Anda di halaman 1dari 3

BAB II LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Pola permukiman Pola permukiman Desa Tigawasa memiliki pola permukiman memusat. Permukiman
masyarakat mengelompok di tengah–tengah desa yang dikelilingi oleh kawasan perkebunan dan tegalan
dan perkembangannya menyebar pada lokasi pertanian yang berada pada luar wilayah Banjar Dauh
Pura. Banjar Dauh Pura berada di pusat atau di tengah–tengah desa dan terdapat rumah dadia sebanyak
37 buah dan tempat suci, yaitu Pura Desa dan Pura Dalem yang menjadi satu dengan Pura Desa,
sedangkan Banjar lainnya berada mengelilingi Banjar dauh pura dengan wilayahnya berada di luar
wilayah utama Desa Tigawasa, biasanya masyarakat mengatakan wilayah tersebut dengan istilah
“kubu”. Kubu merupakan rumah tinggal di luar pusat permukiman di ladang, di perkebunan atau tempat
tempat kehidupan lainya. Lokasi kubu tersebar tanpa dipolakan sebagai suatu lingkungan permukiman,
menempati unit-unit perkebunan atau ladang-ladang yang berjauhan tanpa penyediaan sarana utilitas.
Pola ruang kubu sebagai rumah tempat tinggal serupa pola dengan rumah/umah (Gelebet, et al. 1985 :
39). (Gambar 1)

2.tipologi

Tipologi Desa Adat Tigawasa Ciri utama fisik Desa Bali Pegunungan adalah ruang terbuka cukup luas
yang memanjang (linier) dari arah utara menuju selatan (kaja-kelod), yang membagi desa menjadi dua
bagian. Pada posisi yang diametral, yakni pada ujung utara (kaja) terletak Pura Puseh (tempat pemujaan
untuk Dewa Wisnu, yaitu Dewa Penciptaan), di tengah sebagai tempat Pura Bale Agung (tempat
pemujaan untuk Dewa Brahma), dan pada arah selatan (kelod) terletak Pura Dalem (tempat pemujaan
untuk Dewa Siwa). Fasilitas umum atau infrastuktur berada di tengah desa dan hunian penduduk berada
pada sisi kiri dan kanan jalan utama desa. Untuk lebih jelasnya mengenai tipologi desa Bali Pegunungan

3. pasilitas pendukung

Pola pemanfatan ruang pekarangan Sumbu Utara - Selatan Bila kita melihat pola pemanfaatan ruang
berdasarkan sumbu utara selatan, maka pemanfaatan ruang satu unit pekarangan dari arah selatan
adalah:  Paling selatan adalah ruang dengan peruntukan bangunan sanggah. Kedudukan lantai sanggah
yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sakaroras, maupun dengan natah dan bangunan
jineng/lumbung/penyimpanan padi. Namun demikian bila dilihat dari ketinggian halaman (natah).
Apabila dalam satu unit pekarangan terdapat beberapa kepala keluarga maka hanya terdapat satu zona
lahan tempat suci, dengan menempatkan sanggah di tempat itu pula, sedangkan bangunan baru
dibangun di area natah/halaman. Lebih ke utara bangunan setelah sanggah adalah sakaroras. Sumbu
Timur - Barat  Bila kita melihat pola pemanfaatan ruang berdasarkan sumbu timur barat, maka terlihat
bahwa yang dipergunakan sebagai sumbu utama (patokan) adalah jalan, dengan posisi ini umumnya
merupakan daerah rendah dari pekarangan. Dilihat dari jalan, maka posisi yang paling dekat adalah zona
madya (natah) yang menempati daerah terendah dari pekarangan. arsitektur e-Journal, Volume 5
Nomor 2, November 2012 69  Zona berikutnya adalah sakaroras dan dapur yang jika dilihat dari jalan
posisinya berada lebih jauh bila dibandingkan dengan natah. Namun posisinya lebih tinggi dari natah,
karena tingkat kesucian bangunan ini lebih tinggi dari natah.  Zona terakhir bila ditinjau dari posisi
timur barat adalah zona hulu yang merupakan bagian sisi paling tinggi dari pekarangan yang miring ke
arah timur (pekarangan di sebelah timur jalan) dan kearah barat (pekarangan di sebelah barat jalan).

Anda mungkin juga menyukai