1. Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan, yaitu: ▪ Reguler Class Only (Kelas biasa dengan guru biasa) ▪ Reguler Class with Consultation (Kelas biasa dengan konsultan guru PLB) ▪ Itinerant Teacher (Kelas biasa dengan guru kunjung) ▪ Resource Teacher (Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber dengan guru sumber) ▪ Pusat Diagnostik-Prescriptif ▪ Hospital or Homebound Instruction (Pendidikan di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk ke sekolah biasa). ▪ Self-contained Class (Kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB) ▪ Special Day School (Sekolah luar biasa tanpa asrama) ▪ Residential School (Sekolah luar biasa berasrama) Bentuk penyelenggaraan pendidikan menurut Hallahan dan Kauffman (1991) tersebut menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dididik dimana saja, disekolah, dirumah, ataupun dirumah sakit selama memungkinkan. Pilihannya anak berkebutuhan khusus dapat dididik ditempat yang hampir tidak ada campur tangan Guru PLB sama sekali dikelas reguler sampai dengan pelayanan pendidikan disekolah khusus, seperti SLB Tuna Netra, SLB untuk tunarungu, SLB untuk tunagrahita, SLB untuk tunadaksa, SLB Tuna Laras, SLB Genius/GIftet dan SLB Tuna Ganda 2. Samuel A. Kirk (1986) membuat gradasi layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergradasi dari model segregasi ke model mainstreaming seperti tersebut di bawah ini: ▪ Least Restrective Environment( Sekolah Reguler Penuh) ▪ Meanstreaming segregation Reguler Classroom Teacher Consultant (Sekolah Reguler dengan Guru Konsultan) ▪ Residential Institution (Institusi Khusus) ▪ Residential School (Sekolah Berasrama) ▪ Special Day School (Sekolah Khusus Harian) ▪ Reguler Classroom Itenerant Teacher (Sekolah Reguler dengan Guru Kunjung) ▪ Reguler Classroom Resource Room (Sekolah Reguler dengan Sumber Belajar) ▪ Part-time Special class( Sekolah Reguler Paruh Waktu) ▪ Self Contained Special Classes( Kelas Khusus Tppd Sekolah Reguler) Peraturan Menteri Kesehatan RI No 20 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Telemedisin di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pasal 3 (1) Pelayanan Telemedicine sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pelayanan : a. teleradiologi; b. teleelektrokardiografi; c. teleultrasonografi; d. telekonsultasi klinis; dan e. pelayanan konsultasi Telemedicine lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. a. Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggarakan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. SLB berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelaianan saja), sehingga ada SLB untuk Tunanetra(SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di SLB tesebut ada tingkat persiapan,tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistam individualisasi b. Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang di lengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta Didik SLB berasrama tinggal bersama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.bentuk satuan pendidikannyapun sama dengan SLB diatas, sehingga ada SLB-A,B,C,D,dan E. Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang disekolah dengan yang di asrama, sehinggan asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu SLB asrama merupakan pilihan sekolah yang sasuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput. c. Kelas jauh/Kelas Kunjung Kelas Jauh /Kelas Kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggarakan kelas ini merupakan kebijaksnaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar. (Telemedisin/Telepractice). Dalam penyelenggarakan kelas jauh/kelas kunjung ini menjadi tanggung jawab SLB terdekat. Tenaga guru yang bertugas di klas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat d. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapi tenaga ahli yang berkaitan dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapi, psikolog, speech therapis, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah. Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendidikan individualisasi. Selain kegiatan pembejaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak
• Perkembangan pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu mengalami
tiga fase (1) sebagai aplikasi teori-teori ilmu lain, terutama ilmu kedokteran dan psikologi, (2) sebagai bagian dari pedagogik, dan (3) sebagai disiplin ilmu yang otonom (Mulyono, 1994). • Pendidikan anak berkebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu merupakan bidang yang kompleks karena bersifat “Multidisipliner”. • Wilayah kajiannya atau ‘area of congruence’ sangat jelas yaitu hambatan belajar (barrier to learning), hambatan perkembangan (barrier to development), dan yang sifatnya temporer maupun permanen. ‘Area of congruence’ disiplin ilmu pendidikan anak berkebutuhan khusus mencakup tiga aspek meliputi : (1) interaction and communication impairment, (2) behavior and social-emotional impairment, (3) perceptual motor impairment. Area ini dapat terjadi pada setiap jenis anak berkebutuhan khusus, seperti tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, kesulitan belajar, anak cerdas dan berbakat istimewa, maupun jenis kelainan yang lain. • Di Eropa, secara khusus pertama didirikan kira-kira sudah 200 (dua ratus) tahun yang lalu, namun baru pada abad ke-20 terjadi perhatian yang serius dengan diakuinya hak- hak sipil para penyandang cacat, termasuk diberlakukannya perundang-undangan yang mewajibkan pendidikan untuk semua (Befring,2001). Sejak tahun 1970-an, di Eropa perubahan radikal telah terjadi di bidang pendidikan luar biasa. Layanan PLB diperluas mencakup tidak hanya sekolah khusus tetapi juga di semua sekolah umum, anak usia pra-sekolah, remaja, sekolah menengah dan orang dewasa yang berkebutuhan pendidikan khusus (Befring dan Tangen, 2001. Abad 20 dipelajari sebagai disiplin ilmu yang mandiri • Undang-Undang RI Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.20 tahun 2003, pendidikan luar biasa tidak saja diselenggarakan melalui sistem persekolahan khusus (SLB), namun juga dapat diselenggarakan secara inklusif di sekolah reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah • Pengertian Pendidikan Inklusi : Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak azasi manusia atas pendidikan. Konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pengertian pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Daniel P.Hallahan, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Menurut (Lay Kekeh Marthan, 2007:145) Pengertian pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya. Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pengertian pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainanya Pendidikan inklusi menurut (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994) adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Sekolah inklusi menurut (Stainback,1980) adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil. Sapon-Shevin ( O Neil, 1995 ) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah- sekolah terdekat. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus di didik bersama-sama anak lainnya ( normal ) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya ( Freiberg, 1995 ) . hal ini dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak tidak normal ( berkebutuhan khusus ) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas sosial. Dalam rencana aksi nasional, difabel telah dicanangkan mulai tahun 2003, yang salah satu butir dari rencana aksi nasional disfabel adalah pendidikan inklusi. Yang dimaksud dengan pendidikan inklusi atau inklusif adalah pendidikan yang dapat dijangkau oleh semua orang dan tanggap terhadap semua peserta didik termasuk disfabel secara invidual Watterdal (2005) dalam Kuning (2010) menyatakan bahwa: Sebuah pendidikan inklusi adalah merangkul dan menerima keragaman. Tidak hanya mentolerirnya, tapi juga mendorong keingintahuan dan kreativitas. Bukan hanya menyesuaikan atau kompromi , tapi juga menciptakan sebuah semangat kompetisi yang konstruktif . Bukan di antara anak, tapi anak- anak tersebut akan bersaing dengan dirinya sendiri. Sari Rudiyati (2011), sekolah inklusif pada hakekatnya adalah sekolah yang mengakomodasi semua anak tanpa menghiraukan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik, etnik, budaya termasuk anak berkebutuhan khusus Definisi lain, pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberika kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdaan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam suatu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Definisi pendidikan inklusif juga dirumuskan dalam seminar Agra (South African White Paper on Inculsive Education). Definisi tersebut: • Lebih luas daripada pendidikan formal: mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem non formal dan informal. • Mengakui bahwa semua anak dapat belajar • Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak • Mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak:usia, jender, etnik, bahasa, kecacatan, penyandang HIV/AIDS, dll • Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya Dirjen PLB (2006) pendidikan inklusif merupakan system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua pesert didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama, dengan layanan pendidikan yang disesuaikan kebutuhan dan kemampuan peserta didik Sekolah Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya ❑ Landasan hukum dan landasan konseptual menjadi landasan bagi gerakan menuju pendidikan inklusif. Termasuk Indonesia, diantaranya adalah 1. Deklarasi HAM 1948 pasal 26 tentang hak untuk mendapatkan pendidikan 2. Konveksi hak anak, 1989 3. Konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, 1990 4. Persamaan kesempatan bagi orang berkelainan, 1993 5. Pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusi, 1994 6. Komitmen dasar mengenai pendidikan untuk semua, 2000 7. Deklarasi Bandung tahun 2004 Dengan komitmen “indonesia menuju pendidikan inklusif” ❑ Manfaat pendidikan inklusi Pelaksanaan pendidikan inklusi akan mampu mendorong terjadinya perubahan sikap lebih positif dari peserta didik terhadap adanya perbedaan melalui pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dan pada akhirnya akan mampu membentuk sebuah kelompok masyarakat yang tidak diskriminatif dan bahkan menjadi akomodatif terhadap semua orang ❑ Tujuan khusus yang ingin dicapai pendidikan inklusif, diantaranya: 1. Pemenuhan hak pendidikan anak, 2. perluasan akses pendidikan, 3. peningkatan mutu pendidikan, 4. efisiensi pembiayaan pendidikan, 5. membangun karakter masyarakat inklusif, dan 6. mendorong terbentuknya nilai inklusif
Pendidikan inklusi memiliki karakteristik tersendiri, diantaranya:
1. Pendidikan inklusi berusaha menempatkan anak dalam keterbatasan lingkungan seminimal mungkin, sehingga ia mampu berusaha berinteraksi langsung dengan lingkungan sebayanya/masyarakat 2. Pendidikan inklusi memandang anak bukan karena kecacatan, tetapi mereka sebagai anak yang memiliki kebutuhan khusus (children with special needs) untuk memperoleh perlakuan yang optimal sesuai dengan kemampuan anak 3. Pendidikan inklusi lebih mementingkan pembauran bersama-sama anak lain 4. Pendidikan inklusi menuntut pembelajaran secara individual, walaupun pembelajarannya dilaksanakan secara klasikal. Proses belajar lebih bersifar kebersamaan dari pada persaingan.