Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

SEDIAAN SIRUP PARASETAMOL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Farmasetika Sediaan Likuida

KELOMPOK : 2
KELAS : KARYAWAN
1. SUSMIATI
2. MAHLIKA INDRI
3.INTAN
4.ENDANG SUSWANTIKA
DOSEN PEMBIMBING:
LARISA DIANA
PROGRAM STUDI FARMASI
STIKES HARAPAN BANGSA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah subhanahu


wata΄ala, karena berkat rahmat-nya kami dapat menyelesaikan
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SEDIAAN SIRUP
PARASETAMOL. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi
tugas praktikum farmasetika sediaan liquida.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jember , 21 mei 2022


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia yang terlarut, missal terdispersi secara molecular
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur (FI V, 1995).
Larutan adalah sediaan cair yang di buat dengan melarutkan
satu jenis obat atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam
organ tubuh (Formularium Nasional, 1978).
Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan,
emulsi atau suspensi, di maksudkan untuk obat dalam atau obat
luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan tetesan
setara dengan tetesan yang dihasilkan penates baku dalam
farmakope Indonesia (Anief, 2000).
Asetaminofen (paracetamol) merupakan metabolit fenasetin
dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak
tahun 1893. Efek antipiretik di timbulkan oleh gugus
aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih di kenal dengan
nama paracetamol, dan tersedia sebagai obat bebas.
Efek analgesik paracetamol yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang, serta menurunkan suhu
tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu paracetamol
tidak digunakan sebagai antireumatik. Paracetamol penghambat
biosintesis PG yang lemah. Paracetamol di absorpsi cepat dan
sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam
plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma
antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam
plasma, 25% paracetamol terikat protein plasma. Obat ini
dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati (Gunawan, 2007).
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup
merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat
pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup
adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50%
sakarosa (Ansel et al., 2005).
Keuntungan obat dalam sediaan sirup yaitu merupakan
campuran yang homogen, dosis dapat diubah-ubah dalam
pembuatan, obat lebih mudah di absorbsi, mempunyai rasa
manis, mudah diberi bau-bauan dan warna sehingga
menimbulkan daya tarik untuk anak-anak, membantu pasien yang
mendapat kesulitan dalam menelan obat. Kerugian obat dalam
sediaan sirup yaitu ada obat yang tidak stabil dalam larutan,
volume bentuk larutan lebih besar, ada yang sukar ditutupi rasa
dan baunya dalam sirup (Ansel et al., 2005).
 
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,
berikut rumusan masalah makalah:
1. Berdasarkan hasil studi praformulasi, bagaimana formulasi
yang baik untuk sediaan sirup serta bagaimana proses
pembuatannya?
2. Bagaimana hasil evaluasi skala besar dari sediaan sirup
paracetamol yang telah dibuat?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,
berikut tujuan penyusunan makalah:
1. Untuk mengetahui formulasi yang baik sirup dan proses
pembuatan sediaan berdasarkan studi praformulasi.
2. Untuk mengetahui hasil evaluasi skala besar dari sediaan
sirup paracetamol yang telah dibuat
BAB II

2.1 Karakteristik Bahan


a) Nama bahan obat: Paracetamol (FI V hlm
984)
Sinonim : Acetaminophen (FI V hlm
984)
b) Rumus kimia : C8H9NO2 (FI V hlm 984)

