Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN TN. K


DIAGNOSA TUMOR CUBITI DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI EKSISI
DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI LARINGEAL MASK AIRWAY
DIRUANG IBST RSAD TK II UDAYANA

Disusun Oleh:
Iskandar (2014301072)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN PELAJARAN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN TN.K
DIAGNOSA TUMOR CUBITI DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI EKSISI
DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI LARINGEAL MASK AIRWAY
DIRUANG IBST RSAD TK II UDAYANA
TANGGAL 04 MEI 2022

KARANGASEM,

MAHASISWA

(Iskandar)

NIM: 2014301072

Mengetahui,

CI KLINIK CI AKADEMIK

(I Wayan Sandiarta, S.kep) (Ns.Inge Ruth Suantika, S.Kep, M.Kep)


NIP: 196912311989031011 NIDN:
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Teori Penyakit


A. Pengertian

Tumor adalah benjolan yang muncul akibat sel yang memperbanyak diri secara
berlebihan, atau akibat sel lama yang seharusnya mati masih terus bertahan hidup,
sementara pembentukan sel baru terus terjadi.

Tumor dapat terjadi di bagian tubuh mana pun, dan ada yang bersifat jinak maupun
ganas. Yang dimaksud dengan tumor jinak adalah tumor yang tidak menyerang sel normal
di sekitarnya dan tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Sedangkan tumor ganas bersifat
sebaliknya, dan disebut dengan kanker. Selain itu, di antara tumor jinak dan tumor ganas,
ada jenis tumor yang dinamakan tumor prakanker. Tumor prakanker bukanlah kanker,
tetapi dapat menjadi kanker bila tidak diobati.

Penyebab dan Faktor Risiko Tumor

Tumor terbentuk akibat ketidakseimbangan antara jumlah sel baru yang tumbuh
dengan jumlah sel lama yang mati. Kondisi ini bisa terjadi bila sel baru terbentuk secara
berlebihan, atau sel lama yang seharusnya mati tetap hidup. Penyebab ketidakseimbangan
tersebut dapat berbeda-beda pada setiap jenis tumor, namun umumnya penyebab belum
diketahui secara pasti. Meski begitu, beberapa hal di bawah diduga berkaitan dengan
tumbuhnya tumor:

1. Pola makan yang buruk, misalnya terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak.
2. Paparan sinar matahari
3. Infeksi virus atau bakteri, misalnya HPV, virus hepatitis, dan H. pylori
4. Konsumsi alkohol yang berlebihan
5. Paparan radiasi akibat tindakan medis, seperti foto Rontgen atau CT scan.
6. Konsumsi obat-obatan imunosupresif, misalnya setelah tindakan transplantasi organ.
7. Merokok
8. Obesitas
9. Paparan bahan kimia, misalnya arsen atau asbes
10. Gejala Tumor

Gejala utama dari tumor adalah terbentuknya benjolan. Benjolan bisa terlihat dengan
mudah dari luar, namun bisa juga tidak terlihat jika tumbuh pada organ dalam. Biasanya
benjolan pada organ dalam baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter.
Selain benjolan, gejala lain yang dapat muncul akibat tumor tergantung pada lokasi, jenis,
dan pengaruh tumor terhadap fungsi organ. Tumor yang tumbuh di organ dalam bisa tanpa
gejala, bisa juga menimbulkan gejala berupa

1. Demam
2. Lemas
3. Tidak nafsu makan
4. Berkeringat di malam hari
5. Nyeri dada
6. Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning, kemerahan, atau menjadi lebih gelap
7. Perdarahan atau memar yang tidak jelas sebabnya
8. Penurunan berat badan.

Segera periksakan diri ke dokter bila muncul gejala-gejala di atas, karena bisa saja
menandakan adanya tumor ganas di dalam tubuh. Tumor yang nampak dari luar juga perlu
Anda periksakan ke dokter, terutama jika bentuknya berubah atau ukurannya terus
membesar.

B. Diagnosis Tumor

Dalam mendiagnosis suatu benjolan, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan


untuk menentukan apakah benjolan tersebut jinak atau ganas. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi penelusuran gejala melalui tanya-jawab saat konsultasi, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang terdiri dari:

1. Tes urine atau tes darah, untuk mengidentifikasi kondisi yang tidak normal.
Contohnya adalah pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah dan jenis sel
darah yang mengalami gangguan pada penderita leukemia.
2. USG, CT scan, MRI, atau PET scan, untuk mengetahui lokasi, ukuran, dan penyebaran
tumor.
3. Biopsi, yaitu pengambilan sampel jaringan tumor untuk diperiksa di laboratorium.
Dari pemeriksaan ini, dapat diketahui jenis tumor dan apakah tumor bersifat ganas
atau jinak.

Setelah mengetahui jenis, ukuran, letak, dan sifat tumor, dokter dapat menentukan
penanganan yang tepat.

C. Pengobatan Tumor

Pengobatan tumor ditentukan berdasarkan jenis, ukuran, letak, serta jinak atau
ganasnya tumor. Pada tumor jinak yang ukurannya kecil dan tidak menimbulkan gejala,
penanganan tidak perlu dilakukan. Dokter hanya akan menganjurkan pemeriksaan berkala
untuk memantau perkembangan tumor. Jika tumor bersifat jinak, namun berukuran besar
hingga menekan saraf, pembuluh darah, atau mengganggu fungsi organ, maka dokter akan
melakukan tindakan untuk mengangkat tumor. Banyak metode yang bisa digunakan
dokter untuk mengangkat tumor, mulai dari dari penggunaan sinar laser hingga tindakan
operasi dengan sayatan pisau bedah. Selain pengangkatan tumor, ada beberapa terapi
untuk tumor yang dapat dilakukan oleh dokter onkologi, khususnya pada tumor ganas atau
kanker, yaitu:

1. Kemoterapi. Terapi ini bertujuan untuk membunuh sel kanker, menggunakan obat-
obatan.
2. Radioterapi. Terapi ini bertujuan untuk membunuh dan mencegah penyebaran sel
kanker, serta mengurangi ukuran tumor, menggunakan sinar khusus berenergi tinggi.
3. Terapi hormon. Pertumbuhan beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara atau
kanker prostat, dapat dipengaruhi oleh suatu hormon. Menghambat produksi hormon
tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel kanker.
4. Imunoterapi atau terapi biologi. Terapi ini menggunakan obat-obatan yang
memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk memberantas sel kanker.

Kesembuhan penderita tumor tergantung dari jinak atau ganasnya tumor. Tumor jinak
berpeluang lebih tinggi untuk sembuh setelah dilakukan penanganan, dibandingkan
dengan tumor ganas. Peluang kesembuhan tumor ganas tergantung pada tingkat keganasan
atau stadium kanker. Semakin tinggi stadium, terutama bila sudah menyebar ke organ lain
(stadium 4), semakin sulit untuk disembuhkan. Komplikasi akibat tumor, dapat
disebabkan oleh tumor itu sendiri, maupun oleh pengobatan yang diberikan. Komplikasi
yang muncul tergantung pada jenis dan lokasi tumor, atau metode pengobatan yang
dilakukan.

D. Pencegahan Tumor

Pencegahan tumor khususnya dilakukan untuk mencegah tumor yang bersifat ganas
(kanker), karena dapat menyebabkan kematian. Sejak tahun 2015, Kementerian Kesehatan
Indonesia terus mengajak masyarakat untuk mengurangi risiko timbulnya kanker dengan
gerakan ‘CERDIK”, yang merupakan singkatan dari:

• Cek kesehatan secara berkala


• Enyahkan asap rokok
• Rajin aktivitas fisik
• Diet sehat dengan kalori seimbang
• Istirahat yang cukup
• Kelola stress
E. Pengertian
1. Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ).
Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi
jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh. ( Wong.
2003: 595 )
2. Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang
tidak normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama, seperti
osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya.
3. Tumor Tulang adalah suatu pertumbuhan sel-sel yang abnormal di dalam tulang yang
sifatnya jinak
4. Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price. 1998:
1213 )
F. Klasifikasi
1. Osteokondroma
Osteokondroma (Eksostosis Osteokartilaginous) merupakan tumor tulang jinak
yang paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10-20 tahun. Tumor ini
tumbuh pada permukaan tulang sebagai benjolan yang keras. Penderita dapat memiliki
satu atau beberapa benjolan.10% dari penderita yang memiliki beberapa
osteokondroma, akan mengalami kelaganasan tulang yang disebut kondrosarkoma,
tetapi penderita yang hanya memiliki satu osterokondroma, tidak akan menderita
kondrosarkoma.
2. Kondroma Jinak
Kondroma Jinak biasanya terjadi pada usia 10-30 tahun, timbul di bagian tengah
tulang. Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tidak menimbulkan nyeri,
tidak perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto
rontgen. Jikatumor tidak dapat didiagnosis melalui foto rontgen atau jika
menyebabkan nyeri, mungkin perlu dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor
tersebut bisa berkembang menjadi kanker atau tidak
3. Kondroblastoma
Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung
tulang. Biasanya timbul pada usia 10-20 tahun.Tumor ini dapat menimbulkan nyeri,
yang merupakan petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan
melalui pembedahan; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh
kembali
4. Fibroma Kondromiksoid
Fibroma Kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada
usia kurang dari 30 tahun.Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan.Tumor ini
akan memberikan gambaran yang khas pada foto rontgen.Pengobatannya adalah
pengangkatan melalui pembedahan.
5. Osteoid Osteoma
Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh di lengan
atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan
nyeri yang memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin dosis
rendah.Kadang otot di sekitar tumor akan mengecil (atrofi) dan keadaan ini akan
membaik setelah tumor diangkat.Skening tulang menggunakan pelacak radioaktif bisa
membantu menentukan lokasi yang tepat dari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor
sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT scan
dan foto rontgen dengan teknik yang khusus. Pengangkatan tumor melalui
pembedahan merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi nyeri secara permanen.
Bila penderita enggan menjalani pembedahan, untuk mengurangi nyeri bisa diberikan
aspirin
6. Tumor Sel Raksasa
Tumor Sel Raksasa biasanya terjadi pada usia 20 tahun dan 30 tahun. Tumor ini
umumnya tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan di sekitarnya.
Biasanya menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat
diangkat melalui pembedahan dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan
tulang atau semen tulang buatan agar struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang
sangat luas kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmen tulang yang terkena.
Sekitar 10 % tumor akan muncul kembali setelah pembedahan. Walaupun jarang,
tumor ini bisa tumbuh menjadi kanker
G. Etiologi

Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan
kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi
tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi), (Smeltzer,
2001).

