Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Era globalisasi yang ditandai dengan semakin tajamnya kompetisi di


berbagai bidang mendorong Indonesia untuk turut serta terlibat aktif dalam
pergaulan global tersebut, khususunya di bidang perdagangan internasional.
Bidang pertanian di Indonesia merupakan salah satu bidang yang dapat
dikembangkan sebagai sarana untuk terlibat aktif dalam perdagangan
internasional, mengingat hasil pertanian merupakan komoditi ekspor yang
sangat dibutuhkan di berbagai negara. Keberhasilan pertanian Indonesia dapat
terwujud apabila seluruh komponen bangsa Indonesia dapat bersatu
membangun bidang pertanian yang tangguh dan mampu bersaing, baik dari
segi kualitas maupun dari segi harga dengan hasil pertanian dari negara lain. 1

B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep HaKi Varietas Unggul Tanaman
2. Lingkup HaKi Varietas Unggul Tanaman
3. Sumber Hukum HaKi Varietas Unggul Tanaman
4. Hak Moral dan Fungsi Sosial
5. Konvensi Internasional Tentag HaKi Varietas Unggul Tanaman
6. Prosedur Pendaftaran HaKi Varietas Unggul tanaman
7. Penegakan Dan Perlindungan HaKi Varietas Unggul Tanaman

C. TUJUAN MASALAH
1. Mendiskripsikan konsep dan lingkup dari Varietas Unggul Tanaman
2. Mengetahui berbagai sumber hukum hak Varietas Unggul Tanaman
3. Mengetahui konvensi Internasional tentang Varietas Unggul Tanaman
4. Mengetahui bagaimana prosedur pendaftaran hak Varietas Unggul
Tanaman
5. Mengetahui bagaimana penegakan dan perlindungan hak Varietas Unggul
Tanaman

1 Novia, Ujianti Silitonga, Perlindungan Hukum Terhadap Varietas Tanaman, Skripsi, Fakultas Hukum Ekonomi
Universitas Sumatera Utara, Tahun 2008, hlm. 8.
BAB II
PEMBAHASAN

1. KONSEP VARIETAS UNGGUL TANAMAN

Konsep Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) ini dikembangkan karena


ketentuan tentang paten tidak memberikan perlindungan atas varietas tanaman
baru sebagai hasil dari proses permuliaan tanaman. Berdasarkan ketentuan
internasional tentang HKI dikatakan bahwa jika negara tidak memberikan PVT
dalam UU paten, maka negara tersebut harus membuat undang-undang khusus
tersendiri yang efektif untuk perlindungan varietas tanaman baru ini. Hukum tentang
paten Indonesia hanya melindungi proses untuk membuat atau memproduksi
tanaman dengan menggunakan teknik-teknik bioteknologi. Sedangkan PVT
memberikan perlindungan atas produk, yang berupa bibit/benih yang dihasilkan dari
teknik-teknik bioteknologi maupun alami dalam bentuk varietas tanaman baru,
persyaratan perlindungan dan perkecualian. Oleh karena itu Varietas tanaman yang
tidak dilindungi dalam paten dapat dilindungi dalam UU PVT.

Perlindungan varietas tanaman (PVT) yang merupakan “sui generis” .2 dari


paten merupakan perlindungan terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh
pemulia tanaman yang mengandung unsur baru, unik, seragam, stabil (BUSS). Di
Indonesia pengelolaan Paten dan pengelolaan PVT tidak berada di satu tangan,
Paten berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia,
sedangkan PVT dikelola di bawah Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman, maka keberadaan pemulia yang melakukan pemuliaan akan
terlindungi, dimana pemulia yang menghasilkan varietas tanaman yang memenuhi
ketentuan UU PVT tersebut dapat memperoleh hak PVT dan mendapatkan manfaat
ekonomi dari hasil pemuliaannya itu.

Pembentukan UU PVT ini banyak mengadopsi International Convention for The


Protection of New Varieties of Plants (selanjutnya disebut UPOV Convention), yaitu
suatu ketentuan internasional yang khusus memberikan perlindungan bagi varietas
baru tanaman yang di bentuk untuk melindungi hak pemulia (breader’s rights). Hak
pemulia (breeder’s rights) merupakan hak ekslusif yang diberikan kepada
pemegangnya untuk menghasilkan atau menggunakan kembali dan menjual
varietas tanaman yang telah dihasilkan. Dalam UU PVT diberikan suatu hak khusus
yang dimaksudkan untuk menegaskan pengakuan atas adanya hak yang dimiliki
oleh pemilik/pemegang hak, yaitu hak untuk melarang atau memberi ijin
penggunaan secara komersial dari hak pemulia tersebut. Hak yang di maksud
adalah Hak Perlindungan Varietas Tanaman (Hak PVT).

2Sui Generis diartikan sebagai mempunyai sifat yang tersendiri, sifat khas dari sesuatu. Andi Hamzah, Kamus
Hukum, Ghalia Indonesia, 1986, jakarta, hlm.553
Baik UPOV Convention maupun UU PVT mengatur bahwa tidak semua
invensi varietas baru tanaman dapat begitu saja mendapatkan perlindungan hak
pemulia. Hal ini disebabkan karena varietas tanaman yang dapat diberikan
perlindungan (PVT) merupakan varietas dari jenis atau spesies tanaman baru, unik,
seragam, stabil dan di beri nama. Sedangkan persyaratan perlindungan berdasarkan
pada UU PVT Indonesia adalah sama dengan persyaratan pendaftaran di negara-
negara lainnya yang telah meratifikasi UPOV 1991. Hal ini menimbulkan pertanyaan,
jika tingkat pembangunan pertanian untuk mengembangkan varietas yang baru di
Indonesia tidak sama dengan negara-negara di mana UPOV berasal.

2. LINGKUP VARIETAS UNGGUL TANAMAN

Pengertian Varietas Tanaman Sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang


Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, disebutkan varietas
tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai
oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun bunga, biji, dan eksperesi
karakteristik genotype atau kombinasi genotype yang dapat membedakan dari jenis
atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan
apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Jenis Varietas :

1. Varietas Lokal

Varietas yang telah ada dan dibudayakan secara turun-temurun oleh petani,
serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh Negara.

2. varietas hasil pemulian

Varietas yang dihasilkan dari kegiatan pemulian tanaman. Dalam rangka


melakukan kegiatan pemulian tanaman, maka harus dipenuhi hal-hal berikut:

a. Adanya keragaman genetik

b. Sistem-sistem logis dalam pemindahan dan fiksasi gen

c. Konsepsi dan tujuan sasaran yang jelas

d. Mekanisme penyebarluasan asilnya kepada masyarakat.

Ruang Lingkup Penemuan Varietas Tanaman, Varietas yang dapat diberi


Perlindungan Varietas Tanaman meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman
yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 29 tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas tanaman. ruang lingkup
perlindungan penemuan varietas tanaman diberikan untuk semua komoditas, yaitu:
a. Tanaman Pangan
b. Tanaman Hortikultura

c. Tanaman Perkebunan

d. Tanaman Kehutanan

e. Hijauan Pakan Ternak

Secara umum tujuan utama dari pemulian tanaman adalah untuk


mendapatkan varietas tanaman. Kegiatan pemulian dalam bidang pertanian
bertujuan untuk:

a. Perbaikan daya hasil dan stabilitas hasil pada tanaman bahan pangan

b. Perbaikan daya hasil yang lebih menarik pada tanaman buah-buahan

c. Penemuan bahan pangan baru (diversifikasi menu)

d. Peningkatan protein melalui peningkatan komposisi hasil

e. Peningkatan gizi melaui eksploitasi ragam genetik

f. Peningkatan hasil pertanian yang mempunyai kandungan energi tinggi

g. Perbaikan terhadap kandungan racun

h. Ketahanan terhadap penyakit dan hama di lapangan dan tempat penyimpanan.

3. SUMBER HUKUM VARIETAS

Untuk menjamin agar petani dapat melaksanakan kegiatan pertaniannya tanpa


terkendala masalah ketersediaan benih/bibit yang diperlukan, maka perlu adanya
jaminan terhadap ketersediaan benih dimaksud baik untuk saat ini maupun untuk
masa-masa mendatang. Bentuk jaminan dapat diwujudkan melalui perlindungan dari
sisi Hak Kekayaan Intelektual atas varietas tanaman lokal, hal ini dimaksudkan agar
Petani tidak menjadi tergantung pada benih-benih yang diproduksi Pemulia atau
oleh industri benih baik yang dikelola oleh perusahaan swasta nasional maupun
multinasional.

Penerapan Hak Kekayaan Intelektual terhadap varietas lokal, memungkinkan


bagi petani dalam melakukan pengembangan dan pelestarian untuk kepentingan
kegiatan pertanian dan meningkatkan produksi pertaniannya. Perlindungan terhadap
kepentingan dan hak-hak petani pada dasarnya dapat ditemukan dalam beberapa
ketentuan baik yang bersifat nasional maupun internasional.

UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN.


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah


perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh
Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan
Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia
tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
2. Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan
negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas
Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau
memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu.
3. Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok
tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman,
pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik
genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau
spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan
apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. 4. Pemuliaan tanaman
adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan
dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk
menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas
yang dihasilkan.

5. Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang


melaksanakan pemuliaan tanaman.
6. Konsultan Perlindungan Varietas Tanaman adalah orang atau badan hukum
yang telah tercatat dalam daftar konsultan Perlindungan Varietas Tanaman di
Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
7. Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau
bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau
mengembangbiakkan tanaman.
8. Pemeriksa Perlindungan Varietas Tanaman adalah pejabat yang berdasarkan
keahliannya diangkat oleh Menteri dan ditugasi untuk melakukan
pemeriksaan substantif dan memberikan rekomendasi atas permohonan hak
Perlindungan Varietas Tanaman. 9. Kantor Perlindungan Varietas Tanaman
adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan tugas dan
kewenangan di bidang Perlindungan Varietas Tanaman.
10. Menteri adalah Menteri Pertanian.
11. Departemen adalah Departemen Pertanian.
12. Hak prioritas adalah hak yang diberikan kepada perorangan atau badan
hukum yang mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman
di Indonesia setelah mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas
Tanaman untuk varietas tanaman yang sama di negara lain.
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas
Tanaman kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh
atau sebagian hak Perlindungan Varietas Tanaman.
14. Lisensi Wajib adalah lisensi yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan
Varietas Tanaman kepada pemohon berdasarkan putusan Pengadilan
Negeri.
15. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis yang diberikan kepada
pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman dalam rangka pemberian
lisensi. 16. Daftar Umum Perlindungan Varietas Tanaman adalah daftar
catatan resmi dari seluruh tahapan dan kegiatan pengelolaan Perlindungan
Varietas Tanaman.
17. Berita Resmi Perlindungan Varietas Tanaman adalah suatu media informasi
komunikasi resmi dari kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman
yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman
untuk kepentingan umum.

BAB II

LINGKUP PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Varietas Tanaman Yang Dapat Diberi
Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 2

(1) Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies
tanamanyang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama.

(2) Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan
hak PVT,bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum
pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak
lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari
empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman
tahunan.

(3) Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan
secara jelasdengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara
umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.
(4) Suatu varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada
varietastersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari
cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda.

(5) Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami


perubahansetelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak
melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap
akhir siklus tersebut.

(6) Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi penamaan yang selanjutnya
menjadinama varietas yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa:

a. nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa


perlindungannya telah habis;
b. pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-sifat
varietas;
c. penamaan varietas dilakukan oleh pemohon hak PVT dan didaftarkan pada
Kantor PVT;
d. apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir b, maka Kantor PVT
berhak menolak penamaan tersebut dan meminta penamaan baru;
e. apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan untuk varietas lain, maka
pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut;
f. nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek dagang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Varietas Tanaman Yang Tidak Dapat
Diberi Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 3

Varietas yang tidak dapat diberi PVT adalah varietas yang penggunaannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban
umum, kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan kelestarian lingkungan
hidup.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 4

(1) Jangka waktu PVT

a. 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim;

b. 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.


(2) Jangka waktu PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal
pemberianhak PVT.

(3) Sejak tanggal pengajuan permohonan hak PVT secara lengkap diterima Kantor PVT
sampaidengan diberikan hak tersebut, kepada pemohon diberikan perlindungan
sementara.

