Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER 5

NAMA : Fida Fauziyyah Pasya Atmaja

NIM : 1193050043

KELAS / JURUSAN : A / Ilmu Hukum

MATA KULIAH : Hukum Ketemagakerjaan


DOSEN PENGUJI : Fenny Fatriani SH., MHum.

1. Jelaskan dengan tabel bagaimana perlindungan hak hak buruh pasca UU nomor 11/2020 sebagai
dasar pertimbangan hakim memutus PHI (Persidangan hubungan Industrial) ?
JAWABAN :

Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan memberikan berbagai
dampak positif bagi setiap pekerja Indonesia yang dijadikan sebagai dasar dari pertimbangan
hakim dalam memutuskan setiap perselisihan dalam hubungan industrial yang diuraikan sebagai
berikut :
Ketentuan pada Undang-undang No. 11 Keterangan
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) 1. Perjanjian kerja waktu tertentu hanya
dapat dibuat untuk tujuan pekerjaan
tertentu dan tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan tetap.
2. Pemberian uang kompensasi perjanjian
kerja waktu tertentu sesuai dengan masa
kerja pekerja.
Upah Minimum 1. Upah minimum wajib ditetapkan
ditingkat provinsi, sedangkan upah
minimum kabupaten/kota dapat
ditetapkan dengan syarat tertentu salah
satunya pertumbuhan ekonomi dan inflasi
serta diatas UMP.
2. Kenaikan upah minimum
mempertimbangkan pertumbuhan
ekonomi daerah atau inflasi daerah.
Tenaga Kerja Asing 1. Tenaga kerja asing untuk jabatan tertentu,
waktu tertentu dan harus memiliki
kompetensi tertentu.
2. Kemudahan RPTKA hanya untuk tenaga
kerja asing ahli.
Alih Daya/Outsourcing 1. Dalam hal terjadi pergantian perusahaan
alih daya, pekerja/buruh tetap dijamin
kelangsungan kerjanya dan hak-haknya.
2. Pekerja atau buruh pada perusahaan
outsourcing tetap mendapat perlindungan
atas hak-haknya.
Pesangon 1. Pekerja atau buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja tetap
mendapatkan uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Pekerja atau buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja akan
mendapatkan kompensasi sebesar 25 kali
upah yang terdiri atas 19 kali ditanggung
pemberi kerja dan 6 kali ditanggung
pemerintah melalui Program Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Waktu Kerja Undang-undang No 13 Tahun 2003
menjadi dasar ketentuan waktu kerja tetap
dan terdapat penambahan pengaturan
waktu kerja yang lebih fleksibel bagi
pekerjaan tertentu.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan 1. Tidak mengurangi manfaat JKK, JKM,
JHT, dan JP
2. Pembiayaan KJP bersumber dari
pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan
dan APBN.

Dampak negatif dari Undang-undang Cipta Kerja:


Kontrak Kerja Periode batas waktu kerja telah
dihilangkan.

Upah Minimum 1. Penetapan UMK bukan kewajiban.


2. Kembali pada rezim upah murah.
3. Upah minimum berdasarkan sector telah
dihilangkan.
Pesangon Nilai pesangon bagi buruh dikurangi dari
32 bulan upah menjadi 25 bulan upah (19
bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan
dibayar jaminan pekerjaan yang
dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan)
Cuti Cuti Panjang berpotensi hilang karena
menggunakan kata frasa “dapat”.

Outsourcing Ditiadakan Batasan jenis pekerjaan yang


memperbolehkan penggunaan tenaga
kerja outsourcing.

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja menjadi


mudah karena adanya frasa yang hilang
yakni “batal demi hukum” terhadap
pemutusan hubungan kerja yang belum
ada penetapan dari Lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

2. Bagaimana pengaturan TKA dalam UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja lebih
mengakomodir atau melindungi, jelaskan jawaban saudara !
JAWABAN :

Undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat dinyatakan memberikan
kemudahan bagi para TKA yang bekerja di Indonesia lantaran hal terdapat aturan yang
menguntungkan TKA yang telah diatur dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dilakukan perubahan dan dihapus pada Undang-undang No. 11 tahun 2020
tentang cipta kerja yang salah satunya terkait izin yang harus dimiliki oleh TKA untuk bekerja di
Indonesia. Sebelum adanya UU Cipta Kerja, dalam pasal 42 ayat (1) TKA wajib memiliki izin dari
menteri atau pejabat terkait seperti izin Visa Tinggal Terbatas (Vitas), RPTKA, dan izin
menggunakan TKA lainnya. Pasal 42 ayat (1) ini kemudian diubah menjadi "Setiap pemberi kerja
yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing
yang disahkan oleh Pemerintah Pusat". Artinya TKA hanya perlu memiliki RPTKA saja yang
dibuat oleh pemberi kerja untuk dapat bekerja di Indonesia. Selain itu, ada beberapa posisi yang
izinnya dipermudah. Dalam 42 ayat (3) UU Ketenagakerjaan posisi yang bisa memperoleh izin
yang dipermudah hanyalah pegawai diplomatik dan konsuler. Di UU Cipta Kerja hal ini semakin
diperluas, bahkan beberapa posisi seperti direksi, komisaris dan pemegang saham tidak wajib
untuk memiliki RPTKA. Detail RPTKA yang tercantum dalam pasal 43 UU Ketenagakerjaan juga
dihapus.Selanjutnya, pasal 44 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang jabatan dan standar
kompetensi bagi TKA, dalam UU Cipta Kerja pasal tersebut dihapus. Pasal 48 UU
Ketenagakerjaan yang mewajibkan perusahaan memulangkan TKA yang telah selesai masa
kerjanya ke negara asalnya pun turut dihapus dalam UU Cipta Kerja.Dari berbagai perubahan dan
penghapusan tersebut dapat kita cermati bahwa UU Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi para
korporat dan TKA untuk mempekerjakan dan bekerja di Indonesia. Tentu hal ini akan memiliki
dampak yang signifikan dimana nantinya berbagai posisi strategis perusahaan-perusahaan yang
beroperasi di Indonesia akan mudah dikuasai oleh TKA, dan para pekerja/buruh Indonesia
posisinya semakin terjepit oleh regulasi yang memihak pada korporasi. Secara sosiologis-empiris,
pengaturan seperti ini sangat merugikan pekerja karena ketimpangan antara pekerja dan pengusaha
membuat pekerja tidak memiliki posisi tawar yang cukup dalam melakukan perundingan dua arah
secara berkeadilan. Keenam, UU Cipta Kerja tidak ramah dengan penyandang disabilitas yang
berposisi sebagai pekerja. UU ini memberikan ketidakadilan bagi pekerja yang menjadi
penyandang disabilitas karena kecelakaan kerja yang kemudian dengan mudah diPHK. Pengaturan
ini kontraproduktif dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas.

Dengan demikian, RUU Cipta Kerja juga tidak menyelesaikan masalah-masalah krusial
yang memang ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
seperti ketiadaan pekerja informal seperti pekerja rumahan, pekerja rumah tangga, atau pekerja
yang berada dalam hubungan kerja tidak standar, dan banyak lagi catatan kekurangan lainnya.
Revisi
parsial yang dilakukan oleh RUU Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan justru
menimbulkan masalah-masalah baru yang berdampak buruk terhadap perlindungan pekerja.

Kesimpulannya, RUU Cipta Kerja tidak menunjukkan adanya peran dan kehadiran negara
sehingga telah melenceng dari konsepsi hubungan industrial Pancasila. Jadi menurut saya masih
banyak yang harus di ubah dalam UU CipTaKer karena pada kenyataanya UU tersebut lebih
banyak menguntungkan pihak Pengusaha dan merugikan pihak Ketenagakerjaan.

