dengan elemen

lain. Umumnya penyambungan antar elemen menggunakan sambungan las.

Gambar 2.5Sistem Rangka Ruang tanpa node connectors


(Sumber :www.eco-schulte.com)

Model sambungan adalah bagian terpenting dan elemen dominan dalam

perakitan.Keunggulan dari sistem rangka ruang bergantung pada model

sambungan yang dipakai (Vacev, 2009). Banyak sekali model sambungan

yang sudah digunakan di pasar konstruksi.Model-model sambungan tersebut

juga dipatenkan sebagai keunggulan sistem rangka masing-masing

ahli/penyedia jasa. Di Indonesia sistem las paling populer digunakan karena

banyak fabricator baja di Indonesia yang tidak mempunyai paten node

II-5
Bab III Tinjauan Pustaka

Connector dan harga satuan sistem rangka ruang sambungan las ini relatif

lebih murah. Selain sistem sambungan las, perakitan elemen rangka

menerus juga bisa menggunakan sistem baut (bolted connection).

Sambungan baut lebih dipilih daripada sambungan las karena memudahkan

pengiriman, perakitan yang relatif lebih cepat, mengurangi biaya, dan lebih

mudah dibongkar untuk pekerjaan.perluasan atau modifikasi (Freitas,

2011).Salah satu model sambungan baut pada sistem rangka yang umum

digunakan adalah Staking end-flattened tubes. Kelemahan dari model

sambungan ini adalah terjadinya eksentrisitas momen tekuk dan mengurangi

kekakuan pada pipa akibat proses perataan pipa.Berikut adalah aplikasi

sambungan Staking end-flattened tubes.

.
Gambar 2.6Model sambungan Stacking end-flattened tubes
(Sumber : Freitas, 2011)

2.2 Filosofi Desain

2.2.1. Konsep Desain LRFD (Load and Resistance Factor Design)

Dengan mengacu pada SNI 1729-2015 yang sudah mengadopsi penuh

AISC 360-2010, desain kekuatan struktur baja dapat dipilih antara DFBK

II-6
Bab III Tinjauan Pustaka

(Design Faktor Beban dan Ketahanan)/ LRFD (Load and Resistance Factor

Design) atau menggunakan DKI (Desain Kekuatan Ijin).Pada Tugas Akhir

ini dibahas dengan ketentuan DFBK/LRFD saja dan guna memudahkan

penyebutan maka selanjutnya digunakan singkatan LRFD saja seperti yang

sudah digunakan secara umum.Perencanaan LRFD dianggap memenuhi

syarat jika kuat perlu Ru lebih kecil dari kuat rencana ɸ Rn dengan ɸ adalah

faktor tahanan yang nilainya bervariasi tergantung perilaku aksi komponen

yang ditinjau pada Table 2.3. Jadi konsep dasar ketentuan LRFD adalah :

Ru ≤ ∅.Rn ............................................................................(Pers.2.1)

Dimana :

ϕ = faktor resistensi yang berkaitan dengan kekuatan tarik (Faktor

Tahanan)

Rn = kekuatan nominal batang tarik

Ru = beban terfaktor batang tarik (LRFD)

Tabel 2.1 Faktor Tahanan

Komponen Struktur Faktor Tahanan ɸ

Lentur 0,90
Tekan Aksial 0,00
Tarik Aksial
- Tarik Leleh 0,90
- Tarik Fraktur 0,75
Geser*) 0,90
Sambungan Baut
- Baut Geser 0,75
- Baut Tarik 0,75

II-7
Bab III Tinjauan Pustaka

- Kombinasi geser dan tarik 0,75


- Baut Tumpu 0,75
Sambungan Las
- Las Tumpul Penetrasi Penuh 0,90
- Las Sudut / tumpul penetrasi sebagian 0,75
- Las Pengisi 0,75
Sumber :SNI 1729-2015 Spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural (2015)

2.2.2. Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara

pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur

layannya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit.Dan pada

umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja.

Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat

diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen,

dalam suatu struktur umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika

beban–beban yang bekerja pada suatu struktur telah diestimasi, maka

masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi beban yang

paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut. Beberapa

jenis beban yang sering dijumpai antara lain adalah :

a. Beban Mati

Adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang,

termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,

finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya

serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Beberapa contoh

berat dari beberapa komponen bangunan penting yang digunakan untuk

II-8
Bab III Tinjauan Pustaka

menentukan besarnya beban mati suatu gedung/bangunan khususnya untuk

bangunan konstruksi atap diperlihatkan dalam tabel berikut :

Tabel 2.2Berat Sendiri Bahan

Bahan Bangunan Berat


Baja 7850 kg/m³
Besi Tuang 7250 kg/m³
Komponen Gedung
Penutup atap seng (BJLS-25)
(Tanpa Gording) 10 kg/m³
(Sumber: PPIURG, 1987)

b. Beban Hidup

Adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya,

dan timbul akibat penggunaan suatu gedung. Termasuk beban ini adalah

berat manusia, perabotan yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, dan

barang-barang lain. Berdasarkan SNI 1727:2013 beban hidup untuk struktur

rangka atap diambil yang terbesar pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.3 Beban hidup terdistribusi merata minimum dan beban hidup
terpusat minimum

Sumber : (SNI 1727 : 2013)

II-9
Bab III Tinjauan Pustaka

c. Beban Angin

Adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat tekanan-tekanan dari

gerakan angin. Beban angin sangat bergantung dari lokasi dan ketinggian

dari suatu struktur bangunan. Pada SNI 1727 : 2013 pasal 26 parameter

beban angin ditentukan sebagai berikut :

1. Kecepatan angin dasar (V)

Kecepatan angin dasaryang digunakan dalam menentukan beban angin

desain dibangunan gedung dan struktur lain harus ditentukan dari Instansi

yang berwenang, sesuai dengan kategori risiko bangunan gedung dan

struktur. Angin harus diasumsikan datang dari segala arah horizontal.

Kecepatan angin dasar harus diperbesar jika catatan atau pengalaman

menunjukkan bahwa kecepatan angin lebih tinggi daripada yang ditentukan.

