Anda di halaman 1dari 5

Tugas Etika Profesi Guru

Resume buku The Ethic Teacher oleh Elizabeth Campbell (2003)

KELOMPOK 2 :

Part 1 : Moral agency and ethical knowledge

2. The teacher as a moral person


a. Teacher character as moral agency
Guru yang beretika, karena kebutuhan, adalah orang yang beretika. Seseorang yang
berbohong dan menipu untuk keuntungan pribadi atau yang tidak berperasaan terhadap
perasaan orang lain tidak mungkin berubah menjadi orang yang berprinsip integritas
setelah menjadi guru. Dan, guru yang berusaha untuk berempati dengan siswa dan rekan,
yang bertujuan untuk bersikap adil, hati-hati, dapat dipercaya, bertanggung jawab, jujur,
dan berani dalam peran profesional mungkin memahami dan menghargai pentingnya
kebajikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari juga. Prinsip moral dan etika yang
dijunjung tinggi oleh guru sendiri dalam cara mereka berinteraksi dengan siswa dan
orang lain dan dalam pendekatan mereka terhadap tanggung jawab profesional mereka
memberikan dasar dari satu aspek hak pilihan moral mereka.
Sebagai negara bercabang ganda yang memerlukan komitmen ganda di pihak guru,
agensi moral memperhatikan baik apa yang dipegang guru secara etis dan apa yang
mereka coba berikan kepada siswa sebagai kontribusi untuk pendidikan moral mereka.
Bab ini berfokus pada yang pertama, prinsip-prinsip etika yang tercermin melalui sikap
guru secara keseluruhan dan perilaku khusus, baik disengaja atau tidak.
Elemen hak pilihan moral ini terutama penting atas dasar imperatif nonkonsekuensial.
Sederhananya, siswa memiliki hak moral untuk diperlakukan secara adil, ramah, jujur,
dan dengan kompetensi dan komitmen. Seorang guru etika perlu memiliki kesadaran
akan masalah moral, rasa benar dan salah, penilaian yang baik, integritas, dan keberanian.
Sebagai contoh empiris, salah satu guru dalam studi saya tentang hak pilihan moral dalam
mengajar menceritakan sebuah anekdot dari masa remajanya sendiri ketika dia bekerja
sebagai pegawai penjualan di toko pakaian wanita. Dia menjelaskan, 'Seorang pria miskin
datang dan perlu membeli sesuatu yang kecil untuk istrinya, dan pramuniaga lain
mengambil alih dan menjual seluruh barang besar kepadanya. Saya tidak merasa baik
tentang itu. Saya pikir dia terhisap lebih dari yang dia inginkan. ' Sebagai akibat dari
kejadian ini, guru tersebut mengatakan bahwa dia berhenti dari pekerjaan ini. Meskipun
cerita ini tampaknya tidak berhubungan dengan mengajar, sebenarnya ini mendefinisikan
orang ini sebagai guru yang telah dia jadi. Dia menggunakan contoh ini untuk berbicara
tentang intuisi moralnya tentang bagaimana memperlakukan orang lain dengan kejujuran,
perhatian, dan rasa hormat. Dia menunjukkan sejak awal dalam hidupnya disposisi yang
jelas untuk peka terhadap situasi yang bermuatan moral, dan dia menerapkan kepekaan
yang sama ini pada perlakuannya terhadap siswa, seperti yang diamati dalam dinamika
interaksi kelasnya. Dalam perilaku formal dan informalnya, ia menampilkan apa yang
Hansen identifikasi sebagai 'sensibilitas moral. Mencerminkan karakter batinnya,
kepekaan ini bukanlah alat yang ia gunakan untuk mencapai kesuksesan bersama
murid-muridnya. Anak-anak kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh guru yang
kualitasnya mereka kagumi. Kualitas tersebut termasuk toleransi, ketegasan dan keadilan,
bertindak dengan cara yang wajar dan kesediaan untuk menjelaskan berbagai hal dan,
untuk murid yang lebih tua, rasa hormat dan kebebasan dari prasangka, kelembutan dan
kesopanan, serta kepekaan dan tanggap terhadap kebutuhan murid.
Seseorang dapat mencatat bahwa kualitas seperti itu, pada intinya, prinsip moral dan
etika yang mendukung perilaku guru profesional sebagai agen moral. Dari perspektif ini,
etika profesional tidak lebih dan tidak kurang dari kebajikan dalam tindakan.
Dalam diskusinya tentang kecerdasan moral sebagai 'kemampuan untuk memahami
benar dan salah; berarti memiliki keyakinan etis yang kuat dan bertindak berdasarkan
keyakinan tersebut sehingga seseorang berperilaku dengan cara yang benar dan
terhormat', Michele Borba menggambarkan tujuh kebajikan esensial sebagai empati, hati
nurani, pengendalian diri, rasa hormat, kebaikan, toleransi, dan keadilan.
Dia lebih lanjut mengklaim bahwa para filsuf moral telah mengidentifikasi lebih dari
empat ratus kebajikan. Jelas, dari semua ini, konsep berbagi nuansa makna. Misalnya,
belas kasih dan empati mungkin serupa, keadilan dan kejujuran sering kali, tetapi tidak
selalu, disamakan, keberanian dan integritas tidak begitu terpisah sehingga harus
diperinci secara terpisah, dan rasa hormat terhadap orang lain dapat dilihat sebagai
perwujudan semua kebajikan lainnya.

b. In the classroom: moral messages

Pesan moral tentunya sering dijumpai di kelas dan sekolah saat guru berinteraksi dan
menunjukan tindakan tertentu kepada muridnya. Guru dapat menunjukkan pesan moral kepada
peserta didik melalui pilihan kurikulum yang dibuat dalam menyusun pelajran, keputusan
pedagogis yang dibuat, pertukaran nilai-nilai sosial dengan siswa lainnya, manajemen kelas,
pengevaluasian peserta didik dan lainnya. Contohnya seperti Gina dan Alan yang memilih bahan
dan metode pembelajaran untuk memberikan pesan moral yang tersirat pada peserta didik untuk
lebih menghargai kehidupan.

Lalu strategi pedagogis seperti menyatakan pendapat secara bergiliran dan kerja kelompok
skala kecil yang melatih kesabaran dan keberanian pada murid. Serta sebagai guru harus
memerhatikan siswa yang kurang aktif dan mendorong siswa tersebut agar lebih berani, serta
menjelaskan pembagian kelompok dan membuat keputusan secara adil dan mengevaluasi
permasalahan kelompok. Seperti contoh kasus pada Theresa yang memiliki masalah pada salah satu
muridnya karena berpisah dari sahabatnya saat pembagian kelompok. Lalu, Theresa memberi
pengertian dan penjelasan kepada siswa tersebut dan akhirnya siswa tersebut menjadi lebih terbuka
dan berani kepada peserta didik selain sahabatnya.

Sebagai seorang guru dalam memberikan pengarahan moral, tentu harus mau mendengarkan
dan memerhatikan pendapat peserta didik yang berbeda dengan yang lainnya. Dan tetap menghargai
pendapat tersebut. Guru juga harus membantu untuk menguasai suasana kelas agar tetap nyaman
dan kondusif bagi tiap peserta didik, dengan mengawasi dan membantu menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di kelas.

Tentunya, bentuk pelanggaran tidak akan terelakkan dalam kegiatan belajar mengajar. Seperti
contoh, Gina yang menjelaskan berbagai dampak pelanggaran pada siswa dan konsekuensinya. Dan
disinilah tugas seorang guru yaitu harus menyeimbangkan kebaikan dan keadilan bagi tiap peserta
didik dalam situasi apapun. Dan peserta didik dapat mengambil pesan moral dari tindakan tersebut
adalah sikap untuk selalu bersikap adil, berintegritas, berkomitmen, jujur dan hormat terhadap
segala keputusan orang lain dan resiko yang akan diambil.

Bersikap adil, konsisten dan mempraktikkan kesetaraan dan ketidakberpihakan merupakan


keharusan guru dalam membentuk karakter dan memberikan pelajaran moral kepada peserta
didiknya. Namun, banyak terjadi perbedaan tafsiran arti keadilan dan menimbulkan kebingungan.
Seperti menurut Colnerud dalam studinya terkait apakah keadilan membutuhkan penanganan yang
sama atau berbeda pada guru di Swedia. Tetapi, dalam konteks keadilan sudah pasti guru berusaha
untuk menyeimbangkan kebutuhan siswa yang berbeda-beda untuk kesejahteraan bersama. Dalam
contoh ini, terjadi pada kasus Shannon yang di tingkat Sekolah Dasar tiap guru memastikan untuk
membagi tugas secara merata pada tiao siswa. Lalu, pada contoh Marissa yaitu di tingkat Sekolah
Menengah, praktik keadilan oleh guru dilakukan dengan menghormati tiap individu secara
bermartabat dan tidak terpengaruh oleh factor pribadi terhadap perlakuan kepada para siswa.

Namun, perlakuan yang adil menurut guru dapat dilihat sebagai perlakuan yang berbeda bagi
para murid. Contohnya, dalam penelitian oleh Fallona para guru yang memperhatikan murid karena
membutuhkan perhatian lebih dan untuk bersikap adil akan dianggap memberi perlakuan yang
berbeda bagi para murid. Sesuai dengan perkataan Nucci yaitu dalam mempraktikkan keadilan
kepada orang lain, tentu memungkinkan seseorang untuk tidak mempraktikkan kesetaraan pada
orang lain.

Saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, sebagai guru tentu penting untuk menjaga
komunikasi tetap berjalan dua arah yang salah satu caranya dengan menjaga kontak mata denan
murid. Seperti Theresa yang meminta maaf karena belum melakukan kontak mata pada muridnya,
dan Shannon yang menyejajarkan dirinya dengan mata murid-muridnya. Lalu, penting juga untuk
menjaga martabat siswa dan tidak mempermalukan murid di depan murid lainnya. Seperti Sean,
yang tidak memerdulikan siapa yang bersiul ketika di dalam kelas dan langsung menegur perbuatan
tanpa tahu siapa orangnya. Guru juga harus menjadi orang yang dipercaya oleh murid dengan
menjadi konsisten dan peka terhadap situasi-situasi emosional yang terjadi pada peserta didik dan
kuncinya adalah memperlakukan peserta didik sebagaimana kita ingin diperlakukan. Dan juga
menghargai dan menghormati pendapat, ide, perasaan, nilai-nilai peserta didik yang disalurkan
dalam berbagai kegiatan di kelas dan akan berdampak positif bagi nilai profesionalisme guru dan
kepercayaan serta rasa hormat dari para murid.

RESUME :

Pesan moral umunya dapat kita temukan di kelas dan sekolah pada saat guru berinteraksi dan
menunjukan tindakan tertentu kepada muridnya. Dalam hal pelanggaran yang dilakukan oleh
murid, kita dapat melakukan tindakan awal yaitu menjelaskan berbagai dampak pelanggaran pada
siswa dan konsekuensinya. Lalu, seorang guru juga harus menyeimbangkan kebaikan dan keadilan
bagi tiap peserta didik dalam situasi apapun. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghormati tiap
individu secara bermartabat tanpa terpengaruh oleh factor pribadi, serta pemberian dan penilaian
tugas yang adil dan merata.