Meskipun tidak ada penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa factor yang
berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab terjadinya tumor tulang yang
meliputi:

a. Genetik Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang,


misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian
diduga mutasi genetic pada sel induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada
beberapa gen yang sudah diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma,
antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam
terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2
(Murine Double Minute 2). Gen ini dapat menghasilkan suatu protein yang dapat
mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan menginaktivitas gen tersebut.
b. Radiasi. Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar
radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang mendapat
radioterapi. Halperin dkk. Memperkirakan resiko terjadinya sarcoma pada klien
penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan lunak
dan bone sarcoma akibat pemaparan radiasi sudah diketahui sejak 1922. Walaupun
jarang ditemukan, prognosisnya buruk dan umumnya high grade. Tumor yang sering
ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous histiocytoma (MFH) dan
angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya
sarcoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
c. Bahan Kimia. Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat
menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan. Pemaparan terhadap torium
dioksida (Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat menimbulkan angiosarkoma, pada
hepar, selain itu, abses juga diduga dapat menimbulkan mosotelioma, sedangkan
polivilin klorida dapat menyebabkan angiosarkoma hepatik.
d. Trauma Sekitar 30 % kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat
trauma. Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks lama, luka
bakar, dan riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat dibuktikan.
e. Limfedema kronis. Limfedema akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan
limfangiosarkoma dan kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas superior ditemukan
pada klien karsinoma mammae yang mendapat radioterapi pasca-mastektomi.
f. Infeksi. Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi
parasit, yaitu filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat obstruksi, filariasis dapat
menimbulkan limfangiosrakoma
H. Patofisiologi

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi
destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka
terjadipenimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.

Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan fisik berulang,
hormon, infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat
menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign
(jinak) atau bersifat malignant (ganas). Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh
lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak
jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut
pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai
maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.

Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat
sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya
mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak
sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui
pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain.
Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh
tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.

Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur
dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan
kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan
fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991). Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah
diri, membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi
kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada
saat ini sel tidak melakukan pembelahan).

Adanya tumor tulang

• Jaringan lunak di invasi


• oleh tumor
• Reaksi tulang normal
• Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
• Destruksi tulang lokal Periosteum tulang
• yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
• Pertumbuhan tulang yang abortif
I. Manifestasi klinik

Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan
humerus proksimal. Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra,
mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50%
kasus terjadi pada daerah lutut.

1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
( Gale. 1999: 245 )
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran
vena Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise.( Smeltzer. 2001: 2347 ) .
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan
amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota
tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi,
radioterapi, atau terapi kombinasi.

Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan


kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi
(MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam
kombinasi. Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan
pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti
fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).

2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi
napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian
analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif Motivasi klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta
anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah
sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu
diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi
reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan
indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di
rumah. ( Smeltzer. 2001: 2350 )
K. Pemerikasaan Diagnostik

Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan diagnosis seperti CT,
mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya
stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik.
Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal.
Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah,
poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi
bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor

II. Perimbangan Anestesi

A. Definisi Anestesi

Menurut Pramono (2015), anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi
yang meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/propioseptif, sedangkan analgesia
yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri, tetapi modalitas yang lain masih tetap ada. Anestesi
umum atau general anesthesia mempunyai tujuan agar dapat menghilangkan nyeri,
membuat tidak sadar, dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversible dan dapat
diprediksi. Anestesi umum disebut juga sebagai narkose atau bius. Anestesi umum juga
menyebabkan amnesia yang bersifat anterograde, yaitu hilangnya ingatan saat dilakukan
pembiusan dan operasi sehingga saat pasien sudah sadar, pasien tidak mengingat peristiwa
pembedahan/pembiusan yang baru saja dilakukan.

Menurut Mangku dan Senapathi (2010), tiga komponen anestesi yang populer disebut
trias anestesi, yaitu hipnotika (pasien kehilangan kesadaran), analgetika (pasien bebas
nyeri), dan relaksasi (pasien mengalami relaksasi otot rangka). Tiga komponen tersebut
dapat diwujudkan dengan kombinasi beberapa obat untuk mencapai masing masing
komponen trias anestesi tersebut.

B. Jenis Anestesi

a. Anestesi Regional

Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik.
Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.
Oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi triaas anestesi karena hanya menghilangkan
persepsi nyari saja (Pramono, 2017).

b. Anestesi General

Keuntungan dari penggunaan anestesi ini penggunaan anestesi ini adalah dapat
mencegah terjadinya kesadaran intraoperasi; efek relaksasi otot yang tepat dalam
jangka waktu yang lama; memungkinkan untuk pengontrolan jalan, sistem, dan
sirkulasi pernapasan; dapat digunakan pada kasus pasien hipersensitifterhadap zat
anestesi lokal; dapat diberikan tanpa mengubah posisi supinasi pasien; dapat
disesuaikan secara mudah apabila waktu operasi perlu diperpanjang; dan dapat
diberikan secara cepat dan reversible. Anestesi umum juga memiliki kerugian, yaitu
membutuhkan perawatan yang lebih rumit; membutuhkan intervensi aktif;
berhubungan dengan beberapa komplikasi seperti mual muntah, sakit
tenggorokan,sakit kepala, menggigil, dan terlambatnya pengembalian fungsi mental
normal; serta berhubungan dengan hipertermia maligna, kondisi otot yang jarang dan
bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal, hiperkarbia, asidosis metabolic dan
hiperkalamia (Press, 2015)

c. Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah suatu upaya untuk menghilangkan berbagai macam sensasi
seperti rasa nyeri untuk sementara waktu yang terjadi pada beberapa bagian tubuh
tanpa diikuti dengan hilangnya kesadaran (Simangsuno, 2015). Anestesi lokal secara
reversible menghambat konduksi saraf di dekat pemmberian anestesi, sehingga
menyebabkan mati rasa di daerah terbatas secara sementara (Press, 2015).
Perbedaanya dengan anestesi regional adalah anestesi lokal hanya memblok sensasi di
area dimana injeksi diberikan, tanpa mempengaruhi daerah-daerah lain yang diinervasi
oleh saraf tersebut (Peters, 2011).

C. Teknik Anestesi

a. Anestesi General

Anestesi umum atau general anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2017) dapat
dilakukan dengan 3 teknk, yaitu:

1) General Anestesi Intravena, teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.

2) General Anestesi Inhalasi, teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan
yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.

3) Balance Anesthesia Merupakan teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi


obat-obatan baik anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi
teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi
secara optimal dan berimbang

b. Regional Anestesi

Teknik dalam anestesi regional terbagi menjadi 2, yaitu:


1) Blokade sentral (blokade neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Pada anestesi spinal, obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh
pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Dalam
tindakan ini suntikan hanya diberikan 1 kali Sama seperti pada spinal anestesi,
pada epidural anestesi suntikkan dilakukan 1 kali, akan tetapi obat dapat diberikan
terus menerus menggunakan selang kecil bilaman masih diperlukan.

2) Blokade perifer (blokade saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksila, dan
analgesik regional intravena (Pramono,2019).

c. Anestesi Lokal

1) Anestesi Topikal Teknik ini dilakukan dengan mengaplikasikan sediaan anestesi


pada daerah membrane mukosa yang dapat dipenetrasi sehingga mencapai ujung
saraf superfisial (malamed ,2013)

2) Anestesi Infiltrasi Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan larutan di dekat


serabut terminal saraf sehingga menimbulkan efek anestesi keseluruhan jaringan
yang dipersarafinya (Muthaminnah, 2014)

3) Anestesi field black Teknik ini merupakan teknik anestesi lokal dimana larutan
anestesi dideponirkan di dekat ujung cabang saraf terbesar sehingga area yang
terkena efek anestesi akan dibatasi untuk mencegah jalannya impuls ke sistem
saraf pusat (Malamed,2013).

D. Rumatan Anestesi

a. Premedikasi Anestesi

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain (IPAI, 2018) :

Obat-obat yang diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai


berikut :

1) Analgetik narkotik

a) Morfin.

Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuskular


diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang
operasi, menghindari takipnu dapat pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi
berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan
wakti pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.
Kadang kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.

b) Petidin

Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena diberikan


untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.

2) Barbiturat (Pentobarbital dan sekobarbital)

Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak
dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa
pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak
diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan efek depresan yang
lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan
muntah.

3) Antikolinegrik (Atropin)

Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90


menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.

4) Obat penenang (transquillizer)

a) Diazepam. Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis


rendah bersifat sediatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi
dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2- 0,5 mg/kgBB) dengan
dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2
mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1mg/kgBB intravena.

b) Midazolam. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan


lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai
dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.

b. Induksi

Induksi dapat dilakukan dengan Ketamin (1-2 mg/kgBB IV) atau Propofol (2-3
mg/kgBB IV).

c. Pelumpuh otot

Pelumpuh otot yang biasanya digunakan atrakurium (0,5-0,6 mg/kgBB IV untuk


dosis awal, 0,1 mg/kgBB IV untuk dosis maintanance), vekuronium (0,1-0,2 mg/kgBB
IV untuk dosis awal, 0,015-0,020 mg/kgBB IV untuk dosis maintanance), rokuronium
(0,6- 1,0 mg/kgBB IV untuk dosis awal, 0,10-0,15 mg/kgBB IV untuk dosis
maintanance).

d. Maintanance

Maintenance dilakukan dengan menggunakan oksigen atau campuran oksigen


dengan nitrous oxide (N2O) bersama dengan agen inhalasi. Pilihan agen inhalasi
antara lain adalah dengan isofluran atau sevofluran. MAC Isofluran 1.15-1.20 vol%,
Sevofluran 1.80-2.0 vol%. Pada saat durante operasi jika diketahui durasi obat
pelumpuh otot telah berkurang, maka perlu diberikan obat pelumpuh otot dengan dosis
maintenance.

e. Obat Darurat

1) Sulfas atropine 0,25 mg

a) Golongan : Antikolinergik

b) Indikasi : Sebagai medikasi preanestetik untuk mengurangisekresi lendir pada


saluran nafas, keracunan organospospat(pestisida), menghambat persitaltik
usus sehingga dapatdigunakan pada kasus diare (jarang digunakan).

c) Dosis : Untuk preanestesi dosisnya 0,4 - 0,6 mg setiap 4 – 6jam secara


IV/SC/IM untuk antidote dosisnya 2 - 3 mg secaraIV dapat diulang hingga
gejala keracunan berkurang.