2. Faktor arah angin,(Kd )

Faktor Arah Angin (Kd), didapatkan dari Tabel 2.3. Faktor ini hanya akan

dimasukkan dalam menentukan beban angin ketika kombinasi beban yang

ditentukan digunakan untuk desain. Pengaruh arah angin dalam menentukan

beban angin harus didasarkan pada analisis untuk kecepatan angin.

Tabel.2.4. Faktor Arah Angin

Sumber : (SNI 1727 : 2013)


II-10
Bab III Tinjauan Pustaka

3. Kategori eksposur

Untuk setiap arah angin yang diperhitungkan, eksposur lawan

angindidasarkan pada kekasaran permukaan tanah yang ditentukan dari

topografi alam, vegetasi, dan fasilitas dibangun.Untuk setiap arah angin

yang diperhitungkan, beban angin untuk desainSPBAU bangunan tertutup

dan bangunan tertutup sebagian dengan menggunakanProsedur Pengarah

harus didasarkan pada eksposur.Beban angin untuk desain bangunan

terbuka dengan atap bebas miring sepihak,pelana, atau cekung harus

berdasarkan pada eksposur, nilai eksposur dapat diperoleh pada tabel 2.4

Tabel 2.5 Koefisien Kecepatan Tekanan Eksposur (Kz atau Kh)

Sumber :(SNI 1727:2013)

4. Faktor topografi, Kzt

Kecepatan angin efek di perbukitan yang terisolasi, pegunungan, dan tebing

curam merupakan perubahan mendadak dalam topografi umum, yang

terletak di setiap kategori paparan, harus dimasukkan dalam desain saat


II-11
Bab III Tinjauan Pustaka

bangunan dan kondisi lokasi lain dan lokasi dari struktur memenuhi semua

kondisi berikut:

- Bukit diisolasi dan melawan angin oleh fitur topografi lain yang tinggi

sebanding untuk 100 kali tinggi fitur topografi (100 H) atau 2 mil (3,22 km),

mana yang kurang. Jarak ini harus diukur secara horizontal dari titik di

mana H ketinggian bukit, punggungan, atau lereng adalah ditentukan.

- Bukit menjorok di atas ketinggian fitur medan melawan angin dalam 2 mil

(3,22 km) radius pada kuadran manapun dengan faktor dua atau lebih.

- Struktur ini terletak di atas satu setengah dari bukit atau punggung bukit

atau dekat puncak sebuah lereng.

- H/Lh ≥ 0,2.

Kecepatan angin efek harus dimasukkan dalam perhitungan beban angin

desain dengan menggunakan faktor Kzt :

Kzt = (1 + K1.K2.K3)2 …………………………………(Pers.2.2)

di mana K1, K2, dan K3 diberikan pada Tabel 2.3. Jika kondisi tempat dan

lokasi struktur lakukan tidak memenuhi semua kondisi maka Kzt = 1,0.

Tabel 2.6Faktor Topografi Kzt

Sumber: (SNI 1727 : 2013)

II-12
Bab III Tinjauan Pustaka

5. Faktor efek-tiupan angin (Kd)

Untuk bangunan kaku atau struktur lain diizinkan untuk menjadi diambil

sebagai 0,85.

6. Klasifikasi ketertutupan dan koefisien tekanan internal, (GCpi)

Tabel 2.7 Koefisien Tekanan Internal


Klasifikasi Ketertutupan (GCpi)
Bangunan Gedung Terbuka 0,00
Bangunan Gedung tertutup sebagian +0,55
-0,55
Bangunan gedung tertutup +0,18
-0,18
Sumber : (SNI : 1727:2013)

7. Tekanan Perpecatan (velocity)

Tekanan percepatan (qz) dievaluasi pada ketinggian z dihitung dengan

persamaan berikut:

qz = 0,00256 Kz x Kzt x Kd x V2(Ib/ft2)……………………(Pers.2.3)

Dalam SI: qz = 0.613.K. Kzt.Kd.V2(N/m2); V dalam m/s

Dimana :

Kd = Faktor arah angin,

Kz = Koefisien kecepatan tekanan eksposur

Kzt = faktor topografi

V = kecepatan angin dasar

qz = kecepatan tekanan

qh = tekanan kecepatan dihitung

Koefisien 0,00256 (0.613 dalam SI) harus digunakan kecuali data iklim

yang cukup tersedia untuk membenarkan pemilihan nilai yang berbeda

koefisien ini untuk aplikasi desain.


II-13
Bab III Tinjauan Pustaka

d. Beban Hujan

Setiap bagian dari suatu atap harus dirancang mampu menahan beban dari

semua air hujan yang terkumpul. Ketentuan mengenai besarnya beban

mati, beban hidup, beban angin, beban gempa dan beban hujan mengacu

kepada SNI-1727-2013 (Beban minimum untuk perancangan bangunan

gedung dan struktur lain)

e. Beban Gempa

Struktur utama yang paling berperan terhadap gempa adalah pondasi.

Getaran pada pondasi akan diteruskan ke bagian badan bangunan.

- Gempa Horizontal

- Gempa Vertikal

- Koreksi Waktu Getar

Gempa menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar.

Pada saat bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur bangunan

karena adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan

dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia, besar gaya

tersebut bergantung pada banyak faktor yaitu:

 Massa bangunan

 Pendistribusian massa bangunan

 Kekakuan struktur

 Jenis tanah

 Mekanisme redaman dari struktur

 Perilaku dan besar alami getaran itu sendiri

 Wilayah kegempaan

II-14
Bab III Tinjauan Pustaka

 Periode getar alami

Sedangkan faktor-faktor yang mengakibatkan kerusakan akibat gempa bumi

adalah kekuatan gempabumi, kedalaman gempabumi, jarak hiposentrum

gempabumi, lama getaran gempabumi, kondisi tanah setempat, dan kondisi

bangunan.

Pada pembangunan suatu konstruksi harus memperhitungkan gaya gempa

yang akan terjadi dan harus memperhatikan kekakuan, stabilitas, dan

elastisitas pada struktur konstruksi bangunan tersebut. Semua unsur struktur

menara harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai

dengan zona gempanya. Apabila bangunan terletak pada lokasi tanah yang

dapat terjadi likuifaksi, maka struktur bawah bangunan harus mampu

menahan gaya tersebut.

