B. LATAR BELAKANG
adalah salah satu lembaga negara yang berperan sebagai penegak hukum. Pasal 13
penegak hukum memiliki peran penting sebagai pelaksana suatu aturan (das
Polri menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan Polri2,
berhubungan dengan tugas kedinasan maupun secara umum,3 karena dengan tugas
pokok tersebut seorang anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat
menurunkan kehormatan kesatuannya. Selain itu, anggota polri selaku bagian dari
Indonesia (PP RI) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional
Peradilan Umum Bagi Anggota Polri, serta PP RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang
bahwa setiap anggota Polri tunduk dibawah sistem acara peradilan umum, yang
mana sebelumnya posisi Polri ada bersama-sama dengan TNI tunduk dibawah
sistem peradilan militer. Namun setelah Polri dipisahkan dengan TNI dan
pemeriksaan bagi anggota Polri dalam perkara pidana mulai tingkat penyidikan
1981 tentang KUHAP4, seperti masyarakat sipil pada umumnya. Hal tersebut
Selain itu, anggota Polri juga tunduk pada peraturan hukum disiplin dan kode etik
profesi polisi, sehingga sangat mungkin adanya penjatuhan hukuman ganda bagi
anggota Polri yang melakukan tindak pidana, yaitu sanksi pidana dan hukuman
Kode Etik seperti yang diatur dalam PP RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang
pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH terhadap anggota Polri dilakukan
apabila anggota Polri melakukan tindak pidana dan dipidana penjara berdasarkan
4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis
Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 2
5
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
6
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri). Surabaya: Laksbang
Mediatama. 2007. Hlm. 19
putusan hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan menurut
berada dalam dinas Kepolisian Negara RI.7 PTDH diberikan kepada anggota Polri
melalui mekanisme Sidang Komisi Kode Etik Polri yang merupakan bagian dari
Negara Republik Indonesia (PERKAP) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Polri yang secara garis besar mengatur kewajiban dan larangan bagi
berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi
Polri terhadap terduga pelanggar8 yang dengan sengaja melakukan tindak pidana
dengan ancaman hukum pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah
bersifat asosial, dan melanggar hukum serta Undang-Undang Pidana. 11 Salah satu
7
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota
Polri, Pasal 12 ayat 1 huruf (a).
8
Peratura Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode
Etik Profesi Polri, Pasal 1 Angka 9. Terduga Pelanggar adalah seetiap anggota Polri yang karena
perbuatannya atau keadaannya patut diduga telah melanggar ketentuan KEPP.
9
Ibid,. Pasal 22 Ayat 1 Huruf (a)
10
Adami Chazawi, Ipelajaran Hukum Pidana Bagian I, Cetakan 8. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2014. Hlm. 121
11
Kamilatun, Pelaku Tindak Pidana Pemerasan, Keadilan Progresif Volume 3 Nomor 2 Lampung
Universitas Bandar Lampung. 2012. Hlm. 182
bentuk kejahatan yang sedang marak adalah tindak pidana pemerasan. Tindak
pidana pemerasan dapat terjadi dimana dan kapan saja serta berakibat buruk bagi
korban dan masyarakat. Buruknya akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana
pemerasan sehingga diaturlah hukuman yang berat bagi pelaku agar mereka
Bentuk kejahatan pemerasan telah diatur dalam Pasal 368 ayat (1) Kitab
dalam satu bab yaitu Buku II Bab XXIII KUHP. Hal itu dikarenakan kedua sifat
tindak pidana bersagkutan memiliki sifat-sifat yang sama. Hal tersebut tampak
dalam tujuan perbuatan materil yang dilakukan, dan unsur maksud dari perbuatan
adalah perbuatan dimana untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
12
Ibid.
13
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 368 ayat (1).
14
Masnur F, Tinjauan Yuridis Tindak Pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian, Skripsi
tidak diterbitkan. Makasar, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 2015,. Hlm 4
15
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta. 1993. Hlm 56.
Pasal 423 dalam KUHP pun mengatur terkait penyalahgunaan jabatan
dikatakan akan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 20.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
contoh kasus yang terjadi dalam wilayah hukum Kepolisian Daerah Metro Jaya.
KUHP terhadap pelapor a.n. Sdr. SA. Dengan barang bukti beberapanya adalah 2
buah kartu ATM Bank BCA dan Mandiri serta 1 buah handphone merk samsung
korban apabila tidak mau membayar. Berdasarkan putusan sidang komisi kode
etik profesi polisi, para pelanggar telah dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan
terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri serta memutus melakukan pemindahan
tugas ke fungsi berbeda bersifat demosi kepada seluruh para pelanggar selama
satu tahun.
kekuasaan peradilan umum karena anggota polri merupakan bagian dari warga
sipil dan bukan termasuk subjek hukum militer. Pasal 12 ayat (1) PP RI Nomor 2
Tahun 2003 telah menjelaskan bahwa penjatuhan hukuman disiplin tidak serta
diterapkan hanyalah berupa sanksi disiplin dan kode etik yang artinya ada
tindak pidana yang dilakukan, oleh siapapun juga harus ditindak secara tegas
tanpa memandang status walaupun pelaku merupakan aparat hukum itu sendiri.
16
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 12 ayat (1).
17
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum. Bandung: Pusaka Setia. 2011. Hlm. 144
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
Peneliti Universita
dan s
Tahun
Penelitian
1921/PID.B/2013/PN.MKS) ksr?
2. Bagaimana
pertimbangan hakim
dalam penjatuhan
tindak pidana
pemerasan yang
putusan No.
1921/Pid.B/2013.PN/M
ksr?
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kendala dalam penerapan pasal 12 huruf e undang – undang nomor 20
tahun 2001 tentang perubahan undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pidana pemerasan?
nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi terhadap aparat kepolisian
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian yang hendak
dicapai adalah: :
2001 tentang perubahan undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak
pemerasan.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Polda Metro Jaya, diharapkan dapat menjadi sebuah evaluasi kinerja
Propam Polda Metro Jaya dalam Praktek dan sebagai bahan evaluasi
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan pengembangan ilmu hukum pada khususnya
Pidana.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Berikut sistematika penulisan yang akan dibagi ke dalam lima bab, masing-
masing bab dibagi kembali dalam beberapa sub bab, seperti ditunjukkan berikut;
BAB I PЕNDAHULUAN
Pada bagian ini bеrisi mеngеnai latar bеlakang masalah, rumusan masalah,
Pada bagian ini dijеlaskan mеngеnai pеngеrtian dan istilah sеrta aturan-
dirinya tahanan. Sumbеr pustaka yang digunakan adalah dari litеratur, jurnal,
artikеl, dan informasi di intеrnеt yang valid untuk dijadikan sumbеr pustaka.
Dalam bab ini, dibahas tеntang jеnis pеnеlitian pеndеkatan yang dipakai
hingga analisis bahan hukum. Adapun isi dari bab ini mеliputi:
a. Jеnis pеnеlitian;
b. Jеnis pеndеkatan;
d. Sumbеr Data;
e. Tеknik Pеngumpulan Data;
f. Dеfinisi Opеrasional.
Dalam bab ini bеrisis tеntang hasil dari pеnеlitian yang antara lain
dan upaya untuk mеngatasi masalah dalam pеnеgkan hukum tеrhadap aparatur
mеlarikan dirinya tahanan, sеrta analisis dan pеmbahasan yang dibеrikan olеh
pеnеliti tеrhadap data primеr dan data sеkundеr yang dipеrolеh sеlama pеnеlitian.
BAB V. PЕNUTUP
Dalam bab ini bеrisi tеntang Kеsimpulan dan Saran. Kеsimpulan sеndiri ialah
pеrnyataan singkat, jеlas, dan sistеmatis dari kеsеluruhan hasil analisis dan
pеmbahasan yang dibеrikan olеh pеnеliti tеrhadap data primеr dan data sеkundеr
G. TINJAUAN PUSTAKA
Belanda yaitu strafbaar feit. Straf adalah pidana dan hukum. Baar diartikan
dengan cepat dan boleh. Sementara feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,
delik yang berasal dari bahasa lain yaitu delictum. Dalam KUHPidana (Wvs)
18
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta: Rajawali Pers. 2010. Hlm 69
dikenal dengan istilah Strafbaarfeit. Kepustakaan hukum pidana sering
adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan diancam pidana.
Pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif, dapat juga
bersifat pasif.21
berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Tindak Pidana dalam konsep KUHP
diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh
sebagai tindak pidana, selain perbuatan itu dilarang dan diancam pidana, harus
masyarakat. Semua tindak pidana akan dipandang bersift melawan hukum, kecuali
Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai dasar yang pokok dalam
menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar
19
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia. 1994. Hlm. 90
20
Sudarsono, Kamus Hukum cetakan kelima. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hlm 12
21
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011. Hlm. 49
22
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. 2011. Hlm. 98
pertanggungjawaban seseorang untuk perbuatan yang telah ia lakukan. Akan
asas legalitas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan
undangannya.
mempertanggungjawabkan.
Dalam KUHP sendiri, tindak pidana dibagi menjadi dua yakni pelanggaran
dan kejahatan yang masing-masing termuat dalam buku II dan buku III KUHP.
yang dapat dipidana, artinya seseorang yang telah melakukan tindak pidana, maka
sudah dapat dipidana. Pandangan ini yang disebut tindak pidana ataupun
perbuatan pidana telah mencakup perbuatannya, oleh sebab itu dapat dipenjara.
23
Teguh Prasetyo, Op. cit hlm 48
24
James Pardede, Diktat Hukum Pidana, Jakarta: Universitas Bung Karno. 2007. Hlm. 21
25
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005. Hlm 75
Pandangan dualistis justru berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
tindak pidana atau perbuatan pidana tersebut adalah hanya perbuatannya saja,
pidana dimaksud. Menurut pandangan dualistis yang diancam pidana itu adalah
belum dapat dijatuhkan pidana, bila tidak ada orangnya dan pada orang yang
dimaksud dan harus ada sifa melawan hukum atau kesalahan pada orang itu.26
Kata pemerasan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “peras”
yang bermakna leksikal “meminta uang dan jenis lain dengan ancaman”. Tindak
pidana pemerasan ditentukan dalam bab XXIII Pasal 368 KUHP tentang Tindak
“Barang siapa dengan maksud untuk meguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau
Tindak pidana pemerasan sendiri sebenarnya terdiri dari dua macam, yaitu
(afdreiging).28 Kedua macam tindak pidana tersebut diatur dalam bab yang sama
dan memiliki sifat yang sama, yatu suatu perbuatan yang bertujuan untuk
26
Teguh Prasetyo, Op. Cit. Hlm 22
27
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jogjakarta: Pt. Rineka Cipta. 2002. Hlm 70.
28
Adam Chazawi. Op. Cit. Hlm 52
memeras orang lain. Walau demikian, tidak salah kiranya bila orang menyebut
kedua tindak pidana tersebut memiliki sebutan sendiri, yaitu tindak pidana
“pemerasan” untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.
Ketenntuan pidana pemerasan diatur dalam pasal 368 KUHP dan 369
KUHP. Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan dirumuskan
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau
sebagian adalah milik orang lain, atau suapaya memberikan hutang maupun
2. Ketentuan Pasal 365 Ayat (2), Ayat (3), dan ayat (4) berlaku dalam tindak
pidana ini.
Unsur-unsur yang ada dalam Pasal 368 KUHP adalah sebagai berikut:
1) Memaksa.
2) Orang lain.
sebagai berikut:
melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang
dengan unsur tersebut, muncul sebuah persoalan yaitu, kapan dikatakan ada
kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut telah
Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah
barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari
pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau
29
R. Soesilo. KHUP Serta komentar-komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politica.
1996. Hlm 99
30
Ibid, Hlm 53
suatu perjanjian yang menyebabkan ornag yang diperas harus membayar
dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang
perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau
5. Unsur “untuk menguntungkan diri sendiri atau ornag lain”. Artinya adalah
menambah baik baik dirinya sendiri ataupun orang lain dari kekayaan yang
terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dengan cara memaksa,
31
Ibid,. Hlm 56
32
Ibid., Hlm 58
Menurut Satjipto Raharjo, polisi adalah alat negara yang bertigas
Sehingga polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai
penegak ketertiban.34
Indonesia dalam Pasal 1 angka (1) dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-
ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
pengertian yaitu fungsi polisi dan lembaga polisi. Dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi
bahwa:
negeri
menyatakan:35
masyarakat.
35
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
36
Ibid
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
pengamanan swakarsa.
undangan.
tugas kepolisian.
asasi manusia,
undangan.
berwenang:
a. Menerima laporan/pengaduan.
administratif kepolisian,
internasional
kepolisian
mulia itu, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan bahwa
didalam menjalankan tugasnya itu harus selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi
demikian berat dan ideal itu tentunya harus didukung pula oleh aparat pelaksana
Dari keterangan beberapa pasal tersebut diatas maka dapat dipahami suatu
kenyataan bahwa tugas-tugas yang diemban oleh polisi sangat komplek dan rumit
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti
adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan
yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai
kumpulan asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan
salah yang dianut masyarakat. Sesungguhnya etika adalah standar perilaku yang
sebagai sarana yang bergerak dari fungsi ketaatannya dan bersifat volunter namun
penuh komitmen.38
37
Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum
Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hlm. 4
38
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum dalam Masyarakat, Jatim: Bayumedia Publishing. Hlm. 218
Secara umum dalam garis besarnya, etika atau ethis merupakan suatu
cabang filsafat yang memperbincangkan tentang perilaku benar dan baik dalam
patokan yang baik dan buruk untuk tingkah laku dalam masyarakat. Untuk itu
berhadapan dengan nilai-nilai yang dipandang buruk, tidak luhur atau tidak
mulia.40 Nilai baik dan buruk adalah sebuah cerminan pribadi setiap manusia
Istilah profesional berasal dari kata Profesi yang bahasa latinnya profiteri
teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga
Kode Etik Profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional
tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang baik dan benar, dan apa yang
tidak benar dan tidak baik bagi professional Kepolisian. Kode Etik menyatakan
perbuatan apa yan benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan yang
tidak di lakukan. Tujuan Kode Etik yaitu agar profesional memberikan pelayanan
sebaik-baiknya kepada pemakai atau orang yang dilayani. Adanya Kode Etik
Profesu ini akan melindungi seseorang dari perbuatan yang tidak profesional.
Kode Etik Profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode Etik Profesi adalah suatu tuntunan
bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau
anggota profesi, mengikat mereka dalam praktik.44 Kode Etik umumnya teramsuk
dalam norma sosial, namun bila Kode Etik yang memiliki sanksi agak berat, maka
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda,
pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan Kode
43
Pudi Rahardi, Op. Cit. Hlm 155
44
Pudi Rahardi, Op. Cit. Hlm 156
Dalam pelaksanaan tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya, anggota
dalam Pasal 34 ayat (3) Undang – undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
supaya para anggota Polri dapat mengetahui apa tindakan yang dilarang dan
dalam kehidupannya sehari – hari sebagai masyarakat. Untuk itulah maka dibuat
Bahwa profesi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yakni Profesi pada
umumnya dan profesi luhur. Pengertian profesi sendiri lebih khusus dibandingkan
kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian yang khusus45. Persyaratan adanya keahlian yang khusus inilah yang
diuraikan tersebut adalah pengertian profesi pada umumnya. Di samping itu, ada
pengertian profesi yang luhur, yaitu profesi yang pada hakikatnya merupakan
suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat46. Memang benar, orang yang
menjalankan profesi yang luhur juga mendapatkan nafkah dari pekerjaannya itu,
tetapi hal itu bukanlah motivasi utamanya. Adapun motivasi utamanya adalah
maupun profesi luhur, memiliki prinsip – prinsip yang wajib ditegakkan. Prinsip –
prinsip ini umumnya dicantumkan dalam kode etik profesi yang bersangkutan.
Di Indonesia, Kode etik suatu profesi biasanya disusun oleh wakil – wakil
termasuk juga petinggi – petinggi pada profesi itu sendiri. Kesulitan akan timbul
apabila untuk satu macam profesi terdapat lebih dari satu asosiasi. Kesulitan akan
lebih jauh muncul apabila prinsip – prinsip profesi diterjemahkan secara berbeda
anggota Polri merupakan aparat penegak hukum, namun tetap harus tunduk pada
sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Kepolisian tidak boleh bersifat kebal
hukum, karena selalu terikat kepada aturan – aturan hukum, prosedur – prosedur
tertentu, dan dikontrol oleh hukum. Polisi juga harus tanggap terhadap kehendak
dengan baik oleh setiap anggota kepolisian. Banyak dari mereka melakukan
anggota, sumpah/ janji jabatan, peraturan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Jadi pelanggaran kode etik menurut etika profesi Polri adalah
48
Ibid, hal 5.
49
Untung. S Radjab, Kedudukan Dan Fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam Sistem
Ketatanegaraan, CV Utomo, Bandung, 2003.
ketidaksesuaian setiap perbuatan dari anggota Polri terhadap norma - norma atau
aturan - aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan
peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal - hal yang diwajibkan, dilarang
berlaku di lingkungannya”.
Sehingga diketahui bahwa setiap anggota Polri terikat dengan Kode Etik
Profesi Polri yang dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas. Setiap
angota Polri, berpangkat apapun wajib melaksanakan apa yang tertuang dalam
peraturan Kode Etik Profesi Polri. Adapun peraturan Kode Etik Profesi Polri
Polri.
Peraturan tentang Kode Etik Profesi Polri diatur lebih jelas pada Peraturan
Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
Dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Polri dijelaskan bahwa etika profesi Polri adalah kristalisasi nilai – nilai Tribrata
dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan
jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika
Dalam kedua landasan jati diri anggota Polri (Tri Brata dan Catur
Prasetya) tersebut, terdapat semua kewajiban yang harus dilakukan dan diamalkan
Di dalam Peraturan Kode Etik Profesi Polri yang diatur dalam Peraturan
Kapolri Nomor 14 Tahun 2011, diatur etika para anggota Polri dalam etika
dalam etika – etika inilah diatur berbagai pedoman anggota Polri dalam
Selain pada peraturan Kode Etik Profesi Polri yang diatur dalam Peraturan
Kapolri Nomor 14 Tahun 2011, terdapat Peraturan untuk penegakkan Kode Etik
Polri, baik pemberhentian dengan cara hormat, maupun dengan cara tidak hormat.
Republik Indonesia.
sah.
Republik Indonesia.
53
Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2003, Pemberhentian Anggota Polri, Pasal 12.
5. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga
Kepolisian.
tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang
dilakukannya.
sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia 54.
Sehingga seorang anggota Polri diikat oleh 2 (dua) peraturan kode etik profesi
Polri, yaitu Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang Kode etik profesi
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
hukum yuridis empiris karena meneliti penerapan pada pasal 12 huruf E dalam
1 1 11 1
Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian hukum
yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk
1 1 1 1 1 1 1 1 1
54
Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2003, Pemberhentian Anggota Polri, Pasal 12 ayat (2),
Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (2).
1melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1pemerintah.
2. Pendekatan Penelitian
dan fungsional dalam sistem kehidupan yang nyata55. Pengertian yuridis menurut
1 1 1 1 1 1 1
ilmu hukum dan pengertian sosiologis adalah ilmu yang meliputi segala macam
hal tentang masyarakat dengan menyerap ilmu-ilmu sosial yang lain. Pendekatan
1 1 1 1 1 1 1
tentang Tindak Pidana Korupsi di Kepolisian Daerah Metro Jaya, dan apa
hambatan yang dihadapi Kepolisian Daerah Metro Jaya terhadap anggota polisi
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data atau berkas kasus yang
Penelitian ini ditujukan sebagai sumber data utama yang akan digunakan untuk
55
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Press, 1986), Hlm51
terutama di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Dalam melakukan penelitian ini,
peneliti berencana melakukan penelitian dalam waktu kurun waktu tahun 2016
1. Jenis Data
a. Data Primer
(BIDPROPAM).
b. Data Sekunder
2. Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer untuk penelitian skripsi ini diperoleh dari hasil studi
Korupsi, yaitu:
Republik Indonesia
e. KUHP.
Data primer merupakan data yang utama untuk mendapatkan data yang
a. Data Primer
1) Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
1 1 1 1 1 1 1 1
2) Observasi
b. Data Sekunder
56
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada, 2003,
hlm.135
57
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT . Raja Grafindo Persada, 2003,
hlm231
juga diartikan sebagai pengumpulan data melalui peninggalan tertulis,
1 1 1 1 1
1. Populasi
tingkah laku, pola sikap, dan sebagainya yang mempunyai ciri atau
karakter yang sama dan merupakan unit satuan yang di teliti.60 Dalam
Jaya.
2. Sampel
Surabaya.
3. Responden
Metro Jaya
isi yaitu diskriptif analisis adalah yang diteliti dengan cara memaparkan data
primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara, kepustakaan, dan
8. Defenisi Operasional
1. Polisi adalah alat nеgara yang bеrpеran dalam mеmеlihara kеamanan dan