Bagian Keempat
Subjek Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 5

(1) Pemegang hak PVT adalah pemulia atau orang atau badan hukum,atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya.
(2) Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan perjanjian kerja, maka pihak yang
memberipekerjaan itu adalah pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara
kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.

(3) Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan pesanan, maka pihak yang memberi
pesanan itumenjadi pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua
pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemegang
Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 6

(1) Pemegang hak PVT memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan
persetujuan kepadaorang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas
berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk:

a. varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi
atau varietas yang telah terdaftar dan diberi nama;
b. varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
c. varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang
dilindungi.

(3) Hak untuk menggunakan varietas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
meliputikegiatan:

a. memproduksi atau memperbanyak benih;


b. menyiapkan untuk tujuan propagasi;
c. mengiklankan;
d. menawarkan;
e. menjual atau memperdagangkan;
f. mengekspor;
g. mengimpor;
h. mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c,
d, e, f, dan g.

(4)Penggunaan hasil panen yang digunakan untuk propagasi sebagaimana


dimaksud pada ayat
(1), yang berasal dari varietas yang dilindungi, harus mendapat persetujuan dari
pemegang hak PVT.

(5) Penggunaan varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat


(2),harusmendapat persetujuan dari pemegang hak PVT dan/atau pemilik
varietas asal dengan ketentuan sebagai berikut:

a. varietas turunan esensial berasal dari varietas yang telah mendapat hak PVT
atau mendapat penamaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan bukan merupakan varietas turunan esensial sebelumnya;
b. varietas tersebut pada dasarnya mempertahankan ekspresi sifat-sifat esensial
dari varietas asal, tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan varietas asal
dari sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri;
c. varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada butir a dan butir b
dapat diperoleh dari mutasi alami atau mutasi induksi, variasi somaklonal,
seleksi individu tanaman, silang balik, dan transformasi dengan rekayasa
genetika dari varietas asal.

(6) Varietas asal untuk menghasilkan varietas turunan esensial harus telah diberi
nama dandidaftar oleh Pemerintah.

(7) Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas sebagai varietas


asal untuk varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan
ayat (6), serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 7

(1) Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh Negara.

(2) Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
olehPemerintah.

(3) Pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap varietas lokal


sebagaimanadimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas lokal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta instansi yang diberi tugas
untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 8

(1) Pemulia yang menghasilkan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) dan ayat(3) berhak untuk mendapatkan imbalan yang layak dengan
memperhatikan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari varietas tersebut.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayarkan:

a. dalam jumlah tertentu dan sekaligus;


b. berdasarkan persentase;
c. dalam bentuk gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah
atau bonus; atau
d. dalam bentuk gabungan antara persentase dengan hadiah atau bonus, yang
besarnya ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama sekali tidak
menghapuskan hakpemulia untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat
pemberian hak PVT.

Pasal 9

(1) Pemegang hak PVT berkewajiban:

a. melaksanakan hak PVT-nya di Indonesia;


b. membayar biaya tahunan PVT;
c. menyediakan dan menunjukkan contoh benih varietas yang telah
mendapatkan hak PVT di Indonesia.

(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a,
apabilapelaksanaan PVT tersebut secara teknis dan/atau ekonomis tidak layak
dilaksanakan di Indonesia.

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat disetujui Kantor
PVTapabila diajukan permohonan tertulis oleh pemegang hak PVT dengan
disertai alasan dan buktibukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.

Bagian Keenam
Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak
Perlindungan Varietas Tanaman
Pasal 10 (1)
Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT,
apabila :

a. penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi, sepanjang


tidak untuk tujuan komersial;
b. penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, pemuliaan
tanaman, dan perakitan varietas baru;
c. penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka
kebijakan pengadaan pangan dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-
hak ekonomi dari pemegang hak PVT.

(2) Ketentuan mengenai penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB III
PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 11

(1) Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT secara tertulis dalam bahasa
Indonesiadengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2) Surat permohonan hak PVT harus memuat:

a. tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;


b. nama dan alamat lengkap pemohon;
c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemulia serta nama ahli waris
yang ditunjuk;
d. nama varietas;
e. deskripsi varietas yang mencakup asal-usul atau silsilah, ciri-ciri morfologi,
dan sifat-sifat penting lainnya;
f. gambar dan/atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan untuk
memperjelas deskripsinya.

(3) Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:


a. orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon harus disertai surat kuasa
khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang
berhak;
b. ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris.

(4) Dalam hal varietas transgenik, maka deskripsinya harus juga mencakup uraian
mengenaipenjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan stabilitas genetik
dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat liarnya,
kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan, dan kesehatan
manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan; dengan
disertai surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari
instansi yang berwenang.

(5) Ketentuan mengenai permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas.

(2) Permohonan hak PVT dapat diajukan oleh:

a. pemulia;
b. orang atau badan hukum yang mempekerjakan pemulia atau yang memesan
varietas dari pemulia;
c. ahli waris; atau
d. konsultan PVT.

(3) Permohonan hak PVT yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) butir a, b, atau c yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di
wilayah Indonesia, harus melalui Konsultan PVT di Indonesia selaku kuasa.

Pasal 13

(1) Konsultan PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) butir d, harus:

a. terdaftar di Kantor PVT;


b. menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT,
sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang
bersangkutan.

(2) Ketentuan mengenai syarat-syarat pendaftaran sebagai konsultan PVT, diatur


lebih lanjutoleh Pemerintah.

Pasal 14
(1) Selain persyaratan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11,permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas harus pula
memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. diajukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penerimaan
pengajuan permohonan hak PVT yang pertama kali di luar Indonesia;
b. dilengkapi salinan surat permohonan hak PVT yang pertama kali dan
disahkan oleh yang berwenang di negara dimaksud pada butir a paling
lambat tiga bulan;
c. dilengkapi salinan sah dokumen permohonan hak PVT yang pertama di luar
negeri;
d. dilengkapi salinan sah penolakan hak PVT, bila hak PVT tersebut pernah
ditolak.

(2) Ketentuan mengenai permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas
diatur lebihlanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kedua
Penerimaan Permohonan Hak Perlindungan
Varietas Tanaman

Pasal 15

(1) Permohonan hak PVT dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat
permohonan hakPVT oleh Kantor PVT dan telah diselesaikannya pembayaran biaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah tanggal pada saat Kantor PVT menerima surat permohonan hak PVT
yang telah memenuhi syarat-syarat secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 dan/atau Pasal 14 ayat (1).

(3) Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT dicatat dalam Daftar Umum PVT
olehKantor PVT.

Pasal 16

(1) Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat sebagaimana


dimaksuddalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14, Kantor PVT meminta agar kekurangan
tersebut dipenuhi dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat
permohonan pemenuhan kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.

(2) Berdasarkan alasan yang disetujui Kantor PVT, jangka waktu sebagaimana
dimaksud padaayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama tiga bulan atas
permintaan pemohon hak PVT.
Pasal 17

Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


16 ayat (1), maka tanggal penerimaan permohonan hak PVT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat

(2) adalah tanggal diterimanya pemenuhan kelengkapan terakhir kekurangan


tersebut oleh Kantor PVT.

Pasal 18

Apabila kekurangan kelengkapan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Kantor PVT memberitahukan secara
tertulis kepada pemohon hak PVT bahwa permohonan hak PVT dianggap ditarik
kembali.

Pasal 19

(1) Apabila untuk satu varietas dengan sifat-sifat yang sama ternyata diajukan lebih dari
satupermohonan hak PVT, hanya permohonan yang telah diajukan secara lengkap
terlebih dahulu yang dapat diterima.

(2) Permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan pada
saat yangsama, maka Kantor PVT meminta dengan surat kepada pemohon tersebut
untuk berunding guna memutuskan permohonan yang mana diajukan dan
menyampaikan hasil keputusan itu kepada Kantor PVT selambat-lambatnya enam
bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat tersebut.

(3) Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara pemohon hak PVT atau
tidakdimungkinkan dilakukan perundingan atau hasil perundingan tidak disampaikan
kepada Kantor PVT dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), maka permohonan hak PVT tersebut ditolak dan Kantor PVT memberitahukan
hal tersebut secara tertulis kepada pemohon hak PVT tersebut.

(4) Apabila varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut varietas yang
diajukandengan hak prioritas, maka yang dianggap sebagai tanggal penerimaan
adalah tanggal penerimaan permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan di luar
negeri.

Bagian Ketiga
Perubahan Permohonan Hak Perlindungan
Varietas Tanaman

Pasal 20

(1) Permohonan hak PVT dapat diubah sebelum dan selama masa pemeriksaan.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan
ataupengurangan uraian mengenai penjelasan sifat-sifat varietas yang
dimohonkan hak PVT.

(3) Perubahan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap diajukan
padatanggal yang sama dengan permohonan semula.

Bagian Keempat
Penarikan Kembali Permohonan Hak Perlindungan
Varietas Tanaman

Pasal 21

(1) Surat permohonan hak PVT dapat ditarik kembali dengan mengajukan
permohonan secaratertulis kepada Kantor PVT.

(2) Ketentuan mengenai penarikan kembali surat permohonan hak PVT diatur
lebih lanjut olehPemerintah.

Bagian Kelima
Larangan Mengajukan
Permohonan Hak Perlindungan
Varietas Tanaman dan Kewajiban
Menjaga Kerahasiaan

Pasal 22

Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau
berhenti karena sebab apapun dari Kantor PVT, pegawai Kantor PVT atau orang
yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor PVT, dilarang
mengajukan permohonan hak PVT, memperoleh hak PVT atau dengan cara apapun
memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan PVT, kecuali bila
pemilikan hak PVT itu diperoleh karena warisan.

Pasal 23

Terhitung sejak tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT, seluruh pegawai
di lingkungan Kantor PVT berkewajiban menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh
dokumen permohonan hak PVT sampai dengan tanggal diumumkannya
permohonan hak PVT yang bersangkutan.

BAB IV
PEMERIKSAAN

Bagian Pertama
Pengumuman Permohonan Hak Perlindungan
Varietas Tanaman
Pasal 24

(1) Kantor PVT mengumumkan permohonan hak PVT yang telah memenuhi
ketentuan Pasal 11 dan/atau Pasal 14 serta tidak ditarik kembali.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-


lambatnya:

a. enam bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT;


b. 12 (dua belas) bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT
dengan hak prioritas.

Pasal 25

(1) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) berlangsung


selama enambulan dan dilakukan dengan:

a. menggunakan fasilitas pengumuman yang mudah dan jelas diketahui oleh


masyarakat;
b. menempatkan dalam Berita Resmi PVT.

(2) Tanggal mulai diumumkannya permohonan hak PVT dicatat oleh Kantor PVT
dalam DaftarUmum PVT.

Pasal 26

Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan dengan


mencantumkan:

a. nama dan alamat lengkap pemohon hak PVT atau pemegang kuasa;
b. nama dan alamat lengkap pemulia;
c. tanggal pengajuan permohonan hak PVT atau tanggal, nomor dan negara
tempat permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan dalam hal
permohonan hak PVT dengan hak prioritas;
d. nama varietas;
e. deskripsi varietas;
f. deskripsi yang memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (4) untuk varietas transgenik.

Pasal 27

Kantor PVT menyediakan tempat yang khusus untuk memberikan kesempatan


kepada anggota masyarakat yang berkepentingan untuk melihat dokumen
permohonan hak PVT yang diumumkan.

Pasal 28
(1) Selama jangka waktu pengumuman, setiap orang atau badan hukum setelah
memperhatikanpengumuman permohonan hak PVT dapat mengajukan secara
tertulis pandangan atau keberatannya atas permohonan hak PVT yang
bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.
(2) Dalam hal terdapat pandangan atau keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), KantorPVT segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan
atau keberatan tersebut kepada yang mengajukan permohonan hak PVT.

(3) Pemohon hak PVT berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan
penjelasan terhadappandangan atau keberatan tersebut kepada Kantor PVT.

(4) Kantor PVT menggunakan pandangan, keberatan, dan sanggahan serta


penjelasansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan
bahan pertimbangan dalam memutuskan permohonan hak PVT.

Bagian Kedua
Pemeriksaan

Pasal 29

(1) Permohonan pemeriksaan substantif atas permohonan hak PVT harus diajukan
ke KantorPVT secara tertulis selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya
masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut.

(2) Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 30

(1) Pemeriksaan substantif dilakukan oleh Pemeriksa PVT, meliputi sifat


kebaruan, keunikan,keseragaman, dan kestabilan varietas yang dimohonkan hak
PVT.

(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan, Kantor PVT dapat meminta bantuan ahli
dan/ataufasilitas yang diperlukan termasuk informasi dari institusi lain baik di dalam
negeri maupun di luar negeri.

(3) Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) wajibmenjaga kerahasiaan varietas yang diperiksanya.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan, kualifikasi Pemeriksa PVT dan
pejabatsebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 31
(1) Pemeriksa PVT berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat oleh
Menteriberdasarkan syarat-syarat tertentu.

(2) Kepada Pemeriksa PVT diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di


samping hak lainnyasesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32

(1) Atas hasil laporan pemeriksaan PVT, apabila varietas yang dimohonkan hak
PVT ternyatamengandungketidakjelasan atau kekurangan kelengkapan yang dinilai
penting, Kantor PVT memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan tersebut
kepada pemohon hak PVT.

(2) Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci


mencantumkan hal-hal yangdinilai tidak jelas atau kekurangan kelengkapan yang
dinilai penting berikut jangka waktu untuk melakukan perbaikan dan perubahan.

(3) Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), pemohonhak PVT tidak memberikan penjelasan atau tidak memenuhi
kekurangan kelengkapan termasuk melakukan perbaikan atau perubahan terhadap
permohonan yang telah diajukan, Kantor PVT berhak menolak permohonan hak
PVT tersebut.

Bagian Ketiga
Pemberian atau Penolakan Permohonan
Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 33

(1) Kantor PVT harus memutuskan untuk memberi atau menolak permohonan
hak PVT dalamwaktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung
sejak tanggal permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1).

(2) Apabila diperlukan perpanjangan waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1),Kantor PVT harus memberitahukan kepada pemohon hak PVT
dengan disertai alasan dan penjelasan yang mendukung perpanjangan tersebut.

Pasal 34

(1) Apabila laporan tentang hasil pemeriksaan atas varietas yang dimohonkan hak
PVT yangdilakukan oleh Pemeriksa PVT menyimpulkan bahwa varietas tersebut
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, Kantor PVT memberitahukan
secara resmi persetujuan pemberian hak PVT untuk varietas yang bersangkutan
kepada pemohon hak PVT.
(2) Hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Sertifikat
hak PVT.

(3) Hak PVT yang telah diberikan, dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan
dalam BeritaResmi PVT.

(4) Kantor PVT dapat memberikan salinan dokumen PVT kepada anggota
masyarakat yangmemerlukan dengan membayar biaya.

Pasal 35

(1) Apabila permohonan hak PVT dan/atau hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh PemeriksaPVT menunjukkan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 11 dan/atau Pasal 14,
maka Kantor PVT menolak permohonan hak PVT tersebut dan memberitahukan
penolakan secara tertulis kepada pemohon hak PVT.

(2) Surat penolakan permohonan hak PVT harus dengan jelas mencantumkan
pula alasan danpertimbangan yang menjadi dasar penolakan serta dicatat dalam
Daftar Umum PVT.

(3) Pemberian hak PVT atau penolakan permohonan hak PVT diumumkan oleh
Kantor PVTdengan cara yang sama seperti halnya pengumuman permohonan hak
PVT.

(4) Ketentuan mengenai pemberian atau penolakan permohonan hak PVT


berikut bentuk danisinya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Keempat
Permohonan Banding

Pasal 36

(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan hak PVT
yangberkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang
bersifat substantif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 28, dan Pasal
32.

(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon hak PVT atau kuasa
hukumnyakepada Komisi Banding PVT disertai uraian secara lengkap keberatan
terhadap penolakan permohonan hak PVT berikut alasannya selambat-lambatnya
tiga bulan sejak tanggal pengiriman surat penolakan permohonan hak PVT
dengan tembusan kepada Kantor PVT.

(3) Alasan banding harus tidak merupakan alasan atau penyempurnaan permohonan
hak PVTyang ditolak.
(4) Komisi
Banding PVT merupakan badan khusus yang diketuai secara tetap oleh
seorang ketuamerangkap anggota dan berada di departemen.

(5) AnggotaKomisi Banding PVT berjumlah ganjil dan sekurang-kurangnya tiga


orang, terdiriatas beberapa ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa PVT
senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan hak
PVT yang bersangkutan.

(6) Ketua dan anggota Komisi Banding PVT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 37

Apabila jangka waktu permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36


ayat (2) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, maka penolakan
permohonan hak PVT dianggap diterima oleh pemohon hak PVT dan keputusan
penolakan tersebut dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 38

(1) Permohonan banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding PVT selambat-
lambatnya tigabulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding PVT.

(2) Keputusan Komisi Banding PVT bersifat final.

(3) Dalam
hal Komisi Banding PVT menyetujui permohonan banding, Kantor PVT
wajibmelaksanakan keputusan Komisi Banding dan mencabut penolakan hak
PVT yang telah dikeluarkan.

(4) Apabila
Komisi Banding PVT menolak permohonan banding, Kantor PVT
segeramemberitahukan penolakan tersebut.

Pasal 39

Susunan organisasi, tata kerja Komisi Banding PVT, tata cara permohonan dan
pemeriksaan banding, serta penyelesaiannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

BAB V
PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 40

(1) Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:

a. pewarisan;
b. hibah;

c. wasiat;

d. perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau

e. sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

(2) Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan c harus
disertaidengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.

(3) Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam
DaftarUmum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh
Menteri.

(4) Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 41

Pengalihan hak PVT tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama
dan identitas lainnya dalam Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak
memperoleh imbalan.

Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 42

(1) Pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada orang atau badan hukum
lainberdasarkan surat perjanjian lisensi.

(2) Kecuali jika diperjanjikan lain, maka pemegang hak PVT tetap boleh
melaksanakan sendiriatau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya.

(3) Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi satu atau beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3), berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku
untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 43

(1) Perjanjian
lisensi harus dicatatkan pada Kantor PVT dan dimuat dalam Daftar
Umum PVTdengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di Kantor PVT sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak
ketiga.

(3) Ketentuanmengenai perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan


Pemerintah.

Bagian Ketiga Lisensi


Wajib

Pasal 44

(1) Setiaporang atau badan hukum, setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam)
bulanterhitung sejak tanggal pemberian hak PVT, dapat mengajukan permintaan
Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri untuk menggunakan hak PVT yang
bersangkutan.

(2) Permohonan Lisensi Wajib hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa:

a. hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan di Indonesia sebagaimana


dimaksud dalam
Pasal 9;
b. hak PVT telah digunakan dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan
masyarakat.

Pasal 45

Lisensi Wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan suatu hak PVT yang
diberikan oleh Pengadilan Negeri setelah mendengar konfirmasi dari pemegang
hak PVT yang bersangkutan dan bersifat terbuka.

Pasal 46

(1) Selainkebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2),


Lisensi Wajibhanya dapat diberikan apabila:

a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa yang


bersangkutan mempunyai kemampuan dan fasilitas untuk menggunakan
sendiri hak PVT tersebut serta telah berusaha mengambil langkah-langkah
untuk mendapatkan lisensi dari pemegang hak PVT atas dasar persyaratan
dan kondisi yang wajar, tetapi tidak berhasil.
b. Pengadilan Negeri menilai bahwa hak PVT tersebut dapat dilaksanakan di
Indonesia dan bermanfaat bagi masyarakat.

(2) Pemeriksaanatas permohonan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri


dalam suatupersidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor
PVT dan pemegang hak PVT yang bersangkutan.
(3) Lisensi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari hak PVT.

Pasal 47

Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46


ayat (1) dan ayat (2) Pengadilan Negeri memperoleh keyakinan bahwa belum cukup
jangka waktu bagi pemegang hak PVT untuk menggunakannya secara komersial di
Indonesia, Pengadilan Negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara
waktu proses persidangan tersebut atau menolaknya.

Pasal 48

(1) Pelaksanaan Lisensi Wajib disertai dengan pembayaran royalti oleh


pemegang Lisensi Wajibkepada pemegang hak PVT.

(2) Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan tata cara pembayarannya
ditetapkan PengadilanNegeri.

(3) Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang
lazim digunakandalam perjanjian lisensi PVT atau perjanjian lain yang sejenis.

Pasal 49

Dalam putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib dicantumkan


hal-hal sebagai berikut:

a. alasan pemberian Lisensi Wajib;


b. bukti termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan
dasar pemberian Lisensi Wajib;
c. jangka waktu Lisensi Wajib;
d. besarnya royalti yang harus dibayarkan pemegang Lisensi Wajib kepada
pemegang hak
PVT dan tata cara pembayarannya;
e. syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat membatalkannya;
f. Lisensi Wajib semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di
dalam negeri;

g. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan pihak yang


bersangkutan secara adil.

Pasal 50

(1) Pemegang Lisensi Wajib berkewajiban mencatatkan Lisensi Wajib yang


diterimanya padaKantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.
(2) Lisensi Wajib yang telah dicatatkan, secepatnya diumumkan oleh Kantor PVT
dalam BeritaResmi PVT.

(3) Lisensi Wajib baru dapat dilaksanakan setelah dicatatkan dalam Daftar Umum
PVT danpemegangnya telah membayar royalti.

(4) Pelaksanaan Lisensi Wajib dianggap sebagai pelaksanaan hak PVT.

Pasal 51

(1) Atas permohonan pemegang hak PVT Pengadilan Negeri setelah mendengar
pemegangLisensi Wajib dapat membatalkan Lisensi Wajib yang semula
diberikannya apabila:

a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada lagi;
b. penerima Lisensi Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib tersebut
atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera
melaksanakannya;
c. penerima Lisensi Wajib tidak lagi menaati syarat dan ketentuan lainnya,
termasuk kewajiban membayar royalti.

(2) Pemeriksaan atas permohonan pembatalan Lisensi Wajib dilakukan oleh


Pengadilan Negeridalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat
tenaga ahli dari Kantor PVT.

(3) Dalam hal Pengadilan Negeri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib,


selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan, Pengadilan
Negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Kantor PVT untuk
dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

(4) Kantor PVT wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman


sebagaimana dimaksudpada ayat (3) kepada pemegang hak PVT, pemegang
Lisensi Wajib yang dibatalkan, dan Pengadilan Negeri yang memutuskan
pembatalan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak Kantor PVT menerima
salinan putusan Pengadilan Negeri tersebut.

Pasal 52

(1) Lisensi Wajib berakhir karena:

a. selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya;


b. dibatalkan atau dalam hal pemegang Lisensi Wajib menyerahkan kembali
lisensi yang diperolehnya kepada Kantor PVT sebelum jangka waktu tersebut
berakhir.
(2) Kantor PVT mencatat Lisensi Wajib yang telah berakhir jangka waktunya dalam
buku DaftarUmum PVT, mengumumkan dalam Berita Resmi PVT, dan
memberitahukannya secara tertulis kepada pemegang hak PVT serta
Pengadilan Negeri yang memutuskan pemberiannya.

Pasal 53

Batal atau berakhirnya Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan
Pasal 52 berakibat pulihnya pemegang hak PVT atas hak PVT yang bersangkutan.

Pasal 54

(1) Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan bersamaan dengan
pengalihankegiatan atau bagian kegiatan usaha yang menggunakan hak PVT
yang bersangkutan atau karena pewarisan.

(2) Lisensi
Wajib yang beralih tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan dicatat
dalam Daftar
Umum PVT.

Pasal 55

Ketentuan mengenai Lisensi Wajib diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
BERAKHIRNYA HAK PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 56

Hak PVT berakhir karena:

a. berakhirnya jangka waktu;

b. pembatalan;

c. pencabutan.

Bagian Kedua
Berakhirnya Jangka Waktu Hak Perlindungan
Varietas Tanaman

Pasal 57

(1) Hak PVT berakhir dengan berakhirnya jangka waktu perlindungan varietas
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4.
(2) Kantor PVT mencatat berakhirnya hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan
mengumumkannyadalam Berita Resmi PVT.

Bagian Ketiga
Pembatalan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 58

(1) Pembatalan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.

(2) Hak PVT dibatalkan apabila setelah hak diberikan ternyata:

a. syarat-syarat kebaruan dan/atau keunikan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 2 ayat
(2) dan/atau ayat (3) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
b. syarat-syarat keseragaman dan/atau stabilitas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (4) dan/atau ayat (5) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak
PVT;
c. hak PVT telah diberikan kepada pihak yang tidak berhak.

(3) Hak PVT tidak dapat dibatalkan dengan alasan-alasan di luar alasan-alasan yang
ditetapkanpada ayat (2).

Pasal 59

(1) Dengan dibatalkannya hak PVT, maka semua akibat hukum yang berkaitan
dengan hak PVThapus terhitung sejak tanggal diberikannya hak PVT, kecuali
apabila ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Negeri.

(2) Kantor PVT mencatat putusan pembatalan hak PVT dalam Daftar Umum
PVT danmengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Keempat
Pencabutan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 60

(1) Pencabutan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.

(2) Hak PVT dicabut berdasarkan alasan:

a. pemegang hak PVT tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan


dalam jangka waktu enam bulan;
b. syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi sudah berubah atau tidak sesuai
lagi dengan ketentuan dalam Pasal 2;
c. pemegang hak PVT tidak mampu menyediakan dan menyiapkan contoh
benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT;
d. pemegang hak PVT tidak menyediakan benih varietas yang telah
mendapatkan hak PVT; atau
e. pemegang hak PVT mengajukan permohonan pencabutan hak PVT-nya,
serta alasannya secara tertulis kepada Kantor PVT.

Pasal 61

(1) Dengan dicabutnya hak PVT, hak PVT berakhir terhitung sejak tanggal
pencabutan haktersebut.

(2) Kantor PVT mencatat putusan pencabutan hak PVT dalam Daftar Umum PVT
danmengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 62

Dalam hal hak PVT dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, apabila
pemegang hak PVT telah memberikan lisensi maupun Lisensi Wajib kepada pihak
lain dan pemegang lisensi tersebut telah membayar royalti secara sekaligus kepada
pemegang hak PVT, pemegang hak PVT berkewajiban mengembalikan royalti
dengan memperhitungkan sisa jangka waktu penggunaan lisensi maupun Lisensi
Wajib.

BAB VII
BIAYA

Pasal 63

(1) Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT, pemegang hak PVT wajib
membayar biayatahunan.

(2) Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan pemeriksaan,


petikan DaftarUmum PVT, salinan surat PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan
pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib,
serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang ini wajib membayar
biaya.

(3) Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata cara pembayaran
biaya sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

BAB VIII
PENGELOLAAN PERLINDUNGAN
VARIETAS TANAMAN
Pasal 64

(1) Untuk pengelolaan PVT dibentuk Kantor PVT.

(2) Pengelolaan PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikankewenangan instansi lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(3) Kantor PVT menyelenggarakan administrasi, dokumentasi, pemeriksaan, dan


pelayananinformasi PVT.

Pasal 65

(1) Dalam melaksanakan pengelolaan PVT, Kantor PVT bertanggung jawab kepada
Menteri.

(2) Menteri membentuk komisi, yang keanggotaannya terdiri dari para profesional
dan bersifattidak tetap, yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang
pengelolaan PVT sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan PVT.

BAB IX
HAK MENUNTUT

Pasal 66

(1) Jika suatu hak PVT diberikan kepada orang atau badan hukum selain orang
atau badanhukum yang seharusnya berhak atas hak PVT sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, maka orang atau badan hukum yang berhak tersebut dapat
menuntut ke Pengadilan Negeri.

(2) Hak menuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal
diberikan Sertifikathak PVT.

(3) Salinan putusan atas tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
Panitera PengadilanNegeri segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk
selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi
PVT.

Pasal 67

(1) Pemegang hak PVT atau pemegang lisensi atau pemegang Lisensi Wajib
berhak menuntutganti rugi melalui Pengadilan Negeri kepada siapapun yang
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6.
(2) Tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) hanya dapat diterima apabila terbukti varietas
yang digunakan sama dengan varietas yang telah diberi hak PVT.

(3) Putusan Pengadilan Negeri tentang tuntutan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) olehPanitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera disampaikan
kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan
diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 68

(1) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya
dilanggar, maka Hakimdapat memerintahkan pelanggar hak PVT tersebut, selama
masih dalam pemeriksaan Pengadilan Negeri, untuk menghentikan sementara
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

(2) Hakim dapat memerintahkan penyerahan hasil pelanggaran hak PVT untuk
dilaksanakan,apabila putusan Pengadilan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
dan setelah orang atau badan hukum yang dituntut, membayar ganti rugi kepada
pemilik barang yang beritikad baik.

Pasal 69

Hak untuk mengajukan tuntutan sebagaimana diatur dalam BAB ini tidak
mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak
PVT.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 70

(1) Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri sipiltertentu di departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan PVT, dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang PVT.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan


dengan tindak pidana di bidang PVT;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan


tindak pidana di bidang PVT;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang PVT;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak
pidana di bidang PVT;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang PVT.

(3) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan danmelaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 107
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 71

Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) tanpa persetujuan pemegang hak PVT, dipidana
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 72

Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 23, dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 73

Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (1) untuk tujuan
komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 74

Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 75
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam BAB ini adalah tindak pidana
kejahatan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang


ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada


tanggal 20 Desember 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta pada


tanggal 20 Desember 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 241

4. HAK MORAL DAN FUNGSI SOSIAL

Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk
tetap mencantumkan atautidak mencantumkan namnya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum. Menggunakan nama
aliasnya atau samarannya. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan
masyarakat. Mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan mempertahankan
haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan,
atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya (pasal 5
UU 28/2014 tentang hak cipta).
a. Perlindungan hukum terhadap hak pemulia (Bredeer’s Rights)

Ketentuan Pasal 11 Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang sistem


budidaya Tanaman menyebutkan “Setiap orang atau badan hukum dapat
melakukan pemuliaan untuk menemukan varietas unggul”. Ketentuan ini
membuka peluang bagi pemulia, baik perorangan maupun badan hukum
untuk melakukan kegiatan pemuliaan.

Perlindungan terhadap hak atas varietas baru tanaman untuk menikmati


manfaat ekonomi atas varietas temuannya merupakan salah satu wujud
dari penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan pemulia dalam
menemukan atau mengembangkan varietas tanaman baru. Hak PVT ini
bersifat eksklusif. Namun, sifat eksklusif ini tidak bersifat penuh karena
ada pembatasan yang mengandung fungsi sosial seperti yang diatur
dalam pasal 10 ayat (1) UU PVT.

John Locke berpwndapat bahwa karya kerja adalah landasan dari hak
milik. Hal ini berarti bahwa setiap orang mempunyai hak atas hasil karya-
karyanya.

Ketentuan Pasal 570 KUH Perdata mendefinisikan hak milik sebagai :

“ hak untuk menikmati kegunaan suau benda dengan leluasa dan untuk
berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya,
asal tidak bersalahan dengan undang- undang, atau peraturan umum
yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan
tidak menggangu hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan mengurangi
kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar
atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi”.

Dari ketentuan Pasal 570 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa
hak milik memberikan konsekuesi berupa :

1. Kemempuan untuk menukmati atas benda atau hak yang menjadi


objek hak milik tersebut.
2. Kemampuan untuk mengawasi atau menguasai benda yang menjadi
objek hak milik itu, misalnya untuk mengalihkan hak milik itu kepada
orang lain atau memusnahkannya.

Konsep hak milik ini digambarkan sebagi hubungan antara pemulia dan objek
hak miliknya yang berupa varietas baru tanaman.

b. Hak Petani (Farmer’s Rights)

Perlindungan mengenai Hak Petani (Farmer’s Rights) didalam UU PVT


sangatlah minim. Hal ini dapat dilihat dengan hanya terdapatnya satu
ketentuan terkait dengan hak istimewa petani (farmer’s privilege) yang
diatur dalam UU PVT.

Ketentuan yang mengatur mengenai hak istimewa petani terdapat dalam


Pasal 10 ayat 1 (a) UU PVT tentang “hal-hal yang tidak dianggap sebagai
pelanggaran terhadap hak PVT”. Ketentuan pasal 10 ayat 1 (a) UU PVT
tersebut berbunyi :

Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT, apabila :

a. Penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi,


sepanjang tidak untuk tujuan komersial;

Ketentuan mengenai hak istimewa petani dalam ketentuan pasal 10 atay 1


(a) UU PVT ini, bertujuan untuk melindungi hak petani kecil untuk
menyimpan sebagian hasil panen (benih) dari varietas tanaman yang
dilindungi untuk digunakan kembali pada musim tanam berikutnya.namun
kategori dari “petani kecil” yang memperoleh hak istimewa petani ini tidak
terdapat pengaturannya dalam UU PVT.

5. KONVENSI INTERNASIONAL

Varietas tanaman relatif baru dalam sejarah perlindungannya sebagai hak


kebendaan immateril yang diberikan negara kepada pemulia. Di Amerika, meskipun
tidak disebut secara khusus dalam peraturan negaranya, varietas tanaman baru
dilindungi pada tahun 1930, bersamaan dengan terbitnya The United State Patent
Act 1930, meskipun di Eropa undang-undang yang berkaitan dengan varietas
tanaman dan hasilnya telah dimulai sejak abad ke-16.

Pada tahun 1961, oleh beberapa negara di dunia telah disepakati dalam satu
konvensi internasional tentang PVT. Persetujuan internasional itu termuat dalam
Konvensi UPOV atau dalam bahasa Prancis meupakan akronim dari Union
Internationale pour la Protection des Obtentions Vegetales. Sedangkan dalam
bahasa Inggris diartikan sebagai International Convention for the Protection of
Varieties of New Varieties of Plants.

UPOV yang berdiri dengan ditandatanganinya Konvensi UPOV di Paris pada


2 Desember 1961, pada dasarnya bertujuan untuk menyediakan dan mendukung
sebuah sistem yang efektif bagi perlindungan hukum varietas baru tanaman, dengan
tujuan untuk mendorong pengembangan varietas tanaman baru, demi kepentingan
masyarakat. UPOV berlaku mengikat setelah diratifikasi oleh Inggris, Belanda dan
Jerman pada 8 Agustus 1968.

Pembentukan UPOV bertujuan untuk mengembangan kerjasama


internasional di antara negaranegara anggota dalam hal yang berkaitan dengan
perlindungan varietas tanaman dan mewakili negara-negara yang hendak
mengumumkan pembuatan undang-undang perlindungan varietas tanaman,
misalnya Amerika Serikat, Australia, dan Belanda (Rattan Lal Agrawal, dalam
Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, 2004: 328).

Saat ini terdapat 64 negara anggota UPOV, namun tidak temasuk Indonesia.
Negara-negara anggota UPOV berkewajiban untuk mengakui pencapaian prestasi
pemulia terhadap pemuliaan varietas baru tanaman, dengan memberikan HKI.
Meskipun Indonesia bukan termasuk anggota

UPOV, namun pembuatan undang-undang varietas tanaman banyak yang


merujuk pada Konvensi UPOV versi 1991.

Selain Konvensi UPOV ada beberapa lagi konvensi internasional yang


berkaitan dengan keanekaragaman hayati atau tanaman, namun tidak secara
khusus membahas tentang PVT, yaitu

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati


(United Nations

Convention on Biological Diversity) dan salah satu hasil dari GATT/WTO yaitu
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). TRIPS adalah
konvensi internasional yang mengatur tentang HKI. Pasal 27 TRIPs mengatur
tentang Paten yang didalamnya memberikan perlindungan hukum bagi varietas
tanaman. Maka, sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi TRIPs, Indonesia
diharuskan mempunyai dan melaksanakan peraturan perundangundangan di bidang
HKI termasuk perlindungan hukum varietas tanaman.

PVT di Indonesia

Perkembangan HKI yang berkaitan dengan PVT baru dimulai dari Undang-
Undang Paten 1989, yang tidak mengizinkan perlindungan paten bagi makanan,
minuman dan varietas tanaman. Pada tahun 1997, undang-undang tersebut
dimandemen yang mencabut atau menghapus hak tersebut. Artinya, dalam Undang-
Undang Paten 1997 tersebut, makanan, minuman dan varietas baru tanaman dapat
memperoleh perlindungan paten. Dasar perubahan tersebut pada prinsipnya
merupakan implikasi dari ratifikasi TRIPs. Walaupun dalam undang-undang tersebut
mengizinkan perlindungan paten bagi tanaman, namun tidak dapat
mengakomodasikan secara penuh keperluan mengenai varietas baru tanaman.