Tabel 2.4. Kategori Resiko Bangunan untuk Beban Gempa

Jenis pemanfaatan Kategori


risiko
Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas

yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

- Bangunan-bangunan monumental.

- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan.

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang IV

memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat.

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans dan kantor

polisi serta garasi kendaraan darurat.

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin

II-15
Bab III Tinjauan Pustaka

badai dan tempat perlindungan darurat lainnya.

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi

dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat.

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya

yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat.

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi,

tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,

struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran

atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau

material atau peralatan pemadam kebakaran) yang

disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan

darurat.

Gedung dan non gedung yaang dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang

masuk ke dalamkategori risiko IV.

Sumber: SNI -1726-2012

Tabel 2.5. Faktor Keutamaan Gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber: SNI -1726-2012

II-16
Bab III Tinjauan Pustaka

Kombinasi Beban

Desain kekekuatan struktur pada tugas akhir ini menggunakan kombinasi

beban terfaktor dimana struktur dan komponen harus dirancang

sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek

dari beban terfaktor dalam kombinasi berikut :

1). 1,4D

2). 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R)

3). 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + 0,5 (L atau 0,5W)

4). 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)

5). 1,2D + 1,0E + L + 0,2S

6). 0,9D + 1,0W

7). 0.9D +1.0E

Dimana :

D = beban mati

E = beban gempa

L = beban hidup

Lr = beban hidup atap

R = beban hujan

W = Beban angin

S = Salju

II-17
Bab III Tinjauan Pustaka

2.3. Perencanaan Komponen

2.3.1 Batang Tarik

a). Pembatasan Kelangsingan

Berdasarkan SNI 1729-2015 disebutkan bahwa tidak ada batas kelangsingan

maksimum untuk komponen struktur dalam tarik. Tetapi, disarankan untuk

komponen struktur yang dirancang berdasarkan tarik, rasio kelangsingan L/r

lebih baik tidak melebihi 300.

b). Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik desain, ØtPn, dan kekuatan tarik tersedia, Pn/Ωt, dari

komponen struktur tarik, harus nilai terendah yang diperoleh sesuai dengan

keadaan batas dari leleh tarik pada penampang bruto dan keruntuhan tarik

pada penampang neto.

- Untuk leleh tarik pada penampang bruto:

Pn=Fy .Ag………………………………………………..…(Pers.2.4)

Øt = 0,90 (DFBK)

- Untuk keruntuhan tarik pada penampang neto:

Pn=Fu .Ae…………………………………………………...(Pers.2.5)

Øt = 0,75 (DFBK)

c). Luas Neto Efektif

Luas neto efektif dari komponen struktur tarik harus ditentukan sebagai

berikut:

Ae = An U

II-18
Bab III Tinjauan Pustaka

dimana U, faktor shear lag, ditentukan seperti pada Tabel 2.7.

Tabel 2.8Faktor Shear Lag untuk sambungan pada Komponen Struktur


Tarik

Sumber : (SNI : 1729:2015)

2.3.2 Komponen Batang Tekan

a). Ketentuan Umum

Kekuatan tekan desain ØcPndan kekuatan tekan tersediaPn/Ωc, ditentukan

sebagai berikut

Kekuatan tekan nominal Pn, harus nilai terendah yang diperoleh berdasarkan

pada keadaan batas dari tekuk lentur, tekuk torsi dan tekuk lentur torsi

Øc= 0,90 (DFBK)

b). Panjang Efektif

Faktor panjang efektif, K, untuk perhitungan kelangsingan

komponenstruktur, KL/r harus < 200.

Keterangan :

L = panjang tanpa dibreising lateral dari komponen struktur (mm)

r = radius girasi (mm)

c). Tekuk Lentur dari Komponen Struktur Tanpa Elemen Langsing

Komponen struktur tekan elemen nonlangsing yaitu dimana rasio tebal

terhadap lebar tidak melebihi batasan rasionya, harus memenuhi kekuatan


II-19
Bab III Tinjauan Pustaka

tekan nominal yang berdasarkan keadaan batas dari tekuk lentur, yang

dinyatakan sebagai berikut:

Pn = Fcr * Ag…………………………………………….(Pers. 2.6)

dengan tegangan kritis, Fcr, ditentukan sebagai berikut:

- Bila ≤ 4,71* (atau ≤ 2,25)

Fcr = [ 0,658 ] * Fy………………………………….(Pers.2.7)

- Bila >4,71* (atau >2,25)

Fcr =[0,877 𝐹𝑒 ]……………………………………...(Pers.2.8)

Keterangan:

Fe = tegangan tekuk kritis elastis ditentukan sesuai dengan persamaan:

Fe = ……………………………………………..(Pers.2.9)

d). Tekuk Torsi dan Tekuk Torsi-Lentur dari Komponen Struktur

Tanpa Elemen Langsing

Tekuk torsi dan tekuk torsi-lentur ini diterapkan untuk semua komponen

struktur simetris ganda tanpa elemen langsing, dengan elemen-elemen

penampangnya mempunyai rasio lebar-tebal lebih kecil dari yang

ditentukan di Tabel 2.2. maka kekuatan tekan nominal harus memenuhi:

Pn = Fcr * Ag…………………………………………(Pers.2.10)

dengan tegangan kritis, Fcr ditentukan sebagai berikut:

∗ ∗ ∗
Fcr= 1− 1− ( )

II-20
Bab III Tinjauan Pustaka

dimana Fcry diambil sebagai persamaan 2.2 dan persamaan 2.3 untuk tekuk

lentur pada sumbu y simetris dan = untuk komponen struktur tekan

berbentuk T, dan = m untuk komponen struktur tekan siku ganda.

Sebagai pengganti analisis yang lebih teliti, jika modus tekuk melibatkan

deformasi relatif yang menghasilkan gaya geser pada konektor antara setiap

profil, yang diganti dengan mditentukan sebagai berikut:

- Untuk konektor menengah yang dibaut secara snug-tight:

𝐺𝐽
m= + ,dan fcrz = 𝐴 ∗ 𝑟 2
𝑔 𝑜

roadalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser

ro2= +xo2+yo2

H=1-

xo,yoadalah koordinat pusat geser terhadap titik berat, xo=0 untuk

penampang pipa (sumbu y-sumbu simetris)

Tabel2.9.Rasio Tebal Terhadap Lebar Elemen Tekan Komponen Struktur


yang Menahan Tekan Aksial
RasioTeba Batasan rasio
Deskripsi l terhadap tebal Contoh
lebar terhadap
lebar
1 Sayapdari profil
I canai panas
pelat yang
diproyeksikan
dari profil I
canai panas; b/t 0,56
kaki berdiri
bebasdari
sepasang siku
II-21
Bab III Tinjauan Pustaka

disambung
dengan kontak
menerus dari
kanal dan sayap
T
2 Sayap (flens)
dari profil I
tersusun dan [ ]
b/t 0,64*
pelat atau kaki
siku yang
diproyeksikan
dari profil I
tersusun
3 Kaki dari siku
tunggal, kaki 0,45
dari siku ganda
dengan b/t
pemisah,dan
semua elemen
tidak diperkaku
4 Stem dari T b/t
0,75
5 Badan dari
profil I simetris b/t
ganda dank anal 1,49
Dinding PSB
6 persegi dengan b/t
ketebalan 1,49
merata
7 Pelat penutup
sayap dan pelat
diafragma
antara deretan b/t 1,40
sarana
penyambung
atau las
8 Semua elemen
yang diperkaku b/t 1,49

9 PSB lingkaran 0,11


(pipa) D/t

Sumber : (SNI 1729:2015)

II-22
Bab III Tinjauan Pustaka

Tabel2.10.Rasio Tebal Terhadap Lebar Elemen Tekan Menahan Lentur

Rasio Batasan Rasio Tebal


Deskripsi Tebal tebal
terhadap Contoh
lebar ϒp ϒp Non
Kompak Kompak

Sayapdari
1 profil I canai
panas kanal b/t
dan sayap T 0,38 1,0

2 Sayap (flens)
dari profil I
tersusun
bentukprofil b/t
I simetris 0,38 0,95
.

ganda dan
tunggal

3 Kaki dari
siku tunggal, b/t 0,54
0,91
kaki dari siku

Sayap profil I
dan kanal
4 dalam lentur
pada sumbu b/t 0,38 1,0
lemah
5 Badan dari
profil I
simetris b/t 0,84 1,03
ganda dank
anal

II-23
Bab III Tinjauan Pustaka

6 Profil I h/tw
Simetris dan 3,76 5,76
cana simetris

Dinding PSB
persegi b/t 1,40
7 dengan 1,12
ketebalan
merata
8 Pelat penutup
sayap dan
pelat
diafragma b/t 1,12
1,40
antara
deretan
sarana
penyambung
atau las
9 PSB
lingkaran D/t 0,07 0,31
(pipa)

Sumber : (SNI 1729:2015)

2.3.3 Komponen Lentur dan Geser Penampang Pipa

,
Untuk penampang bundar atau pipa memiliki rasio D/t kurang dari

Kekuatan lentur nominal Mnharus nilai terendah yang diperoleh sesuai

dengan keadaan batas dari leleh (momen plastis) dan tekuk lokal.

Pelelehan : Mn =Fy . Z…………………………………….(Pers.2.11)

Tekuk lokal

a. Untuk penampang kompak, keadan batas dari tekuk lokal sayap tidak

diterapkan

b. Untuk penampang non kompak

II-24
Bab III Tinjauan Pustaka

0,021E+fy
Mn = D ………………………………….(Pers.2.12)
St
c. Untuk penampang dengan dinding langsing

Mn = Fcr . S……………………………………...…...(Pers.2.13)

Keterangan :

,
Fcr =
/

S = modulus penampang elastis (mm3)

t = ketebalan penampang (mm)

Geser Penampang Pipa

Kekuatan geser nominal, Vn, dari PSB bundar, sesuai dengan keadaan batas

dari pelelehan geser dan tekuk geser, harus ditentukan sebagai :

Vn = Fcr Ag/ 2...........................................................................(Pers.2.14)

Fcrharus lebih besar dari

dan

Ag = Penampang bruto dari komponen struktur (mm2)

D = diameter terluar, (mm)

Ly = Jarak gaya geser maksimum ke gaya geser nol, (mm)

t = Tebal pipa

II-25
Bab III Tinjauan Pustaka

2.3.4. Sambungan

2.3.4.1.Sambungan Baut

Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada sambungan atau titik

pertemuan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada suatu

titik. Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan

sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya. Bila

sambungan memikul kejut, getaran atau tidak boleh slip maka harus

digunakan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau dengan las.

Tabel 2.11. Ukuran Baut

Ukuran Baut A325


(inch.)
1/2
5/8
3/4
7/8
1
1 1/8
1 1/4
1 3/8
1 1/2
Sumber: SNI 1729-2015

Kekuatan Tarik Baut

ϕRn= ϕFn * Ab………………………………......................(Pers. 2.15)

ϕ 0,75

Ab Luas baut (mm2)

Fn Tegangan tarik nominal, Fnt, sesuai Tabel 2.11

Kekuatan Geser Baut

ϕRn= ϕFn * Ab…………………………………………….(Pers 2.16)


II-26
Bab III Tinjauan Pustaka

ϕ = 0,75

Ab = Luas baut (mm2)

Fn = Tegangan geser, Fnv, sesuai Tabel 2.11.

Tabel 2.12. KekuatanNominal Pengencang

Deskripsi Kekuatan Tarik Kekuatan Geser


Pengencang Nominal, Fnt, Nominal, Fnv,
ksi(MPa) ksi(MPa)

Baut A325 90(620) 54(372)


Sumber: SNI 1729-2015

Kekuatan Tumpuan

ϕRn = ϕ Rn……………………………………………..(Pers.2.17)

Rn = 1,2lc*t*fu………………………………………….(Pers 2.19)

lc = jarak antara tepi lubang ke tepi lubang (mm)

t = tebal pelat

fu = kekuatan tarik minimum, 370 MPa

Jarak antar pusat baut

2 2/3 d < jarak antara < 12 tp

d = diameter baut yang digunakan (mm)

tp = tebal pelat yang disambungkan (mm)

Jarak tepi minimum

Tabel 2.13. Jarak Tepi Minimum

Diameter Baut Jarak Tepi


(mm) Minimum (mm)
16 22

20 26

22 28

II-27
Bab III Tinjauan Pustaka

24 30

27 34

30 38

36 46

38 1,25d

Sumber: SNI 1729-2015

di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.

