BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan jaringan telekomunikasi pada saat ini mengalami kemajuan
yang sangat cepat dan pesat. Berbagai macam fasilitas teknologi telekomunikasi
terus dikembangkan agar para pengguna jaringan dapat melakukan komunikasi
suara, data, dan grafik / gambar. Kebutuhan yang di tuntut mengenai komunikasi
grafik dan gambar membutuhkan kecepatan data yang semakin tinggi sehingga
harus didukung oleh sistem yang handal agar dapat memberikan kualitas layanan
dengan baik.1
Tekonologi telekomunikasi merupakan teknologi yang cepat berkembang,
seiring dengan berkembangnya industri elektronika dan komputer. Dengan
mobilitas yang tinggi serta kebutuhan akan akses informasi yang cepat dan akurat
akhir-akhir ini telah menggeser preferensi masyarakat Indonesia dalam memilih
moda telekomunikasi yang dapat menunjang mereka dalam beraktivitas. Trend
teknologi telekomunikasi ini semakin kearah teknologi wireless (tanpa kabel).
Pengertian telekomunikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dana tau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.2
Pada saat ini internet semakin banyak dibutuhkan oleh semua orang.
Seiring perkembangan teknologi berbagai macam produk dan jasa telekomunikasi
mulai banyak bermunculan dan saling bersaing untuk meningkatkan kinerja agar
lebih optimal. Perusahaan di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat
seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Dengan menggunakan alat
komunikasi saat ini tentunya mampu menghemat biaya. Menurut data yang
bersumber di internet jumlah perusahaan telekomunikasi di Indonesia terdapat 6
produk dalam penyedia layanan internet di Indonesia yaitu:
1
Rani Putri Yasmin, “Penyediaan Jaringan Telekomunikasi Indonesia”, hal. 3.
2
Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Telekomunikasi, UU No. 36 Tahun 1999, LN
No. 154 Tahun 1999, TLN. 3881, Pasal 1 angka 1.
2
3
Situs Resmi Telkom Indonesia, https://www.telkom.co.id/servlet/tk/about/id_ID/stock
landing/profil -dan-riwayat-singkat.html diakses pada tanggal 8 Maret 2018.
3
4
Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008), hal. 125.
4
Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi kaum muslimin untuk
mengacu pada ajaran Islam dalam melakukan berbagai transaksi usaha.
Persaingan usaha yang diperbolehkan menurut Islam adalah persaingan yang
dilakukan dengan cara Islami, dan dapat dibenarkan menurut syara’ asal
memenuhi etika bisnis yang digariskan dalam ajaran Islam, yakni antara lain
memenuhi syarat dan rukun muamalah yang tidak menimbulkan kerugian atau
5
Department Agama Republik Indonesia, Al-Quran Dan Terjemahan, hal. 393.
5
kesempitan terhadap orang lain. Pengaruh Islam terhadap persaingan bisnis adalah
untuk menjadikan persaingan yang baik dan normal dalam menjalankan
bisnis/usaha.
Berdasarkan uraian di atas, Penulis tertarik untuk meneliti
skripsi yang berjudul “MONOPOLI PRODUK INDIHOME OLEH
PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK (TELKOM)
DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas,
disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana monopoli produk Indihome oleh PT. Telekomunikasi Indonesia,
Tbk (Telkom).
2. Bagaimana pertimbangan hukum Majelis Komisi KPPU dalam Putusan
Perkara Nomor 10/KPPU-I/2016.
3. Bagaimana Menganalisis pandangan Islam terkait layanan jasa telekomunikasi
dengan produk Indihome.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis peneliian ini adalah dapat memberi manfaat bagi
kalangan akademis secara khusus dan masyarakat secara umum yang
membutuhkan informasi mengenai layanan telekomunikasi pada
IndiHome.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan masukan bagi
pemerintah untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan gambaran
kepada masyarakat tentang layanan telekomunkasi pada IndiHome.
D. Kerangka Konseptual
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dana tau pemasaran barang dana
tau atas penggunaan jasa tertentu oleh atu pelaku usaha satu kelompok usaha.6
2. Persingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dana tau pemasaran Barang dana atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menhambat
persaingan usaha. 7
3. Konsumen adalah setiap pemakai dana tau pengguna barang dana atau jasa
baik untuk kepentingan diri sendiri maupun kepentingan pihak lain.8
4. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau
pelaku usaha.9
5. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahnya agar tidak
melakakkan praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat. 10
6
Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Pesaingan
Usaha Tidak Sehat, UU Nomor 5 Tahun 1999, Pasal 1 angka 1.
7
Ibid, Pasal 1 angka 6.
8
Ibid, Pasal 1 angka 15.
9
Ibid, Pasal 1 angka 17.
10
Ibid, Pasal 1 angka 18.
7
6. Perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha
yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.11
7. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, penngiriman, dana tau penerimaan
dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,
dan bunyi melalui sistem kawa, optic, radio, atau sistem elektromagnetik
lainnya.12
8. Indihome (Indonesia Digital Home) adalah salah satu produk layanan dari PT.
Telekomunikasi Indonesia berupa paket layanan komunikasi dan data seperti
telepon rumah (voice), internet (internet on fiber atau high speed internet), dan
layanan televise interaktif (USee TV Cable).13
9. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) adalah perusahaan informasi dan
komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di
Indonesia.14
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu
penelitian hukum yang meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang
mungkin mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tertier.15
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
11
I. G. Rai. Widjaya, S.H., M.A., Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta:
Kesaint Blanc, 2005), hal. 1.
12
Indonesia, Undang-Undang Tentang Telekomunikasi, UU Nomor 36 Tahun 1999, Pasal
1 angka 1
13
Situs Resmi IndiHome, https://indihome.co.id/internet-fiber diakses tanggal 2 Februari
2018.
14
Situs Resmi Telkom Indonesia, https://www.telkom.co.id/servlet/tk/about/id_ID/stock
landing/profil-dan-riwayat-singkat.html diakses pada tanggal 2 Februari 2018.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 2014), hal. 52.
8
3. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan datanya yang akan digunakan studi pustaka. 17 Selain
pengumpulan studi pustaka, penulis akan melakukan wawancara sebagai
pendukung data sekunder.
16
Ibid, hal. 12.
17
Ibid, hal. 66.
9
F. Sistematika Penulisan
Bab I mengenai pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat, kerangka konseptual, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II mengenai tentang tinjauan pustaka tentang persaingan usaha di
Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perata dan secara
khusus menguraikan tentang persaingan usaha dalam Hukum Persaingan Usaha.
Bab III mengenai Monopoli terkait produk IndiHome yang dilakukan oleh
PT Telekomunikasi Indonesia untuk menggunakan produk Triple Play.
Bab IV mengenai tinjauan islam terhadap larangan monopoli dan
persaingan usaha yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia dengan
konsumen untuk menggunakan produk IndiHome.
Bab V mengenai penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan hasil
dari analisis melalui rumusan masalah yang berbentuk pertanyaan. Saran
merupakan usulan yang menyangkut kebijakan praktis dan terarah.
BAB II
18
Ibid, hal. 35.
10
19
Devi Meyliana, Hukum Persaingan Usaha, (Malang: Setara Press, 2013), hal 12.
20
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyosong Era Persaingan Sehat, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1999), hal 41.
12
dalam masyarakat dan tidak diterapkan dalam kenyataan, ketentuan tentang anti
monopoli atau persaingan curang sebelum Undang-Undang Anti Monopoli
Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, diatur dalam ktentuan-ketentuan sebagai berikut :21
a. Undang-Undang Perindustrian No. 5 Tahun 1984
Pada prinspnya Undang-Undang Perindustrian No. 5 Tahun 1984 juga
melarang industri-industri yang mengakibatkan terjadinya monopoli atau
persaingan curang. Hanya saja, makna dan konsep larangan tersebut undang-
undang yang bersangkutan sangat tidak terfokus dan tidak jelas, sehingga
larang tersebut jarang di praktekan.22
Dalam ketentuan Undang-Undang Perindustrian No. 5 Tahun 1984
melarang monopoli atau persaingan curang adalah sebagai berikut :
Pasal 7 ayat (2) dan (3)
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industi, untuk :
(1) ……………..,…………..
(2) Mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta
mencegah pesaingan yang tidak jujur.
(3) Mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu
kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
Pasal 9 ayat (2)
Pengaturan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan
memperhatikan :
(1) ……………,…………………
(2) Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan
pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-
perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat
dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu
kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
21
Ibid, hal. 42.
22
Ibid
13
23
Ibid, hal. 45.
14
25
Ibid, hal. 2.
26
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang Bagi Para
Pihak dalam Perjajian Kredit di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 112.
27
Esmi Warassih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologi, (Semarang: PT. Surysndanu
Utama), hal. 13.
16
Adalah suatu asas yang mendasarkan diri pada wewenang negara untuk
melindungi dan mengatur kepentingan dalamkehidupan masyarakat.
b. Menjalankan kegiatan Produksi dan atau Pemasaran Barang dan atau Jasa
Yang dimaksud adalah pada saat melakukan kegiatan usahanya tersebut,
pelaku usaha yang bersangkutan mengahsilkan produksi baik berupa barang
ataupun jasa.
28
Meyliana, op.cit., hal. 18.
17
31
Ibid.
32
Usman, op.cit, hal. 43.
19
33
Ibid, hal. 56.
20
34
Naskah Akademik, tentang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli, (Jakarta: Mahkamah
Agung RI, 2005), hal. 60.
35
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, cet. 2, (Jakarta:
Kencana, 2009), hal. 24.
21
d. Perjanjian Pemboikotan
Pelaku usaha juga dilarang untuk membuat perjanjian melakukan
pemboikotan (boycott), yaitu perjanjian horizontal antara pelaku usaha
pesaing untuk menolak mengadakan hubungan dagang dengan dengan pelaku
usaha lain.37
Perjanjian pemboikotan diatur pada Pasal 10 Undang-Unang Nomor 5
Tahun 1999 yang berbunyi :
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha
pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri.
2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari
pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut :
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha
lain; atau
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli
setiap barang dan atau jasa dai pasar yang bersangkutan.
36
Munir, op.cit, hal. 61.
37
Devi, op.cit, hal. 19.
22
Ada dua macam perjanjian yang dilarang oleh Pasal 10 dari Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 sehubungan dengan perjanjian pemboikotan
tersebut, yaitu :
a) Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain (pihak
ketiga) untuk melakukan usaha yang sama, dan
b) Perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa
dari pelaku usaha lain (pihak ketiga), jika :
i) Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku
usaha lain tersebut, atau
ii) Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau
membeli setiap barang dan/atau jasa dari pasar yang
ebersangkutan.
e. Perjanjian Kartel
Yang dimaksud dengan “kartel” (dalam bahasa Inggris disebut dengan
“cartel”) adalah suatu kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu yang
bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga, dan untuk
melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu(Black, Henry
Campbell, 1968 : 270).38
Ada juga yang mengartikan “kartel” sebagai suatu asosiasi berdasarkan
suatu kontrak diantara perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan
sama, yang dirancang untuk mencegah adanya suatu kompetisi yag tajam, dan
untuk mengalokasi pasar, serta untuk mempromosikan pertukaran
pengetahuan hasil dari riset tertentu, mempertukarkn hak paten dan stadarisasi
produk tertentu (Blac, henry Campbell, 1968 : 270).39
Jadi, kartel adalah persekongkolan atau persekutuan diantara beberapa
produsen produk sejenis dengan maksud untuk mengontol produksi, harga,
dan penjualanya, serta untuk memperoleh posisi monopoli.40
38
Munir, op.cit, hal 63.
39
Ibid, hal. 64.
40
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, cet. 1, (Jakarta:
Kencana, 2012), hal. 176.
23
f. Perjanjian Trust
Trust dalam bahasa Inggris banyak artinya. Tetapi dalam hal ini trust
diartikan sebagai suatu kombinasi dan beberapa perusahaan atau industialis
untuk menciptakan suatu monopoli dengan jalan menetakan patokan harga,
memiliki controlling stock dan sebagainya. Jadi dalam hal ini, trust
dipersamakan dengan kartel (Webster, Noah, 1979 : 1964).
Sedangkan pengertian “trust” dalam Undang-Undang anti Monopoli
Nomor 5 Tahun 1999 adalah suatu kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau
perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dant atau persaingan usaha tidak sehat.41
Perjanjian trust diatur pada pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 yang berbunyi sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan
atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau
perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
41
Munir, op.cit, hal 65.
24
g. Perjanjian Oligopsoni
Oligopsoni diartikan sebagai suatu bentuk dari pemusatan pembeli, yaitu
suatu situasi pasar dimana beberapa pembeli besar berhadapan dengan
pembeli kecil. Pembeli yang kuat biasanya mampu mendapatkan keuntungan
dari pihak pemasik atau penjual dalam bentuk potongan harga dari pembelian
dalam jumlah besar, dan dalam bentuk kredit yang panjang. 42
Perjanjian trust diatur pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 yang berbunyi sebagai berikut :
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian
atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh
lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Intergrasi vertikal ini adalah perjanjian antara para pelaku usaha yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap
rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan datu pross lanjutan, baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.44
i. Perjanjian Tertutup
Perjanjian tertutup adalah perjanjian antar pelaku usaha yang memuat
persyaratan persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa
hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dana atau tempat tertentu.
Pada prinsipnya seorang pelaku usaha bebas untuk menentukan sendiri
pihak penjual atau pembeli atau pemasok suatu produk di pasar sesuai dengan
berlakunya hukum pasar. Karena itu, setiap perjanjian yang menggerogoti
kebebasan tersebut bertentangan denganhukum pasar dan dapat
mengakibatkan timbulnya persaingan curang. Perjanjian yang dapat
membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilih sendiri, penjual
atau pemasok disebut dengan istilah “Persaingan Tertutup”.45
Perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15 Undang Nomor 5 Tahun 1999,
yang menyatakan sebagai berikut :
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan
atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang
dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat
tertentu.
44
Hermansyah, op.cit, hal. 36.
45
Munir, op.cit, hal. 69.
26
b. Kegiatan Monopsoni
Kegiatan Monopsoni terdapat pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang menyatakan :
48
Ibid, hal. 75.
49
Ibid, hal. 76.
28
c. Penguasaan Pasar
Kegiatan penguasaan pasar adalah penolakan atau pengahalangan
perusahaan tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan; penghalangan konsumen atau pelanggan pelaku usaha
persaingannya untuk tidak melakukan hubunganusaha dengan pengusaha
pesaing; pembatasan peredaran atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; praktik monopoli terhadap pengusaha tertentu; jual rugi atau
penetapan harga yang sangta rendah untuk menyingkirkan atau mematikan
usaha pesaingannya dipasar yang bersangkutan;dan kecurangan dalam
menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari
komponen harga barang dan atau jasa.
Dalam penguasaan pasar terdapat pada Pasal 19 dan Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang menyatakan :
Pasal 19 :
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik
sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa:
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
29
d. Persekongkolan
Kegiatan persekongkolan adalah persekongkolan dengan pihak lain untuk
mengatur dan menentukan pemenang tender dan atau untuk mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklarifikasikan sebagai rahasia
perusahaan dan atau mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa pelaku usaha lainnya dengan maksud agar barang dan atau jasa
ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari
jumlah, kualitas, maupun ketetapan waktu yang dipersyaratkan.50
Dalam kegiatan persekongkolan diatur pada Pasal 22, 23, dan 24 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang menyatakn sebagai berikut :
Pasal 22 :
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur
dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 :
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan
sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 :
50
Rachmadi, op.cit, hal. 369.
30
51
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, HUkum Persaingan Usaha Antara Teks dan
Konteks, (Indonesia: Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009),
hal. 55.
52
Herbert Hovenkamp, Anti Trust, (St PaulMinnesota : West Publishing, co. 1993), hal.
91.
31
usaha sejak awal, mengenai perbuatan apa saja yang dilarang, serta berusaha
menjauhkan mereka untuk mencoba melakukannya.
Karena itu, pendekatan yang dilakukan oleh penganut-penganut teori per
se ini adalah merupakan kaum Structuralist dengan paham Structuralismnya.
Menurut teori ini, misalnya pertukaran informasi harga antara pihak
competitor, bagaimana pun juga dianggap bertentangan dengan hukum anti
monopoli.53
53
Munir, op.cit, hal. 47.
54
Ibid.
55
Herbert, op.cit, hal 30.
32
BAB III
56
Situs Resmi PT.Telekomunikasi Indonesia, https://www.telkom.co.id/ servlet/tk/
about/id_ID/stocklanding/profil-dan-riwayat-singkat.html
33
57
Ibid.
34
b. Fixed
Portofolio ini memberikan layanan fixed service, meliputi fixed voice, fixed
broadband, termasuk Wi-Fi dan emerging wireless technology lainnya,
dengan brand IndiHome.
58
Ibid.
59
Ibid.
35
d. Network Infrastructure
Produk yang ditawarkan meliputi network service, satelit, infrastruktur dan
tower.
e. Enterprise Digital
Terdiri dari layanan information and communication technology platform
service dan smart enabler platform service.
f. Consumer Digital
Terdiri dari media dan edutainment service, seperti e-
commerce (blanja.com), video/TV dan mobile based digital service. Selain
itu, kami juga menawarkan digital life service seperti digital life style (Langit
Musik dan VideoMax), digital payment seperti TCASH, digital
advertising and analytics seperti bisnis digital advertising dan solusi mobile
banking serta enterprise digital service yang menawarkan layanan Internet of
Things (IoT).
Cepat) dan TV Interaktif (UseeTV). Selain menawarkan triple play dan dual play,
IndiHome juga melayani konsumen yang hanya ingin memiliki layanan internet
saja (1Play),
IndiHome Triple Play memberikan benefit yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan Single Play maupun Dual Play. Pelanggan IndiHome Triple
Play mendapatkan langsung tiga produk, yaitu telepon rumah, internet cepat, dan
TV interaktif dalam satu paket dengan harga satuan yang lebih hemat. Pada
layanan telepon rumah, pelanggan mendapatkan gratis 1000 menit ke lokal
maupun interlokal. Pelanggan IndiHome juga akan menggunakan jaringan fiber
optic yang memberikan kecepatan internet yang jauh lebih tinggi. Saat ini
disediakan paket sampai dengan 100 Mbps.
Berdasarkan penelitian penulis, produk seperti IndiHome tidak hanya
dimiliki oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk, antara lain ;
1) Biznet
Biznet Home menawarkan paket internet yang dikombinasikan dengan
siaran TV kabel berkualitas HD. Layanan internet fiber optik Biznet, yang
kini telah menjangkau 100 kota di Jawa, Bali, Sumatera, dan Batam,
memiliki kecepatan maksimal hingga 100 Mbps. Cari tahu lebih lanjut
mengenai Biznet Home Combo
2) Firstmedia
Pada bulan September 2013, Firstmedia menjadi provider pertama di
Indonesia yang menghadirkan kecepatan internet sampai dengan 100
Mbps. Dengan dukungan teknologi kabel fiber-coaxial hybrid—sebuah
teknologi yang menggabungkan kabel serat optik dengan teknologi antena
satelit, Firstmedia menjanjikan koneksi data yang stabil untuk kamu
gunakan berselancar di internet setiap harinya.
3) MNC Play Media
Bekerja sama dengan ZTE, MNC Play Media menawarkan akses
kecepatan hingga 200 Mbps menggunakan teknologi FTTH (fiber to the
home). Berkat teknologi ini, jaringan MNC Media Play dapat
menyambungkan setidaknya dua juta rumah pengguna di sepuluh kota
besar Indonesia menggunakan kabel fiber optik khusus. Ketika fiber-
37
60
Michael-Kantz dan Harveey S Rosen, “Microeconomic”, USA : Richard D Irwin Inc,
1994, Hal. 432-433
61
Praktek Monopoli adalah Pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan
umum, (Undang-undang No.5 tahun 1999 Pasal 1 angka 2).
39
Menurut Kwik Kian Gie, kondisi tersebut diatas terjadi karena peran
negara kepada suatu badan usaha, baik BUMN, usaha swasta maupun
koperasi.62
Sedangkan Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa monopoli yang
dilarang oleh Undang-undang persaingan adalah monopoli yang
menyebabkan terjadinya penentuan pasar, pembagian pasar dan konsentrasi
pasar.63
62
Kwik Kian Gie, Saya bermimpi jadi konglomerat ,(Jakarta, Gramedia, 1994) Hal. 233.
63
Peter Mahmud Marzuki Telaah filosofi terhadap Undang-undang larangan praktek
monopoli dam persaingan usaha tidak sehat dalam kaitannya dengan konstitusi Republik
Indonesia, (Majalah Yuridika, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Erlangga November 2001),
Hal. 512.
40
yaitu dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal 14 Juli 2017 sampai dengan tanggal 25 Agustus 2017.
PT Telekomuniskasi Indonesia, Tbk) menyerahkan Kesimpulan
Hasil Persidangan yang pada pokoknya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Latar Belakang, Fakta dan Peristiwa yang Relevan dengan Perkara
Aquo yang Disampaikan oleh Terlapor adalah Benar Dan Sesuai
dengan Fakta yang Sebenarnya
b. fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan bukti-bukti yang
diajukan oleh Tim Investigator dan Terlapor, serta saksi-saksi dan ahli
yang diajukan oleh Tim Investigator dan Terlapor, dengan ini Terlapor
menyampaikan kesimpulan
c. Terbukti secara jelas dan nyata (prima facie) bahwa Tim Investigator
tidak dapat membantah dalil-dalil Terlapor, sehingga terbukti sebagai
berikut:
a) Telepon tetap (fixed line) merupakan sunset product;
b) Trend global dunia telekomunikasi menuju konvergensi
layanan triple play atau bahkan quadruple play;
c) Penetrasi dan kualitas internet di Indonesia cukup rendah,
Terlapor terpanggil untuk meningkatkannya;
d) Layanan triple play menguntungkan pelanggan, dimana
Terlapor tetap menyediakan layanan bagi para pelanggan yang
menginginkan layanan terpisah;
Dalam Butir 6.1 Halaman 5 dan Butir 9.4 Halaman 19 LDP, Tim
Investigator mendalilkan bahwa dalam Perkara aquo yang menjadi
produk pengikat (tying product) adalah layanan telepon (fixed line),
sementara produk ikatannya (tied product) adalah jasa internet dan IPTV.
“Tying atau tying product yang seperti saudara ilustrasikan tadi itu
adalah praktek dari pelaku usaha dalam menjual produksi barang atau
jasanya kepada pihak lain kemudian mensyaratkan pihak lain harus
memberl produk ikutan yang dikenal dengan tied product sekalipun
bersamasama dengan produk tying. “
2. Pelanggaran.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk pada Produknya IndiHome
yang diduga melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat yang berbunyi:
”Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau
jasa lain dari pelaku usaha pemasok.”
Dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
berbunyi :
“(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
52
3. Pertimbangan Komisi
Setelah mempertimbangkan Laporan Dugaan Pelanggaran,
Tanggapan Terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran, keterangan
para Saksi, keterangan para Ahli, keterangan Terlapor, surat-surat dan
atau dokumen, Kesimpulan Hasil Persidangan yang disampaikan baik
oleh Investigator maupun Terlapor (selanjutnya disebut sebagai fakta
persidangan). Majelis Komisi menilai, menganalisis, menyimpulkan dan
memutuskan perkara berdasarkan fakta persidangan yang obyektif, alat
bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran
terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang diduga dilakukan
53
4. Sanksi
Berdasarkan Pasal 43 (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
Majelis Komisi menetapkan sanksi sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1)
huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
5. Analisis
Berdasarkan Putusan KPPU Perkara Nomor 10/KPPU-I/2016
tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat
(1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Industri
Telekomunikasi terkait Jasa Telepon Tetap, Jasa Internet dan Jasa IP TV
di Indonesia oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Pendekatan yang
dipakai untuk menilai pelanggaran pasal 15 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat mengenai perjanjian tertutup adalah pendekatan rule of
reason, oleh karenanya harus dibuktikan bahwa strategi pemasaran yang
dilakukan oleh para Terlapor dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
56
BAB IV
mementingkan diri sendiri dengan merugikan orang banyak. Selain itu juga
menunjukan bahwa pelakunya mempunyai moral dan mental yang rendah.
Beberapa definisi penimbunan barang (ihtikar) menurut beberapa ahli dan
ulama:
1. Imam al-Ghazali (Mazhab Syafi’I) mengatakan ihtikar sebagai
penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu
melonjaknya harga penjualannya ketika harga melonjak.
2. Ulama Mazhab Maliki mengatakan ihtikar adalah penyimpanan barang
oleh produsen baik, makanan, pakaian, dan segala barang yang
merusak pasar.
3. As-syyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan ihtikar sebagai
membeli suatu barang dan menyimpannya agar barang tersebut
berkurang dimasyarakat sehingga harganya meningkat sehingga
manusia akan mendapatkan kesulitan akibat kelangkaan dan mahalnya
harga barang tersebut.66
4. Adiwarman Karim mengatakan bahwa al-ikhtikar adalah mengambil
keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih
sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya
disebut dengan monopoly’s rent.67
66
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr, 1981), hal.162
67
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000), hal. 154
68
Yusuf Al-Qaradhawi, Peranan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam,
penerjemah : Didin Hafidhudin dkk, (Jakarta : Robbani Press, 1997) , hal. 321
61
2. Hadis
Dalam Hadist Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari ayat diatas, dapat kita simpulkan secara jelas akan pesan dan
maknanya antara lain tentang perintah untuk saling tolong menolong
sesama manusia serta larangan untuk saling menganiaya kepada sesama
manusia termasuk dalam hal perniagaan yaitu seperti penimbunan barang.
Seseorang dilarang untuk menimbun barang karena akan merugikan salah
satu pihak tersebut.
Dalam hal ini para ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan
penimbunan yang haram adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut : 69
1. Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya berikut
tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena seseorang boleh
menimbun untuk persediaan nafkah dirinya dan keluargannya dalam tenggang
waktu kurang dari satu tahun.
2. Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barangagar
dapat menjualnya dengan harga yang lebih tinggi karena orang sangat
membutuhkan barang tersebut kepadanya.
3. Bahwa penimbunan dilakukan pada saat dimana manusia sangat
membutuhkan barang yang ditimbun, saperti makanan, pakaian, dan lain-lain.
Jika barang-barang yang ada ditangan pedagang tidak dibutuhkan masyarakat,
maka hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan, karena tidak mengakibatkan
kesulitan pada masyarakat.
Maka syarat terjadinya penimbunan adalah sampainya pada suatu batas
yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang tertimbun semata
karena fata penimbunan tersebut tidak akan terjadi selain dalam keadaan semacam
ini. Kalau seandainya tidak menyulitkan warga setempat membeli barang tersebut,
maka penimbunan barang tidak akan terjadi kesewenang-wenangan terhadap
barang tersebut sehingga bisa dijual dengan harga yang mahal.70
69
Sayyid Sabiq, op.cit, hal. 100.
70
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
ha.l 47-48.
71
Iswardono, Ekonomi Mikro (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,1990), hal. 104.
64
72
Ibid
73
Yusuf al-Qardawi, Halal Haram Dalam Islam, (Terj), (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000)
hal. 358.
65
74
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT.Ikhtiar Baru, 1996), hal.
655
75
As-Sayyid Sabiq, op.cit, hal. 100.
66
Dari ketiga syarat itu, jika dianalisa aspek keharamannya maka dapat
disimpulkan, bahwa penimbunan yang diharamkan adalah kelebihan dari
keperluan nafkah dirinya dan keluarganya dalam masa satu tahun. Hal ini berarti
apabila menimbun barang konsumsi untuk mengisi kebutuhan keluarga dan
dirinya dalam waktu satu tahun tidaklah diharamkan sebab hal itu adalah tindakan
yang wajar untuk menghindari kesulitan ekonomi dalam masa paceklik atau krisis
ekonomi lainnya. Sedangkan syarat terjadinya penimbunan, adalah sampainya
pada suatu batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang
tertimbun semata karena fakta penimbunan tersebut tidak akan terjadi selain
dalam keadaan semacam ini. Kalau seandainya tidak menyulitkan warga setempat
membeli barang tersebut, maka penimbunan barang tidak akan terjadi
kesewenangan-wenangan terhadap barang tersebut sehingga bisa dijual dengan
harga yang mahal.
Menurut Yusuf al-Qardawi penimbunan itu diharamkan jika memiliki
keriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab adanya
penimbunan tersebut.
76
Abd ar-Rasul, 1980, dan As-Sayyid Sabiq, 100 : 1981.TGF]\
67
َّ س ِبي ِل
َِّللا َّ َب َو ْال ِف
َ ضةَ َو ََل يُ ْن ِفقُونَ َها فِي َ َوالَّذِينَ َي ْك ِن ُزونَ الذَّه
َار َج َهنَّ َم َ ) َي ْو َم ي ُْح َمى34( ب أ َ ِل ٍيم
ِ علَ ْي َها فِي ن ٍ ش ْر ُه ْم ِبعَذَا
ِّ ِ َفَب
ور ُه ْم َهذَا َما َكن َْزت ُ ْم ُ فَت ُ ْك َوى ِب َها ِجبَا ُه ُه ْم َو ُجنُوبُ ُه ْم َو
ُ ظ ُه
35( َ) ِِل َ ْنفُ ِس ُك ْم فَذُوقُوا َما ُك ْنت ُ ْم تَ ْكنِ ُزون
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka
beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu
dikatakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang
77
Yusuf al-Qardawi, 358 : 2000.
68
78
Nashr farid Muhammad washil, Qawa’id Fiqhiyyah, hal. 17.
69
82
Ibid, hal 70-71.
72
83
Eva Zulfa Nailufar, Pengupahan Berkeadilan Menurut Hukum Islam: Kajian UMP DKI,
(Jakarta: A-Empat, 2014), hal. 41.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
76
1. Al-Qur’an
Department Agaman RI, Al-Qur’an dan terjemahannya. Bandung: Diponegoro,
2008.
2. Buku
Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIIT Indonesia, 2000.
Aziz, Abdul. Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT.Ikhtiar Baru, 1996.
Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha, Cet. 2. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.
____________, Halal Haram Dalam Islam, (Terj), Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000.
3. Jurnal
Mahkamah Agung RI, Nasakah Akademik, tentang Persaingan Usaha dan Anti
Monopoli. Jakarta, 2005.
4. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Pesaingan
Usaha Tidak Sehat, UU Nomor 5 Tahun 1999, LN Tahun 1999
Nomor 33, TLN Nomor 3817.
5. Internet
Gudangnya Ilmu, “Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”,
http://muzajjaddotcom.wordpress.com/2012/12/24/praktek-monopoli-dan-
persaingan-usaha-tidak-sehat, diakses Tanggal 24 Desember 2012.
Kevin Santoso, “Hukum Bisnis Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat”,https://www.academia.edu/34697864/K.6_Hukum_Bisnis_Laranga
n_Monopoli_Dan_Persaingan_Usaha_Tidak_Sehat.
79