Anda di halaman 1dari 5

Memelihara Amalan Sunnah

Sunnah itu memiliki beberapa pengertian. Secara bahasa sunnah berarti jalan/kebiasaan. Hal ini
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits:

ْ ‫َم ْن َس َّن ىِف ا ْس َال ِم ُسنَّ ًة َح َسنَ ًة فَهَل ُ َأ ْج ُرهَا َوَأ ْج ُر َم ْن مَع ِ َل هِب َا ب َ ْعدَ ُه ِم ْن غَرْي ِ َأ ْن ي َ ْن ُق َص ِم ْن ُأ ُج ِورمِه‬
ِ ‫ِإل‬
‫رْي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫مَع‬ َ ‫اَك‬ ً ً َ
‫ىَش ْ ٌء َو َم ْن َس َّن ا ْسال ِم ُسنَّة َسيَِّئة َن عَل ْيه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َل هِب َا م ْن ب َ ْعده م ْن غ ِ ْن‬
‫َأ‬ َ ‫ىِف‬
‫مِه ِإل‬
‫ي َ ْن ُق َص ِم ْن َأ ْو َز ِار ْ ىَش ْ ٌء‬

“Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan
pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan
barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang
mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim).
Secara istilah, umumnya kata sunnah itu diartikan ke dalam 3 definisi:
1. Sunnah dengan makna perkataan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Rasul yang sesuai di
dalam hadits yang terpercaya,
2. Sunnah sebagai lawan dari bid’ah,
3. Sunnah dengan makna, sesuatu yang dianjurkan (tidak wajib), atau istilah lainnya: “mandub”,
“mustahab”.

Dalam pembahasan kali ini, sunnah yang dibahas lebih ke pengertian yang terakhir.

Menurut hadits Rasulullah SAW, amalan sunnah memiliki beberapa keutamaan:


Yang pertama bahwa orang yang senantiasa menjalanlan amalan sunnah akan digelari wali (kekasih)
ALLAH sesuai dengan hadits:

‫ َو َما تَ َق َّر َب ىَل َّ َع ْب ِدى ِبىَش ْ ٍء َأ َح َّب ىَل َّ ِم َّما‬، ‫َّن اهَّلل َ قَا َل َم ْن عَادَى ىِل َو ِل ًّيا فَ َق ْد آ َذنْ ُت ُه اِب لْ َح ْر ِب‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
ِ ‫ذَّل‬ ُ َ ِ ِ ‫ىَل‬ ِ ُ ِ َ
‫ فَ ذا َْأح َب ْب ُت ُه ك ْن ُت مَس ْ َع ُه ا ى‬، ‫ َو َما يَ َزال َع ْبدى ي َ َت َق َّر ُب َّ اِب لنَّ َواف ِل َحىَّت ُأحبَّ ُه‬، ‫افْرَت َضْ ُت عَل ْيه‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ‫ َو ْن َسَألىِن‬، ‫ َويَدَ ُه الَّىِت ي َ ْب ُط ُش هِب َا َو ِر ْجهَل ُ الَّىِت ي َ ْمىِش هِب َا‬، ‫ َوبَرَص َ ُه اذَّل ِ ى يُ ْبرِص ُ ِب ِه‬، ‫ي َْس َم ُع ِب ِه‬
‫ِإ‬
‫ َولَنِئ ِ ْاس َت َعا َذىِن ُأل ِعي َذن َّ ُه‬، ‫ُألع ِْط َينَّ ُه‬

“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya.
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku
senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika
Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk
mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk
pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

Di dalam hadits di atas dijelaskan bahwa orang yang memelihara amalan sunnah akan dicintai oleh
ALLAH dan ALLAH menyebut mereka sebagai wali-Nya dan ALLAH akan memberi keutamaan bagi
mereka, yaitu
1. Dijaga oleh ALLAH
2. Diberi petunjuk melalui pendengaran, penglihatan, dan perbuatan
3. Doanya mustajab
Ada dua jenis pengertian wali Allah dalam hal amalan:
1. As saabiquunal muqarrabun: mendekatkan diri pada Allah dengan amalan sunnah di samping
yang wajib, meninggalkan yang haram dan makruh. Mereka berlomba-lomba untuk
menjalankan amalan-amalan sunnah.
2. Al abrar ashabul yamin, mendekatkan diri dengan amalan wajib dan meninggalkan yang haram,
tidak membebani diri dengan amalan sunnah.

Keutamaan yang lain ada pada hadits:

‫ول َربُّنَا َج َّل َو َع َّز ِل َم َالِئ َك ِت ِه َوه َُو‬ َّ ‫َّن َأ َّو َل َما حُي َ َاس ُب النَّ ُاس ِب ِه ي َ ْو َم الْ ِق َيا َم ِة ِم ْن َأمْع َ ا ِلهِ ُم‬
ُ ‫الص َال ُة قَا َل ي َ ُق‬
‫ِإ‬
ُ
‫َأ ْعمَل ُ ان ُْظ ُروا ىِف َص َال ِة َع ْب ِدى َأتَ َّمهَا َأ ْم ن َ َق َصهَا فَ ْن اَك ن َْت اَت َّم ًة ك ِتبَ ْت هَل ُ اَت َّم ًة َو ْن اَك َن انْ َت َق َص ِمهْن َا َشيًْئا‬
‫مُث‬ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫قَا َل ان ُْظ ُروا ه َْل ِل َع ْب ِدى ِم ْن ت ََط ُّوعٍ فَ ْن اَك َن هَل ُ ت ََط ُّو ٌع قَا َل َأ ِت ُّموا ل َع ْب ِدى فَ ِريضَ َت ُه ِم ْن ت ََط ُّو ِعه َّ تُْؤ خ َُذ‬
ِ
‫ِإ‬
ْ ‫اَألمْع َ ُال عَىَل َذامُك‬
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat.
Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat
hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat
baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah
berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan
sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan
sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” HR Abu Dawud dan Ibnu Majah
dishahihkan oleh Al Albani.

Hadits ini menyatakan bahwa amalan sunnah menyempurnakan kekurangan amalan wajib, yang
dicontohkan pada hadits adalah ibadah shalat. Jika ada ketidaksempurnaan pada shalat, amalan sunnah
seperti shalat rawatib akan melengkapi kekurangan tersebut. Hal ini berlaku pula pada ibadah puasa
dan lain-lain.
Sebenarnya ada tiga pendapat tentang hadits ini
Pertama, ibadah sunnah yang dapat menyempurnakan yang wajib adalah ibadah yang satu kelompok
dengan yang wajib, misal shalab zhuhur disepurnakan oleh shalat rawatib sebelum dan sesudahnya,
Kedua, ibadah sunnah yang satu jenis dengan ibadah wajib, misal: semua shalat wajib disempurnakan
dengan semua shalat sunnah yang kita kerjakan. Shalat zhuhur tidak hanya disempurnakan oleh shalat
rawatib yang membersamainya, tetapi juga dengan shalat sunnah yang lain.
Ketiga, semua ibadah sunnah menghapus yang wajib, contoh: puasa sunnah menyempurnakan shalat
wajib kita.
Pendapat yang lebih kuat insyaallah adalah pendapat yang kedua.

Sementara contoh atau macam-macam ibadah sunnah ini seperti yang disebutkan oleh Al Muzani Asy
Syafii dalam Syarhus Sunnah tentang shalat yang dianjurkan:

‫هللا ِللْ ِق َيا ِم ِب َما أبَن ْ ُت ُه َم َع َم ُع ْون َ ِت ِه هَل ُ اِب لْ ِق َيا ِم‬
ُ ‫ فَ َم ْن َوف َّ َق ُه‬, ‫ حَت َ َّريْ ُت َك ْش َفهَا َوَأ ْوحَض ْهُت َا‬, ”‫السنَّ ِة‬ُّ ‫فَه َذا “رَش ْ ُح‬
‫الصلَ َو ِات عَىَل‬ َّ ‫ات َوَأدَا ِء‬ ِ َ‫الطاع‬ َّ ‫الطه ََار ِة عَىَل‬ َّ ِ‫ َو ْسبِاغ‬, ‫ات‬ ِ ‫عَىَل َأدَا ِء فَ َراِئ ِض ِه اِب اْل ِ ْح ِت َي ِاط يِف النَّ َج َاس‬
‫ َو ِص َيا ِم‬, ‫ات‬ ِ َ‫ َو يْ َتا ِء َّالزاكَ ِة عَىَل َأه ِْل الْ ِجدَ ِاتِإ َوالْ َح ِّج عَىَل َأه ِْل ْاجلَدَ ِة َو ْا ِال ْس ِت َطاع‬, ‫ات‬ ِ َ‫ْا ِال ْس ِت َطاع‬
ِّ ‫ َص َال ِة الْ ِو ْت ِر يِف لُك‬: َ ‫هللا عَلَ ْي ِه َو َسمَّل‬ ُ ‫هللا َصىَّل‬ ِ ‫ َومَخ ْ ِس َصلَ َو ٍات َسهَّن َا َر ُس ْو ُل‬, ‫ات‬ ِ ‫الص ِإ َّح‬
ِّ ‫الشهْ ِر َأِله ِْل‬َّ
‫ َو َص َال ِة‬, ‫الش ْم ِس َوالْ َق َم ِر َذا نَ َز َل‬ َّ ‫ َو َص َال ِة ُك ُس ْو ِف‬, ‫ َو َص َال ِة ْال ِف ْط ِر َوالنَّ ْح ِر‬, ‫ َو َر ْك َع َتا الْ َف ْج ِر‬, ٍ ‫لَ ْيةَل‬
‫ِإ‬
‫ْا ِال ْس ِت ْس َقا ِء َمىَت َو َج َب‬
“Ini adalah kitab Syarhus Sunnah. Aku pilih dalam menyingkap (maknanya) dan menjelaskannya.
Barangsiapa yang Allah beri taufik untuk menegakkan apa yang aku jelaskan, dengan pertolongan-Nya
untuk menegakkan kewajiban-kewajiban, dan berhati-hati terhadap najis, menyempurnakan thaharah
(bersuci) ketika melakukan ketaatan, menunaikan shalat sesuai kemampuan, menunaikan zakat bagi
yang kaya, berhaji bagi yang mampu, berpuasa Ramadan bagi orang yang sehat, dan melaksanakan
lima shalat yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu: shalat witir
setiap malamnya, dua rakaat shalat sunnah Fajar (qabliyah Shubuh), shalat Idulfitri dan
Iduladha, shalat gerhana matahari dan bulan jika terjadi, shalat istisqa’ ketika dibutuhkan.”

Contoh lainnya dari amalan-amalan sunnah dalam bentuk puasa adalah puasa pada hari Senin dan
Kamis:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ ‫تُ ْع َر ُض اَألمْع َ ُال ي َ ْو َم ا ِالثْنَنْي ِ َوالْ َخ ِم ِيس فَُأ ِح ُّب َأ ْن يُ ْع َر َض مَع َ ىِل َوَأاَن َصامِئ‬

“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku
dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” HR Tirmidzi, Al Albani hadits ini shahih lighairihi
(shahih dengan meninjau sanad lainnya)

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,

. ‫ اَك َن ي َ َت َح َّرى ِص َيا َم ا ِالثْنَنْي ِ َوالْ َخ ِم ِيس‬-‫صىل هللا عليه وسمل‬- ِ ‫َّن َر ُسو َل اهَّلل‬
‫ِإ‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.”
HR. An Nasai dan Ibnu Majah, Dishahihkan oleh Al Albani

Amalan sunnah lainnya adalah berinfaq:


Dalam hadits Bukhari dan Muslim, Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda padaku,

‫هللا عَلَ ْي ِك‬


ُ ‫ َو َال تُوعي فَ ُيوعي‬، ‫هللا عَلَ ْي ِك‬
ُ ‫ َو َال حُت يص فَ ُي ْحيِص‬، ‫ َأ ْو انْضَ ِحي‬، ‫أنفقي َأ ِو انْ َف ِحي‬
“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau
mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut[1]. Janganlah
menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan
untukmu.”

Hal-hal tersebut adalah contoh amalan-amalan sunnah.

Pelaksanaan amalan sunnah ini akan berdampak baik bagi pribadi kita, antara lain:
1. Bersemangat dalam melakukan hal yang positif, mengejar kebaikan.
2. Disiplin, dengan beristiqamah menjalankan amalan-amalan sunnah sesuai dengan ketentuan-
ketentuannya. Misal shalat dhuha rutin dilakukan di waktu dhuha, puasa senin dilakukan di hari
senin.
3. Menjadi pribadi yang terjaga, terhindar dari maksiat, karena dalam kesehariannya selalu
mengingat Allah.

Namun, pelaksanaan amalan-amalan sunnah ini perlu memperhatikan situasi dan kondisi, terutama
terkait dengan hak dan kewajiban sesama manusia. Ibadah sunnah hendaknya tidak dilakukan pada
kondisi-kondisi yang mengganggu hak orang lain, misal:
• bertilawah dengan suara jahr di dekat orang yang sedang shalat.
• Membaca quran ketika bertemu dengan orang, saat rapat, kuliah, dan semacamnya.
• Shalat sunnah di saat jam kerja (jika pekerjaan berbasis waktu dan layanan – bukan berbasis
output)
• Terlambat memenuhi janji pertemuan karena alasan shalat sunnah terlebih dahulu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui beberapa orang yang sedang shalat di bulan
Ramadhan dan mereka mengeraskan bacaannya. Lalu Nabi shallallahu berkata pada mereka,

‫َأهُّي َا النَّ ُاس لُك ُّمُك ْ يُنَايِج َرب َّ ُه فَاَل جَي ْ ه َْر ب َ ْعضُ مُك ْ عَىَل ب َ ْع ٍض يِف الْ ِق َر َاء ِة‬

“Wahai sekalian manusia. Kalian semua sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Oleh
karena itu, janganlah di antara kalian mengeraskan suara kalian ketika membaca Al Qur’an sehingga
menyakiti saudaranya yang lain.”

Anda mungkin juga menyukai