2.3.4.2.Sambungan Las

a. Keuntungan Las

Sambungan Las memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

- Ekonomis, efisien dan fleksibel, karena biaya pengerjaan lebih murah

dibanding dengan baut dan menghemat pelat buhul pada sambungan.

Contoh: penyambungan rangka batang pipa lebih cocok dengan las dari

pada baut.Komponen struktur dapat tersambung secara kontinu, tingkat

kebisingan pekerjaan las lebih rendah dan struktur tersambung dengan las

lebih rigid.

b. Metode Sambungan Las

Beberapa metode penyambungan menggunakan Las yang sering

digunakan, antara lain:

- Sambungan Sebidang (Butt Joint).

- Sambungan Lewatan (Lap Joint)

- Sambungan Tegak (Tee Joint)

- Sambungan Sudut (Corner Joint)

- Sambungan Sisi (Edge Joint)


II-28
Bab III Tinjauan Pustaka

Gambar 2.7 Tipe-tipe Penyambungan dengan Las.


( Sumber : Agus Setyawan,2008)

c. Jenis Sambungan Las

Berikut adalah jenis-jenis Las yang sering digunakan, antara lain:

1. Las Tumpul (Groove Welds).

2. Las Sudut (Fillet Welds).

3. Las Baji dan Pasak (Slot & Plug Welds).

Gambar 2.8Jenis-jenis Las.


(Sumber: Agus Setyawan, 2008)
d. Luas Efektif

Luas efektif dari suatu las sudut adalah panjang efektif dikalikan dengan

throat efektif. Throat efektif dari suatu las sudut merupakan jarak

II-29
Bab III Tinjauan Pustaka

terpendek (garis tinggi) dari perpotongan kaki las kemuka las diagrammatik.

Suatu penambahan dalam throat efektif kaki las kemuka las diagrammatik

yang dibuktikan melalui pengujian dengan menggunakan proses produksi

dan variable prosedur.

Untuk las sudut dalam lubang dan slot, panjang efektif harus panjang dari

sumbulas sepanjang pusat bidang yang melalui throat.Pada kasus las sudut

yang beroverlap, luas efektif tidak boleh melebihi luas penampang nominal

dari lubang atau slot, dalam bidang permukaan lekatan.Ukuran minimum las

sudut harus tidak kurang dari ukuran yang diperlukan untuk menyalurkan

gaya yan dihitung, atau ukuran seperti yang tertera pada tabel berikut :

Tabel 2.14.Ukuran Minimum Las Sudut

(Sumber:SNI03-1729-2015)

Luas efektif las sudut dan las tumpul adalah hasil perkalian antara tebal

efektif (te) dengan panjang las. Tebal efektif las tumpul penetrasi penuh

adalah tebal pelat yang paling tipis sedangkan tebal efektif las sudut

adalah jarak nominal terkecil dari kemiringan las dengan titik sudut

didepannya.

e. Tahanan Nominal

Tahanan Nominal sambungan Las menurut filosofi metode LRFD adalah:

ϕRnw≥Ru………………………………………….........…….(Pers.2.15)

II-30
Bab III Tinjauan Pustaka

Dimana:

Rnw = Tahanan nominal las per satuan panjang las

Ru = Beban terfaktor per satuan panjang las

II-31
Bab III Metodologi Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Studi Literatur dan Pengumpulan Data

3.1.2. Studi Literatur

Dalam perencanaan struktur atap ini dicari literatur dan peraturan (Building

Code) yang akan menjadi acuan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Untuk

peraturan & literatur yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. SNI 1729-2015

(Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, BSN)

2. SNI 1727-2013

(Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur

Lain).

3.1.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi bangunan yang akan dimodifikasi adalah

sebagai berikut :

1. Data Umum Bangunan

Nama Gedung : Stadion Polo air Jakabaring

Lokasi : Palembang

Fungsi : Gedung Olahraga

Panjang x Lebar : 75 meter x 85 meter

Tinggi Bangunan : 20 meter

Struktur Atap Perencanaan : Triangular Arc space truss ( rangka ruang

lengkung segitiga )

III- 1
Bab III Metodologi Penelitian

2. Data Teknis Material

- Bentang Kuda-kuda : 60 meter

- Pipa Baja : A53 Gr. B (fy = 240 MPa; fu = 415MPa)

- Plat Baja : BJ37 (fy = 240 MPa; fu = 370 MPa)

- Baja Tulangan Polos : BJTP 24 (fy = 240 MPa; fu = 390 MPa)

- Baut : A325 (fy = 660 Mpa; fu = 830 MPa)

- Las : Fe70xx

- Penutup Atap : Zincalum tebal = 0.55mm TCT (Bluescope,

setara)

3.2 Metode Perancangan

3.2.1. Tahapan Perencanaan

Pada tahap perencanaan struktur atap ini dilakukan beberapa tahapan atau (

pengolahan data ) dalam mendesain suatu struktur bangunan. Berikut adalah

tahapan dalam desain perencanaan struktur atap polo air :

1. Pemodelan Analisis Struktur

Dalam mendesain struktur rangka atap stadion polo air dilakukan preliminary

design, yaitu desain awal dari bentuk struktur yang akan direncanakan dengan

metode try and error untuk itu desain model awal ini penulis aplikasikan

kedalam bentuk permodelan struktur 3D dengan bantuan software SAP2000.

2. Perhitungan Pembebanan Elemen Struktur

Perencanaan perhitungan pembebanan pada struktur yang dihitung

berdasarkan SNI 1727-2013 & PPIUG 1983 perhitungan beban menggunakan

program ms.excel. Pembebanan yang disertakan pada perencanaan atap ini

antara lain :

III- 2
Bab III Metodologi Penelitian

o Beban Mati : yaitu berat struktur atap sendiri, berat catwalk, klading,

penggantung lampu

o Beban Hidup : yaitu beban hujan dan orang (sesuai dengan ketentuan

SNI),

o Beban Angin : Analisa beban angin pada gedung ini mengacu pada

SNI1727-2013 .

Pada perencaanan struktur atap tidak disertakan beban gempa, mengingat

nilai dari beban gempa pada struktur atap tidak terlalu besar dan yang paling

berpengaruh pada perencanaan struktur ini adalah beban angin.

3. Input Beban dan Kombinasi Pembebanan pada Program SAP 2000

Setelah semua beban sudah terdefinisikan, nilai dari masing-masing beban

dapat diinputkan pada struktur yang telah dimodelkan, dan selanjutnya

dilakukan kombinasi pembebanan mengacu SNI 1729 2015 yaitu :

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R)

3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)

4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)

5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S

6. 0,9D + 1,0W

7. 0,9D + 1,0E

4. Kontrol/ Cek Design Struktur.

Setelah melakukan analisa pemodelan struktur dan input beban/ kombinasi

beban pada perencanaan struktur atap ini, langkah selanjutnya adalah kontrol

elemen struktur, yaitu kontrol batang tarik dan tekan. Dengan melakukan

III- 3
Bab III Metodologi Penelitian

kontrol dimensi pada elemen struktur dapat diketahui apakah desain yang

direncanakan sudah memenuhi persyaratan yang berlaku. Kontrol

kelangsingan penampang batang tarik dan tekan mengacu pada SNI 1729 –

2015.

5. Perencanaan Sambungan

Komponen struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang

diakibatkannya. Bila sambungan memikul kejut, getaran atau tidak boleh slip

maka harus digunakan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau

dengan las. Untuk perencanaan desain struktur atap polo air ini digunakan

sambungan las.

6. Perencanaan Tumpuan

Tumpuan direncanakan menggunakan plat dasar (base plate) dan baut angkur

yang ditanam pada kolom beton. Perhitungan tumpuan ini mengacu pada SNI

1729 – 2015.

7. Penggambaran Hasil Perencanaan

Hasil dari perhitungan desain perencanaan akan dituangkan dalam bentuk

gambar teknik menggunakan software AutoCAD 2010.

3.2.2. Diagram Alir

Skema perencanaan struktur atap stadion polo air dapat dilihat pada diagram

alir berikut :

III- 4
Bab III Metodologi Penelitian

Gambar 3.1. Diagram alir perencanaan

III- 5
Bab IV Analisa dan Hasil

BAB IV

ANALISA DAN HASIL

4.1. Pendahuluan

Pada tugas akhir ini, profil struktur rangka atap (triangular truss )

direncanakan dengan menggunakan pipa baja (circular hollow section) dan

untuk desain gording digunakan profil cnp. Ukuran yang dipilih adalah

ukuran yang tersedia di pasaran Indonesia. Profil pipa baja digunakan untuk

desain mengacu pada brosur Bakrie Pipe Industri dan untuk desain profil

gording mengacu pada brosur Gunung Garuda.

Pemodelan Struktur rangka atap triangular truss dapat dilihat pada gambar

dibawah :

6.6m
60 m
59.4 m
m 4.6m

4.1. Gambar Isometrik Struktur Rangka Atap (Triangular Truss)


(Sumber : Penulis)

II-1
Bab IV Analisa dan Hasil

Tahapan analisis akan dikelompokkan :

a. Perancangan Gording

b. Perancangan rangka batang utama dan rangka cabang

4.2. Perancangan Gording (LRFD)

4.2.1 Data Perancangan

Jenis penutup atap : Zincalum (Bluescope Lysaght Spandek) TCT 0,55 mm

Berat pentup atap : 5,52 Kg/m2 (didapat dari spesifikasi teknis )

Berat aksesoris : 15 kg/m2 (glasswool+ aluminium foil + ME)

Berat hujan : 20 kg/m2

Beban orang : 100 kg (mengacu PPIUG 1983)

Jarak antar kuda-kuda : 6,6 meter

Jarak antar gording : 1,5 meter

Kemiringan Atap : 17o

Mutu Baja : BJ37 (fy = 240 MPa; fu = 370 MPa, E = 2x106)

Profil gording CNP 150x65x20x3.2 mm (mengacu spesifikasi gunung garuda)

H : 150 mm

B : 65 mm

C : 20 mm

A : 9,57 cm2

t : 3,2 mm

Ix : 332 cm4

Iy : 54 cm4

Zx : 44,2 cm3

Zy : 12,2 cm3

rx : 5,89 cm

ry : 2,37 cm

II-2
Bab IV Analisa dan Hasil

Cy : 2,11 cm

Xo : 5,09 cm

J : 3265 cm4

Berat : 9,27 kg/m

4.2.2 Pembebanan Gording

1. Beban Mati (qDL)

( Atap Zincalume + Berat Asesoris ) x jarak Gording

(5,52+ 15) x 1,5 = 30,78

Berat sendiri Gording = 9,27 +

qDL = 40,05 kgm

2. Beban Hidup Atap (Lr)

Beban di pusat bentang ( P ) = 100 kg (beban pekerja)

Beban hujan ( terpusat ) = beban hujan merata x jarak gording x bentang

= 20 x 1,5 x 6,6 = 198 kg

Dipakai beban terbesar ( beban hujan ) : qLr = 198 kg

3. Beban Angin

Gambar 4.1 Koefisien tekanan eksternal untuk atap pelana


( Sumber : SNI-1727:2013 )

II-3
Bab IV Analisa dan Hasil

Kecepatan tiup angin = 128 km/jam (Desain Basis)

= 36,0 m/det

Dari perhitungan sesuai SNI-1727:2013 maka didapatkan tekanan exsternal

sebagai berikut :

1/4 Angin datang (kiri) = + 23 kg/m (tekan)

1/2 Angin pusat (tengah) = + 49 kg/m (tekan)

1/4 Angin pergi (kanan) = - 50 kg/m (hisap)

Dikarenakan angin hisap akan mengurangi arah beban mati dan hidup, maka

diambil nilai sebesar 50 kg/m, sehingga :

qW = 50 x Jarak gording

= 50 x 1,5

= 75 kg/m

4.2.3 Momen yang Bekerja pada Gording

a. Momen Akibat Beban Mati (q)

Gambar 4.2Gaya Akibat Beban Mati

qx = qDL x cos α

= 40,05 x 0,956

= 38,288 kg/m
II-4
Bab IV Analisa dan Hasil

qy = qDL x sin α

= 40,05 x 0,292

= 11,695 kg/m

Mx = x qx x Lx2

= x 38,288 x 62 = 172,3 kg.m

My = x qy x Ly2

= x 11,695 x 1,52 = 3,29 kg.m

b. Momen Akibat Beban Hidup (Lr)

Gambar 4.3 Gaya Akibat Beban Hidup

Mx = x qLr x cos α Lx

= x 198 x 0,956 x 6

= 283,93 kg.m

My = x qLr x sin α Ly

= x 198 x 0,292 x 1,5 = 21,68 kg.m

c. Momen Akibat Beban Angin (W)

MxW= x qW x cos α x Lx2

II-5
Bab IV Analisa dan Hasil

= x 75 x 0,956 x 62= 322,65 kg.cm

d. Momen Akibat Kombinasi Pembebanan ( Maximum)

kombinasi pembebanan sesuai dengan SNI-1727:203 Pasal 2.3.2 untuk

momen terfaktor Mu yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Mu = 1,4 D

Mux = 1,4 x (172,3) = 241,22 kg.m

Muy = 1,4 D

= 1,4 (3,29)

= 4,6 kg.m

2. Mu = 1,2D+0,5(Lr atau R)

Mux = 1,2(172,3)+0,5(283,93)

= 348,73 kg.m

Muy = 1,2 (3,29) + 0,5 (21,68)

= 14,79 kg.m

3. Mu = 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + 0,5W

Mux = 1,2 (172,3) + 1,6 (283,93) + 0,5 (75)

= 698,55 kg.m

Muy = 1,2 (3,29) + 1,6 (21,68) + 0

= 38,64 kg.m

4. Mu = 1,2D + 1,0W + 0,5(Lr atau R)

Mux = 1,2(172,3) + 1,0 (75 ) + 0,5(283,93)

= 423,73 kg.m

Muy = 1,2(3,29) + 0 + 0,5(21,68)

= 14,79 kg.m
II-6
Bab IV Analisa dan Hasil

5. Mu = 0,9D + 1,0W

Mux = 0,9(172,3) + 1,0(75)

= 230,1 kg.m

Muy = 0,9(3,29) + 0

= 2,96 kg.m

Dari kombinasi tersebut didapatkan beban terfaktor terbesar :

Mux = 698,55 kg.m

Muy = 38,64 kg.m

4.2.4 Desain Komponen Struktur Untuk Lentur ( SNI-1729:2015 Bab F )

1. Tekuk Lokal ( elemen tanpa pengaku)

a. Kelangsingan pada badan (web)

λ = H/tw

= 150/3,2 = 46,88

.λp = 3,8 ( )

λp = 3,8 ( ) = 84,97

λ < λp

( 46,88 < 84,97)....................................................maka penampang kompak !

b. Kelangsingan pada sayap ( flange)

λ = B / 2tf

= 65 / (2 x 3,2) = 10,15

λp = 0,38 ( )

= 0,38 ( ) = 10,97

II-7
Bab IV Analisa dan Hasil

λr = 1,0 ( )

= 1,0 ( ) = 28,87

λ < λp

(10,15 < 10,97) ....................................................maka penampang kompak !

c. Momen nomimal penampang

Mnx = Mpx

= Zx x fy

= 44,2 x 2400

= 106,080 kg.m

Mny = Mpy

= Zy x fy

= 12,2 x 2400

= 29,28 kg.m

2. Tekuk Lateral

a. Pelelehan (kondisi batas)

- Pada badan (web)

Mnx = Mpx

= Zx x fy

= 44,2 x 2400

= 1060,8 kg.m

Mny = Mpy

= Zy x fy

= 12,2 x 2400
II-8
Bab IV Analisa dan Hasil

= 292,8 kg.m

b. Tekuk Torsi Lateral

Panjang bentang terhadap sumbu y (jarak dukung lateral) :

Lb = 1,5 m Panjang bentang maximum balok yang mampu menerima

momen plastis :

Lp = 1,76. 𝑟𝑦 ( )

= (1,76)( 2,37) ( ) = 120,4 mm = 1,204 m

Panjang bentang minimum balok yang tahanannya ditentukan oleh momen

kritis tekuk torsi lateral . Lr =

,
1,95. 𝑟𝑡𝑠 ,
+ ^2 + 6,76 ^2

Dimana : 𝑟𝑡𝑠 =
(

.𝑟𝑡𝑠 = ( , )( , )
( ( )( . )

rts = 15,97 mm = 1,6 cm

J (konstanta torsi) = 3265 cm4

c =

Cw = 2068 cm6

ho/xo = 5,09 cm

,
c =.

= 0,37cm

II-9
Bab IV Analisa dan Hasil

Sehingga Lr =

( )( , ) ( )( , ) ,
(1,95)(1,6) + ( )( , )
+ 6,76
, ( )( , )

= 12,16 m

Lp ≤ Lb ≤ Lr

1,2 ≤ 1,5 ≤ 12,16.......................................................................maka:

Mnx = Cb (𝑀𝑝𝑥 − (𝑀𝑝𝑥 − 0,7𝐹𝑦𝑆𝑥) ≤ Mpx

, ,
= 1,01(1060,8 − (1060,8 − 0,7. 0,24) , ,
≤ Mpx

= 1042,06 ≤ 1060,8..........................OK

Mny = Cb (𝑀𝑝𝑦 − (𝑀𝑝𝑦 − 0,7𝐹𝑦𝑆𝑥) ≤ Mpy

, ,
. = 1,01(292,8 − (292,8 − 0,7. 0,24) , ,
≤ Mpx

= 283,753 ≤ 292,8 .........................OK

3. Tahanan Momen Lentur

a. Momen nominal terhadap sumbu x :

