Anda di halaman 1dari 15

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR… TAHUN…

TENTANG

PENYEDIAAN LAYANAN APLIKASI DAN/ATAU KONTEN MELALUI INTERNET

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pengembangan dan pemanfaatan teknologi perlu


didukung oleh negara untuk menjamin setiap orang
berkomunikasi dan memperoleh informasi dalam hal
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia;
b. bahwa pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi,
media, dan internet yang semakin konvergen menghasilkan
beragam jenis layanan aplikasi dan/atau konten melalui
internet yang disediakan melalui penyelenggara
telekomunikasi termasuk layanan yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa dengan adanya berbagai layanan aplikasi ataupun
layanan konten melalui internet membuat para pengguna
bebas mengekspresikan dirinya yang tanpa batas,
memperoleh informasi, maupun ilmu pengetahuan;
d. bahwa dalam penyediaan layanan aplikasi dan/atau konten
melalui internet di Indonesia diperlukan pengaturan agar
tercipta jalan usaha yang dapat mendorong peningkatan
kemampuan perekonomian, mengembangkan industri kreatif
dalam negeri di tengah situasi usaha global, memberikan
kepastian hukum, menciptakan kompetisi yang sehat,
memberikan perlindungan terhadap konsumen, serta
menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Penyediaan Layanan
Aplikasi dan/atau Konten Melalui Internet;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYEDIAAN LAYANAN APLIKASI


DAN/ATAU KONTEN MELALUI INTERNET.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Layanan Aplikasi melalui internet adalah penggunaan
perangkat lunak yang memungkinkan terjadinya layanan
komunikasi dalam bentuk pesan singkat, panggilan suara,
panggilan video, surat elektronik, dan percakapan daring
(chatting/instant messaging), serta layanan transaksi finansial,
transaksi komersial, penyimpanan dan pengambilan data,
mesin pencari, permainan (game), jejaring dan media sosial,
termasuk turunannya dengan memanfaatkan jasa akses
internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi.
2. Layanan Konten melalui internet adalah penyediaan informasi
digital yang dapat berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi,
musik, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari
sebagian dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang
dialirkan (streaming) atau diunduh (download) dengan
memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara
jaringan telekomunikasi.
3. Layanan Over-The-Top yang selanjutnya disebut Layanan OTT
adalah penggabungan ataupun salah satu entitas dari Layanan
Aplikasi melalui Internet dan/atau Layanan Konten melalui
Internet.
4. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat
telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
5. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk
memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan
jaringan telekomunikasi.
6. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan
atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-
tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya
7. Layanan komunikasi adalah jasa telekomunikasi guna
memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan
jaringan telekomunikasi
8. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem
Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
9. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol
atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
10. Pengawasan adalah pemantauan perilaku, kegiatan atau
informasi dari jarak jauh dengan peralatan elektronik, atau
pemeriksaan informasi yang tertransmisi secara elektronik,
seperti lalu lintas internet.
11. Penyedia adalah subjek hukum yang menyediakan Layanan
Over-The-Top (OTT).
12. Pelanggan adalah subjek hukum yang menggunakan atau
memanfaatkan Layanan Over-The-Top (OTT) berdasarkan
kontrak.
13. Pemakai adalah subjek hukum yang menggunakan atau
memanfaatkan Layanan Over-The-Top (OTT) yang tidak
berdasarkan kontrak.
14. Pengguna adala pelanggan dan pemakai
15. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara
Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
16. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum.
17. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk
oleh Presiden.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
19. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang selanjutnya
disingkat BRTI adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos
dan Informatika, Direktorat 5 Jenderal Sumber Daya dan
Perangkat Pos dan Informatika, dan Komite Regulasi
Telekomunikasi.

Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan


perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia.

Pasal 3

Penyediaan Layanan OTT diselenggarakan berdasarkan Pancasila


dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dengan asas manfaat, kepastian hukum, keamanan, kolaboratif, dan
kehati-hatian.
Pasal 4

Pemanfaatan Layanan OTT diselenggarakan dengan tujuan untuk:


a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia;
b. mendukung kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah demi
kesejahteraan masyarakat dan meingkatkan hubungan antar
bangsa;
c. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang
penggunaan dan pemanfaatan Layanan OTT seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
d. memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi penyedia
dan pengguna dalam pemanfaatan Layanan OTT.

