id
BAB I
PENDAHULUAN
bertambah, diprediksi bahwa setelah tahun 2012 akan meningkat menjadi 3% dari
jumlah penduduk Indonesia yang berkisar sebanyak 250 juta jiwa (Ginanjar,
2017). Hal tersebut merupakan jumlah yang tidak sedikit dan dapat bertambah di
setiap harinya.
tidak hanya perkara perubahan perilaku, tetapi juga berkaitan dengan rasa yang
dimilikinya. Seorang transgender merasa bahwa jenis kelamin yang telah ada
sejak lahir tersebut merupakan suatu kesalahan dan tidak dapat mendeskripsikan
terhadap jiwa dan rasa yang berbeda dengan kondisi biologisnya, individu
1
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
Hanya saja perubahan yang dilakukan oleh transgender tidak sampai mengubah
alat kelaminnya, hal ini yang membedakannya dengan transeksual yang merasa
tidak nyaman dengan jenis kelamin yang dimilikinya (Jasruddin & Daud, 2016).
transgender tetap dikatakan bertentangan dengan fitrah atau keadaan asli yang
dengan keberadaannya yang dianggap berada di luar norma kultural, stereotip, dan
Indonesia. Hal ini memunculkan berbagai konflik yang tertuju pada transgender.
Konflik yang dialami oleh transgender mulai dari konflik internal dirinya sendiri
sampai konflik sosial yang datangnya dari masyarakat. Konflik internal yang
menimbulkan distress atau kesulitan karena merasa tidak cocok antara identitas
lapangan ditemui pola respon yang diberikan oleh seorang transgender (male-to-
bahwa dirinya bukan laki-laki pada umumnya yang dilakukaan saat wawancara
“Ya iya jelas itu ada merasa bersalah, takut, kan jaman dulu kita tuh
ditekan, kamu nanti masuk neraka, kamu nanti menyalahi kodrat, dan lain
sebagainya. Jelas saja itu pertimbangan yang sangat luar biasa. Jangan
salah, waria itu juga mikir lho kalau mau tidur itu. Saya pikir itu yang
kadang orang lain nggak ada yang tahu, bahwa kita itu kemudian orang-
orang yang kosong itu, bukan... kita tuh mikir, mikir mami juga mikir dan
gelisah, kok urip ku koyok ngene... begitu lho, berkeluh kesah padahal kok
kayaknya juga pengennya gak begitu gitu, gimana.. wong itu kita tidak
sadari. Kalau kita paksakan malah jadinya wagu.”(VW – 7/11/2017).
Setiap manusia tentunya memiliki keyakinan dan ikatan yang berhubungan
dengan Tuhan, sama halnya yang terjadi dengan transgender. Perbedaannya ialah
kondisi yang terjadi pada transgender bukanlah suatu hal yang biasa terjadi. Jika
dilihat dari sudut pandang relasi manusia dengan Tuhan, bagi masyarakat
2001). Hal ini juga menimbulkan pertanyaan dari masyarakat. Pertanyaan tersebut
bahkan datang juga dari seorang transgender terhadap dirinya sendiri yang
Tuhan. Khususnya di agama Islam sendiri memiliki perbedaan yang kontras dan
dapat dilihat secara langsung mengenai cara beribadah antara laki-laki dan
berikut:
dengan berbagai aspek kehidupan, meliputi nilai, norma, dan agama (Arfanda &
(Kearney & Trull, 2012). Hal ini memunculkan pandangan negatif yang
hakikat dan kodrat yang telah diberikan Tuhan kepada dirinya dan tidak
mensyukuri apa yang diberikan Tuhan. Akan tetapi, kenyataannya ialah sisi
library.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
transgender tersebut muncul tanpa dapat diprediksi dan diinginkan dari dalam diri,
dengan kata lain secara psikologis hal tersebut tidak dapat dilawan atau ditahan
(Safri, 2016).
berupa kekerasan fisik maupun verbal. Tidak hanya berasal dari masyarakat,
keluarga yang memiliki anak seorang transgender pun juga melakukan penolakan
karena tidak dapat melakukan penerimaan terhadap kondisi yang terjadi (Arfanda
& Sakaria, 2015). Hal ini dirasakan oleh VW (59 tahun) melalui hasil wawancara:
“...dipukul setiap hari sudah jadi makanan saya. Awalnya keluarga saya
tidak menerima saya apa adanya. Belum lagi kakak saya adalah seorang
preman, yang biasanya suka berselisih dengan waria dan pelacur. Dulu
saya menganggap itu sebagai hal yang kejam.” (VW – 7/11/2017).