2) Lidocaine 2%

3) Efedrine

4) Adrenaline

a) Golongan : Agonis alpha/beta

b) Indikasi : Untuk mengatasi kondisi anafilaktik syok,hipotensi, bradikardi, dan


serangan asma akut.

c) Dosis : Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang setiap 3 - 5 menit,dapat diberikan


intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2- 2,5 kali dosis IV. Untuk reaksi
reaksi atau syok anafilaktikdengan dosis 0,2 - 1 mg sc dapat diulang setiap 5 -
15 menit.Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikanepinephrine
perinfus dengan dosis 1mg dilarutkan dalam 500cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1
μg/menit dititrasi sampaimenimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat
mencapai 210μg/menit.
f. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah
dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi dan
mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :

1) Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif,
perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24
jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 derajat Celciuskebutuhan
cairan bertambah 10-15 %.

2) Intra operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi: - Ringan = 4 ml/kgBB/jam. - Sedang = 6 ml/kgBB/jam -
Berat = 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana
perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan
kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan
pemberian plasma / koloid /dekstran.

3) Pasca operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama


operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

E. Risiko Komplikasi Anestesi

a. Sistem Pernapasan

Gangguan pada sistem pernapasan cepat menyebabkankematian karena hipoksia


sehingga harus diketahui sedini mungkindan segera di atasi. Penyebab yang sering
dijumpai sebagai penyulitpernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar
kembali) dansisa pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna,selain itu
lidah jatuh kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring.Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.

b. Sistem Sirkulasi

Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karenaperdarahan yang tidak ditangani dengan
baik. Sebab lain adalah sisaanastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama
jika tahapananastesi masih dalam akhir pembedahan.

c. Regurgitasi dan Muntah

Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi. Pencegahan


muntah penting karena dapat menyebabkanaspirasi.

d. Hipotermi

Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga karena


efek obat-obatan yang dipakai. Generalanestesi juga memengaruhi ketiga elemen
termoregulasi yang terdiriatas elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat
dan jugarespons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasiserta
mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasiyaitu menggeser batas
ambang untuk respons proses vasokonstriksi,menggigil, vasodilatasi, dan juga
berkeringat.

e. Gangguan Faal Lain

Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja obat


anestesi yang memanjang karena dosis berlebihrelatif karena penderita syok,
hipotermi, usia lanjut dan malnutrisisehingga sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari
dalam darah. Singkatnya, resiko komplikasi yang mungkin terjadi pada saat pre, intra,
pasca anestesi adalah sebagai berikut (IPAI, 2018) :

1) Pre anestesi

a) Nyeri akut

b) Ansietas

c) Resiko cedera anestesi

2) Intra anestesi

a) Resiko cedera trauma pembedahan

b) Resiko cedera posisi pembedahan

c) Resiko komplikasi disfungsi respiasi

d) Resiko komplikasi disfungsi kardiovaskular

e) Resiko komplikasi disfungsi sirkulasi

f) Resiko komplikasi disfungsi termoregulasi


g) Resiko komplikasi dsfungsi gastrointestinal

h) Resiko komplikasi disfungsi hepar

i) Resiko komplikasi disfungsi perkemihan

j) Resiko komplikasi disfungsi metabolik

k) Resiko komplikasi ketidakseimbangan elektrolit

3) Pasca anestesi

a) Resiko cedera gangguan fungsi respirasi

b) Resiko cedera gangguan fungsi sirkulasi

c) Resiko cedera gangguan fungsi caitran dan elektrolit

d) Resiko cedera gangguan fungsi neurologis

e) Resiko cedera gangguan fungsi gastrointestinal

f) Resiko cedera gangguan fungsi ginjal/perkemihan

g) Resiko cedera gangguan fungsi muskuloskeletal

h) Resiko alergi

i) Resiko jatuh
L. WEB OF CAUTION (WOC)
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart. Jakarta:
EGC.

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika.

Suratun, et al. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

http://www.NHS.uk/conditions/Cancer-of-the-Bone/Pages/diagnosis.aspx

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuham Keperawatan Berdasarka Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah penyakit dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Kardiyudiani, N. K., & Susanti, B. A. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1.Yogyakarta: PT.
PUSTAKA BARU.

Mangku, G dan Senapathi, T. G. A. (2010). IImu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.

The Royal College of Physicians (UK).. 2011. General Anasthesia. London: The Royal College of
Physicians.

Keat, S., dkk. 2013. Anasthesia on the Move. Jakarta: Indeks.

Rochimah, Dkk. 2011. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: Trans Info Media.

A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar lImu Bedah.Jakarta: EGC.

Potter, P. A dan Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Asuhan Keperawatan Anestesi Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap pertama dari proses asuhan kepenataan anestesiologi. Pada
tahap pengkajian, dilakukan proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan
untuk menentukan status kesehatan, status fungsional, dan pola respon klien pada saat ini
dan waktu sebelumnya. Penata anestesi akan mengumpulkan dan mangenalisis seluruh
informasi tentang status kesehatan klien. Pengkajian meliputi 2 tahap, yaitu
mengumpulkan dan verivikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder
(keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis), serta analisis seluruh dara sebagai dasar untuk
menegakkan masalah kesehatan, mengidentifikasi berbagai masalah kesehatan,
mengidentifikasi berbagai masalah yang saling berhubungan.

a. Data Subjektif

b. Data Objektif

2. Masalah Kesehatan Anestesi

Masalah kesehatan anestesi yang secara umum muncul pada pasien tonsillitis kronis
dengan general anestesi meliputi:

a. Pre Anestesi

1) Risiko cedera anestesi

2) Nyeri akut

3) Ansietas

b. Intra Anestesi

1) Risiko Cedera Trauma Pembedahan

2) RK Disfungsi Respirasi

3) RK Disfungsi Kardiovaskuler

4) RK Disfungsi Sirkulasi

c. Pasca Anestesi

1) Resiko Komplikasi Perdarahan


2) RK Disfungsi Termoregulasi

3) Resiko Jatu

3. Perencanaan/Intervensi Keperawatan Anestesi

a. Pra Anestesi

1) Nyeri akut

a) Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi 1x60 menit diharapkan


nyeri pasien berkurang

b) Kriteria hasil: Tanda–tanda vital dalam batas normal TD : 110 – 120/70 – 80


mmhg ; Nadi : 60 – 100x / menit ; Suhu : 36-37°C ; RR : 16 -20x/menit ; Skala
nyeri berkurang menjadi 4-6

c) Rencana intervensi

1. Observasi TTV

2. Atur posisi nyaman pasien

3. Kontrol lingkungan yang mampu mempengaruhi nyeri

4. Anjurkan pasien untuk istirahat

5. Lakukan pemantauan skala nyeri/VAS score setiap 15 menit

6. Mengajarkan pasien untuk mengatasi rasa nyeri

7. melakukan teknik distraksi relaksasi

8. kolaborasi dengan Sp.An untuk pemberian analgetik

2) Risiko Cedera Anestesi

a) Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi 1x 30 menit


diharapkan tidak terjadi cedera anestesi

b) Kriteria Hasil : Pasien siap untuk dilakukan tindakan anestesi ; Pemilihan


teknik anestesi yang tepat sesuai kondisi pasien

c) Rencana Intervensi

(1) Lakukan persiapan sebelum pembedahan

(2) Kaji status nutrisi pasien (menimbang BB)


(3) Pantau penyulit yang akan terjadi

(4) Lakukan balance cairan

(5) Lakukan informed consent

(6) Lepaskan aksesoris

(7) Lakukan latihan pra anestesi

(8) Anjurkan pasien untuk berpuasa

(9) Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum operasi


(10) Tetapkan kriteria mallampati

(11) Tentukan status fisik menurut ASA

(12) Kolaborasidalam pemberian obat pramedikasi

(13) Kolaborasi penetapan teknik anestesi

3) Ansietas

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1x30 menit


diharapkan ansietas (kecemasan) teratasi

b) Kriteria Hasil : Pasien bersedia menjalani operasi Pasien tenang, tidak


gelisah.TTV dalam batas normal (TD:120/80, N:80-100x/mnt, S:36,5ºC ;
RR:14-20x/menit

c) RencanaIntervensi :

1. Observasi TTV b) Kunjungan pra operatif pada 1 hari sebelum tindakan


operasi

2. Bantu pasien ekspresikan perasaan untuk mengatasi kecemasan

3. Ajarkan teknik relaksasi

4. KIE pasien terkait jenis tindakan dan anestesi

5. Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian premedikasi


midazolam

b. IntraAnestesi

1) Risiko Cedera/Trauma Pembedahan


a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1x30 menit
diharapkan tidak terjadinya cedera trauma pembedahan

b) Kriteria Hasil: Tidak adanya tanda – tanda trauma pembedahan Pasien tampak
rileks selama operasi berlangsung ; Tanda–tanda vital dalam batas normal TD :
110–120/70–80 mmhg ; Nadi : 60–100 x/menit ; Suhu : 36-37°C ; RR: 16–
20x/menit ; Saturasi oksigen > 95% Pasien telah teranestesi, analgesi, relaksasi
dan hipnotik cukup ; Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi
berlangsung

c) Rencana Intervensi :

(1) Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik


anestesi

(2) Bantu pelaksanaan anestesi (general anestesi) sesuai dengan program


kolaboratif spesialis anestesi

(3) Bantu pemasangan alat monitoring noninvasif

(4) Monitoring peri anestesi

(5) Atasi penyulit yang timbul

(6) Lakukan pemeliharaan jalan napas

(7) Lakukan pemasangan alat ventilasi mekanik

(8) Lakukan pengakhiran tindakan anestesi

2) RK Disfungsi Respirasi

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak


terjadi disfungsi respirasi

b) Kriteria Hasil : Pernafasan pasien adekuat, RR normal:16-20 x/menit ; SaO2


normal : 95–100%

c) Rencana Intervensi :

(1) Monitoring Vital sign

(2) Monitoring saturasi oksigen pasien

(3) Bantu ventilasi pasien

(4) Lakukan analisa gas darah arteri: pH, PaCO2, dan PaO2
(5) Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemasangan alat ventilasi
mekanik

(6) Kolaborasi dengan dokter anestesi untuk pemberian Anastesi

4) RK Disfungsi Kardiovaskuler

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1x30 menit


diharapkan tidak terjadi disfungsi kardiovaskular

b) Kriteria Hasil: Tanda–tanda vital dalam batas normal TD:110–120/70–80


mmhg ; Nadi:60–100 x/menit ; Suhu: 36-37°C ; RR:16–20x/menit ; CM = CK
; Tidak terjadi edema / asites ; tidak terjadi cyanosis ; Tidak ada edema paru

c) Rencana Intervensi :

(1) Observasi TTV

(2) Observasi kesadaran

(3) Monitoring cairan masuk dan cairan keluar

(4) Monitoring efek obat anestesi

(5) Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam tindakan perioperatif maintenance


cairan intravena dan vasopresor

5) RK Disfungsi Sirkulasi

a) Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan anestesi selama 1x30 menit


diharapkan sirkulasi pasien tetap terjaga

b) Kriteria Hasil: TD dalam batas normal : >90/60mmHg, <130/90mmHg ; Nadi


dalam batas normal : 60–100x/menit ; CRT <2detik ; Akral teraba hangat ;
Tidak terjadi kehilangan darah ; Membran mukosa tidak pucat.

c) Rencana Intervensi :

(1) Observasi TD, Nadi, CRT, Akral, Mukosa bibir

(2) Observasi kehilangan darah.

(3) Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian cairan

(4) Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemberian haemodinamik

c. Pasca Anestesi
1) Resiko Komplikasi Pendarahan

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak


terjadi resiko pendarahan

b) Kriteria Hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal TD: 110 – 120 / 70 –
80 mmhg ; Nadi:60–100x/menit ; Suhu:36-37°CRR:16–20x/menit ; Tidak
terdapat darah dalam saluran nafas ; Pasien tampak tenang

c) RencanaIntervensi

(1) Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal

(2) Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur

(3) Awasi gerakan menelan karena pasien bisa menelan darah yang

terkumpul di faring

(4) Pantau bunyi nafas

(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tampon yang mengandung

adrenalin

1) RK Disfungsi Termoregulasi

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi 1x1jam diharapkan


termoregulasi pasien tetap terjaga

b) Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal : 36,5oC - 37,5oC ; Permukaan
tubuh teraba hangat ; Pasien tidak menggigil

c) Rencana Intervensi

(1) Observasi Suhu Tubuh dan Permukaan Tubuh

(2) Berikan selimut extra pada pasien

(3) Gunakan Blanket Warmer untuk penghangat cairan

1) Resiko Jatuh

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan pasien


aman setelah pembedahan.
b) Kriteria Hasil: Tanda–tanda vital dalam batas normal ; TD:110–120/70–80
mmhg ; Nadi:60– 100x/menit ; Suhu : 36-37°C ; RR:16–20 x/menit ; aldrete
score>8 ; Pasien tampak tidak lemah

c) Rencana Intervensi

(1) Monitoring TTV

(2) Lakukan penilaian aldrettescore

(3) Berikan pengaman pada tempat tidur pasien

(4) Berikan gelang resiko jatuh

(5) Latihan gerakkan ekstremitas

4. Implementasi

Tahap proses Askan dengan melaksanakan berbagai strategi tindakan keperawatan yang telah
direncanakan. Perawat anestesi harus mengetahui berbagai hal: bahaya fisik, perlindungan
pasien, teknik komunikasi, prosedur tindakan. Menurut (Hutahaean, 2010) implementasi adalah
proses asuhan untuk membantu pasien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan Anestesi

Evaluasi keperawatan menurut (Hutahaean, 2010) adalah tindakan akhir dari proses
keperawatan dan merupakan suatu tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Evaluasi dilaksanakan dengan melihat respon pasien terhadap asuhan yang
telah diberikan, sehingga perawat bisa mengambil suatu keputusan. Tujuan dari evaluasi yaitu
untuk mendapatkan umpan balik yang relevan dengan cara membandingkan dengan kriteria
hasil. Hasil evaluasi menggambarkan tentang perbandingan tujuan yang dicapai dengan hasil
yang diperoleh.

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN TN.K


DIAGNOSA TUMOR CUBITI DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI EKSISI
DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI LARINGEAL MASK AIRWAY
DIRUANG IBST RSAD TK II UDAYANA
TANGGAL 04 MEI 2022

I. PENGKAJIAN

A. Pengumpulan Data

1. Anamnesis

a. Identitas

1) Identitas Pasien

Nama : Tn.K

Umur : 44 Tahun

Jenis kelamin : Laki- laki

Agama : hindu

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : PNS (Dosen)

Suku Bangsa : Indonesia

Status perkawinan` : kawin

Golongan darah :B

Alamat : Jl.Yeh aya IX No 14

No. CM : 30.12.35

Diagnosa medis : Tumor Cubiti (D)


Tanggal masuk : 5 Mei 2022

Tanggal pengkajian : 6 Mei 2022 Jam Pengkajian : 08.05

Jaminan : BPJS Umum

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.S
Umur : 42 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan :-
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dg Klien : Istri
Alamat :
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a) Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan nyeri dibagian lengan kanan dan pergelangan tangan
b) Saat Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada pukul 08:10 WITA dengan melakukan wawancara
pada pasien tampak tegang dan mengatakan akan dioperasi pada daerah lengan
kanan observasi pemeriksaan fisik pada pasien dan melihat catatan rekam medik
pasien. Pada pemeriksaan pasien sadar GCS 15, respirasi 20 x/ menit, tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/ menit.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Dari beberapa diagnosa yang mungkin muncul ada pasien dengan keluhan nyeri pada
bagian lengan kanan dan pergelangan tangan tendon. Setelah dilakukan pemeriksaan
penunjang pemeriksaan radiologi didapatkan pada daerah tendon terdapat benjolan
kecil. Maka dokter mendiagnosa pasien tumor cubiti dektra dan rencana dilakukan
Tindakan operasi eksisi pa pada tanggal 6 mei 2022 pasien dilakukan persiapan
operasi dan pemberian antibiotic ceftriaxone 2 g.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? tidak
- Riwayat operasi sebelumnya : tidak ada
- Riwayat anestesi sebelumnya : tidak ada
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? tidak
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a. Obat yang pernah dikonsumsi: tidak ada
b. Obat yang sedang dikonsumsi: tidak ada
7) Riwayat Alergi : tidak ada alergi
8) Kebiasaan :
- Merokok : tidak
- Alkohol : tidak
- The : tidak

- Olahraga rutin : tidak

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau oksigenasi :
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
2) Air / minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 6 sampai 8 gelas sehari
- Jenis : air putih
- Cara : dengan gelas
- Minum Terakhir : air putih
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 5 sampai 7 gelas sehari
- Jenis : air putih
- Cara : dengan gelas
- Minum Terakhir : air putih
- Keluhan : keinginan untuk minum menurun
- Lainnya : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 3-4x sehari
- Jenis : nasi, sayur, lauk
- Porsi : 1 porsi setiap makan
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : semua makanan
- Nafsu makan : baik
- Puasa terakhir : tidak ada
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 2x sehari
- Jenis : nasi, bubur, sayur, lauk
- Porsi : 1/2 piring setiap makan
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : sayur-sayuran
- Nafsu makan : menurun
- Puasa terakhir : tidak ada
- Keluhan : nafsu makan menurun
- Lainnya : tidak ada

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 2x /hari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning kecokelatan
- Bau : berbau khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1x/hari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning kecokelatan
- Bau : berbau khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1000 cc
- Konsistensi : cair
- Warna : bening
- Bau : bau khas amonia
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 600 cc
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning jernih
- Bau : bau khas amonia
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain


dan alat,
4: tergantung total.
Total skor = 7
b) Istirahat Dan Tidur Sebelum sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak pernah
- Berapa jam anda tidur : malam 7 jam, siang 3 jam
Saat sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? pernah
- Berapa jam anda tidur: malam 3-5 jam, siang tidak ada
6) Interaksi sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman: tidak ada
gangguan
7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : baik
- Rasa Nyaman : kurang baik
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan: baik
-
8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok sosial
sesuai dengan potensinya.:
- Konsumsi vitamin : tidak ada
- Imunisasi : vaksin covid 19
- Olah raga :jarang
- Upaya keharmonisan keluarga : baik
- Stres dan adaptasi : pasien bisa Beradaptasi dengan dengan baik
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : verbal : 4 Motorik : 5 Mata : 6
Penampilan : tampak sakit ringan berat
Tanda-tanda Vital : Nadi = 84x/menit, Suhu = 36,50 C, TD = 110/70 mmHg,
Saturasi = 98%,
RR = 20x/menit, Skala nyeri: 5 (0-10)
BB: 58 Kg, TB: 148cm,
BMI: 24,9
Lainnya : tidak ada
2) Pemeriksaan Kepala
• Inspeksi :
Bentuk kepala (normochepali), kesimetrisan ( + ), hidrochepalus ( - ), Luka ( - ),
darah ( - ), trepanasi
Lainnya: tidak ada
• Palpasi :
Nyeri tekan (-), fontanella / pada bayi (cekung)
Lainnya : tidak ada
3) Pemeriksaan Wajah :
• Inspeksi :
Ekspresi wajah (meringis), dagu kecil (+), Edema (-), kelumpuhan otot-otot fasialis
(-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah (-)
Lainnya : tidak ada
4) Pemeriksaan Mata
• Inspeksi :
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
- Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
- Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ), peradangan ( - ), luka ( - ),
benjolan ( - )
- Bulu mata (tidak rontok)
- Konjunctiva dan sclera : perubahan warna : kemerahan
- Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis / midriasis) isokor ( + )
- Kornea : warna : kecokelatan
- Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
- Ketajaman Penglihatan ( Kurang )
- Penggunaan kontak lensa: tidak
- Penggunaan kaca mata: tidak
- Lainnya : tidak ada
• Palpasi
- Pemeriksaan tekanan bola mata : tidak ada nyeri dan edema
- Lainnya: tidak ada
5) Pemeriksaan Telinga
• Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris
- Lesi ( - ), nyeri tekan ( - ),peradangan ( - ), penumpukan serumen (-).
- perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
- Tes kepekaan telinga : normal
- Lainnya: tidak ada
6) Pemeriksaan Hidung
• Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (tidak ada pembekakan )
- Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan ( - ),
pembesaran/polip ( - )
- pernafasan cuping hidung ( - ).
- Lainnya: (-)

7) Pemeriksaan Mulut dan Faring


• Inspeksi dan Palpasi
- Amati bibir : Kelainan konginetal (tidak ada kelainan ), warna bibir tampak
sedikit pucat, lesi ( - ), bibir pecah ( - ).
- Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran ( - ), Gingivitis ( - ), gigi palsu (
- ), gigi goyang ( - ), gigi maju ( - ).
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : ( - )
- Lidah : Warna lidah : kemerahan sedikit pucat, Perdarahan ( - ), Abses ( - ),
Ukuran : normal.
- Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : sedikit berbau khas, uvula ( simetris
),
Benda asing : ( tidak )
- Tonsil : T 0
- Mallampati : 1
- Perhatikan suara klien : (tidak berubah )
- Lainnya: tidak ada
8) Pemeriksaan Leher
• Inspeksi dan amati dan rasakan :
- Bentuk leher (simetris), peradangan ( - ), jaringan parut (-), perubahan warna (
- ), massa ( - )
- Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
- Vena jugularis : pembesaran ( - )
- Pembesaran kelenjar limfe ( - ), posisi trakea (simetris)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi : ( + ), fleksi :
( + ), menggunakan collar : ( - )
- Leher pendek: tidak
- Lainnya: tidak ada
• Palpasi
- Kelenjar tiroid: ukuran : normal, intensitas : tidak teraba.
- Vena jugularis : tekanan : tidak ada pembesaran
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( + )
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi : ( + ), fleksi :( +
), menggunakan collar : ( - )
- Lainnya: tidak ada
9) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
• Inspeksi
- Bentuk (simetris), pembengkakan ( - ).
- Kulit payudara : warna : kecoklatan, lesi ( - )
- Areola : perubahan warna (+)
- Putting : cairan yang keluar ( - ), ulkus ( - ), pembengkakan ( - )
- Lainnya: tidak ada
• Palpasi
- Nyeri tekan ( - ), dan kekenyalan (lunak), benjolan massa ( - ),
- Lainnya : tidak ada
10) Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
• Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit : lembab
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( - ), retraksi
suprasternal (-), Sternomastoid ( - )
- Pola nafas : (Eupnea)
- Batuk ( - ), jelaskan : tidak ada
- Lainnya: tidak ada
• Palpasi
- Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama). Lebih bergetar sisi : simetris
- Lainnya: (-)
• Perkusi
- Area paru : ( sonor )
- Lainnya: (-)
• Auskultasi
- Suara nafas
- Area Vesikuler : (bersih) ,
- Area Bronchial : (bersih)
- Area Bronkovesikuler : (bersih)
- Suara Ucapan
Terdengar : Bronkophoni ( - ), Egophoni ( - ), Pectoriloqy ( - )
- Suara tambahan
Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ), Pleural fricion rub ( - )
- Lainnya : (-)
b) Pemeriksaan Jantung
• Inspeksi
Ictus cordis ( - ), pelebaran : tidak ada
Lainnya (-)
• Palpasi
Pada dinding torak teraba : ( Kuat )
Lainnya: (-)
• Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ( N = ICS II )
Batas bawah : ( N = ICS V)
Batas Kiri : ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
Lainnya : (-)
• Auskultasi
BJ I terdengar (regular)
BJ II terdengar (regular)
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm (-), Murmur ( - )
Lainnya : (-)
11) Pemeriksaan Abdomen
• Inspeksi
- Bentuk abdomen : ( datar )
- Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + ),
- Bayangan pembuluh darah vena (-)
- Lainnya : (-)
• Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 12x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi
(-)
Lainnya : (-)
• Perkusi :
Tympani ( - ), dullness ( - ), Lainnya : (-)
• Palpasi
- Distensi ( - ), Difans muskular ( - )
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan (lunak), permukaan (halus), tepi
hepar (tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).
- Palpasi Lien : Pembesaran lien : ( - )
- Palpasi Appendik :
Titik Mc. Burney . nyeri tekan ( - ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar
kontralateral ( - ).
Acites atau tidak : Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - ).
- Palpasi Ginjal :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ). (N = ginjal tidak teraba).
- Lainnya : (-)
12) Pemeriksaan Tulang Belakang :
• Inspeksi
- Kelainan tulang belakang: Kyposis (+), Scoliosis (-), Lordosis (-) Perlukaan (-),
infeksi (-), mobilitas (leluasa)
- Lainnya: (-)
• Palpasi
Fibrosis (-), HNP (-)
Lainnya : (-)
13) Pemeriksaan Genetalia
a) Genetalia Wanita
• Inspeksi :
- Kebersihan Rambut pubis (bersih), lesi ( - ), benjolan ( - )
- Lubang uretra : penyumbatan ( - ), Hipospadia ( - ), Epispadia ( - )
- Terpasang kateter (-),
- Lainnya: tidak ada
14) Pemeriksaan Anus
• Inspeksi
Atresia ani ( - ), tumor ( - ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - )
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - )
• Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( - ) pemeriksaan Rectal Toucher ( - )
Lainnya : tidak ada
15) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
• Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-),
IV line: terpasang di tangan kanan, ukuran abocatch 22G,
tetesan: 8x/ menit
ROM: aktif
Lainnya : (-)
• Palpasi
Perfusi : perifer tidak efektif
CRT: < 2’
Edema : tidak ada
Lakukan uji kekuatan otot : ( 5 )
Lainnya : ( - )
b) Ekstremitas Bawah :
• Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas ( - )
Fraktur ( - ) IV line: ( - )
ROM: pasif
Lainnya : ( - )
• Palpasi
Perfusi : perifer tidak efektif
CRT : < 2’
Edema : tidak ada
Lakukan uji kekuatan otot : ( 4 )
Lainnya: (-)
- Edema :
0 0

0 0

0 0
- uji kekuatan otot :

1
1
333 333

444 555
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –muntah (-) riwayat
kejang (-), penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat pingsan (-), tanda-tanda TIK.
Lainnya: (-)
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) : normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) : normal
Nervus III, Ocumulatorius : normal
Nervus IV, Throclearis : normal
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : normal
- Cabang maxilaris : normal
- Cabang Mandibularis : normal
Nervus VI, Abdusen : normal
Nervus VII, Facialis : normal
Nervus VIII, Auditorius : normal
Nervus IX, Glosopharingeal : normal
Nervus X, Vagus : normal
Nervus XI, Accessorius : normal
Nervus XII, Hypoglosal : normal
3. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-)
4. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul (+), benda tajam (-)
Menguji sensasi panas / dingin (+), kapas halus (+) minyak wangi (+)
5. Memeriksa reflek kedalaman tendon
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( + )
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
a. Reflek babinski ( - )
b. Reflek chaddok ( - )
c. Reflek schaeffer ( - )
d. Reflek oppenheim ( - )
e. Reflek gordon ( - )

3. Data Penunjang Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 11 gr/dl,
Leukosit 14.300 /ul,
Trombosit 303.000 /ul,
Albumin/Globulin 4,1/2,7 gr/dl,
Ureum/Creatinin 17/0,6 mg/dl,
Asam urat 4 mg/dl,
Gula Darah Acak 118 mg/dl,
b. Pemeriksaan Radiologi : Foto Rontagen
c. Kesimpulan status fisik (ASA) :
Dari hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bahwa pasien masuk ke dalam
ASA 2, dikarenakan pasien dilakukan tindakan general anestesi menggunakan
LMA menggunakan obat-obatan anestesi, yang memungkinkan mempengaruhi
kondisi hemodinamik pasien.
d. Therapi Saat Ini:
- Infus RL 20 tetes permenit
- Antibiotik Ceftriaxone Sodium 2 gram yang diencerkan dengan 10 cc
aquabidest, diberikan melalui drip infus.

e. Pertimbangan anestesi
1. Faktor penyulit : Tindakan anestesi berhubungan dengan efek samping
obat dan pemasangan LMA.
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
Indikasi :Dikarenakan pasien akan dilakukan tindakan pembedahan pada
ekstremitas atas
3. Teknik Anestesi : GA-LMA (4.0)
4. Indikasi : Operasi-operasi yang memerlukan relaksasi lapangan operasi
optimal dan operasi yang membutuhkan waktu panjang
5. Persiapan Alat :
a. Aparatus anestesi:mesin anestesi. monitor, oksigen, gas N2O, face
mask, sirkuit napas dengan konektor Y, pulse oximetry
b. STATICS
Scope : Laringoskop, stetoskop
Tube : LMA (4.0), spuit 3cc, 5cc, 10cc, 20cc
Airway : OPA dan NPA
Tape : Plaster, hypapix
Introducer : Stilet, jelly, magil forceps
Conector : Konektor L dan Y
Suction
Pengelolaan Anestesi
Di ruang operasi, pasien dipasang alat-alat monitor invasif (tekanan darah,
denyut jantung, SaO2 , EKG dan kateter urin). Pasien diberikan premedikasi
dengan midazolam 2,5 mg iv dan deksamethason 2 mg iv. Pasien diinduksi
dengan fentanyl 50 mcg, propofol 150 mg, intubasi dengan pipa endotrakeal
nomor 7 dan difasilitasi dengan vekuronium 5 mg. Pemeliharaan anestesi
oksigen : udara = 3 L/menit : 3 L/menit, sevofluran 1–2 volume%. Infusi
propofol 100–300 mg/jam dan infusi vekuronium 1 mg/jam dengan pompa
semprit. Fentanyl diberikan secara berkala. Ventilator diatur dengan volume tidal
500 ml, pernafasan 10 kali/menit, I : E = 1 : 2.
Rumatan Anestesi
Sebelum diposisikan, anestesi diberikan tidak terlalu dalam untuk meminimalkan
efek hemodinamik saat perubahan posisi 180°.9 Pada kasus ini rumatan yang
dipilih adalah anestesi inhalasi sevofluran 1–2 volume % menggunakan oksigen
dan udara (3 L/menit : 3 L/menit), dikombinasikan dengan propofol dan
fentanyl.
f. Cairan
Kritaloid
- Jenis : RL
- Jumlah : 500 CC
B. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


PRE ANESTESI
1 DS: Perubahan status kesehatan
Pasien mengatakan ini dan kurangnya pengetahuan
merupakan operasi pertama
kalinya ↓
DO:
Terjadi respon tubuh
- Pasien bertanya-tanya Ansietas
peningkatan kontraktitas
tentang tindakan operasi
simpatomimetik
yang akan dilakukan
- Wajah pasien Nampak ↓
tegang TTV Pasien TD
= 130/80 mmHg, RR= Ansietas
22x/menit

2 DS:
- P : benturan Cedera jaringan tubuh
- Q:nyeri tumpul seperti

tertekan - R: panggul
- S: 4 Inflamasi
- T: nyeri terus terasa Nyeri akut
DO: ↓
TTV Pasien TD =
130/80 mmHg, RR= Nyeri akut
23x/menit N :
110x/menit Skala Nyeri:
4
DS: Tindakan pembedahan
Pasien mengatakan ini
operasi pertamanya dan ↓
belum pernah dilakukan
Tindakan GA
tindakan anestesi
DO: ↓ Resiko cedera agen
- Pasien akan di anestesi anestesi
menggunakan sevoflurane Efek obat GA

Resiko cedera agen anestesi

INTRA ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem
1 DS:
Pasien mengatakan ini Tindakan pembedahan
merupakan operasi ↓
pertamanya
DO: Efek obat General Anestesi Risiko trauma
- Rencana dilakukan pembedahan
Tindakan pembedahan ↓
eksisi PA
- Teknik pembiusan Risiko Trauma Pembedahan
General Anestesi
2 DS:-
DO:
- Pasien akan dilakukan Teknik pembiusan
Tindakan pembedahan ↓
eksisi PA dengan jenis
Depresi pernapasan
pembiusan General
RK. Disfungsi Respirasi
Anestesi - Penggunaan

propofol
- RR 22x/menit RK. Disfungsi Respirasi

RK. Disfungi Respirasi


3 DS :
DO :
- Pasien akan dilakukan Efek agen obat anestesi
Tindakan pembedahan ↓
eksisi PA dengan jenis RK. Disfugsi
Depresi Kardiovaskuler Kardiovaskuler
pembiusan General
Anestesi - Penggunaan

propofol
- TD 130/80 mmHg RK. Disfugsi Kardiovaskuler
DS : - Tindakan pembedhan
DO : ↓
- Pasien akan dilakukan
tindakan pembedahan Trauma
↓ Resiko Perdarahan
Pembuluh darah pecah /robek

Perdarahan
PASCA ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: Teknik pembiusan
DO: ↓
- Pasien pasca dilakukan
Tindakan pembedahan Efek obat anestesi
eksisi dengan jenis ↓ Resiko jatuh
pembiusan General
Blok saraf motorik
Anestesi

Risiko jatuh
2 DS: Tindakan pembedahan
Pasien mengatakan merasa ↓
kedinginan
DO: Luka post operasi, suhu
- Pasien pasca dilakukan ruangan
Tindakan pembedahan
eksisi dengan jenis ↓ RK disfungsi
pembiusan General termoregulasi
Perubahan suhu dalam tubuh
Anestesi - Suhu tubuh
pasien 32°C

- Suhu ruangan 21°C
RK Disfungsi termoregulasi

II. Problem ( Masalah)


1. Pre Anestesi
a. Resiko cedera Anestesi (pasien akan di anestesi untuk dilakukan pembedahan EKSISI PA)
b. Nyeri akut ( Pasien mengatakan nyeri tenggorokan dan skala nyeri yang diperoleh adalah
4)
c. Ansietas ( Pasien mengatakan ini merupakan operasi pertama kalinya dan diperoleh wajah
pasien Nampak tegang TTV Pasien Nadi = 92x/menit Suhu = 36,80 C, TD = 130/80
mmHg, RR= 22x/menit
2. Intra Anestesi
a. Risiko trauma pembedahan (Pasien akan dilakukan tindakan pembedahan EKSISI PA
jenis pembiusan menggunakan General Anestesi )
b. RK. Disfungsi respirasi ( Pasien akan terpapar agen anestesi yang dapat menyebabkan
depresi saluran pernapasan )
c. cK. Disfungsi kardiovaskuler ( Pasien akan terpapar dengan obat-obatan agen anestesi
yang dapat membuat disfungsi kardiovaskular seperti hipotensi )
d. Resiko perdarahan (pasien akan dilakukan tindakan pembedahan EKSISI PA)
3. Pasca Anestesi
a. RK disfungsi termoregulasi, perubahan suhu ruangan mengakibatkan pasien hipotermi )
b. Risiko jatuh ( Keadaan motorik pasien lemah pasca pembedahan dan akibat penggunaan
agen/Obat-obatan anestesi )
RENCANA INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. Pre Anestesi

Nama Pasien :Tn.K No. CM : 20 94 29


Umur :44 Tahun Dx : TU CUBITI
Jenis kelamin :laki laki Ruang : instalasi bedah (OK)

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &


Paraf
(Masalah) Tujuan Intervensi

1 Resiko Setelah diberikan 1. Pengkajian body 1. Mengkaji body system S: Iskandar


cedera asuhan keperawatan system (B1-B6) (Breathing, blood, brain, - Pasien mengatakan
anestesi anestesi 1x 30 menit bladder, bowel, bone)
diharapkan tidak terjadi 2. Pengkajian paham terhadap
cedera anestesi dengan LEMON (look 2. Mengkaji LEMON informasi dan
kriteria hasil: externaly, - look externaly (melihat edukasi yang
- Pasien siap untuk evaluate. bentuk mulut,kepala, diberikan
dilakukan tindakan Mallampati, dan leher) kepadanya
anestesi obstruksi, neck mengenai
- Jenis anestesi GA mobility) - evaluate 3-3-2 kondisinya,
- Teknik anestesi (mengukur kemampuan Tindakan EKSISI
3. Pem lab : darah buka mulut 3 jari,
inhalasi dengan NTT PA dan anestesi
- Tersiapkan mesin lengkap (wajib HB mengukur jarak mentum
& HT), liver (jenis anestesi,
dan peralatan ke hyoid 3 jari, dan jarak tekniknya), serta
anestesi function test, renal thyromental 2 jari)
function test, resiko yang
- Tersiapkan obat
anestesi serum elektrolit, - Mallampati – mungkin terjadi
- Tersiapkan obat faal hemostasis Obstruksi akibat tindakan
emergensi pembedahan dan
4. Pem radiologi : - neck mobility
- Tersiapkan cairan anestesi
- Tersiapkan obat obat foto thoraks, foto 3. Berkolaborasi untuk - Pasien mengatakan
lainnya polos abdomen menetapkan status fisik siap dioperasi
(BOF), USG, CT ASA (informed consent
scan (sesuai 4. Berkomunikasi dengan sudah ditandatanga
indiksi) pasien untuk ni)
5. Pem EKG bila menyampaikan O:
umur > 40 tahun informasi dan edukasi 1. Pemeriksaan fisik
atau apabila ada kepada pasien mengenai
indikasi kondisinya, tindakan - Breathing :normal

6. Kolaborasi untuk eksplorasi ureter dan - Blood : normal


menetapkan status anestesi (jenis anestesi,
- Brain : normal
fisik ASA tekniknya), serta resiko
yang mungkin terjadi - Bladder kondisi
7. KIE kepada pasien akibat tindakan ginjal & produksi
mengenai pembedahan dan urin tidak normal
kondisinya, anestesi - Bowel : normal
tindakan operasi
dan anestesi yang 5. Meminta persetujuan - Bone : normal
akan dilakukan pasien(informed
consent) 2. LEMON :
serta resiko dari
tindakan tersebut 6. Menganjurkan pasien - Look externaly :
untuk puasa makan bentuk mulut dan
8. Lakukan informed leher normal,
consent selama 8 jam dan
minum air putih selama bentuk kepala
9. anjurkan pasien 3 jam sebelum operasi bulat
pasien untuk (pasien dianjurkan untuk - Evaluate :
berpuasa sesuai berhenti makan setelah kemampuan buka
usia dan makanan jam 12 malam dan mulut 3 jari, jarak
yang dikonsumsi minum setelah jam 5) momentum ke
hyoid 3 jari, dan
jarak thyromental
2 jari
- Mallampati : grade
1 - Obstruksi :
tidak ada
- Neck mobility :
pergerakan leher
normal 35-36
derajat
3. Status fisik ASA 1
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Mengobservasi 1. Mengobservasi TTV S : pasien mengatakan
asuhan kepenataan TTV merasakan nyeri
- TD : 130/80mmHg
anestesi selama 1x30 berkurang
menit diharapkan skala 2. Kaji PQRS - RR : 23x/menit
nyeri pasien berkurang 3. Atur posisi O:
- N : 110x/menit
dengan kriteria hasil: nyaman pasien 1. TTV :
2. Mengkaji PQRS
- Skala nyeri 4. Kontrollingkungan - TD : 125/80mmH
yang mampu 3. Melakukan pemantauan g
ringan sedang 2-4)
VAS˂5 memengaruhi skala nyeri/ VAS score
- RR : 20x/menit
- TD dalam batas nyeri 4. Mengatur posisi pasien
normal: >90/60 dengan posisi nyaman - N : 110x/menit
5. Anjurkan pasien
mmHg, ˂130mmHg yang diinginkan pasien 2. PQRS :
untuk beristirahat
- RR dalam batas (posisi semi fowler)
normal ˂ 18-20 6. Lakukan - P : nyeri benturan
x/menit Wajah pemantauan skala 5. Mengedukasi pasien - Q : nyeri terasa
pasien tampak tidak nyeri/ VAS score tentang nyeri pada saat tumpul
meringis setiap 10 menit pre, intra, pasca operasi
penyebabnya dan - R : di area
7. Edukasi paien Mengajarkan pasien panggul
tentang nyeri pre untuk mengatasi nyeri - S : skala 4 (dari
intra pasca operasi, dengan metode distraksi
penyebab dan Ajar pernapasan diafragma 1-10)
pasien untuk 6. Melakukan teknik - T : nyeri terus
mengatasi nyeri distraksi pernapasan menerus
8. Lakukan teknik diafragma 3. Skala nyeri menjadi 2
distraksi relaksasi 7. Memberikan analgetik setelah diberikan
9. Kolaborasi dengan sesuai terapi yaitu terapi fentanil
dr. Sp. Anestesi fentanil 0,7-2 mcg/kgbb A: Nyeri
untuk pemberian (sebanyak 100 mcg)
analgetik. melalui infus P : pertahankan intervensi
dengan menganjurkan
8. Menganjurkan pasien pasien melakukan teknik
beristirahat distraksi pernapasan
9. Melakukan pemantauan diafragma dan terapi obat
skala nyeri (VAS score) I : melakukan teknik
- Nyeri berada pada distraksi pernapasan
skala 2 (1 - 10) diafragma dan terapi obat
analgetik
E : pasien mengatakan
nyeri berkurang, skala
nyeri 1 R : kolaborasi
dengan dokter untuk
pemberian analgetik
Ansietas Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Memberikan KIE pasien S :
tindakan keperawatan terkait prosedur tindakan -
2. Bantu pasien pasien mengatakan
anestesi 1x30 menit (lokasi, lama
diharapkan ansietas ekspresikan memahami edukasi
perasaan untuk operasi,perawatan yang diberikan
(kecemasan) teratasi setelah operasi) dan
dengan Kriteria Hasil: mengatasi terkait prosedur
kecemasan jenis anestesi serta tindakan (lokasi,
perawatan dan nyeri lama operasi,pera
- Pasien bersedia
menjalani operasi 3. KIE pasien terkait yang mungkin dirasakan watan setelah
- Pasien tenang, tidak jenis tindakan dan pasca anestesi operasi) dan jenis
gelisah. anestesi anestesi serta
- TTV dalam batas 2. Mengajarkan teknik
perawatan dan nyeri
normal (TD:120/80, 4. Berikan dukungan distraksi pernapasan
yang mungkin
N:80 - 100x/mnt, pada pasien untuk diafragma
dapat beradaptasi dirasakan pasca
S:36,5ºC ; 3. Melakukan teknik
terhadap anestesi
- RR:14 - 20x/menit) distraksi pernapasan
perubahan dan diafragma - pasien mengatakan
pengertian tentang cemasnya berkurang
peran pasien pada 4. Mengobservasi TTV- O:
post pembedahan TD : 130/80mmhg - RR
dan anestesi : 20x/menit - N : TTV :
105x/menit - S : 36,2 - TD : 120/80 mmhg -
5. Ajarkan teknik derajat celsius
distraksi dan RR : 20x/menit
relaksasi 5. Membantu pasien - N : 100x/menit
mengekspresikan
6. Anjurkan pasien perasaan untuk - S : 36,2 derajat
untuk terapi untuk mengatasi kecemasan celsius A : cemas
menurunkan teratasi P :
ansietas (musik, 6. Memberikan dukungan pertahankan kondisi
aromaterapi, pada pasien untuk dapat pasien
latihan relaksasi, beradaptasi terhadap
imajinasi perubahan dan
terbimbing, pengertian tentang peran
hidroterapi, pasien pada post
penghentian pembedahan dan
pikiran, massase, anestesi
olahraga) 7. Menganjurkan pasien
7. Kolaborasi dengan terapi untuk
dokter anestesi menurunkan ansietas
dalam pemberian (terapi musik)
premedikasi 8. pemberian premedikasi
golongan sedatif golongan sedatif sesuai
terapi yaitu dengan
midazolam 0,25-0,5 mg/
kgbb (sebanyak 25 mg)
melalui infus

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN

Tanggal : 05 MEI 2022

Kesadaran : Kompsmetis………………………….. Pemasangan IV line : □ 1 buah □ 2 buah □ ……….


Tekanan darah : …110/80..mmHg, Nadi :…80..x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : □ Siap/baik □ ………
RR : …..x/mnt Suhu : 36,5.0C Kesiapan Sumber gas medik : □ Siap/baik □ ………
Saturasi O2 : …16 % Kesiapan volatile agent : □ Siap/baik □ ………
Gambaran EKG : ………………………………… Kesiapan obat anestesi parenteral : □ Siap/baik □ ………
Kesiapan obat emergensi : □ Siap/baik □ ………

Penyakit yang diderita : □Tidak ada □ Ada, sebutkan……………


Penggunaan obat sebelumnya: □ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Gigi palsu : □ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : □ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : □ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Asesoris : □ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………

CATATAN LAINNYA:

2. Intra Anestesi
Nama Pasien :Tn.K No. CM : 20 94 29
Umur :44 Tahun Dx : TU CUBITI
Jenis kelamin :Laki-laki Ruang : instalasi bedah (OK)

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &


Paraf
(Masalah) Tujuan Intervensi

1 Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengobservasi TTV - S: Iskandar


trauma tindakan keperawatan TD : 120/80mmHg - N
2. Atur posisi O:
fisik anestesi 2x30 menit = 100x/menit - RR :
diharapkan tidak pembedahan 1. TTV :
pembedaha 20x/menit - Suhu : 36,2
terjadinya trauma 3. Bantu pelaksanaan derajat celsius - SaO2 :
n - TD :
pembedahan, dengan anestesi (general 98%
Kriteria Hasil: 120/80mmHg
anestesi) sesuai
- Tidak adanya dengan program 2. Mengatur posisi - N = 100x/menit
tanda – tanda kolaboratif pembedahan (ekstensi - RR : 20x/menit
trauma spesialis anestesi kepala leher)
pembedahan - Suhu : 36,2
- Pasien tampak 4. Bantu pemasangan 3. Membantu pelaksanaan derajat celsius
rileks selama alat monitoring anestesi sesuai dengan
operasi noninvasif program kolaboratif - SaO2 : 98%
berlangsung 5. Monitoring spesialis anestesi 2. Pasien tampak rilex
- Pasien telah kedalaman anestesi - General anestesi setelah dianestesi
teranestesi,
harusstadium 3 dengan Teknik semi 3. Pasien tidak
analgesi, relaksasi
plana 3 closed circuit sistem menunjukkan tanda-
dan hipnotik cukup
- Tercapainya 6. Pertahankan dengan NTT non tanda terjadinya
stadium anestesi kedalaman anestesi kinking ukuran arefleksia dan
yaitu stadium 3 pada stadium 3 diameter 6,5 amnesia
plana 3 plana 3 (menyiapkan juga
A : masalah trauma fisik
- Tidak adanya NTT ukuran 6 dan 7)
7. Monitoring sesuai pembedahan tidak
komplikasi
standar : airway, - induksi dengan terjadi
anestesi selama
ventilasi, propofol 2-2,5
operasi P : Pertahankan kondisi
berlangsung oksigenasi, mg/kgbb (sebanyak
pasien sampai tindakan
- Tanda–tanda vital sikulasi, suhu 100 mg) diberikan
operasi selesai
dalam batas secara perlahan
normal TD : 110– 8. Monitoring tanda selama 30 detik
120/70–80 mmhg ; nyeri, hypnosis, dalam 2-3 dosis
Nadi : 60–100 dan relaksasi terbagi
x/menit ; Suhu : 9. Monitoring peri - Maintenance dengan
36- 37°C ; RR: anestesi
16–20x/menit ; menggunakan O2 :
Saturasi oksigen > 10. Atasi penyulit N20 = 40 : 60
95% yang timbul 4. Membantu pemasangan
11. Buat posisi alat monitoring
ekstensi kepala- noninvasif (EKG)
leher untuk 5. Memonitoring dan
memudahkan mempertahankan
manipulasi kedalaman anestesi
operator di dalam (harus stadium 3 plana
rongga mulut 3)
12. Lakukan 6. Memonitoring: airway,
pemeliharaan jalan ventilasi, oksigenasi,
napas sikulasi, suhu
13. Lakukan 7. Memonitoring tanda
pemasangan alat nyeri, hypnosis, dan
ventilasi mekanik relaksasi
14. Lakukan 8. Mengatasi penyulit yang
pengakhiran timbul
tindakan anestesi 9. Mempertahankan posisi
ekstensi kepala-leher
untuk memudahkan
manipulasi operator di
dalam rongga mulut
10. Melakukan
pemeliharaan jalan
napas (pertahankan
posisi snifing dan
melakukan suctioning)
11. Melakukan pengakhiran
tindakan anestesi dengan
teknik ekstubasi dalam
(sebelumnya harus
dilakukan pembersihan
hidung dan mulut dari
lendir)

2 RK Setelah dilakukan 1. Observasi jalan 1. Memonitoring TTV S:


Disfungsi tindakan keperawatan napas, ventilasi - TD : 120/80mmHg O:
respirasi anestesi 2x30 menit dan oksigenasi
diharapkan tidak terjadi - N = 90 x/menit 1. Airway pasien bersih
disfungsi respirasi 2. Monitoring Vital dan ekspansi dada
sign - RR : 18x/menit
dengan Kriteria Hasil: simetris
3. Monitoring - Suhu : 36 derajat
- Tidak terjadi Celsius 2. TTV pasien :
saturasi oksigen
sumbatan jalan pasien - TD : 115/65
napas - SaO2 : 95%
mmHg
- Irama napas reguler 4. Monitoring 2. Mengobservasi jalan
- Frekuensi napas 16- ekspansi dada napas, ventilasi dan - MAP : 82
20 setiap saat oksigenasi - N : 73 x/menit
- Pengembangan
5. Monitoring 3. Memonitoring saturasi - RR : 18 x/menit
dada simetris
- Tidak ada tanda frekuensi dan oksigen pasien - Suhu : 36oC
tanda retraksi bunyi napas
4. Memonitoring ekspansi - SpO2 : 98 %
intercostae 6. Bantu ventilasi dada setiap saat
- Tidak ada suara pasien 3. Tidak ada tanda tanda
napas tambahan 5. Memonitoring frekuensi sianosis pada pasien
- Pernafasan pasien 7. Lakukan analisa dan bunyi napas (warna Mukosa merah
adekuat, RR gas darah arteri:
6. Mengkaji suara napas muda)
normal:16-20 pH, PaCO2, dan
tambahan A : masalah resiko
x/menit ; SaO2 PaO2
normal : 95–100% 7. Melakukan komplikasi disfungsi
8. Berikan oksigen
pemeliharaan jalan respirasi tidak terjadi
sesuai program
napas(mempertahan kan P :pertahankan kondisi
kolaborasi posisi pasien dalam pasien hingga operasi
9. Lakukan posisi snifing selama selesai
pemeliharaan jalan operasi dan melakukan
napas(pertahankan suctioning )
posisi pasien 8. Berkolaborasi dengan
dalam posisi dokter anestesi dalam
snifing selama pemasangan alat
intra anestesi ventilasi mekanik
10. Kaji suara napas
tambahan
(gurgling,
wheezing)
11. Kolaborasi dengan
dokter anestesi
dalam pemasangan
alat ventilasi
mekanik
12. Kolaborasi dengan
dokter anestesi
untuk pemberian
Anastesi jika
diperlukan
13. Kolaborasi dalam
pemberian
nebuliser jika
diperlukan
3 RK Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengobservasi TTV S:
disfungsi tindakan keperawatan (frekuensi jantung,
2. Monitoring O:
anestesi 2x30 menit
kardiovask diharapkan tidak terjadi frekuensi jantung, irama jantung, EKG, 1. TTV pasien : -
ul er disfungsi irama jantung, TD, Nadi, MAP, RR, TD : 115/65
kardiovaskular, dengan EKG, TD, Nadi, SaO2) mmHg - MAP :
Kriteria Hasil: MAP 82
- Tanda–tanda vital 2. Memonitoring akral
dalam batas 3. Monitoring akral pasien N : 73 x/menit
normal yaitu pasien 3. Mengkaji sirkulasi RR : 18 x/menit
TD:110–120/70– 4. Kaji sirkulasi pasien dengan penilaian
80 mmhg ; Suhu : 36oC
pasien dengan CRT
Nadi:60–100 SpO2 : 98 %
penilaian CRT 4. Mengobservasi
x/menit ; Suhu: 36-
37°C ; RR:16– 5. Observasi kesadaran 2. Akral pasien
20x/menit ; CM = kesadaran teraba
5. Menghitung perdarahan
CK hangat
6. Monitoring cairan dari keadan alat suction
- Tidak terjadi
edema / asites - masuk dan cairan 6. Memonitoring cairan 3. CRT<2 detik
tidak terjadi keluar masuk dan cairan keluar 4. Intake dan output
cyanosis 7. Monitoring efek CM : 100ml RL CK :
- Tidak ada edema cairan
obat anestesi urin 80 ml, kasa 10ml,
paru suction 20ml CM : 150ml RL
8. Bantu pemasangan
dan/pemeliharaan 7. Memonitoring efek obat CK : urin 100
alat bantu jantung anestesi ml, kasa 10ml,
seperti yang 8. Memberikan terapi
diindikasikan suction 30ml
cairan sesuai kebutuhan
9. Berikan terapi pasien (cairan RL 500 A : masalah
cairan sesuai ml) resiko
kebutuhan pasien 9. Mempertahankan komplikasi
10. Hitung perdarahan stadium anestesi pada disfungsi