BAB II
PENYEDIAAN LAYANAN OVER THE TOP

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Penyediaan Layanan OTT meliputi:


a. layanan pesan dan suara (communication services);
b. ekosistem aplikasi yang terhubung dengan jaringan sosial
dan e‐commerce; dan
c. penyedia konten video atau audio.
(2) Dalam penyelenggaraan Layanan OTT, diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan
global; dan
c. dilakukan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Bagain Kedua
Penyedia

Pasal 6

(1) Penyedia Layanan OTT berbentuk:


d. perorangan Warga Negara Indonesia; atau
e. badan usaha Indonesia yang berbadan hukum maupun
tidak berbadan hukum.
(2) Selain penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Layanan
OTT dapat disediakan oleh penyedia layanan OTT asing.
(3) Penyedia Layanan OTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) bertanggung jawab atas layanan yang disediakan.

Bagian Ketiga
Perizinan

Pasal 7

(1) Penyedia Layanan OTT sebagaimana dalam pasal 6 dapat


diselenggarakan setelah mendapatkan izin dari Menteri, terdaftar
di BRTI, dan memiliki lisensi.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
memperhatikan:
a. tata cara yang sederhana;
b. proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; dan
c. penyelesaian dalam waktu yang singkat.
(3) Penyedia Layanan OTT wajib mendaftarkan bentuk dan kegiatan
usahanya kepada BRTI paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum menyediakan Layanan OTT di Indonesia dengan
melampirkan dokumen yang diperlukan.
(5) Dokumen yang wajib dilampirkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) oleh Penyedia Layanan OTT perorangan paling sedikit
berupa:
a. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. fotokopi surat keterangan domisili dari instansi yang
berwenang;
c. jenis Layanan OTT yang disediakan; dan
d. pusat kontak informasi yang berada di Indonesia
(6) Dokumen yang wajib dilampirkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) oleh Penyedia Layanan OTT berbentuk badan usaha
paling sedikit berupa:
a. fotokopi akta pendirian beserta perubahannya termasuk
pengesahan dan/atau penerimaan pemberitahuan dari
Kementerian Hukum dan HAM;
b. fotokopi akta perubahan susunan dewan direksi dan
kepemilikan saham terbaru beserta pengesahannya dari
Kementerian Hukum dan HAM (jika ada);
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. fotokopi surat keterangan domisili dari instansi yang
berwenang;
e. jenis Layanan OTT yang disediakan; dan
f. pusat kontak informasi yang berada di Indonesia
(7) Dokumen yang wajib dilampirkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) oleh Penyedia Layanan OTT asing paling sedikit berupa:
a. salinan surat izin Menteri di Indonesia;
b. fotokopi surat keterangan domisili dari instansi yang
berwenang;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. jenis layanan OTT yang disediakan; dan/atau
e. pusat kontak informasi yang bekerja sama dengan
Indonesia.
(8) Ketentuan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
dokumen lainnya pada peraturan perundang-undangan ini dapat
berupa Dokumen Elektronik.

Bagian Keempat
Kewajiban Penyedia Layanan OTT

Pasal 8

Penyedia Layanan OTT wajib:


a. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang:
1) larangan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat;
2) perdagangan;
3) perlindungan konsumen;
4) hak atas kekayaan intelektual;
5) penyiaran;
6) pornografi;
7) perfilman;
8) periklanan;
9) perpajakan;
10) anti terorisme;
11) informasi dan transaksi elektronik;
12) telekomunikasi;
13) ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
lainnya.
b. melakukan perlindungan data dan kerahasiaan data
pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. melakukan pemilahan konten dan mekanisme sensor
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menggunakan sistem pembayaran nasional yang berbadan
hukum Indonesia, khusus untuk OTT berbayar;
e. menjamin akses untuk penyadapan informasi secara sah
dan pengambilan alat bukti untuk keperluan penyidikan
atau penyelidikan perkara pidana oleh aparat penegak
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
layanan dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
g. kepemilikan lisensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7
ayat (2) sebagai tanda bukti wajib pajak agar dapat
membayar pajak dan biaya operasional atas tiap-tiap
konten dan/atau film yang ditayangkan di Indonesia; dan
h. Mekanisme pengenaan pajak terhadap Layanan OTT diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

Bagi penyedia Layanan OTT asing yang memiliki pendapatan


senilai lebih dari Rp. 1.400.000.000 (satu miliar empat ratus juta
rupiah) per tahunnya dari pelanggan di Indonesia wajib
melakukan pendaftaran sesuai dengan peraturan perundang-
undangan Indonesia.

Pasal 10

(1) Penyedia Layanan OTT dilarang menyediakan layanan yang


memiliki muatan:
a. bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. menimbulkan konflik atau pertentangan antar kelompok,
antar-suku, antar-agama, antar-ras, dan antar-golongan
(SARA);
d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai
agama;
e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan
hukum;
f. kekerasan;
g. penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya;
h. merendahkan harkat dan martabat manusia;
i. melanggar kesusilaan dan pornografi;
j. perjudian;
k. penghinaan;
l. pemerasan atau ancaman;
m. pencemaran nama baik;
n. ujaran kebencian;
o. pelanggaran hak atas kekayaan intelektual; dan/atau
p. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Penyedia Layanan OTT wajib menginformasikan atau
mensosialisasikan hal-hal yang terkait dengan larangan muatan
konten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada mitra atau
penyedia langsung muatan Layanan OTT.

Bagian Kelima
Kerja Sama Penyedia Layanan OTT

Pasal 11

(1) Penyedia Layanan OTT dapat bekerja sama dengan:


a. lembaga negara atau lembaga pemerintah non-
kementerian; dan/atau
b. perusahaan swasta.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga
yang disediakan dapat meningkatkan Layanan OTT baik dari
segi pengawasan, keamanan, maupun operasionalnya.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dilaporkan kepada
BRTI paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak perjanjian
kerja sama ditandatangani.
(4) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling sedikit memuat:
a. lingkup kerja sama;
b. hak dan kewajiban para pihak;
c. batas tanggung jawab para pihak kepada Pengguna;
d. jenis dan layanan yang disediakan;
e. skema bisnis dan/atau struktur tarif;
f. perjanjian tingkat layanan (service level agreement); dan
g. kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB III
PUSAT KONTAK INFORMASI

Pasal 12

(1) Penyedia Layanan OTT harus menyediakan pusat kontak


informasi paling sedikit berupa telepon, surat elektronik
pengaduan, dan/atau situs layanan pengguna.
(2) Pusat kontak informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki fasilitas untuk melayani pertanyaan dan
pengaduan dari pengguna.
(3) Setiap pertanyaan dan/atau pengaduan dari pengguna
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggapi paling
lambat dalam waktu 1 x 24 jam setelah pertanyaan dan/atau
pengaduan diterima.

BAB IV
PENYIMPANAN DATA

Pasal 13

(1) Penyedia Layanan OTT wajib menyimpan data rekaman


transaksi dan trafik Layanan OTT paling sedikit 3 (tiga) bulan.
(2) Penyedia Layanan OTT wajib merahasiakan informasi yang
dikirim dan/atau diterima, oleh pengguna Layanan OTT yang
diselenggarakannya.
(3) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyedia Layanan
OTT wajib menyimpan data rekaman yang terkait langsung
dengan proses peradilan dimaksud berdasarkan permintaan
aparat penegak hukum yang diperlukan atas:
a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala
Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana
tertentu;
b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian
rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 14

(1) Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Peraturan


Perundang-Undangan ini dilaksanakan oleh BRTI.
(2) BRTI dapat berkoordinasi dengan instansi terkait dan/atau
menggunakan jasa pihak ketiga untuk optimalisasi fungsi
pengawasan dan pengendalian.
(3) Dalam rangka pengawasan dan pengendalian, instrumen yang
dapat digunakan oleh BRTI antara lain berupa surat edaran,
surat meminta keterangan/informasi/data dan surat teguran.
(4) Dalam hal terjadi perselisihan terkait pembebanan biaya
(charging), kepatuhan regulasi, dan/atau layanan, berdasarkan
evaluasi menyeluruh BRTI dapat menghentikan sementara
layanan terkait.
(5) BRTI melakukan mediasi terhadap perselisihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).

Pasal 15

(1) Penyedia Layanan OTT wajib menyampaikan laporan kepada


BRTI secara berkala setiap tahun.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. jumlah pelanggan di Indonesia; dan/atau
b. statistik trafik layanan yang diakses oleh pengguna di
Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh BRTI.

BAB VI
FORUM LAYANAN OTT

Pasal 16

(1) Menteri dapat membentuk Forum Layanan OTT yang melibatkan


kementerian/lembaga, instansi, dan/atau tenaga ahli terkait.
(2) Forum Layanan OTT bertugas memberi masukan kepada Menteri
dalam menentukan kebijakan terkait penyediaan Layanan OTT
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 17

(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan pada Pasal 11 ayat (3),
Pasal 12, atau Pasal 15 ayat (1) dikenai sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
dalam bentuk bandwidth management.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
Direktur Jenderal berdasarkan hasil evaluasi dari BRTI dengan
memperhatikan masukan dari masyarakat.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

Barang siapa yang dengan sengaja melakukan tindakan


pemalsuan dan memasukkan atau menggunakan Layanan OTT
di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

Pasal 19

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 8, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).

Pasal 20

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 21
Penyedia Layanan OTT yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan


Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan
dengan pemanfaatan Layanan OTT yang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB B
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2
(dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal …..

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

IR. H. JOKOWI DODO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal …..

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

YASONnA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR …

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN…
TENTANG
PENYEDIAAN LAYANAN APLIKASI DAN/ATAU KONTEN MELALUI INTERNET

I. UMUM
Sektor teknologi informasi dan komunikasi merupakan sektor yang dominan
pada era informasi saat ini. Era informasi tersebut pada akhirnya melahirkan
masyarakat modern yaitu karakter masyarakat yang bergerak sangat cepat,
terkoneksi secara global, digital, terpapar oleh informasi dan data yang sangat
kompleks, kritis-demanding, dan berbagai istilah lainnya. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi juga menyebabkan hubungan dunia
menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial,
ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Saat ini
Indonesia telah mengalami era disrupsi, yang dimana sebuah era terjadinya
inovasi dan perubahan secara besar-besaran dan secara fundamental
mengubah semua sistem, tatanan dan landscape yang ada ke cara-cara baru,
seperti dengan adanya perilaku digital.

Pada saat ini perilaku digital di Indonesia semakin berkembang sehingga


industri teknologi informasi dan komunikasi mengarah kepada konvergensi
layanan. Perilaku digital di Indonesia mengarah kepada konvergensi pada
perangkat mobile, ditandai dengan semakin menguatnya penggunaan layanan
menggunakan internet seperti Layanan Over The Top (OTT). Kemajuan ini
membawa ke era baru yang akses kecepatan yang lebih tinggi transfer data
telah menyebabkan perkembangan komunikasi digital seperti Layanan Over-
The-Top (OTT) yang menawarkan pengiriman konten secara langsung ke
konsumen. Dengan maraknya perilaku digital serta penyediaan dan pengguna
Layanan Over-The-Top (OTT) yang tidak terbatas membuat berbagai layanan
aplikasi maupun konten yang berasal dari luar negeri sangat mudah masuk ke
Indonesia karena kurangnya regulasi hukum terkait dengan Layanan Over The
Top ini.

Media sosial tentu semakin banyak digunakan untuk berbagai aktivitas.


Aktivitas di media sosial pun terbilang bebas sehingga apapun dapat diunggah
ke dalam platform media sosial. Kebebasan ini lah yang cenderung sering kali
disalah artikan oleh masyarakat. Bebas seakan-akan tidak mengindahkan
kaidah-kaidah yang berlaku. Pasalnya, tidak adanya regulator di dalam media
sosial membuat luas dan maraknya jangkauan media sosial tidak dapat
diawasi sampai ke akar-akarnya. Sejauh ini persoalan siapakah yang menjadi
regulator dari aktivitas media sosial terbilang masih menjadi satu hal yang
cukup serius yang harus dibahas dan dicarikan solusinya. Undang-undang
No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran hanya mengamanatkan pengawasan
penyiaran atau aktivitas broadcasting kepada media mainstream seperti televisi
dan radio, tidak termasuk aktivitas broadcasting yang saat ini sudah
terintegrasi kepada media sosial.

Di samping itu, masih banyak kelemahan-kelemahan yang terdapat pada


pasal-pasal di Undang-Undang ITE sehingga banyaknya pelanggaran konten
yang ada di media sosial tidak dijerat secara serius. Padahal aktivitas di media
sosial pun cukup dapat menimbulkan kesempatan-kesempatan menghadirkan
konten yang berbahaya seperti ujaran kebencian, radikalisme, dan kekerasan
yang pastinya meresahkan banyak orang.
Ambiguitas kedudukan hukum OTT di Indonesia menimbulkan berbagai
polemik. Salah satunya adalah timbul kerugian negara karena tidak dapat
mengenakan pajak pada OTT. Sedangkan pendapatan yang didapat melalui
konsumsi masyarakat atas layanan OTT kian lama kian meningkat.
Pengenaan pajak atas eksistensi OTT saat ini hanya mencakup pajak atas
usaha perdagangan yang ditransaksikan melalui serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik. Penyedia layanan OTT yang telah meraup laba dalam
kegiatan operasionalnya tidak dapat dikategorikan sebagai subjek wajib pajak
karena tidak terdaftar sebagai BUT.

Melalui Layanan Over The Top setiap orang dapat dengan mudah mengakses
informasi dan menikmati konten-konten bermuatan hak cipta seperti musik,
karya sinematografi, karya tulis dan jenis karya cipta lainnya tanpa perlu
memiliki bentuk fisiknya. Pelanggaran hak cipta pada Layanan Over The Top
yang belakangan ini ramai diperbincangkan adalah penyebarluasan dan
penggandaan berbagai konten bermuatan hak cipta dalam format digital
secara tanpa izin melalui aplikasi yang disediakan.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian
hukum dalam pemanfaatan Layanan Over The Top (OTT) agar dapat
berkembang secara optimal, dengan tetap berpijak pada arah dan kebijakan
pembangunan nasional serta dengan memperhatikan perkembangan yang
berlangsung baik secara nasional maupun internasional, terutama dalam
pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak hanya untuk


perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga
negara Indonesia saja, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang
dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga
negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia
maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Layanan OTT dapat bersifat lintas teritorial atau
universal.

Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi


pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis,
harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan
negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3

Asas Manfaat berarti bahwa dalam penggunaan layanan aplikasi dan/atau


konten melalui internet atau yang dikenal dengan Layanan Over The Top (OTT)
ini dapat memberikan manfaat bagi semua entitas yang dalam hal ini operator
dan pengguna untuk mendukung proses berinformasi dan juga sebagai sarana
pengembangan bakat dan kreasinya. Serta lebih berdaya guna dan berhasil
guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan
pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai
komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lahir dan batin.
Asas Kepastian Hukum berarti bahwa untuk adanya landasan hukum bagi
penyelenggaraan Layanan Over The Top (OTT) harus didasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum dan
memberikan perlindungan hukum baik bagi perusahaan asing maupun dalam
negeri, penyelenggara, maupun kepada pengguna Layanan Over The Top (OTT)

Asas Keamanan berarti bahwa agar penyelengaraan Layanan Over The Top
(OTT) selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan,
pengoperasian, dan penyimpanan data pribadi.

Asas Kolaboratif berarti bahwa dalam penyelenggaraan Layanan Over The Top
(OTT) harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan
sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan baik pada kementrian,
lembaga dan/atau badan terkait secara efektif dan efisien.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)
a. Layanan pesan dan suara (communication services) adalah segala jenis
layanan yang domain aktivitas dan penyediaannya adalah pesan dan
suara yang meliputi WhatsApp, Line, Signal, Viber, Telegram, SMS,
Skype, dan sebagainya.
b. Ekosistem aplikasi yang terhubung dengan jaringan sosial dan e‐
commerce ini merupakan bentuk aplikasi yang terkoneksi dengan
masyarakat lainnya yang lebih luas serta aplikasi yang berhubungan
dengan penyebaran, penjualan, pembelian, serta pemasaran barang atau
jasa yang mengandalkan sistem elektronik yang meliputi Twitter,
Facebook, Instagram, Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, TikTok,
Snapchat, dan sebagainya.
c. Penyedia konten video atau audio meliputi Youtube, NetfliX, WeTv,
Spotify, JOX, SoundCloud, dan sebagainya

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Penyedia Layanan OTT asing dapat berupa perorangan dan/atau badan


usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.
Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

a. Yang dimaksud dengan lembaga negara adalah yang dibentuk


berdasarkan undang-undang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Yang dimaksud dengan Lembaga pemerintah non-kementerian adalah
lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu yang lebih
spesifik dari presiden.
b. Yang dimaksud dengan instansi swasta adalah lembaga yang dimiliki
oleh perorangan atau kelompok diluar dari pemerintah, seperti operator
telekomunikasi yitu PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), PT Xl-Axiata
Tbk, dan sebagainya

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan proses peradilan pidana dalam ketentuan ini


mencakup penyidikan, penuntutan, dan penyidangan.

Ayat (4)

Cukup jelas.
Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bandwidth management adalah digunakan oleh
suatu institusi untuk mengurangi kebutuhan kritikal dari suatu segmen
jaringan.

Adapun kategori yang dapat dilakukan pada manajemen bandwidth:

1) Kompresi data, untuk mengurangi ukuran data yang harus


ditransmisikan.
2) Prioritas bandwidth, mengalokasikan bandwidth berdasarkan
pentingnya aplikasi.
3) Konten terdistribusi, untuk memindahkan isi dari satu lokasi ke
beberapa lokasi yang lebih dekat dengan pengguna akhir.
4) Blocking lalu lintas data yang tidak sah.
5) Paket akuntansi internet, untuk melacak penggunaan bandwidth dan
menagih pembiayaan penggunaan layanan terkait kepada pelanggan
(pay per use).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Anda mungkin juga menyukai