PVT juga sudah diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang
Konservasi

Sumerdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kemudian tahun 1992, terbit lagi
Undang-Undang
No.2 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman disusul dengan
terbitnya Undang-Undang No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan
Tanaman. Baru kemudian pada tahun 2000, melalui Undang-Undang No. 29 tahun
2000, Indonesia memiliki undang-undang yang sudah agak lebih rinci mengatur
PVT.

Menurut Ahcmad Baihaki, UU PVT memberikan manfaat yang langsung


ataupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut :

1. Mendorong tumbuhnya industri benih untuk berbagai komoditi yang mampu


menghasilkan varietas unggul baru sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan
kondisi lingkungan tumbuh yang spesifik,
2. Memanfaatkan kekayaan keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman
ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetik (plasma
nutfah) dalam setiap jenis,
3. Mempercepat prose penemuan varietas unggul baru oleh sektor swasta /
masyarakat, tidak lagi bergantung pada pemerintah,
4. Memanfaatkan dana masyarakat dalam pengembangan industri perbenihan,
5. Meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat,
6. Menyediakan bagi para petani berbagai benih unggul dalam jumlah dan jenis
yang dibutuhkan yang memenuhi 6 T (enam tepat), sekaligus meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup petani,
7. Meningkatkan produktivitas dan daya saing komoditi pertanian nasional, dan
dengan sendirinya akan meningkatkan keunggulan kompetitif bangsa,
8. Mendorong tumbuhnya penelitian yang terkait dengan proses pemuliaan dan
pelestarian sumber daya hayati, sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan,
9. Mendorong kegiatan pendidikan di bidang ilmu yang terkait dengan proses
pemuliaan,
10. Meningkatkan gairah meneliti para pemulia dan meningkatkan kesejahteraan
Para pemulia.

(Achmad Baihaki, 2006).

Selanjutnya pada undang-undang paten yang baru (Undang-Undang Paten


No. 14 tahun 2001) telah mengubah kembali hal yang berkaitan dengan
perlindungan tanaman (Pasal 7(c), (d),) yang menyatakan bahwa paten tidak
diberikan untuk invensi tentang :

a. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik;


b. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan,
kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.
Latar belakang lahirnya UU PVT di Indonesia tidak terlepas dari tuntutan dan
sekaligus sebagai konsekuensi Indonesia atas keikutsertaannya sebagai negara
penandatangan kesepakatan

GATT/WTO 1994, yang salah satu dari rangkaian persetujuan itu memuat
tentang kesepakatan TRIPs. Persetujuan itu mengisyaratkan setelah ratifikasi,
Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan HKI-nya dengan
persetujuan TRIPs, yang salah satunya termasuk PVT. Lebih dari itu, Indonesia
sebagai negara agraris, maka pertanian yang maju, efesien dan tangguh
mempunyai peranan penting dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional. Untuk itulah pentingnya perlindungan varietas tanaman dan penegakan
terhadap hak pemulia varietas tanaman di Indonesia harus benar-benar ditegakkan.

UU PVT disahkan pada tanggal 20 Desember 2000. Untuk


mengoperasionalkan UU PVT maka diterbitkan dua peraturan pemerintah dan lima
keputusan menteri. Dua peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 13
Tahun 2004 tentang tentang Penamaan, Pendaftaran dan

Penggunaan Varietas Asal Untuk Pembuatan Varietas Turunan Esensial dan


Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2004 tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan
Perlindungan Varietas Tanaman dan Penggunaan Varietas yang Dilindungi oleh
Pemerintah. Lima keputusan menteri tersebut adalah Kepmentan No.
442/Kpts/HK.310/7/2004 Tentang Syarat dan Tatacara Permohonan Dan Pemberian
Hak Perlindungan Varietas Tanaman, Kepmentan No.

443/Kpts/Ku.330/7/2004 Tentang Biaya Pengelolaan Hak Perlindungan


Varietas Tanaman,

Kepmentan No. 444/Kpts/Ot.160/7/2004 Tentang Pembentukan Komisi


Perlindungan Varietas

Tanaman, Kepmentan No. 445/Kpts/Ot.140/7/2004 Tentang Susunan


Organisasi Dan Tata Kerja

Komisi Banding Perlindungan Varietas Tanaman, Kepmentan No.


446/Kpts/Hk.310/7/2004 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pendaftaran Konsultan
Perlindungan Varietas Tanaman.

6. PROSEDUR PENDAFTARAN

Pendaftaran varietas tanaman adalah proses mendaftarkan varietas tanaman


baik varietas lokal maupun varietas hasil pemuliaan untuk semua spesies tanaman
dalam rangka pelestarian keanekaragaman hayati. Dasar hukum pendaftaran
varietas tanaman adalah UU no.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman, di mana pada pasal 7 disebutkan : (1) varietas lokal milik masyarakat
dikuasai oleh negara; (2) pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap
varietas lokal; (3) ketentuan penamaan, pendaftaran dan penggunaan varietas lokal,
serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur oleh pemerintah (PP
no.13 tahun 2004 dan Permentan no.01 tahun 2006).

Pendaftaran varietas tanaman sifatnya optional (tidak wajib), dan dalam


prosesnya tidak dikenakan biaya. Pendaftaran varietas tanaman bermanfaat untuk
pengumpulan database varietas tanaman sehingga mempermudah upaya
pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman di Indonesia. Manfaat
lainnya adalah untuk memberikan kejelasan nama suatu varietas, terutama bagi
varietas lokal yang kadang memiliki nama yang berbeda-beda padahal secara
genetik sama. Dengan didaftarkannya suatu varietas tanaman, maka secara hukum
kepemilikan varietas yang bersangkutan menjadi jelas sehingga diharapkan tidak
akan terjadi sengketa kepemilikan varietas tanaman. Kemudian jika varietas tersebut
digunakan sebagai tetua (varietas asal) untuk menghasilkan varietas baru (varietas
turunan esensial) yang mendapatkan hak PVT (hak Perlindungan Varietas
Tanaman), maka pemilik varietas akan mendapatkan pembagian keuntungan.

Varietas tanaman yang dapat didaftarkan di Pusat PVTPP adalah varietas lokal
maupun varietas hasil pemuliaan baik yang sudah dilepas sebagai varietas unggul
nasional maupun yang tidak/belum dilepas. Varietas lokal adalah varietas yang telah
ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik
masyarakat dan dikuasai oleh negara (penjelasan pasal 7 UU no.29/2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman). Sedangkan varietas hasil pemuliaan adalah
varietas yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman (Pasal 1 Permentan No
121/Permentan/OT.140/11/2013).

Pendaftaran varietas lokal dilakukan oleh “pemilik” varietas yang bersangkutan,


yaitu kepala daerah yang bertindak untuk dan atas nama masyarakat pemilik
varietas lokal sesuai dengan sebaran geografisnya, yaitu bupati/walikota (jika
tersebar di kecamatan-kecamatan dalam satu kabupaten/kota), gubernur (jika
tersebar di beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi), Pusat PVTPP (mewakili
negara, jika tersebar di beberapa provinsi), atau suatu lembaga/instansi/tim yang
ditunjuk/dibentuk  kepala daerah dan diberikan surat kuasa untuk mendaftarkan
varietas lokal. Sementara itu, pendaftaran varietas hasil pemuliaan dilakukan oleh
pemilik varietas baik itu pemulia, pihak yang mempekerjakan pemulia, pihak yang
memesan varietas, atau ahli waris/hibah varietas yang bersangkutan.Prosedur.

Pendaftaran PVT dari dalam negeri bisa langsung mengajukan ke Pusat


Perlindungan Varietas Pertanian dan Perizinan Pertanian (PVTPP) atau melalui jasa
Konsultan PVT terdaftar. Adapun pendaftaran PVT yang tidak bertempat tinggal atau
berkedudukan tetap di wilayah Indonesia harus melalui Konsultan Perlindungan
Varietas Tanaman di Indonesia selaku kuasa.
Syarat-syarat Pendaftaran Varietas Lokal

1. Formulir pendaftaran varietas lokal yang sudah diisi dan ditandatangani oleh
Bupati/Walikota/Gubernur atau Lembaga/Institusi yang ditunjuk atau Tim yang
dibentuk (sesuai dengan sebaran geografis varietas lokal) diatas kertas bermeterai;

2. Foto yang disebut dalam deskripsi dicetak berwarna di atas kertas dof, yang
diperlukan untuk memperjelas deskripsinya;

3. Surat penunjukan atau surat pembentukan Tim oleh Bupati/Walikota/Gubernur


(sesuai dengan sebaran geografis varietas lokal) kepada Lembaga/Institusi yang
ditunjuk atau Tim yang dibentuk, apabila pendaftaran varietas lokal diajukan oleh
Lembaga/Institusi Daerah atau Tim.

Syarat-syarat Pendaftaran Varietas Hasil Pemuliaan

1. Formulir pendaftaran varietas hasil pemuliaan yang sudah diisi dan ditandatangani
oleh pemilik varietas hasil pemuliaan diatas kertas bermeterai; 

2. Foto yang disebut dalam deskripsi dicetak berwarna di atas kertas dof, yang
diperlukan untuk memperjelas deskripsinya.

3. Surat penugasan kepada pemulia, apabila varietas yang akan didaftarkan oleh
lembaga/institusi yang mempekerjakan pemulia;
4. Surat pemesanan atau perjanjian kerja sama, apabila varietas hasil pemuliaan akan
didaftarkan oleh perorangan atau lembaga/institusi melalui pemesanan atau
perjanjian kerja sama;

5. Dokumen kepemilikan varietas, apabila suatu varietas hasil pemuliaan diperoleh


melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian dalam bentuk akta notaris, atau sebab
lain yang dibenarkan Undang-undang;

6. Surat penunjukan untuk mendaftarkan, apabila pendaftaran bukan oleh pemulia atau
pemilik dari varietas hasil pemuliaan yang akan didaftarkan.

Subjek Perlindungan Varietas Tanaman

Pemegang hak PVT adalah pemulia atau orang atau badan hukum, atau
pihak lain yang menerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya.
Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan perjanjian kerja, maka pihak yang
memberi pekerjaan itu adalah pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara
kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.Jika suatu varietas dihasilkan
berdasarkan pesanan, maka pihak yang memberi pesanan itu menjadi pemegang
hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak
pemulia.

Pengumuman Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

1. 6 bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT

2. 12 (duabelas) bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT dengan

hak prioritas.

TidakDianggapSebagaiPelanggaranHakPerlindunganVarietasTanamanapabila

 Penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi, sepanjang tidak
untuk tujuan komersial;

 Penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, pemuliaan


tanaman, dan perakitan varietas baru;

 Penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka


kebijakan pengadaan pangan dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-hak
ekonomi dari pemegang hak PVT.

7. PENEGAKAN DAN PERLINDUNGAN VARIETAS

Perlindungan Varietas Tanaman Ada beberapa motifasi dari diundangkan UU


PVT ini :
1. Pertama, untuk melaksanakan kewajiban internasional sebagaikonsekuensi dari
keanggotaan Indonesia dalam organisasi perdagangan dunia (WTO). Akibat dari
keanggotaan ini, maka negara harus menyesuaikan hokum nasional yang
mereka buat dan tidak boleh bertentangan dengan hokum atau aturan yang telah
dibuat oleh organisasi perdagangan dunia itu. Salah satu dari kewajiban yang
harus ditaati Indonesia yang berkaitan dengan hak-kekayaan intelektual (HKI)
mensyaratkan negara anggota untuk memberikan perlindungan terhadap
varietas tanaman yang baru;
2. Kedua, untuk mengembangkan penemuan-penemuan baru dibidang pertanian
dan menggunakan dengan sebaik-baiknya kekayaan sumber daya hayati yang
dimiliki Indonesia untuk merakitvarieta sunggul guna mendukung pembangunan
ekonomi;
3. Ketiga, untuk mendorong kegiatan yang menghasilkan varietas tanaman unggul
dengan memberikan penghargaan bagi mereka (badan usaha atau orang) yang
bergerak dibidang pemuliaan tanaman. Dan,
4. keempat, untuk mendorong dan member peluang dunia usaha dalam
pembangunan di dibidang pertanian, memberikan landasan hukum bagi upaya
terciptanya varietas unggul yang baru dan pengembangan industry perbenihan.

Konsep Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)


Konsep ini dikembangkan karena ketentuan tentang paten tidak memberikan
perlindungan atas varietas tanaman baru, sebagai hasil dari proses permuliaan
tanaman. Berdasarkan ketentuan internasional tentang HKI jika negara tidak
memberikan PVT dalam UU paten, maka negara tersebut harus membuat undang-
undang khusus tersendiri yang efektif untuk perlindungan varietas tanaman baru ini.

Hukum tentang paten Indonesia hanya melindungi proses untuk membuat


atau memproduksi tanaman dengan menggunakan teknik-teknik bioteknologi.
Sedangkan PVP memberikan perlindungan atas produk, yang berupa bibit/benih
yang dihasilkan dari teknik-teknik bioteknologi maupun alami dalam bentuk varietas
tanaman baru.

Persyaratan Perlindungan dan Perkecualian Varietas tanaman yang tidak


dilindungi dalam paten dapat dilindungi dalam UU PVP. Semua jenis varietas
tanaman dapat dilindungi oleh PVP apakah varietas tersebut dikembangbiakkan
secara generative maupun vegetatif, kecuali mikroorganisme (jasadrenik) yang
dilindungi dalam bentuk paten.

Definisi mengenai varietas dalam UU PVT sama dengan definisi yang


terdapat dalam UU no 12 tahun 1992 mengenai Sistem Budidaya Tanaman (SBT)
dengan tambahan penjelasan tentang sifat genotype atau kombinasi genotype
sebagai salah satu unsure karakter dasar yang membedakan varietas tanaman yang
satu dengan yang lainnya.
Persyaratan perlindungan berdasarkan pada UU PVP Indonesia adalah sama
dengan persyaratan pendaftaran di negara-negara lainnya yang telah meratifikasi
UPOV 1991. Hal ini menimbulkan pertanyaan, jika tingkat pembangunan pertanian
untuk mengembangkan varietas yang baru di Indonesia tidak sama dengan negara-
negara di mana UPOV berasal, mengapa Indonesia memberikan perlindungan
dengan standart yang sama dengan yang ada di jurisdikasi negara lain? Mengapa
Indonesia tidak mengikuti standart dari negara yang mempunyai kesamaan tingkat
pembangunan pertanian dalam memberikan perlindungan yang seperti itu?

Untuk dapat dilindungi dalam PVP suatu varietas harus :baru, unik, seragam,
stabil dan diberi nama. Sifat kebaruan dan keunikan dari suatu varietas ditentukan
pada saat permohonan penerimaan hak PVP. Suatu vareitas dianggap baru jika
bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah
diperdagangkan di Indonesia dan sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari satu
tahun, atau telahdiperdagangkan diluar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk
tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan. Suatu varietas
dianggap unik jika berbeda dengan varietas lain. Suatu varietas dianggap seragam
jika sifat utama varietas tersebut meskipun cara tanam dan lingkungan yang
berbeda-beda, namun hasilnya tetap seragam. Sedangkan suatu varietas dianggap
stabil jika sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang.

Varietas transgenik yang dikembangkan melalui rekayasa genetika juga bisa


di lindungi dalam PVT ini sepanjang pendaftar memberikan penjelasan secara
penuh mengenai varietas tersebut, yang termasuk:

Uraian mengenai penjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan


stabilitas genetik dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tertuanya, keberadaan
kerabat liarnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan, dan
kesehatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan;
dengan disertai surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari
instansi yang berwenang.

Namun, UU PVP tidak secara tegas menetapkan apakah varietas yang


dikembangkan dengan menggunakan terminator teknologi juga dapat dilindungi
dalam PVP.

Penting untuk dicacat bahwa UU ini memfasilitasi perkembangan bioteknologi


modern yang memproduksi varietas yang baru melalui rekayasa genetika. Namun,
kelihatannya UU ini kurang memberikan perlindungan terhadap varietas tradisional
yang telah dikembangkan oleh petani, karena sangat sulit bagi petani dengan
varietas tradisionalnya untuk memenuhi criteria seragam dan stabil sebagaimana
disyaratkan oleh UU PVT.
Hak-Hak Pemulia dan Hak-Hak Petani UU tentang PVT memberikan
perlakuan yang tidak sama antara hak-hak pemulia dan hak-hak petani, dan
mempromosikan perlindungan yang kurang seimbang antara kepentingan umum
dan kepentingan pemegang hak PVT. Hal ini karena UU PVT ini dibuat untuk
melindungi hak-hak pemulia, peneliti dan pemulia tanaman yang komersial, dan
bukan untuk melindungi hak-hak petani. Misalnya, UU menegaskan bahwa
pemuliaan tanaman adalah: Rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau
kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku
untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas
yang dihasilkan.

Ketentuan tersebut mengandung resiko karena bias diinterpretasikan bahwa


proses pemuliaan yang dikembangkan oleh petani dan masyarakat local tidak akan
dianggap sebagai pemuliaan tanaman berdasarkan ketentuan diatas. Sebaliknya,
varietas baru yang dikembangkan oleh pemulia tanaman komersial mungkin berasal
dari tanaman asal yang dikembangkan oleh petani, tetapi UU tidak secara jelas
menegaskan kompensasi untuk petani dalam mengembangkan varietas lokal yang
digunakan oleh pemulia komersial untuk menbuat varietas baru.

Adapun cakupan hak-hak pemulia ini sangat luas, sebagaimana dibawah ini :
1. menggunakan dan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk
propagasi.
2. Menggunakan varietas untuk kegiatan :
a. memproduksi atau memperbanyak benih;
b. menyiapkan untuk tujuan propogasi;
c. mengiklankan;
d. menawarkan;
e. menjual atau memperdagangkan;
f. mengekspor;
g. mengimport;
h. mencadangkan untuk keperluan sebagaimana tersebut dalam butir a, b, c, d, e, f

Hak-hak tersebut diatas juga berlaku untuk varietas turunan esensial, varietas
yang tidak dapat dibedakan secara jelas dengan varietas yang dilindungi; dan
varietas yang diproduksi dengan menggunakan varietas yang dilindungi.

Untuk mencegah terjadinya perbanyakan benih, maka penggunaan hasil


panen yang digunakan untuk propogasi dan yang berasal dari varietas yang
dilindungi harus mendapatkan persetujuan dari pemegang PVT.

Dengan luasnya hak yang diberikan kepada pemulia, makahak yang tersisa
bagi petani hanyalah penggunaan sebagian dari hasil panen dari varietas yang
dilindungi sepanjang bukan untuk tujuan komersial. Sedangkan yang termasuk
dalam kegiatan yang bersifat non-komersial adalah untuk aktifitas individu petani itu
sendiri, terutama bagi petani-petani kecil untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak
termasuk aktifitas untuk memenuhi kebutuhan temannya sesama petani.

Meskipun begitu, PVT tidaklah menjadi masalah bagi petani yang biasa
melakukan kegiatan tukar-menukar benih sepanjang benih yang dipertukarkan oleh
petani bukan benih yang dilindungi oleh PVT, dalam artian petani tetap bisa
melakukan kegiatan tukar menukar benih, sepanjang benih yang dipertukarkan
adalah benih yang tidak dilindungi oleh PVT, dan bukan benih varietas baru yang
dibeli dipasar komersial, dan karenanya tidak dilindungi oleh PVT. Benih-benih
varietas tradisional masih bias dipertukarkan dan didistibusikan kepada petani-petani
tradisional dan tetangga-tetangganya tanpa melanggar hak pemulia tanaman.

Namun, pertukaran bibit akan menjadi suatu problem jika seseorang


mendapatkan bibit yang dilindungi oleh PVT dan kemudian dia menaman kembali
benih-benih ituuntuk masa tanam selanjutnya dan juga kemudian menukarkan itu
keteman-teman sesame petani. Kondisi seperti ini menjadi dilemabagi petani, hal ini
karena jika petani mempertahankan benih-benih tradisional, mereka mungkin tidak
akan mendapatkan keuntungan dari kemajuan dibidang pertanian yang ditawarkan
oleh bibit-bibit yang dilindungi oleh PVT, sehingga menjadi tidak kompetitif. Tetapi,
petani-petani yang seperti ini biasanya menjual hasil panennya dalam pasar
tradisional dengan skala yang lebih kecil dan bukan pasar benih komersial dengan
skala yang lebih luas yang menggunakan PVT.

Untuk bias berkompetisi, petani-petani dianjurkan untuk menggunakan benih-


benih yang dilindungi oleh PVT, tetapi karena hasil panen dari varietas tersebut tidak
dapat dipertukarkan dan bahkan untuk jenis-jenis benih tertentu tidak dapat ditanam
kembali, ketergantungan petani-petani pada industry perbenihan tidak dapat
dielakkan. Dan denganmemperhatikan karakteristik petani di Indonesia yang
merupakan petani kecil, dengan kepemilikan tanah yang terbatas, dan yang secara
ekonomi terpinggirkan, maka jika mereka harus bersandarkan pada benih yang
dibeli dengan mahal dari industry perbenihan maka kondisi seperti ini kemungkinan
kurang menguntungkan bagi petani.

Perlindungan Varietas Local UU PVT menetapkan bahwa negara menguasai


varietas lokal yang dimiliki oleh masyarakat. Varietas local ini mengacu pada
varietas yang telah ada dan telah dibudidayakan oleh petani-petani secara turun
temurun dan menjadi milik masyarakat. Salah satu wujud dari kontrol negara
terhadap vareitas local ini adalah bahwa pemerintah berkewajiban memberikan
nama terhadap varietas local tersebut. Pemerintah juga mengatur hak imbalan dan
penggunaan varietas tersebut dalam kaitannya dengan PVT serta usaha-usaha
pelestarian plasma nutfah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomer 13 tahun 2004, mandate untuk


mengontrol varietas local diberikan kepada Bupati atau Walikota untuk bertindak
untuk dan atas nama masyarakat di dalam wilayahnya sebagai pemilik varietas
lokal. Konsekuensinya, mereka yang ingin menggunakan varietas local sebagai
varietas asal untuk mengembangkan varietas turunan esensial harus melakukan
perjanjian terlebih dahulu dengan Bupati atau walikota.

Melalui UU PVT, pemerintah bertindak sebagai otoritas yang mengontrol


benih varietas tanaman. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah berusaha untuk
mencegah penyalahgunaan varietas tanaman lokal. Namun, komunitas lokal yang
telah mengembangkan varietas tanaman tersebut mungkin menolak penguasaan
pemerintah yang berlebihan. Berdasarkan prinsip bahwa pemerintah mempunyai
hak berdaulat atas sumber daya yang ada di wilayahnya, penguasaan dan kontrol
yang seperti itu dapat dibenarkan. Namun, ketentuan seperti itu juga bias
bersebrangan dengan prinsip-prinsip hak petani yang terkandung dalam
International Treaty for Plant Genetic Resources for Food and Agriculture dan usaha
yang dilakukan oleh Convention on Biological Diversity dan Bonn Guidelines yang
memperluas control terhadap sumber daya biologi oleh petanilokal dan masyarakat.

Dengandemikian, meskipun PVT tidak bertujuan untuk menutup kesempatan


petani kecil untuk menggunakan varietas baru untuk kepentingan mereka sendiri,
namun dalam prakteknya UU PVT mempunyai potensi membatasi kesempatan bagi
petani untuk mengembangkan varietas yang baru.

Tentang Paten Sama halnya dengan UU PVT, UU Paten di Indonesia juga


dikembangkan dengan semangat perjanjian TRIPs untuk memfasilitasi liberalisasi
perdagangan dunia dan untuk melindungi pemegang hak paten. Untuk kepentingan
tersebut Indonesia telah merubah beberapa kali undang-undang paten. Perubahan
yang terakhir pada tahun 2001, ketika muncul masalah masalah yang berkaitan
dengan sumber daya genetika, dan pengetahuan tradisional. Namun sayangnya, UU
paten yang terakhir pun belum menjawab permasalahan tersebut.

Dikaitkan dengan PVT, memang paten, sebagaimana dijelaskan diatas tidak


memberikan perlindungan terhadap produk dalam hal ini varietas yang berupa
benih/bibit. Namun, paten memberikan perlindungan terhadap proses untuk
mengembangan varietas tersebut. Jadi tergantung klaimnya, jika klaimnya, dalam
artian yang ingin dilindungi adalah proses, maka bias didaftarkan untuk
mendapatkan paten, tetapi jika yang ingin dilindungi adalah hasil dari proses itu yang
berupa varietas (benih) maka bias didaftarkan untuk mendapatkan PVP.

Subyek perlindungan paten di Indonesia adalah sama atau bahkan lebih


liberal jika di bandingkan dengan subyek perlindungan paten di negara-negara maju,
seperti Eropa. Meskipun makhluk hidup tidak dapat dipatenkan menurut UU paten
Indonesia, tetapi mikroorganisme atau jasa drenik bias dipatenkan. Selanjutnya,
masih belum jelas apakah gen tanaman, hewan dan manusia bias dipatenkan
berdasarkan UU Paten Indonesia. Ketidakjelasan ini menimbulkan interpretasi yang
berbeda-beda.
Berkaitan dengan dapat dipatenkannya mikroorganisme atau jasa drenik, hal
ini mengundang kontraversi karena proses memisahkan jasa drenik dari alam, atau
proses mengisolasikannya bias dianggap sebagai sesuatu yang baru dan
mengandung langkah inventif. Jika semua proses yang seperti itu dilindungi dalam
UU paten, maka itu berarti UU Paten telahmenerapkan standart patentabilitas yang
sangat rendah, dimana perbedaan antara apa yang disebut dengan discovery
dengan apa yang dikenal dalam UU Paten sebagai suatu invention menjadi sangat
kabur. Kekaburan seperti ini mempunyai potensi bahwa apa yang sesungguhnya
mesti berada dalam ranah publik domain, menjadi bagian yang bisa diprivatisasikan.

Terkait dengan perlindungan paten atas jasa drenik, Indonesia juga


menerapkan formulasi definisi jasa drenik yang cukup luas. Definisi jasa drenik
berdasarkan UU Paten Indonesia merefleksikan definisi yang diajukan oleh Amerika
Serikat kepada Dewan TRIPs yang memaksa penggunaan kamus Oxford untuk
mendefinisikan jasa drenik. Selain itu, kantor paten dari negara-negara lain juga
menginterpretasikan definisi jasa drenik dengan cara-cara tertentu untuk
memasukkan sell tanaman dan hewan. Dengan demikian maka, posisi Indonesia
yang memberikan definisi yang luas untuk jasa drenik dianggap merefleksikan
kepentingan peneliti dan industri yang berbasis pada jasa drenik, dan kurang
merefleksikan kepentingan petani kecil.

Namun, berdasarkan UU paten, proses-proses biologi yang esensial untuk


pembuatan tanaman dan hewan tidak dapat dipatenkan di Indonesia. Sebaliknya,
proses-proses non biologi atau proses mikrobiologi dapat dipatenkan. Pengertian
proses biologi yang esensial untuk pembuatan tanaman dan hewan mengacu pada
proses perkembangbiakan yang alami atau konvensional, seperti teknik polinasi dan
persilangan alami. Sedangkan proses-proses non biologi atau proses mikrobiologi
didefinisikan sebagai proses rekayasa genetika atau transgenic untuk pembuatan
tanaman atau hewan yang dilakukan dengan melibatkan proses kimia, fisika, dan
penggunaan jasa drenik atau bentuk-bentuk lain dari rekayasa genetika. Dasar
perlindungan paten untuk penemuan yang berkaitan dengan jasa drenik, dan
proses-proses non biologi dan proses mikrobiologi adalah karena kemajuan
perkembangan bioteknologi dalam abad terakhir ini yang mampu menghasilkan
berbagai invensi yang penting bagi masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses untuk


memproduksi tanaman dan hewan melalui bioteknologi modern dan mikrobiologi,
seperti rekayasa genetika dan teknik-teknik transgenic dapat dilindungi berdasarkan
UU Paten Indonesia. Namun, karena tidak ada penjelasan lebihlanjut, hal ini berarti
semua proses bioteknologi modern untuk memproduksi tanaman dan hewan dapat
dipatenkan di Indonesia sama sepert ihukum paten yang ada di negara-negara
industry maju, sepanjang tidak bertentangan dengan agama, moral dan etika. Yang
menjadi permasalahan adalah apakah proses yang terkait dengan terminator
teknologi juga bias dilindungi oleh hukum paten Indonesia? Jika menganut pada
logika berpikir bahwa semua proses bioteknologi modern sebagaimana diatas dapat
dipatenkan, maka proses pembuatan terminator teknologi juga bisadipatenkan.
Namun, apakah proses yang seperti ini tidak bertentangan dengan agama, etika,
dllnya? Sehingga berakibat tidak dapat dipatenkannnya proses yang demikian, hal
ini masih dalam tanda Tanya besar.

Selanjutnya mengenai kepentingan petani, berbeda dengan PVT yang masih


memberikan sedikit kesempatan bagi petani untuk menggunakan benih dari varietas
yang lindungi sepanjang tidak untuk komersial, UU Paten tidak memberikan
sedikitpun ruang bagi proses yang telah dikembangkan oleh petani untuk dilindungi
paten. UU ini pun tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menggunakan
proses yang sudah dipatenkan meskipun untuk kepentingan yang tidak komersial.
Dan karena proses biologi yang esensial dan konvensional yang dilakukan dan
dikembangkan oleh petani tidak dapat dilindungi oleh paten, tidak hanya karena
tidak memenuhi syarat-syarat patentabilitas seperti kebaruan, dan mengandung
langkah inventif, tetapi karena berdasarkan UU, proses tersebut dikecualikan dari
perlindungan paten. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya UU Paten, seperti
halnya UU PVT tidak dibuat untuk mengakomodasi kepentingan petani, tetapi
kepentingan industri.

Namun, ketentuan diatas tidak berarti bahwa proses untuk pengembangan


varietas secara konvensional yang dilakukan oleh petani tidak bias dikembangkan
lagi. Petani masih punya hak, sebagaimana sebelum adanya UU ini untuk
menggunakan proses yang biasa mereka gunakan untuk pengembangan varietas.
Namun, petani tidak boleh melanggar hak paten atau meniru proses pembuatan
tanaman dan hewan yang dimiliki oleh industry perbenihan yang telah mendapatkan
hak paten atas proses tersebut.

Tentang Sistem Budidaya Tanaman (SBT) Berbeda dengan UU PVT dan


Paten, yang dibuat dan disahkan setelah Indonesia menjadi anggota WTO dan
menyepakati perjanjian TRIPs. UU SBT disahkan tahun 1992, dua tahun sebelum
dibentuknya organisasi perdagangan dunia.

UU SBT ini dibuat tidak dalam kerangka melindungi hak mereka yang
melakukan budidaya tanaman sebagaimana UU PVT dan Paten, tetapi UU ini dibuat
dengan semangat untuk mengembangkan system pertanian yang maju, efisien dan
tangguh, dan untuk melindungi tanaman dari segala upaya yang menyebabkan
kerugian pada budidaya tanaman. Dengan demikian maka kebutuhan pangan,
sandang, papan, kesehatan, industry dalam negeri dan eksport pertanian dapat
ditingkatkan. Namun kelihatannya, UU SBT ini juga dipersiapkan untuk menghadapi
liberalisasi dan globalisasi di bidang pertanian.

Untuk mencapai tujuan tersebut semua hal yang terkait dengan perencanaan
budidaya tanaman ditentukan oleh pemerintah, termasuk penetapan wilayah
pengembangan, pengaturan produksi berdasarkan kepentingan nasional, dllnya.
Peran serta atau control pemerintah yang cukup besar termasuk pengontrolan pada
cara dan pola tanam mengakibatkan hak-hak yang dimiliki oleh pemangku
kepentingan atas tanahnya, seperti petani, menjadi terpinggirkan.

Hal ini Nampak jelas dalam ketentuan yang menetapkan bahwa petani
memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan
pembudidayaannya. Namun kekebasan tersebut diikuti dengan kewajiban petani
untuk berperan serta dalam mendukung pelaksanaan program pemerintah dalam
pengembangan budidaya tanaman diwilayahnya. Selanjutnya, jika petani harus
mengikuti ketentuan pemerintah, sehingga kebebasan untuk menentukan jenis
tanamannya, maka pemerintah harus berusaha agar petani tersebut mendapatkan
jaminan penghasilan tertentu. Ketentuan seperti ini bias diartikan bahwa hak-hak
petani untuk menentukan jenis tanaman yang akan ditaman di tanahnya sendiri
dibatasi.

Ketentuan yang amat penting dalam UU SBT mengatur mengenai


perbenihan. Dalam kaitannya dengan perbenihan ini, untuk pengembangan
budidaya tanaman, perolehan benih dapat dilakukan dengan kegiatan penemuan
varietas unggul, atau benih yang berasal dari luar negeri. UU ini juga mengatur
bahwa benih yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standart
mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Benih yang telah lulus sertifikasi juga
harus diberi label. Ketentuan-ketentuan mengenai benih diatas bertujuan untuk
mengembangkan sector pertanian yang tangguh dan juga untuk mengembangkan
industry perbenihan. Namun, yang menjadi permasalahan adalah UU SBT tersebut
tidak mempertimbangkan atau seakan-akan menegasikan adanya benih yang
dikembangkan secara konvensional oleh petani. Selanjutnya, system perbenihan
yang ditetapkandalam UU tersebut menutup kemungkinan bagi petani untuk bias
menggunakan benih yang mereka kembangkansendiri, karena petani harus
mematuhi program pemerintah. Selanjutnya, system ini juga menutup kemungkinan
bagi petani yang biasanya menjual, mengedarkan, atau membagi benihnya kepada
teman sesame petani, karena harus memenuhi persyaratan yang sangat susah
dipenuhi oleh petani.

1. Kaitan Ketiga UU tersebut dengan Ketahanan Pangan


Ada beberapa hubungan antara hak kekayaan intelektual (HKI) dalam hal ini
PVT dan paten dengan ketahanan pangan. Demikian juga dengan UU SBT.
Sebagaimana dijelaskan diatas, secara umum, PVT dan paten memberikan
penghargaan, terutama kepada sector swasta atau perusahaan perbenihan
untuk mengembangkan benih-benih yang berkualitas unggul maupun yang
mempunyai kekhasan tertentu yang kemudian akan meningkatkan ketahanan
pangan dan pengelolaan keanekaragaman sumber daya pertanian. Demikian
halnya dengan UU SBT. Namun, kondisi seperti ini bias menjadi sebaliknya,
bahwa penerapan PVT, Paten dan SBT akan meningkatkan aktivitas pemulia
dan peningkatkan penggunaan varietas unggul sehingga kemungkinan akan
mengancam keberadaan varietas lokal. Sebagaimana beberapa ahli juga
berpendapat bahwa, PVT mempercepat laju pengembangan teknologi
monokultur. Persyaratan paten, yaitu, kebaruan, mengandung langkah
inventif dan dapat diterapkan dibidang industri dan persyaratan PVT yaitu
kebaruan, unik, seragam, stabil dan diberi nama dianggap sebagai penyebab
utama penggunaan monokultur teknologi. Sedangkan SBT yang menekankan
pada fungsi control pemerintah yang besar dalam pola dan cara tanam, jenis
tanaman, jenis benih yang ditanam, dan aturan-aturan perbenihan lainnya
juga mempunyai kontribusi besar terhadap penggunaan monokultur teknologi.
Hal ini juga berpotensi untuk mengikis keberagaman sumber daya, meskipun
bukan merupakan penyebab utama. Dan kondisi yang seperti itu, berpeluang
untuk mendorong privatisasi sumber daya genetika.
Perlindungan PVT yang berkaitan dengan benih ini sebenarnya pada
awalnya tidak menjadi perhatian yang serious. Hal ini karena, pertama, di
banyak negara dan pada tingkat internasional, pengelolaan di bidang
pertanian berdasarkan pada konsep pertukaran pengetahuan dan plasma
nutfah. Konsep seperti ini tidak sesuai dengan konsep perlindungan paten
and PVT. Kedua, bidang pertanian dianggap sebagai bidang yang secara
substansi berbeda dengan bidang teknologi lainnya karena petani biasanya
menggunakan dan menyimpan benih-benih dari hasil panen sebelumnya dan
karena hubungan antara pemenuhan bahan pangan dan pertanian maka
percepatan komersialiasi sebenarnya tidak menguntungkan bagi petani di
negara-negara yang sedang berkembang.
Namun, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara progresif telah
diterapkan di bidang pertanian dalam dua tahapan: Pertama, yaitu dengan
perlindungan PVT yang berasal dari model hukum paten. Kedua, dalam
kaitannya dengan pengembangan rekayasa genetika, diperbolehkannya
perlindungan paten atas bentuk-bentuk kehidupan. Hal ini termasuk dapat
dipatenkan jasa drenik dan bentuk perlindungan varietas tanaman. Adapun
pembenaran yang ditawarkan untuk perlindungan HKI dibidang pertanian
adalah untuk mempercepat ketahanan pangan di negara-negara
berkembang. Namun, secaraumum, perlindungan hukum yang ditawarkan
oleh HKI merupakan dorongan yang sangat penting bagi sector swasta atau
perusahaan perbenihan untuk berlibat dalam pengembangan teknologi
pertanian. Dari sudut pandang ketahanan pangan, ada potensi yang sangat
penting bagi perusahaan dibidang bioteknologi untuk kemungkinan
memodifikasi varietas guna meningkatkan nilai nutrisi dari suatu varietas,
seperti nasi yang mengandung vitamin A, dllnya.
HKI mempunyai potensi untuk mendorong produksi pertanian. Namun,
di negara-negara yang sedang berkembang, kontribusi yang seperti ini harus
dilihat dengan perspektif yang lebih luas dengan mempertimbangkan
sejumlah variable. Perlindungan HKI di bidang pertanian juga berkaitan
dengan bentuk-bentuk hak milik secara langsung yang berkaitan dengan
pertanian, seperti, hak-hak atas tanah dan hak atas sumber daya biologi.
Kenyataannya, pertanyaan mengenai akses sumber daya biologi untuk
pangan dan pertanian menjadi pusat debat yang sangat penting dalam level
internasional dalam beberapa tahun terakhir ini. Kontrol oleh individu petani,
perusahaan swasta dan negara atas sumber daya genetika dan sumber daya
biologi yang mereka pegang menjadi controversial dengan secara progresif
diterapkannya HKI terhadap varietas tanaman. Bila berbagi sumber daya dan
pengetahuan telah diterapkan sampai tahun 1980an, system baru yang
mempromosikan kepemilikan individual sekarang ini telah berperan pada
pembentukan seperangkat aturan mengenai control atas pengetahuan dan
sumber daya. Pada level internasional, kepemilikan individu dari penemuan
melalui HKI telah diterapkan, dan negara juga mengontrol sumber daya
utama. Namun sebaliknya, dalam level nasional, meskipun peran petani
dalam konservasi dan menopang keanekaragaman sumber daya pertanian
secara umum telah diakui, tetapi peran ini tidak diperlu diterjemahkan
kedalam klaim hak petani yang spesifikatas sumber daya atau pengetahuan.
Diterapkannya PVP memunculkan pertanyaan berkaitan dengan
kontrol yang dimiliki petani terhadap sumber daya dan pengetahuan. Secara
umum, PVP cenderung memfasilitasi control terhadap benih dan
pengetahuan yang terkait dengannya oleh perusahaan agrobisinis. Hal ini
kemungkinan tidak hanya mengakibatkan petani harus membayar lebih
mahal, tetapi juga ketergantungan petani pada perusahaan tersebut akan
ketersedian bibit. Hal ini berkaitan dengan royalti yang harus dibayar oleh
petani untuk mendapatkan benih-benih yang dilindungi. Selain itu, petani juga
dibatasi hak-haknya yang terkait dengan menyimpan benih, menaman
kembali benih dan menjual benih yang disimpan. Pada prinsipnya, adalah
penting bagi petani untuk mempertahankan control terhadap varietas
tanaman sehingga mereka dapat lebih lanjut melakukan inovasi, memperbaiki
varietas sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang berubah.
Namun, ketika HKI diterapkan di negara-negara yang sedang
berkembang, pemegang hak kesulitan untuk mengontrol kemampuan yang
dimiliki oleh petani untuk menyimpan dan menanam kembali benih-benih.
Penegakan HKI di negara-negara berkembang tidak seperti yang ada di
Amerika Serikat di mana PVT seringkali dukung oleh kewajiban-kewajiban
berdasarkan hokum kontrak. Kondisi seperti ini memunculkan diterapkannya
teknologi-teknologi yang terkait dengan penggunaan gen. Teknologi ini,
seperti terminator teknologi, merupakan suatu tantangan baru karena
menyediakan alat bagi pemegang hak paten untuk menjamin bahwa petani
secara penuh mengormati hak-hak PVT.
Dengan diterapkannya terminator teknologi ini, maka petani tidak bias
menanam kembali benih yang dihasilkan dari panennya karena benih
tersebut hanya bias tumbuh untuk sekali tanam. Hal ini mengakibatkan
ketergantungan petani pada benih yang dikembangkan oleh perusahaan
perbenihan. Hal ini juga berarti menggantungkan ketahanan panganhanya
pada segelintir perusahaan perbenihan.
Tantangan dari penguatan HKI di bidang pertanian juga menimbulkan
pertanyaan yang berkaitan dengan hak-hak atas pangan. Dalam perspektif
yang lebih luas, dampak dari HKI dapat di bandingkan dengan dampak yang
lebih luas dari globalisasi dibidang pertanian. Sebagai mana dicatat oleh FAO
bahwa globalisasi mempunyai sejumlah dampak yang positif tetapi pada saat
yang sama berpotensi menyumbangkan lemahnya komunitas-komunitas
tertentu dan negara. Dengan kata lain, potensi varietas tanaman transgenic
untuk mempercepat ketahanan pangan adalah berkaitan dengan mekanisme
pengembangan untuk mempercepat transfer varietas tersebut, dan cara-cara
untuk menjamin bahwa varietas tersebut dapat dijangkau oleh petani yang
miskin.
Selanjutnya, penguatan HKI dibidang pertanian juga menimbulkan
keprihatinan yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan. Pertama,
keprihatinan yang berkaitan dengan over patentability dalam industry
bioteknologi yang kemungkinan berpotensi untuk menghambat inovasi di
sektorpublik dan swasta disbanding dengan mempromosikan inovasi.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka, perlindungan HKI dibidang
pertanian di negara-negara berkembang harus diikuti dengan langkah-
langkah selanjutnya untuk menjamin bahwa penelitian dan pengembangan
juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang miskin.
2. Bagaimana Petani Perlu Menyikapi ini?
Dalam kondisi seperti ini memang petani berada pada posisi yang tidak
diuntungkan. Namun, bukan berarti berpasrah diri terhadap kondisi dan
sistem yang tidak berpihak kepada mereka. Ada beberapa hal-hal bias
dilakukan oleh petani, yaitu: Pertama, belajar agar mengetahui bagaimana
cara ketiga UU diatas bekerja, sehingga aktifitas mereka tidak sampai
melanggar ketiga UU tersebut. Namun, pendekatan ini juga belum
menyelesaikan permasalahan. Karena untuk bidang bioteknologi ini,
pelanggar pasif juga bias dituduhkan kepetani sepanjang jika memang bias
dibuktikan.
Kedua, adalah penting untuk dicatat adalah bahwa UU atau system
apapun adalah produk manusia yang bias dirubah. Untuk itu, petani melalui
asosiasi dan didukung oleh berbagai stake holders yang terkait untuk
bersama-sama memperjuangkan agar ketiga UU tersebut dimodifikasi. UU
PVT perlu dirubah untuk atau dimodifikasi dengan mengembangkan system
perlindungan yang fair dan seimbang antarahak-hak petani dan hak-hak
pemulia. UU paten juga perlu dirubah agar perlindungan paten tidak
berlebihan dan lebih fair. Demikian juga halnya dengan UU SBT, harus
memberikan pengakuan terhadap benih yang dikembangkan oleh petani,
dllnya.
Penting pula untuk dipertimbangkan bahwa beberapa negara juga
telah memberikan perlindungan yang proporsianal dan seimbang antara hak-
hak pemulia dan hak-hak petani. India misalnya, memberikan perlindungan
hak-hak pemulia dan hak-hak petani dalam satu UU. Untuk hak pemulia
mengacu pada UPOV, sedangkan hak petani, India mendesain sendiri sesuai
dengan kebutuhan dan budaya pertaniannya. Di India, ketentuan yang sangat
penting berkaitan dengan petani adalah pengakuan bahwa hak petani
merupakan HKI. Konsep ini bertentangan dengan persepsi umum bahwa
pengetahuan petani adalah tradisional dan merupakan bagian dari warisan
bersama, karena itu tidak dapat dilindungi dalam sistem HKI. Pengakuan ini
diwujudkan dalam penetapan pembagian keuntungan dan kompensasi bagi
petani atas perannya sebagai pengkonservasi dan pelindung hak-hak
tradisionalnya. Bahkan UU India ini secara jelas menetapkan bahwa
keistimewaan (privilage) yang diberikan kepada petani tersebut dianggap
sebagai hak (right).
Adapun bagian-bagian yang penting lainnya adalah :
Section 39 (IV) yang menetapkan bahwa petani harus dianggap berhak untuk
menyimpan, menanam, menanam kembali, menukarkan, membagi atau
menjual produk yang berasal dari lahannya termasuk benih dari varietas yang
dilindungi dalam UU ini dengan cara yang sama sebagaimana dia berhak
sebelum berlakunya UU ini; Namun petani tidak berhak untuk menjual benih
yang bermerek dari suatu varietas yang dilindungi berdasarkan UU ini.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun bunga, biji,
dan eksperesi karakteristik genotype.
2. hukum terhadap pemulia tanaman penghasil produk varietas tanaman sebagai
pemberi lisensi:
A. Pemulia tanaman yang berasal dari lembaga penelitian dan pengembangan
pemerintah belum terlindungi hak atas hasil penelitiannya;
B. Hak pemulia tanaman sebagai penemu varietas tanaman hanya sebatas
pencantuman nama pemilik dalam sertifikat hak PVT;
C. Penghargaan berupa royalti kepada pemulia tanaman yang berasal dari
lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah masih terkendala dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Perlindungan hukum terhadap pemulia tanaman penghasil produk varietas
tanaman sebagai pemberi lisensi:
A. Pemulia tanaman yang berasal dari lembaga penelitian dan pengembangan
pemerintah belum terlindungi hak atas hasil penelitiannya;
B. Hak pemulia tanaman sebagai penemu varietas tanaman hanya sebatas
pencantuman nama pemilik dalam sertifikat hak PVT;
C. Penghargaan berupa royalti kepada pemulia tanaman yang berasal dari
lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah masih terkendala
dengan peraturan perundang-undangan.

SARAN
1. Mekanisme pemberian lisensi pada produk varietas tanaman hasil pemuliaan
tanaman di Indonesia:
A. Pemerintah harus tegas dalam mengatur pemberian lisensi varietas
tanaman hanya dapat dilakukan terhadap varietas tanaman yang telah
memiliki hak PVT;
B. Ketentuan mengenai pihak yang membayar biaya pencatatan lisensi
belum diatur dalam Undang-Undang, untuk itu ketentuan tersebut
hendaknya dicantumkan dalam isi perjanjian lisensi;
C. Perlu adanya revisi terhadap PP Nomor 14 Tahun 2004 mengenai
ketentuan pihak yang dikenakan kewajiban untuk membayar biaya
pencatatan perjanjian lisensi;
2. Hubungan hukum antara pemberi dan penerima lisensi pada produk varietas
tanaman di Indonesia:
A. Perjanjian lisensi yang sampai dengan saat ini belum dicatatkan pada
Kantor PVT, harus segera dicatatkan agar mempunyai akibat hukum
dengan pihak ketiga;
B. Perlu adanya harmonisasi dan sinkroninasi terkait pemberian lisensi
dalam UU PVT dan Peraturan Pemerintah mengenai hak pemulia
tanaman sebagai inventor kekayaan intelektual yang masih
mempunyai hubungan hukum dengan varietas hasil invensinya.
3. Perlindungan hukum terhadap pemulia tanaman penghasil produk varietas
tanaman sebagai pemberi lisensi:
A. Perlu adanya peranan pemerintah dalam kejelasan peroleh royalti bagi
pemulia tanaman yang bekerja pada lembaga penelitian dan
pengembangan pemerintah yang merasa dirugikan dengan peraturan
perundang-undangan yang mewajibkan PNBP harus segera
diserahkan ke Kas Negara sehingga pemulia tanaman (peneliti) tidak
mendapatkan haknya;
B. Perlu segera diputuskan oleh pemerintah terkait pemanfaatan hasil
perolehan royalti yang diterima lembaga penelitian dan pengembangan
pemerintah guna memberikan hak pemulia tanaman berupa royalti dan
juga meningkatkan hasil penelitian varietas tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai