Anda di halaman 1dari 8

MATA KULIAH ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

MENELAAH KAMPUNG NAGA

DISUSUN OLEH :

CARREL EKHSA H. ( 5112422151 )

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


KAMPUNG NAGA

1. LATAR BELAKANG & SEJARAH

Kampung Naga adalah satu dari sekian banyaknya kampung adat yang berada di Jawa Barat. Apabila
ditinjau dari sisi administratif, Kampung Naga termasuk kedalam wilayah Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Tidak seperti kampung adat pada umumnya yang berada pada
wilayah terpencil, Kampung Naga terletak di jalur selatan yang menghubungkan Garut dan
Tasikmalaya. Lokasinya berada di suatu lembah yang berjarak kurang lebih 200 meter dari jalan raya.
Secara topografis Kampung Naga merupakan daerah perbukitan dengan latar belakang pegunungan.
Semua penduduk di daerah ini adalah orang Sunda, sehingga bahasa yang digunakan dalam
kesehariannya adalah bahasa Sunda, dan menganut agama Islam. Mayoritas penduduknya bekerja
sebagai petani, selebihnya berprofesi sebagai pedagang kecil, peternak, pegawai negeri dan swasta,
serta buruh lepas lainnya. Selain usaha kecil di bidang kerajinan tangan, tidak ada sektor industri
sektor besar yang melibatkan banyak tenaga kerja di daerah ini. Dapat dikatakan, bahwa Kampung
Naga dan daerah di sekitarnya ini mencerminkan kehidupan agraris di tanah Priangan pada umumnya.

Tidak ada yang mengetahui secara pasti sejak kapan Kampung Naga ada. Seluruh catatan sejarah
kampung sudah lenyap terbakar dalam kejadian pembakaran oleh DI/TII tahun 1956.
Berdasarkan berbagai sejarah Kampung Naga yang beredar, dapat disimpulkan bahwa Kampung
Naga sudah ada semenjak Kerajaan Galunggung berdiri (abad ke-7 hingga abad ke-12), namun
tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya Kampung Naga didirikan. Kampung Naga
ditemukan oleh Eyang Singaparna, selaku orang yang berasal dari Kerajaan Galunggung untuk
mencari daerah baru. Ia datang dan membangun rumah pertama di Kampung Naga yang saat
ini disebut sebagai Bumi Ageungatau rumah besar atau agung oleh masyarakat Kampung
Naga. Masyarakat Kampung Naga hidup dalam damai, namun pada tahun 1956 DI/TII
datang dan merusak semuanya, maka dari itu masyarakat parimun obor.

2. PETA PERKAMPUNGAN & DENAH

Kampung Naga tepatnya berlokasi di Desa Neglsari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.
Kampung Naga berada di Dusun Naga memiliki luas wilayah 10 hektar yang terdiri dari lahan
permukiman, kebun, sawah, hutan kramat, dan hutan lindung. Namun, yang termasuk tanah adat
hanya seluas 1,5 hektar dan dibatasi oleh kandang jagadisekeliling tanah adat Kampung
Naga. Kampung Naga bagian barat dan utara memiliki batasan berupa sungai, dan area
persawahan warga, serta terdapat hutan leluhur dan hutan larangan di sebelah barat dan timur.

Dirangkum dari Mengenal Rumah Panggung Kampung Naga dan Arsitektur Minka Gassho Zukuri,
rumah adat Kampung Naga terdiri dari terdiri tiga bagian, agian muka, tengah, dan belakang.
Bagian depan berupa teras disebut golodog, fungsinya untuk menerima tamu. Bagian tengah adalah
ruangan besar tempat keluarga serta tamu berkumpul. Di sebelahnya terdapat kamar tidur. Dapur dan
goah (tempat penyimpanan beras) terletak di bagian depan berdampingan dengan ruang tamu. Ukuran
bangunan rumah adat Kampung Naga relatif kecil yakni hanya 5 meter x 8 meter.

3. TIPOLOGI RUMAH ADAT KAMPUNG NAGA


Tipologi bangunan rumah adat Kampung Naga termasuk tipe bangunan kehangatan sesuai dengan J.S
Badudu, (1982:44-46). Dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Rumah di Kampung Naga memiliki tipologi bangunan yang lebih kompak, dengan serambi kecil
yang terbuka, ruang inti tidak terbagi. Dapur termasuk sebagai ruang untuk berkumpul keluarga.

2. Rumah berbentuk rumah panggung yang dibangun di alas umpak atau talapakan, dengan tinggi 40
cm - 60 cm.

3. Bahan bangunan secara tradisional terbuat dari kayu alau bambu (bilik) sebagai bahan kerangka
dan dinding. Untuk atap umumnya digunakan ijuk.

4. Di dalam rumah terdapat lumbung padi (goah) dan kandang ternak khususnya ternak ayam,
sedangkan ternak-ternak lainnya memiliki tempat yang terpisah. Tetapi rumah di Kampung Naga
tidak memiliki kolam ikan (balong) yang terletak di bawah rumah dan tidak memiliki mushola kecil di
dalam rumah. Karena lahan yang tersedia untuk bangunan terbatas sehingga penduduk Kampung
Naga tidak dapat membuat kolam ikan (balong) di sekitar rumah mereka. Melainkan di luar
pemukiman Kampung Naga.

Dari paparan di atas dapat dikatakan Kampung Naga memiliki tipologi bangunan yang sama antara
rumah satu dengan rumah lainnya. Walaupun memiliki ukuran bangunan yang berbeda tetapi tetap
memiliki tampak bangunan yang sama. Bahan bangunan yang digunakan pada rumah adat di
Kampung Naga menggunakan bahan bangunan yang didapatkan langsung dari alam seperti kayu dan
bambu.

Seperti dikatakan oleh Muanas (1984: 29-33) tipologi atap rumah di Kampung Naga memiliki bentuk
sikap burung julang yang merentangkan sayapnya (julang ngapak). Atap tersebut sering digunakan di
daerah Sunda Priangan, sebagai bentuk atap yang dominan di Kampung Naga. Dengan bagian-bagian
rumah dilihat dari fungsinya sudah sesuai pula, tetapi ada beberapa yang berbeda bahan bangunan
yang digunakan untuk menyusun rumah. Sedangkan bentuk alap bangunan lainnya ada yang memiliki
bentuk atap suhunan lurus (suhunan jolopong), karena bentuk atap ini merupakan bentuk dasar dari
atap lainnya yang belum terpengaruh kebudayaan Jawa (Mataram). Berdasarkan apa yang telah
diamati pada bentuk atap pada rumah adat di Kampung Naga menggunakan atap sikap burung julang
yang merentangkan sayapnya dengan setengah leang-leang, karena letak rumah yang saling
berhlmpltan, dengan memiliki kemiringan atap yang landal. Tipologi pintu masuk bangunan rumah
Kampung Naga memiliki dua pintu masuk yang terbuat dari bambu (bilik) dan kayu. Pintu berbentuk
persegi panjang dengan ukuran 1,75 m x 0,75 m. Peletakkan pintu masuk bangunan rumah di
Kampung Naga memiliki ciri pintu terletak dibagian rumah yang menghadap panjangnya. Muanas
(1984:34-35) menyebutkan bahwa pad a peletakkan pintu bangunan rumah adat Sunda terdapat dua
tipe yaitu, salah satunya buka pa/ayu, dengan ciri yang menunjukkan letak pintu muka dari rumah
menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atap yang paling lebar.

Tipologi pintu pada rumah adat Kampung Naga (Sumber : Laporan Kuliah Karja Lapangan
Taslkmalaya-Bandung..Jakarta, 1996, UNIKA Soegijapranata Semarang)

4. MORFOLOGI RUMAH ADAT KAMPUNG NAGA

Permukiman Kampung Naga terletak di lereng bukit di suatu areal tanah yang berkontur. Letak rumah
di permukiman Kampung Naga memiliki ketlnggian yang berbeda-beda. Deretan rumah yang satu
terletak lebih tinggi dengan deretan rumah lain dan dibatasi oleh semacam penahan tanah atau turap
(sengked-sengked) dan susunan batu, agar tanah yang lebih tinggl tidak mudah longsor.

Letak rumah yang berhimpitan, memiliki dua deret yang berhadapan secara terpisah. Pada
permukiman adat Sunda terdapat sekumpulan rumah-rumah dan ruang terbuka yang terdapat
bangunan lainnya, seperti bangunan masjid, balai pertemuan (bale), lumbung padi (Ieuit), kandang
temak, kamar mandi umum (MCK), kebun, sawah serta sarana fisik lain disekelilingnya yang
berkaitan erat dengan permukiman.
Tetapi di permukiman Kampung Naga di setiap rumah tidak terdapat pekarangan yang dapat
dlfungsikan karena letak yang berhimpitan memiliki jarak ± 2 meter hingga 4 meter. Ada sedikit
pekarangan yang digunakan untuk slrkulasi pejalan kaki. Sedangkan pekarangan warga Kampung
Naga Inl terletak di luar pagar bambu yang difungsikan sebagai tempat pencaharian para warga.
Pekarangan tersebut dlmilikl oleh perseorangan berupa kolam ikan (ba/ong). yang dlatasnya dlberl
kamar mandi umum (MCK) dan tempat untuk meneuei (pancuran). Oi beberapa bagian atas kolam
ikan (ba/ong) selain sebagai tempat betemak Ikan ada yang ditanami tanaman sayuran yang dapat di
konsumsi oleh masyarakat.

Beberapa warga ada yang memiliki pekarangan lain berupa sawah yang ditanami padi atau tanaman
lainnya yang dapat dimanfaalkan hasilnya baik yang dikonsumsi oleh warga maupun di panen
kemudian dijual. Rumah adat Sunda di permukiman Kampung Naga ini berorientasi ke Utara dan
Selatan yang berderet ke arah Timur-Barat. Morfologi pemukiman Kampung Naga memiliki pusat
permukiman yaitu bangunan masjid dan balai pertemuan (bale patemon).

Rumah adat Kampung Naga tidak memiliki daun pintu di dua arah berlawanan, karena menurut
kepercayaan, rizki dapat masuk dari pintu depan tetapi akan keluar lagi melalui pintu belakang. Bahan
untuk membuat rumah adat Kampung Naga terdiri dari kayu dan bambu. Untuk atap, bahan yang
digunakan adalah daun eurih dan daun tepus yang ditutupi oleh ijuk. Bahan ini memungkinkan
pergantian udara ke dalam rumah melalui atap. Selain kedap air, atap juga menjaga kehangatan rumah
saat malam hari. Lantai rumah terbuat palupuh atau bambu yang disamak, dibuka dan diratakan,
kemudian disusun memanjang di atas rangka panggung. Sedangkan dinding rumah terbuat dari
anyaman bambu dengan pola anyam kepang. Dinding rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau
dimeni.

Fondasi rumah berbentuk umpak yang menggunakan batu papas yang dipasang berdiri secara vertikal.
Tiang kayu rumah berupa kayu balok atau kolom yang terbuat dari kayu albasia. Struktur tiang dan
fondasi umpak membuat rumah adat Kampung Naga adaptif terhadap gempa dan kontur tanah.
Fondasi rumah yang berbentuk umpak berguna untuk mencegah tiang kayu dari pelapukan jika
terkena kelembaban tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Wiradimadja, Agung. (2009). Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Naga Sebagai Konservasi Alam
dalam Menjaga Budaya Sunda. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, 3(1), 5. Diakses pada 28
Februari 2023, dari State University of Malang.

Ilham, Anggie Nur & SB, Afriyanto Sofyan. (2012). Tipologi Bangunan Rumah Tinggal Adat Sunda
di Kampung Naga Jawa Barat. JURNAL TESA ARSITEKTUR, 10(1), 2-8. Diakses pada 28 Februari
2023, dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Fairuzahira dkk. (2020). Elemen Pembentuk Permukiman Tradisional Kampung Naga. Jurnal Tata
Kota dan Daerah, 12(1), 30. Diakses pada 28 Februari 2023, dari Universitas Brawijaya.
Taufiqurohman, Agung Firasat. (2017). Permainan Tradisional sebagai Media Pewarisan Nilai
Sosial pada Masyarakat Kampung Naga. (S1 Thesis, Universitas Pendidikan Indonesia, 2017).
Diakses pada 28 Februari 2023. Diakses dari

http://repository.upi.edu/32453/

Salasah, Rebiyyah. (2018). Dibalik Cerita Bangunan Adat Kampung Naga, Rumah Tradisional Sunda
Tahan Gempa. Diakses pada 28 Februari 2023. Diakses dari

https://idea.grid.id/amp/09913719/dibalik-cerita-bangunan-adat-kampung-naga-rumah-tradisional-
sunda-tahan-gempa?page=all

Anda mungkin juga menyukai