Anda di halaman 1dari 4

Filosifi Batik

Nabilla Habibah

“Hiduplah seperti kain batik, yang rela ditoreh dengan malam yang mendidih, yang rela diukir
dengan panasnya ujung canting, rela dibasuh dengan sumba, rela di rebus. Ia rela menahan

semua rasa sakit untuk menuai hasil yang indah.”

Katanya tulang yang patah, tidak akan tumbuh dengan sempurna. Begitu kata mereka
yang sedang diuji oleh semesta. Padahal semesta menjatuhkan manusia, membuatnya patah
berkali – kali agar paham bagaimana caranya untuk bangkit dan bangkit kembali.

Ini adalah sebuah cerita.

Cerita yang kudapat dari proses pembuatan batik.

Setelah kepulanganku dari kota Yogyakarta ternyata juga membawa pulang serat – serta
kenangan. Terkumpul menjadi satu gulungan sebuah cerita. Banyak pengalaman yang menjadi
sebuah pelajaran, ikhlas, dan kembali pada senyuman.

Dari pembuatan batik membuat saya belajar banyak sekali pembelajaran. Seperti salah
satu pembelajaran bahwa hidup bukan hanya tentang lahir dan mati. Tapi tentang bagaimana
caranya membuat perubahan, berjuang, jatuh, bangkit, jatuh, bangkit, jatuh, dan bangkit kembali.
Hiduplah seperti kain batik, yang rela ditoreh dengan malam yang mendidih, yang rela diukir
dengan panasnya ujung canting, rela dibasuh dengan sumba, rela di rebus. Ia rela menahan
semua rasa sakit untuk menuai hasil yang indah. Semakin kain batik itu merasakan kesakitan
dalam prosesnya maka hasilnya semakin indah pula.
Seperti kain batik yang berproses. Hidup juga adalah sebuah proses. Semua manusia
berposes dari titik nol. Semua manusia memiliki takaran sukses masing – masing. Ada yang
dalam sekali coba langsung sukses, ada yang harus rela jatuh bangun dulu baru bisa sukses.
Semua manusia memiliki takaran masing – masing. Tuhan memberi kegagalan pada manusia
untuk berproses, membuat manusia lebih kuat dari yang lainnya. Untuk membuat manusia selalu
rendah diri dan mengadah tangan memohon padaNya pada setiap kegagalan.

Dalam proses membatik, ada satu lagi tantangan yang harus dilewati, yaitu sabar.
Membatik adalah sabar. Sabar dan telaten dalam menekuni satu per satu proses membatik. Kalau
tidak sabar, hasilnya juga tidak akan sesuai angan. Meskipun rancangan polanya sedemikian
indahnya, tapi kalau tidak mau sabar hasilnya juga akan jauh dari apa yang diinginkan.

Hiduplah seperti batik, dalam proses pembuatannya harus melewati sabar. Seperti kain
batik, manusia juga harus bersabar dalam mimpi dan hidupnya. Bermimpi yang tinggi. Itu boleh.
Tapi harus ada usaha yang besar disertai dengan sabar. Karena apa yang ingin kamu tuai tidak
akan berjalan dengan sempurna. Tuhan pasti akan memberi rintangan, memastikan kamu orang
kuat dan tepat untuk menempati tempat yang kamu mimpikan itu. Kalau jatuh ya bangun lagi,
kalau jatuh lagi yang bangun lagi sampai kamu benar – benar berjalan sembari mengevaluasi.

Seperti pada suatu cerita, ada seorang pembatik dengan pola dan rancangan yang begitu
indah. Keindahan pola rancangan motif batik itu telah tersebar di seantero kampung. Sampai
terdengar pada seorang juragan yang kaya raya di kampung itu. Jurgan berani memberikan
sebongkah emas hanya pada pola rancangan motif batik itu, tapi dengan satu syarat batiknya
harus jadi dalam kurun waktu satu minggu. Sang pembatik itu pun girang bukan kepalang “Aku
akan jadi kaya raya.” Pekiknya. Pembatik itu pun menyetujui permintaan juragan dan langsung
mempersiapkan semua alat – alat untuk membatik karena sore ini ia akan mulai membatik. Ia
sudah tidak sabar akan mendapatkan iming – iming sebongkah emas dari juragan. Karena
ketidaksabarannya, ia tidak hati – hati dalam menuangkan minyak tanah. Sehingga membuat
beberapa kain dan alat perabot tersulut api sampai terbakar. Hanguslah seluruh rumahnya dan
impiannya mendapatkan emas dari juragan. “Hangus sudah harapan dan mimpiku.” Tangisnya
yang tersedu – sedu.
Bahkan pembatik itu telah menamatkan pada apa yang belum ia mulai, itu karena
ketidaksabarannya.