Guru juga harus menjadi orang yang dipercaya oleh murid dengan menjadi konsisten dan peka
terhadap situasi-situasi emosional yang terjadi pada peserta didik dan kuncinya adalah
memperlakukan peserta didik sebagaimana kita ingin diperlakukan. Apabila seorang guru berhasil
melakukan hal-hal di atas, menurut saya peserta didik dapat mengambil pesan moral dari tindakan
kita yaitu menjadi pribadi yang bersikap adil, berintegritas, berkomitmen, jujur dan hormat terhadap
segala keputusan orang lain dan resiko yang akan diambil.

c. Self awareness as ethical knowledge (Kesadaran diri sebagai pengetahuan etis)

Saat pengetahuan etis akan dikonseptualisasikan sebagai dasar untuk rasa profesionalisme yang
diperbarui dalam mengajar, maka seorang guru perlu menyadari sifat moral dari apa yang mereka
lakukan.

Perasaan intuitif sebagai orang yang bermoral harus dibawa ke dalam peran mengajar agar
dapat mempengaruhi tindakan dan interaksi.

● Jackson, Boostrom, dan Hansen berpendapat bahwa guru umumnya tidak menyadari kekuatan
moral dari tindakan mereka .
● David Hansen mengacu pada kebiasaan cara guru bertindak; tidak sepenuhnya sadar diri akan
perilaku mereka sebagai ekspresi yang baik, mereka memberlakukan kualitas yang tertanam
dalam diri tentang makna moral 'tidak diinginkan' dan 'tidak disengaja'.
● Buzzelli dan Johnston, yang sama-sama berpendapat bahwa guru memang memiliki rasa moral,
kesadaran yang mendalam tentang signifikansi moral dari pilihan mereka, merujuk pada
penyimpangan dalam kesadaran sebagai 'titik buta dalam kemampuan kita untuk memahami
moral dalam situasi'.Mereka merekomendasikan penanaman persepsi moral secara
terus-menerus di pihak semua guru, baik yang baru maupun yang berpengalaman.

Kesadaran diri yang salah dari guru yang tidak memiliki pengetahuan etis paling jelas
terungkap dalam situasi di mana pesan moral yang tertanam adalah negatif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa guru tidak merefleksikan kehidupan profesional mereka secara etis.

Sebagai contoh, Kenneth Strike menggambarkan tanggapan yang dia terima dari para guru
terhadap sebuah artikel yang dia tulis di mana dia berargumen bahwa, di dalam kelas, hukuman
kelompok pada dasarnya tidak adil. Sebagian besar reaksi gagal untuk mengatasi masalah ini
dalam arti etis sama sekali dan sebaliknya, berfokus pada hal itu sebagai masalah efektivitas
strategis teknik manajemen kelas. Strike menulis, 'Guru tidak menilai keinginan dari tujuan yang
dicari. Mereka tidak menilai cara yang mereka sukai dengan standar keadilan apa pun.

Strike dan Ternasky menyimpulkan dalam diskusi mereka tentang etika profesional, yaitu
'Sebagai keterampilan moral, pengajaran tidak hanya menuntut guru memperlakukan siswa
mereka secara adil dan dengan hormat. Ini juga akan mengharuskan guru memahami
kompleksitas lanskap etika.

Kesimpulannya:
Aspek penting dari agensi moral dibingkai oleh karakter atau cara guru itu sendiri sebagai
orang bermoral yang rasa intuitifnya terhadap keadilan, kebaikan, kejujuran, rasa hormat, dan
prinsip-prinsip etika terkait lainnya tertanam dalam praktik profesional mereka. Namun,
pesan-pesan moral yang diungkapkan dan ditunjukkan oleh para guru tersebut bukan hanya
perluasan yang sembarangan dari sifat pribadi guru. Bagi banyak orang, tingkat kesadaran diri
dan pertanyaan diri bergabung untuk meningkatkan niat sadar guru untuk menghormati dalam
mengajarkan prinsip-prinsip yang sangat mereka hargai. Guru yang menghargai bahwa peran
mereka adalah salah satu signifikansi moral dan memahami bagaimana hak mereka
mempengaruhi dalam tindakan dan reaksi rutin yang membantu untuk menentukan pengetahuan
etis dalam mengajar.

Anda mungkin juga menyukai