11. Kolaborasi dengan stadium 3 plana 3 kardiovaskuler


dokter anestesi 10. Pemberian vasopresor tidak
dalam tindakan sesuai program terapi terjadi
perioperatif P : pertahankankondisi
maintenance cairan
intravena dan pasien hingga tindakan
vasopresor operasi selesai
12. Pertahankan dilakukan
stadium anestesi
pada stadium 3
plana 3
4 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda- 1. Memonitoring tanda- S:
Perdarahan tindakan keperawatan tanda perdarahan tanda perdarahan O:
2x30 menit diharapkan
tidak terjadi resiko 2. Monitor TTV 2. Memonitoring TTV 1. TTV pasien : - TD :
perdarahan dengan 3. Identifikasi (TD, N, RR, Suhu, 115/65 mmHg -
kriteria hasil : penyebab SaO2) MAP : 82 - N : 73
perdarahan 3. Memonitor status x/menit - RR : 18
- Kehilangan darah cairan yang meliputi x/menit - Suhu :
yang terlihat 4. Monitor status
cairan yang intake dan output CM : 36oC - SpO2 : 98 %
- Tekanan darah
meliputi intake dan 150ml RL CK : urin 2. Akral pasien teraba
dalam batas normal
output 100 ml, kasa 10ml, hangat
Yaitu 120/80 mmhg
- Hemoglobin dan suction 30ml
5. Pertahankan jalan 3. Intake dan output
hematrokrit dalam 4. Mempertahankan jalan
napas cairan - CM :
batas normal napas (posisi snifing)
- Plasma, PT, PTT 6. Berikan cairan IV 150ml RL - CK :
dalam batas normal 5. Memberikan cairan urin 100 ml, kasa
7. Kolaborasi dalam IV(cairan RL) 10ml, suction 30ml
pemberian produk
darah ( platelet A : masalah resiko
atau fresh frozen perdarahan tidak terjadi
plasma) jika P : pertahankan kondisi
pasien hingga tindakan
diperlukan operasi selesai
8. Catat nilai HB dan dilakukan
HT sebelum dan
sesudah terjadinya
perdarahan
Infus perifer : Tempat dan ukuran Obat-obatan / Infus

1.

2.
CVC :

Posisi

□ Terlentang □ Lithotomi □ Perlindungan mata

□ Prone □ Lateral □ Ka □ Ki □ Lain-lain

Premedikasi

□ Oral :

□ I.M :

□ I.V:

Induksi N2O / O2 / Air

□ Intravena : Gas : Isof/Sevo/Des


%

□ Inhalasi :

Tata Laksana Jalan nafas T


RR N
D

Face mask No Oro/Nasopharing 28 22


0

20
20
ETT No Jenis Fiksasi cm 0

16 18
LMA No Jenis 0

N 16
12
Trakhesotomi 0

Bronkoskopi fiberoptik 18 14
8
Sis 0 0

16 12
Glidescope Dis 0 0

+ 14 10
Lain-lain RR 0 0

12 80
Intubasi 0

10
60
□ Sesudah tidur □ Blind □ Oral □Nasal □ Ka □ Ki 0

□ Trakheostomi 80 40

□ Sulit ventilasi :
60 20

□ Sulit intubasi :
0

□ Dengan stilet □ Cuff □ Level ETT □ Pack


Ventilasi

□ Spontan □ Kendali □ Ventilator: TV RR PEEP Mulai anestesia X Selesai anestesia ←X Mulai pembedahan O
pembedahan ←O

□ Konversi : Intubasi ↑ Ekstubasi ↓ Pemantauan

SpO2 %

Tindakan Anestesi PE CO2


mm Hg
FiO2
Teknik Regional/Blok Perifer
Lain-lain :
Jenis :
Cairan infus ml
Lokasi :
Darah ml
Jenis Jarum / No :
Urin ml
Kateter : □ Ya □ Tidak Fiksasi cm
Perdarahan ml

Obat-obat : Lama pembiusan : jam menit

Komplikasi : Lama pembedahan : jam menit

Hasil : □ Total Blok □Partial Masalah Intra Anesstesi:

□ Gagal
3. Pasca Anestesi
Nama Pasien :Tn.K No. CM : 20 94 29
Umur :44 Tahun Dx : TU CUBITI
Jenis kelamin :laki laki Ruang : instalsi bedah (OK)

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama &


Paraf
(Masalah) Tujuan Intervensi

1 RK Setelah dilakukan 1. Observasi Suhu 1. Mengobservasi S : pasien mengatakan Iskandar


Termore tindakan keperawatan Tubuh dan TTV(TD, N, RR, Suhu, merasa kedinginan
gulasi anestesi 2 x30 menit Permukaan Tubuh SaO2)
diharapkan O:
termoregulasi pasien 2. Atur suhu ruangan 2. Mengatur suhu ruangan 1. Akral pasien teraba
tetap terjaga Dengan 3. Beri selimut extra 22 -24 derajat celcius dingin
Kriteria Hasil: pada pasien 3. Memberi selimut extra
- Suhu tubuh dalam 2. TTV pasien - TD :
4. Gunakan Blanket pada pasien 120/75 mmHg -
batas normal :
36,5oC - 37,5oC Warmer untuk 4. Menggunakan Blanket MAP : 90 - N : 80
- Permukaan tubuh penghangat cairan Warmer untuk x/menit - RR : 20
teraba hangat 5. Beri cairan infus penghangat cairan x/menit - SpO2 :
- Pasien tidak 99% - S : 35oC
hangat 5. Memberikan cairan
menggigil
6. Kolaborasi dengan infus hangat A : resiko komplikasi
dr. SpAn tentang 6. Berkolaborasi dalam termoregulasi
pemberian obat pemberian petidine 20 P : berikan pasien
antisivering jika mg melalui jalur IV selimut tambahan
diperlukan I : Memberikan pasien
selimut tambahan (09.10
WITA)
E : pasien mengatakan
sudah tidak merasa
kedinginan, akral pasien
teraba hangat dan suhu
pasien 36Oc
R : kolaborasi
pemberian antishivering
jika pasien menggigil
Resiko Setelah dilakukan 1. Monitoring TTV 1. Memonitoring TTV S : pasien mengatakan
jatuh tindakan keperawatan (TD, N, RR, Suhu, sudah merasa aman dan
2. Lakukan penilaian
2x30 menit pasca SaO2) nyaman
anestesi diharapkan steward score
pasien aman dan 3. Berikan pengaman 2. Melakukan penilaian O:
terhindar dari resiko pada tempat tidur alldrete score 1. TTV pasien - TD :
jatuh dengan -Kriteria pasien 3. Memberikan pengaman 120/75 mmHg -
Hasil: pada tempat tidur MAP : 90 - N : 80
- Tanda–tanda vital 4. Berikan gelang
resiko jatuh pasien x/menit - RR : 20
dalam batas
4. Memberikan gelang x/menit - SpO2 :
normal ; TD:110– 5. Anjurkan posisi
resiko jatuh 99% - S : 35,5oC
120/70–80 mmhg ; yang nyaman pada
Nadi:60– 2. Alldrete score 9
pasien 5. Menganjurkan pasien
100x/menit ; Suhu
6. Anjurkan pasien untuk membatasi A : masalah resiko
: 36-37°C ;
RR:16–20 x/menit untuk membatasi geraknya jatuh tidak terjadi
- Steward score>5 pergerakannya 6. menganjurkan dan P : pertahankan
- Pasien tampak
tidak lemah 7. Latihan gerakkan memberikn posisi yang kondisi pasien,
ekstremitas nyaman pada pasien lengkapi berkas pasien
8. Konsultasi dengan (Supinasi) dan siapkan pasien
dr. SpAn apabila 7. Melatih gerakkan untuk dipindahkan ke
kondisi memburuk ekstremitas ruangrawat inap.
h. Format Hasil Over Recovery Room Ke Ruang Rawat Inap

Nama Pasien :Tn.K No. CM : 20 94 29


Umur :44 Tahun Dx : TU CUBITI
Jenis kelamin :laki laki Ruang : instalsi bedah (OK)

S (Situation)

B (Background)

A
(Assestment/Analisa)

R (Recommendation)

Nama dan Paraf yang Nama Paraf


menyerahkan pasien

Nama dan paraf yang Nama Paraf


menerima pasien

Anda mungkin juga menyukai