Anda di halaman 1dari 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vektor Penyakit


Vector Bourne Disease (VDB) didefinisikan sebagai penyakit menular pada manusia
dan hewan yang disebabkan oleh agen patogen seperti bakteri, helminthes, protozoa dan
virus yang ditularkan oleh vektor seperti artropoda yaitu nyamuk, serangga triatomine, lalat
hitam, lalat tsetse, lalat pasir, dan kutu hematofagus. Vektor merupakan organisme hidup
yang berpotensi menularkan penyakit antar manusia atau dari hewan ke manusia
(DA,Hernandez et al, 2020).
Demam berdarah, penyakit Chagas, ensefalitis Jepang, leishmaniasis, filariasis limfatik
(LF), malaria, dan demam kuning mengancam lebih dari 80% populasi dunia dan secara tidak
proporsional mempengaruhi populasi termiskin yang tinggal di daerah tropis dan subtropis
Banyak dari VBD ini adalah ko-endemik, dan diperkirakan lebih dari setengah populasi dunia
tinggal di daerah di mana terdapat 2 atau lebih Vector Bourne Disease. Vector Bourne
Disease berkontribusi signifikan terhadap beban penyakit global, terhitung 17% dari
perkiraan beban global semua penyakit menular. Mungkin Vector Bourne Disease yang
paling terkenal, malaria, adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas, terutama di sub-
Sahara Afrika (SSA), dengan sekitar setengah populasi dunia diprediksi berisiko malaria
(Wilso.A. et. Al, 2020).
Salah satu vektor yang dapat menularkan penyakit contohnya adalah serangga
penghisap darah yang memakan mikroorganisme patogen selama menghisap darah dari inang
yang terinfeksi kemudian menginfeksi inang baru dengan memasukkannya ke inang baru saat
proses menghisap darah (Crossland, CJ. et.al, 2016).Demam berdarah merupakan infeksi
virus yang paling banyak ditularkan oleh nyamuk Aedes. Lebih dari 3,9 miliar orang di lebih
dari 129 negara berisiko tertular demam berdarah, dengan perkiraan 96 juta kasus bergejala
dan sekitar 40.000 kematian setiap tahun. Vector Bourne Disease dapat dicegah, melalui
tindakan perlindungan, dan mobilisasi komunitas ((Wilso.A. et. Al, 2020).
2.1.1 Jenis-Jenis Vektor Penyakit
Kumpulan daftar penyakit yang ditularkan melalui vektor (VBD) dapat dilihat pada
tabel dibawah ini. Daftar tersebut juga menggambarkan jenis patogen penyebab penyakit
pada manusia. Filum arthropoda krustasea, arakhnida, dan serangga sejauh ini adalah yang
terbesar di dunia hewan. Serangga memainkan peran kunci dalam ekosistem alami,
menyerbuki tanaman kita, membuat madu, dan bahkan bisa menjadi makanan. Namun,
penghisap darah, atau hematofag, artropoda nyamuk, lalat pasir, kutu, dan laim-lainnya
berfungsi sebagai vektor untuk penyakit manusia yang menghancurkan, termasuk malaria,
penyakit tidur dan penyakit Chagas, leishmaniasis, Dengue, dan virus Zika (Tabel 2.1).
Pengendalian vektor tetap merupakan tindakan yang paling efektif secara umum untuk
mencegah penularan malaria dan sangat penting untuk pengendalian wabah Dengue dan Zika
tanpa adanya vaksin yang aman dan efektif. (Baxter. et.al, 2017)

Tabel 2.1. Penyakit Umum yang Ditularkan melalui Vektor dan Vektornya

Kejadian penyakit yang ditularkan melalui vektor (VBD) paling banyak terjadi di
daerah tropis dan subtropis. Peningkatan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui vektor
dapat diakibatkan karena urbanisasi (pembangunan) yang tidak terencana, implementasi
program pengendalian vektor yang tidak efisien karena kapasitas sumber daya manusia,
sumber daya alam, infrastruktur yang tidak memadai, pasokan air yang tidak efisien dan
pembuangan limbah yang tidak efektif. Dapat disimpulkan bahwa distribusi VBD
dipengaruhi oleh faktor demografis, lingkungan, dan sosial yang kompleks (Roiz.et.al, 2018).