- Pengaruh tekuk lokal Mnx = 1060,8 kg.m

- Pengaruh tekuk lateral Mnx = 1042,06 kg.m

Momen nominal terkecil yang menentukan Mnx = 1042,06 kg.m

Tahanan momen lentur = Ø x Mnx

= 0,9 x 1042,06 = 937,85 kg.m

b. Momen nominal terhadap sumbu y :

- Pengaruh tekuk lokal Mny = 292,8 kg.m

- Pengaruh tekuk lateral Mny = 283,7 kg.m

Momen nominal terkecil yang menentukan Mny = 283,7 kg.m


II-10
Bab IV Analisa dan Hasil

Tahanan momen lentur = Ø x Mny

= 0,9 x 283,7 = 255,33 kg.m

c. Momen akibat beban terfaktor :

- Arah sumbu x Mux = 698,55 kg.m

- Arah sumbu y Muy = 38,64 kg.m

Syarat yang harus dipenuhi :

𝑀𝑢𝑥 𝑀𝑢𝑦
+ ≤1
(Ø Mnx) (Ø Mny)

698,55 38,64
+ ≤1
937,85 (255,33 )

0,75 + 0,15 ≤ 1

0,9 ≤ 1,0.................OK

4.2.5 Desain Komponen Struktur Untuk Geser ( SNI-1729:2015 Bab G )

1. Gaya geser hanya dicek pada sumbu kuat (sb x)

- qu = 1,2D + 1,6(Lr atau R)

= 1,2 (172,3) + 1,6 (283,93)

= 661,05

- Vu = 0,5qu . Lx . Cos α

= 0,5(661,05) x 6,6(Cos 17)

= 2086,15

2. Luas penampang untuk geser

- Aw = H x tw

= 150 x 3,2

= 480 mm2
II-11
Bab IV Analisa dan Hasil

3. Kelangsingan web dan batas kelangsingan

- h/tw = 150/3.2

= 46,87 < 60 tidak disyaratkan pengaku

4. Gaya geser nominal

- Vn = 0,6 x fy x Aw

= (0,6) ( 2400 ) ( 4,8 )

= 6912 kg

5. Tanahan geser (Ø𝐕 = 𝟎, 𝟗)

Vu ≤ ØV Vn

2086,15 ≤ (0,9)( 6912)

2086,15 < 6220,8 ....................OK

4.2.6 Defleksi pada gording

1. Batas lendutan (Δ maks)

Menurut SNI-1729 mensyaratkan lendutan maksimum untuk balok sebesar :

L/240

Δ maks = 6,6/240

= 0,0275 m = 2,75 cm

2. Defleksi arah y(δ fy)

- Akibat beban mati (Δ DL) dan beban hidup (Δ Lr)

Δ DL = 5/384 (qDL x Cos α x Ly⁴) / (E x Ix)

= 5/384 (0,4 x 0,956 x 150⁴) / (2.106 x 332) = 0,0038 cm

Δ Lr = 1/48 (qLr x Cos α x Ly³) / (E x Ix)

= 1/48 (198 x 0,956 x 150³) / (2.10⁶ x 332) = 0,02 cm


II-12
Bab IV Analisa dan Hasil

3. Defleksi arah x (δ fx)

- Akibat beban mati (Δ DL) dan beban hidup (Δ Lr)

Δ DL = 5/384 (qDL x Sin α x Lx⁴) / (E x Ix)

= 5/384 (0,4 x 0,292 x 660⁴) / (2.106 x 332) = 0,435cm

Δ Lr = 1/48 (qLr x Sin α x Ly³) / (E x Ix)

= 1/48 (198 x 0,292 x 660³) / (2.10⁶ x 332) = 0,01cm

4. Defleksi total (Δ tot)

Δ tot = √ ( δfy² + δfx² )

= √ ( (0,0038 +0,02)2+ (0,435+0,01)2


=
0,45 cm

5. Kontrol defleksi terhadap beban layan (service)

Δ tot ≤ Δ maks

0,45 cm ≤ 2,75 cm ............................OK

4.2.7 Desain Sagrod

- Beban merata terfaktor pada gording :

Quy = 1,2(qD x Sin α) + 1,6(qLr x Sin α)

= 1,2(40,05 x Sin 17) + 1,6(198 xSin 17 )

= 106,6 kg/m

- Beban terpusat pada gording :

Puy = 1,6(qLr x Sin α)

=1,6(198 Sin 17)

=92,62 kg

- Gaya tarik pada sagrod akibat beban terfaktor :


II-13
Bab IV Analisa dan Hasil

Tu = Quy x Ly+Puy

= (106,6) (1,5) + (92,62) = 252,52 kg

- Diameter sagrod yang didesain d=10 mm

Luas penampang bruto :Ag= π/4 * d²

= 78,5 mm2

Luas penampang efektif :Ae= 0,9 * Ag

= 70,65 mm2

- Tahanan tarik sagrod berdasarkan luas penampang brutto :

Ø * Tn = 0,9 * Ag * fy

=(0,9) (78,5) (240)

=16956 N

- Tahanan tarik sagrod berdasarkan luas penampang efektif :

Ø * Tn = 0,75 * Ae * fu

=(0,75) (70,65) (370)

=19605,37 N

Digunakan tahanan sagrod terkecil Ø * Tn = 1695,6 kg

- Syarat yang harus dipenuhi :

Tu ≤ Ø * Tn

252,52 kg ≤1695,6 kg...........................................OK

4.2.8 Kesimpulan Desain Gording

dari perhitungan diatas, profil UNP 150x65 x20x3,2 aman dan memenuhi

persyaratan struktur, dengan penambahan sagrod diameter 10 mm sejumlah

2 buah pada satu jarak antar kuda-kuda (6,6 m).

II-14
Bab IV Analisa dan Hasil

Desain komponen struktur untuk Tarik

Gaya tarik maksimum terjadi pada balok 3383-as D (Lihat Gambar 4.27 &

4.28), kombinasi beban #14 (angin arah Z)

Pu = 305,820 kN (Tarik)

Profil = PIP-165.2x7.1 (Tabel 4.1)

Panjang balok = 2,46 m

- Kelangsingan

Tidak ada batas kelangsingan maksimum untuk struktur dalam tarik (SNI-

1729:2015)

II-15

Anda mungkin juga menyukai