Anda di halaman 1dari 5

PAPER

Undang-undang atau peraturan mengatur pemasaran di Rumah Sakit dan


kegiatan pemasaran yang boleh dan tidak boleh dirumah sakit

DOSEN PEMBIMBING
Resky Dewi Pratiwi S.KM.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

Ice Trisnawati
201901083

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA
TAHUN AJARAN 2021
1. Bentuk Pemasaran Yang Boleh dan Tidak Boleh dilakukan oleh Rumah Sakit
a. Bentuk pemasaran yang boleh dilakukan di rumah sakit
1) Letak rumah sakit
2) Jenis dan kapasitas
3) Kumudahan-kemudahan yang dapat diperoleh terkait dengan
pelayanan rumah sakit
4) Fasilitas pelayanan yang dimiliki dengan sarana
pendukung/penunjangnya
5) Kualitas dan mutu pelayanan yang telah dicapai
b. Bentuk pemasaran yang tidak boleh dilakukan di rumah sakit
1) Testimoni pasien
2) Larangan periklanan yang sudah berlaku secara umum
3) Praktek percaloan
4) Mengiklankan rumah sakit di radio/TV/Bioskop
5) Memasang iklan pada brosur supermarket, buku cerita, dan
sebagainya
6) Melakukan promosi door to door, dijalan raya, tempat-tempat
umum seperti membagikan brosur, booklet, leaflet, kemasan
produk, bahan audiovisual, sampel produk, dan presentasi
penjualan
7) Melakukan talkshow yang didampingi oleh perusahaan obat
8) Promosi alat kesehatan yang ada dirumah sakit

2. Aturan Undang-Undang Yang Mengatur Bagaimana Kegiatan Pemasaran di


Rumah Sakit
 Dasar Peraturan Pemasaran Rumah Sakit tentang
perlindungan Konsumen no 8/1999.
 Isi Dari Peraturan Pemasaran Rumah Sakit yaitu:
A. UU tentang perlindungan Konsumen no 8/1999 Pasal 3
B. UU tentang Perumahsakitan no 44/2009
C. PMK 1787/Menkes/PER/XII/2010 tentang iklan dan publikasi
pelayanan kesehatan.
a. Pasal 3 Bagian Kesatuan Umum
b. Pasal 4 bagian kedua persyaratan
c. Pasal 5
Iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak
diperbolehkan apabila bersifat:

D. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (Makersi, Tahun 2000)


Pasal 4. Kode Etik Rumah Sakit di Indonesia (KODERS)
E. Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit
(Keputusan PP.PERSI Nomor 47 Tahun 2006)

F. Kode etik masing-masing profesi kesehatan


Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi kode etik profesi yaitu:
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa
dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui
suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat
atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi
dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar
juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga
memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana dilapangan
kerja (kalangan sosial).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti
tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada
suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri
pelaksanaan profesi dilain instansi atau perusahaan.

G. Kode etik pariwara Indonesia (EPI).


Pasal lain yang dijadikan sebagai rambu-rambu dan mengatur tata
cara pelaksanaan kegiatan periklanan adalah sebagai berikut:
1. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti
“paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan
atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan
keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
2. Penggunaan kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan
berikut:

a. Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan


sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan
sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis
dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
b. Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan
oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi
dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Penggunaan Kata ”Satu-satunya” Iklan tidak boleh

menggunakan kata-kata “satu-satunya” atau yang


bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan
dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-
satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan.
4. Pemakaian Kata “Gratis” Kata “gratis” atau kata lain

yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam


iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya
lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada
konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
5. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan,

penggambaran atau pencitraan yang menjanjikan


penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu
menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit.
6. Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan

kesan menggunakan kata, ungkapan, penggambaran


atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan,
melainkan hanya untuk membantu menghilangkan
gejala dari sesuatu penyakit.
7. Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu obat

merupakan syarat mutlak untuk mempertahankan


kesehatan tubuh.
8. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang
berlebihan seperti “aman”, “tidak berbahaya”, “bebas
efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain yang
bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang
memadai.
9. Iklan tidak boleh menawarkan diagnosa pengobatan

atau perawatan melalui suratmenyurat.


10. Iklan tidak boleh menyebutkan adanya kemampuan

untuk menyembuhkan penyakit dalam kapasitas yang


melampaui batas atau tidak terbatas.

Anda mungkin juga menyukai