Anda di halaman 1dari 2

Marhaenisme

Marhaenisme adalah suatu asas perjuangan untuk melawan segala bentuk penindasan Kolonialisme,
Kapitalisme, dan Imperialisme. Suatu ajaran yang terkontaminasi dengan ajaran-ajaran Marxisme dan
kondisi Indonesia pada waktu. Hal itu disampaikan oleh Bung Karno "kalau ingin memahami
Marhaenisme, Anda harus mengetahui ajaran-ajaran Karl Max dan kondisi Indonesia."

Awalnya, istilah Marhaenisme diilhami oleh Bung Karno ketika sedang jalan-jalan di pinggiran kota
Bandung, saat statusnya masih mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng sekarang ITB. Hal itu
dijelaskan dalam buku "Biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" yang ditulis oleh
Cindy Adams. Bung Karno pada waktu menjumpai seorang petani sedang menggarap tanah yang luasnya
tidak cukup untuk makan bersama dengan keluarga.

Hingga akhirnya Bung Karno melakukan wawancara dengan petani tersebut. Dengan itulah, Bung Karno
dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa petani tersebut telah ditindas oleh sistem yang diterapkan
pemerintah kolonial Belanda waktu itu. Padahal, faktanya petani tersebut menggarap tanah sendiri,
memiliki gubuk (tempat tinggal) sendiri, cangkul (alat produksi) sendiri, tetapi hasil yang ia dapatkan
tidak cukup untuk makan bersama sanak dan keluargannya.

Akhir dari wawancara itu Bung Karno menyempatkan untuk menanyakan nama si petani. Ternyata nama
si petani itu yakni Marhaen. Ya, Marhaen adalah rakyat kecil. Marhaen tinggal di bumi ibu pertiwi
sendiri, punya modal sendiri, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa karena ada sistem yang menindas
yang tidak ada keberpihakan kepada rakyat kecil.

Kemudian Bung Karno mengatakan, Marhaen dapat dijadikan sebagai simbol untuk rakyat kecil yang
ditindas oleh sistem. Entah itu petani, pedagang, tukang becak, dan kaum buruh. Mereka semuanya
adalah kaum Marhaen. Mereka semua telah ditindas oleh sistem penindasan dan mereka juga memiliki
nasib yang sama.

Jadi, meskipun nama Marhaen diambil dari kisah seorang petani, tetapi itu hanyalah sebagai simbol
untuk orang-orang yang perlu diperjuangkan oleh kaum Marhaenis. Nah, lalu apa perbedaan antara
Marhaen, Marhaenis dan Marhaenisme. Mengapa istilah tersebut harus dibedakan dan seperti apa
perbedaan sebenarnya?.
Di dalam buku "Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1 tulisan Bung Karno", beliau telah menyampaikan
perbedaan dari istilah-istilah tersebut. Pada Kongres Partindo yang diselenggarakan di Mataram 1933,
Bung Karno menyampaikan beberapa butir keputusan yakni:

1. Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi. Marhaenisme adalah cara perjuangan
dan azas yang menghendaki hilangnya tiap-tipa kapitalisme dan imperialisme.

2. Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan dan kaum melarat
Indonesia yang lain-lain.

3. Marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan Marhaenisme.

4. Sedangkan, kaum Marhaeni adalah mereka kaum wanita sebagai rakyat kecil yang ditindas oleh
sistem. Bung Karno mengatakan bahwa Marhaen dan Marheni tidaklah boleh saling bermusuhan, tetapi
haruslah bekerjasama.

Lalu, apakah istilah-istilah tersebut masih populer saat ini? Apakah generasi saat ini mengetahui kalau
ajaran-ajaran tersebut telah memberikan sumbangsih besar terhadap bangsa Indonesia? Termasuk
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, Bung Karno mengatakan bahwa "Pancasila is Marhaenisme,
Marhaenisme is Pancasila."

Oleh karena itu, pemikiran Bung Karno tentu tidak bisa hilang begitu saja di dalam masyarakat. Ajaran
Bung Karno masih menjadi tema pembicaraan hangat di kalangan aktivitas dan akademisi. Seperti
organisasi GMNI, salah satu organisasi yang masih setia untuk terus merawat pikiran-pikiran Bung Karno,
karena relevansi pemikiran Bung Karno terhadap Indonesia tentu tidak bisa dielakkan lagi.

Anda mungkin juga menyukai