Anda di halaman 1dari 3

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B)
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (selanjutnya disingkat P3B) dikenal juga dengan
istilah Perjanjian Perpajakan atau Tax Treaty, Tax Convention, Double Tax Agreement atau
Double Tax Treaty. P3B ini pada umumnya merupakan kesepakatan bilateral dua negara
tentang bagaimana mengatur pengenaan pajak yang memiliki dimensi internasional dari dua
negara yang melakukan kesepakatan itu agar tidak terjadi pengenaan pajak secara berganda.
Pengaturan ini menjadi penting karena beban pajak yang ditanggung oleh orang atau badan
yang memiliki kaitan di dua negara tersebut akan mempengaruhi keputusan investasi dan
permodalan di antara kedua negara tersebut.

Pengertian P3B

Treaty memiliki makna suatu persetujuan internasional yang disepakati antar negara dan
dibuat sesuai hukum internasional. Sementara itu pengertian Tax Treaty atau P3B itu sendiri
adalah suatu persetujuan antara dua Negara atau lebih dengan membagi hak untuk
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang berasal dari suatu Negara yang diperoleh
penduduk atau resident negara lain.

Dengan demikian, inti dari suatu P3B adalah pembagian hak pemajakan antar negara. P3B
tidak menimbulkan jenis pajak baru dan tidak mengatur tarif pajak. P3B hanya akan
mengatur pembagian hak pemajakan sehingga nantinya atas beberapa jenis penghasilan, hak
pemajakan suatu negara akan dibatasi oleh P3B.

Negara Sumber vs Negara Domisili

Dalam kaitan pembagian hak pemajakan ini, negara-negara yang melakukan perjanjian
perpajakan dibagi menjadi dua jenis. Pertama adalah negara sumber (source country) yang
merupakan negara di mana penghasilan yang merupakan objek pajak timbul. Kedua adalah
negara domisili (resident country) yaitu negara tempat subjek pajak bertempat tinggal,
berkedudukan atau berdomisili berdasarkan ketentuan perpajakan.

Baik negara sumber maupun negara domisili biasanya berhak untuk mengenakan pajak
berdasarkan undang-undang domestiknya. Pengenaan pajak oleh dua yurisdiksi perpajakan
terhadap satu jenis penghasilan inilah yang biasanya menimbulkan pengenaan pajak
berganda sehingga perlu diatur dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara
domisili.

Contoh sederhana berikut menjelaskan pengertian negara sumber dan negara domisili ini.
Misalkan Tuan Teungku Fahri yang bertempat tinggal di Malaysia memiliki saham
perusahaan PT Manohara yang berkedudukan di Indonesia. Pada tahun 2009 PT Manohara
membagikan dividend kepada para pemegang sahamnya, termasuk Tuan Tengku Fahri yang
mendapatkan dividen Rp1.000.000.000,-.

Dividen tersebut dibayarkan oleh badan hukum yang berkedudukan di Indonesia (PT
Manohara). Dengan demikian negara sumber dalam hal ini adalah Indonesia. Sementara itu,
pemilik penghasilan dividend tersebut adalah Tengku Fahri yang bertempat tinggal di
Malaysia. Dengan demikian, Malaysia disebut negara domisili dalam kasus ini.

Tujuan P3B

Sebagaimana telah disinggung di atas, adanya P3B dimaksudkan terutama untuk


menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara
mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang
dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;

1. Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau
badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara
yang berbeda. Aturan ini dikenal dengan istilah Tie Breaker Rule yang dicantumkan
dalam Pasal 4 ayat (2) P3B.
2. Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21
P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang
bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa
pembatasan kepada suatu negara untuk mengenakan pajak.
3. Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di
suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak
yang melakukan transfer pricing.
4. Adanya ketentuan tentang penerapan metode penghindaran pajak berganda yang
diatur dalam Pasal 23 P3B.
5. Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu
Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka
Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya
melalui MAP ini.

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika
tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan
dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya
dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.

Dasar Hukum P3B

Di Indonesia, P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex specialist terhadap Undang-undang
domestik. Dengan demikian, jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan
dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.

Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan, perundingan, ratifikasi
serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional.

Penerapan P3B

Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku efektif.
Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang belum berlaku efektif
tetapi masih dalam proses perundingan, penandatanganan, ratifikasi atau proses
pemberlakuan.

Beberapa ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah ketentuan
tentang tatacara penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda yang diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009, ketentuan tentang pencegahan
penyalahgunaan penghindaran pajak berganda yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-62/PJ/2009, dan ketentuan tentang pertukaran informasi yang diatur dalam
Surat Edraan Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-51/PJ/2009.

Anda mungkin juga menyukai