Dalam PP No 34 Tahun 2021, TKA hanya dapat dipekerjakan oleh pemberi kerja dalam
hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, serta memiliki kompetensi sesuai
dengan jabatan yang akan diduduki. Berhubung Tenaga kerja mempunyai kompetensi yang
menggiurkan banyak petinggi perusahaan melirik TKA dan memandang sebelah mata pekerja
dari Indonesia. Jumlah pekerja dari luar negeri berjumlah 92.000 ini berbanding terbalik dengan
pengangguran di Indonesia yang berjumlah 9 juta. Bahkan pengangguran yang bergelar sarjana
saja hamper menyentuh angka 1 juta. Ini menandakan bahwa pemerintah nkita belum mampu
menyaring tenaga kerja asing dan membiarkan pengangguran ini berkeliaran. Tidak hanya itu
juga TKA juga bisa menepati posisi atas di perusahaan jika sebelumnya ada beberapa jabatan
yang tidak bisa ditempati oleh TKA kini telah berbeda. Hal itu juga dicabut oleh UU cipta kerja.
Hingga saat ini walau uu telah disahkan. Buruh masih bersikeras untuk menolak UU cipta kerja
ini. Ini bisa menjadi pertanda bahwa TKA terlalu dimanjakan oleh cipta kerja dan para buruh
local semakin tersingkirkan.

Keluarnya Pasal 42 UU Cipta Kerja secara otomatis mengamandemen Pasal 42 UU


Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapatkan izin tertulis dari
menteri atau pejabat lain yang ditunjuk Dalam Perpres Nomor 20 tahun 2018, TKA yang masuk
ke Indonesia harus mengantongi sejumlah izin antara lain Visa Tinggal Terbatas (VITAS),
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA). Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja
karena tak lagi membutuhkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Izin masuk TKA
dipangkas dan kini hanya membutuhkan RPTKA saja. Kemudian di Pasal 46 UU Ketenagakerjaan,
TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan jabatan tertentu yang rinciannya
diatur Keputusan Menteri. Di UU Cipta Kerja, pembatasan jabatan bagi TKA di perusahaan
Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU Ketenagakerjaan dihapus. Kemudahan lainnya
bagi masuknya TKA yakni dihapusnya pasal 43 UU Ketenagakerjaan. Sebelumnya di pasal
tersebut, RPTKA sekurangkurangnya memuat keterangan alasan penggunaan TKA, jabatan TKA
di perusahaan, jangka waktu penggunaan TKA, dan penunjukan WNI sebagai pendamping. alu,
UU Cipta Kerja juga menghapus Pasal 44 UU Ketenagakerjaan yang mewajibkan perusahaan
pemberi kerja TKA untuk menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang
berlaku yang diatur dalam Keputusan Menteri

Keluarnya Pasal 42 UU Cipta Kerja secara otomatis mengamandemen Pasal 42 UU


Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapatkan izin tertulis dari
menteri atau pejabat lain yang ditunjuk Dalam Perpres Nomor 20 tahun 2018, TKA yang masuk
ke Indonesia harus mengantongi sejumlah izin antara lain Visa Tinggal Terbatas (VITAS),
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA). Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja
karena tak lagi membutuhkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Izin masuk TKA
dipangkas dan kini hanya membutuhkan RPTKA saja. Kemudian di Pasal 46 UU Ketenagakerjaan,
TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan jabatan tertentu yang rinciannya
diatur Keputusan Menteri. Di UU Cipta Kerja, pembatasan jabatan bagi TKA di perusahaan
Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU Ketenagakerjaan dihapus. Kemudahan lainnya
bagi masuknya TKA yakni dihapusnya pasal 43 UU Ketenagakerjaan. Sebelumnya di pasal
tersebut, RPTKA sekurangkurangnya memuat keterangan alasan penggunaan TKA, jabatan TKA
di perusahaan, jangka waktu penggunaan TKA, dan penunjukan WNI sebagai pendamping. Lalu,
UU Cipta Kerja juga menghapus Pasal 44 UU Ketenagakerjaan yang mewajibkan perusahaan
pemberi kerja TKA untuk menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang
berlaku yang diatur dalam Keputusan Menteri. Selain memiliki problematika hukum dalam RUU
Cipta Kerja, juga masih berlanjut setelah disahkannya RUU itu menjadi UU No. 11 Tahun 2020
dengan adanya Pasal-Pasal yang dihapuskan berkaitan dengan ketenagakerjaan.

Anda mungkin juga menyukai