Anda di halaman 1dari 4

MARHAENISME

 Marhaenisme hasil penafsiran Ir. Soekarno


 Marhaenisme berawal dari Ir. Soekarno muda berjumpa dengan seorang
petani gurem yang bernama Marhaen. (Perjumpaan itu membuat munculnya
paham Marhaenisme yang dimana merupakan paham untuk membela nasib
wong cilik).
 Marhaen adalah mereka yang dieksploitasi oleh karena tidak menguasai
faktor produksi.
 Marhaenisme azas yang menghendaki susunan masyarakat dan negeri dalam
segala hal untuk menyelamatkan kaum Marhaen.
 Marhaenisme, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
 Marhaen (kaum proletar), kaum melarat Indonesia.
 Sikap marhaenisme, yakni perlawanannya terhadap bentuk kapitalisme, baik
bangsa asing maupun bangsa sendiri, bertujuan untuk menghapus segala
kesengsaraan rakyat dari adanya kapitalisme.

KATEGORI KELAS MARHAENISME

Terpecah menjadi 2, kelas progresif dan kelas reaksioner

Kelas progresif (kaum buruh (proletar) rindu akan perubahan dan kelas social).

Kelas reaksioner (kelompok pemilik modal (borjuis) mengharamkan perubahan


senantiasa mempertahankan kemapanannya).

Pada zaman itu banyak kaum proletar (banyak kaum tani dan tokoh-tokoh agama)
melakukan perlawanan terus kepada kaum reaksioner (pemerintah Belanda).

Melihat hal ini, Soekarno merumuskan kelas progresif Indonesia sebagai Marhaen.

Kaum Marhaen : rakyat Indonesia yang dimelaratkan oleh system kapitalisme,


imperialism, dan kolonialisme.

Muncul kelas baru, yaitu kelas menengah merupakan kombinasi dari kelas bawah
dan menengah (kelompok intelektual progresif, kelompok agama progresif, dan
kelompok profesi progresif.
MARHAENISME SEBAGAI IDEOLOGI

Sebagai dasar Gerakan politik, yang memuat konsep masyarakat yang dikehendaki
maka marhaenisme memenuhi syarat untuk disamakan dengan sebuah ideologi.

Marhaenisme merupakan suatu counter ideologi terhadap ideologi reaksioner yang


dipresentasikan oleh imperialism Belanda di Indonesia.

Cita-cita marhaenisme bukan hanya untuk mengusir penjajah tetapi untuk


menghilangkan ideologi kapitalisme dari muka bumi.

POLA PERJUANGAN POLITIK MARHAENISME


Sebagai kekuatan politik, Marhaenisme memiliki pola perjuangan yang bersifat
non-kooperatif, tidak mau bekerjasama dengan pihak imperialism Belanda. Non-
kooperatif adalah salah satu asas perjuangan marhaenisme untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia.
Non-kooperatif bukan hanya asas perjuangan saja, menurut Soekarno merupakan
sebuah prinsip yang hidup, tidak mau bekerja sama di atas segala lapangan politik
dengan pihak penjajah melainkan mengadakan suatu perjuangan yang tak kenal
damai terhadap kaum penjajah.
Syarat-syarat tujuan politik Marhaenisme
1. Adanya kesadaran kelas dari Rakyat Indonesia yang tertindas (kelas
progresif Indonesia)
2. Kelas progresif harus bersifat radikal
3. Membuat kekuatan yang bertujuan memaksa imperialism Belanda agar mau
menyerahkan kekuasaan kepada Indonesia
4. Harus dilakukan dengan praktek politik non-kooperatif tidak mau bekerja
sama dengan imperialism Belanda.
DIALEKTIKA (Suatu pergerakan dinamis menuju perubahan) AJARAN
MARHAENISME
Konsep marhaenisme sinonim dari sosio-nasionalis dan sosio-demokrasi yang
merupakan sendi system pemerintahan.
Ide sentral dari marhaenisme mencakup aspek demokrasi politik dan ekonomi.
Marhaenisme juga menolak segala bentuk borjuasi.

PANCASILA

PANCASILA terbentuk dari formulasi marhaenisme.


Dalam pidatonya dihadapan BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno
menawarkan gagasan ideologinya yang berisi 5 prinsip dasar yaitu :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme (Peri kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan social
5. Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan
yang Maha Esa.
Kelima prinsip ini dinamakan Pancasila, tetapi pada saat itu Soekarno
tidak menawarkan harga mati, dan masih terbuka bisa dirubah.
Soekarno menawarkan konsep Trisila yang secara substansial
merupakan kristalisasi dari konsep Pancasila, yakni sosio-nasionalisme,
sosio-demokrasi, dan ketuhanan.
Menurut Soekarno, prinsip kebangsaan Indonesia dan internasionalisme
bisa menjadi konsep sosionasionalisme,
prinsip mufakat dan kesejahteraan bisa menjadi konsep sosio-demokrasi,
prinsip Ketuhanan yang maha esa berdiri sendiri.
Konsep-konsep tersebut masih bisa diperas menjadi Ekasila, memiliki
prinsip gotong royong.
Prinsip gotong royong menurut Soekarno merupakan faham yang
dinamis yang dinamis, lebih dinamis dari asas kekeluargaan.
Tawaran Soekarno tersebut selanjutnya dibahas oleh ‘Panitia Sembilan’.
Hasil pembahasan panitia Sembilan ini kemudian dikenal sebagai
Piagam Jakarta yang diselesaikan pada tanggal 22 Juni 1945. Dokumen
ini rumusan Pancasila :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. (Menurut dasar) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. (Dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya rumusan piagam Jakarta tersebut
mengalami perubahan dan disahkan oleh Piagam Jakarta tersebut
mengalami perubahan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 sebagai dasar Republik Indonesia yang diproklamasikan
kemerdekaannya oleh Soekarno dan Hatta. Rumusan dasar negara yang
tetap bernama Pancasila itu adalah :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan melalui pemikiran yang Panjang dan lama, ide marhaenisme
tersebut secara substansif berdialektis dan menjelma menjadi Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai