Anda di halaman 1dari 8

Proposal Bantuan Tesis

STUDI PENGARUH HEAT TREATMENT LAPISAN HARD CHROMIUM


HASIL PROSES ELECTROPLATING MENGGUNAKAN LARUTAN
HEXAVALENT CHROMIUM PADA BAJA KARBON RENDAH

Adhi Setyo Nugroho


23719007

Dosen Pembimbing :
(1). Dr. Ir. Aditianto Ramelan
(2). Ir. Firmansyah Sasmita, S.T, M.T, IPM

Program Studi Ilmu dan Teknik Material


Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2021
Pendahuluan
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan remanufacturing produk
hydraulic cylinder rod di industri hard chromium plating PT Komatsu Indonesia yang
menggunakan larutan hexavalent chromium. Terdapat suatu permasalahan bahwa
semakin tebal lapisan chromium hasil proses hexavalent chromium electroplating, makin
besar pula crack yang terbentuk setelah dilakukan proses heat treatment atau baking pada
temperatur 200 °C. Lapisan chromium pada umumnya memiliki nilai kekerasan 1000 s.d.
1200 VHN agar produk yang dilapis memiliki sifat ketahanan aus atau wear resistance
yang baik. Dari hasil karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) untuk menghitung residual
stress atau internal stress pada lapisan chromium, lapisan chromium dengan nilai
kekerasan yang tinggi memiliki nilai residual stress yang tinggi pula1. Sedangkan lapisan
chromium dengan nilai kekerasan yang rendah memiliki nilai residual stress yang rendah.
Setelah proses baking, lapisan chromium mengalami penurunan nilai kekerasan. Di
samping itu, terjadi penurunan nilai residual stress-nya disertai terbentuknya crack yang
besar.
Pada lapisan chromium hasil proses electroplating memang dijumpai adanya
crack halus atau microcrack yang dapat difungsikan sebagai tempat lubrikan atau
pelumas. Namun demikian, pada kasus PT Komatsu Indonesia diamati adanya crack
besar atau macrocrack pada lapisan chromium yang tebal setelah dilakukan proses
baking. Macrocrack tersebut diduga disebabkan oleh pelepasan residual stress di dalam
lapisan chromium. Residual stress tersebut muncul akibat adanya atom hidrogen terlarut
atau terinterstisi di dalam kisi logam chromium, atau dikenal sebagai fasa CrH (chromium
hydride). Fasa CrH tersebut ditemukan oleh Cloyd A. Snavely dan Dale A. Vaughan pada
tahun 1949.
Pada studi berikutnya, fasa CrH tersebut ternyata bersifat metastabil, sehingga
adanya proses pemanasan menyebabkan fasa CrH cenderung mencapai kestabilan dengan
cara melepaskan hidrogen terlarut, dari CrH berstruktur HCP (hexagonal close-packed)
atau FCC (face-centered cubic) kembali menjadi struktur BCC (body-centered cubic)
chromium yang lebih stabil. Perubahan struktur kristal tersebut diiringi dengan
penyusutan volume kisi hingga 15% dan pelepasan residual stress, sehingga terbentuklah
crack yang besar dan kekerasannya turun.

1
Taufiqullah. 2020. Private Communication. Bandung: ITB.
Untuk mengantisipasi fenomena tersebut, perlu dilakukan riset pelapisan
hexavalent hard chromium dengan target supaya bisa menghasilkan lapisan chromium
yang keras, tebal, dan bebas dari macrocrack. Penulis melakukan studi literatur bahwa
penambahan asam format pada larutan Sargent konvensional dapat menghasilkan lapisan
chrome-carbon dengan kekerasan sekitar 1000 VHN, dan setelah diberi perlakuan panas
akan menghasilkan kekerasan hingga 1200-1500 VHN. Metode pelapisan tersebut di
beberapa literartur dikenal sebagai metode ABCD (Amorphous Bright Chromium
Deposition). Penulis mengambil hipotesis bahwa metode ABCD dapat menjadi
pertimbangan solusi dari permasalahan ini.

Tujuan
1. Mengkarakterisasi dan menganalisis sifat lapisan hard chromium menggunakan
larutan hexavalent chromium dengan metode Sargent konvensional dan metode
ABCD (Amorphous Bright Chromium Deposition).
2. Mengkarakterisasi dan menganalisis ketebalan lapisan hard chromium versus waktu
pelapisan menggunakan larutan hexavalent chromium dengan metode ABCD
(Amorphous Bright Chromium Deposition).
3. Mengkarakterisasi dan menganalisis sifat lapisan hard chromium setelah proses heat
treatment pada temperatur 300 °C dan 500 °C.

Kesimpulan
1. Nilai kekerasan lapisan Cr yang diperoleh menggunakan larutan hexavalent
chromium dengan metode Sargent adalah 1073  81,22 VHN. Hasil pengamatan
SEM menunjukkan bahwa lapisan Cr yang diperoleh memiliki macrocrack yang
besar. Nilai kekerasan lapisan Cr-C yang diperoleh menggunakan larutan hexavalent
chromium dengan metode ABCD adalah 1064  85,21 VHN. Hasil pengamatan SEM
menunjukkan bahwa lapisan Cr-C yang diperoleh tidak memiliki macrocrack.
2. Ketebalan lapisan Cr-C setelah proses electroplating selama 30, 60, dan 120 menit
berturut-turut adalah 16,83  0,99 m; 22,95  1,94 m; dan 48,02  3,93 m. Selain
itu, nilai kekerasan lapisannya menurun berturut-turut dari 1060,40  74,88 VHN
menjadi 663,50  96,09 VHN dan 621,00  76,38 VHN.
3. Pada lapisan Cr, setelah proses heat treatment pada temperatur 300 °C dan 500 °C,
terjadi penurunan nilai kekerasan yang signifikan berturut-turut dari 1073  81,22
VHN ke 820  46,32 VHN dan 792  48,80 VHN. Hasil pengamatan SEM
menunjukkan bahwa ukuran macrocrack membesar dan jumlah crack bertambah.
Sedangkan pada lapisan Cr-C, setelah proses heat treatment pada temperatur 300 °C
dan 500 °C, terjadi peningkatan nilai kekerasan yang cukup signifikan berturut-turut
dari 1064  85,21 VHN ke 1207  94,93 VHN dan 1315  71,38 VHN. Di samping
itu, hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa tidak terbentuk crack.

Anda mungkin juga menyukai