2.2. Pesisir
2.2.1 Definisi Pesisir
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara darat dan laut yang bagian lautnya
masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, dan bagian
daratannya masih dipengaruhi oleh aktivitas lautan seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Menurut GESAMP (2001) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai
wilayah daratan dan perairan yang dipengaruhi oleh proses biologis dan fisik dari perairan
laut maupun dari daratan, dan didefinisikan secara luas untuk kepentingan pengelolaan
sumber daya alam. Sehingga deliniasi wilayah pesisir ini dapat berbeda tergantung dari aspek
administratif, ekologis, dan perencanaan (Yonvitner, et. al, 2017).

Terdapat definisi wilayah pesisir dalam dua pendekatan, yaitu definisi scientific dan
definisi yang berorientasi pada kebijakan.

a. Menurut definisi scientific wilayah pesisir yang diibaratkan sebagai pita yang
terbentuk dari daratan yang kering dan ruang yang berbatasan dengan laut (air dan
tanah di bawah permukaan laut) dimana proses-proses dan pemanfaatan lahan yang
terjadi di daratan secara langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan di
laut dan sebaliknya.
b. Definisi yang berorientasi pada kebijakan yang dikemukakan ada dua definisi yaitu:
1) Definisi wilayah pesisir mencakup daerah sempit sebagai pertemuan antara darat
dan laut yang berkisar antara ratusan dan beberapa kilometer, meluas dari darat
mencapai batas perairan menuju batas jurisdiksi nasional di perairan lepas pantai.
Definisi ini tergantung pada seperangkat issue dan faktor-faktor geografi yang
relevan pada setiap bentangan pesisir yang.
2) Manajemen wilayah pesisir melibatkan manajemen yang kontinu dari
pemanfaatan lahan di pesisir dan perairan beserta sumber daya yang ada dalam
areal yang sudah ditetapkan, dimana batas-batasnya ditetapkan secara politik
melalui perundang-undangan atau aturan yang ditetapkan oleh eksekutif
(Yonvitner, et. al, 2017).
Dari kedua definisi yang berorientasi politik tersebut pada tingkat kebijakan, batas-
batas wilayah pesisir didefinisikan dalam empat cara, yaitu (1) berdasarkan jarak yang tetap,
(2) berdasarkan jarak yang beragam, (3) berdasarkan pemanfaatan, dan (4) merupakan
perpaduan dari ketiga hal tersebut (Yonvitner, et. al, 2017).

Undang-Undang (UU) No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di darat dan laut.
Peneliti Kay dan Alder menyatakan bahwa pesisir merupakan wilayah yang unik, karena
dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat pertemuan antara darat dan
laut. Menurut Dahuri, dkk (2013) wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara
daratan dan lautan. Dapat dilihat dari gambar 2.1 apabila ditinjau dari garis pantai
(coastalline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas tegak lurus terhadap
garis pantai (cross-shore) (Lautetu.et.al, 2019).

Gambar 2.1. Zona Wilayah Pesisir (Lautetu.et.al, 2019)

Luas wilayah pesisir tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi
wilayah yang membentuk wilayah pesisir tersebut. Daerah pesisir sangat dipengaruhi oleh
perubahan iklim terutama akibat pemanasan global. Hal ini mengakibatkan meningkatnya
tinggi permukaan air laut, tinggi gelombang dan suhu air laut (Yonvitner, et. al, 2017).

Saat ini, penentuan batas-batas wilayah pesisir didunia berdasarkan pada tiga kriteria,
yaitu :
1. Garis linier secara arbitrer tegak lurus terhadap garis pantai (coastline atau
shoreline).
2. Batas-batas administratif dan hukum negara.
3. Karakteristik dan dinamika ekologis (biofisik) yakni atas dasar sebaran spasial dari
karakteristik alamiah (natural features) atau kesatuan prosesproses ekologis (seperti
aliran sungai, migrasi biota dan pasang surut) (Yonvitner, et. al, 2017).

2.2.2 Geologi Pesisir


Bentuk wilayah pesisir yang terletak di antara daratan dan lautan selain ditentukan
oleh kekerasan (resistivity) batuan, pola morfologi, juga ditentukan oleh tahapan tektoniknya
apakah labil atau stabil. Indonesia memilik garis pesisir dengan panjang ±81.000 km, wilayah
pesisirnya mempunyai ekosistem mempunyai ekosistem yang sangat beragam. Bentuk pantai
landai, selain dikontrol oleh jenis batuan alasnya yang relatif lunak juga terletak di daerah
yang retatif stabil dari kegiatan tektonik atau daerah tingkat pasca tektonik (post tectonic
stage), sehingga proses erosi pengangkutan-pengendapan berjalan tanpa gangguan kegiatan
tektonik.
Gambaran relief (topografi) dasar laut perairan Nusantara Indonesia merupakan yang
terunik di dunia. Selain itu semua tipe topografi dasar laut terdapat di perairan Indonesia
seperti paparan (shelf) yang dangkal, depresi yang dalam dengan berbagai bentuk (basin,
palung), berbagai bentuk elevasi berupa punggung (rise, ridge), gunung bawah laut (sea
mount), dan terumbu karang (Yonvitner, et. al, 2017).
2.2.3. Fisiografi Pesisir
Secara tektonik Indonesia terletak di dalam kawasan aktif (tidak stabil) yang
didominasi oleh gerakan konvergensi, khususnya subduksi, antara lempeng Australia dan
lempeng Eurasia. Ketidak stabilan tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanik dan
perubahan pada lempeng bumi, hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran garis pantai setiap
tahun. Kondisi iklim dan interaksinya terhadap permukaan laut, juga memegang peranan
penting dalam penentuan ciri atau sifat pesisir di kepulauan Indonesia (Yonvitner, et. al,
2017).
Daftar Pustaka

 Hernández DA, Á., & Rivera A, S. 2020. An Introduction to Vector-Borne Diseases.


Austin Journal of Vector Borne Diseases.
https://www.researchgate.net/publication/322684544_An_Introduction_to_Vector-
Borne_Diseases.
 Wilso, A. Et. al., The importance of vector control for the control and elimination of
vector-borne diseases. 2020. PLOS Neglected Tropical Diseases |
https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0007831 January 16, 2020.
 Crossland, CJ. Et. al., The Coastal Zone – a Domain of Global Interactions. 2016. In
book: Coastal Fluxes in the Anthropocene (pp.1-37) DOI: 10.1007/3-540-27851-6_1
 Baxter, Richard & Contet, Alicia & Krueger, Kathryn. 2017. Arthropod Innate Immune
Systems and Vector-Borne Diseases. Biochemistry. 56. 10.1021/acs.biochem.6b00870.
 Roiz, David & Wilson, Anne & Scott, Thomas & Fonseca, Dina & Jourdain, Frederic &
Müller, Pie & Velayudhan, Raman & Corbel, Vincent. (2018). Integrated Aedes
management for the control of Aedes-borne diseases. PLOS Neglected Tropical
Diseases. 12. e0006845. 10.1371/journal.pntd.0006845.
 Lautetu, L., Kumurur, V., dan Warouw, F. 2019. Karakteristik Permukiman Masyarakat
Pada Kawasan Pesisir Kecamatan Bunaken. Jurnal Spasial. Vol 6 (1).
 Yonvitner, et. al., Pengertian, Potensi, dan Karakteristik Wilayah Pesisir. 2017.
Jakarta:Erlangga

Anda mungkin juga menyukai