Seorang transgender juga mendapatkan perlakuan dalam bentuk diskriminasi
ini berdampak pada sulitnya dalam mencari dan mendapatkan pasangan yang
beberapa hubungan intim hanya terjadi untuk pemenuhan kebutuhan biologis saja
yang dirasakan selama hidup. Perasaan seorang transgender dan kenyataan dalam
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
“...menjadi seorang waria itu harus sadar kalau dia tidak bisa menikah
dan punya keturunan. Kalau diri kita hanya untuk dinikmati saja oleh
orang lain, bukan untuk dimiliki.”(VW – 7/11/2017).
Bentuk diskriminasi lainnya yang dialami oleh transgender ada pada masalah
Cesaretti, 2001; Bar, Jarus, Wada, Rechtman & Noy, 2016). Hal ini dikarenakan
membuat para transgender memilih pekerjaan salah satunya sebagai pekerja seks
komersial (PSK) (Arfanda & Sakaria, 2015). Alasan menjadi PSK sebagian besar
bagi tanggungannya, alasan lain ialah sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan
VW sulit mendapatkan pekerjaan selain menjadi PSK. Faktor lainnya ialah situasi
dan kondisi yang memaksa dan membutuhkan uang untuk bertahan hidup.
Peristiwa ini dialami oleh VW saat ia remaja dan memutuskan untuk pergi dari
rumah. Atas dasar sempitnya pekerjaan yang dapat diperoleh seorang transgender,
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
transgender. Kini, citra diri transgender lekat sebagai pekerja seks komersial
(PSK), meskipun tidak semua menjadi PSK, namun label tersebut menjadi bagian
maupun konflik sosial yang begitu tajam, merupakan situasi yang tidak mudah
untuk dijalani. Hal tersebut dialami oleh VW di dalam perjalanan hidupnya. Mulai
dari munculnya gejolak dalam batin terkait dengan pertentangan antara rasa dan
penderitaan yang dialami tersebut menjadi suatu tantangan untuk dapat memaknai
tidak membuat VW berhenti untuk bermanfaat bagi orang lain. Salah satu
transgender bukan berarti tidak berdaya dan bisa melakukan hal lain. LSM
menyerang LGBT. Tujuan dari LSM yang didirikannya ini ialah untuk
hidup transgender meningkat. Selain itu, pembentukan LSM ini dapat dikaitkan
maupun konflik eksternal berupa penolakan dan penderitaan yang dialami oleh
VW, tidak membuat VW gentar untuk melakukan perubahan pada dirinya dan
Peristiwa yang dialami oleh subjek menunjukkan bahwa subjek berusaha untuk
berkaitan dengan pencapaian makna hidup menurut Frankl (dalam Batthyany &
tersebut memiliki konsep diri atau keadaan ego yang tidak konsisten (Lev, 2013).
Akan tetapi, kondisi ego-dystonic yang dialami oleh transgender ini ada yang
melaksanakan fungsi sosial dan seksual secara efektif yang disebut dengan ego-
dystonic (sync with ego). Ada juga yang disikapi dengan keluhan dan terganggu
tidak terbuka, dan depresi yang disebut sebagai ego-dystonic (can not sync with
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
ego) (Mediana & Hassan, 2015). Berdasarkan hasil dari preliminary research
dimana terlihat bahwa subjek memiliki semangat hidup yang tinggi, tampil
sebagai wanita seperti yang dirasakan tanpa melakukan operasi, berhijab saat ini,
menerima kuasa Tuhan, dan bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana yang
diri merupakan suatu cara berada individu di dalam kehidupan yang ditandai
kebebasan dan tanggung jawab tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan
berdasarkan keputusan yang diambilnya (Längle, 2003). Seperti yang dialami oleh
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
kehidupan yang otentik, dimana individu dapat hidup secara bebas dan bahagia
menjadi diri sendiri tanpa terpengaruh tekanan dari luar (Abidin, 2014). Pada
emosinya dengan menunjukkan jati diri yang sebenarnya (Allen, 2010). Apabila ia
berdasar pada kenyataan bahwa individu mengada pada saat ini dan segala
persoalan yang terjadi secara sadar dirasakan serta dihadapi, diikuti dengan
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
sosial, seperti stigma negatif, kekerasan, dan diskriminasi. Akan tetapi, di tengah
perjalanan hidupnya yang diikuti dengan berbagai persoalan tersebut, masih ada
seorang transgender yang mampu melakukan hal bermanfaat bagi orang lain. Hal
konflik eksternal untuk mencapai eksistensi dirinya. Oleh sebab itu, peneliti
B. Perumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
3) Bagi masyarakat
terhadap pilihannya.