Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM

BENCANA
Dosen pengampu: Dr. Dra. Nur Endah Wahyuningsih, MS.

Disusun oleh:

Kelompok 21

Dwi Rahayu 25000117120115

Murthya Azhari 25000117130158

Sintia Istiqomah 25000117140141

Curniasti Duhitantia H. B 25000119183400

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
2.4.2 Pengelolaan Sampah dan Penggunaan Kembali
Pengelolaan sampah berdasarkan prinsip 5R (Reduce, Re-Use,
Repair, Recycle dan Residual Management) harus dipertimbangkan dalam
keadaan bencana. Sistem pengelolaan dan pembuangan sampah yang aman
harus diterapkan pada tahap paling awal keadaan darurat. Pendekatan
tersebut menjadikan sampah sebagai input dalam produksi (mengubah
sampah menjadi sesuatu yang memiliki manfaat dan nilai potensial).
Partisipasi dan komitmen masyarakat sangat penting dalam perencanaan,
desain, dan implementasi sistem pengelolaan sampah yang efektif.
Pembagian tugas dalam pengelolaan sampah di masyarakat juga perlu
diperhatikan. Misalnya perempuan bertanggungjawab atas pengelolaan
sampah rumah tangga sedangkan laki-laki sebagai pemuat sampah dalam
pengumpulan, daur ulang atau penggunaan kembali. Selain itu, diperlukan
kerjasama dengan beberapa organisasi kemanusiaan dan LSM untuk
mengembangkan pengelolaan sampah.
Sampah Bencana
Menurut EPA (2008) sampah bencana dapat diolah dalam du acara
yaitu pengomposan dan penggunaan kembali. Pengomposan dilakukan
pada puing-puing bahan biodegradable. Sedangkan penggunaan kembali
atau daur ulang dapat diterapkan pada sampah berupa beton, batu bata,
logam, kayu dan material karet.
Sampah Kemasan
Banyaknya pasokan bahan bantuan meningkatkan jumlah sampah
kemasan seperti kertas, elemen kayu, kardus, dan plastic. Berikut beberapa
prototype yang telah diproduksi di Laboratorium Departemen DIN
Universitas Bologna sebagai solusi pengelolaan sampah kemasan.
1. Tas Ransel
Untuk membantu para pengungsi di penampungan darurat dalam hal
mengumpulkan makanan atau mendapatkan berbagai barang, peneliti
merancang dan membuat tas punggung tahan dari kardus (dari
kemasan kitchen set ukuran 35x35x34). Ketahanan tas ransel kardus
telah diuji dan dapat memuat 10 kg.
2. Sandal
Banyak orang di pengungsian berjalan tanpa alas kaki, memunculkan
ide untuk membuat sandal kardus dengan pita perakat yang tahan air.

3. Dudukan
Pembuatan dudukan karton dengan menggunakan kemasan karton dan
pita perekat yang dapat menampung hingga 15 kg.

Waste From Refugee Camps.


Pengelolaan limbah di camp penggungsi seringkali tidak sesuai
dengan system. dimana penggungsi sering membakar dan menguburkan
sampah dengan cara yang tidak sesuai. Hal ini akan menyebab polusi pada
lingkungan dan kontaminasi pada sumur dangkal dari sumber air tanah.
Sebagian besar limbah yang berasal dari camp penggungsi adalah limbah
organik yang berupa kotoran manusia dan sisa makanan. Limbah ini dapat
di daur ulang dengan cara membuat kompos maupun biogas.
Dalam kondisi aerobic sampah organik dapat terdegradasi oleh
mikroorganisme dalam bentuk pengomposan (Ronteltapa et al,2009). Pada
tahap pertama pembuatan kompos, bahan yang mudah terurai secara alami
terdegradasi dalam tempat sampah dengan suhu hingga 700c. Proses ini
berlangsung selama beberapa bulan. tahap pematangan dari kompos
memakan waktu hanya beberapa minggu saja. Idealnya, sampah organik
memiliki kelembaban 50–60%. Biasanya, 50% massa organik dapat
dikonversi melalui pengomposan. Ini secara substansial mengurangi
jumlah limbah yang akan diangkut. dalam bidang pertanian Kompos
terbukti menjadi pupuk yang baik.
Limbah organik dapat dikonversi secara mikrobiologis ke biogas,
yang disebut pabrik biogas (Taylor, Christopher I.,2010). Biogas yang
dibentuk dan dikumpulkan, terdiri dari 60% metana, 30–40% CO2 , dan
sejumlah kecil gas lainnya, dan dapat digunakan secara langsung misalnya
untuk memasak. Dari sudut pandang energi biogas yang diproduksi
menggunakan limbah di kamp-kamp pengungsi menjadi sangat penting
dan dapat digunakan di berbagai keperluan misalnya memasak dan dalam
produksi energi listrik.
Energy Consumption.
Salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang tinggal di camp
penggungsi adalah kebutuhan akan listrik (salehin,et al.2011). Dalam
keadaan krisis, daya listrik local biasanya tidak tersedia, sehingga
digunakan generator listrik. Daya listrik diprioritaskan untuk penerangan
keamanan dan untuk pompa air di sekitar camp. Jika dana mencukupi
maka daya listrik dapat diberikan ke tempat penampungan hidup individu
(Departemen Angkatan Udara, 2000). Kebutuhan pemakaian listrik untuk
camp penggungsi dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti
permintaan pencahayaan, permintaan untuk pemurnian air, pendingin,
catering dan telekomunikasi. Secara umum, total listrik yang dibutuhkan
oleh camp penggungsi yang terdiri dari 20.000 orang, adalah sekitar 135
kWh / hari.
Pencahayaan disediakan di area komunal kamp pengungsi, rumah
sakit, area toilet, dan kantor termasuk didalamnya Jumlah total staf dan
luas kantor telah dihitung berdasarkan standar UNHCR (UNHCR, 2007).
Salah satu faktor penting adalah mencegah penyebaran penyakit yang
dapat dicegah melalui vaksinasi. Vaksin harus disimpan di tenda
didinginkan yang mewakili konsumsi listrik yang signifikan.

Kebutuhan Listrik Penilaian opsi Penilaian opsi Merancang modul


Sumber pengurangan energi, air, pengurangan energi, air, energi darurat untuk
dan limbah untuk HQ dan limbah untuk HQ situasi kamp bantuan
AMISOM yang AMISOM yang dan pengungsi: studi
diusulkan di diusulkan di kasus untuk kamp
Mogadishu, Somalia Mogadishu, Somalia pengungsi di
dan basis dukungan di dan basis dukungan di perbatasan Chad-Sudan
Mombasa, Kenya Mombasa, Kenya (Salehin et al., 2011)
(UNEP, 2010) [Data (UNEP, 2010) [Data
untuk kamp kantor untuk base camp
pusat] dukungan]

Pencahayaan [kWh/hari] 52,1

Pencahayaan (eksternal) 273,0 273,0


[kWh/day]

Pencahayaan (internal) 320.0 160.0


[kWh/day]

Pemurnian air 63.8


[kWh/hari]

Air panas [kWh/day] 497.3 248.7


Pendingin [kWh/day) 1,750.0 875.0

Pendinginan vaksin 18.8


[kWh/day]

Daya kecil (akomodasi) 832.3 416.1


[kWh/hari]

Daya kecil (kantor) 536.8 273.7


[kWh/hari]

Katering [kWh/hari] 42.6 21.8

Telekomunikasi
[kWh/hari]

Tabel 6 (Salehin et al., 2011; UNEP, 2010) Permintaan listrik dalam modul kamp
pengungsi untuk kebutuhan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai