Anda di halaman 1dari 3

Untuk menjawab pertanyaan praktek tanpa teori dan teori tanpa praktek, mari kita simak

beberapa cerita berikut untuk menjadi sebuah bahan permenungan bersama............

Beliau sering dipanggil Pak Cik, meskipun nama sebenarnya Pak Imran. Waktu masih aktif
berdinas di sebuah bank besar, tepatnya di sebuah kantor cabang di daerah Riau, Pak Imran adalah
seorang account officer handal. Siapapun kepala cabangnya pasti mengakui kehebatan Pak Imran.
Penciuman bisnisnya amat tajam. Dia dapat dengan cepat menilai apakah usaha seseorang layak
dibiayai bank, sejumlah berapa rupiah, atau tidak layak sama sekali.
Dari puluhan account yang dipegang Pak Imran, semuanya berstatus lancar, alias tanpa
tunggakan satu rupiah pun. Hubungan nasabah dengan Pak Imran demikian baik. Ia selalu rajin
memantau perkembangan usaha nasabah. Bila ada tanda-tanda usaha tersebut menurun, ia cepat
menganalisa dan memberi usul untuk perbaikan. Makanya nasabah merasa berutang budi pada Pak
Imran. Namun kalau nasabah memberi hadiah kepada Pak Imran, dengan halus ditolaknya. Itu yang
membuat nasabah makin respek.
Sekarang 2 tahun sudah Pak Imran memasuki masa pensiun. Kantor yang ditinggalkan Pak
Imran langsung turun kinerjanya. Pengganti Pak Imran tidak sebagus dia dalam melayani nasabah.
Proses kredit bisa lama bila nasabah tidak memberi sinyal untuk menghadiahkan "tanda
terimakasih". Akibatnya nasabah yang dulunya baik, sekarang malah hengkang ke bank pesaing.
Akan halnya Pak Imran, saat baru pensiun ia telah mencoba berbisnis, tepatnya mendirikan
toko obat. Namun perkembangannya tidak menggembirakan. Ibarat pepatah: hidup segan, mati tak
mau. Pak Imran adalah contoh orang yang sangat bagus dalam posisi penilai usaha orang lain.
Namun kurang bagus kalau berusaha sendiri. Pak Imran tidak berbeda jauh dengan banyak dosen
hebat yang mengajar mata kuliah bisnis atau pemasaran, namun tidak mampu nempraktekkannya.
Salah satu nasabah Pak Imran adalah Pak Zul, tapi lebih sering dipanggil sebagai Pak Haji.
Meski gak makan sekolahan, dalam soal bisnis Pak Haji terkenal bertangan dingin. Apa yang
dipegangnya semua menjadi, maksudnya berkembang biak. Bisnis peralatan kantor dan peralatan
sekolah-nya sekarang sudah menjadi 12 toko di beberapa kota di Riau. Inilah contoh dari orang yang
tanpa teori tapi langsung berhasil dalam praktek. Namun menyadari bahwa ilmunya masih kurang,
Pak Haji rajin belajar sendiri, baik dari bacaan maupun diskusi dengan orang lain. Karena kemauan
belajar yang tinggi serta pergaulan yang luas, beliau jadi ketua pedagang di pasar tempat tokonya
berada. Dapat dikatakan bahwa Pak Haji adalah figur yang berhasil dalam praktek bisnis baru
kemudian mengetahui teorinya.
Masih di bank yang sama, tapi kali ini tentang seorang mantan pejabatnya, Pak Simanjuntak.
Waktu dinas aktif beliau sukses. Saat pensiun pun bisnis beliau di bidang  agribisnis maju pesat.
Artinya berawal dari memahami teori, kemudian sukses juga dalam praktek.
Terakhir tentang Pak Dasrul. Kurang beruntung karena tidak berhasil menamatkan SMP. Pas
mau ujian akhir ia menderita sakit kronis dan baru sembuh total setelah 5 tahun. Awalnya sekedar
pengisi waktu saja, Pak Dasrul membuka warung kecil menjual kebutuhan sehari-hari. Tapi ternyata
pelanggan Pak Dasrul lumayan banyak, bisa menjadi sandaran hidupnya dengan seorang istri dan 3
anak. Beliau memberi pelayanan dengan tulus dan ramah dan mengambil untung yang tipis. Itulah
yang menjadi daya tarik bagi pelanggan.  Pak Dasrul kurang mengerti teori bisnis, namun tanpa sadar
sebagian teori itu telah diterapkannya dengan baik. Hanya saja karena sibuk di warung, dan juga
kurang bergaul, Pak Dasrul tidak terlihat ingin menambah wawasan pengetahuannya. Akibatnya
warung tersebut kapasitasnya tidak bisa ditambah lagi dan tidak terpikirkan untuk membuka warung
kedua, ketiga dan seterusnya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari 4 kisah di atas adalah, teori dan praktek harus berjalan
paralel dan saling melengkapi. Kalau hanya salah satu yang ada, maka andaipun sukses, sifatnya
parsial dan belum.optimal. Mana yang harus dipunyai terlebih dahulu, teori atau praktek, tidak jadi
masalah, asal setelah itu dilengkapi sehingga mempunyai kedua faktor tersebut. (***)
Praktek Tanpa Teori adalah Omong Kosong
Perdebatan tentang “Pentingkah Teori atau Praktek?” bisa dikatakan dua hal itu adalah
seperti air dan api, air dan minyak, hitam dan putih, namun mustahil untuk dipisahkan. Kenapa?
Karena teori adalah suatu hal yang dapat berdasarkan penelitian dan observasi dalam studi kasus
tertentu( dalam artian berarti praktek ). Sedangkan praktek sendiri adalah suatu yang dilakukan oleh
manusia untuk mendapatkan suatu penemuan tentang apa yang ia teliti dan dicari, dan hasil tentang
pengamatan atau observasi itu ia tulis dalam sebuah tulisan yang merupakan pendekatan dari apa
yang ia dapatkan ( berarti teori ).
Maka dapat dikatakan bahwa teori dan praktek memang seusatu yang berbeda, dan kadang
sebuah praktek bisa dikatakan tidak harus menggunakan teori seutuhnya, dan teori juga kadang
belum bisa memenuhi kebenaran seutuhnya dalam melakukan prakteknya.
Namun ada pepatah yang mengatakan bahwa.......
“Teori tanpa Praktek adalah lumpuh,Praktek tanpa Teori adalah Buta “
Sedikit menyebalkan sebenarnya untuk didengarkan dan sedikit sakit untuk diresapi (apa lagi
seorang yang seperti saya ini jarang praktek dan bisa dibilang kebanyakn teori yang kurang penting
dan sudah berualang- ulang saya dengar )
Namun dalam jurnalistik yang saya geluti sekarang dan semua orang yang bergelut di industri
media, berbicara tentang teori dan praktek keduanya sangat penting namun kalau ditanya tentang
penting manakah teori atau praktek dan manakah yang perlu didahulukan antara teori atau
praktek ? jawaban saya pribadi yang perlu didahulukan adalah teori karena dalam dunia industri
media setiap hari kita kita bersentuhan dengan alat atu media itu sendiri nah untuk mengoprasikan
semua itu perlu ada teori yang mendasar terlebih dahulu.Akan tetapi meskipun teori lah yang
didahulukan bukan berarti praktek dikesampingkan. dalam dunia industri media berteori
sepenuhnya sama saja bohong karena praktek lah yang memperkenalkan semua yang ada pada
media itu sendiri.
Sebagai seorang mahasiswa pasti sangat dilema akan hal ini, pikir saja banyak orang berlomba
mencari ilmu sebagai landasan teori supaya hidup punya pedoman atau berbisnispun harus punya
pedoman. Tetapi teori tidak dipraktekkan juga tidak akan berguna. Tetapi kenyataanya banyak orang
kaya atau pengusaha sukses tidak mengeyam bangku kuliah, kita ambil salah satu tokoh yang
menjadi orang penting di negara kita yaitu ibu Susi Pudjiastuti (menteri Kelautan dan Perikanan)
yang hanya memiliki ijazah SMP bisa menjadi orang penting dan sukses tanpa banyak berteori
terlebih dahulu. Nah bingung kan?
Orang sering pula mengtakan bahwa IPK bukan satu-satunya jaminan bagi kesuksesan
seorang sarjana.banyak kita temui sarjana yang menganggur atau gagal mengatasi banyak kendala
kerja, padahal dari Institut atau universitas bergensi dengan IPK lebih dari memadai. Mungkin
mereka lebih asyik dengan teori sehingga, mereka melupakan praktek atau sebaliknya.Kalau waktu
habis dipakai belajar teori sama dengan rugi. Karena kebanyakan teori sudah tidak sesuai atu tidak
relevan lagi dengan praktek di lapangan.
Malah banyak dari mereka tidak belajar bagaimana cara mereka berbisnis... Nah sekarang yang kita
pikirkan adalah, apakah praktek lebih penting? Tentu jawabanya tidak juga, praktek tanpa teori bisa
dibilang kurang maksimal 100 %.
Jadi kembali lagi ke permasalahan utama, bahwa teori dan praktek akhirnya bisa sama-sama
bisa dikatakan penting , namun mana yang lebih kuat dikuasai itu bergantung dari keahlian kita
ditambah kemauan dalam berusaha dan sangat bergantung pula pada konteksnya.
Artinya jika teori dan praktek itu berbeda itu sangat wajar. Meski tidak selamanya berbeda.Atau
dilihat secara umum sebenarnya tidak ada perbedaan, teori akan tetap mempermudah perjalanan
kita, termasuk perjalanan meraih sukses.dan yang perlu kita pahami adalah teori bukan segala-
galanya untuk meraih sukses tetapi hanya mempermudah. Yang salah adalah jika teori saja tanpa
praktek begitu juga sebaliknya praktek saja tanpa teori. Yang benar adalah harus seimbang antara
teori dan praktek.
Sebagai seorang akademisi, meski kita belajar ilmu yang sama apakah kita hebat dalam
menguasai sepenuhnya ? Kembali lagi masing-masing manusia memiliki kelebihan tersendiri dalam
hidupnya, salah satu kemampuan yang saya kenali sekarang ini adalah tulisan yang sedang anda
baca ini, jadi meskipun saya belajar ilmunya, bisa prakteknya meski kadang saya juga malas kalau
gagal dalam praktek (Hambatan mental block diri sendiri ). Namun saya bisa menyalurkan ilmu ini ke
dalam sebuah rangkaian kata sederhana nan amburadul, yang bisa anda nikmati saat sekarang ini.
Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pendapat yang telah dibahas sebelumnya, ketika muncul
pertanyaan penting manakah teori atau praktek serta manakah yang didahulukan antara teori dan
praktek.jawabanya adalah semua tergantung konteks ilmunya itu sendiri dan kembali lagi pada
kemampuan diri seseorang.
Dan jika disuruh memilih maka akan saya pilih prakteklah yang lebih penting. Karena dalam
dunia industri media dan lain-lain semakin banyak praktek semakin bagus.Dengan prinsip Learning
by doing”Bekerja sambil belajar” akan lebih efektif.Artinya kita perbanyak praktek dan dikala ada
kesulitan disitu kita membutuhkan teori. Intinya tidak menjamin kesarjanaan seseorang akan
mendapatkan pekerjaan. (***)

Anda mungkin juga menyukai