HO NHCOCH3

c) BM
151.16 (FI V hlm 984)
d) Pemerian
Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedkit pahit.
e) Kelarutan
Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) p, dalam 13 bagian aseton p, dalam 40 bagian
gliserol p dan dalam 9 bagian propilenglikol p ; larut
dalam larutan alkali hidroksida (FI III hlm 37).
Larut dalam air mendidih dan dalam NAOH 1N,
mudah larut dalam etanol (FI V hlm 984).
f) Titik Lebur
168°C - 172°C
g) Wadah Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya,
simpan dalam suhu ruang.
h) Dosis (Martindale ed 36 hlm )
Bayi premature (28-32 minggu) = 20–30 mg/kgBB,
dilanjutkan 10-15 mg/kgBB setiap 8-12 jam
Bayi normal (≥32 minggu) = 20–60 mg/kgBB,
dilanjutkan 10-15 mg/kgBB setiap 6-8 jam
Umur 1-3 bulan = 30-60 mg setiap 8 jam
Umur 3-12 bulan = 60-120 mg, 4 kali sehari
Umur 1-5 tahun = 120-250 mg, 4 kali sehari
Umur 6-12 tahun = 250-500 mg. 4 kali sehari
Dewasa = 500mg-2 g
i) Kemurnian
Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 %
dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2. (FI V hal
984).
j) Stabilitas
Paracetamol sangat stabil dalam aquadest. Waktu
paruhnya yang didapar pada ph 6 diperkirakan 21,8
tahun; degradasi dikatalisis oleh asam dan asa dan
waktu paruhnya 0,73 tahun pada ph 3 dan 2,28 tahun
pada ph 9. Hasil degradasinya adalah P-amini fenol
an asam asetat ( martindale ekstra pharmacopeia
28th ed hlm 268).
-Bahan padat
Terhadap suhu : stabil
Terhadap cahaya : tidak stabil
Terhadap kelembapan : stabil
-bahan larutan
Terhadap pelarut : stabil
k) Higroskopisitas
Tidak Higroskopis (FI V hal 984).
2.2 Tinjauan
a) Farmakokinetik
Paracetamol mudah di serap dari saluran
gastrointestinal dengan konsentrasi puncak plasma
terjadi sekitar 10-60 menit setelah dosis oral.
Paracetamol didistribusikan kesebagian besar
jaringan tubuh. Melintasi plasenta dan terdapat pada
ASI. Pengikatan plasma-protein dapat di abaikan
pada konsentrasi terapi, tetapi akan meningkat
dengan kenaikan konsentrasi.
Waktu eliminasi paruh paracetamol bervariasi
dari sekitar 1-3 jam. Paracetamol dimetabolisme
terutama di hati dan di eksresikan dalam urin
terutama sebagai glukoronida dan sulfat konjugat.
Kurang dari 5% di eksresikan dan tidak terjadi
perubahan pada paracetamol. Sebuah metabolit
hidroxylated minor (N-acetyl)-P-Benzoquinoncimine),
biasanya di produksi dengan jumlah yang sangat kecil
oleh isoenzim sitokrom P450 (terutama CYP2EI dan
CYP3A4) di hati dan ginjal. Hal ini biasanya
didetoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation tetapi
tidak mungkin menumpuk ketika overdosis
paracetamol dan menyebabkan kerusakan jaringan
(Martindale The Complex Drug Reference 36
th
ed :
110)
b) Farmakodinamik
Efek analgesik paracetamol dan fenasetin serupa
dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampe sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena
itu paracetamol dan fenasetin tidak digunakan
sebagai antireumatik. Paracetamol merupakan
penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi,
erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada
kedua obat ini. Demikian juga gangguan pernapasan
dan kesetimbangan asam basa ( FK UI, edisi 5 hlm
238).
c) Farmakologi
Asetaminofen (Parasetamol) merupakan
metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama
dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzena.
Fenasetin tidak digunakan lagi dalam pengobatan
karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya
analgesik nefropati, anemia hemolitik dan mungkin
kanker kandung kemih. Asetaminofen di Indonesia
lebih dikenal dengan nama paracetamol dan tersedia
sebagai obat bebas. Walaupun demikian laporan
kerusakan fatal hepar akibat overdosis akut perlu
diperhatikan, efek anti inflamasi paracetamol hampir
tidak ada. (FK UI ed.5 hlm : 237).
d) Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivat p-aminofenol
jarang terjadi. Manifestasinya berupa aritema atau
urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam
dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat
menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada
pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi
berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim
GGPD dengan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang
menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena
hanya kira-kira 1-3%. Hb di ubah menjadi met-Hb.
Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada
takar lajak. Eksperimen pada hewan coba
menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah
terjadi akibat asetosal daripada fenasetin.
Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar
secara menahun terutama dalam kombinasi
berpotensi menyebabkan nefropati analgesik
(Farmakologi dan Terapi, FK UI ed.5 hlm : 238).

e) Toksisitas Akut
Akibat dosis toksik yang paling sering ialah
nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis serta koma
hipoglikemik dapat juga terajdi. Hepatotoksisitas
dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 g
(200-250 mg /kg BB) paracetamol. Gejala pada hari
pertama keracunan akut paracetamol belum
mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia,
mual dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24
jam pertama dan dapat berlangsung selama
seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi
pada kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas
serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar
bilubirin serum serta pemanjangan massa protrombin.
Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum
tetap normal. Kerusakan hati dapat menyebabkan
ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan hati
yang tidak berat akan pulih dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan (Farmakologi dan Terapi, FK
UI ed.5 hlm : 238).

f) Indikasi
Di Indonesia penggunaan paracetamol sebagai
analgesik dan antipiretik telah menggantikan
penggunaan salisilat. Sebagai analgesik lainnya,
Parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama
karena kemungkinan menimbulkan nefropati
analgesik. Jika dosis terapi tidak memberikan
manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong.
Karena hampir tdak mengiritasi lambung,
Parasetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk
analgesik. (Farmakologi dan Terapi, FK UI edisi 5 hlm
238)
g) Kontra Indikasi
Penggunaan paracetamol tidak diperkenalkan
pada penderita yang hipersensitif terhadap
asetaminofen dan penderita yang mempunyai
gangguan fungsi hati. (ISO volume 46).
BAB III

1.1 Formula Terpilih


2. Formula 1 Sirup Paracetamol (240 ml)
Nama Bahan Fungsi Kadar % digunakan Jumlah
Paracetamol Bahan aktif 120/5ml 1,476 g
Propilenglikol Kosolven 10% - 25% 22,5% 13,7 ml
Sirup simplex pemanis 15% - 25% 25% 15,3 ml
Asam Benzoat Pengawet 0,02 % -0,5 % 0,2 % 0,12 g
Essense Perasa q.s
Stroberi
Pewarna Pewarna q.s
Merah
Etanol Pelarut qs
Aquadest Pelarut Ad 60 ml

BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

2.1Formula Terpilih
3. Formula 1 Sirup Paracetamol (120 ml)
Nama Bahan Fungsi Kadar % digunakan Jumlah
Paracetamol Bahan aktif 120/5ml 1,476 g
Propilenglikol Kosolven 10% - 25% 22,5% 13,7 ml
Sirup simplex pemanis 15% - 25% 25% 15,3 ml
Asam Benzoat Pengawet 0,02 % -0,5 % 0,2 % 0,12 g
Essense Perasa q.s
Stroberi
Pewarna Pewarna q.s
Merah
Etanol Pelarut qs
Aquadest Pelarut Ad 60 ml

4.2 Kesimpulan
1. Formulasi yang baik agar sediaan sirup berkualitas harus memenuhi aspek-
aspek farmasetik meliputi stabilitas (stability), keamanan (safety), efektifitas
(efectivity), dan aseptabilitas (acceptability).
2. Hasil Evaluasi Skala Besar Sediaan Sirup
Bentuk Sediaan : Sirup Nonalkoholik
Kadar Bahan Aktif : Parasetamol 120mg/5ml
Organoleptis :
Bau : stroberi
Rasa : Manis
Warna : Merah
8.1 Saran
1. Perlu dilakukan optimasi dan perbaikan formula untuk mendapatkan formula
yang layak produksi.
2. Perlu dilakukan cara peracikan yang benar dan dilakukan dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2013. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. Informasi Spesialite Obat volume 46. Jakarta: Ikatan Apoteker
Indonesia.
Niazi, Sarfaraz K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Liquid
Producs. Florida: CRC Press.
Reynolds, James E.F dan Anne B. Prasad. 1982. Martindale: The Extra Pharmacopeia 28 th ed.
USA: Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th ed. USA:
Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.
Sweetman, Sean C., dkk. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference 36 th ed. USA:
Pharmaceutical Press.
KEMASAN
Brosur

FAMOL

Anda mungkin juga menyukai