Selain itu ada salah satu proses batik yang dinamakan melorot. Setelah kain batik yang
polos dicanting dengan malam yang mendidih dan diberi warna, kain batik harus di basuh
dengan sumba dan direbus untuk menghilangkan bekas malam yang masih menempel pada kain.
Orang – orang Jogja menyebutnya proses melorot. Pada proses melorot mengingatkan saya pada
satu pelajaran yang kadang sulit untuk manusia terapkan dalam hidupnya yaitu ikhlas.

Pada proses pembuatan batik memang mengajari saya akan banya hal mengenai kehidupan salah
satunya adalah ikhlas. Banyak sekali manusia yang bermimpi tinggi lalu ketika menemui satu
kegagalan dan kegagalan lainnya manusia memutuskan untuk menyerah dan pasrah. Itu karena
setiap manusia lupa akan melatih hatinya untuk mengikhlaskan dan kembali berjuang. Ketika
ditanya:

“Bagaimana hasilnya?”

“Gagal lagi gagal lagi. Itu karena Tuhan enggak sayang.”


“Semesta aja yang nggak adil.” “Dunia
nggak pernah ngertiin aku.”

Bukan.

Kamu hanya belum melatih hati untuk ikhlas. Karena yang sulit bukan mengalahkan saingan
atau menyalahkan takdir saja. Tapi mengalahkan ego dan kesombongan dalam diri kita sendiri,
itulah yang sulit. Maka, kamu harus mengenal ikhlas. Agar tahu bagaimana caranya untuk
bangkit dan berjuang kembali.

Proses pembuatan batik mengajarkan banyak hal dalam kehidupan. Dalam proses
membatik terakhir, batik yang sudah di rebus dan di bilas akan melalui proses mencaring ;
menjemur di sinar matahari agar kering. Dimana hasil batik yang sudah rampung dengan motif
dan warna yang menjadi sebuah keputusan dijejerkan dengan batik – batik lain dengan
keindahan yang kadang membuat iri sang pengerajin batik. Dari proses mencaring mengajarkan
saya satu hal, yaitu konsisten.

Konsisten itu perlu dalam kehidupan manusia yang begitu simpang siur. Manusia harus
memiliki pendirian dalam mimpi dan hidupnya, jangan mudah termakan iming – iming hijaunya
rumput tetangga. Karena rumput tetangga akan selalu hijau bukan hanya pada rumputnya saja.
Ini ada hubungannya tentang keputusan hidup yang manusia ambil. Prinsip yang manusia
percaya akan tertuju pada satu titik muara. Ini tentang manusia yang percaya pada dirinya
sendiri. Tentang memahami dirinya, bukan hanya tentang kelemahan dan kelebihan, tapi ini
tentang apa yang manusia cari dan rasa percaya pada dirinya.

Batik mengajari saya banyak hal tentang hidup. Bahwa manusia terlahir bukan hanya
untuk lahir dan mati. Tapi untuk selalu berproses, belajar, berusaha, jatuh, bangkit, dan jatuh
kembali. Tidak peduli bagaimana kondisimu, percayalah semesta melahirkanmu jika dari kondisi
tersulit pun untuk yang lebih baik nantinya. Seperti yang hebat justru lahir dari yang mengambil
hikmah. Dan yang kuat justru lahir dari yang berkali – kali jatuh.

Percayalah semesta sedang mengajarimu belajar berjalan. Menuntun agar kamu bisa
berlari nantinya mengejar mimpi yang ingin kamu raih. Bahkan ketika nanti semesta sendiri yang
mematahkan tulangmu, tak apa percayalah. Semesta sedang mengajarimu cara untuk bangkit dan
berjuang kembali.

Cerita ini adalah pengalaman saya dengan kegagalan saya. Tapi batik mengubah sudut
pandang saya tentang kegagalan.

Anda mungkin juga menyukai