Disusun oleh:
Dipersiapkan oleh :
Nama : Dany Andrean Purwohandoyo
NIM : D200130053
Disetujui pada
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Utama
(Masyrukan, ST , MT)
PERNYATAAN KEASLIAN TOPIK TUGAS AKHIR
A. Latar Belakang
Di era yang semakin maju saat ini menuntut manusia untuk melakukan
rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali
dalam hal teknologi yang berperan penting akan kelangsungan hidup manusia
seperti dalam hal rekayasa dan proses perlakuan pada logam yang mempunyai
pengaruh vital karena merupakan elemen dasar untuk membuat suatu
konstruksi.
Campuran logam dari tembaga dan seng disebut juga kuningan, yang
dapat membentuk kombinasi sifat material yaitu kekuatan dan ketahahan
korosi yang tinggi. Diagram kesetimbangan fasanya termasuk jenis peritektik.
Paduan dengan kadar seng maksimal seng 35% berfasa tunggal yaitu (α) alfa
dengan struktur kristal FCC sehingga kemulurannya tinggi maka kemampuan
pengerjaan dinginnya tinggi, diantaranya kuningan 70/30 yang dinamakan
juga cartridge brass atau yellow alfa brass, banyak digunakan di industri
strategis, sehingga material kuningan ini tetap penting, selama belum ada
penggantinya karena sifat mampu bentuk tarik dalam (deep drawing) yang
tinggi. Kadar seng diatas 35% terbentuk fasa β (beta) dengan struktur kristal
BCC sehingga kekerasan meningkat, paduan ini kemuluran pada saat
pengubahan bentuk dingin rendah akan tetapi tinggi kemampuan pengerjaan
panasnya karena sifat fasa ini plastisitasnya tinggi pada temperatur tinggi
Batas kadar seng maksimal 42% semakin tinggi kadar seng tidak dapat
digunakan secara komersil karena material bersifat rapuh. Untuk semua fasa
tunggal paduan alfa (α), pembekuan paduan dimulai dengan pembentukan
dendrit di pendinginan dibawah temperatur likuidus (garis AD) menyebabkan
struktur dendrit terlihat di mikrostruktur setelah pengetsaan. Dendrit yang
merupakan struktur mikro setelah pengecoran dihancurkan oleh pengerolan
panas maupun dingin dan anil menghasilkan kembaran (twin) dengan bentuk
butir mendekati segienam, untuk yang fasa ganda atau dupleks paduan alfa
dan beta (α/β), perilaku pembekuan paduan tergantung dari kadar seng diatas
atau di bawah peritektik. Sampai kadar 37,6% atau titik D, alfa berlanjut ke
fasa utama, beta akan dibentuk oleh reaksi peritektik yang terjadi di cairan
logam yang membeku terakhir. Diatas seng kadar 37,6% terjadi pembekuan
dengan pembentukan dendrit beta, pada saat pembekuan lengkap, struktur
keseluruhan terdiri dari fasa beta. Rentang pembekuan dibatasi dengan
demikian dendrit-. dendrit beta hampir homogen. Pada saat pendinginan beta
mempertahankan sedikit tembaga, yang ditandai oleh kemiringan dari batas
fasa (α+β)/β atau garis CH. Pada temperatur 770°C alfa mulai berpisah dari
beta, dan jumlahnya meningkat ketika temperatur menurun. Reaksi ini
dikendalikan oleh difusi dan bisa dihambat dengan pendingianan cepat. Alfa
diendapkan pada batas kristal dan kristalografi bidang arah tertentu (bidang
oktahedral) dari fasa induk. Pemisahan bentuk ini di dalam kristal dinamakan
struktur Widsmanstatten.
Pengecoran merupakan proses pembentukan logam dengan cara dicairkan,
lalu kemudian dituang kedalam cetakan dan dibiarkan sampai membeku.
Bahan yang dipakai dalam cetakan sangat bervariasi, bebrapa contoh
diantaranya dibuat dari bahan logam, pasir, semen, kulit, keramik, dan
sebagainya. Masing-masing bahan cetakan ini akan memberikan pengaruh
terhadap kualitas hasil produk coran logam cair. Kualitas ini terutama
mengenai sifat mekanis dan cacat yang terbentuk selama proses penuangan
hingga menjadi membeku.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu penelitian mengenai Analisa hasil
pengecoran flange dengan bahan kuningan menggunakan cetakan pasir CO
dengan variasi media pendingin air laut, air cuka, dan air aki.
Perumusan Masalah
1. Mengetahui pengaruh variasi media pendinginan air laut, air cuka, dan
air aki terhadap komposisi campuran kimia produk cor kuningan.
2. Mengetahui pengaruh variasi media pendinginan air laut, air cuka, dan
air aki terhadap distribusi kekerasan produk cor kuningan.
3. Mengetahui pengaruh variasi media pendinginan air laut, air cuka, dan
air aki terhadap distribusi struktur mikro produk cor kuningan.
B. Batasan Masalah
Untuk mengurangi kompleksitas permasalahan serta menentukan arah
penelitian yang lebih baik maka ditentukan batasan masalah sebagai
berikut :
1. Material yang digunakan adalah kuningan bekas (rosok) yang sudah
dipakai dan kuningan yang gagal atau cacat produk.
2. Kecepatan penuangan logam cair dianggap seragam.
3. Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir CO.
4. Variasi media pengdinginan air laut, air cuka, dan air aki terhadap coran
kuningan.
5. Pengujian kekerasan hasil coran (ASTM E-252).
6. Pengujian struktur mikro hasil coran (ASTM E-252).
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada bahan kuningan hasil remelting ini adalah untuk :
1. Meneliti pengaruh variasi media pendinginan air laut, air cuka, dan air
aki terhadap distribusi komposisi kimia produk cor kuningan.
2. Meneliti pengaruh variasi media pendinginan air laut, air cuka, dan air
aki terhadap distribusi kekerasan produk cor kuningan.
3. Meneliti pengaruh variasi media pendinginan air laut, air cuka, dan air
aki terhadap distribusi struktur mikro produk cor kuningan.
D. Manfaat penelitian
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi
positif kepada :
1. Bidang Akademik
a) Menambah pengetahuan tentang teknologi pengecoran logam
khususnya logam kuningan.
b) Menambah pengetahuan tentang variasi media pengdingin yang baik
pada proses pengecoran kuningan dengan menggunakan air laut, air
cuka, dan air aki.
c) Menambah pengetahuan tentang variasi media pendingin yang sesuai
untuk menghasilkan produk coran yang baik pada pengecoran logam.
2. Bidang Industri
a) Untuk meningkatkan kualitas produk pengecoran logam agar produk
yang dicapai bisa lebih bagus.
b) Untuk mengetahui media cetakan yang sesuai untuk menekan biaya,
hasil dan efektiffitas.
2. Landasan Teori
2.1 Proses pengecoran
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan
mencairkan logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan.
Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-benda dengan
bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat besar yang sangat sulit
atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi
masal secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam
seperti, besi, baja paduan tembaga (perunggu, kuningan, perunggu
aluminium dan lain sebagainya), paduan ringan (paduan aluminium,
paduan magnesium, dan sebagainya), serta paduan lain, semisal
paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit tembaga),
hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan
silikon), dan sebagainya.
Bahan Baku Tungku Ladel
Pembersihan
Pemeriksaan
2.4 Pola
Surdia (2000) menyatakan pola diperlukan dalam pembuatan
coran. Pola yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda
coran dapat digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu
(termasuk pola plastik). Pola logam dipergunakan agar dapat
menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam masa
produksi, sehingga unsur pola bias lebih lama dan produktivitas
lebih tingi. Bahan dari pola logam bias bermacam-macam sesuai
dengan penggunaanya. Sebagai contoh, logam tahan panas seperti :
besi cor, baja cor, dan paduan tembaga adalah cocok untuk pola
pada pembuatan cetakan kulit, sedangkan paduan ringan adalah
mudah diolah dan dipilih untuk pola yang dipergunakan untuk masa
produksi dimana pembuatannya dan mudah diolahnya disbanding
dengan pola logam. Oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai
untuk cetakan pasir. Faktor penting untuk menetapkan macam pola
adalah proses pembuatan cetakan dimana pola tersebut dipakai, dan
lenih penting lagi pertimbangan ekonomi yang sesuai dengan
jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan pola.
2.5 Sistem Saluran
Surdia (2000) menyatakan system saluran adalah jalan masuk
bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap
bagian diberi nama, mulai dari cawing tuang dimana logam cair
dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga
cetakan.
3. Pengalir (runner)
Pengalir saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke
bagian-bagian yang cocok pada cetakan.
Vc
Mc =
Ac
Dimana :
Mc = Modulus cor (mm)
Vc = Volume cor (mm3)
Ac = Luas penampang cor (mm2)
2. Cacat Porositas
Pada proses pengecoran logam memungkinkan munculnya
gas-gas yang bereaksi mejadi komposisi kimia atau menjadi
rongga-rongga udara. Gas tersebut muncul karena adanya udara
yang terjebak selama proses penuangan, kontak antara logam
cair dengan cetaka, atau dari lapisan yang terbentuk selama
proses pembekuan sebagai hasil dari reaksi kimia atau
perubahan mampu larut logam cair terhadap suhu (Beleey,
2001).
Jumlah gas yang terserap atau ikut larut bersama cairan
logam bergantung pada jenis logam yang dileburkan.
Alumunium merupakan jenis logam yang kemampuan
melarutkan hidrogennya cukuptinggi. Porositas oleh gas
hydrogen dalam produk coran Al-Si akan memberikan pengaruh
yang buruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari produk
coran tersebut. Cacat porositas dapat dikurangi dengan
mendesain ukuran dan penempatan riser yang tepat. Dengan
ukuran dimensi riser yang tepat diharapkan gas mampu mengalir
secara bebas ke arah riser (Tjitro, 2003).
2. Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vickers menggunakan indentor piramida
intan yang pada dasarnya berbentuk bujursangkar. Besar sudut
antar permukaan-permukaan piramida yang saling berhadapan
adalah 136o. Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar
nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan
diameter bola penumbuk pada uji kekrasan brinell (Dieter,
1987).
Angka kekerasan Vickers didefinisikan sebagai beban
dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini
dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak.
VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut:
Dimana :
P = Beban yang digunakan (kg)
D = Panjang diagonal rata-rata (mm)
Ɵ = Sudut permukaan intan yang berhadapan = 136o
Karena jejak yang dibuat dengan penekanan piramida
serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai
ukuran, maka VHN tidak tergantung kepada beban. Beban yang
biasanya digunakan pada Vickers berkisar antara 1 hingga 120
kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji.
Gambar 14. Prinsip Uji Kekerasan Vickers
3. Kekerasan Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap identor berupa bola baja ataupun kerucut intan
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan
menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2.1,
yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan
beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban
mayor (Major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3
beban mayor ddiambil sehingga yang tersisa adalah minor load
dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti pada kondisi
saat total load F yang terlihat pada gambar 2.3.
Besarnya minor load maupun minor load tergantung dari
jenis material yang akan diuji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada
table 2.4. Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk
mencari besarnya kekerasan dengan metode Rockwell.
Dimana :
F0 = Baban Minor (Minor load) (kgf)
F1 = Beban Mayor (Major Load) (kgf)
F = Total beban (kgf)
Ɵ = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan
0.002 mm
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero
reference line yang untuk tiap jenis indentor yang bisa
dilihat pada table.
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode Hardness
Tabel 5. Skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell dan Range uji
dalam skala Rockwell.
Gambar 15 Prinsip Uji Kekerasan Rockwell
F. Metode Penelitian
Mulai
Persiapan Pola
Peleburan
Proses Pengecoran
Produk
1. Pengamatan Penyusutan
2. Pengamatan Keutuhan
3. Pengukuran Dimensi
Pembuatan Spesimen
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai