Anda di halaman 1dari 284

1.

PEMBENTUKAN KARAKTER
(CHARACTER BUILDING) KEPALA
SEKOLAH
PEMBENTUKAN KARAKTER (CHARACTER BUILDING)
KEPALA SEKOLAH (9 JP)

I. PENUGASAN DINAMIKA KELOMPOK ( 4 JP x 45’ = 180’)


A. Latar Belakang

Dinamika kelompok menurut Yacobs, Harvill, dan Manson (1994) merupakan kekuatan yang
saling mempengaruhi hubungan timbal balik melalui interaksi yang terjadi antar anggota
kelompok dengan pemimpin yang diberi pengaruh kuat pada perkembangan kelompok.
Awal mula muncul kegiatan dinamika kelompok adalah dalam rangka proses mencari
pengalaman melalui ruangan yang dipadukan dengan alam terbuka. Hal tersebut sudah
dimulai sejak zaman Yunani. Sedangkan dalam bentuk pendidikan formal, sudah mulai
dilakukan pada tahun 1821 ditandai dengan didirikannya Round Hill School, di Inggris, tetapi
secara sistematik kegiatan alam terbuka (outbond) baru dimulai di Inggris pada tahun 1941.
Pada awalnya tujuan dari kegiatan mencari pengalaman melalui ruangan tersebut mendidik
generasi muda untuk mencari ilmu pengetahuan sebagai bekal mempertahankan kehidupan
kelak dewasa, Kegiatan mencari pengalaman melalui ruangan terbuka pada akhirnya banyak
digunakan oleh lembaga pendidikan untuk mempersiapkan generasi muda yang tangguh
dalam menghadapi kehidupannya. Sedangkan kegiatan pada alam terbuka (outbond)
bertujuan mendidik generasi muda untuk siap perang. Sehingga kegiatan pelatihan di alam
terbuka ini pada akhirnya memang banyak digunakan oleh lembaga militer untuk
mempersiapkan prajurit tangguh. Selain untuk mempersiapkan prajurit yang tangguh, dewasa
ini (outbond) digunakan juga sebagai terapi kejiwaan dan untuk membangun modal sosial.
Hal terpenting dalam mencari pengalaman melalui ruangan dipadukan dengan alam terbuka
untuk membentuk pengalaman. Namun dalam kesempatan ini untuk mencari pengalaman
dipadukan antara kegiatan dalam ruangan dan diluar ruangan ini adanya upaya peningkatan
kemampuan profesional calon kepala sekolah dalam rangka pembentukan karakter peserta
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Calon Kepala Sekolah sehingga dapat menumbuhkan
kompetensi kepribadian dan sosiali sebagai kepala sekolah.
Dinamika kelompok sebagai suatu metoda dan proses, merupakan salah satu alat manajemen
untuk menghasilkan kerjasama kelompok yang optimal, agar pengelolaan organisasi menjadi
lebih efektif, efisien dan produktif. Sebagai metoda, dinamika kelompok, membuat setiap
anggota kelompok semakin menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang hadir
bersamanya dalam kelompok dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kesadaran semacam ini perlu diciptakan karena kelompok atau organisasi akan menjadi
efektif apabila memiliki satu tujuan, satu cara tertentu untuk mencapai tujuan yang diciptakan
dan disepakati bersama dengan melibatkan semua individu anggota kelompok tersebut sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Sebagai suatu proses, dinamika kelompok berupaya
menciptakan situasi sedemikian rupa, sehingga membuat seluruh anggota kelompok merasa
terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan atau pertumbuhan kelompok, agar
setiap orang merasakan dirinya sebagai bagian dari kelompok dan bukan orang asing.
Dengan demikian diharapkan bahwa setiap individu dalam organisasi merasa turut
bertanggung jawab secara penuh terhadap pencapaian tujuan organisasi yang lebih luas.
Suatu kelompok biasanya tidak dapat berjalan dengan lancar apabila tidak dipimpin oleh
seorang yang baik. Kerja sama diskusi maupun kegiatan lainnya banyak ditentukan oleh
kepemimpinandari ketua kelompok. Untuk itu peserta harus dapat merasakan bagaimana
dipimpin dan bagaimana pula cara memimpin yang baik
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah khususnya
pada dimensi kompetensi kepribadian dan sosial mensyaratkan bahwa seorang kepala
sekolah diharapkan menguasai kompetensi
Kegiatan dinamika kelompok pada Diklat Calon Kepala Sekolah yang dikembangkan saat ini
(tahun 2020) dapat dilakukan secara dalam jaringan (daring) melalui tatap muka virtual dan
luar jaringan (luring) melalui tatap muka langsung. Dinamika kelompok melalui tatap muka
virtual dilakukan selama kondisi negara Republik Indonesia mengalami pandemi Covid-19
yang tidak memungkinkan untuk mengumpulkan peserta diklat dalam jumlah banyak pada
sebuah komunitas. Sedangkan dinamika kelompok secara tatap muka langsung dapat
dilakukan apabila kondisi sebuah daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) telah dinyatakan sebagai
zona hijau dan mendapatkan izin dari gugus covid daerah setempat.

B. Target Kompetensi

Setelah mengikuti kegiatan dinamika kelompok dalam Diklat Calon Kepala Sekolah Sekolah,
peserta mampu menerapkan nilai-nilai kepemimpinan dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai kepala sekolah pada dimensi:
1. Dimensi Kompetensi Kepribadian
a. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan akhlak mulia, menjadi teladan
akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
b. Memiliki integritas dan tanggung jawab sebagai pemimpin sekolah
c. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala
sekolah/madrasah.
d. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
e. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala
sekolah/madrasah.
f. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

2. Dimensi Kompetensi Sosial


a. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
c. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
3. Dimensi Kompetensi Kepemimpinan pembelajaran
a. Menyusun pemecahan masalah pembelajaran dalam rangka pengembangan
b. sekolah
c. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
d. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai
organisasi pembelajar yang efektif.
e. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
f. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah.
g. Bekerja keras ,Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
sekolah/madrasah sebagai sumber belajar calon kepala sekolah
C. Langkah-Langkah Pembelajaran (4 jp x 45” = 180’)

Skenario Pembelajaran Dinamika kelompok

Pembukaan (45’) Pelaksanaan (70’) Penutupan (65’)

1. Koordinasi
suku/kelompok
1. Pembukaan (breakout room 1. Refleksi pelaksanaan
dinamika kelompok zoom bagi dinamika kelompok
2. Target kompetensi pelaksanaan diklat 2. Testimoni dari peserta
3. Kontrak Program secara daring) 30’ terhadap pelaksanaan
4. Pembentukan 2. Pelaksanaan dinamika kelompok
Suku/kelompok penugasan 3. Penutupan dinamika
5. Penjelasan dinamika kelompok kelompok
penugasan dinamika 40’ (20’/suku
kelompok

Pembagian waktu dalam mata diklat Pembenukan Karakter

NO MATERI WAKTU
Dinamika Kelompok
a. Penjelasan Umum Dinamika Kelompok 10’
b. Kontrak Program 5’
c. Yel Nasional 10’
d. Yel-yel suku/kelompok 20’
e. Penugasan Koreografi 70
f. Refleksi Dinamika Kelompok 65’
4 JP 180’
1. Membangun Kebiasaan Refleksi Secara Mandiri (Self Regulated 40
Learning)
2. Mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk meningkatkan 80
kualitas belajar murid (facilitating, coaching, mentoring)
3. Menggerakkan Komunitas Belajar di Lingkungan Sekolah , 40
organisasi profesi, dan lingkungan yang lain Community of Practice)
4. Mengembangkan kematangan diri (Self Maturity) secara holistic 40
spiritual, moral, emosi, dan intelektual)
225

D. Pelaksanaan Dinamika Kelompok

1. Penjelasan umum Dinamika Kelompok


Pengajar diklat menyampaikan tentang pentingnya dinamika kelompok dengan disertai
regulasi terkait (Permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala
sekolah/madrasah). Peserta diklat diberi penjelasan mengenai nilai-nilai karakter yang
akan dikuatkan dalam kegiatan penugasan dinamika kelompok.

2. Kontrak Program dan Pembentukan suku (kelompok)


Moda tatap muka virtual (Moda daring)
Adapun rincian kontrak program untuk tatap muka virtual meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a. Peserta memakai pakaian hitam putih (berdasi bagi laki-laki) denganbawahan
hitam selama pembelajaran.
b. Peserta dilarang keluar dari ruang meeting (zoom meeting) selama diklat.
c. Peserta harus mengaktifkan/menyalakan video dalam aplikasi video conference
selama kegiatan berlangsung
d. Peserta harus memakai nama tag atau kartu nama.
e. Peserta tidak diperbolehkan mengerjakan kegiatan atau pekerjaan lain yang
menimbulkan suara berisik, noise, yakni dual video conference, makan, tiduran,
rebahan, memasak, baby sitting atau hal lain yang dapat mengganggu selama
tatap muka virtual
f. Peserta dilarang menggunakan gadget (HP/IPAD/IPHONE dan yang sejenisnya)
selama kegiatan penugasan dinamika kelompok.
g. Peserta dilarang melihat TV, membaca koran, majalah kecuali kitab suci dan
Bahan Pembelajaran diklat.
h. Peserta dilarang berbicara dengan orang lain yang bukan warga kelas.
i. Peluit berbunyi tiga kali pendek 5 menit lagi kegiatan akan dimulai
j. Peluit berbunyi tiga kali panjang kegiatan dimulai peserta tidak boleh terlambat
k. Peserta harus melaksanakan semua penugasan.

Moda Tatap muka langsung


Pengajar Diklat menyampaikan kontrak (aturan) yang akan disepakati dan
dilaksanakan secara bersama-sama selama mengikuti kegiatan dinamika kelompok
Adapun rincian kontrak program untuk tatap muka langsung meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Peserta mengenakan pakaian olahraga lengkap.
b. Peserta mengenakan tanda pengenal sebagai peserta diklat calon pengawas
sekolah
c. Peserta tidak diperbolehkan meninggalkan kegiatan, kecuali dalam hal yang
mendesak/sangat penting, setelah mendapat ijin/persetujuan dari
panitia/narasumber
d. Peserta harus memakai name tag/tanda pengenal.
e. Peserta dilarang menerima tamu selama pelaksanaan kegiatan dinamika
kelompok kecuali atas ijin pengajar/panitia.
f. dilarang menggunakan gadget (HP/IPAD/IPHONE dan yang sejenisnya) selama
kegiatan dinamika kelompok
g. Peserta dilarang melihat TV, membaca koran, majalah kecuali kitab suci dan
modul diklat
h. Peserta dilarang merokok.
i. Peluit berbunyi tiga kali pendek 5 menit lagi kegiatan akan dimulai
j. Peluit berbunyi tiga kali panjang kegiatan dimulai peserta yang terlambat dicatat.
k. Peserta harus melaksanakan semua penugasan,

3. Yel Nasional
Pengajar diklat membimbing peserta untuk mengkumandangkan yel nasional dengan
posisi berdiri gerakan kaki kiri dilangkahkan ke depan dan tangan kanan mengepal ke
atas. Adapun yel nasional berbunyi sebagai berikut:
I do My Best
You do Your Best
We do Our best
The best ….yes
Lakukan berulangkali hingga peserta hafal dan menjiwai makna dari yel tersebut.

4. Pembentukan Suku
Setelah kontrak program selesai disepakati dan siap dilaksanakan, dan
mengumandangkan yel nasional Pengajar diklat memimpin untuk membentuk suku-
suku (kelompok-kelompok) kecil yang terdiri dari @ 10 orang peserta untuk setiap
suku/kelompok.
a. Pembelajaran secara tatap muka langsung Pengajar membagikan pita serta
bendera suku (kelompok) kepada masing-masing suku yang sekaligus penamaan
suku menggunakan jenis warna dari pita dan bendera yang diterima. Contohnya:
SUKU KUNING, SUKU BIRU, SUKU UNGU, SUKU MERAH, dan seterusnya.
Pembelajaran secara tatap muka virtual Pengajar meminta peserta diklat
memakai penanda kertas warna/bahan lain yang dapat dipakai sebagai penanda
sesuai dengan nama sukunya disematkan di data peserta.
b. Pengajar memberikan nama suku/kelompok sesuai dengan kesepakatan dengan
peserta
c. Pengajar menjelaskan teknis pelaksanaan penugasan kepada seluruh peserta
dalam suku/kelompok
d. Pengajar meminta setiap suku/kelompok memiliki yel dan lagu kebangsaan
suku/kelompok masing-masing sebagai pemacu semangat
e. Pengajar meminta peserta untuk menunjuk ketua sebagai koordinator setiap
suku/kelompok
f. Panitia/admin membuat breakout room (apabila dilaksanakan secara tatap muka
virtual) untuk memberi kesempatan peserta dalam suku/kelompok untuk
koodinasi sesuai waktu yang telah ditentukan

5. Lagu kebangsaan dan yel-yel suku (kelompok)


Pengajar diklat membimbing peserta untuk mencipta lagu kebangsaan dan yel-yel suku
(kelompok) yang akan dipergunakan sebagai pemantik semangat bagi masing-masing
suku. Lagu dan yel suku yang dibuat harus memunculkan identitas nama sukunya
dengan disertai kata-kata pembangkit semangat dan visi yang membawa sukunya
meraih kejayaan.
Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Suku-suku Kuning suku kuning yang paling kuat Suku-suku Kuning suku kuning
yang paling kompak Siapa berani melawan kami serentak rakyatku membela
Hidup suku kuning, Kuning….Kuning….Kuning Yes…..

Setiap suku (kelompok) diminta untuk memperagakan lagu kebangsaan dan yel
sukunya di depan kelas. Bagi suku (kelompok) yang memiliki lagu dan yel suku yang
sama atau mirip maka meminta untuk mengulang kembali. Pengajar memberikan
apresiasi positif terhadap karya ciptaan lagu dan yel suku.
Nilai karakter kepemimpinan yang dikuatkan adalah kreativitas, inovasi, motivasi
yang kuat meraih prestasi, kerjasama, komitmen, dan tanggung jawab.
6. Pelaksanaan Penugasan Dinamika Kelompok (Membangun Kreativitas dan
Kerjasama melalui penugasan mencipta gerakan koreografi)
Persiapan dan pelaksanaan penugasan
a. Pengajar memberi penjelasan tugas koreografi
b. Pengajar mendemonstrasikan tarian sebuah kebudayaan
c. Pengajar menentukan sebuah lagu yang akan menjadi pengiring dalam koreografi
(lagu daerah atau lagu lain yang menimbulkan semangat)
d. Pengajar memberikan informasi dan pengarahan kepada ketua suku/kelompok;
e. Pengajar diklat menyampaikan kepada peserta bahwa aspek penilaian dari
penugasan ini adalah kekompakan, keserasian gerakan dengan musik, variasi
gerakan.
f. Ketua suku (ketua kelompok) kembali ke kelompoknya memberi penjelasan tugas
pembuatan koreografi
g. Pengajar memberi kesempatan kepada setiap suku/kelompok untuk melakukan
koordinasi dan latihan mencipta gerakan koreografi melalui breakout room (untuk
pelaksanaan dengan tatap muka virtual melalui aplikasi video conferences)
h. Setiap kelompok melaksanakan tugas koreografi sampai lagu selesai diputar
i. Pengajar memberikan komentar mengenai penilaian penugasan koreografi dengan
kriteria kekompakan, keserasian gerakan dengan musik, dan jumlah variasi gerakan
j. Setelah selesai penugasan pengajar memberikan umpan balik tentang penugasan
dan bertanya manfaat apa penugasan tersebut bila dikaitkan dengan kepribadian,
sosial dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah itu bila terjadi dalam
pekerjaan yang sebenarnya.

Mengatur Strategi (10 Menit)


a. Pengajar diklat menggali strategi yang akan digunakan oleh ketua suku/kelompok,
apakah ketua menggunakan ide anggotanya
b. Pengajar diklat menanyakan efektifitas strategi yang akan digunakan dan
menanyakan strategi lain jika strategi awal gagal
c. Pengajar diklat menanyakan peran masing-masing anggota dalam menyelesaikan
tugas serta langkah apa yang akan ditempuh dalam melaksanakan tugas dengan
baik

Aspek penilaian penugasan koreografi


Kekompakan, keserasian gerakan dengan musik, variasi gerakan.
(penilaian dilakukan oleh juri dari unsur pengajar diklat)
Bahan dan alat
Audio tape dan tape player atau sejenis (youtube)

7. Rambu-rambu nilai kepemimpinan dalam pelaksanaan kepemimpinana kepala


sekolah
Kekompakan, kreativitas, kerjasama, keaktifan, tanggung jawab, rasa ingin tahu akan
hal baru, dan menumbuhkan motivasi diri dalam semangat kerja.
II. MEMBANGUN KEBIASAAN REFLEKSI SECARA MANDIRI (SELF REGULATED
LEARNING/BELAJAR MANDIRI)

A. Hubungan Dinamika Kelompok dengan Konten Materi (40 menit)


1. Pengajar mengajak peserta untuk mengingat kembali pelaksanaan dinamika kelompok
pada penugasan membuat yel suku dan koreografi.
2. Pengajar meminta peserta untuk menghubungkan nilai-nilai yang ditemukan selama
mengikuti penugasan membuat yel suku dan koreografi terhadap pembentukan
kebiasaan untuk melakukan refleksi secara mandiri dalam melakukan kegiatan apapun
yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas sekolah.
3. Pengajar meminta peserta menarik kesimpulan tentang makna penugasan membuat yel
sujud an koreografi terhadap pembentukan karakter kepemimpinan dalam diri peserta
Calon Kepala sekolah.

Pengajar melaksanakan melaksanakan Tanya jawab dengan peserta diklat Calon Kepala
Sekolah untuk menggali pengalaman yang dialami pada saat melaksanakan penugasan
membuat yel suku dan melaksanakan penugasan koreografi.

Refleksi diawali dengan menggali berbagai informasi dari peserta diklat dengan berbagai
cara antara lain:
1. Pengajar Diklat menanyakan apa saja nilai-nilai/ pelajaran yang didapatkan dari
penugasan tadi. Peserta dapat merenung sejenak.
2. Pengajar Diklat memfasilitasi peserta diklat untuk mengkaitkan nilai-nilai yang masih
umum tadi dengan konteks sekolah.
3. Pengajar Diklat menanyakan mengapa suku berhasil dan suku belum berhasil.
4. Pengajar Diklat menanyakan perasaan ketua suku saat menjadi pemimpin. Peserta
diminta merenung sejenak dan bertanya kepada dirinya sendiri apakah fungsi
kepemimpinan sudah dijalankan dengan baik.
5. Pengajar Diklat menanyakan perasaan anggota suku sebagai orang yang dipimpin,
misalya bagaimana kepemimpinan ketua suku, apakah melaksanakan tugas dengan
ikhlas, bagaimana perasaannya saat gagal melaksanakan tugas, dan bagaimana
perasaan anggota saat melihat anggota yang lain sukses sedangkan Saudara gagal.

B. Konsep Belajar Mandiri (Self Regulated Learning/SRL)


1. Konsep Belajar Mandiri (Self Regulated Learning/SRL)
Self Regulated Learning (SRL) adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan
dirinya sendiri menghadapi situasi akademik ( Zimmerman, 1998).
Menurut Febrianela (2001), self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk
mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga
mencapai belajar yang optimal. 
Menurut Baumert (2002), self-regulated learning adalah bentuk belajar individual dengan
bergantung pada motivasi belajar mereka, secara otonomi mengembangkan
pengukuran (kognisi, metakognisi, dan perilaku), dan memonitor kemajuan belajarnya
Self Regulated Learning bukan merupakan suatu kemampuan mental seperti
intelegensi atau kemaampuan akademis melainkan suatu proes ketika seorang peserta
didik berpartisipasi aktif dalam belajar baik secara metakognisi, motivasi, maupun
perilaku. Seorang peserta didik akan mempunyai self regulated learning baik akan
mampu mengendalikan pikiran, perilaku, emosinya untuk mencapai kesuksesan di
dalam proses belajar.
Dalam dunia pendidikan Self Regulated Learning (SRL) atau belajar mandiri menjadi hal
yang harus ditekankan kepada peserta didik. Seorang kepala sekolah harus memiliki
kebiasaan untuk melakukan refleksi secara mandiri dan juga menumbuhkan kemauan
dan kemampuan guru dan peserta didik dalam melakukan self regulated learning.
Terdapat gambaran karakteristik yang membedakan siswa yang memiliki kemampuan
SRL dengan yang tidak memiiki SRL. Winne (dalam Santrock, 2008: 296) siswa yang
memiliki kemampuan selfregulated learning (SRL) menunjukan karakteristik seperti,
memperluas 12 pengetahuan dan motivasi, menyadari keadaan emosi dan memiliki
strategi untuk mengelola emosi, secara periodik memonitor kemajuan kearah tujuan,
menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang telah dibuat,
serta mengevalusi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang
diperlukan.

2. Aspek-Aspek Belajar Mandiri (Self Regulated Learning/SRL)

Aspek-aspek Self-Regulated Learning  Menurut Zimmerman (1989), terdapat empat


aspek self regulated learning yaitu sebagai berikut:

a) Metacognitive Self-Regulation 
Aspek kognisi meliputi proses pemahaman akan kesadaran dan kewaspadaan diri
serta pengetahuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran sebagai salah satu
cara di dalam proses berfikir. Kognisi dalam self-regulated learning adalah
kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur,
menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.
b) Physical and Social Environment Managenent 
Aspek ini mencakup cara mengatur kondisi fisik dan sosial yakni dengan mempelajari
lingkungan sekitar dan mencari bantuan. Selain itu aspek ini mencakup bagaimana
seseorang mempelajari lokasi yang sesuai dengan tipe belajar seseorang tersebut
sehingga mampu berkonsentrasi dalam belajar. Seorang pelajar yang memiliki
achievement yang tinggi memiliki kecenderungan untuk mengatur lingkungan
belajarnya.
c) Time Management 
Pengaturan waktu dengan baik dan bijak sangat dibutuhkan oleh pelajar untuk
mengatur jadwal belajarnya. Seorang pelajar yang mampu mengatur waktu dengan
baik dan bijak untuk belajarnya akan mempengaruhi prestasi belajar yang baik bagi
pelajar tersebut.
d) Effort Regulation 
Aspek ini mengarah pada kemampuan seseorang untuk menerima suatu kegagalan
dan membangun kepercayaan diri untuk bangkit kembali dari kegagalan tersebut

3. Strategi Belajar Mandiri (Self Regulated Learning/SRL)


Strategi self regulated learning adalah kompilasi dari perencanaan yang digunakan oleh
seorang peserta didik dalam mencapai tujuan belajar (Cobb, 2003). Zimmerman (dalam
Cheng, 2011) mengemukakan bahwa strategi belajar dapat menggambarkan
bagaimana self regulated learning yang dimiliki oleh seorang pelajar. Srategi belajar
dapat menggambarkan bagaimana kemauan, motivasi dan metakognisi seorang pelajar
yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku-perilaku yang nyata. Zimmerman dan Martinez-
Pons (dalam Purdie, Hattie dan Douglas, 1996) mengemukakan mengenai 10 strategi
self regulated learning yaitu :
1) Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating)
2) Mengatur materi pelajaran (organizing and transforming)
3) Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting and planning)
4) Mencari informasi (seeking information)
5) Mencatat hal penting
6) Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)
7) Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences)
8) Mengulang dan mengingat (rehearsing and memorizing)
9) Mencari bantuan sosial (seek social assistance)
10) Meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review
record)

4. Implementasi Self Regulated Learning terhadap beban kerja kepala sekolah


Seorang kepala sekolah yang mempunyai self regulated learning yang bagus
mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a. Terbiasa dengan mengetahui bagaimana menggunakan strategi kognitif
(pengulangan, elaborasi, dan organisasi) yang membantu mereka untuk
memperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi, dan menguasai
informasi.
b. Mengetahui bagaimana merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan
proses mntal untuk mencapai tujuan personal (metakognisi).
c. Memperlihatkan seperangkat keyakinan motivasional dan emosi yang adaptif, seperti
tingginya keyakinan diri secara akademik, memiliki tujuan belajar, mengembangkan
emosi positif terhadap tugas (senang, puas, antusias), memiliki kemampuan untuk
mengontrol dan memodofokasinya, serta menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas
dan situasi belajar khusus.
d. Mampu merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap
penyelesaian tugas, tau bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang
meyenangkan.
e. Menunjukan usaha yang besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur
tugas-tugas akademik, iklim, dan struktur kelas.
f. Mampu melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal
dan eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan
tugas

5. Strategi Inovasi dalam pengembangan kompetensi guru dan murid


Kepala sekolah harus mampu membangun self regulated learning dimiliki oleh seluruh
warga sekolah. Hal ini dapat diwujudkan apabila kepala sekolah juga mempunyai self
regulated learning yang bagus. Seorang kepala sekolah harus mampu menciptakan
gagasan inovasi dalam mengembangkan kompetensi guru dan kompetensi siswa.
Pengembangan kompetensi guru akan berdampak pada peningkatan dan
pengembangan kompetensi siswa. Kemampuan seorang kepala sekolah berinovasi.
Strategi inovasi yang dipilih kepala sekolah harus mampu menyelesaikan masalah
pembelajaran. Cara dan beradaptasi dalam melakukan pengembangan diri ini berkaitan
erat dengan kemampuan kepala sekolah untuk menentukan gagasan inovasi yang akan
dipilih untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang muncul.

III. MENGEMBANGKAN KOMPETENSI WARGA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN


KUALITAS BELAJAR MURID (FACILITATING, COACHING, MENTORING):

1. Hubungan Penugasan dinamika kelompok dengan konten Materi


Refleksi yang dimaksud pada poin ini merupakan refleksi kegiatan pada akhir penugasan.
Usahakan setiap peserta mengungkapkan pengalaman dalam penugasan. Pengajar
memberikan ulasan terhadap setiap penugasan dengan mengaitkan situasi di sekolah yang
relevan.
a. Pengajar mengajak peserta untuk mengingat kembali pelaksanaan dinamika kelompok
pada penugasan membuat yel suku dan koreografi.
b. Pengajar meminta peserta untuk menghubungkan nilai-nilai yang ditemukan selama
mengikuti penugasan yel nasional dan koreografi terhadap pembentukan kebiasaan
untuk melakukan refleksi secara mandiri dalam melakukan kegiatan apapun yang
berhubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas sekolah.
c. Pengajar meminta peserta menarik kesimpulan tentang makna penugasan membuat yel
sujud an koreografi terhadap pembentukan karakter kepemimpinan dalam diri peserta
Calon kepala sekolah.

2. Konsep Kepemimpinan Pembelajaran Kepala Sekolah

Bass (dalam Dhewanto (2013) menyatakan kepemimpinan merupakan kemampuan


seseorang mempengaruhi orang lain dalam melaksanakan keinginannya. Kata kunci
kepemimpinan adalah pengaruh.
Kepala sekolah dipandang berkontribusi dalam perkembangan sekolah apabila terjadi
peningkatan prestasi akademik peserta didik. Hal ini terlepas dari pandangan teori mana
yang paling efektif untuk diaplikasikan. Bilamana kepala sekolah dalam kepemimpinannya
mampu mempengaruhi seluruh warga
sekolah untuk mencapai visi sekolah, maka dapat dikatakan bahwa kepala sekolah
tersebut efektif.
Kepala sekolah selain menjadi seorang pemimpin, adalah juga seorang manager. Oleh
karenanya kepala sekolah akan selalu berperan dan berfungsi sebagai seorang leader
(pemimpin) dan juga seorang manajer. Sebelum dibahas lebih lanjut mengenai
kepemimpinan perlu kiranya dibedakan kedua peran dan fungsi kepala sekolah tersebut.
Tabel 2 berikut mengidentifikasi perbedaan antara manajer dan pemimpin.

PEMIMPIN MANAJER
Fokus pada pencapaian visi Fokus pada pencapaian tujuan
dan misi guna menciptakan sesuai tugas pokok dan fungsi
perubahan yang lebih baik. yang sudah ditetapkan.
Menentukan arah dan Menggunakan rencana kerja
memikirkan strategi secara rinci untuk mencapai
menuntaskan misi tujuan.
Memberi kebebasan kepada Mengorganisasi dan mengatur
staf untuk melaksanakan staf agar berupaya bekerja
pekerjaan agar tetap terarah sesuai dengan Standar
dan menjawab visi, misi serta Operasional Prosedur Kerja
tujuan. yang telah ditentukan.
Memotivasi dan memberi Melakukan pengawasan dan
inspirasi kepada staf untuk evaluasi terhadap pelaksanaan
melaksanakan visi, misi dan rencana
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Berdasarkan tabel di atas terlihat fungsi manager dan pemimpin yang melekat dalam diri
seorang kepala sekolah dalam rangka mengembangkan sekolah yang dipimpinnya agar
mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran memiliki tanggung jawab agar semua guru yang dipimpinnya mampu
mengelola pembelajaran yang berorientasi kepada peningkatan prestasi peserta didik.
Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya
memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki
prestasi belajar siswanya.
Brundrett dan Davies (2010) menyatakan dimensi Kepala Sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran yaitu menetapkan visi, misi dan tujuan sekolah, mengelola program
pembelajaran, dan mempromosikan iklim belajar yang positif. Penetapan misi sekolah meliputi:
pencanangan misi yang jelas di sekolah; berpusat pada pengembangan akademik yang sesuai
bagi warga sekolah; penetapan prioritas misi untuk kinerja guru; penyampaian visi dan misi
yang harus diketahui oleh guru; misi disampaikan, dengan aktif didukung, dan diberi contoh
oleh kepala sekolah. Kepala Sekolah mengelola program pembelajaran, yaitu melakukan
supervisi dan melakukan evaluasi pembelajaran, mengkordinasikan kurikulum, dan
memantau perkembangan siswa serta mengelola iklim belajar di sekolah yang kondusif.
Misalnya melindungi waktu belajar, mengupayakan pengembangan profesional,
memelihara dan memperbaiki performa sekolah, menyediakan dana bagi pengembangan
guru untuk memenuhi standar, menyediakan dana untuk pembelajaran. Berdasar tujuan
sekolah, Kepala sekolah mengelola sumber daya manusia, Sarana prasarana dan
pembudayaan iklim belajar yang positif untuk pencapaian prestasi siswa agar meningkat.

Keempat tugas kepala sekolah tersebut memperjelas deskripsi Brundrett dan Davies
(2010). Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah tentu saja harus
berdasarkan data. Sedangkan mengelola pembelajaran tentu harus dimaknai dengan
menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga kependidikan
yang selaras dan memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal
tumbuhnya iklim belajar yang positif di sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu
akan meningkatkan motivasi warga sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah.
Dampaknya hasil belajar siswa akan meningkat.
Kepala sekolah sebagai pemimimpin pembelajaran harus mampu berperan sebagai
educator, ,manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator dan entrepreneur.
Kemampuan kepala sekolah dalam facilitating, coaching, dan mentoring akan
mempengaruhi implementasi peran dalam kepemimpinan pembelajaran.

1. Konsep Coaching and Mentoring bagi Pengawas Sekolah


a. Definisi Coaching
Whitemore (2018:14) menyatakan bahwa coaching merupakan kegiatan pembinaan
yang membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja mereka sendiri, yang
membantu mereka untuk belajar daripada mengajar mereka. Cakupan dari coaching
meliputi:
1) Mengakses potensial

2) Memfasilitasi individu untuk membuat perubahan yang diperlukan


3) Memaksimalkan kinerja
4) Membantu orang memperoleh ketrampilan dan mengembangkan
5) Menggunakan Teknik komunikasi khusus

Menurut Stone (2007:11) Coaching adalah proses dimana individu mendapatkan


keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
mengembangkan diri secara profesional dan menjadi lebih efektif dalam pekerjaan
mereka. Ketika individu mendapatkan coaching dari atasan, mereka dapat
meningkatkan kinerja mereka baik dalam saat ini, dan juga meningkatkan potensi
mereka untuk berbuat lebih banyak di masa depan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik simpulan bahwa Coaching adalah
pembimbingan peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan melalui pembekalan
kemampuan memecahkan permasalahan dengan mengoptimalkan potensi diri. Sebagai
seorang Coach, atasan langsung bertanggungjawab untuk melakukan aktivitas coaching
kepada bawahannya dengan menjadi mitra kerja bagi bawahannya (Coachee).
Coach mengajarkan, membimbing, memberikan arahan kepada pegawai agar bisa
memperoleh keterampilan atau metode baru dalam melakukan pekerjaan untuk
mencapai sasaran yang diharapkan. Kata kunci dalam aktivitas Coaching adalah
memecahkan masalah, merumuskan strategi dan langkah-langkah yang bisa dilakukan
untuk mencapai tujuan.

Jenis-jenis Coaching:

Menurut Homan dan Miler dalam Nadya (2012:45), membagi coaching ke dalam
4 kategori berdasarkan tujuan dari implementasi coaching pada organisasi atau
perusahaan:

1) Coaching untuk mendukung pembelajaran

Jenis coaching ini diterapkan untuk mendukung proses pembelajaran karyawan


yang mengarah kepada proses pengembangan secara individu. Proses ini fokus
pada pekerjaan atau tugas yang nyata dalam waktu yang sesungguhnya.
Coach membantu coachee berpikir mengenai berbagai aspek kegiatan dalam
tugasnya. Sebagai contoh coach membantu coachee dalam mengidentifikasi
perilaku-perilaku khusus yang harus diubah, menetapkan tujuan SMART
(Spesific, Measurable, Attainaible, Realistic, and Timely).

2) Coaching untuk kinerja

Coaching jenis ini ditujukan untuk menjadi intervensi perbaikan kinerja bagi
organisasi, karena dapat dilakukan berdasarkan keinginan untuk mendapatkan
kinerja yang lebih baik. Dalam hal ini, coach membantu individu dalam belajar
bagaimana menetapkan sasaran untuk dirinya, meningkatkan kesadaran
pribadi, memperbaiki kinerja dan mengembangkan strategi-strateginya untuk
meningkatkan kualitas hidup.

3) Coaching untuk pengembangan kepemimpinan

Jenis coaching ini lebih dikenal dengan istilah excecuitve coaching, coaching ini
dapat diimplementasikan untuk mendukung proses umpan balik 360 derajat
dimana para pemimpin eksekutif, kolega, senior, dan alur laporan langsung
memberikan feedback tentang efektivitas individu dengan menjawab pertanyaan
spesifik tentang perilakunya.

4) Coaching tim dan kelompok

Jenis coaching ini melibatkan team leader dan team coach. Coaching tim dapat
sangat bermanfaat ketika diimplementasikan pada tim yang mendapat proyek
baru, atau tim yang sedang menghadapi tenggat waktu. Baik coach internal dan
eksternal yang bekerja sama dengan tim dapat membantu untuk meningkatkan
komunikasi memperkuat komitmen dan meningkatkan kemungkinan untuk
menyelesaikan proyek atau tujuan.

b. Definisi Mentoring

Menurut Crawford (2010) Mentoring merupakan “Hubungan interpersonal dalam


bentuk kepedulian dan dukungan antara seseorang yang berpengalaman dan
berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman maupun yang
pengetahuannya lebih sedikit”.

Menurut Zachary (2005) Mentoring merupakan “Hubungan pembelajaran timbal balik


dan kolaaboratif antara dua orang atau lebih yang memiliki tanggungjawab dan
tanggunggugat/akuntabilitas yang sama untuk membantu mentee bekerja mencapai
sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan bersama”.

Menurut Europe Region (2006) Mentoring merupakan “Mendukung individu sehingga


mereka berkembang lebih efektif. Ini merupakan kemitraan antara mentor (yang
memberi bimbingan) dan mentee (yang menerima bimbingan) yang dirancang untuk
membangun kepercayaan diri mentee”.

Menurut Ingrid (2005) Mentoring merupakan “Suatu proses yang hanya diberikan
untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring berjalannya waktu, mentoring hingga
saat ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan”.

Menurut Santrock (2007) Mentoring merupakan “Bimbingan yang diberikan melalui


demonstrasi,instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu
tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih tua untuk meningkatkan
kompetensi serta karakter individu yang lebih muda. Selama proses ini berlangsung,
pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama yang
melibatkan karakter emosional dan diwarnai oleh sikap hormat serta kesetiaan”.

Mentoring adalah proses pembelajaran yang dilakukan dari orang yang jauh lebih
berpengalaman (mentor) ke orang yang kurang berpengalaman (mentee) dalam bidang
tertentu. Mentoring  artinya orang yang berbagi pengalamannya, pembelajarannya dan
nasihatnya kepada mereka yang kurang berpengalaman dalam bidang tertentu.
Demikian juga kutipan yang diambil Whitmore (2018) dari buku David Clutterbuck
Everyone Needs a Mentor menyatakan mentoring berasal dari konsep magang, ketika
orang yang lebih tua, lebih berpengalaman, mewariskan pengetahuannya tentang
bagaimana pekerjaannya dilakukan dan bagaimana beroperasi dalam dunia komersial.

Salah satu peran penting seorang pemimpin adalah melakukan mentoring dengan
menjadi mentor yang baik bagi keberhasilan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh
Douglas M. Lawson, ”Dengan apa yang kita terima, keberadaan kita hanya sementara.
Namun kita hidup selamanya melalui apa yang kita berikan”. Itulah sebabnya
mengembangkan orang lain merupakan hal yang sangat penting bagi seorang
pemimpin. Tanggung jawab seorang pemimpin bukan lagi hanya tentang
mengembangkan kemampuan diri pribadi, tetapi juga kemampuan team member nya.
Memang tidak semua orang mau melakukannya, karena memang dibutuhkan kerja
keras untuk hal itu. Selain itu, ego manusia yang sangat tinggi cenderung tidak mau
repot, tidak peduli akan keberhasilan orang lain, bahkan tidak mau tersaingi. Itulah
sebabnya dapat dikatakan seorang pemimpin yang bersedia menjadi mentor adalah
seorang pemimpin yang berjiwa besar.

2. Strategi Implementasi Coaching and Mentoring

Menurut John C. Maxwel, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang banyak
melahirkan pemimpin-pemimpin baru di dalam kepemimpinannya. Dalam buku
Mentoring 101, ada 9 langkah yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang mentor:

a. Jadikan mengembangkan orang lain sebagai prioritas Anda


Selalu lebih mudah membuang orang daripada mengembangkan mereka. Namun
kebanyakan orang tidak menyadari bahwa membuang orang memang mudah tapi
harganya mahal, seperti hilangnya produktivitas, besarnya beban biaya
pengembangan untuk staff baru, serta moralitas yang rendah. Jika Anda ingin
mengembangkan orang lain, Anda harus menjadikannya sebagai prioritas utama
Anda.
b. Tetapkan prioritas : siapa yang hendak Anda kembangkan
Tentu kita tidak dapat mengerjakan segala sesuatu secara maksimal dalam waktu
yang sangat terbatas. Untuk itu perlu ditetapkan prioritas, siapa orang yang terbaik
yang hendak Anda kembangkan.
c. Kembangkan hubungan terlebih dahulu sebelum memulainya
Para pemimpin terbaik memahami nilai penting sebuah hubungan dengan
kesuksesan, sisihkan waktu untuk saling mengenal. Mintalah mereka membagikan
kisah hidup mereka, temukan apa yang memotivasi mereka, kekuatan dan
kelemahan mereka, juga karakter mereka. Selain itu perlu menyediakan waktu untuk
bersama dengan mereka, agar Anda dapat mengenal mereka lebih dalam dan
memastikan bahwa pilihan Anda tepat.
d. Bantulah tanpa syarat
Ketika Anda mulai mengembangkan orang, Anda tidak pernah boleh berpikir untuk
mengambil keuntungan dari orang itu. Sikap itu hampir bisa dipastikan akan
menyerang Anda dari belakang. Jika Anda berharap untuk memperoleh sesuatu
sebagai hasilnya dan Anda tidak memperolehnya, Anda akan kecewa. Anda harus
masuk dalam prosesnya dengan tidak mengharapkan apapun selain kepuasan
pribadi. Sikap Anda adalah karena ingin memberi, hanya untuk merasa senang
karena melihat orang lain ’belajar terbang’.
e. Biarkan mereka terbang bersama Anda untuk sementara waktu
Untuk mengembangkan orang lain, tidak semata-mata dilakukan dengan
pendekatan kognitif seperti proses belajar mengajar didalam kelas. Namun dibangun
atas dasar hubungan dan pengalaman bersama. 
f. Isikan bahan bakar pada tangki mereka
Orang tidak akan dapat pergi jauh tanpa bahan bakar. Itu artinya sumber-sumber
daya untuk pertumbuhan pribadi mereka harus terus menerus ada. Seorang mentor
bisa memberikannya kepada seseorang yang sedang ia kembangkan. Caranya, bisa
dengan memberikan buku bacaan, CD, DVD, mengirimkan mereka ke seminar-
seminar, intinya adalah berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi
mereka.
g. Bertahanlah hingga mereka bisa bekerja sendiri dengan baik
Ketika Anda mengembangkan seseorang, ingatlah bahwa Anda melakukan
perjalanan menuju kesuksesan bersama-sama dengan mereka, bukan mengirimkan
mereka untuk menempuh perjalanan itu sendirian. Tinggallah bersama dengan
mereka hingga mereka siap untuk terbang, buatlah mereka ada di jalan mereka.
Sebagai contoh, seorang instruktur penerbangan yang baik, akan terbang bersama-
sama dengan Anda dan membimbing Anda melalui keseluruhan prosesnya hingga
Anda siap untuk terbang sendirian.
h. Bersihkan landasannya
Berikan arahan yang jelas pada mereka, dukungan yang positif dan kebebasan
untuk terbang. Apa yang Anda lakukan bisa membuat perbedaan antara kegagalan
dan kesuksesan mereka. Ketika mereka sukses, Andapun ikut sukses. Beberapa
hambatan yang sering sekali diciptakan oleh para mentor bagi para calon pemimpin :
1) Tujuan yang tidak jelas
Seringkali seorang calon pemimpin menerima bimbingan dan mempelajari cara
untuk melakukan sebuah pekerjaan, lalu sang pemimpin membiarkannya begitu
saja tanpa tujuan apapun.
2) Birokrasi
Kemungkinan lain, seorang calon pemimpin mempelajari bagaimana pemimpinnya
bekerja dan kemudian ia ditempatkan ke dalam sistem birokrasi yang mematikan
semangat inovasinya yang baru saja dihasilkan dari mentor.
3) Isolasi
Semua orang membutuhkan komunitas dengan siapa mereka bisa berbagi dan
dari siapa mereka bisa memperoleh dukungan. Seringkali jika mentornya tidak
menyediakan komunitas itu, pemimpin yang baru tidak akan memilikinya.
4) Kesibukan
Bekerja tanpa tahu apa hasil yang akan diperoleh akan membuat orang
kehilangan semangat.
i. Bantulah mereka mengulangi proses itu
Setelah Anda melakukan segala hal yang bisa Anda lakukan untuk membantu
orang-orang Anda, dan mereka telah tinggal landas dan mengudara, Anda mungkin
berpikir bahwa Anda telah selesai. Namun sesungguhnya masih ada satu langkah
lagi yang harus Anda tempuh : Anda harus membantu mereka belajar untuk
mengulangi proses pengembangan ini dan membimbing yang lain. Kita bisa lihat
bahwa kesuksesan disini bukanlah kesuksesan tanpa penerus.

Ada 4 tahapan mentoring yang perlu kita ketahui dan terapkan.


1. I Do You Watch
Tahapan pertama dalam 4 tahapan mentoring adalah I Do You Watch. Dalam
tahapan ini, kita sebagai seorang mentor memberikan contoh untuk orang yang
dimentori. Tahapan ini memungkinkan orang yang kita mentori mempelajari dengan
melihat langsung bagaimana Anda melakukan sesuatu mulai dari tahap persiapan
sampai tahap akhirnya yaitu dimana Anda melakukan sesuatu dan melakukan
evaluasi.
2. I Do You Help
Setelah melewati tahapan yang pertama. Tahapan selanjutnya adalah mengajak
orang yang Anda mentor untuk mulai membantu Anda. Disini orang tersebut akan
mulai belajar dan merasakan prosesnya lebih mendalam. Proses ini adalah tahapan
yang penting, dimana setelah tahap ini, orang yang kita mentori akan mulai mencoba
untuk praktek secara langsung.
3. You Do I Help
Tahapan yang ketiga dalam 4 tahapan mentoring adalah dengan mengijinkan orang
yang kita mentor untuk mulai tampil dan melakukan tindakan. Disini peranan kita
sebagai seorang mentor adalah membantu untuk terus mengarahkan supaya orang
yang kita mentori ini tetap berada di jalur yang benar.
4. You Do I Watch
Tahapan terakhir ini adalah tahapan dimana Anda sudah merasa yakin dengan
kompetensi dan kapabilitas terhadap orang yang Anda mentori. Sehingga di tahapan
ini, Anda sudah bisa melepas dan mengamati saja serta mementori calon pemimpin
Anda lainnya. 

Mungkin kita tidak menyadari bahwa mengembangkan orang lain memiliki dampak
positif yang sangat besar. Namun Anda tidak harus menjadi orang yang hebat atau
memiliki bakat yang luar biasa, untuk menjadi mentor bagi orang lain. Membawa
orang lain ke tempat yang lebih tinggi adalah kegembiraan tersendiri. Akan
menghasilkan buah yang manis, membuat hidup ini menjadi lebih berarti dan
bermakna bagi orang lain. Ajaklah orang lain bersama Anda dan bantulah mereka
mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Anda tidak akan pernah menyesali
waktu yang Anda investasikan di dalam diri orang lain.

Fungsi kegiatan mentoring adalah sebagai berikut:


a. Fungsi remedial atau rehabilitatif 
Secara historis mentoring atau bimbingan lebih memberikan penekanan pada fungsi
remedial karena sangat dipengaruhi oleh psikologi klinik dan psikis. Peranan
remedial berfokus pada masalah; 1) penyesuaian diri, 2) menyembuhkan masalah
psikologis yang dihadapi, dan 3) mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi
gangguan emosional.

b. Fungsi edukatif atau pengembangan 


Fungsi ini berfokus kepada masalah: 1) membantu meningkatkan ketrampilan-
ketrampilan dalam hidup, 2) mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah
hidup, 3) membantu meningkatkan kemampuan menghadapi transisi dalam
kehidupan, 4) untuk keperluan jangka pendek, konseling membantu individu-
individu menjelaskan nilai-nilai, menjadi lebih tegas, mengendalikan kecemasan,
meningkatkan keterampilan, komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup,
menghadapi kesepian dan semacamnya.

c. Fungsi preventif atau pencegahan 


Fungsi ini membantu individu agar dapat berupaya aktif untuk melakukan
pencegahan sebelum mengalami masalah-masalah kejiwaan karena kurangnya
perhatian. Upaya preventif meliputi pengembangan strategi-strategi dan program-
program yang dapat digunakan untuk mencoba mengantisipasi dan mengelakkan
resiko-resiko hidup yang tidak perlu terjadi.

3. Pemetaan Kebutuhan Pengembangan Kompetensi Guru, Tendik, siswa


Seorang kepala sekolah harus dapat membuat peta kebutuhan pengembangan
kompetensi guru, tendik, dan murid. Kemampuan seorang kepala sekolah untuk
memetakan kebutuhan pengemnbangan keprofesian guru, tendik, dan peserta didik
akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan meningkatkan
mutu sekolah.
Pemetaan kebutuhan pengembangan keprofesian dapat dilaksanakan dengan langkah
sebagai berikut:
a. Melaksanakan evaluasi diri guru/tendik dan analisis hsil PKG/UKG
b. Menganalisis profil guru dan analisis kebutuhan pengembangan profesi setiap guru
dan tendik
c. Membuat rencana pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan
d. Membuat rencana final pengembangan profesi
Pemetaan pengembangan kompetensi guru dan tenaga kependidikan akan
mempermudah kepala sekolah untuk menentukan kompetensi apa yang harus
ditingkatkan terhadap masing-masing guru. Tentu saja setiap guru kemungkinan
mempunyai kebutuhan yang berbeda. Namun tak menutup kemungkinan juga
kebutuhan pengembangan kompetensinya sama. Pemetaan kebutuhan pengembangan
kompetensi guru dan tendik yang tepat kepala sekolah yang tepat membantu proses
peningkatan kompetensi guru dan tendik.

6. Strategi Inovasi pengembangan kompetensi guru dan tendik yang berorientasi


kepada Peserta Didik (implementasi kepemimpinan pembelajaran)
Strategi inovasi yang diterapkan untuk melaksanakan pengembangan kompetensi guru
dan tendik yang dilaksanaakan haruslah berorientasi kepada peserta didik. Kepala
sekolah harus mampu mengimplentasikan kepemimpinan pembelajaran untuk mencapai
visi sekolah. Kemampuan kepala sekolah dalam memilih strategi inovasi dalam
mengembangkan kompetensi guru dan tendik sangat menentukan efektifitasnya dalam
mengatasi masalah pembelajaran yang muncul.
Strategi inovasi yang dipilih kepala sekolah akan menentukan program yang paling
efektif dan efisien untuk mengembangkan kompetensi guru dan tendik yang
berorientasi kepada peserta.
Pengembangan profesi dapat dilakukan secara:
1. Pengembangan kooperatif (cooperative development) adalah suatu bentuk
pengembangan guru/tendik yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman
sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru/tendik melalui pemberian
masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan
yang digunakan bisa melalui pertemuan KKG atau MGMP/MGBK. Teknik ini disebut
juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervision.
2. Pengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk
pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini
memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk
merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk
pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self
evaluation/self supervision)
3. Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan
yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan
kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan
atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan,
penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya
Idealnya,  setiap guru/tendik dapat melibatkan diri dalam ketiga jenis kegiatan
pengembangan profesi di atas. Jika seorang guru tidak satupun berusaha melibatkan
diri (dilibatkan) dalam ketiga jenis  kegiatan pengembangan profesi tersebut, maka
hampir bisa dipastikan dia akan terpuruk secara profesi.
Di antara ketiga jenis  kegiatan pengembangan profesi di atas,
kegiatan pengembangan mandiri (self directed development) tampaknya merupakan
sebuah alternatif yang paling memungkinkan. Secara psikologis, gur/tendik akan
memiliki kemerdekaan diri yang lebih dalam menjalani tugas-tugas profesionalnya,
tanpa banyak bergantung dan tekanan dari pihak luar.

6. Refleksi berkaitan dengan praktik pengembangan kompetensi guru, tendik, dan


peserta didik
Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan
kompetensi guru dan tenaga pendidik. Peran kepala sekolah dalam kepemimpinan
pembelajaran harus mampu memimpin guru untuk selalu meningkatkan kualitas
pembelajaran. Kepala sekolah perlu memotivasi guru dan tenaga kependidikan agar
selalu mengembangkan kompetensinya. Peran kepala sekolah dalam pengembangan
kompetensi adalah memfasilitasi kegiatan pengembangan kompetensi guru dan tendik.
Ketrampilan coaching dan mentoring seorang kepala sekolah sangat diperlukan untuk
mampu memfasilitasi pengembangan kompetensi guru dan tendik. Program
pendampingan guru dan tendik untuk meningkatka kualitas pembelajaran.

IV. MENGGERAKKAN KOMUNITAS BELAJAR DI LINGKUNGAN SEKOLAH ,


ORGANISASI PROFESI, DAN LINGKUNGAN YANG LAIN COMMUNITY OF PRACTICE)
1. Hubungan Penugasan dinamika kelompok dengan konten Materi
Refleksi yang dimaksud pada poin ini merupakan refleksi kegiatan pada akhir
penugasan. Usahakan setiap peserta mengungkapkan pengalaman dalam penugasan.
Pengajar memberikan ulasan terhadap setiap penugasan dengan mengaitkan situasi di
sekolah yang relevan.
a. Pengajar mengajak peserta untuk mengingat kembali pelaksanaan dinamika
kelompok pada penugasan membuat yel suku dan koreografi.
b. Pengajar meminta peserta untuk menghubungkan nilai-nilai yang ditemukan
selama mengikuti penugasan yel nasional dan koreografi terhadap pembentukan
kebiasaan untuk melakukan refleksi secara mandiri dalam melakukan kegiatan
apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas sekolah.
Pengajar meminta peserta menarik kesimpulan tentang makna penugasan membuat
yel sujud an koreografi terhadap pembentukan karakter kepemimpinan dalam diri
peserta Calon Pengawas sekolah
2. Konsep Community of Practice bagi Kepala Sekolah

Definisi  Community of Practice ini adalah sebuah komunitas yang berisikan


sekelompok orang yang memiliki profesi sama berbagi pengetahuan tentang topik
tertentu yang spesifik dengan tujuan meningkatnya ilmu pengetahuan, membangun
relasi serta membuat keputusan kebijakan dari waktu ke waktu. Sebuah pembelajaran
kolaboratif sosial untuk pemecahan masalah, berbagi informasi, membentuk praktek,
memacu inovasi, dan memfasilitasi pembelajaran melalui proses partisipasi (Situated
Learning, Lave and Wenger, 2016).
Bentuk dari Communities of Practice sangatlah beragam tergantung pada tujuan dan
kebutuhan kelompok pembentuk komunitas tersebut. Communities of Practice
merupakan kombinasi unik yang terdiri dari tiga elemen fundamental yaitu domain atau
bidang pengetahuan, community atau sekumpulan orang pemerhati bidang
pengetahuan tersebut, dan shared practice yaitu kegiatan berbagi pengetahuan
melalui praktik untuk meningkatkan kemampuan pada domain tersebut (Wenger,
McDemort, dan Snyder: 2002).

3. Tujuan dari Community of Practice 


Tujuan dari Community of Practice  ini adalah menyediakan cara bagi para praktisi
untuk berbagi ilmu, tips, saran dan pengalaman-pengalaman terbaik. Bertanya ke
rekan sejawat atau seprofesi serta mendukung satu sama lainnya.
Seiring dengan kemajuan teknologi, semakin memudahkan masyarakat untuk
mengakses berbagai macam hal melalui internet. Selain itu alat komunikasi telepon
genggam yang kita gunakan pun semakin canggih. Software yang digunakan sebagai
alat komunikasi sudah semakin banyak, ada yang berbayar dan ada yang gratis.
Dengan demikian, untuk memudahkan terlaksananya kegiatan Community of practice,
maka terdapat 4 teknis pelaksanaan adalah sebagai berikut :

a. Tatap Muka langsung


Tentatif untuk waktu dan tempat. Kegiatan tatap muka ini dalam bentuk pelatihan
atau diskusi yang topiknya sesuai dengan yang telah ditentukan
b. Webinar
Menggunakan konsultan dua kali sebulan membahas satu topik yang saat ini
sedang menjadi trend dikalangan praktisi.
c. Diskusi Group Via WhatsApp'
Diskusi dengan menggunakan aplikasi handphone WhatsApp yang dibuat dalam
sebuah group, dimana dalam group tersebut bisa dilakukan diskusi setiap saat

4. Strategi mendorong dan menggerakkan Guru, Tendik, dan peserta didik dalam
komunitas-komunitas belajar yang menunjang kompetensi
Pembentukan komunitas belajar di sekolah sangat penting dalam meningkatkan
kualitas belajar peserta didik dan meningkatkan prestasi akademis peserta didik serta
untuk mengembangakan mutu sekolah. Manfaat dari komunitas belajar yaitu
mendorong anak didik, guru, dan orang tua untuk bekerja sama menyediakan
informasi dan pembelajaran siswa, meningkatkan kualitas berpikir membangun
ketrampilan untuk mengelola perubahan dan menyeimbangkan otak kanan dan kiri.
Pembelajaran yang bermutu sangat tergantung pada guru yang bermutu. Kepala
sekolah harus selalu berorientasi pada peningkatan profesionalitasnya. Dirinya juga
guru dan tenaga kependidikan. Peningkatan professional guru adalah keniscayaan.
Menggerakan guru, tendik, dan peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Kegiatan MGMP, KKG, seminar-seminar pelatihan-pelatihan dan lainnya adalah
bentuk yang dapat diadikan alternative untuk meningkatkan professional.
V. MENGEMBANGKAN KEMATANGAN DIRI (SELF MATURITY) SECARA HOLISTIK
(SPIRITUAL, MORAL, EMOSI, DAN INTELEKTUAL) 40 MENIT Menunjukkan
kematangan moral, emosi, dan spiritual
1. Hubungan Penugasan dinamika kelompok dengan konten Materi

Refleksi yang dimaksud pada poin ini merupakan refleksi kegiatan pada akhir
penugasan. Usahakan setiap peserta mengungkapkan pengalaman dalam penugasan.
Pengajar memberikan ulasan terhadap setiap penugasan dengan mengaitkan situasi di
sekolah yang relevan.
a. Pengajar mengajak peserta untuk mengingat kembali pelaksanaan dinamika
kelompok pada penugasan membuat yel suku dan koreografi.
b. Pengajar meminta peserta untuk menghubungkan nilai-nilai yang ditemukan selama
mengikuti penugasan membuat yel suku dan koreografi terhadap pembentukan
kebiasaan untuk melakukan refleksi secara mandiri dalam melakukan kegiatan
apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas sekolah.
c. Pengajar meminta peserta menarik kesimpulan tentang makna penugasan membuat
yel sujud an koreografi terhadap pembentukan karakter kepemimpinan dalam diri
peserta Calon Kepala sekolah.

2. Konsep kematangan diri (self Maturity) bagi Kepala Sekolah

a. Konsep Kematangan Diri (Self Maturity) bagi Kepala Sekolah


pandangan bahwa kematangan diri biasanya ditandai dengan adanya keberanian
untuk hidup, sifat yang mandiri dari individu, serius, tekun, rasa tanggung jawab, serta
dapat menerima kenyataan hidup.
Menurut Maslow, kematangan diri seseorang ditandai dengan kemampuannya dalam
mengaktualisasikan diri, yaitu menggunakan dan memanfaaatkan secara utuh seluruh
bakat, kapasitas, potensi-potensinya dan sebagainya. Kematangan diri dapat
disimpulkan merupakan kemampuan individu dalam mengaktualisasikan dirinya yang
ditandai dengan pribadi yang selalu berjuaang demi menggapai masa depan dan cita-
cita.Dengan keinginan itulah individu yang matang menjadi berani, tekun, mandiri dan
berkomitmen terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya
Kematangan diri (self maturity) merupakan kemampuan individu dalam
mengaktualisasikan dirinya yang ditandai dengan pribadi yang selalu berjuang demi
mencapai masa depaan dan cita-cita. Dengan keinginan itula, individu yang matang
menjadi lebih berani, tekun, mandiri dan berkomitmen terhadap apa yang menjadi
tanggung jawabnya.
Menurut Wasty Soemanto perkembangan kematangan manusia (self maturity) meliputi
3 aspek berikut.
a. Perkembangan Fisiologi
Kematangan diri manusia secara fisiologis berkisar usia 17 sampai dengan 20
tahun. Dalam tahap ini pertumbuhan fisik anak menuju kea rah kematangan
fisiologisnya. Semua fungsi jasmaniahnya berkembang menjadi seimbang.
Keseimbangan fungsi fisiologis memungkinkan pribadi manusia berkembang secara
positif sehingga manusia bertingkah sesuai dengan dengan tuntutan sosial, moral,
serta intelektualnya.
b. Perkembangan psikologis
Masa kematangan terlihat ketika individu berumur 20 tahun. Tahap ini
perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Orang mulai dapat membedakan
adanya tiga macam tujuan hidup pribadi, yaitu pemuasan keinginan pribadi,
pemuasan keinginan kelompok, dan pemuasan keinginan masyarakat. Semua ini
direalisasikan oleh individu dengan belajar mengandalkan kehendaknya. Pada
masa ini manusia mulai mampu melakukan “self direction” dan “self controle”.
Dengan kemaampuan keduanya ini, maka manusia tumbuh dan berkembang
menuju kematangan untuk hidup berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
c. Perkembangan secara paedagogis
Kematangan pribadi merupakan tahapan dimana intelek memimpin perkembangan
semua aspek kepribadian menuju kematangan pribadi, sehingga individu tersebut
mempunyai kemampuan mengasihi Allah dan sesaman manusia.

3. Karakteristik Kematangan Diri (Self Maturity)


Individu dikatakan matang apabila dalam perkembangannya individu tersebut mencapai
suatu pertumbuhan dan perkembangan yang menunjukkan pribadi yang matang.
Menurut Allport ada enam karakteristik kematangan diri individu, yaitu.
a. Perluasn perasaan diri
Perluasan diri adalah kemampuan untuk berpaartisipasi dan menyenangi rentang
aktiitas yang luas, kemampuan mengidentifikasi diri dan interesnya terhadap orang
lain dan begitu juga sebaliknya, kemampuan masuk ke masa depan, berharap dan
merencanakan.
b. Hubungan diri yang hangat dengaan orang lain
Merupakan kemampuan bersahabat dan kasih saying, keintiman yang melibatkan
hubungan cinta dengan keluarga dan teman, kasih saying yang diekspresikan dalam
menghormati dan menghargai hubungannya dengan orang lain.
c. Keamanan emosional dan penerimaam diri
Kemampuan menghindari aksi yang berlebihan terhadap masalah yang
menyinggung dorongan spesifik dan mentoleransi frustasi sehingga perasaan
menjadi seimbang. Diri yang matang adalah diri yang menerima segala segi yang
ada pada dirinya , tidak terkecuali kelemahan-kelemahan, mempunyai kecerdasan
emosional yang membuat individu mengontrol emosi dan tidak menyembunyikan,
terbebas dari perasaan tidak aman dan ketakutan. Diri yang matang juga tidak
mudah menyerah dan akan terus mencari cara-cara untuk mencapai tujuannya.
Sehingga ia dapat menanggulangi kecemasan yang muncul tanpa terduga.
d. Persepsi, ketrampilan, dan tugas yang realistis
Kemampuan memandang orang, objek, dan situasi seperti apa adanya. Individu
yang matang juga akan memiliki kemampuan dan minat dalam memecahkan
masalah, ketrampilan yang cukup dalam menyelesaikan tugas, dan dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi kehidupan tanpa ada panic, tajut, rendah diri atau tingkah laku
destruktif lainnya. Diri yang matang dan sehat dapat memandang dunia secara
objektif, menunujukkan keberhasilan pekerjaan, perkembangan ketrampilan dan
bakat tertentu sesuai kemampuannya, mampu menggabungkan ketrampilan dan
komitmen, menghubungkan tanggung jawab dengan kelaangsungan hidup yang
positif. Orang yang mempunyai diri matang dan sehat akan melakukan pekerjaan
dan tanggung jawab dengan penuh dedikasi, komitmen, dan ketrampilan-
ketrampilan yang dimilikinya
e. Objektifikasi diri
.Objektifikasi diri adalah kemampuan untuk memandang objektif diri sendiri dan
orang lain. Orang yang mempunyai pribadi yang matang dan sehat akan memiliki
pemahaman diri yang tinggi hal ini berarti akan bersikap bijaksana terhadap orang
lain. Hal ini akan membuat dirinya diterima baik oleh orang lain. Indiidu ini
mencerminkan diri yang cerdas dan humoris.
f. Filsafat hidup yang mempersatukan
Pribadi yang matang dan sehat akan selalu melihat ke depan. Hal ini didorong oleh
tujuan-tujuan dan rencana-rencana yang telah disusun dalam jangka panjang.
Orang seperti ini yang mempunyai perasaan akan tujuan, mengerjakan suatu tugas
sampai selesai, dan sebagai batu sendi kehidupan mereka sendiri sehingga
kehidupan terarah.

Keenam karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa diri yang sehat dan matang
akan selalu memandang positif baik terhadap kehidupan masa depan, tanggung jawab
terhadap pekerjaan, ddantentu saja mempunyai emosi yang matang yang dapat
memahami orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Abraham Maslow mengemukakan beberapa teori tentang kematangan diri (self maturity)
yaitu:
a. Self actualization, memiliki kemampuan efisiensi dalam menerima realistis,
mempunyai relasi yang baik dengan lingkungannya dan tidak takut pada hal-hal
yang belum pernah dialami.
b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain tanpa ada kebenciaan dan rasa malu.
c. Mempunyai spontanitas dalam mengapresiasi dunia dan kebudayaan.
d. Sanggup bebas dan mandiri terhadap lingkungan dan kebudayaan.
e. Mempunyai kesegaran apresiasi yang continue terhadap sesame manusia dan tidak
bersikap stereotipis, serta mempunyau spontanitas yang sehat terhadap
pengalaman-pengalaman baru.
f. Mempunyai rasa social yang dalam dan kesanggupan identifikasi.
g. Memiliki afeksi, simpati, menaruh belas kasih terhadap sesame makhluk di dunia.
h. Mempunyai relasi social yang selektif.
i. Memiliki struktur karakter, nilai-nilai sikap yang demokratis dan menghargai orang
lain.
j. Mempunyai kepastian etis, dapat membedakan tujuan dengan sarana, berpegang
teguh pada tujuan akhir yang hendak dicapai.
k. Mempunyai kesadaran humor yang filsafi, tidak mempunyai sikap permusuhan dan
mempunyai kesanggupan untuk bersendau gurau dalam batas-batas tertentu.
l. Kreatif, mempunyai kesanggupan-kesanggupan yang tidak terbatas untuk
menciptakan pikiran-pikiran dan aktifitas baru yang berguna dan bermanfaat.

4. Fungsi Self Maturity atau kematangan diri bagi kehidupan


a. Kematangan diri dapat membantu seseorang untuk mengevaluasi seberapa efektif
effort yang telah dilakukan dan menetapkan effort berikutnya yang lebih tepat.
b. Kematangan diri dapat membantu mmengenali perubahan reality yang telah terjadi
dan mengevaluasi achievement yang telah tercapai dengan tepat.
c. Kematangan diri dapat membantu mengevaluasi apakah mimpi yang kita tetapkan
sebagai tujuan sudah tepat atau perlu mengalami penyesuaian.
d. Kematangan diri dapat menjadi penasehat paling setia dan sumber referansi
terdekat saat kita dihadapkan untuk mengambil keputusan, menyelesaikan masalah,
menghadapi kesulitan, menghadapi hambatan.
e. Kematangan diri dapat menjadi “kompas internal “ dlam diri kita, dapat menunjukkan
apakah kita berada pada arah yang benar menuju apa yang sesungguhnya kita
impikan

5. Implementasi kematangan diri (self maturity) dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi kepala Sekolah

Tugas kepala sekolah ada 3 yaitu melaksanakan tugas manajerial, supervise guru dan
tenaga pendidikan serta pengembangan kewirausahaan. Kepala sekolah dalam
memenuhi beban kerjanya tersebut perlu mempunyai pribadi yang matang. Kematangan
diri seorang kepala sekolah akan membawa pada kondisi sekolah yang kondusif untuk
terciptanya lingkngan dan komunitas belajar yang memungkinkan untuk terciptanya
kualitas pembelajaran yang unggul. Tentu saja kualitas pembelajaran yang unggul
dapat tercipta karena adanya guru dan tenaga tendik yang professional.

VI. REFLEKSI AKHIR PENGEMBANGAN KARAKTER

Refleksi Diri Tentang Kepala Sekolah Berkarakter Dan Profesional

Kepala sekolah berkarakter sangat terkait dengan pendidikan karakter yang saat
ini menjadi hangat dalam kajian akademik mengenai pendidikan di Indonesia.
Kepala Sekolah berkarakter merupakan syarat mutlak untuk dimilikinya perilaku
berkarakter pada peserta didik. Perilaku   berkarakter peserta didik merupakan
perilaku yang dihasilkan dari proses belajar terhadap lingkungannya. Interaksi
antara peserta didik  dengan guru, tendik, dan kepala sekolah tidak terbatas pada
interaksi antar orang (siswa dengan guru atau siswa dengan kepala sekolah),
tetapi juga terjadi dari hasil  interaksi antara  peserta didik dengan segala bentuk
hal dan karya yang dihasilkan dan dikesankan oleh perilaku guru dan kepala
sekolah hasil kepemimpinana kepala sekolah yang berkarakter.
Karakter dapat digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana
manusia mempunyai sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri,
seperti pemarah, penyabar, penyayang, dan lain sebagainya. Karakter Kepala
Sekolah memiliki kekhasan tersendiri terkait dengan guru, tendik, dan peserta
didik yang dipimpin dan dilayani secara pedagogis.
Karakter yang menjadi penting dan menjadi syarat mutlak dalam kepemimpinan
satuan pendidikan adalah relijius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
A.  Religius
Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam menjalankan ajaran agama
yang dianutnya dengan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penyadaran dan
pengamalan beragama yang benar. Kepala sekolah yang profesional memiliki
pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penyadaran dan pengamalan beragama
yang benar terhadap agama yang dianutnya sehingga akan menjadi contoh bagi
guru, tendik, dan peserta didik.
Kepala Sekolah yang berkarakter religius, maka ia akan mencoba sekuat tenaga
untuk memberikan layanan bimbingan dan pembinaan pada guru, tenaga
kependidikan lainnya yang bermutu sesuai dengan tupoksinya masing-masing dan
berperilaku konsisten. kepala sekolah yang ikhlas akan menghasilkan sumber
model/contoh yang luar biasa bagi guru, tendik dan tenaga kependidikan lainnya,
sehingga mereka akan menjadi pendidik dan tenaga kependidikan yang benar-
benar punya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbuat maslahat (kebaikan) untuk sekolah dan lingkungannya.
B. Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
seorang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Kepala sekolah yang dapat dipercaya maka dia juga akan percaya pada orang lain
sehingga menimbulkan saling percaya antara pengawas sekolah dengan  guru,
kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainya serta warga sekolah.
Kepala Sekolah dapat dipercaya jika seseorang itu jujur ucapannya, benar
tindakannya,tuntas dan berkualitas pekerjaannya. Kepala Sekolah yang dapat
dipercaya akan berprilaku : (1) Berkata sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
(2)  Sejalan pikiran, ucapan  dan perbuatannya, (3) Menepati janji yang
diucapkannya, (4) Menjaga rahasia sebaik-baiknya, (5) Tidak berprasangka buruk
terhadap siapapun, (6) Bertindak benar menurut kaidah agama, hukum, norma
masyarakat dan peraturan.
Sebagai kepala sekolah yang dapat dipercaya, maka ia akan selalu berkata yang
sebenarnya kepada semua orang dalam melaksanakan tugasnya. Kepala akan
selalu melaksanakan tugas sesuai beban yang ditugaskan oleh atasannya.
Kepercayaan guru, tenaga kependidikan, peserta didik lainnya kepada maka
perilaku kepala sekolah yang bersangkutan akan menjadi teladan/contoh bagi
guru, tenaga kependidikan, peserta didik lainya yang dipimpinnya.
C. Toleransi
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Kepala Sekolah yang profesional juga harus memiliki sikap toleransi ini sehingga
benar-benar dihormati dan dteladani oleh  guru dan tenaga kependidikan lainya
serta warga sekolah yang dipimpin. Seorang tenaga kependidikan/kepala sekolah
di katakan menghormati orang lain jika ucapannya sopan, perilakunya santun
serta tindakannya bermanfaat untuk orang lain.   Kepala Sekolah yang
menghormati orang lain maka dia akan berperilaku untuk   menerima keberadaan
orang lain tanpa bersyarat. Ia juga tidak akan menyalahkan orang lain atas
kegagalan dan kelasalahannya sehingga tidak merugikan orang lain. Kepala
Sekolah harus berusaha untuk berlapang dada dan tidak mudah tersinggung oleh
ucapan dan tindakan orang lain baik guru, kepala sekolah maupun tenaga
kependidikan lainnya serta selalu menjaga perasaan orang lain, tidak
memaksakan kehendak serta memberi selamat kepada orang yang berhasil dan
memberi dukungan kepada yang kurang beruntung.
Kepala sekolah yang berkarakter dan profesional, maka ia akan menyapa lebih
dahulu bila bertemu dengan guru, kepala sekolah atau tenaga kependidikan
lainnya. Perilaku guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya pasti
bermacam-macam dan kadang-kadang mereka juga melakukan kesalahan-
kesalahan yang mengakibatkan kegagalan kepala sekolah. Kepala sekolah yang
profesional dan berkarakter akan menahan diri, instropeksi diri serta tidak akan
menyalahkan guru yang bersangkutan. Selain perilaku tersebut, kepala sekolah
yang berkarakter dan profesional akan selalu menerima kritik dan saran dari
teman sejawat, guru dan tenaga kependidikan lainnya dengan lapang dada, serta
akan menjalankan hasil rapat walupun keputusan rapat itu yang sebenarnya tidak
sesuai dengan pemikiran dan  pendapatnya.
D. Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan. Disiplin merupakan kunci sukses dalam segala bidang
usaha termasuk dalam pengelolaan sekolah. Kepala sekolah perlu meningkatkan
kedisiplinan dirinya sehingga menjadi teladan bagi  guru dan tenaga kependidikan
lainya serta warga sekolah yang dipimpinnya.
Kebiasaan berdisiplin akan menimbulkan suasana yang tertib yang secara
otomatis juga akan menimbulkan berbagai tindakan yang positif karena
kemampuan mengendalikan diri secara sadar bagi kepentingan bersama dalam
mencapai tujuan sekolah.
E.  Kerja keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya. Kepala sekolah dengan kerja keras akan menjadikan
kepala sekolah sukses. Diimbangi dengan karakter lainya seperti disiplin,
tanggung jawab dan religus dia akan dapat melaksanakan tugas dengan baik,
menyelesaikan permasalahan di lapangan secepatnya sehingga tidak
berkepanjangan.
F.  Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hal
baru dari sesuatu yang dimiliki. Pengawas sekolah harus memiliki daya kreatifitas
yang tinggi dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan dan meningkatkan
kualitas pendidikan. Pendidikan adalah dinamis, maka pengawas sekolah juga
harus selalu belajar untuk mencari dan menemukan sesuatu yang baru dan
memikirkan perspektif pendidikan dimasa yang akan datang.
G. Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Banyaknya tugas dan permasalahan
sekolah yang harus diselesaikan, maka dengan kreatif, tanggungjawab, kerja
keras  dan disiplin untuk menyelesaikanya sendiri tanpa ketergantungan pada
teman/orang lain. Kepala Sekolah yang profesional akan selalu menyelesaikan
tugasnya sendiri tanpa membebankan pada orang lain.
H. Demokratis
Demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain. Kepala sekolah yang demokratis akan
berada ditengah-tengah guru, tenaga kependidikan, dan muridnya lainya. Kepala
Sekolah yang demokratis akan selalu berupaya menstimulasi warga sekolah
untuk bekerja dan belajar secara koperatif dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Tindakan dan perilaku kepala sekolah akan selalu mendasarkan
kepentingan dan kebutuhan warga sekolah, serta mempertimbangkan
kesanggupan dan kemampuan warga sekolah. Dalam melaksanakan
kepemimpinan ia selalu menerima dan mengharapkan pendapat dan saran dari
guru, tenaga kependidikan lainya serta warga sekolah yang dipimpinnya.
Kepala Sekolah yang demokratis akan selalu memupuk kekeluargaan dan
persatuan serta mempunyai kepercayaan pada dirinya yang tinggi dan akan
menaruh kepercayaan pada guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainya
serta warga sekolah yang menjadi binaanya untuk saling bekerja dengan baik dan
betanggung jawab.
I.   Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih dalam dan lebih luas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan
didengar. Dengan sikap keingintahuannya ini kepala sekolah dapat meningkatkan
komitmen kerjanya dalam mencapai visi misi sekolah. Kepala Sekolah yang
profesional dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, maka ia akan selalu
meningkatkan komptensinya untuk belajar dan belajar, selalu menggali informasi
dari berbagai sumber untuk mendapatkan informasi dalam rangka memenuhi rasa
keingintahuannya.
J.  Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.  Seorang kepala sekolah
harus memelihara semangat kebangsaan untuk mencapai keadilan mengutamakan
kepentingan negara, bangsa, orang banyak di atas kepentingan pribadi dan atau
kepentingan kelompok. Seorang kepala sekolah harus memperlakukan setiap
orang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, tidak pilih kasih, tertib
dan tidak menyalahgunakan aturan. Kepala sekolah sebagai pemimpin akan
selalu membagi keberuntungannya kepada orang lain baik kepada teman sejawat,
guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya, selalu bersikap terbuka
dan bersedia mendengarkan orang lain, tidak memperdaya orang lain serta
memperlakukan orang lain sesuai dengan perlakuan yang di harapkannya dari
orang lain.
Kemampuan memelihara keadilan mengutamakan kepentingan negara, bangsa,
orang banyak di atas kepentingan pribadi dan atau kepentingan kelompok, maka
sebagai kepala sekolah harus mampu memberikan pembagian tugas kerja sesuai
dengan keahliannya. Kepala Sekolah akan selalu bekerja sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

K. Cinta tanah air


Cinta tanah air adalah cara berpkir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa. Sebagai kepala sekolah yang
profesional dan berkarakter, maka dalam menjalankan tugasnya harus
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta komunikatif dipahami
oleh guru dan warga sekolah lainnya. Kepala sekolah juga harus memperhatikan
lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa sehingga mampu
membimbing dan membina pengelolaan sekolah dengan menjaga stabilitas
ketahanan dan keamanan masyarakat sekitar juga stabilitas nasional.

L.  Menghargai prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan
menghormati, keberhasilan orang lain. Kepala Sekolah yang profesional akan
selalu berusaha untuk berprestasi berbuat yang lebih baik, sehingga ada hasil
yang didapatkan serta mendapatkan kepuasan tersendiri dalam melaksanakan
tugas. Kepala Sekolah akan selalu memotivasi tendik dan guru-guru yang
menjadi binaannnya sehingga selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik dan
meraih prestasi secara maksimal. Sebagai pembina akan bangga dan selalu
memberi reword/penghargaan pada kepala sekolah dan guru yang berhasil dan
berprestasi. Bagi guru-guru yang belum berhasil secara maksimal, maka kepala
sekolah harus memotivasi dan memotivasi sehingga guru-guru tersebut
termotivasi dan menyadari akan pentingnya berprestasi serta menghargai prestasi
yang dicapai oleh orang lain.

M. Bersahabat/komunikatif
Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Untuk dapat bekerjasama
diperlukan saling percaya satu sama lainnya.  Saling percaya merupakan syarat
untuk terjadinya proses interaksi yang saling komunikatif, bersahabat dan saling
mempengaruhi. Jika kepala sekolah dengan guru, kepala sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya tidak saling komunikatif dan mempengaruhi, secara teknis
proses pembinaan tidak akan terjadi, dengan sendirinya guru, kepala sekolah dan
tenaga kependidikan lainnya akan menolak apa yang dimunculkan atau dilakukan
oleh pengawas dalam pembinaan. Saling percaya merupakan sikap pengawas
yang memandang bahwa guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya
memiliki potensi tertentu dalam keadaan apapun guru, kepala sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya tersebut. Esensi dari nilai saling percaya ini adalah
keyakinan bahwa Allah SWT pasti memberikan yang terbaik kepada setiap
hamba-Nya. Karena keyakinan inilah maka kepala sekolah mempercayai guru dan
tenaga kependidikan lainnya dalam berbagai potensinya, baik yang sudah
teridentifikasi maupun yang belum teridentifikasi.
Nilai saling percaya akan melahirkan dorongan bagi kepala sekolah untuk
memberikan layanan bimbingan dan pembinaan yang lebih partisipatif, karena
menganggap guru tenaga kependidikan lainnya adalah orang-orang yang
potensial (memiliki daya kemampuan). Dengan munculnya rasa saling percaya
maka akan melahirkan proses pembinaan yang efektif dan efisien. Guru dan
tenaga kependidikan  lainnya yang tidak mempercayai kepala sekolah dengan
sendirinya akan menolak/tidak menuruti apapun yang diperintahkan oleh kepala
sekolahnya. Jika harus mengikuti apa yang diperintahkan kepala sekolahnya,
maka yang dilakukan hanyalah sekedar menghindar rasa takut; takut dimarahi,
takut mendapat penilaian jelek, takut dipindahkan, dan dan rasa taku-takut
lainnya. Rasa takut-takut ini akan sangat mempengaruhi kinerja guru dan tenaga
kependidikan lainnya dan efek sampingnya adalah belajar peserta didik
terganggu.

N. Cinta damai
Cinta damai adalah sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadirannya. Dengan cinta damai orang lain
merasa senang atas kehadirannya ini bagi pengawas sekolah juga akan dapat
menimbulkan kewibawaan. Menurut kamus Bahasa Indonesia (2008:114)
kewibawaan memiliki arti (1) hal yang menyangkut wibawa; dan (2) kekuasaan
yang diakui dan ditaati. Sedangkan wibawa memiliki makna: (1) pembawaan yang
mengandung kepemimpinan sehingga dapat mempengaruhi dan menguasai orang
lain; (2) kekuasaan. Pemaknaan ini memiliki kejelasan bahwa kewibawaan itu
terkait dengan kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi   orang lain.
Kewibawaan dalam konteks kepala sekolah berkarakter merupakan suatu nilai
yang dilandasi oleh rasa hormat terhadap orang lain, sehingga apa yang dilakukan
dan diucapkan oleh orang tersebut memiliki dampak bagi perilaku orang yang
melihat dan/atau mendengarnya. Kewibawaan muncul bukan karena diucapkan
oleh kepala sekolah supaya mereka dihormati, tetapi merupakan suatu kondisi
yang muncul karena dampak dari perilaku pengawas sekolah tersebut ketika
berinteraksi dengan guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan   lainnya.
Kewibawaan bukan suatu hal yang secara otomatis ada/melekat pada jabatan
kepala sekolah, tetapi harus dicapai oleh kepala sekolah dengan perilaku yang
berwibawa.
Prilaku berwibawa adalah prilaku yang memiliki kesesuaian dengan nilai dan
norma yang dianut, memiliki kesamaan antara apa yang diucapkan dengan apa
yang dilakukan. Lebih jauh, kewibawaan muncul karena ada faktor keteladanan
dari kepala sekolah. Keteladanan prilaku menjadi syarat penting untuk munculnya
kewibawaan. Nilai kewibawaan dalam pengawas berkarakter merupakan suatu
kekuatan untuk menggerakkan guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan
lainnya (orang lain) untuk mengikuti apa yang dilakukan dan diucapkan oleh
pengawas sekolah. Karena itu sangatlah penting adanya konsistensi prilaku
kepala sekolah, baik konsisten antara yang dilakukan dengan yang diucapkan
atau konsisten antara yang dikatakan terdahulu dengan apa yang dikatakan saat
ini (lebih tepatnya tidak plin-plan).

O. Gemar membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu luang untuk membaca
yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Seorang kepala sekolah yang
profesional keteladanan gemar membaca harus dapat ditunjukkan kepada kepala
sekolah, guru dan seluruh siswa dalam sekolah binaannya. Hal ini dapat
ditunjukkan pada saat pembinaan ke sekolah. Pendidikan selalu dinamis berubah
dan berubah mengikuti perkembangan global, selalu ada pembaharuan-
pembaharuan. Wawasan untuk mengikuti perkembangan global tersebut maka
kepala sekolah harus banyak membaca hal-hal yang baru. Dengan membaca ini
maka kepala dapat tambahan pengetahuan sebagai bekal untuk melaksanakan
pembinaan kepada guru dan tendik.

P.  Peduli lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mmencegah
kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Selain pembinaan secara
akademik, kepala sekolah juga harus mampu mengadakan konsolidasi dengan
seluruh warga sekolah dalam mewujudkan suatu lingkungan sekolah yang
berwawasan lingkungan hidup. Lingkungan sekolah akan menjadi hijau dan alami
serta mendapatkan udara yang segar, sejuk bermanfaat bagi kehidupan di
lingkungan tersebut. Dengan lingkungan yang kondusif, maka aktifitas pendidikan
dapat berjalan dengan baik, aman dan lancar serta dapat mencapai keberhasilan
yang maksimal sesuai dengan yang kita harapkan semua.

Q. Peduli sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain. Bagi kepala yang memiliki peduli sosial tinggi maka apabila
menemukan guru dan tenaga kependidikan yang tidak sesuai dengan harapannya,
seperti guru yang tidak melengkapi administrasinya, maka kepala sekolah akan
merasa “sedih” bukan “marah.” Sedih karena gurunya memiliki prilaku yang tidak
produktif bahkan di masa yang akan datang sangat memungkinkan merugikan
dirinya, terlebih manakala dia mengejar kariernya sebagai guru, maka sebagai
kepala sekolah berdo’a dan memberikan tindakan korektif serta membantu
mereka agar dapat melengkapi administrasinya serta bekerja secara
profesional.  Do’a supaya guru diberikan petunjuk oleh Yang Maha Kuasa dan
tindakan korektif ditujukan untuk terwujudnya perbaikan prilaku pada guru yang
bersangkutan. Rasa peduli sosial kepala sekolah kepada guru dan tenaga
kependidikan lainnya akan menjadi stimulus/penguat untuk kepemilikan rasa
peduli sosial dan nilai-nilai positif lainnya yang dikuatkan dan
ditumbuhkembangkan dalam proses pelayanan pendidikan.
Seorang kepala sekolah yang peduli sosial akan selalu memperhatikan
keberadaan orang lain secara utuh dan sepenuh hatinya. Ia akan berbuat
kebaikan hati kepada orang lain, berempati dan merasa terharu terhadap
penderitaan orang lain. Peduli juga mudah memaafkan kesalahan orang lain, tidak
mudah marah dan tidak pendendam. Prilaku yang lebih menonjol lagi adalah
perilaku murah hati dan bersedia  untuk memberikan pertolongan dengan
kesabaran ddan memperhatikan keterbatasan orang lain. Prilaku kepala sekolah
yang profesional dan berkarakter akan peduli terhadap keberlanjutan kehidupan
umat manusia.

R. Tanggung jawab
Kepala sekolah yang profesional memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
maju mundurnya pengelolaan sekolah yang dibinanya. Ia harus mampu
mengendalikan diri dari sesuatu yang merugikan. Prilaku kepala sekolah yang
bertanggung jawab akan selalu: 1) Mempertimbangkan manfaat dan resiko ucapan
dan perbuatannya, 2) Merencanakan segala sesuatu sebelum melaksanakannya,
3) Tidak mudah menyerah dan terus mengupayakan keberhasilan, 4) Melakukan
yang terbaik setiap saat, 5) Menjaga ucapan dan tindakan, 6) Loyal dalam
mentaati perintah sesuai dengan tugas dan kewajiban.
Implikasi dari prilaku tersebut maka kepala sekolah akan selalu:
1.  Tidak merasa tenang jika pekerjaan yang seharusnya bidang kerjanya namun
diselesaikan oleh orang lain.
2.  Memikirkan dengan cerdas dan cermat resiko ucapan dan perbuatannya yang
berdampak kepada kedinasan.
3.  Menyelesaikan kerja yang menjadi bebannya, dengan sikap sungguh-sungguh
dan teratur dalam menyelesaikannya.
4.  Menjaga dan bertindak sesuai dengaan konsep yang telah disepakati bersama
pada lingkungan kerjanya.

Refleksi kegiatan pengembangan karakter kepemimpinan sekolah

Peserta melakukan refleksi diri tentang karakter dengan mengisi format analisis karakter
implementasi kepemimpinan pembelajaran
a. Peserta melakukan refleksi apa saja yang telah tertanam dalam diri sebagai dampak
dari kegiatan pengembangan karakter pengawasan
a. Pesert menyampaikan beberapa nilai karakter yang telah terbentuk dalam konsep self
regulated learning (belajar mandiri), kemampuan melakukan coaching dan mentoring,
kemampuan menggerakkan komunitas belajar (community of practice), dan
kemampuan mengembangkan kematangan diri (self maturity) telah terbentuk dalam
diri seluruh peserta
b. Peserta menyampaikan kelebihan apa saja yang telah bertambah dalam dirinya
setelah mengikuti kegiatan pengembangan karakter
c. Peserta menyampaikan kelemahan atau hal yang masih harus ditingkatkan terkait
dengan karakter yang telah ditanamkan pada pembelajaran ini
d. Peserta menyampaikan strategi apa yang akan dilakukan secara berbeda untuk
mengembangkan karakter rekan guru/peserta didik di sekolah?
DAFTAR PUSTAKA

Cheng, E.C.K. 2011. The Role of Self Regulated Learning in Enhancing Learning Performance.
The International Journal of Research and Review Vol. 6 (1) p. 1 – 16

Cobb, Robert. 2003. The Relationship between Self Regulated Learning Behaviors and Academic
Performance in Web Based Course. Disertasi Fakultas Institut Politeknik Virginia dan State
University (tersedia di : Http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd
03212003130332/unrestricted/srlonline_dissertation. pdf, diakses tanggal 25 Oktober
2013).

Purdie, N., Hattie, J., dan Douglas, G. (1996), Student Conception of Learning and Their Use of
Self Regulated Learning Strategies : A cross Cultural Comparison. Journal of Educational
Psychologu, Vol. 88, 87-100

Mendiknas. 2010. Pendidikan Karakter Kumpulan Pengalaman Inspiratif.   Jakarta:


Dirjen Manajemen Dikdasmen.

------------. 2010b. Aktualisasi Pendidikan Karakter Mengawal Masa Depan   Moralitas


Anak.Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen.

Purwanto, Ng. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.  Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Reagen, T.G. 1999. Guru Profesional Penyiapan dan Pembimbingan Praktisi


Pemikir.  Terjemahan oleh  Suci Romadhona, 2009. Jakarta : PT. Indeks.

Riza., J. K. 2015. Coaching, counseling dan mentoring di pondok pesantren ‘urwatul wutsqo


bulurejo jombang.  Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman. 4(1).

Suriansyah, A. 2011. Landasan Pendidikan.  Banajrmasin: Comdes. 

Stone, F. M. (1999) Coaching, counseling and mentoring. New york: AmericanManagement


association.

____________.2002) Coaching and mentoring. Oxford: capstone publishing

Usman, M.U. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


Zumbrunn, Taddlock, dan Roberts. 2011. Encouraging Self Regulated Learning in the Classroom :
A Review of the Literature. Disampaikan dalam Konsorsium Metropolitan Educational
Research Virginia Commonwealth University.

---------------------------. 2019. Bahan Pembelajaran Diklat Calon Kepala Sekolah: Kepemimpinan.


Jakarta: Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan
Beban Tugas Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.
2. MANAJERIAL SEKOLAH
A. PROGRAM SEKOLAH

1. PENYUSUNAN RKS (RKJM, RKT, RKAS)


a. Pengertian Rencana Kerja Sekolah
Rencana Kerja Sekolah (RKS) merupakan sebuah proses perencanaan atas semua hal
dengan baik dan teliti untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan tujuan agar sekolah
dapat menyesuaikan dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, sosial budaya
masyarakat, potensi sekolah dan kebutuhan peserta didik. RKS (Rencana Kerja Sekolah)
disusun sebagai pedoman kerja dalam pengembangan sekolah, dasar untuk melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan sekolah, dan sebagai bahan acuan
untuk mengidentifikasi serta mengajukan sumber daya yang diperlukan.
Rencana pengembangan sekolah ini dimaksudkan agar dapat dipergunakan sebagai
kerangka acuan oleh kepala sekolah dalam mengambil kebijakan, disamping itu sebagai
pedoman dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan progam belajar mengajar dan
administrasi sekolah yang lain, agar pengelola sekolah tidak menyimpang dari prinsip-
prinsip manajemen. Keberhasilan perencanaan ini menuntut peran serta aktif dari seluruh
warga sekolah dan dukungan dari warga masyarakat. Seluruh komponen sekolah harus
mempunyai persepsi yang sama terhadap visi dan misi sehingga seluruh progam yang
dijalankan oleh sekolah tidak menyimpang dari visi dan misi tersebut (Dewantoro, 2016).
Salah satu aktivitas atau tahapan penting dalam kegiatan manajemen adalah menyusun
perencanaan. Perencanaan adalah langkah atau tahapan yang sangat penting dalam
manajemen. Menurut Garth N. Jone (2007), perencanaan yaitu pemikiran rasional
berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekati (estimate) sebagai persiapan
untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. Sedangkan menurut Terry (2015),
perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan
untuk mencapai suatu hasil tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perencanaan adalah pengambilan keputusan secara rasional dan sistematis untuk
menentukan tindakan yang dianggap tepat sebagai upaya mencapai tujuan.
Pentingnya fungsi perencanaan dalam pengelolaan sekolah dapat dilihat dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan. Setiap
sekolah pada semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK), bahwa sekolah harus
membuat, sebagai berikut:
1) Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai dalam kurun waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin
dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan.
2) Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS) yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM).
RKJM adalah rencana kerja yang berisi tujuan, program, kegiatan, dan estimasi sumber
daya untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Sedangkan RKT adalah program jangka pendek
atau tahunan sebagai jabaran atau operasionalisasi RKJM.
RKS disusun dengan tujuan:
1) menjamin agar tujuan sekolah yang telah dirumuskan dapat dicapai dengan tingkat
kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil;
2) memberikan arah kerja yang jelas tentang pengembangan sekolah;
3) acuan dalam mengidentifikasi dan mengajukan sumberdaya pendidikan yang
diperlukan dalam pengembangan sekolah;
4) menjamin keterkaitan dan konsistensi dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan;
5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan
6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan
dan berkesinambungan.
RKS disusun bersama antara kepala sekolah dengan seluruh pemangku kepentingan dan
warga sekolah. Adapun RKS berfungsi sebagai:
1) Legitimasi
RKS disahkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang menjadi dasar dan legitimasi
sekolah untuk menjalankan seluruh progrm dan kegiatan. RKS dapat dikatakan sebagai
dokumen perencanaan yang menjadi landasan bagi warga sekolah untuk menjalankan
seluruh aktivitas sekolah.
2) Pengarah
RKS akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan cara lebih terkoordinasi dan
terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Sekolah yang tidak menyusun RKS sangat
mungkin mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumberdaya, dan ketidak berhasilan
dalam pencapaian tujuan karena bagian-bagian dari organisasi bekerja secara sendiri-
sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas dan terarah.
3) Minimalisasi ketidakpastian
Pada dasarnya segala sesuatu di dunia ini akan mengalami perubahan. Tidak ada yang
tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan seringkali sesuai dengan apa yang
kita perkirakan, akan tetapi tidak jarang pula di luar perkiraan kita sehingga menimbulkan
ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang coba diminimalkan melalui penyusunan RKS.
4) Minimalisasi pemborosan sumber daya
RKS juga berfungsi untuk meminimalisasikan pemborosan sumberdaya. RKS disusun
dengan baik akan memberikan gambaran tentang jumlah sumberdaya yang dilperlukan,
bagaimana cara penggunaannya, dan untuk pengunaan apa saja sumberdaya tersebut
dimanfaatkan dapat diestimasi sebelum kegiatan dijalankan. Dengan demikian pemborosan
yang terkait dengan pengunaan sumberdaya yang dimiliki sekolah akan diminimalkan
sehingga tingkat efisiensi menjadi meningkat.
5) Penetapan standar kualitas
RKS berfungsi sebagai penetapan kualitas yang harus dicapai oleh sekolah dan diawasi
pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan manajemen. Dalam proses pengawasan,
manajemen sekolah membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan realisasi di
lapangan. Selain itu juga membandingkan antara standar yang ingin dicapai dengan
kenyataan di lapangan, mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi
hingga dapat diambil tindakan yang diangap perlu untuk memperbaiki kinerja sekolah.

b. Prosedur Penyusunan Rencana Kerja Sekolah


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 menempatkan penyusun
program kerja atau RKS sebagai tahap awal dari seluruh aktivitas manajemen sekolah
yang didahului dengan penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah. Peraturan tersebut juga
mengamanatkan dilakukannya Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebagai salah satu dasar
penyusunan program. Selain peraturan tentang Standar Pengelolaan, pemerintah juga
menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 28
tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang memuat tentang
penyusunan RKS dikaitkan dengan peningkatan dan penjaminan mutu sekolah.
Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 menyatakan tugas satuan pendidikan adalah:
1) Membuat perencanaan mutu yang dituangkan dalam RKS.
2) Melaksanakan pemenuhan mutu, baik dalam pengelolaan satuan pendidikan maupun
proses pembelajaran.
3) Membentuk tim penjaminan mutu pada satuan pendidikan.
4) Mengelola data mutu satuan pendidikan.
Prosedur penyusunan RKS adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan RKS diawali dengan pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS).
Pelaksanaan EDS menggunakan instrumen yang diturunkan dari regulasi tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dari EDS dihasilkan peta mutu sekolah yang
menggambarkan kondisi sekolah yang merupakan capaian SNP sekolah. Peta mutu
sekolah juga bisa dilihat dari rapor mutu sekolah. Yang perlu dicermati dengan
penggunaan rapor mutu sekolah adalah proses pengisian instrumen dan proses entri
instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP) di satuan pendidikan. Apabila proses
pengisian dilakukan dengan baik, maka rapor mutu dapat menggambarkan kondisi
sekolah saat instrumen tersebut diisi dan dientri ke dalam aplikasi PMP. Apabila ada
keraguan tentang rapor mutu sekolah maka diperlukan validasi data yang ada di rapor
mutu sekolah tersebut. Rapor mutu sekolah dapat diunduh pada alamat
http://pmp.dikdasmen.kemdikbud .go.id/raporNG/index.php atau alamat laman sesuai
dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional. Peta mutu sekolah merupakan data awal yang menjadi salah
satu pertimbangan penting dalam penyusunan RKS.
2) Dari hasil EDS kemungkinan diperoleh berbagai kekurangan atau masalah pada
masing-masing standar. Dari kekurangan atau masalah akan dibuat rekomendasi
untuk perbaikan. Mengingat keterbatasan sumberdaya, kumpulan rekomendasi yang
jumlahnya cukup banyak kemudian dipilih dengan menggunakan skala prioritas. Kajian
rapor mutu atau hasil EDS adalah temuan atau masalah pada Standar Kompentensi
Lulusan (SKL) sebagai muara dari seluruh aktivitas sekolah. Kekurangan atau masalah
pada SKL harus dianalisis untuk dicari akar masalahnya, dan ada kemungkian
berhimpitan dengan masalah pada standar yang lain. Dengan demikian, program kerja
dan kegiatan yang disusun dan dimuat dalam RKS adalah hal-hal penting yang
mempunyai dampak signifikan terhadap peningkatan mutu sekolah.
3) Dalam rangka penjaminan mutu, selama proses pelaksanaan program dan kegiatan
dilakukan monitoring secara internal oleh satuan pendidikan. Selain itu pada akhir
periode dilakukan evaluasi kegiatan dan hasilnya dibuat laporan sebagai salah satu
bentuk akuntabilitas manajemen penyelenggaraan sekolah. Hasil evaluasi kegiatan
digunakan sebagai peta mutu sekolah berikutnya, dan hasil tersebut digunakan
sebagai dasar penentuan standar kinerja, dan selanjutnya digunakan sebagai dasar
untuk menyusun rencana kerja berikutnya.
Berikut contoh raport mutu satuan pendidikan
Keterangan:
1. Identitas sekolah dan skor penjaminan mutu Bagian pertama dari rapor mutu sekolah
menunjukkan informasi umum terkait identitas sekolah. Pada bagian ini juga
ditampilkan kategori pencapaian penjaminan mutu pendidikan. Kategori tersebut
ditandai dengan nilai yang disajikan dalam skor antara I hingga V. Skor tersebut
diperoleh dari rata-rata nilai rataan pencapaian standar dari kedelapan SNP.
2. Diagram Radar Rataan Pencapaian Standar Bagian ini menunjukkan informasi terkait
pencapaian skor di setiap delapan SNP. Rentang nilai dari masing-masing standar
adalah antara 0 – 7. Skor disajikan dalam bentuk diagram radar yang menunjukkan
informasi perbedaan pencapaian skor dari masing-masing standar. Diagram tersebut
memudahkan pembaca untuk membandingkan posisi pencapaian skor dari
kedelapan SNP. Jika titik rataan 25 pencapaian standar semakin mendekati garis
terluar radar, maka standar yang dicapai telah mendekati SNP.
3. Kategori Skor Capaian SNP
Pencapaian pemenuhan standar sekolah ditunjukkan dengan skor antara I – V,
I : Menuju SNP 1, dengan nilai rataan 0 – 2,04
II : Menuju SNP 2, dengan nilai rataan 2,04 – 3,70
III: Menuju SNP 3, dengan nilai rataan 3,70 – 5,06
IV: Menuju SNP 4, dengan nilai rataan 5,06 – 6,66
V : SNP 5, dengan nilai rataan 6,66 – 7,00 4.
4. Tabel Pencapaian Indikator dan Subindikator
Bagian keempat memberikan informasi capaian Indikator dan subindikator dari
delapan Standar Nasional Pendidikan. Setiap indikator dan subindikator
menampilkan informasi perolehan skor rataan serta kategori pencapaian mutu
dengan rentang skor I – V seperti yang dijelaskan pada keterangan nomor 3.
Berdasarkan raport mutu kepala sekolah bersama dengan TPMPS melakukan indentifikasi
kekuatan dan kelemahan sekolah. Identifikasi kekuatan dan kelemahan merupakan sebuah
kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh gambaran kinerja awal
satuan pendidikan.
Setelah sekolah mengetahui rapor mutu, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan
validasi capaian pada standar maupun pada indikator yang ada pada rapor mutu dengan
kondisi real sekolah. Selanjutnya sekolah melakukan pengolahan dan analisis data bukti
yang telah terkumpul. Data bukti yang terkumpul menggambarkan kondisi mutu satuan
pendidikan saat ini terhadap SNP. Langkah yang dilakukan dalam menganalisis data: (1)
TPMPS menyusun format analisis dengan pendekatan-pendekatan yang dipahami oleh
pemangku kepentingan; (2) Satuan pendidikan bersama TPMPS mengisi format sesuai
dengan dokumentasi hasil pengisian instrumen (3) Satuan pendidikan bersama TPMPS
mengajak para pemangku kepentingan untuk menentukan masalah bedasarkan hasil
analisis kondisi sekolah Selanjutnya sekolah menentukan akar masalah untuk kondisi
sekolah yang tidak memenuhi standar mutu dengan langkah: (1) Satuan pendidikan
bersama TPMPS menganalisis masalah dengan pendekatan-pendekatan yang dipahami
oleh pemangku kepentingan, (2) Mencari akar dari setiap masalah yang telah teridentifikasi
sebagai hasil analisis sebelumnya dengan menggunakan pendekatan yang telah
disepakati, (3) Mencari hubungan antar akar/penyebab suatu masalah dengan masalah
lain, (4) Membuat prioritas masalah yang akan dipecahkan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan di satuan pendidikan. Setelah masalah dan akar masalah ditemukan,
selanjutnya sekolah menyusun rekomendasi dengan langkah: (1) menyusun prioritas dari
masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan sampai ke masalah yang kurang
mendesak. (2) menentukan solusi untuk memecahkan pemecahan masalah tersebut. (3)
menyusun laporan hasil pemetaan mutu dan rekomendasi masalah tersebut.
Berikut contoh analisis analisis konteks berdasarkan hasil EDS/Pemetaan Mutu.
Standar Indikator Kondisi Saat Ini Analisis Lingkungan Masalah Akar Masalah Alternatif Solusi
(SWOT
Sarana dan 6.1. Kapasitas dan 1. Kapasitas dan Kekuatan: Tanah sekolah  Tidak bisa Membangun
Prasarana daya tampung daya tampung 1. Rombel sudah tanah pemerintah menambah sekolah tingkat
siswa memadai. siswa kurang memadai. yang sulit lahan dan mencari
6.1.1.Memiliki memadai. menambah lahan  Dana bantuan bantuan dana
rombongan belajar 2. Rombel sudah Kelemahan: karena di tengah tidak ada ke pihak lain
yang sesuai dan memadai. 1. luas lahan kurang pemukiman karena SPP selain
memadai. 3. Sekolah terletak sekali. gratis pemerintah
6.1.2. Rasio luas ditengah 2. Ruang kelas sangat
lahan sesuai rasio pemukiman dan sempit.
siswa. rasio luas lahan 3. Ruang perpustakaan
6.2. Sekolah sangat tidak tidak memadai
memiliki sarpras memenuhi 4. Jamban sangat
yang lengkap. standar. sempit, bau dan jumlah
4. Ruang kelas kurang sekali
6.2.1. Memiliki sempit tidak
ruang kelas sesuai sesuai standar. Peluang:
standar. 5. Ruang perpus 1. Masyarakat percaya
tidak memadai pada sekolah dibuktikan
6.2. 2.Sekolah 6. Sarpras dengan pendaftar saat
memiliki ruang pendukung PPDB melebihi Pagu.
perpus yang sekolah kurang 2. Di sekitar sekolah
memadai. sesuai standar terdapat banyak DuDi
6.3 sekolah 7. Jamban sekolah
memiliki sarpras tidak sesuai Ancaman: 1. SPP gratis
pendukung yang standar (sangat
lengkap. tidak layak)
6.3.1. Sekolah
memiliki jamban
sesuai standar
.
Rencana Kerja Tahunan memuat ketentuan yang ada di sekolah dengan jelas
mengenai:
1) kesiswaan;
2) kurikulum dan kegiatan pembelajaran;
3) pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;
4) sarana dan prasarana;
5) keuangan dan pembiayaan;
6) budaya dan lingkungan sekolah;
7) peran serta masyarakat dan kemitraan; dan
8) rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan
pengembangan mutu.
Dalam mengembangkan Rencana Kerja Sekolah yang digunakan sebagai
pedoman pengelolaan sekolah perlu mempertimbangkan visi, misi dan tujuan
sekolah, serta ditnjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Pedoman pengelolaan sekolah meliputi:
1) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);
2) kalender pendidikan/akademik;
3) struktur organisasi sekolah;
4) pembagian tugas di antara guru;
5) pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;
6) peraturan akademik;
7) tata tertib sekolah;
8) kode etik sekolah; dan
9) biaya operasional sekolah.
Pedoman pengelolaan sekolah perlu dievaluasi dalam skala tahunan untuk
pengelolaan KTSP, kalender pendidikan, pembagian tugas antarpendidik, dan
pembagian tugas antaratenaga kependidikan. Sementara untuk lainnya dievaluasi
sesuai kebutuhan.
c. Menganalisis Target Capaian dan Menelaah Rencana Kerja Sekolah

Pengembangan Rencana Kerja Sekolah (RKS) dilakukan setelah sekolah


memetakan dan menyusun program prioritas dalam pemenuhan 8 Standar
Nasional Pendidikan (SNP) dalam kurun waktu 4 tahun yang dijabarkan dalam
program tahunan. Pemenuhan 8 SNP memerlukan strategi pencapaian standar
pengelolaan pendidikan. Pada hakikatnya, strategi pencapaian standar
pengelolaan pendidikan merupakan cara dan upaya untuk mengubah pengelolaan
pendidikan saat ini menuju Sekolah Standar Nasional yang diharapkan masa
datang berdasarkan kesenjangan yang ada. Strategi pencapaian yang dimaksud
adalah ilmu dan seni untuk memanfaatkan faktor-faktor lingkungan eksternal
secara terpadu dengan faktor-faktor lingkungan internal untuk mencapai tujuan
lembaga. Kesenjangan digambarkan sebagai berikut.

Analisis Lingkungan
Strategis
Diharapkan
RKJM (4 Tahun)

RKT (1 Tahun)

Pelaksanaan

Monitoring dan
Evaluasi

Gambar 1. Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Program Sekolah


Kepala sekolah sebagai manajer sekolah mampu menentukan target capaian dan
tonggak keberhasilan dalam melaksanakan RKS, baik dalam Rencana Kerja
Jangka Menengah (RKJM) 4 tahun maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) 1
tahun sehingga pelaksanaan perencanaan program lebih operasional dan terukur
pencapaiannya. Secara konkret, kepala sekolah menentukan tujuan atau sasaran
1 tahunan dan 4 tahun ke depan dalam program RKJM dan RKAS, sekaligus
merumuskan tonggak keberhasilan dan output yang akan dihasilkan, baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan strategi pencapaiannya.

d. Pengembangan Dokumen Rencana Kerja Sekolah


Rencana Kerja Sekolah (RKS) adalah dokumen penting yang digunakan sebagai
salah satu pedoman sekolah. Oleh karena itu, RKS harus memuat hal-hal penting
yang dapat memberikan gambaran secara menyeluruh terhadap kebutuhan
pengembangan sekolah. Sekolah dapat menetapkan standar mutu baru di atas
SNP apabila seluruh standar dalam SNP telah terpenuhi. Acuan utama RKS
adalah pengembangan sekolah berdasarkan 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan. Sebagaimana diuraikan tersebut, RKS berupa RKJM dan RKT. RKJM
yang baik minimal memenuhi komponen sebagai berikut:
1) Analisis lingkungan strategis
2) Analisis kondisi saat Ini dilihat dari keterlaksanaan SNP
3) Analisis pendidikan 4 (empat) tahun mendatang
4) Visi dan misi sekolah
5) Tujuan sekolah 4 (empat) tahun mendatang
6) Identifikasi tantangan nyata (kesenjangan kondisi antara kondisi saat ini
terhadap kondisi pendidikan 4 tahun mendatang)
7) Program strategis
8) Rencana kerja yang mencakup 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan,
meliputi program, kegiatan, indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan,
waktu pelaksanaan, kebutuhan pembiayaan, penanggungjawab atau
pelaksana.
9) Jadwal kegiatan monitoring dan supervisi.
Komponen RKT hampir sama dengan RKJM, hanya sedikit berbeda. RKT tidak
mencantumkan komponen 3 (analisis pendidikan 4 tahun mendatang) dan
komponen 5 (tujuan sekolah tahun mendatang).
Contoh sistematika RKJM sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Landasan Hukum
c. Tujuan
d. Manfaat
e. Ruang Lingkup RKJM

Bab II Profil Sekolah


Memuat visi, misi, tujuan sekolah, dan data-data penting sekolah.

Bab III Proses Penysusunan RKJM


Menguraikan rekomendasi hasil EDS atau hasil analisis lainnya dan proses
penetapan skala prioritas.

Bab IV Rencana Kerja 4 tahun


Menguraikan rencana kerja empat tahun secara komprehensif. Biasanya
dibuat dalam bentuk matriks, memuat program, kegiatan, indikator

Contoh sistematika RKT sebagai jabaran dari RKJM sebagai berikut:


Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Landasan Hukum
c. Tujuan
d. Manfaat
e. Ruang Lingkup RKT

Bab II Profil Sekolah


Memuat visi, misi, tujuan sekolah, dan data penting sekolah lainnya.

Bab III Rencana Kerja tahun berjalan


2. PENGELOLAAN GURU, TENAGA KEPENDIDIKAN DAN PESERTA DIDIK
Menguraikan rencana kerja satu tahun, mencakup seluruh standar dalam
SNP. GURU
a. PENGELOLAAN Biasanya dibuat dalam bentuk matriks, berisi program, kegiatan,
indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan,
1) Kualifikasi Akademik Guru

Guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan


melaksanakan proses pembelajaran, mendidik, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaliasi peserta didik dalam rangka memperbaiki anak
bangsa melalui proses pendidikan. Yaitu pada pendidikan anak usia dini, jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru yang
bermutu baik merupakan dasar bagi sekolah yang baik. Sekolah yang baik
merupakan landasan bagi terciptanya masyarakat yang madani dan negara yang
maju. Dengan demikian, guru yang bermutu merupakan aset bagi suatu bangsa
untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang dapat bermitra sejajar dengan
negara maju di era persaingan global. Guru yang bermutu merupakan penentu
terbesar bagi pencapaian prestasi siswa (Hayes dan Wendy dalam Mulyasa,
2008 ). Dengan kualifikasi akademik dan kompetensi yang stándar, diharapkan
guru dapat melaksanakan tugas secara profesional sehingga hasil pendidikan
sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan Permendiknas No.16 th. 2007, maka
standar kualifikasi akademik bagi guru adalah sebagai berikut:
a) Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal
Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup
kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia Dini/Taman
Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah (SD/ MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah
(SMP /MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru
sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/ sekolah menengah
atas luar biasa (SDLB/SM PLB/SMALB), dan guru sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK*), sebagai berikut.
1. Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA
Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D -IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan
anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang
terakreditasi.
2. Kualifikasi Akademik Guru SD/MI
Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau
psikologi y ang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
3. Kualifikasi Akademik Guru SMP / MTs
Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pe ndidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diper oleh dari program studi yang terakreditasi.
4. Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA
Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pe ndidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diper oleh dari program studi yang terakreditasi.
5. Kualifikasi Akademik Guru SDLB/SMPLB/ S MALB
Guru pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, harus
memiliki kualifikasi aka demik pendidikan minimum diplo m a empat (D-IV)
atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program
studi yang terakreditasi.
6. Kualifikasi Akademik Guru SMK/MAK*
Guru pada SMK/MAK* atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi
akademik pe ndidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu,
dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
b) Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
a. Kompetensi pedagogik, merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik yang sekurang kurangnya meliputi:
1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2. Pemahaman terhadap peserta didik
3. Pengembangan kurikulum atau silabus
4. Perancangan pembelajaran
5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7. Evaluasi hasil belajar
8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya
b. Kompetensi kepribadian, sekurang-kurangnya mencakup kepribadian
yang:
1. Beriman dan bertakwa
2. Berakhlak mulia
3. Arif dan bijaksana
4. Demokratis
5. Mantap
6. Berwibawa
7. Stabil
8. Dewasa
9. Jujur
10.Sportif
11. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
12.Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri
13.Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan
c. Kompetensi sosial, merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
1. Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun
2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta
didik
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan
mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku
5. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan
d. Kompetensi profesional, merupakan kemampuan guru dalam menguasai
pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
1. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi
program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu
2. Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan,
yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang
akan diampu
Adapun tugas guru ini dijelaskan dalam Bab XI Pasal 39 Ayat (2) Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 20
Undang-Undnag No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Pasal
52 Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru yang
diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2017, yakni :
1. Merencanakan pembelajaran
2. Melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu
3. Menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
4. Membimbing dan melatih peserta didik/siswa
5. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada kegiatan pokok yang
sesuai
6. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan.
Lebih lanjut, tugas guru secara lebih terperinci dijelaskan dalam
Permendiknas No. 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, di antaranya:
1. Menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan
2. Menyusun silabus pembelajaran
3. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
4. Melaksanakan kegiatan pembelajaran
5. Menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran
6. Menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata
pelajaaran di kelasnya
7. Menganalisis hasil penilaian pembelajaran
8. Melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan
memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
9. Melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi
tanggungjawabnya (khusus guru kelas)
10. Menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil
belajar tingkat sekolah/ madrasah dan nasional
11. Membimbing guru pemula dalam program induksi
12. Membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses
pembelajaran
13. Melaksanakan pengembangan diri
14. Melaksanakan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif
15. Melakukan presentasi ilmiah
Fungsi guru yang dimaksudkan disini juga sudah termasuk dalam tugas
guru yang telah dijabarkan di atas, namun terdapat beberapa fungsi lain
yang terkandung dalam poin d dan e Pasal 20 Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta poin a, b dan c Pasal 40 Ayat
(2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yakni :
a. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
b. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode
etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika
c. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis
d. Memelihara komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan
e. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Adapun kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Kepala sekolah diharapkan dapat memahami pentingnya pengembangan
kompetensi guru secara optimal yang akhirnya dapat meningkatkan kinerja
guru dengan maksimal. Beberapa upaya yang dilakukan oleh kepala
sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan sekaligus
profesional guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui penataran,
pelatihan/training, pendidikan, lokakarya, coaching, mentoring, workshop,
IHT, tutor sebaya, pendampingan, magang, seminar, atau kgiatan ilmiah
lainnya ataupun secara informal melalui media massa, televisi, radio,
koran, dan majalah maupun publikasi lainnya.

b. PENGELOLAAN TENAGA KEPENDIDIKAN


1. Tenaga Administrasi Sekolah
1.1 Kualifikasi Tenaga Administrasi Sekolah
Berdasarkan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008, tenaga administrasi
sekolah/ madrasah harus memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi.
Tenaga administrasi sekolah/madrasah terdiri atas kepala tenaga
administrasi sekolah/madrasah, pelaksana urusan, dan petugas layanan
khusus yang harus memiliki kualifikasi sebagai berikut:
1). Kepala Tenaga Administrasi SD/MI/SDLB
Kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB dapat diangkat apabila
sekolah/madrasah memiliki lebih dari 6 (enam) rombongan belajar.
Kualifikasi kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB adalah sebagai
berikut:
a. Berpendidikan minimal lulusan SLTA atau yang sederajat, program
studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga
administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun.
b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari
lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
2). Kepala Tenaga Administrasi SMP/MTS/SDLB
Kepala tenaga administrasi SMP berkualifikasi sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal lulusan D3 atau yang sederajat, program
studi yang relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga
administrasi sekolah/ madrasah minimal 4 (empat) tahun.
b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari
lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
3). KepalaTenaga Administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALB
Kepala tenaga administrasi SMA/MA/SMK/MAK/SMALB berkualifikasi
sebagai berikut:
a. Berpendidikan S1 program studi yang relevan dengan pengalaman
kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4
(empat) tahun, atau D3 dan yang sederajat, program studi yang
relevan, dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi
sekolah/madrasah minimal 8 (delapan) tahun.
b. Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari
lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
c. Pelaksana Urusan Administrasi Kepegawaian
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang
sederajat, dan dapat diangkat apabila jumlah pendidik dan tenaga
kependidikan minimal 50 orang.
d. Pelaksana Urusan Administrasi Keuangan
Berpendidikan minimal lulusan SMK/MAK, program studi yang
relevan, atau SMA/MA dan memiliki sertfikat yang relevan.
e. Pelaksana Urusan Administrasi Sarana dan Prasarana
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang
sederajat.
f. Pelaksana Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang
sederajat, dan dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki
minimal 9 (sembilan) rombongan belajar.
g. Pelaksana Urusan Administrasi Persuratan dan Pengarsipan
Berpendidikan minimal lulusan SMK/MAK, program studi yang
relevan.
h. Pelaksana Urusan Administrasi Kesiswaan
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang
sederajat dan dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki
minimal 9 (sembilan) rombongan belajar.
i. Pelaksana Urusan Administrasi Kurikulum
Berpendidikan minimal lulusan SMA/MA/SMK/MAK atau yang
sederajat dan diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki minimal 12
rombongan belajar.
j. Pelaksana Urusan Administrasi Umum untuk SD/MI/SDLSD/MI/SDLB
yang memiliki maksimal 6 (enam) rombongan belajar tidak perlu
Kepala Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah, tetapi Pelaksana
Urusan Administrasi Umum Sekolah/Madrasah, dengan kompetensi
teknis. Kualifikasi yang diperlukan berpendidikan minimal
SMK/MAK/SMA/MA atau yang sederajat
k. Petugas Layanan Khusus
1. Penjaga Sekolah/Madrasah
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.
2. Tukang Kebun
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat dan
diangkat apabila luas lahan kebun sekolah/madrasah minimal 500
m2.
3. Tenaga Kebersihan
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.
4. Pengemudi
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat,
memiliki SIM yang sesuai, dan diangkat apabila sekolah/madrasah
memiliki kendaraan roda empat.
5. Pesuruh
Berpendidikan minimal lulusan SMP/MTs atau yang sederajat.

1.2 Kompetensi Tenaga Administrasi Sekolah


1. Kepala Tenaga Administrasi Sekolah
Kompetensi yang harus dimiliki oleh Kepala Tenaga Administrasi Sekolah
meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi teknis,
dan kompetensi manajerial. Uraian deskripsi kompetensi tersebut sebagai
berikut :
1). Kompetensi Kepribadian : Memiliki integritas dan akhlak mulia,
Memiliki etos kerja, Mengendalikan diri, Memiliki rasa percaya diri,
Memiliki fleksibilitas, Memiliki ketelitian, Memiliki kedisiplinan, Memiliki
kreativitas dan inovasi, Memiliki tanggung jawab.
2). Kompetensi Sosial: Bekerja sama dalam tim, Memberikan layanan
prima, Memiliki kesadaran berorganisasi, Berkomunikasi efektif,
Membangun hubungan kerja.
3) Kompetensi Teknis
a) Melaksanakan administrasi kepegawaian,
b) Melaksanakan administrasi keuangan,
c) Melaksanakan administrasi sarana dan prasarana,
d) Melaksanakan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat,
e) Melaksanakan administrasi persuratan dan pengarsipan,
f) Melaksanakan administrasi kesiswaan,
g) Melaksanakan administrasi kurikulum,
h) Melaksanakan administrasi layanan khusus,
i) Menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
4). Kompetensi Manajerial
a) Mendukung pengelolaan standar nasional pendidikan
b) Menyusun program dan laporan kerja
c) Mengorganisasikan staf
d) Mengembangkan staf
e) Mengambil keputusan
f) Menciptakan iklim kerja kondusif,
g) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,
h) Membina staf,
i) Mengelola konflik
j) Menyusun laporan
2) Kompetensi Pelaksana Urusan Administrasi
Kompetensi yang harus dimiliki oleh pelaksana urusan administrasi
adalah kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
teknis. Adapun rincian lebih detil sebagai berikut :
1. Kompetensi Kepribadian: Memiliki integritas dan akhlak mulia, Memiliki
etos kerja, Mengendalikan diri, Memiliki rasa percaya diri, Memiliki
fleksibilitas, Memiliki ketelitian, Memiliki kedisiplinan, Memiliki
kreativitas dan inovasi, Memiliki tanggung jawab.
2. Kompetensi Sosial: Bekerja sama dalam tim, Memberikan layanan
prima, Memiliki kesadaran berorganisasi, Berkomunikasi efektif,
Membangun hubungan kerja
3. Kompetensi Teknis
a) Pelaksana Urusan Kepegawaian
(1) Mengadministrasikan kepegawaian
(2) Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
b) Pelaksana Urusan Adminstrasi Keuangan
(1) Mengadministrasikan keuangan sekolah/madrasah.
(2) Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
c) Pelaksana Urusan Administrasi Sarana dan Prasarana
(1) Mengadministrasikan standar sarana dan prasarana
(2) Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
d) Pelaksana Urusan Administrasi Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat
(1) Melaksanakan admnistrasi hubungan sekolah dengan
masyarakat
(2) Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
e) Pelaksana Urusan Administrasi Persuratan dan Pengarsipan
(1) Melaksanakan administrasi persuratan dan pengarsipan.
(2) Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
f) Pelaksana Urusan Administrasi Kesiswaan
(1) Mengadministrasikan standar pengelolaan yang berkaitan
dengan peserta didik.
(2) Menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
g) Pelaksana Urusan Administrasi Kurikulum
(1) Mengadministrasikan standar isi.
(2) Mengadministrasikan standar proses.
(3) Mengadministrasikan standar penilaian
(4) Mengadministrasikan standar kompetensi lulusan.
(5) Mengadministrasikan kurikulum dan silabus.
(6) Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK).
h) Pelaksana Urusan Administrasi Umum SD/MI/SDLB
(1) Melaksanakan administrasi sekolah/madrasah.
(2) Menguasai penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
3). Kompetensi Petugas Layanan Khusus
Kompetensi yang harus dimiliki oleh petugas layanan khusus adalah
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi teknis.
Adapun rincian deskripsi masing-masing kompetensi bisa diuraikan
sebagi berikut:
1) Kompetensi Kepribadian
a) Memiliki integritas dan akhlak mulia
b) Memiliki etos kerja
c) Mengendalikan diri
d) Memiliki rasa percaya diri
e) Memiliki fleksibilitas
f) Memiliki ketelitian
g) Memiliki kedisiplinan
h) Kreatif dan inovatif
i) Memiliki tanggung jawab
2) Kompetensi Sosial
a) Bekerja sama dalam tim
b) Memberikan layanan prima
c) Memiliki kesadaran berorganisasi
d) Berkomunikasi efektif
e) Membangun hubungan kerja
3) Kompetensi Teknis
a) Penjaga Sekolah/Madrasah
(1) Menguasai kondisi keamanan sekolah/madrasah
(2) Menguasai teknik pengamanan sekolah/madrasah
(3) Menerapkan prosedur operasi standar pengamanan
sekolah/madrasah
b) Tukang Kebun
(1) Menguasai penggunaan peralatan pertanian dan atau
perkebunan
(2) Menguasai pemeliharaan tanaman
c) Tenaga Kebersihan
(1) Menguasai teknik-teknik kebersihan.
(2) Menjaga kebersihan sekolah/madrasah.
d) Pengemudi
(1) Menguasai teknik mengemudi
(2) Menguasai teknik perawatan kendaraan
e) Pesuruh
(1) Mengenal wilayah
(2) Menguasai prosedur pengiriman dokumen dinas
(3) Melayani kebutuhan rumah tangga sekolah/madrasah
Adapun secara ringkas tugas masing-masing tenaga administrasi bisa
dicermati dari Buku Panduan Kerja Tenaga Administrasi
Sekolah/Madrasah yang diterbitkan Kemendikbud (2017). Secara lebih
rinci, tugas masing-masing tenaga administrasi sekolah sebagai berikut :

2. Tenaga Perpustakaan Sekolah


Tenaga perpustakaan sekolah adalah tenaga kependidikan yang memiliki
peran penting dan sangat menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah.
Tenaga perpustakaan juga memberikan sumbangan pada misi dan tujuan
sekolah. Tenaga perpustakaan bertanggungjawab atas perencanaan dan
pengelolaan perpustakaan sekolah. Oleh karena itu, tenaga perpustakaan
harus memiliki kemampuan yang memadai, bermotivasi tinggi, jumlah yang
mencukupi, dan dapat melayani pengunjung dengan baik. Kegiatan
pembelajaran ini memfasilitasi kepala sekolah untuk memahami pengelolaan
tenaga perpustakaan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan
cara menelaah berbagai kasus yang terkait dengan pengelolaan tenaga
perpustakaan.
1.1 Kualifikasi Tenaga Perpustakaan Sekolah
Berdasarkan Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008, Tenaga Perpustakaan
Sekolah sekolah/madrasah harus memenuhi standar kualifikasi dan
kompetensi. Tenaga Perpustakaan sekolah/madrasah terdiri atas Kepala
Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui jalur pendidik, Kepala
Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui jalur tenaga kependidikan,
dan Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Setiap sekolah/madrasah
untuk semua jenis dan jenjang yang mempunyai jumlah tenaga
perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, mempunyai lebih
dari enam rombongan belajar (rombel), serta memiliki koleksi minimal
1000 (seribu) judul materi perpustakaan dapat mengangkat kepala
perpustakaan sekolah/madrasah. Seorang kepala sekolah harus
menaati aturan (taat hukum) dalam menetapkan jumlah tenaga
perpustakaan dan pengangkatan kepala perpustakaan.
a. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur Pendidik
harus memenuhi syarat:
1) Berkualifikasi serendah-rendahnya diploma empat (D4) atau sarjana
(S1)
2) Memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan
sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah
3) Masa kerja minimal 3 (tiga) tahun
b. Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang melalui Jalur Tenaga
Kependidikan harus memenuhi salah satu syarat berikut:
c. 1) Berkualifikasi diploma dua (D2) Ilmu Perpustakaan dan Informasi
bagi pustakawan dengan masa kerja minimal 4 tahun
d. 2) Berkualifikasi diploma dua (D2) non-Ilmu Perpustakaan dan
Informasi dengan sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan
sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah
dengan masa kerja minimal 4 tahun di perpustakaan
sekolah/madrasah
1.2 Kompetensi Tenaga Perpustakaan Sekolah
Setiap perpustakaan sekolah/madrasah memiliki sekurang-kurangnya satu
tenaga perpustakaan sekolah/madrasah yang berkualifikasi SMA atau
yang sederajat dan bersertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan
sekolah/ madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh Kepala Perpustakaan
Sekolah/Madrasah dan Tenaga Perpustakaan Sekolah atau Madrasah
meliputi kompetensi manajerial, kompetensi pengelolaan informasi,
kompetensi kependidikan, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi pengembangan profesi. Deskripsi tiap kompetensi kepala dan
tenaga perpustakaan lebih detil termuat dalam Permendiknas No. 25
Tahun 2008. Sedangkan uraian tugas dapat Saudara cermati dari Buku
Panduan Kerja Tenaga Perpustakaan Sekolah yang diterbitkan
Kemendikbud (2017).

c. PENGELOLAAN PESERTA DIDIK


1). Perencanaan dan Penerimaan Peserta Didik Baru
1.1. Perencanaan Peserta Didik Baru
Penyusunan agenda perencanaan dan penerimaan peserta didik baru
(PPDB) merupakan langkah awal dari proses penerimaan peserta didik.
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam perencanaan peserta
didik. Langkah-langkah tersebut meliputi: perkiraan, kebijakan, penyusunan
program, dan pembiayaan. Secara lebih rinci, langkah-langkah perencanaan
peserta didik dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Perkiraan
Perkiraan adalah proyeksi jumlah kuota kasar peserta didik yang akan
diterima berdasarkan daya tampung sekolah, sistem zonasi, kondisi
sekolah, dan regulasi terkini yang berkaitan dengan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB).
Kuota atau daya tampung tiap sekolah ditentukan oleh kepala
sekolah melalui rapat dewan guru dan komite sekolah dengan
mempertimbangkan kesiapan ruang kelas, jumlah peserta didik yang
tinggal kelas, jumlah guru, beban belajar mengajar, dan peminatan
pada struktur kurikulum yang berlaku serta kajian teknis lainnya.
Selanjutnya usulan kuota/daya tampung diajukan kepada Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi selambat-lambatnya bulan
Juni untuk diverifikasi dan ditetapkan sebagai PPDB online Dinas
Pendidikan setempat. Untuk SMK, informasi daya tampung disertai
bidang/program keahlian yang tersedia.
b) Kebijakan
Berdasarkan perkiraan/proyeksi jumlah kuota peserta didik yang akan
diterima, sekolah dapat menentukan kebijakan operasional penerimaan
peserta didik baru yang memuat aturan mengenai kriteria mengenai
peserta didik yang dapat diterima, sistem pendaftaran, waktu
pendaftaran, personel yang terlibat, anggaran, dan sarana prasarana
yang diperlukan. Kebijakan PPDB ini dibuat berdasarkan pedoman
yang diterbitkan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
c) Penyusunan Program
Setelah kebijakan PPDB ditetapkan, langkah berikutnya adalah
penyusunan program. Pada tahap ini, hal-hal yang telah ditetapkan
pada kebijakan PPDB direncanakan secara rinci disertai dengan job
description dari masing-masing personel. Penjadwalan dari
perencanaan sampai selesai kegiatan PPDB juga diuraikan secara rinci
agar mudah untuk mengontrol dan melaksanakannya.
Kepanitian yang terlibat dalam kegiatan ini dituangkan ke dalam Surat
Keputusan (SK) yang disyahkan oleh kepala sekolah.
d) Pembiayaan
Kegiatan-kegiatan yang sudah diprogramkan selanjutnya diberi alokasi
dana secara detil sesuai kebutuhan agar mudah merealisasikan dan
membuat laporan pertanggungjawabannya setelah selesai kegiatan.
Perlu ditentukan juga sumber dana yang akan digunakan.
Alokasi dan penggunaan dana harus disesuaikan dengan regulasi
terkini yang berlaku.
1.2. Penerimaan Peserta Didik Baru
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan proses layanan
pendidikan yang pertama kali diberikan kepada peserta didik, dengan
menggunakan sistem tertentu, memenuhi syarat tertentu, melalui proses
dan sistem seleksi tertentu untuk memperoleh pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi.
PPDB juga diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 19 Tahun 2007 pada lampiran Bidang Kesiswaan
dinyatakan bahwa: Sekolah/Madrasah menyusun dan menetapkan
petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta
didik yang meliputi: kriteria calon peserta didik, penerimaan peserta didik,
dan orientasi peserta didik. Kriteria calon peserta didik meliputi: a) SD/MI
berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia
peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar
rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor
sekolah/madrasah maupun psikolog; b) SDLB/SMPLB/SMALB berasal
dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual,
mental, sensorik, dan/atau sosial; c) SMP/MTs berasal dari lulusan SD,
MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat; d)
SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus
dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
PPDB bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada setiap warga negara agar memperoleh layanan proses
penerimaan peserta didik baru dengan cepat, transparan, efektif, efisien,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penerimaan peserta didik baru berasaskan:
a. Objektivitas, artinya bahwa penerimaan peserta didik baru harus
memenuhi ketentuan umum yang diatur dalam keputusan
(juklak/juknis);
b. Transparansi, artinya pelaksanaan PPDB bersifat terbuka dan dapat
diketahui oleh masyarakat termasuk orangtua/wali calon peserta didik;
c. Akuntabilitas, artinya PPDB dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat baik prosedur maupun hasilnya;
d. Kompetitif, artinya PPDB dilakukan melalui seleksi berdasarkan Nilai
Ujian Sekolah pada jenjang SD yang akan masuk ke jenjang SMP, dan
Nilai Ujian Nasional (NUN) pada jenjang SMP yang akan masuk ke
jenjang SMA/SMK, penambahan nilai prestasi, dan tes khusus untuk
masuk SMK tertentu.
PPDB dari waktu ke waktu mengalami berbagai perkembangan, termasuk
teknis pendaftaranya. Beberapa daerah sudah melakukan PPDB on-line,
sedangkan daerah lainnya masih melakukan PPDB secara langsung
(konvensional). Masalah yang terjadi dalam PPDB juga beragam, mulai
dari sekolah yang kekurangan calon siswa hingga sekolah yang
kebanjiran calon peserta didik baru dan juga masalah-masalah lainnya.
Mulai tahun pelajaran 2018/2019 sesuai dengan Permendikbud 51 Tahun
2018 Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa PPDB harus dilakukan
berdasarkan: non diskrimimintif, obyektif, transparan, akuntabel dan
berkeadilan. Non diskriminatif dikecualikan bagi sekolah yang secara
khusus melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu.
Sesuai regulasi tersebut, mulai tahun 2018/2019 jalur pendaftaran PPDB
dilaksanakan melalui tiga jalur (Pasal 16):
a. Zonasi, paling sedikit 90 % dari daya tampung sekolah;
b. Prestasi, paling banyak 5 % dari daya tampung sekolah;
c. Perpindahan tugas orangtua/wali, paling banyak 5 % dari daya
tampung sekolah;
d. Calon peserta didik hanya dapat memilih 1 (satu) jalur dari 3 (tiga) jalur
pendaftaran PPDB dalam satu zonasi
e. Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi sesuai
dengan domisili dalam zonasi yang telah ditetapkan, calon peserta
didik dapat melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur prestasi di luar
zonasi domisili peserta didik;
f. Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dilarang
membuka jalur pendaftaran penerimaan PPDB selain yang diatur
dalam Peraturan Menteri ini.
Sistem promosi juga dikenal dalam PPDB. Sistem promosi adalah sistem
penerimaan peserta didik tanpa menggunakan seleksi. Mereka yang
mendaftar menjadi peserta didik, tidak ada yang ditolak. Secara umum
sistem ini berlaku pada sekolah-sekolah yang pendaftarnya kurang dari
daya tampung sekolah. Sementara itu, sistem seleksi digolongkan
menjadi tiga macam. Pertama, seleksi berdasarkan daftar nilai ujian
nasional/nilai rapor. Kedua, berdasarkan penelusuran minat dan bakat.
Ketiga adalah seleksi berdasarkan hasil tes masuk.
Untuk memahami proses penerimaan peserta didik baru, Saudara
diharapkan mempelajari regulasi yang berlaku (Permendikbud Nomor 51
Tahun 2018 tentang Juknis Penerimaan Peserta Didik Baru TK, SD, SMP,
SMA, SMK dan sederajat)..
Prosedur penerimaan peserta didik baru diantaranya adalah:
1) Pembentukan panitia penerimaan peserta didik baru harus
kerjasama pihak- pihak terkait;
2) Rapat penetapan kuota peserta didik baru;
3) Pembuatan, pemasangan atau pengiriman pengumuman;
4) Pendaftaran calon peserta didik baru;
5) Seleksi penerimaan peserta didik baru;
6) Penentuan peserta didik yang diterima;
7) Pengumuman peserta didik yang diterima;
8) Registrasi peserta didik yang diterima;
9) Pengadministrasian data peserta didik.
Setelah peserta didik diterima, diperlukan pengadministrasian yang baik.
Informasi yang memadai diperlukan untuk memperlancar kegiatan
tersebut agar lebih efektif dan efisien. Sistem informasi meliputi kegiatan
pencatatan data (recording system) dan pelaporan (reporting system).
Untuk memperlancar dua kegiatan tersebut diperlukan faktor-faktor
penunjang antara lain:
1) Format-format yang dipergunakan;
2) Petunjuk dan aturan yang berlaku;
3) Keterampilan personil yang memadai.
Pencatatan dan pelaporan peserta didik dimulai sejak peserta didik
diterima di sekolah sampai dengan tamat atau meninggalkan sekolah.
Tujuan pencatatan tentang kondisi peserta didik dilakukan agar lembaga
mampu melakukan bimbingan yang optimal pada peserta didik.
Sedangkan pelaporan dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab lembaga
dalam perkembangan peserta didik di sebuah lembaga. Kepala sekolah
memiliki patokan-patokan untuk menjabarkan lebih lanjut kebijakan-
kebijakan permerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Format-format administrasi peserta didik dapat dikembangkan kepala
sekolah berdasarkan kreativitas kepala sekolah dan kebutuhan sekolah
masing-masing, dengan memperhatikan petunjuk terkini yang dikeluarkan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan
pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Pencatatan data berdasarkan
kalender akademik, berasal dari beberapa sumber yang diambil dari
kegiatan pencatatan selama program pendidikan berlangsung. Berikut ini
administrasi pengelolaan peserta didik di sekolah yang masih dapat
digunakan selain pengadministrasian secara digital yang sudah banyak
dilakukan oleh sekolah pada saat ini.
1) Awal tahun pelajaran meliputi administrasi penerimaan peserta didik
baru, Surat Pendaftaran Peserta Didik Baru, Daftar Calon Peserta Didik
Baru dan Daftar Peserta Didik Baru Selama tahun pelajaran;
2) Selama tahun pelajaran meliputi penyusunan data peserta didik, terdiri
dari: buku induk peserta didik dan buku klaper.
Administrasi lain peserta didik di awal tahun, meliputi jumlah peserta didik
menurut kelas, asal jenis kelamin, dan usia. Pemantauan kehadiran
peserta didik meliputi buku absensi peserta didik, buku rekapitulasi
absensi harian peserta didik, buku absensi bulanan, dan buku
rekapitulasi tahunan absensi peserta didik.
Mutasi peserta didik, meliputi: surat permohonan pindah sekolah, surat
keterangan pindah sekolah, dan buku mutasi peserta didik
3) Akhir Tahun Pelajaran, meliputi data pelaksanaan ujian akhir dan
administrasi kenaikan kelas
Langkah Kerja Menurut Panduan Kerja Kepala Sekolah:
No Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan Pengawasan
1 PPDB Kepala Sekolah 1. Menginformasikan 1. Mengawasi
dan Tim peraturan tentang PPDB yang
membuat PPDB kepada para dilakukan
peraturan pemangku kepentingan bersama oleh
tentang PPDB pendidikan setiap kepala sekolah,
yang berisi menjelang dimulainya dewan
criteria calon tahun ajaran baru pendidikan, dan
pesrta didik 2. PPDB dilaksanakan komite sekolah
baru, daya sebelum dimulai tahun 2. Melaporkan
tamping, dan ajaran, yang hasil
struktur panitia diselenggarakan pengawasan,
PPDB secara obyektif, kemudian
trransparan, akuntabel, dilaporkan
tanpa diskriminasi kepada dinas
(gender, agama, etnis, pendidikan
status social, dan provinsi/kabupa
kemampuan ekonomi) ten/kota
3. Memutuskan PPDB
melalui rapat dewan
pendidikan sekolah dan
ditetapkan oleh kepala
sekolah.

1.3 Masa Pangenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)


Tahapan setelah kegiatan PPDB adalah Masa Pengenalan Lingkungan
(MPLS) Peserta Didik Baru. MPLS adalah kegiatan pengenalan
lingkungan kepada peserta didik baru, termasuk pengenalan budaya,
sarana dan prasarana sekolah, guru dan karyawan, serta aktivitas di
sekolah yang baru saja dimasukinya. Tujuan MPLS adalah mempercepat
adaptasi peserta didik dalam lingkungan yang baru dan menyesuaikan
dengan tuntutan proses pembelajaran yang berbeda dengan sebelumnya.
Pelaksanaan MPLS telah diatur dalam Permendikbud Nomor 18 Tahun
2016 yang menyatakan bahwa dalam rangka penerimaan peserta didik
baru di sekolah diperlukan pengenalan lingkungan sekolahuntuk
mendukung proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
Kegiatan pada MPLS adalah kegiatan yang bersifat edukatif dan kreatif
untuk mewujudkan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan.
Kegiatan MPLS mencegah terjadinya perpeloncoan di sekolah. Pasal 1
ayat (2) pada Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 menyatakan bahwa
pengenalan lingkungan sekolah adalah kegiatan pertama masuk sekolah
untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara belajar,
penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur sekolah.
Pengenalan lingkungan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:
a) mengenali potensi diri siswa baru;
b) membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan
sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan
sarana prasarana sekolah;
c) menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai
siswa baru;
d) mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah
lainnya;
e) menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap
saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan,
kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang
memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.
Pengenalan lingkungan sekolah meliputi: kegiatan wajib; dan kegiatan
pilihan. Kegiatan wajib dan kegiatan pilihan dilakukan sesuai dengan
silabus pengenalan lingkungan sekolah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016. Sekolah dapat memilih
salah satu atau lebih materi kegiatan pilihan pengenalan lingkungan atau
melakukan kegiatan pilihan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik lingkungan sekolah.
Sekolah melakukan pendataan tentang keadaan diri dan sosial siswa
melalui formulir pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru yang diisi
oleh orang tua/wali siswa yang minimal memuat:
a) profil siswa yang terdiri dari identitas siswa, riwayat kesehatan,
potensi/bakat siswa, serta sifat/perilaku siswa; dan
b) profil orangtua/wali.
Kepala sekolah bertanggung jawab penuh atas perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi dalam pengenalan lingkungan sekolah.
Perencanaan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah disampaikan oleh
sekolah kepada orang tua/wali pada saat lapor diri sebagai siswa baru.
Pengenalan lingkungan sekolah wajib berisi kegiatan yang bermanfaat,
bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan. Evaluasi atas pelaksanaan
pengenalan lingkungan sekolah wajib disampaikan kepada orang tua/wali
baik secara tertulis maupun melalui pertemuan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah pengenalan lingkungan sekolah berakhir.
Pengenalan lingkungan sekolah dilakukan dengan memperhatikan hal
sebagai berikut:
a) perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan hanya menjadi hak guru;
b) dilarang melibatkan siswa senior (kakak kelas) dan/atau alumni
sebagai penyelenggara;
c) dilakukan di lingkungan sekolah kecuali sekolah tidak memiliki fasilitas
yang memadai;
d) dilarang melakukan pungutan biaya maupun bentuk pungutan lainnya.
e) wajib melakukan kegiatan yang bersifat edukatif;
f) dilarang bersifat perpeloncoan atau tindak kekerasan lainnya;
g) wajib menggunakan seragam dan atribut resmi dari sekolah;
h) dilarang memberikan tugas kepada siswa baru berupa kegiatan
maupun penggunaan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas
pembelajaran siswa;
i) dapat melibatkan tenaga kependidikan yang relevan dengan materi
kegiatan pengenalan lingkungan sekolah; dan
Pada MPLS yang diperkenalkan adalah: peraturan dan tata tertib
sekolah, guru dan personalia sekolah, perpustakaan sekolah,
laboratorium sekolah, bengkel sekolah, kafetaria sekolah, bimbingan dan
konseling sekolah, layanan kesehatan sekolah, layanan asrama sekolah,
orientasi program studi, cara belajar yang efektif dan efisien di sekolah
dan organisasi peserta didik yang menunjukkan kepedulian ke peserta
didik.
Tujuan orientasi peserta didik baru adalah sebagai berikut:
a) Agar peserta didik mengenal lebih dekat mengenai diri mereka sendiri
di tengah- tengah lingkungan barunya;
b) Agar peserta didik mengenal lingkungan sekolahnya, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosialnya;
c) Pengenalan lingkungan sekolah penting bagi peserta didik dalam
hubungannya dengan:
(1) Pemanfaatan semaksimal mungkin terhadap layanan yang dapat
diberikan oleh sekolah.
(2) Sosialisasi diri dan pengembangan diri secara optimal.
(3) Menyiapkan peserta didik secara fisik, mental, dan emosional
agar siap menghadapi lingkungan baru sekolah.
Langkah Kerja Menurut Panduan Kerja Kepala Sekolah:
No Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan Pengawasan
1 MPLS 1. Membuat peraturan yang 1. Melaksanakan 1. Melaporkan
berisi struktur kepanitiaan, MPLS dilakukan hasil
jenis kegiatan, jadwal pada awal tahun pengawasan
kegiatan, dan tata tertib ajaran agar kepada
kegiatan dengan mengacu peserta didik dinas
pada peraturan perundang- baru dapat pendidikan
undangan. menyesuaikan provinsi/kabu
2. Memutuskan MPLS dalam diri dengan paten/ kota
rapat dewan pendidikan lingkungannya.
dengan melibatkan 2. Melaksanakan
pengurus OSIS (SMPLB MPLS mencakup
dan SMALB) pengenalan
3. Menetapkan peraturan sekolah dengan
tentang MPLS memperhatikan
4. Menginformasikan budaya
peraturan MPLS akademik
disampaikan kepada pihak sekolah
yang berkepentingan setiap
menjelang dimulainya
tahun ajafran baru

2) Penempatan dan Pengembangan Kapasitas Peserta Didik


2.1 Penempatan Peserta Didik
Setelah melewati Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), langkah
selanjutnya yang harus dilakukan oleh sekolah adalah
menempatkan/mengelompokkan peserta didik. Pengelompokan tersebut
dapat didasarkan pada:
1) Fungsi Integrasi, yaitu pengelompokan peserta didik berdasarkan umur,
jenis kelamin dan sebagainya.
2) Fungsi Perbedaan, yaitu pengelompokan peserta didik untuk menghargai
berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik seperti
bakat, minat, kemampuan dan sebagainya.
Selain itu, pengelompokan dapat juga didasarkan pada hasil belajar
(achievement). Biasanya peserta didik dibagi atas 3 kelompok:
1) Kelompok anak yang cepat berfikirnya;
2) Kelompok anak yang sedang berfikirnya;
3) Kelompok anak yang lambat berfikirnya.
Sementara itu menurut Soetopo (1982), dasar pengelompokan peserta didik
ada 5 (lima) macam, yaitu :
1) Friendship Grouping
Pengelompokan peserta didik yang didasarkan pada kesukaan di dalam
memilih teman antar peserta didik itu sendiri. Jadi dalam hal ini peserta
didik mempunyai kebebasan dalam memilih teman untuk dijadikan
sebagai anggota kelompoknya.
2) Achievement Grouping
Pengelompokan peserta didik yang didasarkan pada prestasi yang dicapai
oleh peserta didik. Dalam pengelompokan ini biasanya diadakan
percampuran antara peserta didik yang berprestasi tinggi dengan peserta
didik yang berprestasi rendah.
3) Aptitude Grouping
Pengelompokan peserta didik yang didasarkan atas kemampuan dan
bakat yang sesuai dengan apa yang dimiliki peserta didik itu sendiri.
4) Attention or Interest Grouping
Pengelompokan peserta didik yang didasarkan atas perhatian atau minat
yang didasari kesenangan peserta didik itu sendiri. Pengelompokan ini
didasari oleh adanya peserta didik yang mempunyai bakat dalam bidang
tertentu namun si peserta didik tersebut tidak senag dengan bakat yang
dimilikinya.
5) Intellegence Grouping
Pengelompokan peserta didik yang didasarkan atas hasil tes intelegensi
yang diberikan kepada pserta didik itu sendiri.
Pengelolaan peserta didik juga harus memperhatikan peserta didik yang
berkebutuhan khusus yang diakomodasi dalam pendidikan inklusif. Di
samping sekolah regular, juga ada sekolah inklusi yang sudah diatur pada
Peraturan Mendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa.
Pendidikan inklusif merupakan suatu pendekatan pendidikan yang inovatif
dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak
berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat. Dalam konteks
yang lebih luas, pendidikan inklusif juga dapat dimaknai sebagai satu
bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi,
perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan
akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya
strategis dalam menuntaskan wajib belajar sembilan tahun, serta upaya
merubah nilai-nilai karakter tidak tergantung pada orang lain dan sikap
masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus.
Hal penting yang harus Saudara pahami adalah bahwa PPDB di sekolah
Saudara seharusnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di sisi lain,
pastikan bahwa tidak seluruh warga negara berhak mendapat pendidikan
bermutu yang sama tanpa diskriminasi. Semua warga negara tanpa
membedakan tingkat ekonomi, status sosial, geografi, gender, agama,
maupun anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk
mendapat pendidikan bermutu.
Penempatan peserta didik baru yang tepat, diharapkan sekolah dapat
mengakomodasi kebutuhan peserta didik secara maksimal. Terkait dengan
hal tersebut, maka Saudara dapat memperhatikan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Membaca dan memahami dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
penempatan peserta didik baru, antara lain: petunjuk teknis penempatan
peserta didik baru yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan provinsi/
kabupaten/kota;
2. Menggunakan data potensi dan/atau hasil ujian, potensi demografis,
serta minat dan bakat peserta didik yang berasal dari formulir
pendaftaran dan proses seleksi (jika ada) untuk melakukan analisis
penempatan peserta didik;
3. Melakukan rapat dengan tim mengenai calon peserta didik di tiap kelas
serta mendiskusikan bersama mentor/pengawas;
4. Mengumumkan hasil penempatan peserta didik;
5. Membuat grafik karakterisitik peserta didik berdasarkan data potensi
dan/atau SHUN, demografis, serta minat dan bakat peserta didik.
2.1 Pengembangan Kapasitas Peserta Didik
Setiap sekolah memiliki kewajiban untuk mengembangkan potensi
kecerdasan peserta didik secara maksimal. Hal tersebut berkaitan dengan
tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hak peserta didik sesuai Pasal 12 poin (b) Undang-undang (UU) Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya pada
setiap satuan pendidikan.
Satuan pendidikan yang baik adalah satuan pendidikan yang mampu
memberikan layanan kepada peserta didik sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Salah satu bentuk potensi peserta didik adalah kecerdasan.
Menurut Gardner (1993), ada sembilan jenis kecerdasan, yaitu 1)
verbal/linguistik, 2) logika matematik, 3) visual/spasial, 4) musik/rhythmic, 5)
bodi/kinestetik, 6) interpersonal, 7) intrapersonal, 8) naturalistik, dan 9)
eksistensialis.
Peserta didik akan berkembang dengan baik sesuai kemampuannnya
berdasarkan jenis kecerdasan yang dimiliki. Mencermati pentingnya
pengelolaan sekolah berbasis pengembangan kecerdasan majemuk peserta
didik, maka sudah seharusnya diperlukan pengelolaan yang komprehensif
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan (evaluasi), dengan
mempertimbangkan kecerdasan, minat, dan bakat peserta didik.
Mengingat potensi berupa kecerdasan yang beragam tersebut, sekolah
semaksimal mungkin memberikan layanan yang beragam pula sesuai dengan
potensinya. Kemampuan peserta didik akan berkembang secara optimal bila
mendapatkan fasilitasi yang sesuai. Dengan demikian, sekolah harus memiliki
data potensi kecerdasan peserta didik. Sekolah bisa melakukannya dengan
mengundang orang yang ahli di bidangnya. Data tersebut selanjutnya
digunakan sebagai pertimbangan untuk optimalisasi penempatan layanan
pendidikan dalam bentuk pendekatan, strategi, metode, dan model belajar
dalam kegiatan: intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, dan layanan
bimbingan konseling.
Kegiatan intrakurikuler menurut Kunandar (2007:177) adalah kegiatan yang
dilaksanakan sebagian besar di dalam kelas. Kegiatan intrakurikuler ini
tidak terlepas dari proses belajar mengajar yang merupakan proses inti
yang terjadi di sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal. Kegiatan
ini dilakukan guru dan peserta didik dalam jam-jam pelajaran setiap hari
dan dilakukan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran/bidang
studi yang tergolong inti maupun khusus.
Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang bertujuan untuk lebih
memperdalam dan menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam
kegiatan intrakurikuler di dalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok. Perlu diperhatikan dalam hal ini adalah
menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpangtindihan antara mata
pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya.
Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh
peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan
kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.
Proses kegiatan pada intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler
tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila pengembangan kapasitas
peserta didik berdasarkan pertimbangan kecerdasan yang dimilikinya.
Pemberian layanan yang tepat sesuai dengan bakat dan minat peserta
didik memerlukan data yang akurat mengenai potensi dasar yang
dimiliki oleh mereka sebelum menentukan kegiatan apa yang akan
diberikan. Data ini dapat diperoleh diantaranya dengan cara:
a. Tes Bakat dan Minat
Tes bakat digunakan untuk mengetahui kecenderungan kemampuan
khusus pada bidang-bidang tertentu, sedangkan tes minat digunakan
untuk mengungkap reaksi seseorang terhadap berbagai situasi yang
secara keseluruhan akan mencerminkan minatnya. Minat yang
terungkap melalui tes minat ini seringkali menunjukkan minat yang lebih
mewakili daripada minat yang sekedar dinyatakan yang biasanya bukan
merupakan minat yang sesungguhnya (Nur’aeni, 2012:23). Tes bakat
dan minat ini biasanya dilakukan atas kerjasama dengan Lembaga
Psikologi.
Fungsi tes bakat diantaranya adalah: a) individu dapat membedakan
lebih jauh bakat yang dimiliki dan diinginkannya, b) guru dapat
mengambil keputusan secara makro dalam membuat keputusan
institusional, dan c) guru dapat lebih mudah mengembangkan bakat
peserta didik yang sudah dikelompokkan berdasarkan bakatnya,
sehingga mempermudah dalam proses mengembangkannya. Fungsi tes
minat diantaranya adalah untuk: a) Konseling karir untuk
menempatkan individu sesuai dengan kemampuan dan ketertarikan
pada suatu bidang, b) Konseling pekerjaan untuk membantu
mengindentifikasi permasalahan yang muncul, dan c) melihat minat
peserta didik dalam memilih jurusan yang sesuai.
Tes bakat dan minat ini membantu guru dalam menentukan kegiatan
yang tepat sehingga diharapkan peserta didik dapat berkembang secara
optimal dalam meraih prestasi.
b. Angket
Selain menggunakan tes bakat dan minat, pengumpulan data tentang
bakat dan minta peserta didik dapat dilakukan dengan menggunakan
angket. Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151).
Kelebihan metode angket adalah bahwa dalam waktu yang relatif singkat
dapat memperoleh data yang banyak, tenaga yang diperlukan sedikit
dan responden dapat menjawab dengan bebas tanpa pengaruh orang
lain. Sedangkan kelemahan angket adalah bahwa angket bersifat kaku
karena pertanyaan yang telah ditentukan dan responden tidak memberi
jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya hanya sekedar
membaca kemudian menulis jawabannya. Angket ini lebih mudah
dilaksanakan karena sekolah dapat membuat sendiri tanpa
bekerjasama dengan pihak lain dan bisa langsung digunakan.
Data yang diperoleh dari tes bakat dan minat atau angket ini dapat
digunakan untuk menentukan program pengembangan diri dalam
mengembangkan bakat dan minat peserta didik. Berbekal dari data ini,
perencanaan pengembangan bakat dan minat peserta didik dapat
dilanjutkan.
Sekalipun bakat dan minta para peserta didik saling berbeda, secara
garis besar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa klasifikasi utama,
yaitu bidang seni, olah raga dan keterampilan. Bakat para peserta didik
yang berbeda ini harus diberikan layanan yang berbeda juga agar dapat
berkembang secara optimal.
Wadah pengembangan kapasitas peserta didik diantaranya adalah melalui
Bimbingan dan Konseling, Kegiatan Ekstrakurikuler, Pembinaan
Kesiswaan, dan Pembiasaan.
a. Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan Bimbingan Konseling (BK) merupakan proses pemberian
bantuan terhadap peserta didik agar perkembangannya optimal sehingga
peserta didik bisa mengarahkan dirinya dalam bertindak dan bersikap
sesuai dengan tuntutan dan situasi lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat.
Bimbingan dan Konseling diatur melalui Permendikbud Nomor 111 Tahun
2014 tentang Bimbingan dan Konseling Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 12 pada Permendikbud tersebut menyatakan bahwa: Pelaksanaan
BK menggunakan Pedoman Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan
Dasar dan Menengah yang diatur dalam bentuk Panduan Operasional
Layanan Bimbingan dan Konseling yang berbentuk Panduan Operasional
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling (POP BK) di SD, SMP, SMA,
SMK yang diterbitkan oleh Ditjen GTK Kemendikbud RI 2016. Tujuan
POP-BK adalah:
1) Memandu guru BK dalam memfasilitasi dan memperhatikan ragam
kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta
didik.
2) Memfasilitasi guru BK dalam merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, dan tindak lanjut layanan BK
3) Memberi acuan guru BK dalam mengembangkan program layanan BK
secara utuh dan optimal
4) Memfasilitasi guru BK dalam menyelenggarakan BK
5) Memberi acuan bagi pemangku kepentingan penyelenggaraan BK pada
satuan pendidikan
Kepala sekolah mendukung dan memfasilitasi penyelenggaraan layanan
BK. Guru Mapel kolaborasi dan sinergi kerja dalam upaya
terselenggaranya pendidikan dan tercapainya perkembangan secarautuh
dan optimal aspek peserta didik. Guru kelas memahami dan menerapkan
konsep bimbingan dan konseling dalam pembelajaran agar mendukung
tercapainy perkembangan secara utuh dan optimal aspek diri peserta
didik.
Bimbingan dan Konseling merupakan upaya sistematis, obyektif, logis
dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau
guru BK untuk memfasilitasi perkembangan pesserta didik untuk mencapai
kemandirian dalam kehidupannya. Penerima layanan BK pada satuan
pendidikan disebut konseli. Sebutan konseli tertuang dalam Permendiknas
No 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor.
Fungsi bimbingan di sini adalah membantu peserta didik dalam memilih
jenis sekolah lanjutannya, memilih program, lapangan pekerjaan sesuai
bakat, minat, dan kemampuan. Selain itu bimbingan dan konseling
juga membantu guru dalam menyesuaikan program pengajaran yang
disesuaikan dengan bakat minat peserta didik,serta membantu peserta
didik dalam menyesuaikan diri dengan bakat dan minat peserta didik untuk
mencapai perkembangan yang optimal.
Program layanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan hasil
analisis kebutuhan peserta didik/konseli dan struktur program BK
sesuai dengan Permendikbud 111 tahun 2015 dengan
menggunakan sistematika minimal meliputi: rasional, visi dan misi,
deskripsi kebutuhan, komponen program, bidang layanan, rencana
operasional, pengembangan tema/topik, pengembangan RPLBK, rencana
evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut, dan anggaran biaya. Program
Bimbingan dan Konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik.
Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan secara
keseluruhan dikemas dalam empat komponen layanan, yaitu komponen:
1) Layanan Dasar
Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada
seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur
secara klasikal atau kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis dalam rangka mengembangkan kemampuan penyesuaian
diri yang efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan
(yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian).
2) Layanan Peminatan dan Perencanaan Individual
Peminatan adalah program kurikuler yang disediakan untuk
mengakomodasi pilihan minat,bakat dan/atau kemampuan peserta
didik/konseli dengan orientasi pemusatan, perluasan, dan/atau
pendalaman mata pelajaran dan/atau muatan kejuruan. Peminatan
peserta didik dalam Kurikulum 2013 mengandung makna: (1) suatu
pembelajaran berbasis minat peserta didik sesuai
kesempatanbelajaryang ada dalam satuan pendidikan; (2) suatu
proses pemilihan dan penetapan peminatan belajar yang ditawarkan
oleh satuan pendidikan; (3) merupakan suatu proses pengambilan
pilihan dan keputusan oleh peserta didik tentang peminatan
belajaryang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan pilihan
yang tersedia pada satuan pendidikan serta prospek peminatannya;
(4) merupakan proses yang berkesinambungan untuk memfasilitasi
peserta didik mencapai keberhasilan proses dan hasil belajar serta
perkembangan optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional; dan (5) layanan peminatan peserta didik merupakan wilayah
garapan profesi bimbingan dan konseling, yang tercakup pada layanan
perencanaan individual. Layanan Perencanaan individual adalah
bantuan kepada peserta didik/konseli agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas-aktivitas sistematik yang berkaitan dengan
perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman tentang
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman terhadap peluang
dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli
secara mendalam, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan informasi
yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli
amat diperlukan sehingga peserta didik/konseli mampu memilih dan
mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan
potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan
khusus peserta didik/konseli.
3) Layanan Responsif
Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta
didik/konseli yang menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan
dengan segera, agar peserta didik/konseli tidak mengalami
hambatan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangannya.Tujuan layanan responsive adalah membantu
peserta didik/konseli yang sedang mengalami masalah tertentu
menyangkut perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir, dan
bantuan yang bersifat segera. Strategi layanan responsif diantaranya
konseling individual, konseling kelompok, konsultasi, kolaborasi,
kunjungan rumah, dan alih tangan kasus (referral).
4) Dukungan Sistem
Ketiga komponen program (layanan dasar, layanan peminatan dan
perencanan individual, dan responsif) sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya merupakan pemberian layanan bimbingan dan
konseling kepada peserta didik/konseli secara langsung. Sedangkan
dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan
manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor
atau guru bimbingan dan konseling secara berkelanjutan, yang secara
tidak langsung memberikan bantuan kepada peserta didik/konseli
atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta didik/konseli dan
mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling.
Bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan mencakup empat
bidang layanan, yaitu bidang layanan yang memfasilitasi
perkembangan: pribadi, sosial, belajar dan karir. Pada hakikatnya
perkembangan tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak
dapat dipisahkan dalam setiap diri individu peserta didik/konseli.
1). Bimbingan dan Konseling Pribadi
Suatu proses pemberian bantuan dari konselor atau guru bimbingan
dan konseling kepada peserta didik/konseli untuk memahami,
menerima, mengarahkan, mengambil keputusan, dan merealisasikan
keputusannya secara bertanggung jawab tentang perkembangan
aspek pribadinya, sehingga dapat mencapai perkembangan
pribadinya secara optimal dan mencapai kebahagiaan,
kesejahteraan dan keselamatan dalam
kehidupannya.
2) Bimbingan dan Konseling Sosial
Suatu proses pemberian bantuan dari konselor kepada peserta
didik/konseli untuk memahami lingkungannya dan dapat melakukan
interaksi sosial secara positif, terampil berinteraksi sosial, mampu
mengatasi masalah-masalah sosal yang dialaminya, mampu
menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan dengan
lingkungan sosialnya sehingga mencapai kebahagiaan dan
kebermaknaan dalam kehidupannya.
3) Bimbingan dan Konseling Belajar
Proses pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan
konseling kepada peserta didik/konseli dalam mengenali potensi diri
untuk belajar, memiliki sikap dan keterampilan belajar,terampil
merencanakan pendidikan, memiliki kesiapan menghadapi ujian,
memiliki kebiasaan belajar teratur dan mencapai hasil belajar secara
optimal sehingga dapat mencapai kesuksesan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan dalam kehidupannya.
4) Bimbingan dan Konseling Karir
Proses pemberian bantuan konselor atau guru bimbingan dan
konseling kepada peserta didik/konseli untuk pertumbuhan
perkembangan, eksplorasi, aspirasi dan pengambilan keputusan karir
sepanjang rentang hidupnya secara rasional dan realistis berdasar
informasi potensi diri dan kesempatan yang tersedia di lingkungan
hidupnya sehingga mencapai kesuksesan dalam kehidupannya.
Langkah Kerja Menurut Panduan Kerja Kepala Sekolah:
No Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan Pengawasan
1 Pelayanan 1. Menugaskan guru 1. Memastikan 1. Mengawasi proses
Bimbingan kelas yang mendapat pelaksanaan pelaksanaan
dan tugas tambahan program layanan bimbingan
Konseling sebagai konseling layanan dan konseling
(BK) dengan SK kepala bimbingan dan 2. Mengawasi proses
sekolah konseling kerjasama
2. Menyusun program 2. Melaksanakan 3. Melaporkan hasil
bimbingan dan kerjasama pelaksanaan
konseling yang dengan program bimbingan
memuat jadwal, materi psikolog, dan konseling
layanan asesmen, dokter, kepada orang
pembimbingan, satuan psikiater. tua/wali peserta
layanan pendukung didik
(angket data),
kerjasama
3. Menyosialisasikan
program bimbingan
dan konseling

2.3 Kegiatan Ekstrakurikuler


Salah satu pengembangan dalam penempatan dan pengembangan kapasitas
peserta didik adalah pebinaan kegiatan ekstrakurikuler yang diatur dalam
Permendikbud RI Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada
Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud tersebut menyatakan bahwa
kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta
didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di
bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama,
dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam rangka mendukung
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Kegiatan Ekstrakurikuler terdiri atas:
1) Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib.
2) Kegiatan Ekstrakurikuler Pilihan.
Kegiatan ekstrakurikuler wajib merupakan Kegiatan Ekstrakurikuler yang wajib
diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta
didik. berbentuk pendidikan kepramukaan.
Kegiatan ekstrakurikuler pilihan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang
dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan pendidikan sesuai bakat dan
minat peserta didik, dapat berbentuk latihan olah bakat dan latihan olah minat.
Pengembangan berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler pilihan dilakukan
dengan mengacu pada prinsip partisipasi aktif dan menyenangkan.
Bentuk kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa:
1) Krida, misalnya: Kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS),
Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan
Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya.
2) Karya ilmiah, misalnya: Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan
penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya.
3) Latihan olah-bakat latihan olah-minat, misalnya: pengembangan bakat
olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater, teknologi
informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya.
4) Keagamaan, misalnya: pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis Al
Qu’ran, retreat.
5) Bentuk kegiatan lainnya.
Pengembangan berbagai bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler pilihan
dilakukan melalui tahapan:
1) Identifikasi kebutuhan, potensi, dan minat peserta didik.
2) Analisis sumber daya yang diperlukan untuk penyelenggaraannya.
3) Pemenuhan kebutuhan sumber daya sesuai pilihan peserta didik
atau menyalurkannya ke satuan pendidikan atau lembaga lainnya.
4) Penyusunan program Kegiatan Ekstrakurikuler.
5) Penetapan bentuk kegiatan yang diselenggarakan.
Satuan pendidikan wajib menyusun program Kegiatan Ekstrakurikuler
yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah yang memuat:
1) Rasional dan tujuan umum.
2) Deskripsi setiap kegiatan ekstrakurikuler.
3) Pengelolaan.
4) Pendanaan.
5) Evaluasi.
Program Kegiatan Ekstrakurikuler disosialisasikan kepada peserta didik
dan orangtua/wali pada setiap awal tahun pelajaran. Pelaksanaan Program
Kegiatan Ekstrakurikuler mempertimbangkan penggunaan sumber daya
bersama yang tersedia pada gugus sekolah atau klaster sekolah. difasilitasi
oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya.
Satuan pendidikan memberikan penilaian terhadap kinerja peserta didik dalam
Kegiatan Ekstrakurikuler secara kualitatif dan dideskripsikan pada rapor
peserta didik.
Satuan pendidikan melakukan evaluasi Program Kegiatan Ekstrakurikuler pada
setiap akhir tahun ajaran untuk mengukur ketercapaian tujuan pada setiap
indikator yang telah ditetapkan .Hasil evaluasi Program Kegiatan
Ekstrakurikuler digunakan untuk penyempurnaan Program Kegiatan
Ekstrakurikuler tahun ajaran berikutnya.
Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya mengembangkan bakat, minat,
kreativitas, dan kemampuan peserta didik, yakni potensi besar yang harus
difasilitasi dengan baik oleh sekolah sehingga akan membentuk siswa-siswi
yang berkarakter toleran, taat hukum, profesional dan kreatif, kerjasama dan
keteladatan.
Bakat adalah potensi dasar yang dibawa dari lahir. Minat adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Kreativitas merupakan
kesanggupan untuk mencipta, sedangkan kemampuan adalah kesanggupan
untuk melakukan sesuatu.
1) Mengembangkan Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan
Potensi dasar yang dibawa sejak lahir oleh peserta didik tentu saja sangat
beragam. Walaupun demikian, dasar setiap peserta didik mendapat
perhatian dan layanan, dalam kondisi yang saling berbeda itu sedapat
mungkin semuanya mendapat saluran pengembangan diri. Pengembangan
bakat di sekolah ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan kurikuler dan
ekstrakurikuler. Pengembangan yang secara kurikuler dilakukan secara
konvensional dalam tatap muka di dalam kelas. Pelajaran menyanyi, menari,
musik, atau olahraga maupun berbagai jenis keterampilan yang berperan
untuk mengembangkan potensi dasar peserta didik diberikan dalam
bentuk kegiatan pembelajaran secara formal. Pengertian formal dalam hal
ini adalah terstruktur, pelaksanaannya berlangsung pada jam-jam efektif
belajar.
Sekalipun bakat para peserta didik saling berbeda, secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa klasifikasi utama, yaitu bidang seni,
bidang olah raga dan bidangketerampilan. Bidang seni antara lain: musik,
sastra, teater, dan tari beserta cabang-cabangnya. Termasuk musik antara
lain paduan suara, group band. Sastra mencakup penyelenggaraan majalah
dinding, majalah sekolah. Seni teater meliputi baca puisi, cerpen, dan seni
berpentas. Seni tari meliputi tari klasik/modern.
2) Menyiapkan Perangkat Pemantau Bakat, Minat, Kreativitas, dan
Kemampuan Peserta didik.
Untuk memantau bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan peserta didik
diperlukan beberapa perangkat. Perangkat yang paling sederhana adalah
lembar-lembar catatan. Selain catatan, bakat, minat dan kreativitas serta
kemampuan juga dapat dipantau dengan daftar isian atau angket. Kepada
peserta didik disodorkan sejumlah pernyataan agar diselaraskan dengan
keberadaan diri mereka. Perangkat lain pemantau bakat, minat, kreativitas,
dan kemampuan adalah tes. Dengan menjalani tes berbagai potensi
seorang peserta didik akan terjaring. Tes bisa berupa tulis, lisan, atau
bahkan perbuatan. Seseorang dikatakan berbakat melukis baru akan
terdeteksi bila ia telah menghasilkan sesuatu goresan yang berupa gambar
atau sketsa. Seorang dikatakan berbakat menyanyi bila suaranya terdengar
merdu dan memiliki kepekaan lebih dibandingkan orang kebanyakan yang
tidak memiliki potensi bidang ini. Demikian pun orang baru akan dikatakan
kreatif bila ekspresi jiwanya dalam bentuk karya apa saja mempunyai ciri
khas, yakni nilai orisinal dan mengandung unsur yang unik.
3) Menyelenggarakan Wahana Penuangan Kreativitas
Sekolah adalah tempat tunas-tunas muda tumbuh dan berkembang. Baik
fisik maupun mental serta berbagai potensi yang melekat dalam diri
peserta didik pada hakikatnya memerlukan bimbingan dari pihak orang-
orang lebih dewasa. Mengingat orang tua peserta didik pada umumnya
lebih banyak memintakan bimbingan tersebut kepada pihak sekolah,
sekolah harus bersiap diri dalam menyelenggarakan wahana berbagai
penuangan bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan peserta didik.
Beberapa wahana yang bisa diselenggarakan oleh sekolah antara lain
meliputi bidang-bidang olah raga, kesenian, dan keterampilan sehingga
akan membentuk sikap yang bertanggungjawab dalam kehidupan sehari-
hari.
(a) Fasilitas olah raga
(b) Fasilitas seni (musik, sastra, tari)
4) Mewadahi/Menyalurkan Bakat, Minat, dan Kreativitas Peserta didik
Mewadahi/menyalurkan bakat, minat, dan kreativitas peserta didik berarti
menciptakan daya dukung agar peserta didik yang memiliki bakat, minat,
dan kreativitas pada bidang-bidang yang disebutkan tadi mendapat
saluran. Bakat main bola, menyanyi, bermusik, menari, membaca puisi,
menulis cerpen, dan main drama sedapat mungkin diwadahi oleh sekolah
sehingga peserta didik merasa memperoleh penyaluran potensi yang
mereka miliki. Langkah-langkah yang ditempuh untuk itu:
(a) Mendata bakat, minat, kreativitas anak
(b) Mengklasifikasi data sesuai bakat, minat, dan kreativitas peserta didik
(c) Menyusun program atau jadwal
(d) Mengalokasikan dana
(e) Menyediakan sarana yang dibutuhkan
(f) Perencanakan penampilan karya / gelar seni /berpentas
(g) Melakukan evaluasi.
5) Melaksanakan Pemantauan Kemampuan Peserta didik untuk
Menyelaraskan Diri dengan Potensi Peserta Didik
Setiap kegiatan dalam bentuk apa pun terbagi dalam tiga kriteria besar,
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Langkah awal dari
penilaian atau evaluasi adalah pemantauan. Pemantauan berupa upaya
untuk mengetahui, berperan untuk ceking apakah kemampuan
seseorang peserta didik dalam berbagai bidang sebagaimana yang telah
dilayani penyalurannya oleh sekolah berjalan lancar. Di sisi lain
pemantauan ini mempunyai fungsi untuk menentukan kebijakan
penanganan pada tahap berikutnya demi sukses program yang telah
dilaksanakan.
Hasil pantauan adalah catatan-catatan penting mengenai pelaksanaan
berbagai kegiatan tentang seluruh individu peserta didik. Catatan itu secara
garis besar mengenai hal-hal:a) bagaimana kondisi umum kemampuan
peserta didik; b) kendala apa yang terjadi pada masing-masing bidang; dan
c) adakah kemampuan yang menonjol pada masing-masing bidang.
Dalam pengembangan bakat dan minat peserta didik perlu dilakukan
pemantauanFungsi pantauan adalah untuk menentukan langkah ke depan,
maka setelah dilakukan pemantauan itu beberapa kegiatan yang menyertai
adalah :
a) Melakukan review untuk tindak lanjut demi langkah perbaikan.
Misalnya dalam kenyataan terdapat beberapa orang peserta didik yang
setelah melaksanakan berbagai kegiatan ternyata kemampuannya sangat
minim. Berarti, ada ketidakcocokan antara hasil tes atau penjajakan atau
pun penentuan oleh sekolah tentang sesuatu pilihan berkenaan
kemampuan peserta didik.
b) Melakukan pembenahan. Peserta didik yang terlihat kurang
berkemampuan dibangkitkan semangatnya. Atau sangat mungkin justru
terjadi perubahan. Ada alternatif, karena sesuatu pertimbangan peserta
didik menjadi memilih bidang yang lain, meskipun telah mengikuti kegiatan
selama beberapa waktu.
c) Melakukan tindak lanjut berkenaan poin b. Misalnya kalau didapati anak
sangat berbakat sehingga penanganannya harus berbeda dengan
para peserta didik pada umumnya. Misalnya kalau seorang anak SMP
ternyata mempunyai prestasi olah raga tenis yang sangat mengagumkan.
Atau, bisa menghasilkan lukisan dalam kualitas yang menakjubkan.
Dalam hal yang demikian itu, terkait dua peserta didik yang mempunyai
kemampuan luar biasa itu harus mendapatkan layanan dari pihak
sekolah. Cara yang diambil misalnya dengan menitipkan kedua anak
berprestasi itu kepada klub-klub kenamaan aatau sanggar-sanggar
ternama.
Langkah Kerja Menurut Panduan Kerja Kepala Sekolah:
No Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan Pengawasan
1 Kegiatan 1. Menugaskan guru 1. Memastikan guru 1. Mengawasi
Ekstrakuriuler Pembina Pembina kegiatan
ekstrakurikuler ekstrakurikuler ekstrakurikuler
dengan SK kepala melaksanakan 2. Melaporkan hasil
sekolah pembinaan pengawasan
2. Mennyusun 2. Melaksanakan kepada dinas
program pembinaan pendidikan
ekstrakurikuler ekstrakurikuler provinsi/kabupaten
yang berisi jenis, sesuai dengan / kota
jadwal jenis dan jadwal
pelaksanaan, 3. Melaksanakan
materi kegiatan, evaluasi
evaluasi ekstrakurikuler
3. Menyosialisasikan sesuai dengan
program-program jenis dan jadwal
ekstrakurikuler

2.4 Pembinaan Kesiswaan


Salah satu pengembangan kapasitas peserta didik adalah melalui pembinaan
kesiswaan. Menurut Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan
Kesiswaan untuk mengembangkan potensi siswa sesuai dengan tugas dan
tujuan pendidikan nasional, yaitu siswa yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab,
diperlukan pembinaan kesiswaan secara sistematis dan berkelanjutan.
Tujuan pembinaan kesiswaan antara lain:
a) Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi
bakat, minat, dan kreativitas;
b) Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah
sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan
pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan;
c) Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan
sesuai bakat dan minat;
d) Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia,
demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka
mewujudkan masyarakat madani (civil society).
Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi siswa taman kanak-kanak (TK),
taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar
biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah
pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah
menengah atas luar biasa (SMALB), dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
kokurikuler. Materi pembinaan kesiswaan meliputi:
a) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b) Budi pekerti luhur atau akhlak mulia;
c) Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara;
d) Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat;
e) Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup,
kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural;
f) Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan;
g) Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang
terdiversifikasi ;
h) Sastra dan budaya;
i) Teknologi informasi dan komunikasi;
j) Komunikasi dalam bahasa Inggris;
Materi pembinaan kesiswaan sebagaimana lebih lanjut dalam jenis-jenis
kegiatan silahkan Saudara membaca Lampiran Permendiknas Nomor 39 tahun
2008 tentang Pembinaan Kesiswaan.
Salah satu komponen dalam pembinaan kesiswaan adalah adanya organisasi
kesiswaan di sekolah berbentuk organisasi siswa intra sekolah. Organisasi
kesiswaan merupakan organisasi resmi di sekolah dan tidak ada hubungan
organisatoris dengan organisasi kesiswaan di sekolah lain. Organisasi siswa
intra sekolah pada SMP, SMPLB, SMA, SMALB dan SMK adalah OSIS.
Organisasi siswa intra sekolah pada TK, TKLB, SD, dan SDLB adalah
organisasi kelas.
Dalam berorganisasi, peserta didik dapat berlatih berorganisasi, kepemimpinan
dan menggerakkan orang lain dan juga dapat berlatih merencanakan kegiatan,
mengorganisasikan kegiatan, mengkooordinasi kegiatan, menggerakkan SDM
dan mengendalikan kegiatan secara bersama- sama dengan peer group-nya.
Bagi sekolah sendiri, keberadaan organisasi peserta didik ini juga sangat
berguna untuk mencari bibit-bibit unggul di bidang organisasi dan
kepemimpinan, agar dapat diasah dan disalurkan sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing pesereta didik sehingga diharapkan mempunyai
nilai-nilai karakter. Berkarakter toleran, taat hukum,profesional dan kreatif,
kerjasama dan keteladanan.

2.5 Pembiasaan/Keteladanan
Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan
pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari
mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur
pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai
dengan kelulusan. Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan
bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang
berakar dari Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam
tataran konseptual, belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan cara
yang menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan
kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan: a. internalisasi
sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan
Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati
sesama mahluk hidup dan alam sekitar; b. keteguhan menjaga semangat
kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu
mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan
golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan
bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa
Indonesia; c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang
dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau
menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga masyarakat di
lingkungan sekolah, dan orangtua; d. interaksi sosial positif antar peserta didik,
yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antar teman sebaya,
adik kelas, dan kakak kelas; e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu
melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan,
dan kebersihan lingkungan sekolah; f. penghargaan terhadap keunikan
potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik
gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi
bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan
dirinya sendiri; g. penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang
terkait, yaitu melibatkan peran aktif orangtua dan unsur masyarakat untuk ikut
bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif
di sekolah.
1. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan
disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang
berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan
sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejakdari masa orientasi
peserta didik baru sampai dengan kelulusan.
- Sekolah Dasar Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang
pendidikan sekolah dasar masih merupakan masa transisi dari masa
bermain di pendidikan anak usia dini (taman kanak-kanak akhir)
memasuki situasi sekolah formal. Metode pelaksanaan dilakukan
dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan kepala sekolah
sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan dan
pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk
mendorong peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman
dalam aktivitas kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari,
mendongeng, melakukan simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
- Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan
sekolah pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian
peserta didik membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai
sejak dari masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan
ekstrakurikuler, intra kurikuler, sampai dengan lulus.
2. Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh
nilai-nilai dasar kemanusiaan yaitu jenis kegiatan yang mengandung nilai-
nilai internalisasi sikapmoral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat
kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa;
memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk
menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan
sekolah; interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif
antara peserta didik dengan figur orang dewasa; penghargaan terhadap
keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; Penguatan peran
orangtua dan unsur masyarakat yang terkait.
3. Cara Pelaksanaan
Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan
dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya
untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan
PBP yang melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik
secara bergantian sebagai bagian dari penumbuhan karakter
kepemimpinan
4. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkanaktivitas
harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhirtahun; dan
penentuan waktunya dapat disesuaikan dengankebutuhan konteks lokal di
daerah masing-masing.
5. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui
Pembiasaan-pembiasaan:
- Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual
- Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan
- Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Guru dan
Orangtua
- Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik
- Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah
- Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh
- Pelibatan Orangtua dan Masyarakat di Sekolah
Selain PBP, dikenal juga istilah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang
mengintegrasikan nilai-nilai karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan
masyarakat.
PPK berbasis kelas dilaksanakan dengan cara a) mengintegrasikan nilai-nilai
karakter dalam proses pembelajaran secara tematik atau terintegrasi dalam
mata pelajaran sesuai dengan isi kurikulum; b) merencanakan pengelolaan
kelas dan metode pembelajaran/pembimbingan sesuai dengan karakter
peserta didik; c) melakukan evaluasi pembelajaran/pembimbingan; dan d)
mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.
PPK berbasis budaya sekolah dilakukan dengan cara a) menekankan pada
pembiasaan nilai-nilai utama dalam keseharian sekolah; b) memberikan
keteladanan antar warga sekolah; c) melibatkan seluruh pemangku
kepentingan pendidikan di sekolah; d) membangun dan mematuhi norma,
peraturan, dan tradisi sekolah; e) mengembangkan keunikan, keunggulan,
dan daya saing sekolah sebagai ciri khas sekolah; f) memberi ruang yang
luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi melalui kegiatan
literasi; dan g) khusus bagi peserta didik pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar atau satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah
diberikanruang yang luas untukmengembangkan potensi melalui kegiatan
ekstrakurikuler.
PPK berbasis masyarakat dilakukan dengan cara a) memperkuat peranan
orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan dan Komite
Sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang menjunjung tinggi
prinsip gotong royong; b) melibatkan dan memberdayakan potensi
lingkungan sebagai sumber belajar seperti keberadaan dan dukungan pegiat
seni dan budaya, tokoh masyarakat, alumni, dunia usaha, dan dunia industri;
dan c) mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang
ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya
masyarakat, dan lembaga informasi.
5. PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH

a. Konsep Pengelolaan Keuangan Sekolah


1). Pengertian Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan sekolah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam manajemen keuangan. Secara umum manajemen keuangan merupakan
pengendalian atas fungsi-fungsi keuangan yang meliputi kegiatan perencanaan,
penganggaran, pengelolaan, pencarian, penyimpanan, pengendalian dan
pemeriksaan keuangan. Pada dasarnya manajemen keuangan di tingkat
sekolah tidak berbeda dengan manajemen keuangan secara umum.
Depdiknas (2011) mendefinisikan pengelolaan keuangan sebagai tindakan
pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan,
pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan. Dengan kata lain
pengelolaan keuangan sekolah merupakan rangkaian aktivitas yang mengatur
keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan,
pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.
Pengelolaan keuangan sekolah secara profesional memungkinkan sekolah bisa
berkembang secara optimal dan pada akhirnya diharapkan mampu mendukung
kegiatan belajar mengajar yang berkualitas. Sekolah bukanlah lembaga yang
bersifat mencari profit, maka setiap penerimaan sekolah harus digunakan
kembali untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan pendidikan itu
sendiri. Dengan demikian pengelola sekolah harus melakukan pengelolaan
keuangan secara profesional.
Oleh karena itu, calon kepala sekolah, diharapkan mampu memahami konsep
pengelolaan keuangan sekolah dengan baik, sehingga mampu
mengimplementasikan kegiatan pengelolaan keuangan sekolah yang sesuai
aturan yang benar di sekolahnya.
2). Tujuan Pengelolaan Keuangan Sekolah
Melalui kegiatan pengelolaan keuangan, kebutuhan pendanaan kegiatan
sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara
transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, tujuan pengelolaan keuangan
sekolah adalah:
a. Meningkatkan keefektifan dan efisiensi penggunaan keuangan
sekolah/madrasah sehingga dapat mendukung kemandirian sekolah
b. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah/madrasah.
c. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan di atas dibutuhkan kreativitas dan komitmen kepala
sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan
yang menguasai pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan, serta
memanfaatkan dana sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
3). Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip yang
mengacu pada regulasi tentang pengelolaan dana pendidikan. Dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 48 dan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 58 dinyatakan
bahwa prinsip dalam pengelolaan dana pendidikan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan oleh
masyarakat terdiri atas prinsip umum dan prinsip khusus. Pasal 59
menyebutkan bahwa prinsip umum pengelolaan dana pendidikan adalah
prinsip: keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Di samping
itu, prinsip keefektifan juga perlu mendapat penekanan. Adapun penjelasan
masing-masing prinsip tersebut sebagai berikut.
a. Keadilan
Keadilan dalam pengelolaan keuangan adalah adanya kesempatan yang
sama untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas. Prinsip
keadilan dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan yang
seluas-luasnya dan merata kepada peserta didik atau calon peserta didik,
tanpa membedakan latar belakang suku, ras, agama, dan jenis kelamin,
dan kemampuan atau status sosial-ekonomi. Prinsip ini menjadi penting
pada organisasi yang menyediakan layanan publik seperti pendidikan,
karena fokus pelayanan adalah agar masyarakat memperoleh kesempatan
yang sama dalam mengakses pelayanan pendidikan. Pengelolaan keuangan
diselenggarakan untuk mendukung pencapaian pemerataan kesempatan
tersebut.
b. Efisiensi
Prinsip efisiensi dilakukan dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi,
dan daya saing pelayanan pendidikan. Efisien terkait dengan kuantitas dari
suatu kegiatan. Seringkali efisiensi digambarkan sebagai perbandingan
yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output). Daya yang
dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, dan biaya. Perbandingan tersebut
dapat dilihat dari dua hal:
1) Dilihat dari segi penggunaan masukan (input): waktu, tenaga, dan biaya.
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga, dan
biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
2) Dilihat dari segi hasil (output). Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau
dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil
sebanyak-banyaknya, baik kuantitas maupun kualitasnya.
c. Transparansi
Transparan berarti ada keterbukaan. Transparan di bidang pengelolaan
berarti adanya keterbukaan di bidang pengelolaan keuangan sekolah.
Prinsip transparansi dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata
kelola yang baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan, sehingga:
1) Dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku, dan menghasilkan
opini audit yang berlaku, dan menghasilkan opini audit wajar tanpa
perkecualian; dan
2) Dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku
kepentinngan pendidikan.
Pada lembaga pendidikan, pengelolaan keuangan yang transparan
berarti adanya keterbukaan akan kebijakan-kebijakan keuangan,
keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, keterbukaan penggunaan
serta pertanggungjawabannya, keterbukaan sumber keuangan dan
jumlahnya dan pertanggungjawabannya yang jelas sehingga
memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya.
Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
kepercayaan untuk mendapatkan dukungan orangtua, masyarakat, dan
pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di
sekolah. Di samping itu, transparansi dapat menciptakan kepercayaan
timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa, dan warga
sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Sekolah berkewajiban menyampaikan informasi keuangan kepada semua
warga sekolah dan orang tua siswa, misalnya Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS), bisa ditempel di papan pengumuman, ruang
guru, atau depan ruang tata usaha. Dengan demikian, siapa pun yang
membutuhkan informasi tersebut dapat mendapatkannya dengan mudah.
Orang tua siswa bisa mengetahui jumlah uang yang diterima dari orang
tua siswa dan pemanfaatannya oleh sekolah. Perolehan informasi yang
ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
3) Akuntabilitas publik
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena
kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai
tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam
pengelolaan keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah
ditetapkan. Prinsip akuntabilitas publik dilakukan dengan memberikan
pertanggungjawaban atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara
atau satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundangan. Berdasarkan perencanaan yang telah
ditetapkan dan peraturan yang berlaku, pihak sekolah membelanjakan
uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan
kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Terdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya
akuntabilitas, yaitu adanya (1) transparansi para penyelenggara sekolah
dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen
dalam mengelola sekolah, (2) standar kinerja di setiap institusi yang dapat
diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, dan (3)
partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam
mengadakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya
yang murah, dan pelayanan yang cepat.
b. Sumber-sumber Pendanaan Sekolah
Kebutuhan dana untuk operasional secara rutin dan pengembangan program
sekolah sangat dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan. Semakin banyak
kegiatan yang dilakukan sekolah, semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk
itu, kreativitas setiap pengelola sekolah dalam menggali dana dari berbagai
sumber akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program sekolah, baik
yang rutin maupun pengembangan di lembaga yang bersangkutan. Pasal 46
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 menyatakan,“Pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat”. Sumber pendapatan diupayakan dari berbagai pihak agar
membantu penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah, disamping
sekolah tersebut melakukan usaha mandiri yang dapat menghasilkan dana.
Sebagai calon kepala sekolah, peserta diharapkan mampu mengidentifikasikan
sumber-sumber keuangan sekolah.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan, Pasal 1, menyebutkan bahwa pendanaan pendidikan adalah
penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaran dan
pengelolaan pendidikan.
Pasal 4 Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan
menyebutkan bahwa sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan
prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Prinsip keadilan berarti bahwa
besarnya pendanaan pendidikan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat disesuaikan deengan kemampuan masing-masing. Prinsip
kecukupan berarti bahwa pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai
penyelenggaran pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan
(SNP). Sedangkan prinsip keberlanjutan berarti bahwa pendanaan pendidikan
dapat digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan
pendidikan yang memenuhi SNP.
Agar menjamin keterlaksanakan proses pengelolaan sekolah maka diperlukan
dana untuk kegiatan operasional secara rutin dan pengembangan program
sekolah secara berkelanjutan. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan sekolah,
semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu, kreativitas setiap pengelola
sekolah dalam menggali dana dari berbagai sumber akan sangat membantu
kelancaran pelaksanaan program sekolah, baik yang rutin maupun
pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
Pasal 5 Permendikbud No 44 Tahun 2012 menyebutkan bahwa sumber biaya
pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan pemerintah
dan/atau pemerintah daerah antara lain: Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan
dari peserta didik atau orangtua/wali siswanya, sumbangan dari pemangku
kepentingan pendidikan dasar di luar peserta didik atau orangtua/walinya,
bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat, bantuan pihak asing yang tidak
mengikat, dan/atau sumber lain yang sah.
Berikut ini disajikan rincian masing-masing sumber pendanaan keuangan
sekolah.
1. Pemerintah
Sumber dana pendidikan dari pemerintah bisa berasal dari alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga dana khusus melalui
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yaitu yang disebut dana
khusus dari APBD I dan APBD II melalui DIPA (Dana Isian Pelaksanaan
Anggaran). Saat ini sumber pendanaan sekolah keuangan untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah mayoritas berasal dari dana pemerintah
melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana BOS merupakan dana operasi non personalia, sedangkan untuk gaji
pendidik dan tenaga kependidikan bersumber dari dana rutin melalui APBN
dan APBD sedangkan DIPA ini dikeluarkan pemerintah pada tahun 2007
yang meliputi administrasi umum, penerimaan dari pajak, alokasi dari
pemerintah yang bersumber dari APBN, dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang bersumber dari dana masyarakat.
BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyediaan
pendanaan pendanaan operasional non personalia bagi satuan pendidikan
dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Menurut PP Nomor 48 tahun
2008 tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya
untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tidak langsung
berupa daya, air, jasa, telekomunikasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang
lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dll. Namun demikian ada
beberapa jenis pembiayaan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan
dana BOS. Secara detail jenis kegiatan yang boleh dibiayai dari dana BOS
dibahas pada petunjuk teknis (juknis) penggunaan dana BOS sesuai tahun
yang berjalan karena mengalami perubahan juknis dari waktu ke waktu.
Perubahan program BOS antara lain: tahun 2005 – 2010 dianggarkan hanya
untuk jenjang dasar oleh anggaran Kementrian Pendidikan dan dianggarkan
sebagai dana dekon(sentrasi) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Provinsi. Pada tahun 2011 BOS masih dialokasikan pada pendidiakn dasar
melalui Transfer Daerah (Dana Transfer lainnya) dan dianggarkan pada
APBD Kabupaten/Kota. Tahun 2012-2015 BOS untuk pendidikan dasar
melalui Transfer Daerah (Dana Transfer lainnya) dianggarkan pada APBD
Provinsi, sedangkan BOS untuk pendidikan menengahmelalui anggaran
Kementrian Pendidikan dan dianggarkan pada Rencana Kerja Anggaran
(RKA) Direktorat Pembinaan SMA dan SMK. Tahun 2016-2018 BOS untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah melalui Transfer Derah (DAK Non
Fisik) dan dianggarkan pada APBD Provinsi.
Pada tahun 2019 BOS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah
disalurkan melalui Transfer Daerah (DAK Non Fisik) dianggarkan pada APBD
Provinsi. Pada tahun 2019 ada variabel tiga (3) variable BOS yaitu: BOS
Reguler, BOS Kinerja dan BOS Afirmasi. Sasaran penerima BOS pada
jenjang pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan menengah (SMA dan SMK)
dan pendidikan khusus (SDLB/SMPLB/SMALB dan SLB). Kriterianya sebagai
berikut:
a. Semua sekolah negeri yang sudah ada dalam database Data Pokok
Pendidikan (Dapodik)
b. Semua sekolah swasta yang sudah memiliki izin operasional, sudah ada
dalam database Dapodik, dan bersedia menerima BOS.
c. Alokasi jumlah siswa penerima BOS berdasarkan siswa dengan Nomor
Induk Siswa Nasional (NISN).
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat
terhadap pembiayaan pendidikan yang bermutu. Secara khusus program
BOS bertujuan untuk:
a. Membebaskan segala jenis biaya pendidikan bagi seluruh siswa miskin di
tingakat pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta
b. Membebaskan biaya operasional bagi seluruh siswa negeri maupun
swasta
c. Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah
swasta.
Untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan
dalam penyelenggaraan pendidika anak usia dini (PAUD) yang bermutu,
pemerintah mengalokasikan dana alokasi khusus non fisik bantuan
operasional penyelenggaran pendidikan anak usia dini yang diatur dalam
Permendikbud Nomor 4 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan
Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bantuan Operasional Penyelenggaran
Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2019. Pada Madrasah diatur tersendiri
menyesuaikan tahun berjalan. Pada tahun 2019 diatur dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 511 tahun 2019 tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Sekolah pada Madrasah Tahun Anggaran 2019.
2. Dana Masyarakat
Selain sumber dana dari pemerintah, untuk mencukupi kebutuhan dana
sekolah dalam membiayai setiap kegiatannya, sekolah bisa mencari alternatif
sumber lainnya, yaitu dari masyarakat. Dana dari masyarakat bisa berasal
dari berbagai sumber, salah satunya adalah orangtua peserta didik melalui
Komite Sekolah. Tetapi seiring dengan perkembangan regulasi muncul
peraturan yang memberikan rambu-rambu tentang penggalian dana dari
Komite. Permendikbud No 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan
Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar pasal 9 ayat
(1) menyebutka bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan
pendidikan. Tetapi pada pasal 12 disebutkan bahwa masyarakat di luar
penyelenggara dan satuan pendidikan dasar yang didirikan masyarakat, serta
peserta didik atau orangtua/walinya dapat memberikan sumbangan
pendidikan kepada satuan pendidikan dasar. Ayat (2) Satuan pendidikan
dasar dapat menerima sumbangan. Sumbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digunakan untuk memenuhi kekurangan biaya pendidikan.
Berdasarkan peraturan tersebut satuan pendidikan dapat menggali dana dari
masyarakat berupa sumbangan. Menurut Permendikbud Nomor 75 tahun
2016 tentang Komite Sekolah disebutkan bahwa Sumbangan Pendidikan
adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik,
orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat
atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Dengan kata lain dana ini bisa berasal dari komite sekolah/orang tua siswa,
alumni, sponsor dari perusahan berupa Corporate Social Responsibility (CSR)
atau donatur lain yang tidak mengikat.
Salinan Lampiran VII Permendikbud Nomor 34 tahun 2018 tentang Standar
Pengelolaan SMK/MA menyebutkan bahwa salah satu dimensi standar
pengelolaan SMK/MA adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat ini dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya keterlibatan atau
partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dapat beberbentuk
perseorangan, keluarga, komite sekolah/madrasah, alumni/ikatan alumni,
organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan. Salah satu
bentuk partisipasi bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pemberian
bantuan atau fasilitas pendidikan yang tidak mengikat. (Lebih lanjut Saudara
bisa membaca bahan bacaan yaitu Permendikbud Nomor 34 thun 2018
tentang Standar Pengelolaan SMK/MA)
3. Dana Swadaya
Dana swadaya bisa berasal dari beberapa kegiatan yang merupakan usaha
mandiri sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan sekolah antara lain: (1)
pengelolaan kantin sekolah, (2) pengelolaan koperasi sekolah, (3) jasa
fotokopi, (4) jasa antar jemput siswa, (5) hasil panen kebun sekolah, (6)
kegiatan yang dapat menarik dana dari sponsor, (7) kegiatan
seminar/pelatihan/lokakarya dengan dana dari peserta yang bisa disisihkan
sisa anggarannya untuk sekolah, dan (8) penyelenggaraan lomba-lomba
kesenian/kreativitas dengan biaya dari peserta atau sponsor dari perusahaan
yang sebagian dana bisa disisihkan untuk sekolah, (9) sumber lain yang bisa
digali oleh pihak sekolah.
4. Sumber Lain
Selain sumber dana yang sudah disebutkan di atas, masih ada sumber
pembiayaan alternatif yang berasal dari pemerintah baik yang bersifat block
grant maupun yang bersifat matching grant (imbal swadaya). Biasanya
disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Sumber keuangan ini biasanya
tidak rutin. Saat ini juga digalakkan Dana Revitalisasi untuk SMK.
Sampai saat ini sebagian besar sekolah di satuan pendidikan dasar (SD/SMP)
khususnya yang sekolah negeri masih sangat tergantung pada Dana
pemerintah (BOS) namun tidak menutup peluang kepala sekolah untuk
menggali sumber dana lain seperti yang disebutkan di atas.

c. Perencanaan dan Pembelanjaan Keuangan Sekolah


1. Perencanaan Keuangan Sekolah
Sebelum melakukan pengalokasiaan anggaran untuk belanja sekolah, maka
kepala sekolah harus membuat perencanaan pengelolaan keuangan sekolah.
Perencanaan keuangan sekolah mengacu pada hasil Evaluasi Diri Sekolah
(EDS) dan program-program yang direkomendasikan dari hasil EDS.
Berdasarkan hasil EDS maka disusunlah program prioritas yang akan
dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah (RKS) yang terdiri jangka
menengah (4 tahun) berupa Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan
jangka pendek (1 tahun) berupa Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), dengan ketentuan:
a. RKAS memuat sumber-sumber pendapatan;
b. RKT memuat program/kegiatan strategis dan rutin
c.RKJM, RKT, dan RKAS disusun berdasarkan hasil evaluasi diri
sekolah;
d. RKJM, RKT, dan RKAS harus disetujui dalam rapat dewan
guru setelah memperhatikan pertimbangan Komite Sekolah dan
disahkan oleh dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya.
RKS adalah suatu dokumen yang memuat rencana program pengembangan
sekolah empat tahun ke depan dengan mempertimbangkan sumberdaya
yang dimiliki menuju sekolah yang memenuhi Standar Nasional Pedidikan
(SNP). Sedangkan RKAS adalah dokumen yang berisi rencana program
pengembangan sekolah satu tahun ke depan yang disusun berdasarkan
RKS untuk mengatasi kesenjangan yang ada antara kenyataan dengan yang
diharapkan menuju terpenuhinya SNP.
Dengan demikian RKS adalah gambaran umum rencana pengembangan
sekolah empat tahunan dan RKAS adalah jabaran rinci program sekolah
tahunan yang disebut dengan kegiatan, disusun oleh sekolah untuk memenuhi
SNP. RKS dan RKAS merupakan satu kesatuan.
Setiap sekolah wajib menyusun RKAS sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 53 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 yang telah diubah
menjadi PP Nomor 32 tahun 2013 dan PP Nomor 13 tahun 2015 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP), yaitu Rencana Kerja Tahunan (RKT)
hendaknya memuat rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan
pendidikan untuk masa kerja satu tahun yang dituangkan dalam RKAS. Hal
tersebut sejalan dengan Permendiknas No 19 tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Sekolah/Madrasah yang menyebutkan bahwa sekolah wajib
membuat RKJM yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun
waktu 4 tahun. Selain itu harus membuat RKT yang dinyatakan dalam
Rencana Kegiatan Tahunan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang
dilaksanakan berdasarkan RKJM.
Perencanaan keuangan sekolah disesuaikan dengan RKS secara
keseluruhan, baik pengembangan jangka menengah (RKJM) maupun jangka
pendek (RKT). Sebagai suatu dokumen, RKS berisi program umum rencana
kerja sekolah empat tahunan. RKAS adalah jabaran operasional dari RKS
yang selanjutnya sering disebut dengan rencana satu tahunan, berisi
kegiatan-kegiatan operasional untuk pelaksanaan program yang sudah
tertuang dalam RKS. RKAS ini sebagai panduan dalam pengelolaan
keuangan sekolah. RKAS merupakan rencana perolehan pembiayaan
pendidikan dari berbagai sumber pendapatan serta susunan program kerja
tahunan yang terdiri dari sejumlah kegiatan rutin serta beberapa kegiatan
lainnya disertai rincian rencana pembiayaannya dalam satu tahun anggaran.
Dengan demikian, RKAS memuat ragam sumber pendapatan dan jumlah
nominalnya, baik rutin maupun pembangunan, ragam pembelanjaan, dan
jumlah nominalnya dalam satu tahun anggaran.
Pada perencanaan keuangan sekolah, penentuan alokasi anggaran perlu
memperhatikan prioritas kebutuhan dan kegiatan pendukung yang mungkin
dapat ditunda pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan tersedianya waktu,
keberadaan tenaga, dan jumlah dana yang tersedia atau yang bisa
diupayakan ketersediaannya. Analisis sumber-sumber dana dan jumlah
nominal yang mungkin diperoleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai
dengan hasil analisis yang dilakukan. Perpaduan analisis kegiatan dan
sumber dana serta menyangkut waktu pelaksanaannya ini yang harus
dituangkan dalam RKAS.
Rencana pembiayaan dalam RKAS ini bersifat terpadu yang berisi rencana
penerimaan dan pengeluaran. RKAS merupakan pedoman pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga terwujud tertib administrasi
pengelolaan keuangan. Untuk mewujudkan asas atau prinsip penganggaran
semua pendapatan dan belanja sekolah harus dicantumkan dalam RKAS dan
disusun sesuai kemampuan dan kebutuhan sekolah berdasarkan peraturan
yang berlaku. Semua dana yang terkumpul dialokasikan untuk membiayai
berbagai program dan kegiatan sekolah yang disusun berdasarkan skala
prioritas. Semua alokasi dana harus realistik.
Program adalah penjabaran kebijakan sekolah dalam bentuk upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan. Kegiatan adalah bagian dari program yang
dilaksanakan oleh sekolah. Program dalam RKAS meliputi upaya pencapaian
8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) sesuai Pasal 2 Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 19 Tahun 2005 yang mengalami perubahan pertama yaitu PP
32 Tahun 2013) dan perubahan kedua yaitu PP 13 Tahun 2015 yang meliputi:
standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar
pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Sebagai bagian dari program, kegiatan merupakan sekumpulan tindakan
pengerahan sumberdaya yang dimiliki sekolah, meliputi personel (SDM),
barang modal, dana, atau kombinasi semua jenis sumber daya tersebut
sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk
barang/jasa. Setiap program sekolah dijabarkan menjadi kegiatan-kegiatan.
Secara umum proses penyusunan RKAS sebagai berikut:
1). Membentuk tim penyusun RKAS
Untuk menyusun RKAS bisa dilakukan oleh Tim Pengembang Sekolah
(TPS) yang telah bertugas menyusun RKS. Mengingat RKAS ini
merupakan bagian RKS maka TPS juga merupakan tim penyusun RKAS.
Dalam penyusunan RKAS, TPS harus menjabarkan rencana kerja satu
tahun (RKT) yang dijabarkan dalam program-program dan kegiatan.
2) Melakukan Analisis Situasional Sekolah
Analisis ini untuk menentukan potret nyata sekolah dan lingkungan sekitar
secara obyektif dalam bentuk profil sekolah
(1) Menentukan tujuan satu tahunan
Tujuan satu tahunan ini merupakan penjabaran lebih rinci,
operasional, dan terukur dari tujuan empat tahunan. Oleh karena itu
tujuan ini tidak boleh menyimpang dari tujuan dalam RKJM
(2) Melakukan identifikasi tantangan nyata
Identifikasi tantangan nyata dilakukan dengan membandingkan
antara kondisi yang diharapkan satu tahun ke depan dengan kondisi
saat ini, seperti pada alur EDS
(3) Menyusun Rencana Kegiatan Sekolah
(4) Menyusun Rencana Biaya (besar dana, alokasi, dan sumber dana)
Sekolah merencanakan alokasi anggaran biaya untuk kepentingan
satu tahun. Setiap besarnya alokasi dana harus dimasukan semua
asal sumber dana, misalnya dana dari rutin atau daerah
(kabupaten/kota atau provinsi), dari pusat (BOS, blockgrant, dll), dari
komite sekolah atau dari sumber dana lainnya.
(5) Menyusun strategi pelaksanaan program
(6) Perumusan atau penyusunan strategi pelaksanaan program berupa
kegiatan yang disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai
(7) Menyusun rencana supervisi, pemantauan dan evaluasi terhadap tim
yang dibentuk dan pelaksanaan kegiatan
(8) Membuat jadwal pelaksanaan program
(9) Menentukan lampiran
Berikut ini contoh komponen-komponen yang ada dalam RKAS.
1) Cover yang mencantumkan tahun keberlakuan RKAS, misalnya tahun
2019 dan cantumkan pula untuk tahun ke berapa mengacu kepada
periode keberlakuan RKJM
2) Lembar Pengesahan yang berisi tandatangan Kepala Satuan
pendidikan, Komite Satuan pendidikan, dan Kepala Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten atau yang mewakili
3) Kata Pengantar dan Daftar Isi
4) Identitas Satuan Pendidikan dan Kepala Satuan pendidikan
5) Bab I. Pendahuluan yang memuat:
Latar Belakang yang menggambarkan alasan, baik alasan secara
kebijakan ataupun alasan yang berdasarkan pengalaman, serta
kebutuhan yang diperlukan satuan pendidikan.
Visi, Misi, dan Tujuan Satuan pendidikan, dan Sasaran
6) Bab II. Deskripsi Hasil Analisis Konteks yang menggambarkan
kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang ingin dicapai
dalam kurun waktu satu tahun
7) Bab III. Rencana Kegiatan dan Anggaran Satuan Pendidikan untuk
satu tahun dengan substansinya, yaitu aspek dan uraian kegiatan,
tanggal pelaksanaan, unsur yang terlibat, tujuan kegiatan, hasil
kegiatan dan sumber dana
8) Bab IV. Penutup
9) Lampiran-lampiran, yang memuat profil sekolah, SK Tim Penyusun
RKS/RKAS dan dokumen lain yang menunjang, misalnya dokumen
rapat komite dan sosialisasi RKAS bersama orangtua/wali peserta
didik.
Prosedur dan tatacara penyusunan RKAS sudah dijelaskan pada mata
diklat sebelumnya yaitu Penyusunan RKS. Untuk memperdalam
pemahaman Saudara bisa melihat contoh RKAS dan panduan RKAS pada
bahan bacaan soft file.
Penyusunan RKAS perlu memperhatikan asas anggaran antara lain:
1) Asas kecermatan
Anggaran harus diperkirakan secara cermat, baik dalam hal
penjumlahan, pengurangan, perkalian, maupun pembagian sehingga
dapat dijalankan secara efektif dan terhindar dari kekeliruan dalam
penghitungan.
2) Asas Terinci
Penyusunan anggaran dirinci secara baik sehingga dapat dilihat
rencana kerja yang jelas serta dapat membantu pelaksanaan
pengawasan.
3) Asas Keseluruhan
Anggaran yang disusun mencakup semua aktivitas keuangan dari
suatu organisasi secara menyeluruh dari awal sampai akhir tahun
anggaran.
4) Asas Keterbukaan
Semua pihak yang telah ditentukan oleh peraturan atau pihak yang
terkait dengan sumber pembiayaan sekolah dapat memonitor aktivitas
yang tertuang dalam penyusunan anggaran maupun dalam
pelaksanaannya.
5) Asas Periodik
Pelaksanaan anggaran mempunyai batas waktu yang jelas.
6) Asas Pembebanan.
Dasar pembukuan terhadap pengeluaran dan penerimaan anggaran
perlu diperhatikan. Kapan suatu anggaran pengeluaran dibebankan
kepada anggaran ataupun suatu penerimaan menguntungkan
anggaran perlu diperhitungkan secara baik.
Beberapa masalah yang sering muncul dalam proses penyusunan RKAS
adalah:
1) Usulan anggaran didasarkan pada uang yang tersedia dan tidak
didukung pengetahuan yang memadai.
2) Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan anggaran
untuk meningkatkan belajar siswa.
3) Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun.
4) Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran
5) Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau ancaman
sentralisasi anggaran.
6) Kurangnya pembinaan, komunikasi, dan konsultasi dengan pihak-pihak
terkait
Penyusunan RKAS memerlukan juga rincian pembiayaan, siapa yang
bertanggungjawab, serta waktu pelaksanaannya. Dengan demikian
kegiatan dalam RKAS dapat dijabarkan lagi ke dalam kegiatan bulanan
atau mingguan, sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, atau
menjadi suatu rincian program yang merupakan bagian RKAS. Masing-
masing kegiatan yang seperti ini, satuan pendidikan perlu menyusun
rencana dan laporan khusus kegiatan yang akan menjadi lampiran dalam
RKAS atau lampiran dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) keuangan
yang digunakan. Semua sumber dana harus dicantumkan dalam RKAS,
baik dana yang diterima satuan pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah, orang tua, masyarakat, dan sumber lainnya.
Penghitungan dan penentuan besaran biaya/harga akan berbeda antara
satu daerah dengan daerah lainnya, oleh sebab itu dalam hal ini satuan
pendidikan harus mengacu kepada besaran biaya/plafon yang berlaku
serta pembayaran kewajiban pajak sesuai dengan peruntukannya dan
peraturan daerahnya masing-masing. Penentuan besaran biaya dalam
RKAS dapat mengacu kepada ketentuan yang berlaku di
Kabupaten/Kota/Provinsi/Nasional. atau ketentuan lain yang berlaku
secara khusus misalnya untuk hibah atau bantuan sosial serta menurut
harga pasar (sesuai dengan jenis pengadaan barang dan jasa). Setiap
tahun daerah sudah menerbitkan buku Standar Biaya masing-masing
daerah.
Oleh karena itu proses perencanaan keuangan sekolah dalam RKAS harus
menyesuaikan dari mana asal sumber dana dan mentaati petunjuk teknis
atau peraturan (regulasi) yang berlaku. Saat ini sumber pendanaan
mayoritas sekolah negeri dari dana pemerintah, khususnya pendidikan
dasar yang hanya bersumber dari dana BOS, maka proses perencanaan
anggaran sekolah harus mengacu pada Petunjuk Teknis BOS yang diatur
melalui Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) sesui tahun
berjalan. Sebelum proses perencanaan penganggaran BOS, sekolah juga
harus menyelesaikan proses input dan mengirim Data Pokok Pendidkan
(Dapodik) untuk menyesuaikan jumlah peserta didik.
Untuk memudahkan sekolah dalam mengelola keuangannya pada tanggal
8 Februari tahun 2019 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah dirilis
Aplikasi RKAS Versi 1.22 untuk Windows XP/Vista/7/8/10 yang bisa
diunduh di http://rkas.dikdasmen.kemdikbud.go.id/download.
Selain mengacu pada Permendikbud pada tahun berjalan, perencanaan
dan pengelolaan keuangan sekolah (khususnya dana BOS dan DIPA pada
APBD) juga mengacu pada Surat Edaran (SE) Mendagri tentang Juknis
Penganggaran, Pelaksanaan, dan Penatausahaan serta
Pertanggungjawaban Dana BOS Satuan Pendidikan Negeri yang
diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota pada APBD. Pada surat edaran itu
disebutkan bahwa:
1) Kepala Satuan Pendidikan Negeri menyampaikan RKAS Dana BOS
kepada Kepala SKPD Dinas Pendidikan pada Kabupaten/Kota.
2) Berdasarkan RKAS Dana BOS, Kepala SKPD Dinas Pendidikan pada
Kabupaten/Kota menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang
selanjutnya disebut RKA-SKPD, yang memuat rencana pendapatan Dana
BOS dan belanja Dana BOS.
3) Rencana Pendapatan Dana BOS pada RKA-SKPD dianggarkan pada
Kelompok Pendapatan Asli Daerah, Jenis Lain-Lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah, Obyek Dana BOS, Rincian Obyek Dana BOS pada
masing-masing Satuan Pendidikan Negeri sesuai kode rekening
berkenaan.
4) Rencana belanja Dana BOS pada RKA-SKPD dianggarkan pada
Kelompok Belanja Langsung, Program BOS, yang diuraikan ke dalam
Kegiatan, Jenis, Obyek, dan Rincian Obyek Belanja sesuai kode rekening
berkenaan.
(Sebagai acuan pada tahun 2019, Saudara dapat membaca SE
Mendagri Nomor 971-7790 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan, Pelaksanaan dan Penatausahaan serta
Pertanggungjawaban Dana BOS Satuan Pendidikan Menengah Negeri
dan Satuan Pendidikan Khusus Negeri yang Diselenggarakan
Pemerintah Provinsi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sedangkan untuk BOS pada Satuan Pendidikan Dasar Negeri yang
diselenggarakan Kabupaten/Kota diatur dalam SE Mendagri Nomor
971-7791 Tahun 2018).
RKA BOS pada pendidikan dasar (SD dan SMP) tersebut akan termuat
dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Perangkat Daerah (DPA PD)
Satuan Pendidikan di Kabupaten/Kota. DPA PD umumnya terdiri dari:
1) DPA PD 1 Rincian DPA Pendapatan Perangkat Daerah
2) DPA PD 2.1 Rincian DPA Belanja Tidak Langsung Perangkat Daerah
3) DPA PD 2.2 Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program dan
Kegiatan Perangkat Daerah
4) DPA PD 2.2.1 Rincian DPA Belanja Langsung Program dan per
Kegiatan Perangkat Daerah.
Pada DPA tersebut terdapat sumber-sumber dana yang alokasinya
diperuntukkan untuk jenis mata anggaran keluaran (MAK) yang
dikelompokkan menjadi: belanja pegawai, belanja barang/jasa, belanja
modal, dan belanja sosial. (Silahkan Saudara cermati contoh DPA-PD
pada bahan bacaan). Pada beberapa daerah DPA satuan pendidikan
sudah tercetak menggunakan program aplikasi SIstem Informasi
Manajemen Daerah (SIMDA) Keuangan yang telah dikembangkan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP). Pada tahun 2015 sebanyak
78,41% telah menggunakan SIMDA Keuangan (Sumber: www.bpkp.or.id).
Jumlah anggaran yang ada di DPA masing-masing satuan pendidikan
nantinya akan dimasukkan dalam RKAS sekolah/Satuan Pendidikan.
(Saudara dapat melihat contoh DPA yang ada di soft file Bahan Bacaan
yang menyertai modul ini)
Prosedur penerimaan dana BOS sebagai dari tahun ke tahun umumnya
sebagai berikut:
1) Mengirimkan/memutahirkan daftar jumlah siswa untuk periode tahun
pelajaran melalui Dapodik.
2) Menyusun rincian kebutuhan untuk setiap periode (3 bulanan),
menggunakan format BOS-02 sebagaia acuan. Rincian kebutuhan
disusun berdasarkan jenis dan kebutuhan dengan mengacu pada
RKAS,
3) Memeriksa apakah dana sudah masuk di rekening sekolah/madrasah
(bank), jika dana sudah masuk ke rekening maka dana yang masuk itu
dicatat pada BOS K-3 dan K-5.
4) Melakukan pembukuan dengan mencatat pengambilan dana dalam
format BOS-K3 atau K-4.
5) Menyimpan bukti penerimaan dana sebagai dokumen seuai nomor dan
tanggal di tempat yang aman dan mudah ditemukan

2. Pembelanjaan Keuangan Sekolah


Kegiatan pembelanjaan keuangan mengacu kepada perencanaan yang telah
ditetapkan. Mekanisme yang ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan harus
benar, efektif, dan efisien. Hal ini membutuhkan sumberdaya manusia yang
mumpuni dalam mengelola keuangan dalam membukukan keuangan
seekolah. Pembukuan uang yang masuk dan keluar dilakukan secara cermat
dan transparan. Untuk itu, tenaga yang melakukan pembukuan dipersyaratkan
menguasai teknis pembukuan yang benar sehingga hasilnya bisa tepat dan
akurat.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, pengelolaan APBN dilakukan oleh Pejabat Perbendaharaan Negara,
yang merupakan orang yang memiliki tugas dan wewenang dalam
pengelolaan keuangan yang ada pada setiap lembaga sampai dengan satuan
kerja sebagai unit terkecil mulai dari fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban. Pengelola keuangan sekolah sebagai pengelola di unit
kecil lembaga juga harus mengikuti aturan perbendaharan negara.
Penggunaan anggaran memperhatikan asas umum pengeluaran negara, yaitu
manfaat penggunaan uang negara minimal harus sama apabila uang tersebut
dipergunakan sendiri oleh masyarakat. Asas ini tercermin dalam prinsip-
prinsip yang dianut dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja
Negara, seperti prinsip efisien, pola hidup sederhana, dan sebagainya. Setiap
melaksanakan kegiatan yang memberatkan anggaran belanja, ada ikatan-
ikatan yang berupa: pembatasan-pembatasan, larangan-larangan, keharusan-
keharusan dan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan setiap petugas yang
diberi wewenang dan kewajiban mengelola uang negara.
Ketentuan mengenai pembatasan dan larangan terdapat dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara,
antara lain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara pasal 24, 28, 30 menyatakan bahwa “pengeluaran
yang melampaui kredit anggaran atau tidak tersedia anggarannya, tidak boleh
terjadi”. Kredit-kredit yang disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah,
baik langsung maupun tidak langsung, karena adanya keuntungan bagi
negara. Barang-barang milik negara berupa apapun tidak boleh diserahkan
kepada pihak-pihak yang mempunyai tagihan terhadap negara. Ketentuan-
ketentuan tersebut pada hakikatnya mengacu pada hal yang sama yaitu
membatasi penggunaan anggaran oleh pemerintah sesuai jumlah yang
tercantum dalam anggaran dan hanya untuk kegiatan seperti yang dimaksud
dalam anggaran masing-masing.
Mengacu pada pembelanjaan keuangan negara, pembelanjaan keuangan
sekolah pada prinsipnya mencakup semua bentuk aliran dana keluar sekolah
yang digunakan untuk penyediaaan layanan pendidikan baik langsung
maupun tidak langsung. Pembelanjaan keuangan mengacu pada
perencanaan yang telah ditetapkan. Di sekolah, setiap pembelanjaan harus
mengacu pada komponen-komponen yang telah ditetapkan dalam RKAS.
Pembukuan uang yang masuk dan keluar harus dilakukan secara cermat dan
transparan. Oleh karena itu kepala sekolah dan bendahara harus memahami
regulasi yang terkait dengan pembelanjaan dan pembukuan keuangan.
Seperti halnya pada tahap perencanaan keuangan, dalam proses
pembelanjaan keuangan sekolah harus mengacu pada Peraturan-peraturan
maupun Petunjuk Teknis dari sumber pendapatan keuangan sekolah atau
berdasarkan Surat Kesepahaman antara pemberi dana dan sekolah.
Ketentuan penggunaan dana juga harus mengacu pada ketentuan yang
berlaku dan disesuaikan alokasi anggaran dan peruntukannya. Bab IX Pasal
62 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 32
tahun 2013 dan PP Nomor 13 tahun 2015 disebutkan:
a. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan
biaya personal.
b. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
c. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
d. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakupi:
1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji,
2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan BSNP (Lebih lanjut silahkan Saudara
mempelajari Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya
non Personalia untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SD LB,
SMPLB,dan SMALB. Sedangkan untuk jenjang SMK/MA diganti dengan
Lampiran VIII Permendikbud Nomor 34 tahun 2018 tetang Standar Biaya
Operasi SMK/MA).
Setiap sumber dana umumnya menetapkan syarat bagi penggunaan dana
tersebut (kecuali tidak dinyatakan demikian). Sebagai contoh dana dari
pemerintah sudah ditentukan peruntukannya Hibah dari lembaga-lembaga
donor maupun dunia usaha dan industri juga seringkali menentapkan
ketentuan-ketentuan penggunaan dana yang harus ditaati oleh sekolah.
Pelaksanaan pembelanjaan anggaran di sekolah juga harus disesuaikan
dengan sumbernya, yaitu dana rutin melalui DIPA, BOS, dana masyarakat,
dana swadaya dan sumber lain.
1. DIPA
DIPA meliputi administrasi umum, penerimaan dari pajak, alokasi dari
pemerintah yang bersumber dari APBN, dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang bersumber dari dana masyarakat. Sumber dana DIPA
digunakan untuk:
1) Belanja Pegawai berupa pengelolaan belanja gaji dan honorarium,
2) Belanja Barang, berupa: penyelenggaraan operasional perkantoran,
perawatan gedung kantor, perawatan sarana prasarana kanto,
pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan, penyusunan
program kerja/rencana kerja, pengembangan sistem apresiasi
keuangan, penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi,
peningkatan tata ketentuan dan SDM;
3) Belanja Modal berupa: pembangunan gedung pendidikan, pengelolaan
kendaraan, penyediaan sarana prasarana, peningkatan kualitas dan
kapasitas unit dasar,
4) Belanja Bantuan Sosial beasiswa, dan peningkatan SDM
Pengeluaran anggaran tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan jenis
Mata Anggaran Keluaran (MAK) sebagai berikut:
1) Belanja Pegawai:
a) belanja gaji pegawai
b) belanja honorarium pegawai
2) Belanja Barang
a) keperluan sehari-hari perkantoran
b) belanja barang ATK
c) langganan daya dan jasa
d) pemeliharaan gedung kantor
e) pemeliharaan peralatan dan mesin
f) biaya perjalanan dinas
3) Belanja Modal
a) belanja modal peralatan dan mesin
b) belanja modal gedung dan bangunan
4) Belanja Sosial
Belanja bantuan sosial, berupa penyediaan beasiswa dan peningkatan
sumber daya manusia.

2. Dana BOS
BOS sebagai sumber utama keuangan mayoritas sekolah menetapkan
aturan yang ketat dalam penggunaannya seperti tercantum dalam buku
Petunjuk Teknis BOS.Ketentuan ini dituangkan dalam bentuk tata cara
atau prosedur pengeluaran/penggunaan dana. BOS yang diterima oleh
SD/SDLB/SMP/SMPLB dan SMA/SMALB/ SMK dihitung berdasarkan
jumlah peserta didik pada sekolah yang bersangkutan. Satuan biaya BOS
per peserta didik/tahun untuk masing-masing jenjang berbeda-beda
menyesuaikan juknis pada tahun berjalan. Misalnya pada tahun 2019
terdapat kenaikan untuk jenjang SMK dibanding tahun sebelumnya.
Besaran dana BOS masing-masing jenjang pada tahun 2019 adalah
jenjang SD/SDLB: Rp800.000,00, SMP/SMPLB: Rp1.000.000,00, dan
SMA Rp1.400.000,00 SMK: Rp1.600.000,00. Untuk SDLB/SMPLB/SMALB:
Rp2.000.000,00.
Dana BOS disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke
Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) setiap triwulan pada waktu yang
ditentukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sesuai tahun
berjalan tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Penggunaan dana BOS di sekolah harus disesuaikan dengan pengajuan
RKA BOS yang sudah ditetapkan dalam DPA masing-masing sekolah dari
Provinsi atau Kab/kota. Pemanfaatan BOS hanya diperbolehkan untuk
kepentingan peningkatan layanan pendidikan dan tidak ada intervensi atau
pemotongan dari pihak manapun.
Pemanfaatan dana BOS harus mengacu pada komponen-komponen yang
sesuai dengan ketentuan penggunaan dana pada Permendikbud tahun
berjalan dan disesuaikan jenjang sekolah masing-masing. Tata cara
penggunaan dan pertanggungjawaban BOS Reguler tahun 2019 diatur
dalam Lampiran I. Permendikbud Nomor 3 tahun 2019 tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler. Secara umum penggunaan
dana BOS pada masing-masing jenjang meliputi kegiatan-kegiatan berikut
ini:
1) Pengembangan perpustakaan (penyediaan buku teks utama dan
teks pendamping)
2) Penerimaan peserta didik baru (pengadaan ATK dan biaya kegiatan
pengenalan lingkungan sekolah)
3) Kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler
4) Kegiatan Evaluasi Pembelajaran
5) Pengelolaan Sekolah
6) Pengembangan Keprofesian Guru dan Tenaga Kependidikan, serta
Pengembangan Manajemen Sekolah
7) Langganan daya dan jasa
8) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Sekolah
9) Pembayaran honor
10) Pembelian/Perawatan Alat Multi Media Pembelajaran
11) Biaya lainnya.

Untuk memperjelas rincian masing-masing penggunaan dana BOS tahun


2019 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah lebih lanjut dapat
dibaca pada Lampiran 1 Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang
Juknis BOS Reguler.
Selain pembelanjaan kegiatan dalam pengelolaan keuangan, juga diatur
tentang pembelanjaan terkait pengadaan barang/jasa yang diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa (PBJ) Pemerintah. Khusus untuk pembelanjaan terkait
pengadaan barang/jasa di sekolah terkait dana BOS diatur dalam
Lampiran II Permendikbud Nomor 3 Tahun 2018.
Pelaksana PBJ sekolah dilaksanakan oleh: 1) Organisasi PBJ sekolah
yang terdiri atas: kepala sekolah, bendahara BOS Reguler, tenaga
adminisrasi sekolah (TAS), dan guru; dan 2) Penyedia. Dalam
melaksanakan PBJ Sekolah, pelaksana PBJ Sekolah wajib:
a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan PBJ Sekolah;
b. Bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi
yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah
penyimpangan PBJ Sekolah;
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat persaingan usaha tidak sehat;
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang
ditetapkan sesuai dengan kontrak/perjanjian;
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak
yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam PBJ Sekolah;
f. Menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan
negara; menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi; dan
g. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan/atau bentuk
lainnya dari atau kepada pihak manapun yang diketahui atau patut
diduga berkaitan dengan PBJ Sekolah.
Mekanisme pembelanjaan barang/jasa yang bersumber dari BOS diatur
sebagai berikut:
a. Pengelola sekolah harus memastikan bahwa barang/jasa yang akan
dibeli merupakan kebutuhan sekolah yang sudah sesuai dengan skala
prioritas pengelolaan/pengembangan sekolah.
b. Pembelian/pengadaan barang/jasa harus mengedepankan prinsip
keterbukaan dan efisiensi anggaran dalam menentukan barang/ jasa
dan tempat pembeliannya.
c. Mekanisme pembelian/pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Ketentuan untuk pembelian/pengadaan barang/jasa yang dapat
dilakukan tanpa mekanisme lelang/pengadaan apabila:
(1) barang/jasa sudah tersedia dalam e-catalogue yang
diselenggarakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) dan sekolah dapat mengaksesnya, maka
sekolah harus melakukan pembelian/pengadaan secara online;
(2) barang/jasa belum tersedia dalam e-catalogue yang
diselenggarakan oleh LKPP atau sudah tersedia dalam e-catalogue
namun sekolah tidak dapat mengaksesnya, maka sekolah dapat
melakukan pembelian/pengadaan dengan cara belanja biasa, yaitu
melakukan perbandingan harga penawaran dari penyedia
barang/jasa terhadap harga pasar dan melakukan negosiasi.
e. Ketentuan untuk pembelian/pengadaan barang/jasa yang harus
dilakukan dengan mekanisme lelang/pengadaan apabila:
(1) Barang/jasa sudah tersedia dalam e-catalogue (katalog
elektronik) yang diselenggarakan oleh LKPP dan sekolah dapat
mengaksesnya, maka sekolah harus melakukan
pembelian/pengadaan secara online;
(2) Barang/jasa belum tersedia dalam e-catalogue yang
diselenggarakan oleh LKPP atau sudah tersedia dalam e-catalogue
namun sekolah tidak dapat mengaksesnya, maka dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota (sesuai dengan kewenangan pengelolaan
sekolah) harus membantu sekolah untuk melakukan
pembelian/pengadaan barang/jasa. Dalam pelaksanaan
pembelian/pengadaan barang/jasa, provinsi/kabupaten/kota/sekolah
harus mengedepankan mekanisme pembelian/pengadaan secara
e-procurement sesuai dengan kesiapan infrastruktur dan Sumber
Daya Manusia (SDM) setempat.
f. Setiap pembelian/pengadaan barang/jasa, sekolah harus
memperhatikan kualitas barang/jasa, ketersediaan, dan kewajaran
harga.
g. Setiap pembelian/pengadaan barang/jasa harus diketahui oleh Komite
Sekolah.
h. Sekolah harus membuat laporan tertulis singkat tentang proses
pembelian/pengadaan barang/jasa yang telah dilaksanakan.
i. Khusus untuk pekerjaan rehabilitasi ringan/pemeliharaan bangunan
sekolah, Tim BOS Sekolah harus:
(1) membuat rencana kerja;
(2) memilih satu atau lebih pekerja untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut dengan standar upah yang berlaku di daerah setempat.
Untuk memperjelas, penggunaan dana BOS untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah Saudara diharapkan membaca regulasi yang
berlaku pada tahun berjalan. Pada tahun 2019 petunjuk penggunaan BOS
diatur dalam Permendikbud Nomor 3 tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler.

3. Dana dari masyarakat, swadaya, dan sumber lain


Dana dari masyarakat, swadaya atau sumber lain digunakan untuk
menunjang kegiatan rutin yang tidak bisa dibiayai dengan dana
pemerintah.
Untuk menunjang terlaksananya pengelolaan keuangan yang baik, kepala
sekolah hendaknya memperhatikan prosedur pengadministrasian
keuangan, yaitu sekolah memiliki catatan logistik (uang dan barang)
sesuai dengan mata anggaran dan sumber dananya masing-masing dan
sekolah memiliki buku penerimaan dan pengeluaran juga yang terakhir
sekolah memiliki laporan keuangan bulanan, triwulan dan tahunan.
Oleh karena itu, untuk melaksanakan tugas tersebut maka di tiap lembaga
pendidikan memiliki pengelola keuangan yang disebut Bendaharawan yaitu
orang yang diberi tugas penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran atau
penyerahan uang atau kertas berharga. Bendaharawan berkewajiban
mengirimkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang
perhitungan mengenai pengurusan yang dilakukan. Bendaharawan
sekolah memiliki tugas menerima, mencatat dan mengeluarkan keuangan
sesuai dengan anggaran yang disetujui kepala sekolah. Pengurusan
kebendaharawanan yang dilakukan oleh bendaharawan dalam bentuk
perbuatan menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang
atau kertas berharga dan barang-barang, baik milik negara maupun
milik pihak ketiga yang pengurusannya dipercayakan.
Berdasarkan pada peraturan yang ada maka kepala kantor, satuan kerja,
pimpinan proyek, bendaharawan, dan orang atau badan yang
menerima, menguasai uang negara wajib menyelenggarakan
pembukuan. Sekolah sebagai penerima uang dari berbagai sumber
juga harus mengadakan pembukuan. Pembukuan yang lengkap mencatat
berbagai sumber dana beserta jumlahnya, dan distribusi
penggunaannya secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus
dikeluarkan juga harus disetor sesuai aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap penerimaan
dan pengeluaran uang wajib dicatat oleh bendaharawan dalam Buku Kas.
Buku Kas bisa berupa Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu
(BKP). BKU merupakan buku harian yang digunakan untuk mencatat
semua penerimaan dan pengeluaran uang atau yang disamakan dengan
uang. BKP merupakan buku harian yang digunakan untuk membantu
pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran uang menurut jenis
sumber pembiayaan. Pencatatan di BKU dan BKP dilakukan sepanjang
waktu setiap ada transaksi penerimaan dan pengeluaran uang.
Pembukuan dilakukan di BKU, kemudian pada BKP. BKU dan BKP
ditutup setiap akhir bulan atau sewaktu-waktu jika dianggap perlu,
misalnya setelah ada pemeriksaan oleh petugas yang berwenang, pada
waktu serah terima dari pejabat lama ke pejabat baru baik kepala sekolah
maupun bendaharawan pemegang BKU dan BKP.
Berdasarkan narasi di atas, maka pembukuan anggaran baik penerimaan
maupun pengeluaran harus dilakukan secara tertib, teratur, dan benar.
Pembukuan yang tertib, akan mudah diketahui perbandingan antara
keberadaan sumber daya fisik dan sumber daya manusia. Setiap saat
pembukuan harus dapat menggambarkan mutasi yang paling akhir. Dari
pembukuan yang baik, tertib, teratur, lengkap, dan “up to date” akan dapat
disajikan pelaporan yang baik, lengkap, dan bermanfaat. Pembuatan
laporan dilakukan secara teratur dan periodik dan dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Pengawasan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Sekolah
Pengawasan secara umum diartikan sebagai usaha yang dilakukan dengan
mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan rencana dan
mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan atau melakukan penyesuaian jika
diperlukan. Terdapat hubungan yang erat antara rencana dan pengawasan
(Kemendiknas, 2011). Pengawasan dan penerimaan dan penggunaan dana
pendidikan dari pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Terkait dengan pengawasan dana dari pemerintah (BOS) kegiatan pengawasan
disebut monitoring dan dibedakan menjadi: monitoring internal dan eksternal.
Monitoring internal adalah monitoring yang dilakukan oleh tim manajemen BOS
tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Monitoring internal ini bersifat klinis
yaitu melakukan monitoring dan ikut menyelesaikan masalah jika ditemukan
permasalahan dalam pelaksanaan program BOS. Monitoring eksternal lebih
bersifat evaluasi terhadap pelaksanaan program dan melakukan analisis
terhadap dampak program, kelemahan dan rekomendasi untuk perbaikan
program. Monitoring eksternal ini dapat dilakukan oleh Balitbang atau lembaga
independen lainnya yang kompeten. Komponen utama yang dimonitoring antara
lain: alokasi dana sekolah penerima bantuan, penyaluran dan penggunaan dana,
pelayananan dan penangananan pengaduan, administrasi keuangan dan
pelaporan.
Pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan di sekolah dilakukan oleh
kepala sekolah dan instansi vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa
keuangan pemerintah. Terkait dengan pengawasan dari luar sekolah, kepala
sekolah bertugas menggerakkan semua unsur yang terkait dengan materi
pengawasan agar menyediakan data yang dibutuhkan oleh pengawas. Sebagai
calon kepala sekolah, peserta diharapkan mampu menjelaskan pengawasan dan
pertanggung jawaban pengelolaan keuangan sekolah.
1. Pengawasan Keuangan Sekolah
Pengawasan secara umum diartikan sebagai usaha yang dilakukan dengan
mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan rencana dan
mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan atau melakukan penyesuaian
jika diperlukan. Terdapat hubungan yang erat antara rencana dan
pengawasan (Kemendiknas, 2011).
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang diharapkan
mampu mencegah timbulnya penyimpangan atau kesalahan dalam
pelaksanaan pengelolaan keuangan sekolah. Masalah-masalah yang
seringkali muncul dalam pengelolaan keuangan, di antaranya adalah:
a) Penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi)
Korupsi sering terjadi baik instansi swasta maupun negeri, termasuk juga
di sekolah. Korupsi adalah tindakan memperkaya diri dengan berbagai cara
yang melanggar aturan hukum. Korupsi sering terjadi di sekola dan
menjerat kepala seekolah dan bendahara. Hal ini terjadi karena kepala
sekolah memiliki keleluasaan dalam mengendalikan uang. Kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang
sudah direncanakan dalam RKAS.
b) Pelaporan keuangan yang penuh manipulasi
Laporan keuangan mestinya dibuat secara transparan dan akuntabel, tetapi
terkadang laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan. Sebagian
kalangan beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan adalah baik,
alias halal. Oleh karena itu, mereka menganggap sah-sah saja membuat
laporan palsu, yang penting uang tersebut digunakan untuk kepentingan
bersama, demi kebaikan bersama, dan untuk dimakan bersama. Banyak
alasan mengapa muncul laporan-laporan keuangan palsu, kuitansi palsu,
tanda tangan palsu, atau stempel palsu.
c). Pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna
Dalam rencana anggaran terkadang masih bersifat umum, sehingga
diselewengkan kepala sekkolah dalam realisasinya. Misalnya, anggaran
untuk membeli buku, tidak disebutkan buku apa secara pasti.
Masalah-masalah tersebut dapat dihindari apabila ada pengawasan secara
berkesinambungan sehingga masalah dapat diminimalisir. Untuk
menghindari masalah-masalah yang terjadi terkait pengelolaan keuangan
sekolah maka perlu dilakukan pengawasan terhadap proses
pengelolaannya.
Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah dan
instansi vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa keuangan pemerintah.
Terkait dengan pengawasan dari luar sekolah, kepala sekolah bertugas
menggerakkan semua unsur yang terkait dengan materi pengawasan agar
menyediakan data yang dibutuhkan oleh pengawas. Dalam hal ini kepala
sekolah mengkoordinasikan semua kegiatan pengawasan sehingga
kegiatan pengawasan berjalan lancar.
Pengawasan keuangan biasanya terkait hal berikut:
1. Perencanaan pembelanjaan (periksa kesesuaian dengan spesifikasi/
peruntukan),
2. Pembelanjaan (tersedia bukti-bukti transaksi),
3. Pembukuan bukti transaksi (dimasukkan pada BKU, BPK, BPB dan
BPP).
Kegiatan pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan untuk mengetahui:
1) Kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan dengan prosedur yang berlaku,
2) Kesesuaian hasil yang dicapai baik di bidang teknis administratif
maupun teknis operasional dengan peraturan yang ditetapkan,
3) Kemanfaatan sarana yang ada (manusia, biaya, perlengkapan dan
organisasi) secara efesien dan efektif, dan
4) Sistem yang lain atau perubahan sistem guna mencapai hasil yang lebih
sempurna.
Tujuan pengawasan keuangan ialah untuk menjaga dan mendorong agar:
1) Pelaksanaan anggaran dapat berjalan sesuai dengan rencana yang
telah digariskan,
2) Pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan instruksi serta asas-
asas yang telah ditentukan,
3) Kesulitan dan kelemahan bekerja dapat dicegah dan ditanggulangi atau
setidak-tidaknya dapat dikurangi, dan
4) Pelaksanaan tugas berjalan efesien, efektif dan tepat pada waktunya.
Pada tingkat sekolah pengawasan pengelolaan keuangan yang perlu
dilakukan kepala sekolah dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Memastikan pengelolaan keuangan sekolah telah dilakukan secara
efektif, efisien dan pertanggungjawaban sesuai peraturan yang berlaku;
2) Memastikan tahapan perencanaan dan pembelanjaan keuangan sesuai
juknis dengan rencana pembelanjaan yang telah disusun
3) Memastikan pembukuan keuangan, dokumentasi, pencatatan dan
pelaporan hal-hal yang terkait dengan pengelolaan keuangan dilakukan
secara akurat dan tepat waktu.
4) Melakukan evaluasi kegiatan dan anggaran sekolah dengan cara
membandingkan antara kegiatan dan anggaran yang tercantum dalam
RKAS dengan realisasi program kegiatan dan anggaran
Kegiatan Pengawasan Keuangan Sekolah terkait pembukuan keuangan
antar lain:
1) Pemeriksaan Kas Umum
a) Melaksanakan penghitungan semua isi brankas di hadapan
Bendaharawan (kas tunai dan surat berharga yang diizinkan), serta
bukti dokumen mengenai uang yang ada di bank yang dilengkapi
dengan Bukti Saldo Rekening Koran
b) Melakukan penutupan Buku Kas Umum untuk menetapkan Saldo
Kas
c) Membuat Berita Acara Pemeriksaan Kas yang merupakan hasil Kas
opname dan penjelasan jika ditemukan perbedaan Kas yang
ditandatangani oleh Pemeriksadan Bendaharawan.
d) Mengisi Daftar Pemeriksaan Kas pada halaman terakhir Buku Kas
Umum.
2) Pemeriksaan Tata Usaha Keuangan Bendaharawan
a) Memeriksa apakah seluruh transaksi telah dicatat ke dalam Buku Kas
Umum maupunke dalam Buku Kas Pembantu secara tepat jumlah
dan tepat waktu.
b) Meneliti apakah seluruh pencatatan telah didukung dengan bukti
yang sah dan lengkap
c) Memeriksa apakah dokumen/data yang berhubungan dengan
keuangan telah disampaikan dan dicatat secara tertib.
3) Pemeriksaan bukti/data keuangan
a) Meneliti kesesuaian pembayaran atas pengadaan barang/pekerjaan
pemeliharaan dengan rencana dan kebutuhan masing-masing unit
kerja dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas;
Mengelompokkan cara pelaksanaan barang/ pekerjaan pemeliharaan
untuk memeriksa kebenaran prosedur.
b) Meneliti apakah ada pengadaan yang dipecah-pecah untuk
menghindari pelelangan.
c) Memeriksa apakah rekanan yang melaksanakan pengadaan barang,
pekerjaan pemeliharaan telah memenuhi syarat untuk pekerjaan
yang dilaksanakan.
d) Memeriksa apakah SPK/kontrak telah memenuhi syarat.
e) Mengelompokkan cara pelaksanaan barang/ pekerjaan pemeliharaan
untuk memeriksa kebenaran prosedur.
f) Meneliti apakah ada pengadaan yang dipecah-pecah untuk
menghindari pelelangan.
g) Memeriksa apakah rekanan yang melaksanakan pengadaan barang,
pekerjaan pemeliharaan telah memenuhi syarat untuk pekerjaan
yang dilaksanakan.
h) Memeriksa apakah SPK/kontrak telah memenuhi syarat.
i) Memeriksa apakah dalam setiap pengadaan barang/ pekerjaan
pemeliharaan telah menggunakan barang/jasa hasil produksi dalam
negeri sepanjang telah dapat diproduksi dalam negeri.
j) Memeriksa apakah harga barang/pekerjaan sudah merupakan harga
yang paling rendah dan menguntungkan bagi negara.
k) Memeriksa apakah penerimaan barang, penyelesaian pekerjaan
dibuatkan berita acara penerimaan penerimaan barang/ penyelesaian
pekerjaan
l) Memeriksa apakah bukti pembayaran/ kuitansi telah memenuhi
syarat
4) Pemeriksaan Fisik
a) Memeriksa apakah pelaksanaan pengadaan barang/pekerjaan telah
sesuai dengan SPK/kontrak yang bersangkutan, yaitu dari segi
kuantitas, kualtas, jenis, spesifikasi, waktu penyerahan
barang/penyelesaian pekerjaan.
b) Jika dari temuan tersebut terjadi ketidaksesuaian, maka tentukan
siapa yang bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut.
c) Jika terjadi kelambatan penyerahan barang/pekerjaan, periksalah
apakah telah dipungut dendanya sesuai dengan SPK yang
bersangkutan
5) Pemeriksaan Pungutan Pajak
a) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan kewajibannya
memungut PPh pasal 21 atas honorarium yang dikeluarkan.
b) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan kewajibannya
memungut PPh pasal 22 atas penyerahan barang/jasa yang
dilakukan.
c) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan kewajibannya
memungut PPN dari pengusaha Kena Pajak
d) Meneliti apakah Bendaharawan telah menyetorkan hasil pungutan
tersebut ke kas negara secara tepat waktu
2. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Sekolah
Penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah harus dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku.
Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua
siswa dan masyarakat dilakukan secara rinci dan transparan sesuai dengan
sumber dana. Agar pertanggungjawaban keuangan dapat transparan, maka
transaksi penerimaan dan pengeluaran uang yang dilakukan oleh
bendaharawan sekolah hendaknya dicatat dan dibukukan secara tertib sesuai
pedoman dan peraturan yang berlaku. Untuk itu, salah satu tugas dari
bendaharawan sekolah adalah mengadakan pembukuan keuangan sekolah.
Pembukuan yang lengkap mencatat berbagai sumber dana beserta jumlahnya
dan distribusi penggunaannya secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus
dikeluarkan,juga harus disetor sesuai aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap penerimaan dan
pengeluaran uang wajib dicatat oleh bendaharawan dalam buku kas, baik
berupa Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu (BKP). BKU meru-
pakan buku harian yang digunakan untuk mencatat semua penerimaan dan
pengeluaran uang atau yang disamakan dengan uang. BKP merupakan buku
harian yang digunakan untuk membantu pencatatan semua penerimaan dan
pengeluaran uang menurut jenis sumber pembiayaan. Pencatatan di BKU dan
BKP dilakukan sepanjang waktu, setiap ada transaksi penerimaan, dan pen-
geluaran uang. Pembukuan dilakukan di BKU yang kemudian dilakukan pada
BKP. BKU dan BKP ditutup setiap akhir bulan atau sewaktu-waktu jika diang-
gap perlu, misalnya setelah ada pemeriksaan oleh petugas yang berwenang,
pada waktu serah terima dari pejabat lama ke pejabat baru baik kepala seko-
lah maupun bendaharawan pemegang BKU dan BKP.
Berdasarkan narasi di atas pembukuan anggaran baik penerimaan maupun
pengeluaran harus dilakukan secara tertib, teratur, dan benar. Pembukuan
yang tertib, akan mudah diketahui perbandingan antara keberadaan sumber
daya fisik dan sumber daya manusia. Setiap saat pembukuan harus dapat
menggambarkan mutasi yang paling akhir. Dari pembukuan yang baik, tertib,
teratur, lengkap, dan “up to date” dapat disajikan pelaporan yang baik,
lengkap, dan bermanfaat. Pembuatan laporan dilakukan secara teratur, peri-
odik, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mengingat sebagian dana pendidikan umumnya berasal dari pemerintah
melalui BOS, maka pembukuan keuangan juga harus mengikuti juknis yang
berlaku baik yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebu-
dayaan (Permendikbud) maupun Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE
Mendagri) pada tahun berjalan. Sebagai contoh untuk tahun 2019 Saudara
bisa membaca SE Mendagri Nomor 971-7790 tahun 2018 tentang Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan, Pelaksanaan dan Penatausahaan serta Pertang-
gungjawaban Dana BOS Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Satuan
Pendidikan Khusus Negeri yang Diselenggarakan Pemerintah Provinsi pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sedangkan untuk BOS pada Sat-
uan Pendidikan Dasar Negeri yang diselenggarakan Kabupaten/Kota diatur
dalam SE Mendagri Nomor 971-7791 Tahun 2018.
Secara umum pembukuan dan dokumen pendukung laporan pertnggungjawa-
ban yang harus disusun oleh sekolah sebagai berikut:
1) Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS)
RKAS ditandatangani oleh Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan Ketua
Yayasan (khusus untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat),
diverifikasi oleh Pengawas Pembina dan disahkan Dinas
Kabupaten/Kota/Propinsi. RKAS dibuat 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
pada awal Tahun Pelajaran, tetapi perlu dilakukan revisi pada semester
kedua. Oleh karena itu sekolah dapat membuat RKAS tahunan yang dirinci
tiap semester. RKAS harus dilengkapi dengan rencana penggunaan dana
secara rinci, yang dibuat tahunan dan triwulan untuk setiap sumber dana
yang diterima sekolah.
2) Buku Kas Umum (BKU)
Buku Kas Umum disusun untuk masing-masing rekening bank yang dimiliki
oleh sekolah. Pembukuan dalam BKU meliputi semua transaksi eksternal,
yaitu yang berhubungan dengan pihak ketiga:
a) kolom penerimaan memuat penerimaan dari penyalur dana (BOS atau
sumber dana lain), penerimaan dari pemungutan pajak, dan penerimaan
jasa giro dari bank;
b) kolom pengeluaran memuat pengeluaran untuk pembelian barang dan
jasa, biaya administrasi bank, pajak atas hasil dari jasa giro, dan setoran
pajak. BKU harus diisi tiap transaksi (segera setelah transaksi tersebut
terjadi dan tidak menunggu terkumpul satu minggu/bulan) dan transaksi
yang dicatat di dalam buku kas umum juga harus dicatat dalam buku
pembantu, yaitu buku pembantu kas, buku pembantu bank, dan buku
pembantu pajak. Formulir yang telah diisi ditandatangani oleh
Bendahara dan kepala sekolah.
3) Buku Pembantu Kas
Buku ini harus mencatat tiap transaksi tunai dan ditandatangani oleh
bendahara dan kepala sekolah.
4) Buku Pembantu Bank
Buku ini harus mencatat tiap transaksi melalui bank (baik cek, giro maupun
tunai) dan ditandatangani oleh bendahara dan kepala sekolah.
5) Buku Pembantu Pajak
Buku pembantu pajak berfungsi mencatat semua transaksi yang harus
dipungut pajak serta memonitor pungutan dan penyetoran pajak yang
dipungut selaku wajib pungut pajak.
6) Berita Acara Pemeriksaan Kas
Setiap akhir bulan BKU ditutup dan ditandatangani oleh kepala sekolah dan
Bendahara. Sebelum penutupan BKU, kepala sekolah melakukan
penghitungan jumlah kas baik yang ada di sekolah (kas tunai) maupun kas
yang ada di bank (buku tabungan sekolah). Hasil dari penghitungan
kemudian dibandingkan dengan saldo akhir BKU pada bulan bersangkutan.
Apabila terjadi perbedaan, maka harus dijelaskan penyebab perbedaannya.
Setelah pelaksanaan penghitungan kas, maka kepala sekolah dan
bendahara menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Kas.
7) Bukti pengeluaran
a) Setiap transaksi pengeluaran harus didukung dengan bukti kuitansi yang
sah.
b) Bukti pengeluaran uang dalam jumlah tertentu harus dibubuhi materai
yang cukup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai bea materai.
c) Uraian pembayaran dalam kuitansi harus jelas dan terinci sesuai dengan
peruntukannya.
d) Uraian tentang jenis barang/jasa yang dibayar dapat dipisah dalam
bentuk faktur sebagai lampiran kuitansi.
e) Setiap bukti pembayaran harus disetujui kepala sekolah dan dibayar
lunas oleh bendahara.
f) Segala jenis bukti pengeluaran harus disimpan oleh bendahara sebagai
bahan bukti dan bahan laporan.
Terkait dengan pembukuan dana yang diperoleh sekolah untuk BOS, perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
1) Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dapat
dilakukan dengan tulis tangan atau menggunakan komputer. Dalam hal
pembukuan dilakukan dengan komputer, bendahara wajib mencetak buku
kas umum dan buku pembantu paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan dan menatausahakan hasil cetakan BKU dan buku pembantu
bulanan yang telah ditandatangani kepala sekolah dan bendahara.
2) Semua transaksi penerimaan dan pengeluaran dicatat dalam BKU dan
buku pembantu yang relevan sesuai dengan urutan tanggal kejadiannya.
3) Uang tunai yang ada di kas tunai tidak lebih dari ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4) Apabila bendahara berhenti dari jabatannya, maka BKU, buku pembantu,
dan bukti pengeluaran harus diserahterimakan kepada pejabat yang baru
dengan Berita Acara Serah Terima.
5) Buku kas umum, buku pembantu kas, buku pembantu bank, buku
pembantu pajak, bukti pengeluaran, dan dokumen pendukung bukti
pengeluaran BOS (kuitansi/ faktur/nota/bon dari vendor/toko/supplier) wajib
diarsipkan oleh sekolah sebagai bahan audit. Setelah diaudit, maka data
tersebut dapat diakses oleh publik.
6) Seluruh arsip data keuangan ditata dengan rapi sesuai dengan urutan
nomor dan tanggal kejadiannya, dan disimpan di suatu tempat yang aman
dan mudah untuk ditemukan setiap saat. Seluruh dokumen pembukuan ini
harus disimpan di sekolah dan diperlihatkan kepada pengawas sekolah,
Tim BOS Kabupaten/Kota (pendidikan dasar) atau Tim BOS Provinsi
(pendidikan menengah dan pendidikan khusus), dan pemeriksa lainnya
apabila diperlukan.
Selanjutnya, untuk menunjang terlaksananya pengelolaan keuangan yang
baik, kepala sekolah hendaknya memperhatikan hal-hal terkait perlengkapan
administrasi keuangan maupun pengadministrasian keuangan (peralatan
keuangan dan dokumen-dokumen penting) agar terorganisasi dengan baik.
Pengadministrasian keuangan atau pembukuan selain dilakukan secara
manual atau dilakukan menggunakan buku dapat juga dilakukan
menggunakan fasilitas teknologi informasi, misalnya memanfaatkan program
Microsoft Excel atau menggunakan Software RKAS dan dibuat Sistem
Informasi Akuntasi/Keuangan. Saat ini di beberapa daerah sudah menerapkan
Sistem informasi Manajemen Daerah (SIMDA) Keuangan. Pada Tahun 2018
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menerbitkan Sistem
Informasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) merupakan
sistem yang terpusat (terdistribusi), dimana dalam pengolahan datanya ada
sebagian yang melibatkan pihak dinas pendidikan kabupaten. Namun
demikian sistem ini juga dapat bekerja secara offline, sehingga tidak
merepotkan para user yang menggunakannya. (Lebih lnjut Saudara baca
pada Buku Panduan RKAS).
Sebagai tanggung jawab pengelolaan keuangan sekolah terhadap
masyarakat secara umum terkait akuntabilitas pengelolaan keuangan sekolah,
maka Kepala Sekolah perlu membuat laporan yang dapat diinformasikan
dengan menggunakan media kepada publik baik secara umum maupun
terbatas. Dalam menentukan media, kepala sekolah perlu memahami
jenis media publikasi laporan keuangan yang sesuai peruntukkan.
Sebaiknya kepala sekolah mempelajari jenis-jenis laporan dan batasan-
batasan dokumen laporan keuangan sekolah yang boleh dan tidak boleh
dipublikasikan. Hal-hal yang akan disiapkan dalam menyusun laporan
untuk dipublikasikan sebaiknya didiskusikan dengan tim pengemban
sekolah, bendahara dan pihak yang berkepentingan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan maka kepala
sekolah harus melaporkan penggunaan dana sekolah secara formal dan
material atas penerimaan dan belanja BOS yang diterima oleh sekolah.
Pelaporan Penggunaan Dana BOS dilakukan dengan mekanisme berikut:
1) Realisasi Penggunaan Dana Tiap Sumber Dana
Laporan ini disusun berdasarkan BKU dari semua sumber dana yang
dikelola sekolah pada periode yang sama. Laporan ini dibuat setiap
triwulan dan ditandatangani oleh Bendahara, kepala sekolah, dan Komite
Sekolah. Dokumen ini harus disimpan di sekolah dan diperlihatkan kepada
pengawas sekolah, Tim BOS Kabupaten/Kota (pendidikan dasar) atau Tim
BOS Provinsi (pendidikan menengah dan pendidikan khusus), dan
pemeriksa lainnya apabila diperlukan.
2) Rekapitulasi Realisasi Penggunaan BOS
Laporan ini merupakan rekapitulasi penggunaan BOS berdasarkan standar
pengembangan sekolah dan komponen pembiayaan BOS.
Belanja/penggunaan dana yang dilaporkan merupakan seluruh
belanja/penggunaan dana yang bersumber dari BOS yang diterima sekolah
pada tahun berkenaan. Sisa BOS tahun sebelumnya tidak dilaporkan pada
laporan BOS tahun ini, akan tetapi tetap tercatat sebagai penerimaan
sekolah dari sumber lain dan tetap tercatat penggunaannya pada
pembukuan anggaran sekolah.
Laporan ini dibuat tiap triwulan dan ditandatangani oleh bendahara, kepala
sekolah, dan Komite Sekolah, disimpan di sekolah, dan diperlihatkan
kepada pengawas sekolah, Tim BOS Kabupaten/Kota (pendidikan dasar)
atau Tim BOS Provinsi (pendidikan menengah dan pendidikan khusus),
dan pemeriksa lainnya apabila diperlukan.
3) Pencatatan Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Masyarakat
Dokumen ini harus disimpan di sekolah dan diperlihatkan kepada
pengawas sekolah, Tim BOS Kabupaten/Kota (pendidikan dasar) atau Tim
BOS Provinsi (pendidikan menengah dan pendidikan khusus), dan
pemeriksa lainnya apabila diperlukan. Dokumen laporan ini terdiri atas:
a) lembar pencatatan pengaduan masyarakat;
b) lembar pencatatan pertanyaan/kritik/saran.
4) Laporan Aset
Sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah, setiap sekolah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah yang
menerima BOS wajib melaporkan seluruh belanja yang telah dilakukan,
termasuk hasil pembelian barang yang menjadi aset pemerintah daerah.
Hasil pembelian barang yang dilaporkan merupakan pembelian barang
yang dilakukan oleh sekolah menggunakan dana yang berasal dari BOS
yang diterima pada tahun berkenaan.
Mekanisme pelaporan belanja dari BOS dan penerimaan barang aset
kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang pengelolaan keuangan daerah dari Kementerian Dalam
Negeri.
5) Laporan ke Dinas Pendidikan
Selain laporan yang disimpan di sekolah sebagai bahan pemeriksaan dan
audit, Tim BOS Sekolah juga harus menyampaikan dokumen laporan
kepada Tim BOS Kabupaten/Kota (pendidikan dasar) atau Tim BOS
Provinsi (pendidikan menengah dan pendidikan khusus). Dokumen laporan
yang harus disampaikan tersebut merupakan kompilasi tahunan dari
laporan rekapitulasi penggunaan BOS tiap triwulan. Kompilasi laporan ini
diserahkan paling lama tanggal 5 Januari tahun berikutnya.
Selain laporan di atas, sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat atau pemerintah daerah juga harus menyampaikan laporan hasil
belanja dari BOS dan penerimaan barang aset pemerintah daerah dengan
tata cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dari
Kementerian Dalam Negeri.
6) Laporan Online ke Laman BOS
Selain laporan berupa dokumen cetak yang disampaikan ke dinas
pendidikan, Tim BOS Sekolah juga harus menyampaikan laporan
penggunaan dana secara online ke laman BOS. Informasi penggunaan
dana yang disampaikan sebagai laporan online merupakan informasi yang
didapat dari laporan rekapitulasi penggunaan BOS tiap triwulan. Laporan ini
harus diunggah ke laman BOS setiap triwulan pada awal triwulan
berikutnya.
Prosedur pelaporan dana BOS sebagai berikut:
1). Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap triwulan, semester
dan tahunan
2). Laporan disusun dengan mengacu pada Buku Kas Umum (BOS K-3),
Buku Pembantu Kas (BOS K-4), Buku Pembantu Bank (BOS K-5), dan
Buku Pembantu Pajak (BOS K-6) beserta dokumen pendukungnya
sebagai bukti.
3). Laporan yang perlu dibuat untuk diserahkan kepada Dinas Pendidikan
Kab/Kota adalah format BOS K-2, BOS K-3, BOS K-4, BOS K-5 dan
BOS K-6
4). Laporan yang perlu dibuat untuk diumumkan kepada masyarakat adalah
laporan penggunaan dana BOS (Format BOS-03)
Penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah harus dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku.
Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua
siswa dan masyarakat dilakukan secara rinci dan transparan sesuai
dengan sumber dana. Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang
berasal dari usaha mandiri sekolah dilakukan secara rinci dan transparan
kepada dewan guru dan staf sekolah.
Pertanggungjawaban anggaran rutin dan pembangunan dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut ini.
a) Selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan bendaharawan
mengirimkan surat pertanggungjawaban (SPJ) kepada walikota/bupati
melalui bagian keuangan sekretariat daerah.
b) Apabila tanggal 10 bulan berikutnya SPJ belum diterima oleh Bagian
Keuangan Sekretariat Daerah, pada tanggal 11 akan dikirimkan Surat
Peringatan I.
c) Apabila sampai dengan tanggal 20 bulan berikutnya SPJ juga belum
dikirimkan pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, akan dibuatkan
Surat Peringatan II.
d) Kelengkapan Lampiran SPJ:
1. surat pengantar
2. lembar buku kas umum (BKU) lembar 2 dan 3
3. daftar penerimaan dan pengeluaran per pasal/komponen
4. daftar penerimaan dan pengeluaran uang untuk
dipertanggungjawabkan (UUDP)
5. laporan keadaan kas rutin/pembangunan (LKKR/LKKP) tabel I dan II
6. register penutupan kas setiap 3 bulan sekali
7. fotokopi surat perintah membayar uang (SPMU) beban tetap dan
beban sementara
8. fotokopi rekening koran dari bank yang ditunjuk
9. daftar perincian penerimaan dan pengeluaran pajak (bend.15)
10.bukti setor PPN/PPh 21, 22, 23 fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP)
11.daftar realisasi penerimaan dan pengeluaran pajak
12.bukti pengeluaran/kuitansi asli dan lembar II beserta dengan bukti
pendukung lainnya, disusun per digit/komponen.
e) Bukti Pengeluaran dengan materei:
1. Transaksi kurang dari Rp250.000,00 tidak menggunakan materei
2. Transaksi Rp250.000,00 sd Rp1.000.000,00 dengan materei
Rp3000,00
3. Transaksi lebih dari Rp1.000.000,00 dikenai materei Rp6.000,00
f) Bukti Pendukung/Lampiran SPJ
Biaya perjalanan dinas dilampiri
(1) Kuitansi/bukti pengeluaran uang
(2) Surat Perintah Tugas (SPT)
(3) Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) lembar I dan II
g) Penunjukan langsung barang dan jasa
(1) Paling banyak Rp10.000.000,00 dilampiri bukti pembelian dengan
pajak yang terhutang, seperti faktur, nota atau bukti pembelian lain.
(2) Pembelian di atas Rp10.000.000,00 sampai dengan
Rp50.000.000,00 dilampiri: kuintansi dan faktur pajak.
(3) Pembelian di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp
200.000.000,00 dilampiri: Surat Penawaran, Surat Penunjukan
Pelaksanaan Pekerjaan, Surat Perintah Kerja (SPK), Berita Acara
Pemeriksaan Barang, kuitansi, faktur/nota, berita acara serah
terima/penyelesaian pekerjaan.
SPK paling sedikit memuat: nomor dan tanggal SPK, nomor dan
tanggal Surat Permintaan Penawaran (SPP), nomor dan tanggal
berita acara negoisasi, sumber dana, waktu pelaksanaan, uraian
pekerjaan yang dilaksanakan, nilai pekerjaan, tatacara
pembayaran, tanda tangan kedua belah pihak dan syarat dan
ketentuan umum yang paling sedikit memuat, itikad baik,
tanggungjawab Penyedia, dan ketentuan penerimaan hasil PBJ
Sekolah.
Untuk memahami lebih lanjut silahkan Saudara membaca PP
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dan perubahannya: (1) PP Nomor 35 tahun 2011, (ii)
PP Nomor 70 tahun 2012, (iii) PP Nomor 172 tahun 2014 dan (iv)
PP Nomor 4 Tahun 2015 dan Peraturan Presiden (Perpres) RI
Nomor 16 Thun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sedangkan untuk Pengadaan Barang Jasa (PBJ) di sekolah diatur
dalam Lampiran II Permendikbud No 3 Tahun 2019 tentang
Petunjuk Teknis BOS Reguler tentang Mekanisme Pengadaan
Barang/Jasa di Sekolah.

6. PENGELOLAAN KURIKULUM DAN BAHAN PEMBELAJARAN


a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1). Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19)
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Permendikbud No. 61 tahun 2014 pada pasal 2 disebutkan bahwa: (1)
KTSP dikembangkan, ditetapkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan
pendidikan. (2) Pengembangan KTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada SNP dan Kurikulum 2013.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. Pengembangan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi kurikulum. KTSP
dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah,
dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan dan kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya.
2). Komponen KTSP
Permendikbud No. 61 tahun 2014 menyebutkan bahwa komponen KTSP
meliputi 3 dokumen yaitu sebagai berikut:
a. Dokumen 1 yang disebut dengan Buku I KTSP berisi sekurang-kurangnya
visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan kalender
pendidikan;
b. Dokumen 2 yang disebut dengan Buku II KTSP berisi silabus;
c. Dokumen 3 yang disebut dengan Buku III KTSP berisi rencana
pelaksanaan pembelajaran yang disusun sesuai potensi, minat, bakat,
dan kemampuan peserta didik di lingkungan belajar.
Penyusunan Buku I KTSP menjadi tanggung jawab kepala sekolah, sedangkan
penyusunan Buku III KTSP menjadi tanggung jawab masing-masing tenaga
pendidik. Adapun Buku II KTSP sudah disusun oleh Pemerintah dan dapat
diperbaiki sesuai kebutuhan sekolah dengan tidak mengurangi kompetensi
dasar yang terdapat pada silabus.
Penyusunan dokumen kurikulum tersebut berdasarkan Undang-undang Nomor
20 tahun 2003 pasal 36 ayat 2 menyebutkan kurikulum dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan
peserta didik. Sedangkan pada pasal 38 ayat 2 disebutkan bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya
oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah dibawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan kabupaten kota untuk jenjang
pendidikan dasar dan dinas pendidikan provinsi untuk jenjang pendidikan
menengah.
DOKUMEN 1
(1) Visi, Misi, dan Tujuan.
Dalam menyusun Visi Satuan Pendidikan diawali dengan merumuskan
dan menetapkan visi serta mengembangkannya.
a. Visi Satuan Pendidikan:
1. dijadikan sebagai cita-cita bersama warga satuan pendidikan dan
segenap
pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;
2. mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga
satuan
pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
3. dirumuskan dengan berdasarkan masukan dari berbagai warga
satuan
pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan
visi
institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
4. diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh
kepala
sekolah dengan memperhatikan masukan komite sekolah;
5. disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak
yang
berkepentingan;
6. ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai
dengan
perkembangan dan tantangan di masyarakat.
b. Misi Satuan Pendidikan
Berdasarkan Visi Satuan Pendidikan dilanjutkan dengan merumuskan
dan menetapkan misi serta mengembangkannya sebagai berikut:
1. memberikan arah dalam mewujudkan visi satuan pendidikan
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
2. merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
3. menjadi dasar program pokok satuan pendidikan;
4. menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan
yang
diharapkan oleh satuan pendidikan;
5. memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan
program
satuan pendidikan;
6. memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan
satuan-satuan unit satuan pendidikan yang terlibat;
7. dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak
yang
berkepentingan termasuk komite sekolah dan diputuskan oleh rapat
dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah;
8. melakukan sosialisasi kepada warga satuan pendidikan dan segenap
pihak
yang berkepentingan;
9. ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai
dengan
perkembangan dan tantangan di masyarakat.
c. Tujuan Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan tujuan serta
mengembangkannya. Tujuan Satuan Pendidikan harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam
jangka
menengah (empat tahunan);
2. mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta
relevan
dengan kebutuhan masyarakat;
3. mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan
oleh
satuan pendidikan dan Pemerintah;
4. mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang
berkepentingan
termasuk komite sekolah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang
dipimpin oleh kepala sekolah;
5. disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap
pihak yang berkepentingan.
(2) Muatan Kurikuler
Muatan KTSP terdiri atas muatan nasional dan muatan lokal. Pada
pendidikan Sekolah Menengah kejuruan (SMK) berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 130 tahun
2017 tentang struktur kurikulum pendidikan menengah kejuruan terdiri
dari muatan nasional, muatan kewilayahan dan muatan Peminatan
kejuruan. Muatan kewilayahan setara dengan muatan lokal pada
pendidikan dasar dan mengah lainnya. Muatan KTSP ini diwujudkan
dalam bentuk struktur kurikulum satuan pendidikan dan
penjelasannya.
a. Muatan nasional
Muatan kurikulum pada tingkat nasional terdiri atas kelompok mata
pelajaran
A, kelompok mata pelajaran B, dan khusus untuk SMA/SMK
ditambah dengan kelompok mata pelajaran C (peminatan kejuruan),
termasuk bimbingan konseling dan ekstrakurikuler wajib pendidikan
kepramukaan.
b. Muatan lokal atau kewilayahan
Muatanlokal atau kewilayahan yang dikembangkan oleh pemerintah
daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
dan/atau satuan pendidikan dapat berbentuk sejumlah bahan kajian
terhadap keunggulan dan kearifan daerah tempat tinggalnya yang
menjadi:
(1) bagian mata pelajaran kelompok B; dan/atau
(2) mata pelajaran yang berdiri sendiri pada kelompok B sebagai
mata
pelajaran muatan kewilayahan atau lokal dalam hal pengintegrasian
tidak dapat dilakukan.
Bimbingan konseling dapat diselenggarakan melalui tatap muka di
kelas
sebagai muatan kurikulum yang ditetapkan pada tingkat satuan
pendidikan.
(3) Pengaturan Beban Belajar dan Beban Kerja sebagai Pendidik
a. Beban belajar diatur dalam Sistem Paket atau Sistem Kredit Semester.
1) Sistem Paket
Beban belajar dengan sistem paket sebagaimana diatur dalam
struktur kurikulum setiap satuan pendidikan merupakan pengaturan
alokasi
waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester gasal
dan
genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada sistem paket
terdiri
atas pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan
mandiri. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan
mandiri,
maksimal 40% untuk SD, maksimal 50% untuk SMP, dan maksimal
60% untuk SMA/SMK dari waktu kegiatan tatap muka mata
pelajaran yang bersangkutan.
2) Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS) dapat diselenggarakan pada
SMP, SMA, dan SMK yang terakreditasi A dari Badan Akreditasi
Nasional Sekolah. Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS
dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS). Beban belajar
kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri
pada satuan pendidikan yang menggunakan SKS mengikuti
aturan sebagai berikut:
(a) Pada SMP 1 (satu) SKS terdiri atas: 40 menit kegiatan tatap muka,
40 menit kegiatan terstruktur, dan 40 menit kegiatan mandiri.
(b) Pada SMA/SMK 1 (satu) SKS terdiri atas: 45 menit kegiatan tatap
muka, 45 menit kegiatan terstruktur, dan 45 menit kegiatan
mandiri.
b. Beban Belajar Tambahan
Satuan pendidikan boleh menambah beban belajar berdasarkan
pertimbangan kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan
akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang dianggap penting oleh
satuan pendidikan dan/atau daerah, atas beban pemerintah daerah atau
satuan pendidikan yang menetapkannya.
(4). Kalender Pendidikan
Kalender pendidikan merupakan pengaturan waktu untuk
menyelengarakan kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun
ajaran yang mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif
belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
a). Permulaan Tahun Ajaran
Permulaan tahun ajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran
pada awal tahun ajaran pada setiap satuan pendidikan.
b). Pengaturan Waktu Belajar Efektif
1. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran
untuk
setiap tahun ajaran pada setiap satuan pendidikan,
2. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap
minggu
yang meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata
pelajaran
termasuk muatan kewilayahan/lokal, ditambah jumlah jam untuk
kegiatan lain yang dianggap penting oleh satuan pendidikan, yang
pengaturannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi daerah.
c) Pengaturan Waktu Libur
Untuk menetapkan waktu libur dilakukan dengan mengacu pada
ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun
daerah. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar
semester, libur akhir tahun ajaran, hari libur keagamaan, hari libur
umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
3). Acuan Konseptual
Dalam mengembangkan KTSP harus mengacu kepada:
a. Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia;
b. Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama;
c. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan;
d. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Bakat, dan Minat sesuai dengan Tingkat

Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik;


e. Kesetaraan Warga Negara Memperoleh Pendidikan Bermutu;
f. Kebutuhan Kompetensi Masa Depan;
b. Tuntutan Dunia Kerja;
c. Perkembangan Ipteks;
d. Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah serta Lingkungan;
e. Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional;
f. Dinamika Perkembangan Global;
g. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat;dan
h. Karakteristik Satuan Pendidikan.
4). Prinsip Pengembangan
Prinsip pengembangan KTSP:
Dalam mengembangkan KTSP, satuan pendidikan perlu berpedoman kepada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya pada masa kini dan yang akan datang.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
tuntutan lingkungan pada masa kini dan yang akan datang. Memiliki posisi
sentral berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta
didik.
2) Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan pada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan kemampuan
peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan in
formal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya
3) Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan) bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar jenjang
pendidikan.
5). Prosedur Operasional.
Dalam pengembangan KTSP harus melalui prosedur operasional sekurang-
kurangnya meliputi:
(1) Analisis mencakup:
a) analisis ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Kurikulum;
b) analisis kebutuhan peserta didik, satuan pendidikan, dan lingkungan;
dan
c) analisis ketersediaan sumber daya pendidikan.
(2) Penyusunan mencakup:
a) perumusan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan;
b) pengorganisasian muatan kurikuler satuan pendidikan;
c) pengaturan beban belajar peserta didik dan beban kerja pendidik
tingkat kelas;
d) penyusunan kalender pendidikan satuan pendidikan;
e) penyusunan silabus muatan atau mata pelajaran muatan lokal; dan
f) penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran setiap muatan
pembelajaran.
(3) Penetapan dilakukan kepala sekolah berdasarkan hasil rapat dewan
pendidik satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah.
(4) Pengesahan dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.

6). Mekanisme
(1) Pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan
satuan pendidikan. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja satuan
pendidikan dan/atau kelompok satuan pendidikan yang diselenggarakan
sebelum tahun ajaran baru. Tahap kegiatan pengembangan KTSP secara
garis besar meliputi:
(a) penyusunan draf berdasarkan analisis konteks;
(b) reviu, revisi, dan finalisasi; serta
(c) pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Langkah yang lebih rinci
dari
masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim
pengembang
kurikulum satuan pendidikan. Dinas pendidikan provinsi dan
Kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban
melakukan koordinasi dan supervisi.
(2) Pelaksanaan KTSP merupakan tanggung jawab bersama seluruh unsur
satuan pendidikan yakni kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan.
(3) Daya dukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP meliputi:
a) Kebijakan satuan pendidikan yang menjadi dasar pengembangan
dan pelaksanaan KTSP merupakan kewenangan dan tanggung jawab
penuh dari satuan pendidikan. Oleh karena itu untuk dapat
mengembangkan dan melaksanakan KTSP diperlukan kebijakan
satuan pendidikan yang ditetapkan dalam rapat satuan
pendidikan dengan melibatkan komite sekolah baik langsung
maupun tidak langsung.
b) Ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan perlu
menjadi pertimbangan dalam pengembangan dan pelaksanaan
KTSP yang merupakan proses perwujudan kurikulum yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, tenaga pendidik merupakan unsur
yang mutlak diperlukan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.
Selain itu, tenaga kependidikan pada masing-masing satuan
pendidikan sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan KTSP.
c) Ketersediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan
mendukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP. Yang termasuk
sarana satuan pendidikan adalah segala kebutuhan fisik, sosial, dan
kultural yang diperlukan untuk mewujudkan proses pendidikan pada
satuan pendidikan. Selain itu, unsur prasarana seperti lahan,
gedung/bangunan, prasarana olahraga dan prasarana kesenian, serta
prasarana lainnya sangat diperlukan sebagai unsur penunjang yang
memberikan kemudahan pelaksanaan KTSP.

7). Pihak yang Terlibat


Dalam pengembangan KTSP melibatkan pihak - pihak terkait antara lain :
(1)Tim pengembang kurikulum satuan pendidikan terdiri atas:
a) tenaga pendidik,
b) konselor (kecuali SD/SDLB), dan
c) kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota.
Dalam kegiatan pengembangan KTSP, tim pengembang kurikulum satuan
pendidikan dapat mengikutsertakan komite sekolah, nara sumber, dan
pihak lain yang terkait. Tim pengembang KTSP bekerja dengan
semangat kebersamaan melahirkan kreativitas dengan memegang
prinsip sesuai dengan kebutuhan dan keadaan sekolah.
(2) Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya melakukan koordinasi dan supervisi.

DOKUMEN 2 : Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran suatu mata pelajaran yang merupakan
penjabaran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator
pencapaian kompetensi, materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan penilaian.
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran
Fungsi dan manfaat silabus adalah sebagai berikut.
1. Merupakan pedoman atau acuan dalam penyusunan RPP yang secara
komprehensif, mengandung rancangan seluruh aspek pembelajaran
terkait dengan tujuan langsung pembelajaran (direct teaching) maupun
tujuan tidak langsung pembelajaran (indirect teaching);
2. Menjadi acuan pengelolaan media dan sumber belajar, terutama dalam
pengembangan sarana dan prasarana yang dapat mengembangkan
budaya literasi secara menyeluruh;
3. Menjadi acuan pengembangan sistem penilaian;
4. Merupakan gambaran umum program dan target yang akan dicapai
mata pelajaran;
5. Merupakan dokumentasi tertulis dalam rangka akuntabilitas program
pembelajaran.

Komponen-Komponen Silabus Kurikulum 2013:


1. Identitas silabus
Setiap silabus mata pelajaran harus memuat identitas tersendiri, minimal
meliputi: nama satuan pendidikan (sekolah), nama mata pelajaran,
kelas/semester;
2. Kompetensi Inti
Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran;
3. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar adalah kemampuan yang menjadi syarat untuk
menguasai KI, diperoleh melalui proses pembelajaran. KD merupakan
tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran serta
perkembangan belajar yang mengacu pada KI dan dikembangkan
berdasarkan taksonomi hasil belajar.
a. KD dari KI-3 merupakan dasar untuk mengembangkan materi
pembelajaran pengetahuan.
b. KD dari KI-4 merupakan dasar untuk mengembangkan keterampilan dan
pengalaman belajar yang perlu dilakukan peserta didik.
c. Khusus untuk Mapel PA-BP dan PPKN ditambah KD dari KI-1 (Sikap
Spiritual) dan KD dari KI-2 (Sikap Sosial).

4. Materi Pokok
Materi Pokok pembelajaran dikembangkan dari IPK sesuai dengan
tuntutan KD dari KI-3 (Pengetahuan) dan KD dari KI-4 (Keterampilan).
Pengembangan materi pembelajaran mempertimbangkan hal-hal berikut.
a. Potensi peserta didik;
b. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik;
c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual
peserta didik;
d. Kebermanfaatan bagi peserta didik, baik untuk mendukung
pengembangan hard skills maupun soft skills;
e. Struktur keilmuan;
f. Penguatan nilai-nilai utama pendidikan karakter yaitu religius,
nasionalis, kemandirian, gotong royong, dan integritas;
g. Keterampilan Abad 21 khususnya 4C (Creative, Critical Thinking,
Communicative, dan Collaborative), literasi digital, life skills; dan
h. Alokasi waktu.
5. Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik, antara peserta
didik dan pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada
suatu lingkungan belajar yang berlangsung secara edukatif, agar peserta
didik dapat membangun sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka menghasilkan
SDM yang kompeten dan berkarakter.
Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
membentuk kemampuan mengidentifikasi dan merumuskan masalah,
mengumpulkan data, mengolah dan menyimpulkan data serta
mengomunikasikan.
Untuk membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta mengembangkan
rasa keingintahuan dan kemampuan produktif peserta didik, dikembangkan
model-model pembelajaran sebagai berikut.
a. Pembelajaran melalui penemuan (discovery learning),
b. Pembelajaran melalui penyingkapan (inquiry learning),
c. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning),
d. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning),
e. Pembelajaran berbasis produksi (production-based training), dan
Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi
pembelajaran. Ooleh karena itu, untuk menetapkan model yang paling
cocok harus dilakukan analisis terhadap rumusan pernyataan setiap KD
sehingga dapat dismpulkan model pembelajaran apa yang cocok dengan
KD tersebut apakah sesuai dengan model pembelajaran
penemuan/penyingkapan (Discovery dan Inquiry Learning) atau pada
pembelajaran hasil karya (Problem/Project/ Production-based Learning dan
Teaching Factory).
6. Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.
7. Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap pasang KD didasarkan atas jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu sesuai yang
tersedia di Struktur Kurikulum dengan mempertimbangkan jumlah KD serta
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan masing-
masing KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan
perkiraan waktu rerata untuk menguasai pasangan KD ( pengetahuan dan
keterampilan) yang dibutuhkan peserta didik yang memiliki kemampuan
beragam
8. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.

DOKUMEN 3: RPP
1. Pendekatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup
umat manusia. Pengembangan kegiatan pembelajaran perlu menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) berpusat pada peserta didik;
2) mengembangkan kreativitas peserta didik;
3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang;
4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika; dan
5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai
strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif,
efisien, dan bermakna.
(1) Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
Proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach).
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau
prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik simpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
ditemukan.
Pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) berpusat pada siswa;
2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum
atau prinsip;
3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa;
dan
4) dapat mengembangkan karakter siswa.
Tujuan pendekatan saintifik adalah untuk:
1) meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa;
2) mampu menyelesaikan suatu masalah secara sistematik;
3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan;
4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi;
5) untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah; dan
6) untuk mengembangkan karakter siswa.
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1) pembelajaran berpusat pada siswa;
2) pembelajaran membentuk students self concept;
3) pembelajaran terhindar dari verbalisme;
4) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip;
5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa;
6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru;
7) pemberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi; dan
8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi
siswa dalam struktur kognitifnya.
Langkah-langkah umum pendekatan saintifik mengacu kepada langkah-
langkah pendekatan ilmiah yang meliputi kegiatan menggali informasi melalui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau
situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat
diaplikasikan secara prosedural. Pendekatan saintifik dikembangkan dalam
berbagai strategi pembelajaran.

b. Model Pembelajaran
Beberapa model pembelajaran yang dianjurkan dalam mengimplementasikan
pembelajaran dikelas dan harus mengintegrasikan nilai-nilai karakter, Kecakapan
Berfikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS), dan kecakapan
abad 21 antara lain adalah: Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning),
Model Inquiry Learning Terbimbing dan Sains, Model Pembelajaran Problem-
Based Learning (PBL), Model pembelajaran Project-Based Learning (PjBL),
Model Pembelajaran Production-Based Training/ Production - Based Education
and Training (PBT/PBET), dan Model Pembelajaran Teaching Factory.
1. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning))
Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa hukum,
konsep dan prinsip, melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan
dan inferi (pengambilan keputusan/kesimpulan). Proses itu disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating
concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Tujuan pembelajaran model Discovery Learning
 Meningkatkan kesempatan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran;
 Peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak;
 Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan;
 Membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi, serta mendengarkan dan menggunakan ide-ide orang lain;
 Meningkatkan keterampilan konsep dan prinsip peserta didik yang lebih
bermakna;
 Dapat mentransfer keterampilan yang dibentuk dalam situasi belajar penemuan
ke dalam aktivitas situasi belajar yang baru.
Sintak model Discovery Learning
 Pemberian rangsangan (Stimulation);
 Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem statement);
 Pengumpulan data (Data collection);
 Pembuktian (Verification), dan
 Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
a) Model Inquiry Learning Terbimbing dan Sains
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses
penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting waktu yang singkat
(Joice & Wells, 2003).
Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri temuannya dari sesuatu yang dipertanyakan. Sedangkan
Inkuiri Sains esensinya adalah melibatkan peserta didik pada kasus yang nyata di
dalam penyelidikan, melalui cara mengkonfrontasi dengan area yang diselidiki,
dimana mereka mengidentifikasi konsep atau metodologi investigasi serta
mendorong cara-cara mengatasi masalah.
Tujuan Pembelajaran Inquiry untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara
sistimatis, logis, dan kritis sebagai bagian dari proses mental.
Sintaks/tahap model inkuiri terbimbing meliputi:
 Orientasi masalah;
 Pengumpulan data dan verifikasi;
 Pengumpulan data melalui eksperimen;
 Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
 Analisis proses inkuiri.
Sintaks/tahap model inkuiri Sains (Biology)
 Menentukan area investigasi termasuk metodologi yang akan digunakan;
 Menstrukturkan problem/masalah;
 Mengidentifikasi problem-problem yang kemungkinan terjadi dalam proses
Investigasi;
 Menyelesaikan kesulitan/masalah dengan melakukan desain ulang,
mengumpulkan dan mengorganisir data dengan cara lain dan sebagainya.
b) Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)
Merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari
peserta didik secara individu maupun kelompok, serta lingkungan nyata (autentik)
untuk mengatasi permasalahan sehingga menjadi bermakna, relevan, dan
kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Problem Based Learning untuk pemecahan
masalah yang kompleks, problem-problem nyata dengan menggunakan
pendekataan studi kasus. Peserta didik melakukan penelitian dan menetapan
solusi untuk pemecahan masalah (Bernie Trilling & Charles Fadel, 2009: 111).
Tujuan Pembelajaran PBL untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan
konsep-konsep pada permasalahan baru/ nyata, pengintegrasian konsep High
Order Thinking Skills (HOTS) yakni pengembangan kemampuan berfikir kritis,
kemampuan pemecahan masalah, dan secara aktif mengembangkan keinginan
dalam belajar dengan mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman
and Schmidt). Pengembangan kemandirian belajar dapat terbentuk ketika peserta
didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber-sumber
belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah.
Sintaks model Problem Based Learning dari Bransford and Stein (dalam Jamie
Kirkley, 2003:3) terdiri atas:
 Mengidentifikasi masalah;
 Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi
informasi-informasi yang relevan;
 Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif, tukar-
pikiran dan mengecek perbedaan pandang;
 Melakukan tindakan strategis, dan
 Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan.
Sintaks model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H.
Jonassen, 2011:93) terdiri atas:
 Merumuskan uraian masalah;
 Mengembangkan kemungkinan penyebab;
 Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
 Mengevaluasi.
c) Model pembelajaran Project-Based Learning (PjBL)
Model pembelajaran PjBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek
nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan
menantang, tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan
kompetensi yang dilakukan secara kerja sama dalam upaya memecahkan
masalah (Barel, 2000 and Baron, 2011).
Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan motivasi belajar, team work,
keterampilan kolaborasi dalam pencapaian kemampuan akademik level
tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan pada abad 21 (Cole &
Wasburn Moses, 2010).
Sintaks/tahapan model pembelajaran Project Based Learning, meliputi:
 Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the essential question);
 Mendesain perencanaan proyek;
 Menyusun jadwal (Create a schedule);
 Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the students and the
progress of the project);
 Menguji hasil (Assess the outcome), dan
 Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).
d) Model Pembelajaran Production-Based Training/Production-Based Education and
Training (PBT/PBET)
Model ini merupakan proses pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses
produksi, dimana peserta didik diberikan pengalaman belajar pada situasi yang
kontekstual mengikuti aliran kerja industri mulai dari perencanaan berdasarkan
pesanan, pelaksanaan, dan evaluasi produk/kendali mutu produk, hingga langkah
pelayanan pasca produksi.
Tujuan penggunaan model pembelajaran PBT/PBET adalah untuk menyiapkan
peserta didik agar memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi
teknis, serta memiliki kemampuan kerja sama (berkolaborasi) sesuai dengan
tuntutan organisasi kerja.
Sintaks/tahapan model pembelajaran Production Based Trainning meliputi:
 Merencanakan produk;
 Melaksanakan proses produksi;
 Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
 Mengembangkan rencana pemasaran.
(Diadaptasi dari Ganefri, 2013; G. Y. Jenkins, Hospitality, 2005).
e) Model Pembelajaran Teaching Factory
Teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang
mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan
dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Pelaksanaan teaching factory
menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai
kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan teaching factory (TEFA) juga harus
melibatkan Pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholder dalam pembuatan
regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.
Sintaksis Teaching Factory
Pembelajaran teaching factory dapat menggunakan sintaksis PBET/PBT atau
dapat juga menggunakan sintaksis yang diterapkan di Cal Poly-San Luis Obispo
USA (Sema E. Alptekin, 2001) dengan langkah-langkah:
 Merancang produk;
 Membuat prototipe;
 Memvalidasi dan memverifikasi prototipe;
 Membuat produk masal.
Berdasarkan hasil penelitian, Dadang Hidayat (2011) mengembangkan langkah-
langkah pembelajaran Teaching Factory sebagai berikut:
 Menerima order;
 Menganalisis order;
 Menyatakan kesiapan mengerjakan order;
 Mengerjakan order;
 Mengevaluasi produk;
 Menyerahkan order.

c. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)


Penilaian Autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna
secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan,
dan pengetahuan. Istilah assessment merupakan sinonim dari penilaian,
pengukuran, pengujian, atau evaluasi, dan authentic merupakan sinonim dari asli,
nyata, valid, atau reliabel.
a) Penilaian Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013
1) Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dan
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam
rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
2) Guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
b). Penilaian Autentik dan Pembelajaran Autentik
1) Penilaian autentik mengharuskan pembelajaran autentik yang mencerminkan
tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar
sekolah.
2) Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran
langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka
panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas
tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang
kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon
peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
3) Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi
dengan pendekatan saintifik, memahami aneka fenomena atau gejala dan
hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang
dipelajari dengan dunia nyata yang ada di luar sekolah.
4) Penilaian autentik mendorong peserta didik mengonstruksi, mengorganisasikan,
menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi
informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria
tertentu:
1) Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta
desain pembelajaran.
2) Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara
mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi
peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
3) Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4) Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat
diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
c) Prinsip Penilaian
Pinsip penilaian hasil belajar adalah sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka,
menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, akuntabel
dan handal. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta
didik.
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
10) Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan
pendidikan peserta didik.
d. Jenis-jenis Penilaian Autentik
Penilaian autentik adalah suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan
informasi tentang hasil belajar peserta didik, dengan menerapkan prinsip-prinsip
penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten
sebagai akuntabilitas publik. Selain melakukan penilaian autentik berdasarkan
regulasi saat ini guru harus juga menerapkan Penilaian berbasis Higher Other
Thingking Skills (HOTS). Penilaian berbasis Higher Other Thingking Skills (HOTS)
adalah penilaian yang bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, logis,
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir
tingkat tinggi.
Penilaian ranah pengetahuan dilakukan melalui berbagai teknik, antara lain tes tulis
(pilihan ganda beralasan, isian), tes lisan, penugasan, dan portofolio. Pemilihan
teknik penilaian disesuaikan dengan karakteristik KD yang akan dinilai. Penilaian
keterampilan meliputi keterampilan abstrak dan keterampilan konkret. Keterampilan
abstrak cenderung pada keterampilan seperti mengamati, menanya, mengolah,
menalar, dan mengomunikasikan yang lebih dominan pada kemampuan mental
(berpikir). Sedangkan untuk keterampilan kongkret cenderung pada kemampuan
fisik seperti menggunakan alat, mencoba, membuat, memodifikasi, dan mencipta
dengan bantuan alat. Teknik penilaian keterampilan dilakukan melalui kinerja,
produk, proyek dan portofolio.
1) Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik, khususnya
dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai.Guru dapat melakukannya
dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang
akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Cara
merekam hasil penilaian berbasis kinerja:
(a) Daftar cek (checklist).
(b) Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
(c) Skala penilaian (rating scale).
(d) Memori atau ingatan (memory approach).
2) Penilaian Proyek (project assessment)
Merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh
peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud
berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam penilaian proyek adalah sebagai
berikut:
(a) Keterampilan dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,
dan menulis laporan.
(b) Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh peserta didik.
(c) Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh
peserta didik.
3) Penilaian Portofolio
Merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan
dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan
beberapa dimensi. Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah seperti berikut ini:
(a) Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
(b) Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang
akan dibuat.
(c) Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah
bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
(d) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat
yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
(e) Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
(f) Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama
dokumen portofolio yang dihasilkan.
(g) Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian
portofolio.
4) Penilaian tertulis.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes
tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga
mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta
didik.

7. PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA

a. Sarana dan Prasarana Sekolah

1). Definisi Sarana dan Prasarana


Permendiknas No. 24 Tahun 2007 menyebutkan sarana adalah perlengkapan
pembelajaran yang dapat dipindah-pindah sedangkan prasarana adalah
fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah. Nurochim (2016:181)
menyatakan bahwa sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,
bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan
di sekolah sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat
kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan
proses pendidikan di sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana pendidikan
adalah segala perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang dapat dipindah-
pindah yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah,
misalnya; buku, perabot, peralatan laboratorium dan sebagainya. Sedangkan
prasarana adalah fasilitas dasar yang secara tidak langsung menunjang untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah, misalnya: lokasi/tempat, bangunan
sekolah,lapangan olahraga, ruang kelas dan sebagainya.
2). Macam-macam Sarana dan Prasarana Sekolah
Sarana sekolah terdiri dari tiga kelompok besar yaitu :
a. Perabot sekolah.
b. Alat pelajaran yang terdiri dari buku, alat-alat peraga dan perlengkapan
laboratorium.
c. Media pendidikan yang dapat di kelompokkan menjadi audio visual yang
menggunakan alat penampil dan media yang tidak menggunaakan alat
penampil.
Adapun macam-macam prasarana yang diperlukan di sekolah demi
kelancaran dan keberhasilan kegiatan proses pendidikan sekolah adalah:
a. Ruang kelas: tempat siswa dan guru melaksanakan proses kegiatan
belajar mengajar.
b. Ruang perpustakaan: ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi
dari berbagai jenis bahan pustaka.
c. Ruang laboratorium (tempat praktik): tempat siswa mengembangkan
pengetahuan sikap dan keterampilan serta tempat meneliti dengan
menggunakan media yang ada untuk memecahkan suatu masalah atau
konsep pengetahuan.
d. Ruang keterampilan: tempat siswa melaksanakan latihan mengenai
keterampilan tertentu.
e. Ruang kesenian: adalah tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan seni.
f. Fasilitas olah raga: tempat berlangsungnya latihan-latihan olah raga.
3). Komponen-komponen Sarana dan Prasarana Sekolah
a. Lahan
Lahan yang di perlukan untuk mendirikan sekolah harus di sertai dengan
saudara bukti kepemilikan yang sah dan lengkap (sertifikat), adapun jenis
lahan tersebut harus memenuhi beberapa kriteria antara lain: lahan
terbangun adalah lahan yang diatasnya berisi bangunan dan lahan terbuka
adalah lahan yang belum ada bangunan diatasnya.
1) Lahan kegiatan praktik adalah lahan yang di gunakan untuk
pelaksanaan kegiatan praktek
2) Lahan pengembangan adalah lahan yang di butuhkan untuk
pengembangan bangunan dan kegiatan praktek.Lokasi sekolah harus
berada di wilayah pemukiman yang sesuai dengan cakupan wilayah
sehingga mudah di jangkau dan aman dari gangguan bencana alam
dan lingkungan yang kurang baik.
b. Ruang
Secara umum jenis ruang di tinjau dari fungsinya dapat dikelompokkan
dalam:

1) Ruang pendidikan
Ruang pendidikan berfungsi untuk menampung proses kegiatan belajar
mengajar teori dan praktik antara lain:
a) Ruang teori sejumlah rombel
b) Ruang perpustakaaan
c) Ruang laboratorium
d) Ruang kesenian
e) Ruang olah raga
f) Ruang keterampilan
2) Ruang administrasi
Ruang Administrasi berfungsi untuk melaksanakan berbagai kegiatan
kantor, yang terdiri atas:
a) Ruang kepala sekolah
b) Ruang tata usaha
c) Ruang guru
d) Gudang
3) Ruang Penunjang
Ruang penunjang berfungsi untuk menunjang kegiatan yang
mendukung proses kegiatan belajar mengajar antara lain:
a) Ruang Ibadah
b) Ruang serbaguna
c) Ruang koperasi sekolah
d) Ruang UKS
e) Ruang OSIS
f) Ruang BP
g) WC/jamban dan kamar mandi
c. Perabot
Secara umum perabot sekolah mendukung tiga fungsi yaitu : fungsi
pendidikan, fungsi administrasi, fungsi penunjang. Jenis perabot sekolah
dikelompokkan menjadi tiga macam:
1) Perabot pendidikan
Perabot pendidikan adalah semua jenis mebel yang di gunakan untuk
proses kegiatan belajar mengajar. Adapun Jenis, bentuk dan ukurannya
mengacu pada kegiatan itu sendiri.
2) Perabot administrasi
Perabot administrasi adalah perabot yang digunakan untuk mendukung
kegiatan kantor. Jenis perabot ini banyak sekali ragam dan jenisnya.
3) Perabot penunjang
Perabot penunjang adalah perabot yang di gunakan atau di butuhkan
dalam ruang penunjang, seperti perabot perpustakaan, perabot UKS,
perabot OSIS dan sebagainya
d. Alat dan media pendidikan
Setiap mata pelajaran sekurang-kurangnya memiliki satu jenis alat peraga
praktek yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan
pembelajaran,sehingga dengan demikian proses pembelajaran tersebut
akan berjalan dengan optimal.
e. Buku atau bahan pembelajaran
Buku atau Bahan pembelajaran adalah sekumpulan bahan pelajaran yang
di gunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar.
1) Buku pegangan
Buku pegangan di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai acuan
dalam pembelajaran yang bersifat Normatif, adaptif dan produktif.
2) Buku pelengkap
Buku ini di gunakan oleh guru untuk memperluas dan memperdalam
penguasaan materi.
3) Buku sumber
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik untuk
memperoleh kejelasan informasi mengenai suatu bidang ilmu /
keterampilan.
4) Buku bacaan
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai bahan
bacaan tambahan (non fiksi) untuk memperluas pengetahuan dan
wawasan serta sebagai bahan bacaan (fiksi ) yang bersifat relatif.

b. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah


Pengelolaan sarana dan prasarana sekolah meliputi hal-hal sebagai berikut: 1)
pengadaan sarana dan prasarana, 2) inventarisasi sarana dan prasarana, 3)
pemanfaatan sarana dan prasarana, 4) pemeliharaan sarana dan prasarana, 5)
penghapusan sarana dan prasarana, 6) pelaporan sarana dan prasarana.
1). Perencanaan Sarana dan Prasarana Sekolah
Perencanaan sarana dan prasarana dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
proses perkiraan secara matang rancangan pengadaan, inventarisasi dan
pelaporan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan penghapusan yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya perencanaan sarana dan
prasarana sekolah, yaitu: (1) Dapat membantu dalam menentukan tujuan, (2)
Meletakkan dasar-dasar dan menentukan langkah-langkah yang akan
dilakukan, (3) Menghilangkan ketidakpastian, dan (4) Dapat dijadikan sebagai
suatu pedoman atau dasar untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan
bahkan juga penilaian agar nantinya kegiatan dapat berjalan secara efektif
dan efisien.
Perencanaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan saat sekolah
menyusun RKJM dan RKAS sehingga langkah-langkah perencanaan sarana
prasarana sesuai dengan langkah-langkah penyusunan program/kegiatan
pada RKJM maupun RKAS. Prosedur yang dilakukan dalam melakukan
perencanaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Identifikasi dan analisis kebutuhan sarana dan prasarana berdasarkan
rapor mutu sekolah,
2. Menyusun rekomendasi program/kegiatan pengelolaan sarana dan
prasarana
3. Menentukan skala prioritas program/kegiatan pengelolaan sarana dan
prasarana
4. Menyusun program/kegiatan pengelolaan sarana dan prasarana
(pengadaan, inventarisasi, pemanfaatan, pemeliharaan, dan penghapusan
sarana dan prasarana)
5. Menentukan pembiayaan program/kegiatan yang terpilih

2). Pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah


Pengadaan adalah segala kegiatan untuk menyediakan semua keperluan
barang bagi keperluan pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam pengadaan barang sebenarnya tidak terlepas dari perencanaan
pengadaan yang telah dibuat sebelumnya baik mengenai jumlah maupun
jenisnya. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan dengan cara menghadirkan atau dari tidak ada
menjadi ada sarana dan prasarana pendidikan berdasarkan hasil
perencanaan.
Pengadaan sarana dan prasarana merupakan fungsi operasional pertama
dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan. Fungsi ini pada
hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana dan
prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis
dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat, dengan harga dan sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan sarana dan prasarana sekolah seyogyanya dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan yang sudah dicantumkan pada RKJM dan RKAS.
Ada beberapa cara pengadaan sarana dan prasarana, yaitu: 1) pembelian; 2)
pembuatan sendiri; 3) penerimaan hibah atau bantuan; 4) penyewaan; 5)
pinjaman; 6) pendaur ulang; 7) penukaran; dan 8) perbaikan atau rekondisi
Prosedur pengadaan barang dan jasa harus mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 2014. Pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah umumnya melalui prosedur sebagai berikut:
a. Menganalisis kebutuhan dan fungsi sarana dan prasarana.
b. Mengklasifikasikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
c. Membuat proposal pengadaan sarana dan prasarana yang ditujukan
kepada pemerintah bagi sekolah negeri dan pihak yayasan bagi sekolah
swasta
d. Bila disetujui maka akan ditinjau dan dinilai kelayakannya untuk mendapat
persetujuan dari pihak yang dituju.
e. Setelah dikunjungi dan disetujui maka sarana dan prasarana akan dikirim
ke sekolah yang mengajukan permohonan pengadaan sarana dan
prasarana tersebut

3). Inventarisasi dan pelaporan Sarana dan Prasarana Sekolah


Inventarisasi adalah kegiatan melaksanakan pengurusan penyelenggaraan,
pengaturan, dan pencatatan barang-barang, menyusun daftar barang yang
menjadi milik sekolah yang bersangkutan ke dalam suatu daftar inventaris
barang secara teratur dan menurut ketentuan yang berlaku.
Secara umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan
pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh suatu sekolah. Secara khusus, inventarisasi dilakukan
dengan tujuan-tujuan sebagai berikut:
a. Untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh suatu sekolah.
b. Untuk menghemat keuangan sekolah baik dalam pengadaan maupun
untuk pemeliharaan dan penghapusan sarana dan prasarana sekolah.
c. Sebagai bahan atau pedoman untuk menghitung kekayaan suatu sekolah
dalam bentuk materil yang dapat dinilai dengan uang.
d. Untuk memudahkan pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh suatu sekolah.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan inventarisasi adalah:
a. Menyiapkan Lembar Hasil Opnam Barang Inventaris
Tabel 1. Lembar Hasil Opnam Barang Inventaris

Tahu
Tgl
No Kuant Satu n Ke
Pembuk Nama Merek, an Pembu Asal Lengkapan Keadaan Harga Lokasi Ket
Urut u Barang Spesifikasi i
tas atan Barang Dokumen Barang
an

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Keterangan: 1) diisi nomor urut saat dilakukan penghitungan ulang, 2) diisi


tanggal saat melakukan penghitungan ulang, 3) diisi nama barang, 4) diisi
merek, spesifikasi barang, 5) diisi volume/kemampuan barang/kapasitas
barang, 6) diisi satuan barang, 7) diisi tahun pembuatan, 8) diisi asal barang,
9) diisi kelengkapan dokumen barang, 10) diisi keadaan barang, 11) diisi
harga perolehan, 12) diisi lokasi keberadaan barang, 13) diisi keterangan lain
yang diperlukan.
b. Mencatat semua barang inventaris di dalam buku induk inventaris
Tabel 2. Buku Induk Barang Inventaris
Tanggal Merek, Satu Tahun Kelengka Keadaa
No Pembuku Kode Nama spesifik Ʃ pembua Asal pan n Harga Ket
Urut barang barang an barang
an asi tan dokumen barang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Keterangan: 1) diisi nomor urut pembukuan barang, 2) diisi tanggal saat


melakukan pembukuan, 3) diisi kode klasifikasi barang, 4) diisi nama barang,
5) diisi merek, spesifikasi barang, 6) diisi volume atau jumlah barang, 7) diisi
satuan barang, 8) diisi tahun pembuatan, 9) diisi asal perolehan barang, 10)
diisi kelengkapan dokumen barang, 11) diisi kondisi barang saat dibukukan,
12) diisi harga perolehan, 13) diisi keterangan lain yang diperlukan
c. Mencatat semua barang inventaris di dalam buku golongan inventaris.
Tabel 3. Buku Golongan Barang Inventaris

Golongan Barang : ……………………….


Angka Sandi Jenis Barang : …………………….

No
No Kode Nama Merek, Tahun Keadaan
Urut Ʃ Satuan Harga Lokasi Ket
Urut Barang Barang Spesifikasi Pembuatan Barang
BIBI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Keterangan: 1) diisi nomor urut pembukuan barang, 2) diisi nomer urut pada
buku induk barang inventaris, 3) diisi kode barang, 4) diisi nama barang, 5)
diisi merek, spesifikasi barang, 6) diisi volume atau jumlah barang, 7) diisi
satuan barang, 8) diisi tahun pembuatan, 9) diisi keadaan barang waktu
diterima, 10) diisi harga perolehan barang, 11) diisi lokasi keberadaan barang,
12) diisi keterangan lain yang diperlukan
d. Memberi koding pada barang-barang yang diinventarisasikan, sesuai
dengan petunjuk yang terdapat dalam manual administrasi barang.

Pelaporan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilakukan sebagai berikut:


a. Laporan triwulan mutasi barang inventaris
1) Tiap sekolah dan unit pelaksana teknis wajib membuat daftar laporan
triwulan mutasi barang inventaris rangkap 2 (dua), untuk disampaikan 1
(satu) set (asli) kepada Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota setempat dan 1 set untuk arsip sendiri.
Laporan tersebut harus sudah disampaikan paling lambat 7 hari setelah
berakhirnya triwulan tahun anggaran berjalan.
2) Kantor Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi
laporan triwulan yang berasal dari sekolah.
b. Laporan tahunan inventaris
1) Tiap sekolah wajib mengisi Daftar Isian Inventaris dan Rekapitulasi
Barang Inventaris rangkap 2 (dua), untuk disampaikan 1 (satu) set (asli)
kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.
2) Kantor Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota wajib mengisi Daftar
Isian Inventaris dan Dafta Rekapitulasi Laporan Tahunan Inventaris
yang berasal dari sekolah.
4). Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Sekolah
Salah satu bagian penting dalam pengelolaan sarana dan prasarana sekolah
adalah pemanfaatan/penggunaan sarana dan prasarana. Penggunaan sarana
dan prasarana sekolah secara maksimal akan berdampak sangat besar
dalam proses pembelajaran peserta didik.
Penggunaan sarana dan prasarana adalah pemanfaatan segala jenis barang
yang sesuai dengan kebutuhan secara efektif dan efisien. Untuk itu perlu
disusun jadwal penggunaan sarana dan prasarana dan penyusunan
rekapitulasi penggunaan sarana dan prasarana.
Penyusunan jadwal penggunaan sarana dan prasarana bisa berdasarkan
permintaan maupun tidak, penyusunan jadwal penggunaan merupakan usaha
optimalisasi tingkat penggunaan sarana dan prasarana.
Penyusunan rekapitulasi penggunaan sarana dan prasarana dalam proses
pembelajaran sebagai bahan analisis tingkat penggunaan sarana dan
prasarana. Hasil analisis tersebut akan menjadi dasar dalam penentuan
kebijakan penggunaan sarana dan prasarana berikutnya.

5). Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Sekolah


Pemeliharaan merupakan kegiatan terus menerus untuk mengusahakan agar
barang tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk itu maka barang-
barang tersebut perlu dirawat secara baik dan terus menerus untuk
menghindarkan adanya unsur-unsur pengganggu/ perusaknya.
Dengan demikian kegiatan rutin untuk mengusahakan agar barang
tetap dalam keadaan baik dan berfungsi baik disebut pemeliharaan atau
perawatan. Pemeliharaan adalah kegiatan pengurusan dan pengaturan agar
semua barang selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara
berdaya guna dan berhasil guna. Pemeliharaan merupakan kegiatan
penjagaan atau pencegahan dari kerusakan suatu barang sehingga barang
tersebut kondisinya baik dan siap digunakan. Pemeliharaan mencakup
segala daya upaya yang terus menerus untuk mengusahakan agar barang
tersebut dalam keadaan baik.
(1) Tujuan Pemeliharaan :
a. Untuk mengoptimalkan usia pakai peralatan. Hal ini sangat penting
terutama jika dilihat dari aspek biaya, karena untuk membeli suatu peralatan
akan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan merawat bagian dari
peralatan tersebut.
b. Untuk menjamin kesiapan operasional peralatan untuk mendukung
kelancaran pekerjaan sehingga diperoleh hasil yang optimal.
c. Untuk menjamin ketersediaan peralatan yang diperlukan melalui
pengecekkan secara rutin dan teratur.
d. Untuk menjamin keselamatan orang atau siswa yang menggunakan alat
tersebut.
(2) Manfaat Pemeliharaan:
a. Jika peralatan terpelihara baik, umurnya akan awet yang berarti tidak
perlu mengadakan penggantian dalam waktu yang singkat.
b. Pemeliharaan yang baik mengakibatkan jarang terjadi kerusakan yang
berarti biaya perbaikan dapat ditekan seminim mungkin.
c. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka akan lebih terkontrol
sehingga menghindar kehilangan.
d. Dengan adanya pemeliharaan yang baik, maka enak dilihat dan
dipandang.
e. Pemeliharaan yang baik memberikan hasil pekerjaan yang baik.
(3) Macam-macam Pekerjaan Pemeliharaan:
a. Perawatan terus menerus (teratur dan rutin), diantaranya : pembersihan
saluran drainase dari sampah dan kotoran, pembabatan rumput dan semak
yang tidak teratur, pembersihan dan penyiraman kamar mandi/wc untuk
menjaga kesehatan.
b. Perawatan berkala ialah perbaikan atau pengecatan kusen-kusen, pintu,
tembok dan komponen bangunan lainnya yang sudah terlihat kusam,
perbaikan mebeler, pelapisan plesteran pada tembok yang retak atau
terkelupas, , halaman atau selasar yang terkena air hujan/air tergenang.
c. Perawatan darurat dilakukan terhadap kerusakan yang tidak terduga
sebelumnya dan berbahaya/merugikan apabila tidak diantisipasi
secepatnya, perbaikan yang sifatnya sementara dan harus cepat selesai
supaya, dilaksanakan secara swakelola, harus segera dilakukan
perbaikan permanen.
d. Perawatan preventif adalah perawatan yang dilakukan pada selang
waktu tertentu dan pelaksanaannya dilakukan secara rutin dengan
beberapa kriteria yang ditentukan sebelumnya. Pada dasarnya
perawatan preventif merupakan cara perawatan sarana dan prasarana
yang dilakukan sebelum sarana dan prasarana tersebut mengalami
kerusakan. Tujuannya adalah untuk mencegah atau mengurangi
kemungkinan sarana dan prasarana tidak bekerja dengan normal dan
membantu agar sarana dan prasarana dapat aktif sesuai dengan
fungsinya. Pekerjaan yang tergolong perawatan preventif adalah
melihat, memeriksa, menyetel, mengkalibrasi, meminyaki, penggantian
suku cadang dan sebagainya. Adapun langkah-langkah dalam
perawatan preventif adalah:
a. Menyusun program perawatan preventif di sekolah
b. Membentuk tim pelaksana perawatan preventif sekolah yang terdiri
atas; Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha,
Komite Sekolah
c. Menyiapkan jadwal tahunan kegiatan perawatan untuk setiap
peralatan dan fasilitas sekolah
d. Menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan
pada masing-masing bagian sekolah
e. Memberi penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan
kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran
dalam merawat sarana dan prasarana sekolah.
(4)Upaya pemeliharaan menurut ukuran waktu dapat dilakukan:
a) Pemeliharaan sehari-hari
Pemeliharaan ini dapat dilakukan setiap hari (setiap akan/sesudah
memakai). Pemeliharaan ini dilakukan oleh pegawai yang menggunakan
barang tersebut dan bertanggungjawab atas barang itu, misalnya;
pengemudi mobil, pemegang mesin tik, mesin stensil dan sebagainya,
harus memelihara kebersihan dan memperbaiki kerusakan-kerusakan
kecil.
b) Pemeliharaan berkala
Pemeliharaan ini dapat dilakukan secara berkala atau dalam jangka
waktu ertentu sesuai petunjuk penggunaan (manual), misalnya 2 atau 3
bulan sekali dan sebagainya (seperti mesin tulis) atau setelah jarak
tempuh tertentu (kendaraan bermotor) atau jam pakai tertentu (mesin
statis). Upaya pemeliharaan ini biasanya dilakukan sendiri oleh
pemegangnya/ penanggungjawabnya atau memanggil ahli untuk
melakukannya.
(5) Pemeliharaan menurut keadaan barang :
a. Pemeliharaan untuk barang yang habis pakai terutama ditujukan pada
saat penyimpanan sebelum barang tersebut dipergunakan.
b. Pemeliharaan terhadap barang tahan lama seperti:
(1) Mesin-mesin
Mesin-mesin memerlukan pemeliharaan sehari-hari dan
pemeliharaan berkala. Pemeliharaan sehari-hari dilakukan oleh
pegawai yang diserahi tugas dan tanggung jawab terhadap alat-alat
tersebut. Misalnya untuk mesin-mesin kantor selalu harus
dibersihkan dari debu, disikat pada bagian yang perlu disikat,
menutup kembali setelah dipergunakan. Untuk mesin pembangkit
tenaga listrik perlu diperiksa alat pelumas dan alat pendingin.
Pemeliharaan alat harus sesuai dengan ketentuan pabrik.
(2) Kendaraan
Untuk kendaraan bermotor diperlukan pemeliharaan sehari-hari,
berkala, dan perbaikan terhadap kerusakan dengan cara:
(a) Membersihkan kendaraan
(b) Memeriksa air radiator
(c) Memeriksa minyak motor
(d) Membersihkan dan memeriksa air accu
(e) Jika terdapat kerusakan. melaporkan ke unit yang mengurus
kendaraan untuk mendapat perbaikan.
(3) Alat-alat elektronika
Alat-alat elektronika memerlukan pemeliharaan sehari-hari dan
pemeliharaan berkala. Cara pemeliharaannya sama dengan
pemeliharaan mesin-mesin kantor. Untuk beberapa peralatan
tertentu cara pemeliharaannya ditentukan oleh pabrik yang
memproduksi.
(4) Buku-buku
Pemeliharaan terhadap buku-buku dilakukan setiap hari dan
berkala. Pemeliharaan setiap hari dilakukan dengan jalan
membersihkan buku-buku tersebut secara berkala dengan
melakukan penyemprotan obat anti hama untuk waktu-waktu
tertentu.
(5) Mebel
Pemeliharaan mebel pada garis besarnya hanya memerlukan
pemeliharaan sehari-hari dan perbaikan jika terjadi kerusakan.
(6) Alat-alat laboratorium
Pemeliharaan terhadap alat-alat laboratorium memerlukan
pemeliharaan sehari-hari dan untuk sebagian memerlukan
pemeliharaan berkala. Khusus untuk alat-alat yang mudah pecah
harus diperhatikan mengenai penempatan alat-alat tersebut dengan
cara membuatkan kotak-kotak khusus. Sebagian besar dari
kewajiban pemeliharaan alat laboratorium dilakukan oleh tenaga
tehnis bukan tenaga administratif.
(7) Gedung-gedung
Gedung-gedung memerlukan pemeliharaan sehari-hari. Untuk
perbaikan berkala misalnya setiap tahun dilakukan pengapuran dan
perbaikan terhadap kerusakan. Perbaikan terhadap kerusakan
dapat berupa perbaikan ringan yaitu terhadap kerusakan kecil-kecil
dan perbaikan berat misalnya rehabilitasi. Perbaikan sehari-hari,
pemeliharaan berkala dan perbaikan ringan dibebankan pada
anggaran rutin, sedang untuk rehabilitasi biayanya pada anggaran
pembangunan.
Pemeliharaan gedung sekolah menjadi tanggung jawab kepala
sekolah. Penjaga/pesuruh sekolah adalah orang yang bertugas
sehari-hari dalam memelihara kebersihan, keamanan, dan berada
dibawah pengamatan kepala sekolah. Perlu disadari bahwa
mencegah kerusakan lebih muda dari memperbaiki kerusakan.
(8)Pemeliharaan ruang kelas
(a)Setiap kelas dibentuk tim piket kelas yang secara bergiliran
bertugas menjaga kebersihan dan ketertiban kelas
(b)Setiap tim piket kelas yang bertugas hendaknya menyiapkan dan
memelihara perlengkapan kelas.
(9) Pemeliharaan tanah sekolah
Pemeliharaan terhadap tanah sekolah berupa
pemagaran/pemberian Saudara batas dan pembersihan.
Pelaksanaan pemeliharaan tanah sekolah meliputi:
(a)Pagar sekolah
Pagar sekolah diusahakan dengan tinggi minimal 185 cm dibuat
dari tembok bata atau besi atau kombinasi keduanya, tidak
membahayakan keselamatan siswa, bukan tempat memanjat
dan tempat melompat siswa.
(b)Taman sekolah
Taman sekolah direncanakan minimal sepertiga luas tanah
sekolah, bisa ditanami tanaman tahun atau buah-buahan,
tanaman bunga, rumput sehingga dapat digunakan kawasan
areal hijau sekolah.
(c) Tempat upacara
Lapangan tempat upacara sebaiknya dikeraskan dengan
semen/aspal agar pada waktu musim hujan tidak becek dan
pada musim panas tidak berdebu yang dapat mengganggu
kesehatan.
(d)Lapangan olah raga
Lapangan untuk senam, basket, bola volli, bulu tangkis, perlu
diperhatikan pemeliharaan dan pengaturan pemakaiannya
secara bergantian dan sebaiknya dibuatkan jadwal pemakainnya.

6) Penghapusan Sarana dan Prasarana Sekolah


Penghapusan sarana dan prasarana merupakan kegiatan pembebasan
sarana dan prasarana dari pertanggungjawaban yang berlaku dengan alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara lebih operasional penghapusan
sarana dan prasarana adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk
mengeluarkan/ menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar inventaris,
kerena sarana dan prasarana tersebut sudah dianggap tidak berfungsi
sebagaimana yang diharapkan terutama untuk kepentingan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah. Penghapusan sarana dan prasarana dilakukan
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Penghapusan
sebagai salah satu fungsi manajemen sarana dan prasarana pendidikan harus
mempertimbangkan alasan-alasan normatif tertentu dalam pelaksanaannya.
Oleh karena muara berbagai pertimbangan tersebut tidak lain adalah demi
efektivitas dan efisiensi kegiatan. Penghapusan sarana dan prasarana pada
dasarnya bertujuan untuk:
1. Mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi kerugian/pemborosan
biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang kondisinya semakin buruk,
berlebihan atau rusak dan sudah tidak dapat digunakan lagi
2. Meringankan beban kerja pelaksanaan inventaris
3. Membebaskan ruangan dari penumpukan barang-barang yang tidak
dipergunakan lagi
4. Membebaskan barang dari tanggung jawab pengurusan kerja.
Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan untuk dapat menyingkirkan
atau menghapus sarana dan prasarana. Beberapa alasan tersebut yang dapat
dipertimbangkan untuk menghapus sesuatu sarana dan prasarana harus
memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat di bawah ini.
1. Dalam keadaan sudah tua atau rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki
atau dipergunakan lagi
2. Perbaikan akan menelan biaya yang besar sehingga merupakan
pemborosan.
3. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak seimbang dengan
besarnya biaya pemeliharaan
4. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini
5. Penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang (misalnya barang kimia)
6. Barang yang berlebih jika disimpang lebih lama akan bertambah rusak dan
tak terpakai lagi
7. Dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam.
Dalam pelaksanaan penghapusan dikenal dua jenis, yaitu penghapusan
melalui lelang dan penghapusan melalui pemusnahan.
1. Penghapusan barang inventaris dengan lelang
Adalah menghapus dengan menjual barang-barang sekolah melalui Kantor
Lelang Negara. Prosesnya sebagai berikut:
h) Pembentukan Panitia Penjualan oleh Kepala Dinas Pendidikan
i) Melaksanakan sesuai prosedur lelang
j) Mengikuti acara pelelangan
k) Pembuatan “Risalah Lelang” oleh Kantor Lelang dengan menyebutkan
banyaknya nama barang, keadaan barang yang dilelang;
l) Pembayaran uang lelang yang disetorkan ke Kas Negara selambat-
lambatnya 3 hari;
m) Biaya lelang dan lainnya dibebankan kepada pembeli;
n) Dengan perantaraan panitia lelang melaksanakan penjualan melalui
kantor
lelang negara dan menyetorkan hasilnya ke Kas Negara setempat.
2. Penghapusan barang inventaris dengan pemusnahan
Penghapusan jenis ini adalah penghapusan barang inventaris yang
dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor pemusnahan ditinjau dari
segi uang. Oleh karena itu penghapusan dibuat dengan perencanaan yang
matang dan dibuat surat pemberitahuan kepada atasan dengan
menyebutkan barang-barang apa yang hendak disingkirkan. Prosesnya
adalah sebagai berikut:
a) Pembentukan panitia penghapusan oleh Kepala Dinas Pendidikan
b) Sebelum barang dihapuskan perlu dilakukan pemilihan barang yang
dilakukan tiap tahun bersamaan dengan waktu memperkirakan
kebutuhan
c) Panitia melakukan penelitian barang yang akan dihapus
d) Panitia membuat berita acara
e) Setelah mengadakan penelitian secukupnya barang-barang yang
diusulkan untuk dihapus sesuai Surat Keputusan dan disaksikan oleh
pejabat pemerintah setempat dan kepolisian, pemusnahannya dilakukan
oleh unit kerja yang bersangkutan dengan cara dibakar, dikubur, dan
sebagainya
f) Kepala Sekolah selanjutnya menghapuskan barang tersebut dari buku
induk dan buku golongan inventaris dengan menyebut No. dan tanggal
SK penghapusannya.
3. Tata Cara Penghapusan Sarana dan prasarana
a. Penghapusan sarana dan prasarana yang rusak berat, tua dan berlebih,
prosesnya adalah sebagai berikut:
(1) Pengurus barang menyusun daftar barang yang akan dihapus, yang
berisi nomor urut, nomor kode barang, nama barang, merk/tipe,
tahun pembuatan, harga satuan dan kondisi barang (rusak berat
atau tua)
(2) Kepala Sekolah mengusulkan penghapusan kepada Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota /Provinsi setempat yang dilampiri daftar
barang
(3) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi meneruskan
usul tersebut kepada ka. Pemerintah Daerah c.q. Bagian Aset
Daerah
(4) Pembentukan panitia penghapusan oleh Kepala Dinas Pendidikan.
(5) Panitia meneliti barang-barang yang akan dihapus
(6) Panitia membuat Berita Acara Penelitian
(7) Kalau dilelang, Dinas Pendidikan membentuk Panitia Pelelangan
(8) Panitia pelelangan meminta bantuan Kantor Lelang Negara
setempat untuk melelang barang yang dihapus
(9) Penjualan melalui Kantor Lelang Negara dan hasilnya disetorkan ke
Kas Negara setempat
(10) Bila barang itu dimusnahkan, Kepala Dinas Pendidikan membentuk
Panitia Pemusnahan
(11) Barang yang telah dihapus, dikeluarkan dari buku induk dan buku
golongan barang inventaris sekolah.
b. Penghapusan gedung kantor/sekolah yang rusak berat, prosesnya
adalah sebagai berikut :
(1)Kepala Sekolah mengusulkan penghapusan kepada Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi/Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
(2)Pembentukan Panitia Penghapusan pada Dinas Pendidikan setempat
dengan menyertakan unsur pelaksana teknis dari Dinas PU setempat
(3)Panitia meneliti gedung yang akan dihapuskan dan membuat Berita
Acara Penelitian
(4)Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/ Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten/ Kota mengusulkan penghapusan gedung sekolah kepada
bagian asset pemda setempat
(5)Bagian asset pemda mengadakan penelitian dan melaporkan hasil
penelitiannya kepada Pemda setempat
(6)Pemda setempat mengeluarkan izin tertulis penghapusan/
pembongkaran gedung sekolah. Penghapusan/pembongkaran
gedung sekolah melalui dua cara yaitu melalui lelang atau melalui
penghapusan
(7)Apabila bangunan gedung tersebut dilelang, Dinas Pendidikan
Provinsi/ Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membentuk
Panitia Pelelangan;
Panitia Pelelangan meminta bantuan Kantor Lelang Negara setempat
untuk melelang bangunan gedung yang akan dibongkar. Kantor
Lelang Negara melelang bangunan gedung dan hasilnya disetorkan
ke Kas Negara serta membuat risalah lelang. Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi/ Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
menyampaikan risalah lelang berikut bukti setoran hasil lelang
kepada Pemda setempat
(8)Jika bangunan gedung tersebut dimusnahkan, Dinas Pendidikan
Provinsi/ Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membentuk
Panitia Pemusnahan bangunan gedung dan membuat Berita Acara
Pemusnahan
(9)Dinas Pendidikan Provinsi/ Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
menyampaikan laporan pemusnahan kepada pemda setempat.
c. Penghapusan barang yang dicuri, hilang terbakar, prosesnya adalah
sebagai berikut:
(1)Pengurus barang melaporkan kejadian-kejadian (kecurian,
kehilangan, atau kebakaran) kepada Kepala Sekolah
(2)Kepala Sekolah mengadakan penyidikan dan membuat Berita Acara
(3)Kepala Sekolah melaporkan kejadian kepada pihak Kepolisian
setempat disertai pembuatan Berita Acara
(4)Kepala sekolah melaporkan kejadian kepada Dinas Pendidikan
Provinsi/ Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dilampiri Berita Acara
dari pihak Kepolisian
(5)Kemudian barang tersebut dihapuskan dari Buku Induk dan Buku
Golongan Barang Inventaris
d. Penghapusan sarana dan prasarana karena bencana alam
Tata caranya disamakan saja dengan penghapusan sarana dan
prasarana yang rusak atau tua, hanya yang perlu ditambahkan adalah
SK dari Pemda, yaitu serendah-rendahnya Bupati yang menyatakan
bahwa daerah tersebut telah terjadi bencana alam.

B. KEPEMIMPINAN SEKOLAH
1. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran
1) Konsep Kepemimpinan Pembelajaran
Landasan yuridis tentang kepemimpinan pembelajaran adalah Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa
efektivitas kepala sekolah dinilai angka keditnya dalam kompetensi: (1)
Kepribadian dan sosial; (2) Kepemimpinan pembelajaran; (3) Pengembangan
sekolah dan madrasah; (4) Manajemen sumber daya; (5) Kewirausahaan
sekolah/madrasah; dan (6) Supervisi pembelajaran.
Kepala sekolah dalam meningkatkan profesonalisme guru diakui sebagai salah
satu faktor yang sangat penting dalam organisasi sekolah, terutama tanggung
jawabnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah (Gorton &
Schneider, 1991). Beberapa pendapat berikut menunjukkan bahwa sekolah
yang efektif merupakan hasil dari tindakan kepala sekolah yang efektif.
Hasil penelitian menunjukkan keefektifan sekolah membuktikan bahwa sekolah
efektif (effective schools) mempersyaratkan kepemimpinan pembelajaran yang
tangguh (strong instructional leadership) dari kepala sekolahnya, di samping
karakteristik-karakteristik lainnya, seperti harapan yang tinggi dari prestasi
siswa, iklim sekolah yang positif bagi kegiatan belajar mengajar, dan monitoring
kemajuan belajar mengajar yang berkelanjutan (Davis & Tomas, 1989, Smith &
Andrew, 1989). Dari hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
munculnya sekolah berprestasi, yang juga sering disebut sebagai sekolah yang
berhasil (successful schools), atau sekolah unggul, tidak dapat dipisahkan dari
peran yang dimainkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran.
Ada banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus dan
ketajamannya masih berbeda-beda. Menurut Eggen & Kauchak (2004)
kepemimpinan pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan (kepala sekolah)
dengan maksud mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan
memuaskan bagi guru, serta pada akhirya mampu menciptakan kondisi belajar
siswa meningkat. Secara implisit definisi ini mengandung maksud bahwa
kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan yang mengarah pada
terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadiya proses
pembelajaran yang optimal.
Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai
upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya
dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya. Definisi ini belum menyeluruh,
karena hanya memfokuskan pada guru. Ahli lain, Petterson (1993),
mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif adalah sebagai
berikut:
a) Makna visi sekolah ditentukan melalui berbagi pendapat atau urun rembug
dengan warga sekolah serta mengupayakan agar visi dan misi sekolah
tersebut hidup subur dalam implementasinya;
b) Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan
sekolah (manajemen partisipatif);
c) Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran
d) Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar
untuk memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang
berlangsung di dalam sekolah
e) Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara
dia dapat mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru
dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut.
Mc Ewan (2002) mengembangkan konsep kepemimpinan pembelajaran yang
lebih operasional dengan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran lengkap
dengan indikatornya seperti berikut ini.
a) Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
(1) Melibatkan guru-guru dalam mengembangkan dan menerapkan tujuan
dan sasaran pembelajaran sekolah.
(2) Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/sistem
pendidikan dalam mengembangkan program pembelajaran.
(3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan
pembelajaran.
(4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran
b) Menjadi narasumber bagi staf
(1) Bekerja sama dengan guru untuk untuk memperbaiki program
pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa
(2) Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas
hasil penelitian dan praktik yang baik
(3) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program
pembelajaran
c) Menciptakan Budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran
(1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di
dalamnya semua siswa boleh belajar
(2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas
tersebut) bagi siswa-siswa yang membutuhkannya
(3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga
membuat iklim pembelajaran baik dan tertib dalam kelas
(4) Menyampaikan pesan-pesan kepada siswa dengan berbagai cara
bahwa mereka bisa sukses
(5) Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa
(pekerjaan rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi,
laporan hasil belajar, kenaikan/tinggal)
d) Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah ke staf
(1) Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staf tentang
tujuan dan sasaran lembaga (sekolah)
(2) Menetapkan, mendukung, dan melaksanakan aktivitas yang
mengkomunikasikan kepada siswa tentang nilai dan arti belajar
(3) Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan
orang tua untuk menyampaikan tujuan-tujuan sekolah yang telah
ditetapkan
e) Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi.
(1) Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas
(2) Membantu guru-guru dalam mengupayakan dan mencapai keinginan
profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran sekolah dan
pantau apakah keinginannya itu terwujud
(3) Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik
secara informal atau formal
(4) Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas
(5) Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil
observasi terutama yang menyangkut perbaikan pembelajaran.
(6) Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggung jawab,
mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi
dan profesi sesuai dengan kebutuhan individu
f) Mengembangkan kemampuan profesional guru
(1) Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam
jabatan) guru yang membicarakan isu-isu pembelajaran.
(2) Memberi kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan tentang
kolaborasi, membuat keputusan bersama, coaching, mentoring,
pengembangan kurikulum, dan presentasi
(3) Memberi motivasi dan sumber daya pada guru untuk berpartisipasi
dalam aktivitas pengembangan profesional
g) Bersikap positif terhadap siswa, staf, dan orang tua.
(1) Melayani siswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai
berbagai aspek kehidupan sekolah mereka
(2) Berkomunikasi dengan dengan semua staf dilakukan secara terbuka
dengan menghormati perbedaan pendapat yang ada
(3) Menunjukkan perhatian terhadap masalah-masalah siswa, guru, dan
staf dan libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya
(4) Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua
pihak
(5) Selalu menjaga moral yang baik
(6) Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, siswa, dan
orang tua
(7) Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar
terjadi peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar,
keingintahuan, kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk
belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, Kepemimpinan pembelajaran
memfokuskan/menekankan pada pembelajaran dengan komponen-
komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian,
pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan
komunitas belajar di sekolah.
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah
karena mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2)
mendorong dan mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk
menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun
komunitas belajar warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai
sekolah belajar (learning school).
Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan
warga sekolah seoptimal mungkin; memfasilitasi warga sekolah untuk belajar
terus dan berulang-ulang; mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya;
memberi kewenangan dan tanggung jawab kepada warga sekolahnya;
mendorong warga sekolah untuk akuntabel terhadap proses dan hasil kerjanya;
mendorong teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan
lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa); mengajak warga
sekolah untuk menjadikan sekolah berfokus pada layanan siswa; mengajak
warga sekolah untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga
sekolah untuk berpikir sistem; mengajak warga sekolah untuk komitmen
terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolah untuk melakukan
perbaikan secara terus-menerus.
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses
pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan
terbangun iklim akademik yang positif, komunikasi yang baik antarstaf,
perumusan tuntutan akademik yang tinggi, serta tekad untuk mencapai tujuan
sekolah.
2) Karakteristik Kepemimpinan Pembelajaran
Pertanyaan pembukanya adalah apa peran kepala sekolah dalam
kepemimpinan pembelajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikan Tabel
1 berikut ini
Tabel 1. Perbedaan Tugas dan Fungsi Manajer dan Pemimpin
Karakteristik kepemimpinan pembelajaran menurut Hellinger dan Murphy (1985),
serta menurut Weber (1996) sebagaimana yang dikutip Pusat Pengembangan
Tenaga Kependidikan (2011: 13-14) antara lain:
a) Mengembangkan misi dan tujuan
b) Mengelola program pembelajaran
c) Mendorong iklim pembelajaran akademis
d) Mengembangkan fungsi produksi pendidikan
e) Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif.
Brundrett dan Davies (2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu
berkreasi, memberi motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim.
Kepemimpinan pembelajaran harus bergeser dari kepemimpinan top-down ke
kepemimpinan dengan pendekatan tim. Kepemimpinan ini mengutamakan
keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan peran tim, serta
pengembangan tim.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah dalam Mengelola Implementasi Kurikulum 2013: Manajemen
dan Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk
Kepala Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran adalah mengembangkan sekolah dengan berbasis data,
menyelaraskan hubungan kerja, meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan, dan meningkatkan motivasi warga sekolah.
Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah harus berdasarkan
data. Sedangkan dalam mengelola pembelajaran tentu harus disertai dengan
menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga
kependidikan yang selaras dan memiliki peluang untuk meningkatkan
kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya iklim belajar yang positif di sekolah.
Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan meningkatkan motivasi warga
sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah. Dampaknya hasil belajar
siswa akan meningkat. Senge (2000) menyebutkan bahwa seorang pemimpin
memfasilitasi dan mendorong suasana untuk kebebasan bertindak. Keyakinan,
ide, pendapat dan perilaku pemimpin adalah penanda budaya belajar yang harus
dilakukan dalam lingkungan sekolah.
Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson  adalah seorang pelatih dan
mantan pemain sepak bola, yang pernah menangani Manchester United sebagai
manajer-pemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan.
Ferguson dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah
memenangkan lebih banyak trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah
sepak bola Inggris. Dia telah menangani Manchester United sejak tanggal 6
November 1986 hingga 2013. Apabila ditarik dalam konteks pendidikan di
sekolah, praktik kepemimpinan yang diterapkan oleh Alex Ferguson antara lain:
a) Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan
sebaliknya
b) Semua pemimpin adalah guru
c) Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda
d) Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru,
orang tua dan staff untuk berbagi tujuan.
e) Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk
menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya
diri untuk menyelaminya sendiri.

2. Kepala Sekolah sebagai Agen Perubahan


1) Konsep Kepemimpinan Perubahan
Dunia selalu berubah. Bila perubahan itu ke arah kebaikan, kita perlu
menyambut perubahan dengan suka cita. Kalau tidak mau berubah, kita bisa
ditinggalkan. Beruntunglah kita kalau hari ini lebih baik dari kemarin. Kita akan
celaka kalau hari ini lebih buruk dari kemarin. Kita akan rugi kalau hari ini sama
saja dengan kemarin. Sejarah mencatat, adanya sebuah perusahaan raksasa di
bidang telekomunikasi yang akhirnya bangkrut karena terlambat atau tidak mau
melakukan perubahan. Sebaliknya, perusahaan dan lembaga yang dulu kita
kenal kecil, sekarang menjadi besar karena selalu melakukan perubahan di
semua bidang.
Pesatnya kemajuan kehidupan masyarakat kita sekarang ini, di segala bidang
dan sendi kehidupan, berdampak luas terhadap pendidikan. Sekolah sebagai
satuan pendidikan terkecil yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional,
termasuk organisasi yang harus juga mengalami perubahan. Perubahan
organisasi di sekolah misalnya perubahan dalam hal teknologi, struktur
organisasi, kebijakan, sumber daya manusia, dan fisik membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan serta budaya baru. Kepemimpinan perubahan
adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah perubahan dalam organisasi,
sehingga membawa perubahan yang menjadikan semua komponen dalam
organisasi itu menyatu dan saling berempati untuk membawa perubahan yang
dibuatnya agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai positif terhadap organisasi.
Demikian juga, kepemimpinan kepala sekolah menghadapi perubahan fase
demi fase. Perubahan sistem kepemimpinan di sekolah juga seharusnya dapat
menjadikan mutu sekolah dalam melayani pendidikan masyarakat lebih baik
dari waktu ke waktu. Kepemimpinan perubahan, secara umum dalam bidang
organisasi adalah tindakan beralihnya suatu organisasi dari kondisi yang
berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang diinginkan
guna meningkatkan efektivitasnya (Winardi: 2005:2).
“Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih dari yang orang lain lihat,
yang melihat lebih jauh daripada yang orang lain lihat dan yang melihat
sebelum orang lain melihat.” (Leroy Eimes, penulis dan pakar kepemimpinan).
Tidak semua warga sekolah dan stakeholder sadar tentang kondisi yang
sekarang. Tidak semuanya tahu dan mampu mencapai kondisi yang diinginkan.
Ada yang memandang begitu muram terhadap kondisi pendidikan dan sekolah
sekarang ini sehingga kondisi buruk itu dibiarkan saja dan bahkan dihindari
(fixed mindset). Tapi ada juga yang memandang kondisi buruk itu sebagai
sebuah tantangan yang harus hadapi dan diatasi (growth minset). Dan saudara
di pihak yang mana?
Sebagai contoh, banyak siswa mengeluh karena sekolah mereka tidak nyaman.
Guru-guru terus mengawasi mereka. Belajar di sekolah membuat mereka
frustrasi, terpinggirkan, dan tidak menginspirasi. Guru mengeluh
ketidaksetaraan kualitas dan fasilitas antara sekolah terpencil dan perkotaan
sehingga membuat mereka malas mengajar dan menjadikan alasan bagi
mereka untuk mengajar dengan apa adanya. Sekolah mengeluh karena
kekurangan guru sehingga harus bekerja keras mengupayakan adanya guru
honorer. Orang tua siswa mengeluh kerepotan dengan sistem online dan
merugikan mereka. Kepala sekolah mengeluh karena dana BOS telat cair
sehingga harus bekerja keras mengendalikan keterlaksanaan dan ketercapaian
program kerja mereka. Kepala daerah pun mengeluh karena banyak guru yang
tidak kompeten berambisi jadi kepala sekolah sehingga jabatan kepala sekolah
akan diberikan ke pejabat lain.
Ada juga yang melihat kondisi saat ini justru sebagai tantangan untuk berbuat
lebih baik, lebih banyak. Mereka memandangnya sebagai ladang untuk beramal
baik. Semua kondisi tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kepemimpinan
perubahan. Kepemimpinan perubahan, secara khusus dalam bidang
pendidikan, bisa dimaknai sebagai upaya untuk menciptakan kondisi-kondisi
baru agar hubungan antara guru dan siswa berkembang (Ken Robinson: 2015:
72).
Agar kondisi baru di atas tercipta, fokus kepemimpinan perubahan harus
mengacu pada efektivitas kinerja kepala sekolah lalu bagaimanakah kita bisa
menjadi kepala sekolah yang efektif? Untuk memahami hal ini, perhatikan
ilustrasi di bawah ini!
“Pak Bagus baru saja dipindah di sebuah sekolah. Saat melakukan supervisi,
dia menemukan beberapa kenyataan yang kurang efektif sebagai berikut:
a) Pembelajaran di sekolah itu tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai
dengan nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah.
b) Cara mengajar guru tidak kreatif dan inovatif. Semangat belajar siswa
rendah. Banyak guru dan siswa yang datang terlambat ke sekolah. Disiplin
siswa rendah.
c) Llingkungan sekolah gersang, catnya buram, dan kotor.
d) Semangat guru untuk mengembangkan sekolah itu rendah. Tidak ada kerja
sama di antara mereka. Semua urusan dipegang dan ditentukan oleh salah
satu wakil kepala sekolah.
e) Tidak ada kewirausahaan di sekolah itu.
f) Belum pernah dilakukan supervisi berkelanjutan dan secara utuh sebelum
ini.
g) Banyak guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran padahal di
setiap kelas tersedia LCD Projector dan fasilitas wifi.
Melalui kepemimpinan dan perubahan yang dilakukan Pak Bagus, sekolah ini
menjadi sekolah yang memperoleh Adiwiyata pertama di Kabupaten. Sekolah
ini memperoleh predikat Adiwiyata selama tiga tahun berturut-turut dan menjadi
Adiwiyata Lestari. Lingkungan dan lembaga lain memperoleh manfaat dari
sekolah yang dipimpin Pak Bagus. Pak Bagus sering mendapat penghargaan di
tingkat nasional dan beberapa kali diundang ke Istana Negara untuk menerima
penghargaan. Prestasi demi prestasi terus diraih siswa, guru, dan sekolah ini.
Sekolah ini banyak dikunjungi oleh sekolah dan lembaga lain, dari seluruh
Indonesia, bahkan beberapa negara lain juga berkunjung untuk studi banding
ke sekolah ini. Bagaimana ini bisa terjadi?
Kita pasti yakin bahwa kondisi di sekolah itu harus dan pasti bisa diubah.
Perubahan ini harus dipimpin oleh kepala sekolah. Sebuah penelitian
membuktikan bahwa kehadiran dan kepemimpinan seorang kepala sekolah
memiliki peranan yang sangat besar dan berarti bagi kemajuan sekolah. Alam
mengajarkan kita, bahwa kalau memilih ikan itu segar atau tidak, maka
periksalah kepalanya. Ikan segar dapat kita ketahui dari kondisi kepalanya yang
segar, dan demikian juga sebaliknya. Lalu, bagaimana perubahan di sekolah itu
dilakukan? Berikut ini akan dibahas satu demi satu peran kepala sekolah
sebagai agen perubahan di sekolah sesuai dengan kompetensi kepala sekolah.
2) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kepribadian dan Sosial
(Mempermanusiakan/Humanizer)
“Mulailah dari diri sendiri”, begitu kata orang bijak. Untuk melakukan perubahan
sebuah lembaga, mulai dari perubahan diri sendiri. Sebelum melakukan
perubahan di sekolahnya, seorang kepala sekolah harus mau memulai
perubahan dari diri sendiri dan sosialnya. Untuk memahami hal ini, kita bisa
belajar dari kasus di atas.
Untuk mengubah kondisi sekolahnya, Pak Bagus segera bekerja sama dengan
komite, orang tua, guru, siswa dan ahli pendidikan. Hal ini dimulai dari diri
sendiri. Pak Bagus berada di sekolah 30 menit sebelum jam pelajaran dimulai.
Beliau adalah orang pertama yang datang di sekolah. Pak Bagus menyambut
siapa saja yang datang, baik guru maupun siswa, di gerbang sekolah. Beliau
juga pulang paling akhir. Setiap program yang dia canangkan, dia terlebih dulu
melaksanakannya. Pak Bagus tidak segan-segan untuk mengunjungi tokoh
masyarakat, kepala desa, rumah guru, komite, dan mengajak berbicara dengan
siswa untuk mengetahui ide, keinginan, dan masalah yang selama ini mereka
hadapi.
3) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pembelajaran (Katalis
Budaya/Cultural Catalist)
Jantung sekolah ada pada pembelajaran. Bila pembelajaran berhenti, berhenti
pula hakikat sekolah. Pembelajaran yang dilakukan asal-asalan akan
meluluskan siswa yang biasa-biasa saja. Dari studi kasus di atas, kita dapat
mengetahui bahwa pembelajaran di sekolah Pak Bagus tidak begitu
menggembirakan. Hal ini ditandai oleh nilai ujian nasional yang dicapai dari
tahun ke tahun rendah.
Pak Bagus mencoba mengundang ahli pembelajaran. Pertama, dilakukan
workshop tentang cara mengajar guru kreatif dan inovatif. Di luar dugaan,
tanggapan guru cukup baik. Mereka menjadi bersemangat dalam mengajar.
Guru yang dahulu mengajar dengan berceramah saja, mulai mencoba metode
mengajar yang baru. Tentu saja ini harus disesuaikan dengan kompetensi yang
ingin dikembangkan. Berikutnya, dilakukan workshop tentang pendalaman
materi. Guru-guru diajak kembali mendalami materi sesuai dengan mata
pelajaran yang diampu. Hal ini menjadi pembelajaran semakin sesuai dengan
tuntutan kurikulum. Semangat guru untuk mencari ilmu menjadi meningkat.
Berikutnya, Pak Bagus meminta ketuntasan belajar dan menambah jam
pengayaan. Tentu saja, Pak Bagus juga memikirkan apresiasi bagi guru yang
memberi jam pengayaan dengan bekerja sama dengan komite sekolah. Dalam
waktu singkat, ternyata nilai rata-rata ujian nasional sekolah itu naik signifikan.
Pengembangan kurikulum di sekolah itu menjadi salah satu fokus bagi
kepemimpinan perubahan. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman
implementasi kurikulum. KTSP dikembangkan oleh sekolah dengan melibatkan
komite sekolah, dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan sesuai
dengan kewenangannya. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal
semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun selalu diperbaharui
sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dilakukan oleh guru
secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah dikoordinasi, difasilitasi, dan
disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan kurikulum sekolah dilakukan
melalui kepemimpinan perubahan dengan pendekatan dan metode baru.
4) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pengembangan Sekolah (Pembangun
Komunitas/Community Builder)
“Jika Anda sengaja membiarkan diri Anda menjadi kurang dari apa yang
sebenarnya mampu Anda capai, Anda akan tidak bahagia seumur hidup”
(Abraham H. Maslow). Tidak hanya diri sendiri yang dikembangkan, secara
kelembagaan, sekolah juga harus dikembangkan. Banyak sekolah yang berdiri
lama, tetapi minim prestasi. Itulah sebabnya, harus dilakukan perubahan secara
kelembagaan. Kepala sekolah hendaknya memimpin warga sekolah dan komite
untuk merumuskan visi dan misi sekolah. Mereka tidak hanya merumuskan,
tetapi bagaimana menyiapkan langkah dan kegiatan nyata untuk mencapai visi
dan misi sekolah.
Kebetulan, sekolah tempat Pak Bagus bertugas adalah sekolah yang letaknya
di desa. Siswa yang bersekolah di sana adalah anak-anak yang nilai ujian
nasionalnya rendah. Sementara mereka yang nilai ujian nasionalnya tinggi
memilih di sekolah lain. Ditambah dengan suasana sekolah yang tidak
menyenangkan dan kinerja guru seperti yang diceritakan di atas. Salah satu
kelebihan sekolah itu adalah tanahnya masih agak luas. Melihat peluang ini,
Pak Bagus bersama warga sekolah mencoba untuk mencanangkan green and
clean school. Gerakan ini dimulai dari membuat taman sekolah. Selain untuk
keindahan sekolah, taman ini dibuat untuk belajar di luar kelas. Ternyata tempat
ini menjadi titik penting dalam pengembangan sekolah. Warna kelas dicat
dengan warna yang indah dan berbeda dengan sebelumnya. Kamar kecil dibuat
kering, bersih dan wangi.
Sejak saat itu mulai ada kesadaran pada warga sekolah akan keindahan dan
kebersihan. Target ini ditingkatkan lagi untuk menjadi sekolah Adiwiyata.
Dengan menggandeng Dinas Lingkungan Hidup, mulai terbuka wawasan
tentang pentingnya pelestarian alam melalui pendidikan. Semua pembelajaran
diarahkan untuk pencapaian Adiwiyata. Tidak semua warga sekolah setuju
pada awalnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan yang
diciptakan, yang tadinya tidak setuju secara perlahan berubah menjadi pelaku
perubahan. Taman-taman dan koleksi tumbuhan mulai diperluas. Semua sudut
sekolah menjadi indah. Disediakan tempat mencuci tangan di muka kelas. ada
juga kolam ikan. Tidak hanya pembangunan fisik dan pembelajaran, tetapi di
sekolah ini juga dilakukan pembiasaan, melalui program Gerakan Jumat Bersih.
Usaha ini tidak sia-sia. Sekolah ini menjadi sekolah pertama yang mendapatkan
Adiwiyata di kabupaten. Tahun berikutnya, tidak hanya mempertahankan, tetapi
secara terus menerus dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan sarana,
pembelajaran, pembiasaan, dan pengimbasan. Tahun kedua, kembali sekolah
ini mendapatkan adiwiyata. Demikian juga untuk tahun ketiga, sehingga sekolah
ini mendapatkan Adiwiyata Lestari.
Banyak lembaga dan sekolah lain yang belajar ke sekolah ini. Tidak hanya dari
kota dan kabupaten lain, tetapi juga dari provinsi lain. Beberapa negara asing
juga berkunjung, melakukan studi banding Adiwiyata di sekolah ini. Pak Bagus
menjadi sering diundang sebagai narasumber di berbagai forum untuk berbagi
pengalaman.
5) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Manajemen Sumber Daya (Pembuat
Kerangka Kerja/Framework Maker)
Peningkatan mutu dan produktivitas tenaga kependidikan merupakan bagian
integral dari pengembangan manajemen sumber daya manusia di sebuah
organisasi. Keberadaan tenaga kependidikan di sekolah merupakan aset yang
berharga bagi pengembangan sekolah. Keberhasilan sekolah ditentukan dari
kualitas orang-orang yang berada di dalamnya. Mengubah sekolah adalah
mengubah manusia-manusia yang ada di dalamnya. Tenaga kependidikan
akan bekerja secara optimal jika kepala sekolah mendukung kemajuan karir
mereka dengan melihat apa sebenarnya kompetensi mereka. Biasanya,
pengembangan tenaga kependidikan berbasis kompetensi akan mempertinggi
produktivitas kerja sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan berujung
pada kepuasan stakeholder sekolah dan sekolah sebagai satuan pendidikan
diuntungkan. Pengembangan kapasitas tenaga kependidikan bisa dilakukan
melalui kepemimpinan perubahan di sekolah dengan budaya kerja yang baru.
Menyadari hal ini, Pak Bagus mencoba untuk mengembangkan sekolah dengan
memperhatikan sumber daya manusia yang ada di sekolahnya. Hubungan
guru yang semula tidak akrab dicoba dijalin melalui kegiatan outbond untuk
guru dan tenaga pendidikan. Setiap tiga bulan sekali diadakan arisan keluarga
yang diadakan anjang sana di rumah guru dan tenaga pendidikan. Semua guru
dan tenaga pendidikan diwajibkan ikut kegiatan emotional spiritual quetion
(ESQ). Ada perubahan struktur wakil kepala sekolah, koordinator, dan wali
kelas. Semua kegiatan yang semula hanya dikendalikan oleh satu orang, kini
didistribusikan. Semua orang merasa bertanggung jawab, semua orang ikut
memajukan sekolah.
6) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kewirausahaan Sekolah (Perantara
Keunggulan/Power Broker)
Kewirausahaan harus dirintis dan dibelajarkan di sekolah. Ini merupakan aset
untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya
saing. Kewirausahaan tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dan
dibiasakan. Jiwa kewirausahaan juga harus ditumbuhkan.
Pak Bagus berusaha mengembangkan kewirausahaan melalui apa yang sudah
dicapai selama ini, yaitu Sekolah Adiwiyata. Pak Bagus mencoba
mengembangkan kewirausahaan melalui penanaman bibit, pelatihan Sekolah
Adiwiyata, dan pengolahan sampah. Tidak hanya Pak Bagus, guru dan siswa
sering diundang untuk memberikan pelatihan. Ada salah satu siswa yang dapat
membuat topeng dari kayu. Ini juga dikembangkan menjadi kerajinan khas dari
sekolah ini dan menjadi bibit jiwa kewirausahaan. Topeng kayu ini, diberikan
kepada tamu yang datang ke sekolah sebagai cinderamata.
7) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Supervisi Pembelajaran (Penantang
yang Bersahabat/Friendly Challenger)
Kualitas kepemimpinan terkait dengan standar nasional pendidikan yang harus
dipenuhi oleh sekolah agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang lebih
baik. Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bisa dilakukan dengan
peningkatan kualitas profesional kepala sekolah dan guru, penciptaan iklim
yang inovatif di sekolah, dan upaya lain yang bisa dilakukan adalah melalui
supervisi akademik yang secara terus menerus dilakukan secara berkelanjutan.
Sadar akan hal itu, Pak Bagus melakukan upaya pengembangan kualitas
pembelajaran di sekolah melalui kepemimpinan perubahan dengan melakukan
kegiatan supervisi akademik yang berkelanjutan untuk semua guru di semua
kelas. Tidak itu saja, Pak Bagus juga melakukan supervisi manajerial untuk
meningkatkan kualitas pelayanan tenaga administrasi sekolah, perpustakaan,
tenaga kebersihan dan keamanan dan juga guru bimbingan konseling yang ada
di sekolah itu. Bagi pak Bagus, mengamati bagaimana mereka bekerja dan
mengarahkannya bila mana mereka bekerja tidak sesuai dengan harapannya
adalah pekerjaan rutin. Pak Bagus yakin bahwa dengan cara seperti itu maka
semua warga di sekolah akan semakin baik bekerja dan memberikan
pelayanan yang semakin baik dan semakin baik lagi dari waktu ke waktu.
Sebuah kesalahan bukan untuk dimarahi dan disalahkan tetapi utnuk dikoreksi
dan diperbaiki. Maka mengarahkan, mengajari, mengingatkan menasehati,
membimbing semua warga di sekolah adalah pintu bagi peningkatan kualitas
baik pembelajaran maupun pelayanan di sekolah. Pak Bagus adalah tempat
bagi mereka untuk bertanya dan belajar setiap saat.
8) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Teknologi dan Informasi
(Technological Influencer)
Clayton Christensen, tokoh adminstrasi bisnis dari Harvard Business School
menyebutkan bahwa era sekarang merupakan era disrupsi yang dalam bahasa
sederhananya berarti gangguan atau mengganggu (disrupt). Disrupsi dapat
diartikan pula sebagai kekacauan (chaos), ketika dalam beberapa kasus
linearitas tidak terjadi pada variabel atau peubah, misalnya saja pergerakan
dunia industri dan persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahan dalam banyak
situasi yang semestinya smoothing, halus dan berevolusi rapi, mendadak harus
berubah penuh kejutan disertai inovasi-inovasi baru.
Era disrupsi yang dipenuhi kemajuan teknologi informasi yang sedemikian
pesatnya adalah sebuah keniscayaan bahwa guru harus menguasai teknologi
untuk kemudian digunakan sebagai media pendukung dalam kegiatan
pembelajaran.
Di dalam pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran sangat penting
dilakukan guru untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa
dengan baik. Kemajuan teknologi dewasa ini dapat dijadikan sebagai sarana
untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran.
Berdasarkan kasus di atas, ditemukan guru yang tidak memanfaatkan media
pembelajaran dengan baik, padahal di sekolah tersebut tersedia LCD projector
dan fasilitas wifi. Setelah diidentifikasi ternyata guru-guru tersebut belum
menguasai TIK. Melihat kenyataan ini, Pak Bagus sebagai kepala sekolah
merasa sadar betul bahwa salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh
guru pada abad XII ini adalah literasi digital. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kompetensi TIK para guru, Pak Bagus mengundang narasumber
yang kompeten untuk melatih para guru dalam pembuatan power point ,
pemanfaatan internet, dan e-learning. Hasilnya, guru-guru merasa senang dan
dengan pelatihan tersebut karena ternyata dengan menguasai TIK dapat
memudahkan dalam menyampaikan materi. Selain itu, dengan tuntutan
implementasi Kurikulum 2013 di mana siswa harus dapat mencari sumber
belajar lain selain guru, kegiatan ini sangat membantu. Guru membimbing siswa
untuk mencari sumber belajar lain melalui internet dengan fasilitas wifi yang
disediakan oleh sekolah.
9) Karakteristik Kepemimpinan Perubahan
“Tantangan kepemimpinan adalah untuk menjadi kuat, tapi tidak kasar,
bersikap baik, tapi tidak lemah, berani, tapi tidak menjadi pengganggu, menjadi
bijaksana, tapi tidak malas, rendah hati, tapi tidak malu-malu; bangga, tapi tidak
sombong ; memiliki humor, tetapi tanpa kebodohan”. (Jim Rohn, pengusaha,
penulis dan pembicara motivasi).
Setiap manusia adalah pemimpin. Pada dasarnya kepemimpinan perubahan
adalah upaya untuk menerjemahkan visi-strategi-budaya baru dari seorang
kepala sekolah kepada setiap aksi guru dan tenaga kependidikan di sekolah
yang dipimpinnya. Apabila dilihat dari fakta yang ada di sekolah, sebagian
besar permasalahan kepemimpinan kepala sekolah adalah kesenjangan antara
visi dan aksinya. Kepala sekolah harus memiliki visi dan strategi yang jelas
gambarannya.
Seringkali aksi yang dilakukan jauh dari visi dan strategi yang telah disepakati.
Hal ini karena pelaksana kegiatan di sekolah bukan kepala sekolahnya, namun
guru dan tenaga kependidikan sebagai komunitas di sekolah. Dengan demikian,
guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus terampil menangani pekerjaan
dan memahami dengan baik visi dan strategi yang sudah disepakati bersama
komunitas di sekolah. Namun seringkali juga terjadi di sekolah adalah adanya
guru atau tenaga kependidikan yang tidak terampil menangani pekerjaan dan
tidak memahami visi dan strategi yang telah disepakati. Bisa semua atau
sebagian besar atau sebagian kecil dari guru dan tenaga kependidikan
mengalami kendala seperti itu. Oleh karena itu seorang kepala sekolah harus
memahami kendala teknis yang terjadi di lapangan, sehingga semua persoalan
yang terjadi dapat diselesaikan secara lebih baik, lebih murah, atau keduanya.
Inilah yang disebut sebagai nilai baru yang muncul karena adanya
kepemimpinan perubahan di sekolah. Nilai yang memberi sekolah alternatif
solusi baru dalam mengatasi semua persoalan yang terjadi di sekolah yang
lebih baik lagi dari yang sebelumnya yang sudah ada di sekolah (Roseno Aji
Affandi: 2014). Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. Karakteristik Kepemimpinan Perubahan

Karakteristik kepemimpinan perubahan, pertama, harus mempunyai nilai yang


diperjuangkan dan memimpin untuk memperjuangkan. Kepala sekolah harus
memimpin warga sekolah untuk menentukan dan memperjuangkan nilai. Nilai
ini hasil pengetahuan, pengalaman, perenungan, baik yang berasal dari diri
sendiri maupun bersama-sama orang lain. Nilai inilah yang dikreasikan menjadi
nilai sekolah. Sekolah akan diapresiasi karena mempunyai nilai lebih, nilai
positif, nilai kreatif, dan inovatif. Sebagai contoh, kepala sekolah yang
memperjuangkan dan menawarkan nilai pendidikan ramah anak, pendidikan
berbasis alam, pendidikan berbasis entrepreneur, pendidikan berbasis
kehidupan, pendidikan multiple intelegence, dan sebagainya.
Dalam konteks sekolah dan dalam bentuk nyata, nilai-nilai yang baru itu
misalnya, kepala sekolah yang lebih berintegritas, guru yang lebih terampil
mengajar, staf administrasi yang yang lebih ramah dan bersahabat, guru
bimbingan konseling yang lebih proaktif, laboran yang lebih giat menata bahan
dan peralatan laboratorium sekolah, pustakawan yang mampu menarik
perhatian siswa berkunjung ke perpustakaan, penggunaan sarana dan
prasarana sekolah yang lebih efisien, bendaharawan yang lebih disiplin
mengendalikan pembelanjaan sekolah, lingkungan sekolah yang makin bersih
dan makin nyaman, kamar mandi/toilet sekolah yang lebih wangi, dan siswa
yang lebih bersemangat dalam belajar.
Kedua, karakteristik kepemimpinan perubahan adalah visioner. Nilai yang
diperjuangkan itu bisa dituangkan dalam bentuk visi sekolah. Visi inilah yang
harus diperjuangkan oleh seluruh warga sekolah. Kepala sekolah bertugas
memimpin dan menggerakkan seluruh kegiatan di sekolah untuk mencapai dan
mewujudkan visi sekolah. Visi sekolah ini dijabarkan menjadi misi sekolah. Misi
sekolah harus operasional. Itulah sebabnya kepala sekolah perlu memikirkan
strategi dan aksi yang bisa dilakukan untuk mencapai visi sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mampu memimpin warga
sekolah untuk menentukan strategi dan aksi untuk mencapai visi dan misi
sekolah. Strategi dan aksi bisa dilakukan misalnya dengan adanya program
workshop, pelatihan atau In House training (IHT), Family Gathering, Studi
Banding, KKG-MGMP, Focus Group Discussion (FGD), seminar, Lesson Study,
Kemitraan, NUKS, renovasi gedung dan sarana sekolah, pengadaan peralatan
praktik dan buku-buku baru, program literasi sekolah, program inklusi, jumat
bersih, sholawatan, istighoshah atau dzikir bersama, donor darah, pewangi
ruangan di setiap sudut sekolah, kantin sekolah, dan sebagainya. Dari yang
sudah biasa ada dan yang biasanya tidak ada menjadi ada. Dari yang sudah
biasa didengar maupun yang aneh kedengarannya. Selama program kegiatan
itu memberikan manfaat bagi tumbuhnya solusi, alternatif dan inspirasi baru
untuk menjadi lebih baik, lebih efektif dan lebih murah. Itulah strategi yang tepat
untuk membuat perubahan di sekolah.
Ketiga, kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mempunyai
idealisme dan karakter serta mengembangkan hal ini di sekolahnya. Banyak
idealisme dan karakter yang bisa dikembangkan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan bisa mempunyai karakter jujur,
cerdas, pandai berkomunikasi, dan dapat dipercaya. Bisa juga mempunyai
karakter seperti yang dikemukakan Agustian. Agustian dalam bukunya ESQ
Power menguraikan bahwa pada tanggal 11 s.d. 12 April 2002 para top
eksekutif internasional dari berbagai jenis perusahaan datang berbondong-
bondong untuk menghadiri sebuah forum diskusi leadership yang diadakan oleh
Harvard Business School. Rangkuman hasil diskusi tersebut diberi judul, “Does
Spirituality Drive Success?” yang artinya, apakah spiritualitas bisa membawa
seseorang pada keberhasilan? Mereka sepakat menyatakan bahwa paham
spiritualisme mampu menghasilkan 5 (lima) hal yaitu (1) integritas atau
kejujuran, (2) energi atau semangat, (3) inspirasi atau ide dan inisiatif, (4)
wisdom atau bijaksana, serta (5) keberanian dalam mengambil keputusan.
Pada tahun 1987, 1995, dan tahun 2002 sebuah lembaga leadership
internasional yang bernama “The Leadership Challenge” telah melakukan
survey karakteristik CEO (Chief Executive Officer) di 6 (enam) benua yaitu:
Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Australia. Masing-
masing responden diminta untuk menilai dan memilih 7 karakteristik CEO ideal
mereka. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pemimpin yang disukai
mempunyai karakter jujur, berpikiran maju, kompeten, memberi inspirasi,
cerdas, adil, berpandangan luas, mendukung, terus terang, bisa diandalkan,
bekerja sama, tegas, imajinatif, berambisi, berani, dan sebagainya. Tidak ada
salahnya bila kepala sekolah mempunyai karakter seperti ini.
Kepala sekolah bertugas untuk memimpin warga sekolah untuk
mengembangkan karakter sekolah. Ada beberapa karakter yang bisa
dikembangkan di sekolah. Karakter yang perlu ditanamkan dan ditumbuhkan
berupa 1) nilai-nilai, bentuk perilaku misalnya religiusitas, nasionalisme, anti
Korupsi-Kolusi-Nepotisme, anti memperkaya diri sendiri, musyawarah-mufakat,
gotong royong; 2) Kebiasaan dan habitat baru misalnya cara-cara hidup dan
kebiasaan yang dibiasakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
komunitas sekolah; dan 3) kode hidup bersama misalnya solidaritas,
kolaborasi, kepedulian, simpati, empati, dan lain lainnya. Bila hal ini berhasil,
akan menjadikan sekolah sebagai tempat tumbuh kembangnya idealisme.
3. Butir-Butir Penilaian pada Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS)
Komponen Kepemimpinan Sekolah
1) Kepala Sekolah menyusun dan menetapkan struktur organisasi sekolah
2) Kepala Sekolah menempatkan guru dan atau atau tenaga kependidikan dalam
SOTK yang telah ditetapkan.
3) Kepala Sekolah mendelegasikan sebagian tugas kepada wakil Kepala
Sekolah yang relevan dengan bidang tugas)
4) Kepala Sekolah membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan
untuk pelaksanaan peningkatan mutu
5) Kepala Sekolah membuat keputusan anggaransekolah dengan
mempertimbangkan masukan guru, komite sekolah, dan penyelenggara
sekolah (khusus bagi swasta)
6) Kepala Sekolah berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari
orang tua siswa dan masyarakat;
7) Kepala Sekolah melaksanakan program peningkatan motivasi kerja pendidik
dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian
penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode
etik
8) Kepala Sekolah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi
siswa;
9) Mengembangkan Program Keteladanan Sikap dan Perilaku yang menjaga
nama balk lembaga, profesi, dan kedudukan/jabatan
10) Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi
pembelajaran yang dikomunikasikan dengan balk dan didukung oleh
komunitas sekolah
11) Kepala Sekolah menjalin kerja sama dengan orang tua siswa, masyarakat,
dan komite sekolah

4. Indikator-Indikator terkait Kepemimpinan Sekolah pada Draft Instrumen


Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) Tahun 2020
1) Mengimplementasikan visi, misi, dan tujuan dengan melibatkan seluruh
komponen sekolah dan pemangku kepentingan.
2) Mempraktikkan kepemimpinan yang kreatif, inovatif, partisipatif, kolaboratif,
transformative, dan kreatif.
3) Sekolah melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan dalam pelaksanaan
program-program sekolah.
4) Tersedianya sarana dan prasarana yang baik dan memadai.
5) Menerapkan pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
6) Sekolah memiliki sumber pembiayaan sekolah yang mendukung kegiatan
sekolah.
7) Sekolah menerapkan pelaporan keuangan.
8) Melakukan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
9) Melakukan pembinaan kesiswaan.

C. PENGAWASAN DAN EVALUASI


Menurut PP No. 19 tahun 2017, menyebutkan bahwa beban kerja Kepala Sekolah
sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manejerial, pengembangan
kewirausahaan dan supervisi kepada Guru dan Tenaga Kependidikan. Salah satu
bagian dari fungsi manajerial adalah kontrol atau pengendalian. Fungsi ini sering
disebut Pengawasan dan Evaluasi (Monev). Monev terhadap program kegiatan
sekolah sangat penting bagi kelancaran proses pendidikan dan pembelajaran di
sekolah, serta upaya peningkatan kualitas kinerja sekolah. Tanpa Monev, program
kegiatan sekolah yang telah direncanakan dengan baik akan berjalan tidak terarah,
sehingga prosesnya bisa melenceng dan tujuannya tidak tercapai. Agar bisa
melaksanakan Monev dengan baik, kepala sekolah harus memahami konsep,
tahapan, dan fungsi dari setiap tahapan Monev
1. Konsep Monitoring dan Evaluasi
Pengertian Monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah dua kata yang memiliki aspek
kegiatan yang berbeda, yaitu kata Monitoring dan Evaluasi. Monitoring merupakan
kegiatan untuk mengetahui apakah program yang telah dibuat berjalan dengan
baik sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan
bagaimana para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring
terhadap hasil perencanaan yang sedang dilaksanakan menjadi alat pengendalian
yang baik terhadap seluruh proses implementasi. “Monitoring lebih menekankan
pada pemantauan terhadap proses pelaksanaan” (Departemen Pendidikan
Nasional: 2001). Evaluasi merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan
kegiatan monitoring, karena kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang
disediakan melalui kegiatan monitoring. Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan
dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil informasi
tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah
evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian.
Evaluasi dapat menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat?” (William N
Dunn: 2000). Tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedia data dasar untuk melakukan analisis, dan dikhawatirkan akan
mengakibatkan spekulasi. Oleh karena itu, Monitoring dan Evaluasi harus berjalan
seiring.

2. Tujuan Monitoring
Monitoring Evaluasi bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program
yang sedang berjalan, Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat.
Pelaksanaan program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa
lama waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut Secara lebih terperinci
monitoring bertujuan untuk :
1) mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan;
2) memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
3) mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan;
4) memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan
kegiatan;
5) mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan
hambatan hambatan selama kegiatan;
6) memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program;
7) memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai
3. Tujuan Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan yang berbeda dengan monitoring. Tujuan evaluasi
terhadap suatu program/kegiatan, seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick (1994),
adalah sebagai berikut
1) Untuk menilai keefektifan program Melalui evaluasi akan diperoleh informasi
apakah tujuan program telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya.
2) Untuk menunjukkan atau melihat dampak Melalui evaluasi akan bisa kita lihat
apakah program kegiatan berdampak pada kualitas sekolah.
3) Untuk memperkuat atau meningkatkan akuntabilitas Melalui laporan evaluasi,
pemangku kepentingan mendapatkan gambaran jelas bahwa sumber daya
telah dimanfaatkan dengan tepat dan sesuai peruntukannya.
4) Untuk medapatkan masukan terhadap pengambilan keputusan Apakah
pelaksanaan program sekolah yang telah dilaksanakan sudah cukup baik, atau
perlu adanya inovasi dan revisi dalam pelaksanaan program sekolah tahun
berikutnya.
4. Manfaat Monitoring Evaluasi
Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program
menurut Mulyono (2017) adalah sebagai berikut:
1) Monev sebagai alat untuk mendukung perencanaan. Penerapan sistem Monev
yang disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator akan memperjelas
tujuan serta arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut. Pemilihan
indikator program yang melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak saja
berguna untuk mendapatkan indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong
pemilik proyek dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung
suksesnya program.
2) Monev sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program. Adanya sistem
Monev yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program
mengetahui kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang
secara potensial dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir
bermanfaat bagi pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat
waktu dalam mengatasi masalah.
3) Monev sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi. Monev tidak hanya
memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut. Informasi
pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan
meningkatkan akuntabilitas program.
5. Prinsip Monitoring dan Evaluasi
Sebagaimana prinsip-prinsip evaluasi pada umumnya, pelaksanaan Monitoring
dan Evaluasi program sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip berikut :
1) Terencana
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan perencanaan
yang matang dan terjadwal.
2) Objektif:
Monitoring dan Evaluasi program sekolah harus mengungkap fakta sesuai
dengan kenyataan yang ada, dan didasarkan pada
standar/kriteria/pedoman/juknis/juklak yang ada.
3) Dapat dipertanggungjawabkan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur
dan metode yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggung
jawabkan
4) Berkesinambungan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara bertahap, terus-
menerus dan berkelanjutan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang
telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan
5) Transparan
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terbuka dan
hasilnya dapat di akses oleh berbagai pihak
6) Efektif dan efisien dalam penggunaan dana, waktu, dan tenaga
7) Fungsional
Hasil Monitoring dan Evaluasi program sekolah dikatakan fungsional apabila
dapat digunakan untuk memperbaiki program sekolah yang ada pada saat itu.
Dengan demikian Monitoring dan Evaluasi program sekolah benar benar
memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan
langsung adalah untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan
tidak langsung adalah untuk penelitian atau keperluan lainnya.
6. Penyusunan Program, Instrumen, dan Sistem Pelaksanaan Monitoring
Evaluasi
Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program Monitoring dan
Evaluasi adalah:
1) Program dikembangkan dari aspek-aspek Monitoring dan Evaluasi yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
2) Menggunakan format program yang sudah diberikan.
3) Kegiatan Monev biasanya dilakukan dalam 3 tahapan, yakni :
Tahap 1 Persiapan, meliputi kegiatan :
a) Menetapkan tujuan kegiatan Monev.
b) Membagi tugas dan tanggung jawab tim Monev, serta sumber daya yang
tersedia.
c) Mengidentifikasi dan mengembangkan instrumen/alat Monev yang
dibutuhkan.
d) Berlatih menggunakan instrumen/alat Monev.
e) Menyusun rencana kegiatan Monev
Tahap 2 Pelaksanaan Monev, meliputi kegiatan :
a) Mengorganisasikan penggunaan intrumen/alat Monev .
b) Mengumpulkan dan mendapatkan data.
c) Berkoordinasi dan bekerjasama antaranggota tim Monev.
d) Memonitor perkembangan kegiatan.
e) Memodifikasi/melakukan penyesuaian Monev jika perlu.
f) Mengidentifikasi isu/masalah yang penting, peluang, dan hasil.
g) Mengadakan pertemuan tim Monev untuk mengevaluasi hasil Monev.
Tahap 3 Pelaporan, meliputi kegiatan :
a) Berbagi hasil Monev dengan warga sekolah terkait untuk mendapatkan
masukan/umpan balik lebih lanjut dari mereka.
b) Mendiskusikan berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan warga
sekolah untuk menindaklanjuti masukan/rekomendasi.
7. Instrumen Monitoring dan Evaluasi
Instrumen yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data Monev adalah
angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1) Angket
Ada dua jenis angket, yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup
berisi sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki jawaban pendek, dengan
alternatif jawaban 2 atau lebih. Alternatif berupa jawaban dalam bentuk YA atau
TIDAK; a, b, c, d, e; atau 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Alternatif jawaban
menunjukan skala nominal sehingga angka-angka pada alternatif jawaban
merupakan kode.
Sedangkan angket terbuka biasa disebut angket tidak terbatas, karena
menghendaki jawaban bebas dengan menggunakan kalimat atau kata-kata
responden sendiri. Jawaban responden sangat bervariasi karena tidak ada aturan
atau rambu-rambu dalam butir pertanyaan, sangat tergantung pada pendidikan
dan pengalaman responden, dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama
daripada angket tertutup.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket :
a) Isi atau materi pertanyaan disesuaikan dengan kemampuan ataupun
pengetahuan responden.
b) Pertanyaan atau pernyataan yang dituliskan harus menggunakan kata dan
kalimat yang mudah difahami responden.
c) Butir pertanyaan/pernyataan tidak terlalu banyak.
d) Kemasan instrumen menarik.
e) Tata letak pertanyaan/pernyataan.
Pemberian skor pada alternatif jawaban dapat digunakan model pisah (model
semantik), skala tipe Likert atau Thurstone.
a) Skala Likert
Skala Likert paling banyak digunakan daripada yang lain, karena dipandang lebih
sederhana dan relatif lebih mudah membuatnya. Rentangan skala dapat bervariasi
antara 4 sampai dengan 7, dapat ganjil atau genap. Pernyataan kata dalam skala
mulai dari sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS), diwujudkan dalam bentuk angka yang menyatakan urutan
(order) dari atas ke bawah. Sehingga besar kecilnya akan menunjukan intensitas
butir.
b) Skala Semantic Defferential
Instrumen jenis ini hampir sama dengan skala Likert, dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang sikap seseorang terhadap suatu kebijakan yang
diambil oleh pimpinan. Perbedaannya terletak pada alternatif jawaban pada setiap
butir pertanyaan. Pada Skala Semantic Defferential, alternatif jawaban pada setiap
butirnya diberikan dengan pertanyaan yang berbeda, tergantung pada hal yang
ditanyakan. Pernyataan dua kata diletakkan pada sebelah kiri dan kanan skala,
yang menunjukan ukuran tertinggi dan terendah dari skala. Sehingga sistem skala
Semantic disebut juga dengan skala bipolar. Kelebihan instrumen jenis Semantic
Defferential dibanding dengan skala Likert adalah lebih adaptif terhadap
responden dan mengurangi kejenuhan dari responden.
Pengumpulan data dengan angket ini memiliki keuntungan dan kelemahan.
Keuntungannya dapat menjangkau responden secara luas dan dalam jumlah
banyak. Kelemahannya hanya dapat menanyakan permasalahan yang umum saja
dan tidak dapat secara mendalam. Kadang-kadang responden juga menjawab
tidak sesuai dengan keadaannya, tetapi menjawab sesuai dengan norma-etika-
aturan yang berlaku di masyarakat, misalnya jika ditanyakan tentang pelaksanaan
kegiatan agama, perilaku seksual, pendapatan dan lain-lain, tentu akan menjawab
yang baik-baik saja. Hal inilah yang dinamai dengan social desirability bias.
2) Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati
secara langsung kejadian atau proses di lapangan. Jenis informasi yang diperoleh
dapat berupa karakteristik benda, proses interaksi benda, atau perilaku manusia
baik interaksinya dengan benda/alat maupun interaksinya dengan manusia lain.
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang observer:
a) Melakukan pengamatan secara terencana dan sistematis;
b) Mengetahui skenario aktivitas yang akan diamati;
c) Mengetahui hal-hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan; dan
d) Membuat/menggunakan alat bantu berupa alat pencatat dan perekam.
Dalam pengamatan, diperlukan alat untuk mencatan atau merekam peristiwa
penting yang terjadi. Alat bantu yang dipakai dalam observasi antara lain: alat
perekam, checklist, skala penilaian, dan kartu skor. Kelebihan dari metode ini
adalah pelaksana Monev dapat mengamati secara langsung realitas yang terjadi,
sehingga dapat memperoleh informasi yang mendalam. Namun metode ini kurang
dapat mengamati suatu fenomena yang lingkupnya lebih luas, terkait dengan
keterbatasan pengamat.
3) Wawancara
Wawancara (interview) merupakan proses untuk memperoleh data dengan
mengadakan tanya jawab antara pelaksana Monev dengan responden. Dalam
wawancara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Membuat panduan wawancara agar pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada responden tidak ada yang terlewatkan atau jika
berimprovisasi tidak melenceng terlalu jauh.
b) Memperhatikan situasi dan waktu yang tepat, disesuaikan dengan kesempatan
yang dimiliki oleh responden. Penampilan pewawancara disesuaikan dengan
keadaan responden.
c) Pewawancara perlu bersikap netral terhadap semua jawaban.
4) Dokumentasi
Dalam kegiatan Monev, kadang-kadang pelaksana tidak perlu melakukan
pengumpulan/penjaringan data secara langsung dari responden. Untuk suatu
tujuan Monev tertentu, pelaksana Monev bisa menggunakan data sekunder. Data
sekunder ini merupakan data yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan
oleh pelaksana Monev lain ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain.
Cara mengumpulkan data semacam ini merupakan cara pengumpulan data
dengan dokumentasi.
Kelebihan metode ini dapat menghemat waktu dan biaya yang diperlukan.
Kekurangannya pelaksana Monev hanya dapat memperoleh data yang telah ada
dan terbatas pada apa yang telah dikumpulkan. Kadang-kadang untuk dapat
memperoleh datanya terhambat oleh sistem birokrasi
8. Sistem Pelaksanaan Monev
Monev lebih dari sekadar membuat instrumen, mengambil data dan
melaporkannya, tetapi menyangkut sebuah sistem yang bekerja menurut tatanan
tertentu yang disepakati. Ada beberapa macam model sistem pelaksanaan yang
dapat diterapkan. Salah satu model yang sering digunakan dapat dilihat pada
diagram berikut.

Gambar 3. Diagram Sistem Pelaksanaan Monev

9. Pelaporan Kegiatan dan Tindak Lanjut Monev


1) Pelaporan Kegiatan Monev
Pada tahap ini kepala sekolah menyusun laporan tertulis yang berisi data dan
informasi tentang hasil Monev sebagai dokumen yang akan digunakan untuk
memperbaiki kinerja sekolah di masa yang akan datang. Laporan disusun dengan
format yang telah ditetapkan. Laporan Monev menggambarkan secara ringkas tapi
komprehensif bagaimana program kegiatan sekolah/madrasah telah dilaksanakan.
Format laporan Monev selalu berkembang. Perkembangan itu bertujuan untuk
menentukan bagian mana yang harus dilaporkan dan bagaimana pelaporannya.
Laporan yang disusun memuat proses dan hasil pelaksanaan kegiatan Monev. Di
samping itu, laporan berisi temuan-temuan, simpulan dan rekomendasi.
Rekomendasi hasil Monev disusun berdasarkan hasil analisis dan temuan-temuan.
Substansi rekomendasi difokuskan pada upaya perbaikan dan pemecahan
masalah yang ditemukan dalam Monitoring dan Evaluasi. Formulasi rekomendasi
seyogyanya disusun dalam bentuk program tindak lanjut. Laporan Monev dibuat
secara bersama-sama oleh petugas/pelaksana (satuan kerja) Monev.
Laporan dapat disusun dengan sistematika sebagai berikut.
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Dasar Hukum
3. Tujuan
4. Manfaat
Bab II. Pelaksanaan Monev
1. Sasaran Monev
2. Dasar Penugasan
3. Petugas
4. Alur Kegiatan dan Jadwal
5. Responden
Bab III. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Monev
2. Pembahasan
Bab IV. Simpulan dan Rekomendasi
1. Simpulan
2. Rekomendasi
LAMPIRAN
1. Surat Tugas
2. Instrumen
3. Sampel Bukti Fisik
4. Dokumentasi/Foto Kegiatan (jika ada)
2) Tindak Lanjut Monev
Kegiatan Monev tidak akan bermakna jika berhenti pada tahap pelaporan hasilnya
saja. Agar terjadi perbaikan terhadap pelaksanaan program yang sama pada
waktu yang akan datang, hasil Monitoring dan Evaluasi terhadap program/kegiatan
tersebut harus ditindaklanjuti dengan kegiatan koreksi atau perbaikan, baik pada
sisi programnya maupun pelaksanaannya. Dengan cara demikian, program/
kegiatan sekolah akan selalu mengalami perbaikan sehingga kualitas program dan
pelaksanaannya akan selalu meningkat.
Contoh format tindak lanjut:

No Rekomendasi Program Sasaran Tujuan Waktu Sumber Daya

D. PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SEKOLAH

a. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen secara efektif di Sekolah


1) Definisi Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS)
Sistem informasi manajemen adalah jaringan prosedur pengelolaan dari mulai 1).
Pengumpulan data, 2). Pengolahan data, 3). Penyimpanan data, 4). Pengambilan
data dan 5). Penyebaran informasi dengan menggunakan berbagai peralatan yang
tepat, dengan maksud memberikan data kepada manajemen setiap waktu
diperlukan dengan cepat dan tepat, untuk dasar pembuatan keputusan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Secara sederhana, suatu sistem dapat
diartinya sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau
variabel yang teroganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan
terpadu. Kecenderungan manusia yang mendapat tugas memimpin suatu
organisasi adalah terlalu memusatkan perhatian pada salah satu komponen saja
dari sistem organisasi. (Siagian, 2006)
Sistem informasi manajemen berhubungan dengan informasi. Informasi adalah
sebuah istilah yang tidak tepat dalam pemakaiannya secara umum. Informasi
dapat mengenai data mentah, data tersusun, kapasitas sebuah saluran
komunikasi dan lain sebagainya. Informasi ibarat darah yang mengalir di dalam
tubuh suatu organisasi sehingga informasi ini sangat penting dalam suatu
organisasi. Sistem pengolahan informasi mengolah data menjadi informasi atau
tepatnya mengolah data dari bentuk tak berguna menjadi berguna jadi
penerimanya. Nilai informasi berhubungan dengan keputusan. Bila tidak ada
pilihan atau keputusan, maka informasi menjadi tidak diperlukan.
Sistem informasi mendatangkan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang terkait:
1) Manfaat diantaranya sistem informasi bagi perusahaan, Sistem informasi
diperlukan oleh perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. Sehingga
berbagai pihak yang membuat keputusan, dapat menggunakan informasi tersebut
untuk membuat keputusan yang lebih baik. Informasi yang baik hanya dapat
dihasilkan oleh sistem informasi yang dengan sengaja dirancang oleh perusahaan
untuk mengolah data menjadi informasi. 2) Manfaat sistem informasi bagi
perorangan, perorangan yang terlibat dalam sistem informasi diantaranya adalah
para manajer, para operator, dan para pelanggan. 3) Manfaat sistem informasi
bagi industri.
2) Manfaat Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS)
Sistem informasi manajemen memiliki banyak manfaat baik bagi pihak manajemen
maupun untuk organisasi sekolah secara keseluruhan. Adapun manfaat Sistem
Informasi Manajemen Sekolah adalah:
a) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas data secara akurat dan realtime.
b) Memudahkan pihak manajemen untuk melakukan perencanaan, pengawasan,
pengarahan dan pendelegasian kerja kepada semua departemen yang memiliki
hubungan atau koordinasi.
c) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena unit sistem kerja yang
terkoordinasi dan sistematis.
d) Meningkatkan produktivitas dan penghematan biaya dalam organisasi
3) Jenis-jenis Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS)
a. Sistem informasi profil sekolah (Portal Sekolah)
Sistem informasi ini merupakan basis data induk sekolah yang berisikan data
sekolah yang fungsinya untuk menyediakan informasi-informasi sekolah
yang dapat dimanfaatkan oleh Dinas Pendidikan untuk mengambil
kebijakan-kebijakan strategis mengenai perkembangan pendidikan di
sekolah.
b. Sistem informasi personalia (SDM)
Selain terintegrasi dengan pengelolaan data guru/tenaga kependidikan
dalam Dapodik, cakupan cakupan sistem informasi personalia (SDM)
meliputi menangani perekrutan pegawai honorer, penerimaan guru
bantu/guru tetap, mutasi pegawai, tunjangan, profil (kepangkatan, riwayat
hidup, riwayat pekerjaan, angka kredit, dan penilaian kinerja, dan evaluasi
kompetensi guru.
c. Sistem informasi siswa
Sistem informasi ini merupakan pusat pengelolaan informasi yang
berhubungan dengan manajemen siswa dengan data induk kesiswaan.
Berisi data PPDB, Biodata siswa, Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa
(manual maupun otomatis), Pengelolaan Kelulusan/Alumni, Pencetakan
Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa.
d. Sistem informasi sarana dan prasarana sekolah
Sistem ini dirancang untuk memudahkan pihak manajemen sekolah,
khususnya bagian Sarana & Prasarana sekolah dalam menginventarisasi
sarana-prasarana sekolah, kartu stok, dan laporan maintenance peralatan &
perlengkapan sekolah. Dengan fasilitas pencatatan transaksi pembelanjaan
sarana-prasarana juga memungkinkan pihak manajemen sekolah dengan
mudah melaporkan secara periodik mengenai besaran biaya yang harus
dikeluarkan untuk melakukan pengadaan maupun perawatan semua
inventaris sekolah untuk menganalisa kebutuhan operasional sekolah terkait
dengan sarana-sarana dan maintenance prasarana sekolah yang dihabiskan
selama satu tahun pelajaran.
Sistem informasi sarpras ini dapat berisi mengenai Manajemen Aset sekolah
mulai dari penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah aset
e. Sistem informasi akademik
Sistem ini merupakan basis utama dalam keseluruhan proses manajemen
pendidikan di sekolah. Terdapat beberapa perspektif yang ada dalam ruang
lingkup akademik ini, yaitu: kurikulum, guru, layanan bimbingan konseling,
dan siswa.
Sistem ini dapat berisi tentang Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan
Pengajaran, Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi
Siswa, dan Presensi Siswa dalam kegiatan pembelajaran.
f. Sistem informasi keuangan
Sistem ini memfokuskan pada pengelolaan keuangan sekolah yang
mencakup perencanaan RKAS, pencatatan transaksi-transaksi penerimaan
dan pengeluaran sekolah, serta sistem pembukuan (akuntansi) terpadu
untuk mempermudah pelaporan pertanggungjawaban keuangan sekolah.
System ini dapat berisi data pembayaran biaya pendidikan siswa, seperti
SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data pembayaran tersebut
akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan pihak
sekolah dalam melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti : Laporan
siswa yang belum melakukan pembayaran, Laporan siswa yang sudah
melakukan pembayaran, Laporan-laporan yang berkenaan dengan honor
guru/karyawan.
g. Sistem Informasi Perpustakaan Digital
Sistem ini dapat berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota, Transaksi
peminjaman dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital
h. Sistem e-Learning
Sistem ini dapat berisi layanan proses pendidikan menggunakan sistem
online maupun intranet bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-
jawab, kuis online, maupun tugas-tugas dapat menggunakan rumah belajar,
moodle, google classroom, Edmodo, dll.
4) Tahapan Penggunaan SIM yang Efektif di Sekolah
Sistem informasi manajemen juga memiliki tahapan-tahapan tertentu, adapun
tahapan-tahapan tersebut diantaranya:
a) Bagian pengumpulan data
Bagian pengumpulan data bertugas mengumpulkan data, baik bersifat bersifat
internal maupun eksternal. Data internal merupakan data yang berasal dari
dalam organisasi sedangkan data eksternal adalah data yang berasal dari luar
organisasi namun masih terdapat hubungan diantara keduanya.
b) Bagian proses data
Bagian proses data bertugas memproses data dengan mengikuti serangkaian
langkah atau pola tertentu sehingga data dapat diubah kedalam bentuk suatu
informasi yang lebih berguna pada pemrosesan data bisa dilakukan dengan
cara manual maupun dengan cara bantuan mesin sebagai alat pembantu
penyelesaian pekerjaan. Bagian pemrosesan data ditangani oleh tenaga
manusia yang memiliki ahli dan bertugas membentuk data sehingga menjadi
informasi yang sesuai dengan kebutuhan level-level manajemen. Karena
kebutuhan setiap manajer dalam hal ini kepala sekolah atau wakil kepala
sekolah berbeda, maka kebutuhan data pada tiap-tiap manajer akan berbeda
pula. Untuk itu tenaga manusia dituntut mampu bekerja dengan baik.
c) Bagian pemrograman data
Bagian pemograman bertugas menyusun program untuk perangkat komputer.
Karena komputer memiliki bahasa sendiri sehingga tugas programmer adalah
membahasakan data-data yang telah dihimpun sesuai dengan bahasa
komputer.
d) Bagian penyimpan data
Bagian penyimpan data bertugas menyimpan data. Penyimpanan data sangat
diperlukan, karena tujuan utamanya adalah demi keamanan data. Apabila level-
level manajemen pendidikan membutuhkan data baik data berupa bahan
mentah maupun data yang telah diolah, maka data dapat diambil dan
digunakan sesuai dengan kebutuhan manajer.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan dari Sistem


Informasi Manajemen sangat perlu diperhatikan. Karena apabila manajer mampu
menguasai tahapan-tahapan tersebut maka akan semakin mudah memperoleh
informasi sehingga akan melancarkan pengambilan keputusan.
b. Menganalisis masalah dan solusinya dalam pengelolaan SIM di sekolah
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran,
pendidik harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan
memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan
peserta didik untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh
pendidik.

Memaknai UU tentang Sisdiknas tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa,


pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar yang meliputi pendidik dan peserta didik yang saling
bertukar informasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pendidik sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk


mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karna tidak
semua orang tua memiliki kemampuan baik dari segi pengalaman, pengetahuan
maupun ketersediaan waktu. Dalam kondisi yang demikian orang tua
menyerahkan anaknya kepada pendidik di sekolah dengan harapan agar anaknya
dapat berkembang secara optimal.
Penggunaan sistem informasi manajemen (SIM) menunjukkan citra positif
lembaga sekolah tidak hanya dalam ruang lingkup nasional melainkan juga
internasional dikarenakan penggunaan teknologi terbaru identik dengan
penyesuaian dengan standar yang digunakan di berbagai negara. Dalam
pelaksanaan pengelolaan SIM di sekolah akan menemui masalah/kendala dan
menemukan solusi agar lebih efektif.
1) Masalah
Secara umum, terdapat sejumlah permasalahan umum sistem informasi
pendidikan Indonesia, di antaranya:
a) Disintegrasi sistem informasi
Disintegrasi sistem informasi adalah terjadinya suatu kondisi di mana informasi
antar satu unit dengan unit yang lain dalam sebuah organisasi pendidikan masih
terpisah satu dengan yang lainnya. Masing-masing unit memiliki data dengan
subjek dan atau objek yang sama, namun masing-masing tidak memiliki
kesesuaian kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan akan data dalam sistem kerja
yang berjalan pada masing-masing unit organisasi perlu didorong untuk
mengembangkan aplikasi pengelola data secara terintegrasi dengan pola interaksi
yang disesuaikan dengan kebutuhan unit di dalam organisasi pendidikan tersebut.
Basis data dikembangkan belum merujuk pada suatu sistem penyimpanan data
yang terpusat, melainkan digunakan basis data berdasar pada data yang dimiliki
oleh masing-masing unit. Keadaan ini menyebabkan sulitnya proses validasi dan
penggunaan data secara terintegrasi dalam sebuah organisasi atau lembaga
pendidikan.
b) Rendahnya penggunaan data akurat dalam sistem pengambilan keputusan
Pada intinya, data yang dimiliki dapat diidentifikasi, data masih parsial, data lambat
diperbaharui, dan akurasi data belum tepat. Persoalan tersebut berawal dari
sejumlah hal berikut: (1) tidak tersedianya sistem penyimpanan, pemrosesan, dan
publikasi informasi yang dapat bekerja secara cepat, terintegrasi, dan dapat
dipercaya, (2) dana yang tidak memadai untuk membangun infrastruktur
pengelolaan data secara terpusat dan terintegrasi, (3) sumber daya manusia yang
belum mampu mengikuti perubahan teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan,
karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, dan (4) adanya resistensi
pada pemanfaatan sistem baru, lebih nyaman menggunakan sistem lama yang
sudah biasa digunakan, dirasa sudah mapan, dan dinilai baik.
c) Lemahnya sistem pembaharuan data
Data yang ada tidak memiliki mekanisme pembaharuan yang dapat berjalan
secara real time. Tidak terdapat suatu mekanisme kerja sistem yang secara
khusus mengatur sistem pembaharuan data secara terus menerus dan
berkesinambungan. Suatu contoh keberadaan data kepegawaian; guru atau dosen
yang sudah meninggal, sudah naik pangkat atau sudah menyelesaikan studi
masih belum ter-update di sistem. Keadaan data ini bisa jadi hal sepele, namun
dari sisi sistem akan berpengaruh kepada sistem lainnya, orang yang sudah
meninggal masih terjadwal di akademik, orang yang sudah naik pangkat atau
sudah selesai studi masih belum mendapatkan haknya. Penyebabnya mungkin
karena bagian entri data tidak mendapatkan data atau laporan dari yang
bersangkutan.
d) Kurangnya sistem aplikasi manajemen
Idealnya, organisasi pendidikan memerlukan sejumlah aplikasi sistem untuk
mendukung terhadap manajemen pendidikan, infrastruktur yang memadai, dan
sejumlah sistem aplikasi yang diperlukan pada unit yang ada dalam organisasi
pendidikan tersebut secara terintegrasi, terpadu, dan real time. Basis data yang
ada dapat digunakan untuk seluruh sistem yang dikembangkan dan pada
dasarnya data yang objeknya sama, namun penggunaan dan pelaporan yang
berbeda. Sistem aplikasi manajemen yang diterapkan pada unit akan
memanfaatkan data tersebut untuk keperluan pelaporan yang berbeda. Data siswa
atau mahasiswa dapat digunakan untuk pelaporan keuangan, prestasi, beasiswa,
dan lainnya
e) Tidak terjaminnya sistem keamanan
Sistem keamanan menjadi kendala terbesar dalam implementasi sistem informasi
pendidikan. Sumber tidak stabilnya sistem keamanan disebabkan karena etika dan
moralitas faktor internal organisasi. Meskipun, tidak menutup kemungkinan
disebabkan oleh faktor eksternal. Sistem keamanan biasa meliputi keamanan
sistem aplikasi, sistem keamanan monitoring, dan sistem keamanan yang
berhubungan dengan konten. Terjaminnya sistem keamanan akan meningkatkan
tingkat kepercayaan dari pemilik dan pengguna sistem.
f) Infrastruktur TIK yang belum memadai
Pengembangan infrastruktur TIK untuk menjamin ketersediaan layanan menjadi
aspek yang mendasar. Di dalam sejumlah aplikasi sistem, kebutuhan infrastruktur
menjadi prasarat dalam mengoperasionalisasikan sistem. Platform teknologi yang
berupa infrastruktur hardware maupun software menjadi amat penting apabila
kapasitas aksebilitas sistem yang semakin berkembang.
g) Kelembagaan pengelolaan TIK yang belum satu atap
Masing-masing unit atau bagian yang ada di lembaga pendidikan memiliki unit
atau organ yang menangani, mengembangkan, mengadakan, dan memanfaatkan
sistem informasi. Hal ini yang menyebabkan kinerja lembaga pendidikan secara
parsial berdasarkan unit tidak terintegrasi secara kesuluruhan. Hal ini akan
menjadi baik apabila unit tersebut menggunakan database bersama, namun jika
unit tersebut memiliki dan mengembangkan basis data yang terpisah, maka akan
menjadi tidak efektif, efisien, dan akurasi data akan menjadi lemah.
2) Solusi
Pada dasarnya setiap kendala atau masalah dapat dicarikan jalan keluarnya
(solusi). Untuk mengatasi kendala atau masalah yang telah disebutkan maka perlu
diambil langkah, sebagai berikut:
a) Penggunaan database bersama
Sistem informasi harus dikembangkan dengan mengupayakan pemanfaatan
database bersama (shared database) oleh pengguna atau sistem yang berbeda.
Di samping mengurangi bahan kerja, hal ini akan mengurangi kemungkinan
terjadinya kesalahan pada saat menginput data (one stop inpus process) sehingga
keakuratan data akan lebih terjamin. Penggunaan database bersama diharapkan
akan mengurangi pekerjaan penginputan data secara manual yang berulang-
ulang. Makna lain dari ini adalah basis data sama, namun keperluan berbeda
untuk masing-masing unit kerja. Di dalam dunia pendidikan mulai dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi sekalipun memiliki objek dan subjek yang
sama semuanya bermuara pada peserta didik. Hal ini memudahkan pada
pengelolaan basis data bersama untuk kepentingan bersama
b) Aplikasi berbasis web
Aplikasi manajemen bisa dilakukan berbasis desktop atau berbasis online.
Penggunaannya sangat bergantung pada tingkat keamanan, kebutuhan akan data
pengguna, dan daya akses pengguna. Misalnya, untuk data yang bersifat terbatas
untuk kalangan tertentu dan pada tempat tertentu dapat menggunakan
aplikasi dekstop atau intranet sedangkan aplikasi yang mengolah data yang tidak
kritis sebaiknya dikembangkan dengan menggunakan web sebagai antarmuka
(interface). Web sebagai antarmuka akan mempermudah pemasangan
(deployment) dari aplikasi. Aplikasi berbasis web memiliki fleksibilitas yang tinggi
terhadap peningkatan jumlah pengguna, dengan kalimat lain memiliki tingkat
skalabilitas yang lebih baik. Hal positif lain dari aplikasi berbasis web adalah
kemudahan dalam pemeliharaannya. Perbaikan dan modifikasi aplikasi cukup
dilakukan pada server aplikasi dan tidak memerlukan perubahan pada sisi
pengguna aplikasi
c) Sistem terintegrasi
Pengembangan sistem informasi perlu diarahkan agar tercipta sistem yang
terintegrasi (integrated system). Sistem terintegrasi adalah sebuah sistem yang
mampu melingkupi dan mendukung proses-proses kerja yang saling terkait.
Sebagai contoh pengelolaan sumber daya manusia melibatkan proses rekrutmen,
pelatihan dan pendidikan, evaluasi kinerja, pemeliharaan kesehatan, evaluasi
remunerasi, dan sebagainya. Sistem terintegrasi harus dapat mendukung seluruh
proses tersebut dan mengoptimalkan penggunaan hasil-hasil informasi dari proses
yang lain seperti dari sistem informasi akademik, sistem informasi keuangan, dan
sistem informasi aset fasilitas.
d) Interoperabilitas
Pengembangan sistem komunikasi dan informasi harus diarahkan dengan
mempertimbangkan interoperabilitas antar sistem. Interoperabilitas merupakan
kemampuan satu sistem untuk bekerja sama dengan sistem yang lain. Salah satu
faktor penting terkait dengan interoperabilitas adalah penggunaan
standar/platform yang seragam oleh sistem-sistem yang harus bekerja
sama. Platform basis data menjadi acuan dalam pengembangan aplikasi-aplikasi
sistem lainnya.
e) Keamanan  informasi
Sistem informasi harus mempertimbangkan aspek keamanan informasi yang akan
dikelola (diakuisisi, disimpan, diolah, atau ditransfer) oleh sistem tersebut. Aspek-
aspek dari keamanan informasi adalah kerahasiaan, kebenaran (validitas), dan
antisipasi terhadap kehilangan data (backup dan recovery). Selain itu, etika dan
moralitas sumber daya manusia yang mengendalikan sistem informasi harus
memiliki integritas, jujur, dan terpercaya
f) Skalabilitas
Pengembangan sistem informasi harus mampu mengantisipasi perubahan
kapasitas dan fungsi sistem yang dibutuhkan. Perubahan kapasitas dan fungsi ini
dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya: pertambahan jumlah
pengguna, penambahan fungsi, atau sebagai dampak dari kejadian khusus
tertentu. Sebagai contoh faktor-faktor tersebut, misalnya pertambahan jumlah
personil, pertambahan unit, pemekaran wilayah, dinamika politik, dan keamanan.
g) Tingkat ketersediaan
Sistem informasi harus memberikan jaminan tingkat ketersediaan (availability)
layanan pada saat diperlukan. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kritisnya
suatu sistem. Sistem harus dipastikan bekerja dengan baik pada saat diperlukan.
h) Kemudahan akses
Kemudahan akses harus memberikan layanan pada pengguna. Kemudahan ini
dapat berupa akses terhadap layanan yang dapat dilakukan di mana saja dan
kapan saja, atau dapat berupa kemudahan penggunaan perangkat. Pengguna
tidak dibebani untuk mempelajari sistem tetapi dapat fokus pada pelaksanaan
pekerjaannya.
i) Proses kerja yang ringkas
Terciptanya proses kerja yang lebih ringkas (streamlined operational process)
akan mempermudah terhadap layanan sistem. Perencanaan sistem informasi
harus mempertimbangkan peluang-peluang untuk meringkas proses kerja dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan sistem
komunikasi dan informasi tidak hanya ditujukan untuk melakukan otomatisasi
pekerjaan tertentu, tetapi merupakan peluang dalam melakukan rekayasa ulang
dari proses kerja.
j) Kinerja
Seharusnya sistem informasi yang baik harus mampu memberikan layanan dalam
suatu rentang waktu yang dapat diterima oleh penggunannya. Kinerja sistem tidak
hanya dilihat dari kapasitas sistem saja, melainkan lebih jauh dapat dilihat dari sisi
penggunanya. Sistem harus mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi bagi
penggunannya.
k) Otorisasi
Akses terhadap sistem hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang berhak. Hak
akses terhadap sistem informasi harus diatur dan ditentukan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing pengguna. Otorisasi pengguna sistem dapat
dikembangkan berlapis. Hal ini sangat bergantung pada kompleksitas sistem
informasi. Biasanya otoritas pengguna sistem dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok, yakni (1) super administator yang mampu menentukan tingkat
pengguna dan memiliki otoritas penuh terhadap sistem, (2) admin yang
bertanggung jawab terhadap pengguna sistem pada unit tertentu, dan (3)
pengguna tingkat operator yang bertanggung jawab terhadap operasionalisasi
sistem.
l) Infrastruktur bersama
Pengembangan infrastruktur perlu diarahkan pada penggunaan infrastruktur
bersama. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada saat ini telah
memungkinkan pemanfaatan infrastruktur yang sama untuk mengalirkan berbagai
bentuk informasi, seperti video, gambar, suara, dan data. Dengan perencanaan
yang baik, pemanfaatan infrastruktur bersama akan mengurangi biaya yang
diperlukan untuk memperoleh layanan yang dibutuhkan.
m) Komunikasi berbasis internet protocol (IP)
Penggunaan internet protocol (IP) sebagai standar komunikasi perlu
dikembangkan. Melalui sistem informasi berbasis IP memungkinkan penggunaan
infrastruktur bersama sebagaimana diuraikan pada poin sebelumnya dapat
terwujud dengan baik.

E. UPAYA MEWUJUDKAN VISI SEKOLAH MENJADI BUDAYA BELAJAR YANG


BERPIHAK PADA MURID
1. Konsep Visi dan Misi
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan
pendidikan nasional harus menjalankan perannya dengan baik. Dalam menjalankan
perannya sekolah harus dikelola dengan baik agar dapat mewujudkan tujuan
pendidikan yang optimal. Agar pengelolaan sekolah dapat berjalan dengan baik,
dibutuhkan dari visi dan misi.
Pengertian Visi
Visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin
mewujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan
atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini dan menjangkau
masa yang akan datang. Hax dan Majluf dalam Akdon (2006) menyatakan bahwa
visi adalah pernyataan untuk:
a. Mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas
pokok.
b. Memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders
(sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen dan pihak lain yang terkait).
c. Menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan
perkembangan. Bagi sekolah,Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan
profil sekolah yang di inginkan di masa datang. Sedangkan menurut David
(2011) Visi dikatakan sebagai kornitrnen yang ditetapkan oleh suatu organisasi.
visi merupakan bentuk statement yang mengandung jawaban dan pengambaran
tentang suatu kondisi maupun citra perusahaan atau lembaga yang ingin
diwujudkan pada masa yang akan datanng.

Merumuskan Visi Sekolah


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan sebuah visi menurut
Bryson (2001) antara lain:
a. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi.
b. Visi harus di sebarkan di kalangan anggota organisasi (stakeholder).
c. Visi harus di gunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan
organisasi yang penting.
Menurut Akdon terdapat beberapa kriteria dalam merumuskan visi, antara lain:
a. Visi bukan fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin
diwujudkan.
b. Visi dapat memberikan arahan, mendorong anggota organisasi untuk
mewujudkan kinerja
yang baik.
c. Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan.
d. Menjembatani masa kini dan masa yang akan datang.
e. Gambar yang realistis dan kredibel dengan masa depan yang menarik.
f. Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, rumusan visi sekolah yang baik
seharusnya memberikan isyarat:
a. Visi sekolah berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu yang lama (bila
perlu dibuat jangka waktunya).
b. Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma
dan harapan masyarakat.
c. Visi sekolah harus mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin di
capai.
d. Visi sekolah harus mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi,
semangat dan komitmen bagi stakeholder.
e. Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan
sekolah kearah yang lebih baik.
f. Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.
g. Dalam merumuskan visi harus disertai indicator pencapaian visi.

2. Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak
yang berkepentingan di masa datang menurut Akdon (2007). Pernyataan misi
mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan.
Pernyataan misi harus:
a. Menunjukan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh
organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan.
b. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk
mencapainya.
c. Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang utama
yang digeluti organisasi.
Misi dapat dikatakan sebagai rincian hal – hal pokok yang dapat menunjang
terwujudnya visi. Berdasarkan pernyataan tersebut, dikatakan bahwa misi
merupakan susunan rencana pokok yang mendeskripsikan alasan perusahaan atau
lembaga tersebut dibuat dan ditujukan pada isu yang menjadi fokus perusahaan
atau lembaga tersebut. Misi tersusun dari hal – hal pokok yang ingin dilakukan dan
dicapai oleh sebuah perusahaan atau lembaga untuk menunjang keterwujudan visi
(goal utama) yang telah ditetapkan (Davis : 2011).

Merumuskan Misi
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan
penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban dan rancangan tindakan
yang dijadikan arahan untuk bewujudkan visi. Dengan demikian, misi adalah bentuk
layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai
indikatornya.
Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi, antara lain:
a. Penjelasan tentang produk atau pelayanan yang ditawarkan yang sangat
diperlukan oleh masyarakat.
b. Harus jelas memiliki sasaran publik yang akan dicapai.
c. Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarka memiliki daya saing yang
meyakinkan masyarakat.
d. Penjelasan aspirasi bisnis yang diinginkan pada masa mendatang juga
bermanfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan produk dan pelayanan
yang tersedia.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi sekolah antara lain:
a. Pernyataan misi sekolah harus menunjukan secara jelas mengenai apa yang
hendak dicapai oleh sekolah.
b. Rumusan misi sekolah selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan”
dan bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagai mana pada rumusan
visi.
c. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara
indicator visi dengan rumusan misi atau ada keterkaitan atau terdapat benang
merahnya secara jelas.
d. Misi sekolah menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang akan
diberikan masyarakat (siswa).
e. Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan harus memiliki daya saing yang
tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi sekolah.
Dalam merumuskan misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah agar yang dilakukan sekolah
dapat difahami oleh pihak-pihak yang terkait sehingga perjalan sekolah tidak
mendapat rintangan ataupun prasangka buru dari masyarakat. Pada dasarnya misi
hanya merupakan metode untuk mencapai tujuan sekolah yang akan membantu
masyarakat dan Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jansen (2005) yang memberikan 12 kriteria mengenai visi dan misi yang hidup dan
efektif, 7 terpenting yang bisa diambil yaitu:
1. Visi dan misi harus sesuai dengan roh zaman dan semangat perjuangan
organisasi,
2. Visi dan misi harus mampu menggambarkan sosok organisasi idaman yang
mampu memikat hati orang,
3. dan misi harus mampu menjelaskan arah dan tujuan organisasi,
4. Visi dan misi harus mudah dipahami karena diungkapkan dengan elegan
sehingga mampu menjadipanduan taktis dan strategis,
5. Visi dan misi harus memiliki daya persuasi yang mampu mengungkapkan
harapan, aspirasi, sentimen, penderitaan para stakeholder organisasi,
6. Visi-misi harus mampu mengungkapkan keunikan organisasi dan menyarikan
kompetensi khas organisasi tersebut yang menjelaskan jati dirinya dan apa yang
mampu dilakukannya,
7. Visi-misi harus ambisius, artinya ia harus mampu mengkiristalkan keindahan,
ideal kemajuan, dan sosok organisasi dambaan masa depan, sehingga mampu
meminta pengorbanan dan investasi emosional dari segenap stakeholder
organisasi.

Mewujudkan visi sekolah menjadi budaya belajar yang berpihak pada murid.
Budaya belajar adalah cerminan mutu pendidikan sekolah yang tumbuh
kembangnya berdasarkan semangat dan nilai yang dianut sekolah, lingkungan,
suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah yang mampu mengembangkan kecerdasan,
keterampilan siswa yang ditampakkan dalam bentuk kerjasama warga sekolah
dalam kedisiplinan, tanggung jawab, dan motivasi belajar. Budaya belajar
merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh masyarakat sekolah yang
mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik
maupun abtrak, terutama yang berkaitan dengan hasil belajar (Nugraha dan
Ambiyar). Budaya belajar adalah suasana kehidupan siswa bertinteraksi dengan
lingkungannya, seperti keluarga di rumah, teman-teman di sekolah, guru, konselor,
tenaga kependidikan, dan antara kelompak masyarakat sekolah. Interaksi internal
kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika
bersama yang berlaku disuatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan,
toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa
kebanggaan dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam
budaya belajar.
Fenomena budaya belajar yang berpihak pada murid memiliki indikator seperti
sistem pembelajaran lebih baik, waktu belajar lebih panjang dan memiliki
lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran. Untuk mewujudkan visi sekolah
sekolah menjadi budaya belajar yang berpihak pada murid seorang Kepala sekolah
melakukan tindakan-tindakan yang berkenaan dengan visi sekolah seperti
melibatkan warga sekolah dalam penetapan visi dan program yang mendukung,
mengomunikasikan visi dengan berbagai cara yang efektif menjangkau warga
sekolah, menghimpun dukungan dari segenap warga sekolah dan komunitas, dan
mendorong warga sekolah untuk mencoba pendekatan-pendekatan baru yang
mewujudkan visi sekolah.
Ada beberapa faktor untuk memcapai visi tersebut yaitu:
a. kepemimpinan kepala sekolah yang profesional
b. guru-guru yang tangguh dan profesional
c. memiliki tujuan pencapaian filosofis yang jelas
d. lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran
e. jaringan organisasi yang baik
f. kurikulum yang jelas
g. evaluasi belajar yang baik
h. partisipasi orang tua murid yang aktif dalam kegiatan sekolah

DAFTAR PUSTAKA MANAJERIAL SEKOLAH

Arikunto, Suharsimi, et.al. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2020. Draft Butir Inti Instrumen Akreditasi
Satuan Pendidikan (IASP)

Cahyono, Yuli dan Priyadi, Joko. 2019. Modul Penyiapan Calon Kepala Sekolah.
Monitoring dan Evaluasi (MPCKS-MON). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

-------------------------. 2019. Modul Pelatihan Penguatan Kepala Sekolah Kepemimpinan


Perubahan (MPPKS – PIM). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hartanto, Setyo, & Sucipto, Taufiq Lilo Adi. 2019. Modul Pelatihan Calon Kepala Sekolah
Pemanfaatn TIK dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran (MPCKS – TIK).
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Dokumen 3 Petunjuk Pelaksanaan


Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah

-------------------------. 2016. Formulir Penilaian Kinerja Kepala Sekolah. Jakarta: Ditjen


Guru dan Tenaga Kependidikan
---------------------------. 2019. Bahan Pembelajaran Diklat Calon Kepala Sekolah:
Kepemimpinan. Jakarta: Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan

Kirkpatrick, D. L. 1994. Evaluating Training Programs. San Francisco: Berrett-Koehler


Publishers, Inc.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Anak Usia Dini

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang


Pemenuhan Beban Tugas Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang


Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar


Kualifikasi dan Kompetensi Guru

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar


Pengelolaan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Administrasi Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar tentang
Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas


Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Jakarta: Kemdiknas

Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Standar Nasional
Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun


2014 tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun
2014 tentang Ekstrakurikuler.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudyaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014
tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014 tentang Muatan Lokal untuk Kurikulum 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun
2014 tentang Bimbingan Konseling.

Rakhim, Rizki Trianto, dkk. 2019. Modul Penguatan Kepala Sekolah Literasi Digital
(MPPKS – DIG). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sani, Ridwan, dkk.. 2015. Penjamin Mutu Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Scott, George M. 2001. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : Raja


Grafindo Persada

Siagian, Sondang P. 2011. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta. Bumi Aksara.

Sutar, dkk. 2019. Modul Pelatihan Kepala Sekolah Pengembangan Rencana Kerja
Sekolah (MPPKS – RKS) Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Strategi Dan Implementasi Literasi Sebagai Kecakapan Abad 21 Dalam Pembelajaran,
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun
2018
Terry, George R. 2015. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Thomas L. Wheelen, J. David Hunger, 2014. Strategic Management and Business Policy:
Globalization, Innovation and Sustainability: Iowa State university.
3. SUPERVISI GURU DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
A. MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENUJU STUDENT WELLBEING

1. Membangun lingkungan belajar yang yang berpusat pada murid (Differentiated


Instruction);

Seorang calon kepala sekolah harus memahami Model kompetensi kepemimpinan


sekolah yang baru. Model ini menyebutkan bahwa Kompetensi kepemimpinan
sekolah memiliki 4 kategori yakni (1). Kategori mengembangkan diri dan orang lain,
(2) memimpin pembelajaran, (3).memimpin managemen sekolah dan (4) memimpin
pengembangaan sekolah. Sebagai calon pemimpin pembelajaran, calon kepala
sekolah harus memiliki kompetensi dalam upaya membangun lingkungan belajar yang
kondusif, nyaman dan aman. Indikator kompetensi ini adalah :
a. Mengembangkan dan merawat lingkungan sekolah yang nyaman dan aman bagi
murid dan guru
b. Mengembangkan komunikasi dan interaksi warga sekolah yang saling percaya
dan saling peduli
c. Memfasilitasi masukan dan aspirasi murid dalam mempengaruhi kebijakan dan
praktik belajar
d. Memastikan guru melibatkan murid dalam membangun kelas yang kondusif untuk
belajar
Berkaitan dengan indikator memastikan guru melibatkan murid dalam membangun
kelas yang kondusif untuk belajar, maka Kepala Sekolah tidak hanya berkewajiban
menyiapkan sarana parasarana yang mendukung pembelajaran yang berpusat pada
murid, namun juga perlu mempersiapkan pendekatan, model maupun strategi
pembelajaran yang berpusat pada murid. Salah satu pendekatan pembelajaran yang
dapat digunakan adalah pendekatan Differentiated Instruction (DI). Pendekatan ini
adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan murid dengan tujuan
memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan
(Tomlinson, 2000).

Differentiated Instruction dapat dilakukan dengan tiga hal; (1) kesiapan belajar – jika
tugas belajar yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa, (2) minat – jika tugas
belajar yang diberikan dapat merangsang rasa ingin tahu, dan gairah belajar siswa,
(3) profil belajar – jika tugas belajar dapat mendorong siswa untuk bekerja dengan
cara yang disukainya. Dalam pembelajaran Differentiated Instruction, guru dapat
memodifikasi tiga aspek pembelajaran, yaitu konten, proses dan produk. Konten
berkaitan dengan pemadatan unit/konsep, penambahan isi, variasi kecepatan intruksi
pembelajaran, sumber belajar (Bao, 2010). Proses, yaitu kegiatan di mana siswa
terlibat dalam rangka memahami atau menguasai isi (Tomlison, 2000). Diferensiasi
berdasarkan proses meliputi; penggunaan aktivitas berpikir tingkat tinggi, intruksi
kelompok kecil, multiple, intelligence, pemusatan pembelajaran, mind-mapping, dan
tugas kooperatif (Bao, 2010). Produk yaitu hasil belajar siswa yang merupakan hasil
latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari siswa (Tomlison,
2000). Differensiasi berdasarkan produk meliputi: tugas berjenjang, rubrik, penilaian
alternative, pekerjaan rumah yang dimodifikasi, dan proyek independen (Bao, 2010).
Dengan lingkungan belajar yang berpusat pada murid, diharapkan dapat mewujudkan
student wellbeing. Student Wellbeing dideskripsikan sebagai sebuah kondisi yang
menggambarkan mental dan fisik yang sehat, kuat, memiliki daya tahan untuk
menjalankan fungsi dalam pekerjaanya maupun pribadinya. Hal ini dapat terwujud
jika murid bahagia dan nyaman selama belajar di sekolah.

2. Perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat pada murid

Sebagai calon pemimpin pembelajaran maka calon Kepala sekolah harus memiliki
kompetensi dalam memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang
berpusat pada murid. Indikator kompetensi ini antara lain adalah :

a. Mengadakan pertemuan guru untuk merancang proses belajar yang berpusat


pada murid
b. Memberi umpan balik terhadap rencana belajar sebagai dasar bagi melakukan
perbaikan
c. Menunjukkan praktik pembelajaran yang berpusat pada murid sebagai teladan
bagi guru
d. Menyediakan dukungan agar guru dapat fokus dalam melakukan pembelajaran
pada murid;
Calon kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam mengarahkan guru
menyusun Perencanaan pembelajaran yang berpusat pada murid. Oleh karena itu,
calon kepala sekolah harus memahami model dan strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan oleh guru dalam merancang pembelajaran yang berpusat pada murid.
Dalam kurikulum 2013 direkomendasikan beberapa model pembelajaran yang
mengakomodir kecakapan abad 21, literasi dan karakter diantaranya adalah saintifik,
pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, inkuiri dan discovery
learning atau penemuan. Dalam setiap sintaknya model-model tersebut telah
mengaktifkan setiap murid dalam berbagai aktivitas yang dilaksanakan sepanjang
proses pembelajaran. Model-model pembelajaran ini sesuai dengan pendekatan
differenciated instruction yang menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan murid
dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup
yang diberikan.

Menurut Andrew miller dalam https://www.edutopia.org/blog/differentiated-instruction-


strategies-pbl-andrew-miller tahun 2016 ada 6 strategi differentiated instruction dalam
model pembelajaran pembelajaran berbasis proyek yakni saat 1) pembentukan
kelompok, 2) merefleksi tentang proyek yang dikerjakan dan menetapkan tujuan
berikutnya, 3) saat murid mencari sumber belajar sebagai referensi proyek yang
dikerjakan ( seperti video, bahan bacaan maupun game),4) pilihan proyek yang
menggambarkan kemampuan murid, 5) Penilaian formatif yang berbeda untuk murid
yang berada dalam satu kelompok, 6).Keseimbangan dalam kerja tim dan kerja
mandiri bagi murid. Strategi-strategi ini menggambarkan aktivitas kegiatan yang
berpusat pada murid. Saudara dapat melakukan analisis terhadap strategi
differentiated instruction dalam model pembelajaran lain.

Kompetensi memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat


pada murid diperlihatkan oleh kepala sekolah yang mendayagunakan guru untuk
memaksimalkan proses belajar mengajar untuk keberhasilan murid (OECD, 2009).
Penyusunan perancangan pembelajaran yang berpusat pada murid ini dapat
dilakukan di KKG/MGMP sekolah, maupun melalui KKG/MGMP di gugus atau melalui
pembinaan secara individual/kelompok oleh kepala sekolah. Kepala sekolah
memberikan dukungan, umpan balik dan keteladanan kepada guru dalam segala
tahapan proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, praktik pengajaran dan
asesmen (Marzano et al,., 2005 ; Sumintono et al, 2015.). Rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah dihasilkan oleh guru selanjutnya diperiksa oleh kepala
sekolah untuk mendapatkan umpan balik, validasi dan pengesahan. Dalam forum
Learning Community di tingkat sekolah maupun dalam ruang kelas nyata, seorang
kepala sekolah hendaknya dapat memberikan contoh tentang bagaimana
melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid. Hal ini dimaksudkan agar
guru memperoleh gambaran nyata implementasi pembelajaran yang berpusat pada
murid.

3. Refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada murid.

Kompetensi yang harus dimiliki oleh calon kepala sekolah dalam memimpin belajar
mengajar adalah memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang
berpusat pada murid. Kompetensi ini memiliki beberapa indikator sebagai berikut:

a. Memimpin pertemuan refleksi berkala untuk perbaikn kualitas proses belajar


mengajar
b. Mengumpulkan dan mengolah data bukti terkait proses dan hasil belajar
c. Melakukan evaluasi praktik pembelajaran berdasarkan data dan bukti.
d. Merencanakan dan mengarahkan guru untuk melakukan perbaikan kualitas proses
pembelajaran.
Kompetensi memimpin refleksi, asesmen/penilaian dan perbaikan kualitas proses
belajar yang berpusat pada murid terlihat dari kemampuan mengumpulkan dan
menganalisis data dan bukti proses pengajaran dan hasil pembelajaran murid guna
melakukan praktik-praktik pengajaran di sekolah (ACDP, 2013; Day dan Samson,
2014; Hott et al., 2018). Kompetensi ini terlihat saat kepala sekolah melakukan
supervisi pembelajaran, mulai dari merencanakan supervisi (menetapkan tujuaan,
fokus dan jadwal supervisi), pelaksanaan supervisi (meliputi supervisi terhadap
administrasi pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran), Refleksi dan tindak lanjut
hasil supervisi. Saat tahapan refleksi dan tindak lanjut inilah, kepala sekolah
memfasilitasi guru merefleksikan praktik-praktiknya agar dapat merencankan dan
melkukan tindakan nyata untuk perbaikan berkualitas proses belajar mengajar
(Caldwell, 2014:Ham et al, 2019)

4. Pelibatan orangtua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah

Calon kepala sekolah hendaknya juga memiliki Kompetensi untuk melibatkan orang
tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah. Indikator kompetensi ini
antara lain adalah :
a. Memahami kebutuhan dan karakteristik orang tua murid
b. Menginisiasi komunikasi dan interaksi dengan orag tua
c. Menyediakan kesempatan dan dukungan agar guru dapat berkomunikasi dengan
orang tua.
d. Menyediakan kesempatan terbuka bagi orang tuaa untuk menyampaiakan
pendapat dan keluhan
e. Menyediakan peran bagi orang tua terlibat menjadi pendamping dan sumber
belajar.
Dimensi melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah
diperlihatkan oleh kepemimpinan sekolah yang mampu mengkomunikasikan dengan
efektif perkembngan hasil pembelajaran murid kepada orang tua dan meningkatkan
prtisipasi aktif orangtua dalam menyukseskan pemebelajaran murid (Caldwell, 2014;
Pont el al, 2008). Agar dapat mendorong kemitraan dengan orang tua dalam
meningkatkan kualitas belajar murid, kepala sekolah harus mengetahui latar belakang
sosial keluarga murid dan menyesuaikaan bentuk komuniaksi dan pelibatan orngtua
sebagaimana diperlukan (Mozano et al., 2005: Hitt et al 2018). Kepala sekolah juga
harus membuka ruang untuk partisipasi aktif orang tuadalam proses belajar mengajar
di sekolah (Caldwell, 2014; Marzano et al., 2005). Salah satu bentuk pelibatan orang
tua murid dalam proses pembelajaran adalah orang tua dapat membawakan materi
pengajaran yang sesuai dengan keterampilan dan keahliannya pada saat-saat
tertentu untuk memperkaya pembelajaran murid (Sumarsono et al., 2016).

B. SUPERVISI GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Supervisi kepala sekolah kepada guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan secara berkelanjutan di sekolah. Dengan melaksanakan supervisi
secara terprogram dan berkesinambungan akan tercapai layanan proses
pembelajaran bermutu. Pembelajaran yang dipimpin oleh guru yang berkualitas dan
didukung oleh tenaga pendidikan yang baik akan meningkatkan prestasi peserta
didik..

Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus memastikan bahwa semua


guru dan tenaga kependidikan mendapat pelayanan supervisi. Setiap guru dan tenaga
kependidikan harus mendapatkan layanan yang sama tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan yang berkebutuhan
khusus. Layanan yang sama tanpa diskriminasi juga harus diberikan kepada para
peserta didik dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan undang- undang
perlindungan anak. Undang-undang perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat, martabat, kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, sejahtera, bahagia, dan bermakna (student wellbeing).

Kepala sekolah akan mampu mewujudkan anak bangsa yang wellbeing harus
mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Salah satu tugas
kepala sekolah yaitu supervisi guru dan tenaga kependidikan. Berikut rincian
Ekuivalensi Beban Kerja Kepala Sekolah yang berkaitan dengan tugas supervise guru
dan tendik.

Tabel Beban Kerja Kepala Sekolah (Tugas Supervisi Guru dan Tendik)
NO TUGAS RINCIAN TUGAS BUKTI FISIK EKUIVALEN
3 Supervisi a. Merencanakan program a. Program Supervisi Guru Memenuhi
kepada supervisi guru dan tenaga dan Tenaga beban kerja
kependidikan; Kependidikan 6- 10 jam
Guru dan
kerja per
tenaga b. Melaksanakan supervisi guru; b. Laporan Pelaksanaan
minggu yang
dan Hasil Supervisi
Kependi di dalamnya
Guru;
sudah
dikan; c. Melaksanakan supervisi
c. Laporan Pelaksanaan mencakup
terhadap tenaga
dan Hasil Supervisi setara
kependidikan;
Tenaga Kependidikan; dengan 4-6
d. Menindaklanjuti hasil jam Tatap
d. Laporan Evaluasi
supervisi terhadap Guru Muka per
Pelaksanaan dan Hasil
dalam rangka peningkatan minggu.
Supervisi Tenaga
profesionalisme Guru;
Kependidikan.
e. Melaksanakan Evaluasi
Supervisi Guru dan Tenaga
Kependidikan; dan
f. merencanakan dan
menindaklanjuti hasil evaluasi
dan pelaporan pelaksanaan
tugas supervisi kepada Guru
dan tenaga kependidikan.

(Sumber: Lampiran 2 Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan


Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah)

1. Konsep Supervisi Akademik

Inti dari penyelenggaraan pendidikan persekolahan adalah proses pembelajaran.


Pembelajaran yang berkualitas hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang berkualitas
pula. Salah satu kegiatan penting dalam rangka pemberdayaan dan peningakatan
kualitas guru adalah supervisi akademik.

Banyak pengertian tentang supervisi akademik. Supervisi akademik merupakan


serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam
mengelola proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kompetensi
paedagogik dan profesional, yang muaranya kepada peningkatan mutu lulusan
peserta didik (Glickman:2007) Sedangkan Daresh (2001) menyebutkan bahwa
supervisi akademik merupakan upaya membantu guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pengajaran. Kegiatan supervisi akademik yang
dilakukan oleh kepala sekolah yang ditujukan kepada guru dengan tujuan memberikan
bantuan profesional, selain itu supervisi akademik juga bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi profesional maupun kompetensi paedagogik yang akan berdampak pada
peningkatan kinerja guru-guru di sekolah.

Mengembangkan kemampuan guru tidak hanya ditekankan pada peningkatan


pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan
komitmen, kemauan, atau motivasi guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan
dan motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat. Tanggung jawab
pelaksanaan supervisi di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu kepala
sekolah harus memiliki kompetensi supervisi.

Inti dari kegiatan supervisi adalah membantu guru dan berbeda dengan penilaian
kinerja guru, meskipun di dalam supervisi akademik ada penilaian. Dalam supervisi
akademik menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan
salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987).

Menurut Sergiovanni (dalam Depdiknas, 2007: 10), ada tiga tujuan supervisi
akademik, yaitu:

a. Supervisi akademik dilakukan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan


profesionalnya dalam memahami, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan
mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.

b. Supervisi akademik dilakukan untuk memonitor kegiatan proses belajar mengajar di


sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah
ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru,
teman sejawatnya, maupun dengan sebagian peserta didik.

c. Supervisi akademik dilakukan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya


dalam melaksanakan tugas-tugas mengajar, mendorong guru mengembangkan
kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang
sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawabnya.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (dalam Depdiknas, 2007) Supervisi akademik yang
baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut
di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memperhatikan
salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan
merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku
mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih
berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.

Pengembangan
Profesional

Penumbuhan Pengawasan
Motivasi Kualitas

Gambar 1. Tiga Tujuan Supervisi Akademik yang Utuh


Bentuk bantuan kepada guru dalam mengembangkan kompetensinya dapat berupa
mengembangkan kurikulum, mengembangkan kelompok kerja guru (KKG/MGMP),
dan secara bersamaan dapat memberikan bimbingan Penelitian Tindakan Kelas.
Dengan demikian ketiga tujuan di atas saling terikat dan utuh serta menyatu dalam
rangka mengubah perilaku guru.

2. Prinsip-Prinsip Supervisi Akademik

Prinsip-prinsip supervisi akademik ada 14, meliputi:


a. Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah.
b. Sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi dan
tujuan pembelajaran.
c. Objektif, artinya masukan data/informasi sesuai aspek-aspek instrumen.
d. Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya.
e. Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan
terjadi.
f. Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan proses pembelajaran.
g. Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam
mengembangkan pembelajaran.
h. Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam
mengembangkan pembelajaran.
i. Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi
akademik.
j. Aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif berpartisipasi.
k. Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis
terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor.
l. Berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan oleh Kepala sekolah).
m. Terpadu, artinya menyatu dengan program pendidikan.
n. Komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi akademik di atas (Dodd,
1972).

3. Pendekatan, Teknik dan Model Supervisi Akademik

a. Pendekatan
Pendekatan adalah cara mendekatkan diri kepada objek atau langkah-langkah
menuju objek. Menurut Sudjana (2004) pendekatan supervisi ada tiga jenis yaitu:
1) Pendekatan langsung (direct contact) yaitu cara pendekatan terhadap masalah
yang bersifat langsung. Dalam hal ini peran supervisor lebih dominan.
2) Pendekatan tidak langsung (indirect contact) yaitu cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Supervisor hanya mendengarkan,
memberi penguatan, menjelaskan, dan secara bersama-sama memecahkan
masalah.
3) Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan yang memadukan cara pendekatan
langsung dan tidak langsung.
b. Teknik Supervisi
Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan
konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al. 2007). Oleh karena itu
kepala sekolah harus memahami berbagai teknik supervisi. Ada dua macam teknik
supervisi, yaitu teknik individual dan teknik kelompok (Gwyn, 1961).
1) Teknik Supervisi Individual
a) Kunjungan Kelas (Classroom Visitation)
Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk mengobservasi guru
mengajar, untuk melihat kelebihan, kekurangan yang sekiranya perlu
diperbaiki. Tahap-tahap kunjungan kelas terdiri dari empat tahapan yaitu:
(1) tahap persiapan, (2) tahap pengamatan selama kunjungan, (3) tahap
akhir kunjungan, (4) tahap tindak lanjut.
b) Kunjungan Observasi (Observation Visitation)
Guru ditugaskan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengamati guru lain
yang sedang mendemonstrasikan cara mengajar mata pelajaran tertentu.
Kunjungan observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau dengan
mengadakan kunjungan ke sekolah lain. Aspek-aspek yang dapat
diobservasi diantaranya (1) aktivitas guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran, (2) cara menggunakan media pembelajaran, (3) variasi
metode, (4) ketepatan penggunaan media dengan materi, (5) ketepatan
penggunaan metode dengan materi, dan (6) reaksi mental peserta didik
dalam proses pembelajaran.
c) Pertemuan Individual

Pertemuan individual adalah suatu pertemuan, percakapan, dialog, dan


tukar pikiran antara supervisor dan guru, yang ditujukan untuk (1)
mengembangkan perangkat pembelajaran yang lebih baik, (2)
meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran, dan (3) memperbaiki
segala kelemahan dan kekurangan diri guru.

Hal yang dilakukan supervisor dalam pertemuan individu: (1) berusaha


mengembangkan segi-segi positif guru, (2) mendorong guru
mengungkapkan masalah yang dihadapinya dan cara-cara yang telah
dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitannya, dan (3) menyepakati
berbagai solusi permasalahan dan menindaklanjutinya.
d) Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan antar kelas adalah kegiatan guru berkunjung ke kelas lain di
sekolah itu sendiri. Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman dalam
pembelajaran. Beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam
melakukan kunjungan antar kelas diantaranya:
(1) Kunjungan harus direncanakan secara terjadwal,
(2) Guru-guru yang akan dikunjungi harus terpilih,
(3) Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi,
(4) Kepala sekolah mengikuti kegiatan ini agar kegiatan kunjungan kelas
dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh,
(5) Lakukan tindak lanjut setelah kunjungan antar kelas selesai, misalnya
dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-
tugas tertentu, dan
(6) Hasil kunjungan, segera diterapkan oleh guru yang menjadi peserta
kunjungan, sesuai dengan kondisi dan kemampuannya masing-
masing.
2) Teknik Supervisi Kelompok

Teknik supervisi kelompok merupakan suatu cara melaksanakan program


supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guru-guru yang akan
disupervisi dikelompokkan berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan hasil
analisis kemampuan kinerjanya. Langkah selanjutnya, kepala sekolah sebagai
supervisor memberikan layanan supervisi secara kelompok, sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang diperlukan. Teknik supervisi kelompok
meliputi (1) pertemuan atau rapat, (2) diskusi kelompok, (3) pelatihan. Menurut
Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut: (1)
Kepanitiaan-kepanitiaan, (2) Kerja kelompok, (3) Laboratorium kurikulum, (4)
Baca terpimpin, (5) Demonstrasi pembelajaran, (6) Darmawisata , (7)
Kuliah/studi, (8)Diskusi panel, (9) Perpustakaan jabatan, (10) Organisasi
profesional, (11) Buletin supervisi, (12) Pertemuan guru, (13) Lokakarya atau
konferensi kelompok.

c. Model Supervisi
Kepala sekolah dapat melakukan supervisi dengan memilih model yang tepat.
Berbagai model supervisi sebagaimana berikut ini:

1) Model supervisi tradisional

a) Observasi Langsung
Supervisi model ini dapat dilakukan dengan observasi langsung kepada
guru yang sedang mengajar melalui prosedur: pra-observasi dan post-
observasi.

(1) Pra-Observasi
Sebelum observasi kelas, supervisor seharusnya melakukan
wawancara serta diskusi dengan guru yang akan diamati. Isi diskusi
dan wawancara tersebut mencakup kurikulum, pendekatan, metode
dan strategi pembelajaran, media pengajaran, evaluasi dan analisis.

(2) Observasi
Setelah wawancara dan diskusi mengenai apa yang akan
dilaksanakan guru dalam kegiatan belajar mengajar, kemudian
supervisor mengadakan observasi kelas. Observasi kelas meliputi
keseluruhan jalannya pembelajaran, yaitu pendahuluan (apersepsi),
pengembangan, penerapan dan penutup.

(3) .Post-Observasi
Setelah observasi kelas selesai, mengadakan wawancara dan diskusi
tentang: kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan
dan kelemahan guru, identifikasi ketrampilan-ketrampilan mengajar
yang perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru yang akan dilakukan.
b) Supervisi akademik dengan cara tidak langsung
(1) Diskusi kasus
Diskusi kasus berawal dari kasus-kasus yang ditemukan pada
observasi Proses Pembelajaran (PBM), laporan-laporan atau hasil studi
dokumentasi. Kepala Sekolah bersama guru mendiskusikan kasus
demi kasus, mencari akar permasalahannya dan mencari alternatif
jalan keluarnya.

(2) Metode angket


Supervisi melalui metode angket dilakukan dalam upaya penggalian
data permasalahan guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Angket ini berisi yang berkaitan erat dan mencerminkan
penampilan guru di kelas, kinerja guru, strategi pembelajaran,
hubungan guru dengan siswanya dan sebagainya.
2) Model kontemporer (masa kini)

Supervisi akademik model kontemporer dilaksanakan dengan pendekatan


klinis, sehingga sering disebut juga sebagai model supervisi klinis. Supervisi
akademik dengan pendekatan klinis, merupakan supervisi akademik yang
bersifat kolaboratif. Prosedur supervisi klinis sama dengan supervisi akademik
langsung, yaitu: dengan observasi kelas, namun pendekatannya berbeda.
Pada supervisi klinis, insiatif lebih dominan berasal dari guru yang ingin
disupervisi. Supervisi klinis adalah pembinaan performansi guru mengelola
proses pembelajaran (Sullivan & Glanz, 2005). Sedangkan menurut Achenson
(1987) klinis berarti: hubungan tatap muka (temu muka) antara guru dan
supervisor, berfokus pada tingkah laku aktual guru di dalam kelas.
Karakteristik supervisi klinis antara lain:

a) Perbaikan keterampilan pembelajaran spesifik


b) Fungsi utama supervisor (kepala sekolah) adalah pada keterampilan
mengamati, menganalisis implementasi kurikulum, dan membuat catatan,
c) Fokus pada perbaikan cara mengajar
d) analisis berdasar bukti pengamatan
e) Instrumen disusun atas kesepatan guru dan supervisor
f) Balikan diberikan secara cepat dan obyektif

Pelaksanaan supervisi klinis mengikuti prinsip-prinsip berikut: a) bersahabat, b)


demokratis, c) terbuka, objektif, konstruktif, d) kesepakatan bersama e)
berpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, f) siklus perencanaan,
pelaksanaan, dan balikan, g) berkesinambungan dan berkelanjutan.

Menurut Sullivan & Glanz (2005), ada empat langkah dalam supervisi klinis
yaitu:
a) perencanaan pertemuan
b) observasi
c) pertemuan berikutnya
d) refleksi kolaborasi
4. Instrumen Supervisi Akademik

Instrumen supervisi akademik merupakan alat yang digunakan oleh supervisor


(kepala sekolah) untuk mengidentifikasi profil kemampuan guru dalam pembuatan
rencana dan pelaksanaan pembelajaran, serta penilaian pembelajaran. Keberhasilan
kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik sangat tergantung pada
kemampuannya dalam memilih, menyusun, dan menggunakan instrumen yang tepat.

Macam-macam Instrumen Supervisi Akademik

a) Pedoman Observasi
Pedoman observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk mengamati
proses pembelajaran. Untuk memudahkan pengolahan data, sebaiknya pedoman
observasi menggunakan skala penilaian, antara lain; skala angka, skala grafik,
skala grafik deskriptif, atau kartu nilai.
b) Pedoman Wawancara
Wawancara termasuk salah satu alat dalam pengumpulan data yang dapat
digunakan untuk memperoleh informasi tambahan terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran. Untuk kelancaran dan efektifitas proses wawancara diperlukan
intrumen dan pedoman wawancara.
c) Daftar Cek/Kendali
Daftar kendali termasuk suatu instrumen untuk mempertimbangkan dan
mengevaluasi situasi kondisi nyata dari suatu kegiatan yang terjadi di dalam kelas
secara rinci.
Dalam memilih instrumen yang tepat, kepala sekolah hendaknya mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut: 1) fokus supervisi, 2) tujuan supervisi, 3) teknik supervisi,
dan 4) waktu yang tersedia.

Sebagai contoh, supervisi akademik dengan teknik individual kunjungan kelas


menggunakan instrumen perencanaan pembelajaran, instrumen observasi
pelaksanaan pembelajaran dan instrumen penilaian pembelajaran. Dalam beberapa
kasus, instrumen supervisi penilaian pembelajaran dijadikan satu dengan instrumen
supervisi pelaksanaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan supervisi klinis, instrumen
dapat dikembangkan bersama antara supervisor dan supervise.

Banyak Instrumen yang dapat digunakan dalam supervisi akademik. Kepala sekolah
selaku supervisor dapat mengembangkan sendiri instrumen supervisi ini sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing masing, atau memilih instrumen yang
sudah sesuai dengan kebutuhan. Pada lampiran disajikan beberapa contoh
instrumen supervisi akademik. Salah satu acuan yang bisa digunakan dalam
menyusun atau mengembangkan instrumen supervisi akademik adalah indikator-
indikator dalam Penilaian Kinerja Guru. Dengan mengacu pada indikator Penilaian
Kinerja Guru, peningkatan kualitas guru sebagai hasil pemberian bantuan melalui
supervisi akademik sedikit banyak dapat diketahui melalui mekanisme Penilaian
Kinerja Guru.

5. Tahapan Supervisi Akademik

Secara umum pelaksanaan supervisi akademik dilaksanakan dalam tiga tahapan,


yaitu a. perencanaan, b. pelaksanaan supervisi, dan c. tindak lanjut hasil supervisi.
Aktivitas yang baik harus direncanakan dengan baik, demikian pula halnya dengan
supervisi akademik. Adapun prinsip-prinsip perencanaan supervisi akademik adalah a.
objektif, b. bertanggung jawab, c. berkelanjutan, d. berdasarkan SNP, e. didasarkan
atas kebutuhan sekolah.
a. Perencanaan
Ruang lingkup perencanaan supervisi akademik antara lain: 1) pengelolaan
Kurikulum, 2) persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran, 3) pencapaian
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, dan Standar Isi, 4) peninjauan mutu
pembelajaran.
Adapun langkah-langkah penyusunan perencanaan supervisi akademik yaitu: 1)
merumuskan tujuan, 2) menetapkan jadwal, 3) memilih pendekatan, teknik, dan
model, 4) memilih instrumen.
Agar dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan supervisi sebaiknya
perencanaan supervisi memuat:

1) Latar belakang
Latar belakang berisi tentang arti penting supervisi dan alasan perlunya
pelaksanaan supervisi akademik.
2) Landasan hukum
Landasan hukum berisi berbagai peraturan yang digunakan sebagai landasan
pelaksanaan supervisi akademik dan peraturan yang berkaitan dengan tugas
pokok dan fungsi supervisi.
3) Tujuan
Tujuan supervisi memuat hal-hal yang diinginkan dari adanya program
supervisi dan pelaksanaan supervisi.
4) Indikator keberhasilan supervisi akademik.
Agar supervisi akademik terukur keberhasilannya, perlu dideskripsikan
indikator keberhasilan, baik dilihat dari awal, proses pelaksanaan maupun
hasilnya. Kriteria keberhasilan merupakan tolak ukur untuk menetapkan tingkat
keberhasilan sebuah aktivitas. Keberhasilan pelaksanaan supervisi akademik,
ditandai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Pra-observasi (Pertemuan awal):
(1) Terciptanya suasana akrab dengan guru
(2) Membahas persiapan yang dibuat oleh guru dan disepakatinya fokus
pengamatan
(3) Disepakatinya instrumen observasi yang akan digunakan
b) Observasi (Pengamatan pembelajaran)
(1) Dilaksanakan pengamatan sesuai dengan fokus yang telah disepakati
(2) Digunakannya instrumen observasi
(3) Adanya catatan (fieldnotes) berdasarkan hasil pengamatan yang
mencakup perilaku guru dan peserta didik, selama proses pembelajaran
(mulai pendahuluan sampai penutup).
(4) Tidak mengganggu proses pembelajaran
c) Pasca-observasi (Pertemuan balikan):
(1) Terlaksananya pertemuan balik setelah observasi
(2) Menanyakan pendapat guru mengenai proses pembelajaran yang baru
berlangsung
(3) Menunjukkan data hasil observasi (instrumen dan catatan) dan
memberi kesempatan guru mencermati dan menganalisisnya
(4) Mendiskusikan secara terbuka hasil observasi terutama pada aspek
yang telah disepakati dan memberikan penguatan terhadap penampilan
guru
(5) Menghindari kesan menyalahkan, usahakan guru menemukan sendiri
kekurangannya
(6) Memberikan motivasi bahwa guru mampu memperbaiki kekurangannya
(7) Menentukan bersama rencana pembelajaran dan supervisi berikutnya.
5) Sasaran
Sasaran supervisi adalah guru atau tenaga kependidikan yang akan
disupervisi.
6) Pendekatan dan teknik supervisi
Pendekatan dan teknik supervisi berisi tentang pendekatan dan teknik yang
diiplih dalam pelaksanaan supervisi sesuai dengan kebutuhan.
7) Ruang lingkup supervisi
Ruang lingkup berisi cakupan bidang yang disupervisi, antara lain analisis
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian
pembelajaran.
8) Jadwal pelaksanaan supervisi.
Jadwal supervisi berisi daftar nama guru yang di supervisi serta kapan
supervisi tersebut dilaksanakan.
9) Instrumen yang digunakan, sesuai dengan yang telah dibahas di awal.

b. Pelaksanaan Supervisi
Pelaksanaan supervisi akademik sangat tergantung pada pendekatan dan teknik
yang digunakan. Dalam pelaksanaan supervisi akademik teknik individual jenis
observasi dan kunjungan kelas, pelaksanaan supervisi dilaksanakan dalam tiga
tahapan, yaitu pra observasi, observasi dan pasca observasi.
1) Pra observasi
Pra observasi adalah tindakan berupa sebelum observasi, guru yang akan
disupervisi merasa nyaman dan siap untuk disupervisi. Bentuk kegiatan pra
observasi biasanya berupa diskusi yang sekaligus dimanfaatkan untuk
melakukan supervisi perencanaan pembelajaran. Bagi sekolah yang
menyusun RPP sesuai dengan Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang
standar proses dapat menggunakan instrumen yang terdapat pada tabel 1,
dan jika sekolah menyusun RPP berdasarkan Surat Edaran Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No 14 tahun 2020 tentang penyerdahanaan RPP
dapat menggunakan tabel 2
Tabel 1: Instrumen Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan
Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar proses

INSTRUMEN PERENCANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN


PERMENDIKBUD NO 22 TAHUN 2016

1. Nama Guru : ……………………………..


2. Sekolah : ……………………………..
3. Kelas, Semester : ……………………………..
4. Identitas Mata pelajaran/Tema : ……………………………..
5. Standar Kompetensi/Sub Tema : ……………………………..
6. Kompetensi Dasar : ……………………………..
7. Hari tanggal : ……………………………..
KRITERIA NILAI
No URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4

1. Menentukan identitas mata pelajaran

2. Menentukan kompetensi inti (KI)

Menentukan kompetensi dasar dan Indikator


3.
Pencapaian Kompetensi

4. Menentukan tujuan pembelajaran

5. Menentukan materi pembelajaran

Menentukan pendekatan, metode, dan model


6.
pembelajaran

7. Menentukan media pembelajaran


8. Menentukan sumber pembelajaran

Menentukan kegiatan pembelajaran


9.
(pendahuluan, inti, penutup)

10. Menentukan penilaian

Jumlah skor yang dicapai = ……………….

Jumlah skor maksimum = 40


Klasifikasi
…………………….
Nilai = …………………….. %

A : Baik Sekali: 86% - 100% SARAN MASUKAN:


B : Baik: 76% - 85%
………………………………………………....................
C : Cukup Baik: 56% - 75%
...........................................……….
D : Kurang Baik: dibawah 55%

Catatan: …………………,
Nilai akhir dihitung dengan cara: …………………..
Jumlah skor diperoleh Supervisor,
skor ideal X 100%
Skor ideal adalah 10 x 4 = 40;
Contoh: skor yang diperoleh guru

Tabel 2. Tabel 1: Instrumen Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Surat


Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 14 Tahun 2019

INSTRUMEN PERENCANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN SURAT


EDARAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NO 14 TAHUN 2019

1. Nama Guru : ……………………………..


2. Sekolah : ……………………………..
3. Kelas, Semester : ……………………………..
4. Identitas Mata pelajaran/Tema : ……………………………..
5. Hari tanggal : ……………………………..

N URAIAN KEGIATAN KRITERIA


O PENILAIAN
1 2 3 4
1 Menentukan identitas mata pelajaran

2 Menentukan tujuan pembelajaran

3 Menentukan kegiatan pembelajaran


(pendahuluan, inti, penutup)

4 Menentukan penilaian

Jumlah Skor yang diperoleh

Jumlah Skor Maksimum 16

Nilai Akhir = Kriteria

Nilai Akhir = Jumlah Skor yang diperoleh x 100%


Jumlah skor Maksimum
Kriteria :
A = Baik Sekali : 86 % -100%
B = Baik : 76%- 85%
C = Cukup Baik :56%-75%
D = Kurang Baik :≥ 55%

Saran Masukan:

Supervisor,

(…………………………)

Instrumen yang terdapat pada tabel 1 dan 2 di atas digunakan untuk memastikan
bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru sudah
benar-benar sesuai dengan regulasi yang berlaku. Setelah melakukan supervisi
perencanaan pembelajaran, selanjutnya melakukan wawancara kegiatan pra observasi
dengan mendokumentasikan dalam bentuk instrumen yang disebut Instrumen Pra
Observasi seperti pada tabel 3:

Instrumen Pengamatan Pembelajaran

Nama Guru : ____________________________


Mata Pelajaran : ____________________________
Kelas/Semester :

Aspek yang Diamati Ya Tidak Catatan


Kegiatan Pendahuluan
1 Memotivasi peserta dalam memulai
Aspek yang Diamati Ya Tidak Catatan
pembelajaran
2 Mengondisikan suasana belajar yang
nyaman (pengaturan tempat duduk, media,
kesiapan alat bantu pembelajaran)
3 Menyampaikan tujuan, kompetensi, indikator,
alokasi waktu dan skenario kegiatan
pembelajaran
Kegiatan Inti
Penguasaan materi dan pengelolaan
pembelajaran
Kemampuan memfasilitasi Pembelajaran
1 Menguasai materi pembelajaran
2 Menyajikan materi secara sistematis
3 Menguasai kelas
4 Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
alokasi waktu yang direncanakan
Pelibatan peserta dalam pembelajaran
1 Menumbuhkan partisipasi aktif peserta
dalam kegiatan belajar
2 Merespon positif partisipasi peserta
3 Menumbuhkan keceriaan atau antusiasme
peserta dalam belajar
Integrasi Saintifik, Aspek HOTS, Kecakapan abad
21 dan dimensi pengetahuan dalam pembelajaran
1 Proses Saintifik (5M)
2 Aktivitas pembelajaran HOTS
a Transfer Knowledge
b Critical Creativity
c Problem Solving
3 Kecakapan abad 21 (4C)
4 Dimensi Pengetahuan
Pemanfaatan media/sumber belajar dalam
pembelajaran
1 Menunjukkan keterampilan dalam
penggunaan media belajar
2 Menunjukkan keterampilan dalam
penggunaan sumber pembelajaran
3 Melibatkan peserta dalam pemanfaatan
media belajar
Pelaksanaan penilaian pembelajaran
1 Melaksanakan penilaian sikap
2 Melaksanakan penilaian pengetahuan
Aspek yang Diamati Ya Tidak Catatan
3 Melaksanakan penilaian keterampilan
Penggunaan bahasa yang benar dan tepat dalam
pembelajaran
1 Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan
lancar
2 Menggunakan bahasa tulis yang baik dan
benar
Kegiatan Penutup
1 Memfasilitasi peserta merangkum materi
pelajaran
2 Melakukan rerefleksi proses dan materi
pelajaran

Skor = x 100 =

jumlah ya yang diperoleh


Skor = x 100
jumlah seluruh aspek

Masukkan terhadap pelaksanaan Pembelajaran:


........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
......................................................

Tabel 3: Wawancara Pra Observasi

Daftar Pertanyaan Pra Observasi

1. Nama sekolah : …………………………………………………

2. Nama guru : ………………………………………………...

3. Mata pelajaran : ………………………………………………...

4. Kelas / semester : ………………………………………………..


Lamanya wawancara : ……………… menit

No. Pertanyaan Jawaban


1 KD/Indikator apa yang akan Saudara sajikan?
Metode apa yang akan Saudara gunakan dalam
2 pembelajaran KD ini? Apa alasan Anda memilih
metode tersebut?
Alat dan bahan (Sumber Belajar) apakah yang
3 saudara siapkan? Jelaskan alasannya!

Ceritakan tahapan pembelajaran yang akan


4
Saudara sajikan!
5 Persiapan tertulis apa saja yang Saudara buat?
Materi apa yang dianggap sulit oleh siswa
6 berdasarkan perkiraan saudara? Jika ada, materi
apa? Jelaskan alasan saudara!
Kompetensi apa yang bisa dimiliki siswa setelah
7 mengikuti pembelajaran sesuai dengan harapan
saudara?
Apa yang perlu mendapat perhatian khusus pada
8
pembelajaran kali ini?

Catatan : ………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………...

Guru Kelas/Mata Pelajaran Supervisor

………………………………. ………………………

2) Observasi

Observasi adalah aktivitas pengamatan oleh supervisor pada saat guru


melaksanakan pembelajaran di kelas. Pengamatan oleh supervisor mengunakan
instrumen yang telah ditentukan sebelumnya. Meskipun demikian dapat saja
supervisor menemukan sesuatu yang menarik di luar instrumen. Temuan berupa
kekuatan atau kelemahan guru saat pembelajaran yang tidak terakomodasi
dalam instrumen observasi sebaiknya tetap diperhatikan sebagai bahan
penguatan atau umpan balik.

3) Pasca Observasi

Kegiatan pasca observasi adalah proses refleksi dan pemberian umpan balik
serta upaya pengkondisian tindakan perbaikan yang harus dilakukan oleh guru
yang disupervisi. Kegiatan refleksi dan wawancara ini dapat didokumentasi
berupa instrumen wawancara seperti pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 4: Wawancara Supervisi Guru Pasca Observasi


Daftar Pertanyaan Pasca Observasi

No Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana pendapat .........................................................................


Saudara setelah menyajikan ................ ........................................................
pelajaran ini? ...............................

2. Apakah proses pembelajaran ..... ...................................................................


sudah sesuai dengan yang ...............
direncanakan?
.........................................................................
...............

3. Dapatkah Saudara . ............................... ................................ ......


menceritakan hal-hal yang ................ ........................................................
dirasakan memuaskan dalam ................................
proses pembelajaran tadi?
. .......................................................................
................

4. Bagaimana perkiraan ....................................................... .................


Saudara mengenai ............... ........................................... .......... ..
ketercapaian tujuan ................................ ............................... ........
pembelajaran? ................. ...............................

5. Apa yang menjadi kesulitan ......................................................... ...............


siswa? ...............

6. Apa yang menjadi kesulitasn ........................................................ ................


saudara? ...............

......................................................... ...............
................

7. Adakah alternatif lain untuk .......................................................... ..............


mengatasi kesulitan Saudara? ...............

......................................................... ...............
................

8. Marilah bersama-sama kita .......................................................... ..............


identifikasi hal-hal yang telah ................
mantap dan hal-hal yang
peerlu peningkatan, ......................................................... ...............
berdasarkan kegiatan yang ................
baru saja Saudara lakukan
dan pengamatan saya. ............................... .................... ....................
............... ..................................................... ...
............................ ............................... ............
................... .....................
9. Dengan demikian, apa yang .......................................................... ..............
akan Saudara lakukan untuk ...............
pertemuan berikutnya?
......................................................... ...............
................ ............................... ........................
....... ........................

Kesan umum:

................................................................................................................ .............
..................

Saran-Masukan::

................................................................................................................ .............
.................

--------------, ..............................
Kepala Sekolah,

( )
Hal penting yang perlu diperhatikan saat memberikan umpan balik dan refleksi
adalah bantuan kepada guru yang disupervisi untuk menemukan sendiri hal yang
dirasakan kurang, serta memfasilitasi guru untuk mengambil keputusan dan
menemukan solusi atas kekurangannya sendiri.

c. Tindak Lanjut Hasil Supervisi

Salah satu langkah penting dalam kegiatan supervisi akademik adalah tindak
lanjut hasil supervisi. Supervisi tanpa tindak lanjut tidak memiliki dampak yang
berarti dalam perbaikan proses pembelajaran. Tindak lanjut supervisi akademik
dapat berupa:

1) Melakukan Evaluasi Hasil Supervisi

Tindak lanjut hasil supervisi merupakan kegiatan yang sangat strategis


berkenaan dengan upaya peningkatan mutu proses dan hasil belajar. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa tanpa kegiatan tindak lanjut, supervisi
yang dilakukan tidak memiliki makna apa pun. Tindak lanjut hasil supervisi
meliputi dua kegiatan utama, yaitu melakukan evaluasi hasil supervisi dan
menindaklanjuti hasil supervisi.

Evaluasi hasil supervisi merupakan salah satu kegiatan mengolah,


menganalisis, menafsirkan, menyimpulkan dari instrumen-instrumen
pengumpulan data hasil observasi di kelas. Materi evaluasi difokuskan dalam
pencapaian rencana pelaksanaan supervisi, baik menyangkut fokus
supervisi, tujuan, sasaran, waktu pelaksanaan, teknik supervisi, media,
termasuk instrumen supervisi, serta kriteria keberhasilannya.

Hasil evaluasi selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengetahui


ketercapaian rencana supervisi, sekaligus mengetahui letak permasalahan
yang dihadapi. Guna memudahkan kepala sekolah melakukan evaluasi hasil
supervisi, format berikut ini dapat digunakan.

Tabel 5. Format Evaluasi Hasil Supervisi

No Komponen Hasil Evaluasi Catatan

Tercapai Tidak Tercapai

1. Fokus Supervisi

2. Tujuan Supervisi

3. Sasaran Supervisi

4. Waktu Pelaksanaan
5. Teknik Supervisi

6. Media/Instrumen

7. Kriteria Keberhasilan

2) Menindak lanjuti Hasil Supervisi

Berdasarkan hasil analisis evaluasi supervisi akademik, langkah selanjutnya


adalah menindaklanjuti hasil supervisi, yang meliputi: (a) menetapkan
alternatif tindakan yang akan ditempuh sesuai dengan kesulitan atau
kelemahan yang ditemukan ada pada guru, (b) membuat rencana tindakan
yang mencakup kapan, dimana, siapa yang terlibat, serta bagaimana
langkah-langkah tindakan tersebut dilakukan.

Berbagai bentuk tindak lanjut hasil supervisi dapat berupa pembinaan secara
langsung dan tidak langsung serta pembinaan situasional.

a) Pembinaan secara langsung dilakukan terhadap guru yang memiliki


permasalahan yang spesifik dan dipandang efektif dilakukan secara
langsung dan segera, misalnya, kesalahan konsep materi, sikap dan
tindakan guru yang dipandang memberi dampak negatif bagi peserta
didik.

b) Pembinaan secara tidak langsung dilakukan terhadap hal-hal yang


sifatnya umum yang perlu perbaikan dan perhatian setelah memperoleh
hasil analisis supervisi. Kegiatan pembinaaan ini sekaligus merupakan
upaya untuk memberikan penguatan dan pengembangan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan guru.

c) Pembinaan situasional dilakukan kepala sekolah dalam membina guru


diantaranya menganjurkan agar guru:

(1) Memanfaatkan buku guru, buku peserta didik, pedoman, panduan,


serta juknis-juknis yang ada:

(2) Memanfaatkan alat dan media pembelajaran yang ada di lingkungan


sekolah,

(3) Memanfaatkan video-video pembelajaran untuk memperbaiki proses


pembelajaran yang dilakukannya,

(4) Memanfaatkan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), Kelompok


Kerja Guru, MGMP/MGBK, serta organisasi profesi yang ada.
(5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi serta berbagai
penerbitan yang relevan dengan pengembangan kemampuan
profesional guru.

(6) Melakukan banchmarking atau studi banding ke sekolah atau objek


lainnya yang relevan.

(7) Melakukan pengembangan guru pembelajar sesuai dengan hasil


evaluasi diri dan/atau penilaian kinerja guru.

3) Pemantapan Instrumen Supervisi

Kegiatan untuk memantapkan instrumen supervisi dapat dilakukan dengan


cara diskusi kelompok antara supervisor dengan guru. Dengan kegiatan
kajian bersama ini, akan diperoleh instrumen yang lebih baik, dengan cara
menambah, mengurangi komponen atau aspek pada instrumen, atau
memperbaiki deskripsinya. Selain itu bisa juga dengan memperbaiki bentuk
instrumennya.

Dalam memantapkan instrumen supervisi, dikelompokkan menjadi:

a) Instrumen persiapan mengajar guru meliputi: program tahunan, program


semester, Silabus, RPP, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

b) Instrumen supervisi pembelajaran, lembar pengamatan, dan suplemen


observasi (keterampilan mengajar, karakteristik mata pelajaran,
pendekatan klinis, dan sebagainya).

c) Penggandaan instrumen dan informasi kepada guru bidang studi binaan


atau kepada karyawan untuk instrumen non akademik.

Instrumen Tindak Lanjut Hasil Supervisi Akademik

Mata Hasil
Realisasi
Nama Pelajaran/ Catatan Tindak
No Kelas Tindak
Guru Khusus lanjut
Kualitatif Kuantitatif lanjut
Tema

C. Konsep Supervisi Tendik


Supervisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka
membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya guna meningkatkan mutu dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Supervisi ditujukan pada
dua aspek, yakni manajerial dan akademik. Supervisi manajerial (tenaga
kependidikan) menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan pembimbingan
pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai
pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. Sementara supervisi akademik
menitikberatkan pada pemantauan, pembinaan, dan pembimbingan pengawas
terhadap kegiatan akademik, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar
kelas.
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. (UU No. 20 tahun 2003 psl
1, BAB 1 Ketentuan umum).
Tenaga Kependidikan merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (UU
No.20 THN 2003, PSL 39 (1).
Adapun jenis tenaga kependidikan yang dimaksud dalam bahan pembelajaran ini
meliputi: Tenaga Administrasi Sekolah/TAS (kepala TAS, pelaksana urusan, tenaga
layanan khusus), Tenaga perpustakaan (Kepala Perpustakaan, tenaga
perpustakaan), dan Tenaga laboratorium (Kepala laboratorium, teknisi laboratorium,
laboran).
Supervisi Tenaga Kependidikan adalah supervisi yang di laksanakan oleh kepala
sekolah kepada tenaga kependidikan yang terkait dengan pengelolaan dan
administrasi pendidikan sehingga akan menunjang proses pendidikan di sekolah.

1. Prinsip Supervisi Tendik


Supervisor (kepala sekolah) harus mampu menunjukkan perilaku seorang
profesional. Pelaksanaan supervisi tenaga kependidikan harus berdasarkan
kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu, diperlukan
kelebihan dapat melihat dengan tajam permasalahan peningkatan mutu
pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahami setiap permasalahan dan
mampu memberikan alternatif untuk menyelesaikannya.
Pelaksanaan supervisi tenaga kependidikan oleh kepala sekolah dapat berjalan
secara efektif apabila didukung oleh pemahaman dan penguasaan mengenai
prinsip-prinsip supervisi tenaga kependidikan. Diantara prinsip-prinsip yang
berdampak positif dalam melaksanakan supervisi manajerial diuraikan secara
singkat berikut ini:

a. Supervisor harus menjauhkan diri dari sifat otoriter/demokratis


Supervisor (kepala sekolah) yang otoriter cenderung menggunakan kekuasaan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Ketika berhadapan dengan orang
lain dan menanggapi masalahnya, mereka akan menanyakan kedudukannya
sebagai apa dalam lembaga dan organisasi.
Supervisor (kepala sekolah) yang otoriter akan mempermainkan perasaan
bawahannya dengan sengaja membuat mereka merasa salah dan malu.
Dengan kata lain, supervisor yang otoriter akan bertindak menggunakan
kekuasaan dan kedudukannya yang merasa dirinya adalah atasan tenaga
kependidikan.
Ciri-ciri supervisor yang bersifat otoriter, antara lain : 1) menganggap tendik
sebagai bawahan, 2) menjadi penguasa tunggal, 3) mengabaikan peraturan
yang berlaku, 4) mengabaikan dasar permusyawaratan, dan selalu
berdasarkan keputusan sendiri, 5) mempertahankan kedudukan dengan
berbagai cara, 6) menjalankan manajemen tertutup, 7) menutup komunikasi
dengan dunia luar, 8) penyelesaian masalah dilakukan dengan kekerasan dan
paksaan, 9) prinsip dogmatis dan banyak berlaku doktrin, 10) mengabaikan
perlindungan hak asasi manusia, 11) mengabaikan fungsi kontrol terhadap
administrasi, dan 12) melakukan intervensi ke seluruh bidang.
Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan
supervisi yang demokratis adalah mengembangkan keterbukaan, partisipatif
dan kooperatif. Prinsip demokrasi oleh kepala sekolah adalah memberikan
wewenang secara luas kepada tenaga kependidikan. Setiap ada
permasalahan selalu mengikut-sertakan tenaga kependidikan sebagai suatu
tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan
banyak informasi tentang tugas serta tanggungjawab tenaga kependidikan.

b. Supervisor (kepala sekolah) harus mampu menciptakan hubungan


kemanusiaan yang harmonis

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah hendaknya


supervisor bisa menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan tenaga
kependidikan lainnya. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal, sehingga tidak akan ada
pihak yang merasa dirugikan atas apa yang dilakukan pihak lainnya. Hal
ini juga bisa meminimalisir terjadinya tindakan yang merugikan dan akhirnya
dapat menggagalkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah.

Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif perlu adanya


prinsip- prinsip dasar seperti adanya rasa saling menghargai, saling
menghormati peran dari masing-masing pihak, serta adanya keterbukaan baik
dari pihak tenaga kependidikan.
Untuk bisa memadukan tiap-tiap unsur pendidikan perlu adanya niat baik serta
berusaha selalu mengedepankan adanya komunikasi dan dialog yang baik
untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dengan damai
sehingga bisa dicapai suatu solusi terbaik yang tidak merugikan pihak
manapun dengan tetap menjaga kondisi dan suasana secara kondusif untuk
melaksanakan hubungan personal yang baik. Hal ini tentu sangat dibutuhkan
untuk menjaga hubungan baik antara seluruh unsur pendidikan untuk
meminimalisir adanya banyak aktivitas yang tidak produktif untuk menuntut
keadilan atas apa yang dihadapi di sekolah.
Banyak kepala sekolah yang terkadang lupa akan pentingnya hubungan yang
harmonis dan dinamis, senantiasa menginginkan seluruh komponen
pendidikan bekerja secara maksimal agar produktivitas dan sekaligus
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama. Padahal dalam
meningkatkan produktivitas sekolah memerlukan kontribusi besar dari tenaga
kependidikan yang memiliki hak-hak yang harus terpenuhi. Agar semua
kepentingan dan tujuan dari masing-masing pihak dapat tercapai tanpa ada
yang merasa dirugikan sangat diperlukan adanya hubungan kemanusiaan
yang harmonis.

c. Supervisi tenaga kependidikan harus dilakukan secara berkesinambungan


Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu
jika ada kesempatan, melainkan dilakukan secara bertahap, terencana dan
berkelanjutan.
d. Program supervisi harus integral
Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem
perilaku dengan tujuan yang sama, yaitu tujuan pendidikan. Supervisi yang
dilaksanakan oleh kepala sekolah harus mampu mengaitkan antar komponen-
komponen standar nasional pendidikan dengan pengelolaan administrasi
sekolah. Dengan memperhatikan manajemen pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas keterlaksanaan sistem proses belajar yang
meliputi administrasi kurikulum, program ketenagaan, program sarana dan
prasarana, program pembiayaan dan program hubungan dengan masyarakat,
sangat mempengaruhi pengembangan dari kurikulum itu sendiri.
e. Supervisi harus komprehensif
Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek dan komponen
supervisi manajerial yang meliputi administrasi dan operasional sekolah.
f. Supervisi harus konstruktif
Supervisi yang dilakukan kepala sekolah harus diarahkan pada peningkatan
kinerja tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan
sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas, maka kepala sekolah
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip supervisi tenaga kependidikan sebagai
berikut:
1) Hubungan antara supervisor dengan tenaga kependidikan adalah hubungan
kolegial yang sederajat dan bersifat interaktif. Hubungan semacam ini lebih
dikenal sebagai hubungan antara tenaga professional berpengalaman dengan
yang kurang berpengalaman, sehingga terjalin dialog professional yang
interaktif dalam suasana yang intim dan terbuka. Isi dialog bukan pengarahan
atau instruksi dari supervisor/ kepala sekolah melainkan pemecahan masalah
pembelajaran.
2) Diskusi antara supervisor dan tenaga kependidikan bersifat demokratis, baik
pada perencanaan pengajaran maupun pada pengkajian balikan dan tindak
lanjut. Suasana demokratis itu dapat terwujud jika kedua pihak dengan bebas
mengemukakan pendapat dan tidak mendominasi pembicaraan serta memiliki
sifat keterbukaan untuk mengkaji semua pendapat yang dikemukakan didalam
pertemuan tersebut dan pada akhirnya keputusan ditetapkan atas persetujuan
bersama.
3) Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi tenaga kependidikan
serta tetap berada di dalam kawasan (ruang lingkup) tingkah laku tenaga
kependidikan dalam menunjukkan kualitas kerja secara optimal. Dengan
prinsip ini tenaga kependidikan didorong untuk menganalisis kebutuhan dan
aspirasinya dalam usaha mengembangkan dirinya.
4) Pengkajian balikan dilakukan berdasarkan data observasi yang cermat yang
didasarkan atas kontrak serta dilaksanakan dengan segera. Dari hasil analisis
balikan itulah ditetapkan rencana selanjutnya.
5) Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab tenaga kependidikan baik pada
tahap perencanaan, pengkajian balikan bahkan pengambilan keputusan dan
tindak lanjut. Dengan mengalihkan sedini mungkin prakarsa dan tanggung
jawab itu ke tangan tenaga kependidikan diharapkan pada gilirannya kelak
akan tetap mengambil prakarsa untuk mengembangkan dirinya.

g. Supervisi harus obyektif.


Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program supervisi harus dilakukan
berdasarkan fakta-fakta permasalahan sekolah. Perencanaan supervisi itu
harus berdasarkan permasalahan dan kebutuhan nyata yang dihadapi
sekolah. Pelaksanaan harus sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
Penilaian program supervisi harus didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh
dalam pelaksanaan supervisi dan dideskripsikan apa adanya.

2. Sasaran Supervisi Tenaga Kependidikan


a. Tenaga Administasi Sekolah (TAS)
Kepala TAS, Pelaksana Urusan, Petugas Layanan Khusus
b. Tenaga Perpustakaan
Kepala Perpustakaan, Tenaga Perpustakaan.
c. Tenaga Laboratorium
Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium, laboran

3. Pengembangan Instrumen
Pengembangan instrumen supervisi tenaga kependidikan pada dasarnya bisa
dikembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing tenaga kependidikan (Kepala TAS, Kepala Laboratorium, Kepala
Program Studi, dan Kepala Perpustakaan).
Dalam mengembangkan instrumen supervisi tenaga kependidikan mengacu
kepada panduan kerja tenaga administrasi sekolah, tenaga perpustakaan sekolah,
dan tenaga laboratorium sekolah yang terdapat dalam bahan bacaan.
Pada lampiran telah diberikan contoh instrument tendik, yang selanjutnya dapat di
kembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-
masing.

4. Langkah-Langkah Kegiatan Supervisi Tendik


a. Perencanaan Supervisi Tendik
Menyusun program supervisi tendik
1) Latar belakang, Landasan hukum, Merumuskan tujuan dan indikator
keberhasilan
2) Hasil supervisi tahun sebelumnya
3) Menetapkan sasaran dan jadwal
4) Memilih pendekatan, teknik, dan model
5) Memilih dan menetapkan instrumen
b. Pelaksanaan Supervisi Tendik
1) Kepala sekolah meminta tendik untuk memaparkan hasil kinerjanya.
Pemaparan difokuskan pada komponen-komponen yang terdapat pada
instrumen
2) Kepala Sekolah melakukan pengamatan terhadap bukti-bukti fisik yang
disajikan tendik
3) Kepala sekolah melakukan konfirmasi dan meminta penjelasan hasil
kinerja tendik yang bersangkutan.
4) Kepala sekolah melakukan pencatatan hasil supervisi yang telah
dilaksanakan
5) Kepala sekolah menyampaikan hasil catatan supervisinya dan
memberikan saran-saran untuk perbaikan kinerja tendik yang
bersangkutan.
c. Tindak Lanjut Hasil Supervisi Tendik
1) Mengumpulkan hasil supervisi tendik
2) Menginventaris item-item komponen yang rendah-rendah
3) Menganalisis hasil supervisi tendik
4) Membuat program perbaikan kinerja tendik
5) Pembinaan umum tentang perbaikan kinerja tendik
6) Melaksanakan program perbaikan kinerja tendik diantaranya :
a) In House Training tentang peningkatan kompetensi teknis masing-
masing tendik.
b) Konsultasi antara tendik dengan kepala sekolah/supervisor
c) Memberi penghargaan (rewards) bagi tendik yang melaksanakan tugas
dengan baik.
Lampiran Contoh Instrumen Supervisi Tendik

Lampiran 1. Contoh Lembar Supervisi Administrasi Kepegawaian


KOP SEKOLAH

LEMBAR SUPERVISI ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN


SEMESTER ……. TAHUN PELAJARAN ……

Nama Pegawai : ……………………………………..


Nama Sekolah : ……………………………………..
Alamat Sekolah : ……………………………………..

No Aspek yang Di supervisi Kriteria Catatan Saran


1 2 3 4
1 Kenaikan Gaji Berkala
2 Pembatan File Guru
3 Pembuatan File Karyawan
4 Tata Tertib Guru
5 Tata Tertib Karyawan
6 Kenaikan Pangkat/golongan
7 Struktur Organisasi Sekolah
8 Data Guru dan Karyawan
9 Rincian Tugas dan Fungsi
Karyawan
10 Absensi Guru dan Staf
11 Daftar Urut Kepangkatan
12 Buku Induk Guru dan Staf
13 Buku Catatan Usul Calon
Kepala Sekolah
14 Buku Catatan Diklat Guru dan
Staf
15 Buku Catatan Usul Guru
Prestasi
JUMLAH
NILAI AKHIR : (Skor Perolehan
/Skor maksimal) x 100
Kriteria
Kesimpulan :
Tindak Lanjut :
….. ………. ……………..
Pegawai yang disupervisi Supervisor
Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian kecil dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu
Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70

Lampiran 2. Contoh Lembar Supervisi Administrasi Keuangan

KOP SEKOLAH

LEMBAR SUPERVISI ADMINISTRASI KEUANGAN


SEMESTER ……. TAHUN PELAJARAN ……

Nama Pegawai : ……………………………………..


Nama Sekolah : ……………………………………..
Alamat Sekolah : ……………………………………..

No Aspek yang Di supervisi Kriteria Catatan Saran


1 2 3 4
1 Buku Kas Umum
2 Buku Pembantu Kas Tunai
3 Buku Pembantu Pajak
4 Buku Pembantu Bank
5 Buku Rekening Bank
6 Berita Acara Pemeriksaan Kas
7 Laporan Pertanggung Jawaban
(SPJ)
JUMLAH
NILAI AKHIR : (Skor Perolehan
/Skor maksimal) x 100
Kriteria

Kesimpulan :

Tindak Lanjut :

….. ………. ……………..


Pegawai yang disupervisi Supervisor
Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian keci dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu
Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70
Lampiran 3. Contoh Lembar Supervisi Administrasi Sarana dan Prasarana

KOP SEKOLAH

LEMBAR SUPERVISI ADMINISTRASI SARANA DAN PRASARANA


SEMESTER ……. TAHUN PELAJARAN ……

Nama Pegawai : ……………………………………..


Nama Sekolah : ……………………………………..
Alamat Sekolah : ……………………………………..

No Aspek yang Di supervisi Kriteria Catatan Saran


1 2 3 4
1 Buku Induk/ Inventaris Barang
2 Laporan Simbada
3 Dokumen inventrasir Gedung
dan tanah
4 Dokumen Inventaris Ruang
5 Buku Penghaapusan Barang
6 SK Tim Belanja Barang
7 Kartu Kendali Barang
8 Buku Catatan Perawatan
Barang
9. Buku Catatan Bon Barang
JUMLAH
NILAI AKHIR : (Skor Perolehan
/Skor maksimal) x 100
Kriteria

Kesimpulan :
Tindak Lanjut :
….. ………. ……………..
Pegawai yang disupervisi Supervisor
Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian keci dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu
Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70
Lampiran 4. Contoh Lembar Supervisi Administrasi Persuratan dan
Pengarsipan
KOP SEKOLAH

LEMBAR SUPERVISI ADMINISTRASI PERSURATAN DAN PENGARSIPAN


SEMESTER ……. TAHUN PELAJARAN ……

Nama Pegawai : ……………………………………..


Nama Sekolah : ……………………………………..
Alamat Sekolah : ……………………………………..

No Aspek yang Di supervisi Kriteria Catatan Saran


1 2 3 4
1 Buku Agenda Surat Masuk
2 Buku Agenda Surat Keluar
3 Kumpulan SK Pembagian
Tugas Guru dan Sfat
4 Dokumen Inventaris Ruang
5 Buku Penghaapusan Barang
6 SK Tim Belanja Barang
7 Kartu Kendali Barang
8 Buku Catatan Perawatan
Barang
9. Buku Catatan Bon Barang
JUMLAH
NILAI AKHIR : (Skor Perolehan
/Skor maksimal) x 100
Kriteria
Kesimpulan :
Tindak Lanjut :

….. ………. ……………..


Pegawai yang disupervisi Supervisor
Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian keci dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu
Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70
Lampiran 5. Contoh Lembar Administrasi Kesiswaan
KOP SEKOLAH

LEMBAR SUPERVISI ADMINISTRASI KESISWAAN


SEMESTER ……. TAHUN PELAJARAN ……

Nama Pegawai : ……………………………………..


Nama Sekolah : ……………………………………..
Alamat Sekolah : ……………………………………..

No Aspek yang Di supervisi Kriteria Catatan Saran


1 2 3 4
1 Buku Induk Siswa
2 Buku Klaper
3 Buku Leger Nilai
4 Buku Mutasi Nilai
5 Buku Data Tamatan
6 Arsip Ijazah yang telah lulus
7 Buku Daftar Nilai Ijazah
8 Data Jumlah Siswa
JUMLAH
NILAI AKHIR : (Skor Perolehan
/Skor maksimal) x 100
Kriteria
Kesimpulan :
Tindak Lanjut :

….. ………. ……………..

Pegawai yang disupervisi Supervisor

Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian keci dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu

Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70

DAFTAR PUSTAKA SUPERVISI GURU DAN TENDIK

Daftar Pustka Mata Diklat Supervisi Guru dan Tenaga Kependidikan


ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development partnership). (2013).
School and Madrasah principals and supervisors competencies baseline study.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

ACDP (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership). (2013).


Evaluasi program penyiapan kepala sekolah. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Andrew miller . 20016. Differentiated Instruction Strategies PBL


https://www.edutopia.org/blog/differentiated-instruction-strategies-pbl-andrew-
miller

Buku Panduan Kinerja Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah, Direktorat Pembinaan


Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017

Buku Panduan Kinerja Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah, Direktorat Pembinaan


Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017

Buku Panduan Kinerja Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, Direktorat Pembinaan


Tenaga Kependidikan Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan 2017

Daresh, John C. 2001. Supervision as proactive leadership. 3rd ed. Prospect Heights, IL:
waveland Press.

Day, C., dan Sammons, P. (2014). Successful school leadership. Reading: Education
Development Trust.

Dodd, W.A. 1972. Primary School Inspection Inc; in New Countries. London: Oxford
University Press.
Depdiknas. 2007. Supervisi Akademik dalam Peningkatan Profesionalisme Guru.
Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK Depdiknas.

Hitt, D. H., Woodruff, D., Meyers, C. V., dan Zhu, G. (2018). Principal competencies that
make a difference: Identifying a model for leaders of school turnaround. Journal of
School Leadership, 28(1), 56-81.

Glickman, C.D., Gordon, S.P., and Ross-Gordon, J.M. 2007. Supervision and Instructional
Leadership A Development Approach. Seventh Edition. Boston: Perason.

Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead &
Company.

Marzano, R. J., Waters, T., dan McNulty, B. A. (2005). School leadership that works: From
research to results. ASCD.

Modul Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan PKB-KSMA, Direktorat


Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Jenderal dan Kebudayaan 2017

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2009). Creating


effective teaching and learning environments: First results from TALIS. Paris:
OECD Publications.

Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi


Sekolah/Madrasah

Permendiknas Nomor 25 tahun 2008 tantang Standar Tenaga Perpustakaan


Sekolah/Madrasah

Permendiknas Nomor 26 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium


Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 13 Tahun 2007, Tentang Standar Kepala
sekolah/Madrasah, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sumarsono, R. B., Imron, A., Wiyono, B. B., dan Arifin, I. (2016). Parents' Participation in
Improving the Quality of Elementary School in the City of Malang, East Java,
Indonesia. International Education Studies, 9(10), 256-262.

Sumintono, B., Sheyoputri, E. Y., Jiang, N., Misbach, I. H., dan Jumintono. (2015).
Becoming a principal in Indonesia: possibility, pitfalls and potential. Asia Pacific
Journal of Education, 35(3), 342-352.

Sullivan, S. & Glanz, J. 2005. Supervision that Improving Teaching Strategies and
Techniques. Thousand Oaks, California: Corwin Press.
3. PENGEMBANGAN
KEWIRAUSAHAAN
A. Gagasan Inovasi Pengembangan Sekolah
1. Identifikasi Permasalahan Pembelajaran Di sekolah
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Den gan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran yang
akan dilaksakan di sekolah di mulai dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak terlepas dari permasalaha.
Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran dapat mengakibatkan rendahnya
kualitas pembelajaran.
Permasalahan pembelajaran disekolah dapat diketahui salah satunya
melalui analisis hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS).Manfaat EDS bagi satuan
pendidikan adalah untuk mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangannya,
memiliki data dasar yang akurat, mengidentifikasi peluang, memberikan laporan
formal kepada pemangku kepentingan. Sementara manfaat Evaluasi Diri Sekolah
(EDS) bagi luar sekolah adalah untuk menyediakan data dan informasi,
pembuatan keputusan, perencanaan anggaran pendidikan pada tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, mengidentifikasi kebutuhan sarana dan
prasarana, mengidentifikasi pelatihan serta kebutuhan program pengembangan,
mengidentifikasi keberhasilan sekolah. EDS diharapkan menjadi kegiatan rutin di
sekolah yang dilakukan secara terus menerus setiap tahun, untuk mengetahui
ketercapaian tahapan pengembangan yang diharapkan. Gambaran ketercapaian
sekolah dituangkan dalam bentuk raport mutu sekolah. Berdasarkan raport mutu
kepala sekolah bersama dengan TPMPS melakukan indentifikasi kekuatan dan
kelemahan sekolah. Identifikasi kekuatan dan kelemahan merupakan sebuah
kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh gambaran
kinerja awal satuan pendidikan.
Selain melalui EDS kepala sekolah juga dapat mengidentifikasi
permaslahan pembelajaran melalui supervisi. Kepala sekolah melakukan supervisi
mutu secara periodik setiap tahunnya. Melalui supervisi mutu kepala sekolah akan
memperoleh data kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya terkait dengan
pembelajaran. Untuk memperoleh data permasalahan padam pembelajaran
melalui supervise , maka kepala sekolah menyiapkan instrument pengumpulan
data atau instrument supervise. Data yang diperoleh dari instrument diolah untuk
memperoleh data permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
.
2. Pendekatan Inovatif dalam pengembangan sekolah
Inovatif adalah karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat di
setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan mampu
memecahkan masalah (Mattare; Chen; Okudan &Rzasa; Gupta, MacMillan &
Surie dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Ciri inovatif juga nampak saat
seorang pemimpin berusaha menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru yang
lebih bermanfaat. Terbuka untuk gagasan, pandangan, dan penemuan baru yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan unjuk kerjanya. Mereka tidak terpaku
i
pada masa lampau, tetapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara
baru atau memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk
peningkatan unjuk kerjanya. Mereka cenderung melakukan sesuatu dengan cara
yang khas, unik dari hasil pemikirannya. Termasuk dalam perilaku inovatif ini ialah
kecenderungan untuk selalu meniru, tetapi melalui penyempurnaan-
penyempurnaan tertentu (imitative inovative) atau dengan kata lain, amati, tiru,
modifikasi (ATM).
Pemimpin yang inovatif melekat kemampuan kreatifnya. Ia selalu
menciptakan ide atau gagasan, dan atau produk yang bercirikan novelty (baru),
original (orisinal), useable (bermanfaat), dan high product (produk berkualitas
tinggi). Ciri bahwa suatu ide atau produk yang kreatif bilamana diakui oleh pakar di
bidangnya. Sedang inovasi adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari
sebelumnya (Drucker, 1985). Contoh hasil inovasi antara lain kantin jujur,
pembelajaran antikorupsi, pembelajaran berbasis multiple intelligences,
manajemen sekolah/madrasah bersertifikasi ISO, unit produksi “X” sebagai tempat
praktik siswa memperoleh pengalaman kepemimpinan kewirausahaan, dan lain
sebagainya. Kepala sekolah/madrasah perlu memiliki kemampuan inovasi agar
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya selalu memikirkan, memperbaiki,
mengembangkan, melakukan pengayaan, memodifikasi sesuatu agar menjadi
lebih baik dari sebelumnya.
Seorang dikatakan sebagai inovator bilamana: (1) dalam mengerjakan
tugas dengan cara yang tidak konvensional; (2) menemukan masalah dan
memecahkannya dengan cara yang tidak biasa; (3) tertarik pada hasil daripada
proses; (4) tidak senang Latihan Kepemimpinan pada pekerjaan yang bersifat
rutin; (5) kurang senang pada kesepakatan; dan (6) kurang sensitif terhadap orang
lain (Kirton, 1976). Cara berpikir dan bertindak kepala sekolah/madrasah yang
inovatif, antara lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2)
tidak berpikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang lain;
(4) mendengarkan ide stakeholders sekolah/madrasah; (5) bertanya kepada warga
sekolah/madrasah dan stakeholders apa yang perlu diubah di sekolah/madrasah
ini secara berkala; (6) memotivasi diri dan orang lain untuk cepat bergerak dengan
selamat; (7) berharap untuk menang dan memiliki kesehatan dan kekuatan; dan
(8) “rekreasi” secukupnya untuk mendapatkan ide-ide baru (Anonim 3, 2005).
Yohanes Surya adalah contoh seorang inovator. Ia menemukan cara-cara
pembelajaran Fisika yang inovatif sehingga menghasilkan para juara Olimpiade
Fisika tingkat dunia. Ada pula penemu jarimatika untuk pembelajaran Matematika
di SD. Di Tidore, ada sekolah yang memanfaatkan gelombang laut dan alam
sekitar sebagai laboratorium praktik siswa. Ada pula seorang kepala SMK di
Kendal yang membuat program agrowisata di sekolahnya sebagai salah satu
bentuk unit produksi dan jasa dalam rangka fasilitasi pembelajaran sekaligus
alternatif sumber keuangan sekolah.

3. Pengorganisasian pelaksanaan program inovatif berbasis peningkatan


kualitas pembelajaran
Kiyosaki (2002) menyatakan bahwa seorang pemimpin adalah membuat
orang lain tampil sebaik mungkin dan bukan menjadi yang terbaik. Demikian pula
Rhenald Kasali (dalam Winarto, 2004), menyatakan bahwa pemimpin dianjurkan
menumbuhkan semangat kewirausahan dalam diri setiap karyawan (intrapreneur).

ii
Kondisi ini akan tumbuh bilamana ada rasa saling percaya antara pemimping dan
para pengikutnya. Salah satu cara untuk menunjukkan kepercayaan para
pengikutnya adalah dengan konsisten melaksanakan semua yang telah dikatakan
(Winarto, 2004). Itulah yang dinamakan naluri jiwa kewirausahaan. Kepala
sekolah/madrasah perlu mengasah kepekaan naluri jiwa kewirausahaannya.
Naluri jiwa kewirausahaan merupakan seperangkat sifat-sifat seorang
wirausahawan, seperti proaktif, kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, kerja
keras, pantang menyerah, motivasi tinggi, peka menangkap peluang, ingin selalu
melakukan perbaikan dan pengembangan, tidak pernah puas dengan apa yang
dicapai, dan keinginan agar orang lain tumbuh dan berkembang jiwa
wirausahannya, dan juga mengembangkan unit usaha sebagai sumber belajar
siswa. Kepala sekolah/madrasah yang memiliki naluri kewirausahaan akan
menciptakan pengalaman dan sumber belajar bidang kewirausahaan bagi guru
dan peserta didiknya.
Sumber belajar yang berupa unit usaha, antara lain dapat berupa koperasi
sekolah, kantin sekolah, unit jasa transportasi, hotel, bengkel sekolah, dan yang
sejenisnya. Pendidikan kewirausahaan bisa efektif bilamana memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berlatih semua komponen kepemimpinan
kewirausahaan (Okudan & Rzasa, 2006 dalam Bagheri, A. & Pihie Z.A.L., 2009).
Meskipun, memberikan kesempatan bagi siswa untuk pengalaman kewirausahaan
yang nyata, seperti mengambil risiko, kreativitas dan inovasi melalui pembelajaran
tradisional tidaklah mudah. Selanjutnya, bagaimana pembelajaran kepemimpinan
kewirausahaan diseyogyakan agar para guru dan siswa di sekolah memiliki
karakteristik kepemimpinan kewirausahaan. Bagian berikut dibahas berbagai
aspek pembelajaran kewirausahaan dalam proses pembentukan karakter
kepemimpinan kewirausahaan.
Ada banyak ahli yang berpendapat tentang definisi dan proses
pembelajaran kewirausahaan. Rae, D. & Carswell, M. (2000) mendefinisikan
pembelajaran kewirausahaan sebagai "suatu proses kesadaran yang dinamis,
reflektif, asosiatif, dan aplikasi yang melibatkan transformasi pengalaman dan
pengetahuan ke dalam hasil belajar yang fungsional”. Masih banyak lagi definisi
pembelajaran kewirausahaan, namun para ahli sependapat bahwa pembelajaran
kewirausahaan akan terjadi melalui proses mengalami kejadian yang menantang
dan berbeda, seperti mengenali peluang, mengatasi masalah, dan melakukan
peran yang berbeda-beda dari seorang pengusaha (Pittaway & Cope; Politis;
Erikson; Minniti & Bygrave dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Selanjutnya,
untuk membahas metode pembelajaran kepemimpinan kewirausahaan,berikut
akan diuraikan tiga metode pembelajaran, yaitu: (1) pembelajaran berbasis
pengalaman(experiential learning); (2) pembelajaran melalui interaksi sosial (social
interaction learning); dan (3) pembelajaran melalui pengenalan peluang
(opportunity recognition).
1. Belajar berbasis pengalaman (Experiential Learning)
Para ahli percaya bahwa belajar kewirausahaan berbasis
pengalaman (experiential learning) sebagai metode yang paling meyakinkan
(Henry, dkk., dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Mereka juga
menyatakan bahwa melalui experiential learning, siswa tidak hanya
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan memilih kewirausahaan sebagai
jalur karier masa depan mereka, tetapi juga mendapatkan kemampuan dalam

iii
menghadapi tantangan dan mengatasi masalah seputar usaha mereka
(Matlay; Smith, Collins & Hannon dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Experiential learning membuat siswa "dapat menghasilkan makna baru yang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam berpikir dan berperilaku" (Fayolle
& Gailly dalam Bagheri, A. & Pihie Z.A.L., 2009). Selain itu, experiential
learning dapat mengembangkan self-efficacy, keyakinan yang kuat, dan
keinginan untuk berhasil dalam melakukan peran dan tugas seorang
pengusaha (Zhao, Seibert & Hills; Peterman & Kennedy dalam Bagheri, A. &
Pihie, Z.A.L., 2009). Erikson (2003) menyatakan experiential learning sebagai
faktor yang berpengaruh dalam mengembangkan self-efficacy dalam
kewirausahaan. McGrath dan MacMillan (dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L.,
2009) menyatakan bahwa experiential learning memungkinkan pola pikir
kewirausahaan individu terdorong untuk mencari peluang yang dapat
dikembangkan daripada melalui metode pendidikan kewirausahaan
tradisional.
Experiential learning disamping menyenangkan dan meningkatkan
keinginan siswa, juga atas keterlibatannya dapat mengembangkan
kemampuan kewirausahaan mereka menjadi pengusaha (Peterman&
Kennedy; Fiet, dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Harris dan Gibson
(dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009) berpendapat bahwa experiential
learning secara intensif "memungkinkan siswa untuk menggali potensi
kewirausahaan mereka dan meningkatkan keterampilan serta meningkatkan
harapan untuk sukses“. Sebuah hasil penelitian menunjukkan secara kuat
bahwa kemampuan kewirausahaan akan dipelajari melalui proses dimana
siswa secara aktif terlibat dalam lingkungan pengalaman belajar yang
menantang (Pittaway & Cope; Hannon; Heinonen & Poikkijoki, dalam Bagheri,
A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Pemberian pengalaman belajar yang menantang
akan menimbulkan kesadaran diri tentang apa kekuatan dan kelemahannya,
meningkatkan kesiapan untuk mengambil risiko, dan meningkatkan
kreativitas, membantu memberdayakan potensi mereka secara optimal,
menerima kesalahan sebagai kesempatan belajar, dan mendorong mereka
untuk berpikir kritis (Fuchs, Werner & Wallau, dalam Bagheri, A. & Pihie,
Z.A.L., 2009). Kegiatan yang menantang memberikan siswa berkesempatan
untuk mengalami kegagalan, belajar dari itu, dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan yang lebih serius (Fayolle &
Gailly, dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Banyak ahli percaya bahwa
kreativitas, inovasi, dan pengambilan risiko sebagai kompetensi penting
kewirausahaan tidak dapat diajarkan melalui metode konvensional
kewirausahaan (Plumly, dkk.; Heinone; Rae dalam Bagheri, A., & Pihie,
Z.A.L., 2009), melainkan melalui experiential learning.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tentang pembelajaran
kewirausahaan tersebut, implikasinya adalah pentingnya pendidikan
kewirausahaan melalui pemberian kesempatan bagi siswa untuk mengalami
65 Latihan Kepemimpinan aktivitas kewirausahaan secara langsung.
Bagaimanakah kepala sekolah menciptakan experiential learning
kepemimpinan kewirausahaan di sekolahnya? Naluri dan kemampuan
menciptakan experiential learning bidang kewirausahaan adalah karakteristik

iv
kepala sekolah yang memiliki kompetensi entrepreneur leadership
(kepemimpinan kewirausahaan).

2. Belajar melalui interaksi sosial (Social Interaction Learning)


Kompetensi kepemimpinan kewirausahaan juga dapat diperoleh
melalui belajar berinteraksi sosial. Interaksi sosial sangat penting dalam
seluruh proses pembelajaran kewirausahaan. Secara umum, pembelajaran
kewirausahaan terjadi dalam proses interaksi personal dengan lingkungannya
(Rae & Carswell, 2000) yang bertujuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan
memanfaatkan peluang (Heinonen & Poikkijoki; Corbett; Shook, Priew &
McGee, dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Pada intinya interaksi sosial
dapat membentuk dan mengembangkan persepsi, sikap, dan kemampuan
kewirausahaan (Rae & Carswell, 2000), khususnya dalam kepemimpinan
kewirausahaan (Holt, Rutherford & Clohessy, 2007; Dess, et al, dalam
Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Interaksi sosial akan meningkatkan kesadaran siswa tentang
kelemahan dan kekuatan, menjadi matang dalam menjalin jaringan, dan
kemampuan berkomunikasi. Interaksi sosial membantu siswa untuk berbagi
pengalaman, meningkatkan penalarannya ketika menghadapi wawasan yang
berbeda, dan menemukan kelemahan penalaran diri, dan cara-cara untuk
meningkatkannya, menyesuaikan pemahaman mereka atas dasar
pemahaman orang lain, dan yang lebih penting, yaitu menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh untuk memecahkan masalah
(Fuchs, Werner & Wallau dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya merupakan hasil
dari interaksi sosial antara orang-orang yang memiliki pengalaman dan
perspektif yang berbeda dengan tingkat yang lebih tinggi daripada
pembelajaran secara individual. Di sisi lain, pembelajaran melalui interaksi
sosial dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi yang merupakan komponen
inti dari karakteristik kewirausahaan. Layak untuk dikatakan bahwa dengan
terlibat di berbagai peran kegiatan kewirausahaan, pemimpin kewirausahaan
belajar berinteraksi sosial melalui proses sosialisasi.
Program pendidikan kewirausahaan menyediakan berbagai peluang
untuk interaksi sosial siswa, yang itu dapat mengembangkan kepemimpinan
kewirausahaan mereka (Vecchio, 2003). Pertama, mereka memberikan 66
Latihan Kepemimpinan kesempatan untuk interaksi sosial dengan guru dan
rekan-rekan dalam kelompok. Interaksi sosial dalam proses pembelajaran
kewirausahaan sangat penting karena dapat meningkatkan rasa senang saat
berkegiatan kewirausahaan dan meningkatkan tingkat persepsi mereka
tentang kewirausahaan para siswa. Kedua, program pendidikan
kewirausahaan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dengan
pengusaha lain, investor, dan guru pada acara-acara, seperti pelatihan,
pertemuan kelompok, dan transaksi bisnis dimana mereka memiliki
kesempatan untuk mengamati dan belajar dari model-model orang sukses
(Souitaris, Zerbinati & Al -Laham, 2007; Zhao, Seibert & Hills, dalam Bagheri,
A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Akhirnya, program tersebut memberikan
pengalaman sosial bagi siswa sehingga mereka tertarik menjadi
wirausahawan (Peterman & Kennedy, 2003). Oleh karena itu, Collins dan

v
Robertson (2003) percaya bahwa pembelajaran kewirausahaan dapat
dilaksanakan melalui interaksi sosial.
3. Pengenalan peluang (opportunity recognition)
Sementara, dua metode pembelajaran kewirausahaan terfokus pada
bagaimana kemampuan kepemimpinan kewirausahaan berkembang melalui
pengalaman dan interaksi sosial. Metode lain, yaitu pengenalan terhadap
peluang juga dapat dilaksanakan. Pengenalan terhadap peluang lebih pada
menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk mengembangkan ide baru
dan mengeksplorasi sesuatu yang sudah ada. Pengenalan peluang
melibatkan tidak hanya keterampilan teknis, seperti analisis keuangan dan
penelitian pangsa pasar, tetapi juga bentuk perwujudan kreativitas yang nyata,
membangun tim, pemecahan masalah, dan kepemimpinan. Hal ini dapat
melibatkan baik pengenalan peluang yang sudah ada dengan meningkatkan
operasional kegiatan yang ada dan atau penciptaan peluang baru. Identifikasi
peluang biasanya diajarkan melalui latihan dengan teknik pemecahan
masalah, berpikir kreatif, dan inovatif daripada kegiatan di kelas tradisional
(Klein & Bullock, 2006).
Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa pendidikan
kewirausahaan hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengalami secara seimbang semua komponen kepemimpinan
kewirausahaan (Okudan &Rzasa dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Mereka melakukan penelitian dengan metode kualitatif untuk mencari jawab
atas pertanyaan bagaimana program kewirausahaan di perguruan tinggi
(dapat juga dianalogikan di sekolah) berkontribusi pada pengembangan
kepemimpinan kewirausahaan, khususnya dalam mengembangkan visi, sikap
proaktif, inovatif, dan pengambilan risiko? Berikut ini hasil penelitian yang
berupa narasi jawaban-jawaban subjek atas pertanyaan tersebut.
Subjek mengemukakan bahwa:
"Sedikit sekali, ketika belajar kewirausahaan yang membantu saya
untuk mengembangkan pengetahuan saya tentang kepemimpinan,
bagaimana saya mengelola diri, atau mengatur waktu saya,
bagaimana saya bisa mengenal orang, menjadi independen, untuk
menjadi kuat, menjadi pekerja keras dan kompetitif”.
Subjek juga sepakat bahwa:
"...sebagian besar isi program kewirausahaan adalah sama...., mereka
meyakini bahwa tugas-tugas dengan banyak dokumen dalam
pembelajaran kewirausahaan tidak cukup menantang siswauntuk
mengembangkan kemampuan berinovasi danberkreasi. Tugas
tersebut juga tidak menghadapkan siswa untuk mengambil risiko atau
ketidakpastian dan kegagalan sebagaimana kehidupan nyata seorang
pengusaha. Siswa menjadi "mudah bosan dan putus asa".
Subjek juga mengatakan bahwa:
"kita tidak bisa memaksa seseorang untuk menjadi seorang pemimpin
yang baik", sehingga program pendidikan kewirausahaan harus:
"Membuat proyek agar siswa mengalami kepemimpinan dalam suatu
proyek bisnis yang mereka lakukan bersama teman-teman mereka,

vi
jadi seperti kegiatan mengenai kewirausahaan harus memiliki kegiatan
tentang kepemimpinan, itu akan datang dari pengalaman".
Sementara, subjek yang lain melihat masalah tersebut dari sudut yang sedikit
berbeda dan ia menyatakan sebagai berikut:
"Saya pikir, kita dapat merancang beberapa simulasi bisnis dan
membiarkan siswa bersaing satu sama lain dan mencoba untuk
membuatnya berkompetisi, membuatnya senang. Saya berpikir,
pertama-tama siswa harus memiliki kesempatan untuk memilih apa
yang ingin mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang mereka
tertarik, dan memberikan hadiah kepada siswa yang memberikan ide-
ide yang sangat brilian ...”
Makna yang bisa diambil dari hasil penelitian tersebut bahwa dalam
proses pembelajaran kepemimpinan kewirausahaan yang tidak lain bertujuan
untuk mengembangkan karakteristik kepemimpinan kewirausahaan (inovatif,
proaktif, keberanian mengambil risiko, manajemen waktu dan diri,
mengahadapi tantangan, dan yang sejenisnya) kepada siswa bisa berhasil
bilamana dilakukan dengan pembelajaran berbasis proyek, pengalaman
langsung, dan atau simulasi bisnis. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan
Saudara telah mendapat pencerahan tentang berbagai pandangan mengenai
konsep kepemimpinan kewirausahaan dan metode-metode pembelajaran
kewirausahaan yang efektif untuk pengembangan kepemimpinan
kewirausahaan para siswa. Sebagai Calon Kepala Sekolah mendatang,
Saudara ditantang untuk mampu bersikap dan bertindak proaktif, inovatif,
mengambil risiko dalam merancang program kewirausahaan yang mampu
membentuk kompetensi siswa berkarakter pemimpin kewirausahaan
B. Pengelolaan Kewirausahan Sekolah
1. Perencanaan Program Kewirausahaan Sekolah
Manajemen pada hakekatnya merupakan proses merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para
anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena
semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya
mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan 
untuk mencapai tujuan (McFarland, 1979).
Manajemen di sekolah sepenuhnya dikendalikan oleh kepala sekolah sebagai
seorang manajer. Keberhasilan lembaga pendidikan sangat tergantung pada
kepemimpinan kepala sekolah sesuai peran dan fungsinya. Kepala sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui
kerjasama yang kooparatif, memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan
untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga
kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang manajer menurut Handoko
(2003) adalah:
1) keterampilan konseptual, yaitu kemampuan mental untuk mengkoordinasikan
seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi;
2) keterampilan kemanusiaan, kemampuan bekerja dengan memahami dan
memotivasi orang lain baik sebagai individu maupun kelompok;

vii
3) keterampilan administratif, yaitu dengan perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan kepegawaian dan pengawasan;
4) keterampilan teknik, yaitu kemampuan menggunakan peralatan, prosedur,
teknik-teknik dari suatu bidang tertentu seperti mesin, dan sebagainya.
Selain keterampilan-keterampilan tersebut, kepala sekolah juga harus
mampu menggerakkan seluruh warga sekolah untuk merencanakan program-
program sekolah berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Data hasil
analisis dibuat skala prioritas untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan
perencanaan program pengembangan, dilaksanakan sesuai porsinya masing-
masing, dan dievaluasi. Di sinilah kemampuan kepala sekolah dalam
menggerakkan warga sekolahnya diuji.
Ada beberapa cara dalam pembuatan perencanaan program sekolah.
Saudara dapat memperkaya wawasan dengan mencari sumber-sumber lain yang
relevan. Salah satu langkah perencanaan program untuk mencapai tujuan dalam
manajemen dikemukakan oleh Gorton (1976) berikut ini:
1) Identifikasi masalah
2) Diagnosis masalah
3) Penetapan tujuan
4) Pembuatan keputusan
5) Perencanaan
6) Pengorganisasian
7) Pengkoordinasian
8) Pendelegasian
9) Penginisiasian
10) Pengkomunikasian
11) Kerja dengan kelompok-kelompok
12) Penilaian
Sebagaimana langkah-langkah perencanaan tersebut, secara garis besar
kepala sekolah dituntut mampu menganalisis kondisi sekolah dari keterlaksanaan
program sesuai delapan Standar Nasional Pendidikan dari berbagai sisi, termasuk
dalam kegiatan kewirausahaan yang telah dilaksanakan. Analisis kondisi sekolah
ini juga memberikan informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari masing-
masing kegiatan yang nantinya memerlukan tindak lanjut.
Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut dipilih kegiatan
mana yang sudah berjalan secara efektif dan efisien, dan kegiatan mana yang
masih belum optimal dilaksanakan. Selanjutnya akan nampak kegiatan mana yang
membutuhkan tindak lanjut dan perlu diprioritaskan. Program yang masih kurang
bagus keterlaksanaannya ini diprioritaskan untuk dikembangkan melalui perbaikan
program berupa perencanaan.
Perencanaan program pengembangan kewirausahaan diambil dari salah satu
kegiatan kewirausahaan sekolah pada standar tertentu yang pelaksanaan
kegiatannya kurang efektif dan efisien, sesuai dengan hasil analisis sebelumnya.
Selanjutnya kepala sekolah menetapkan tujuan yang akan dicapai, menentukan
sasaran, menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan, penanggung jawab dan
pelaksana kegiatan, jumlah dana yang dibutuhkan, sumber dana, dan menentukan
langkah-langkah pelaksanaan kegiatan secara rinci.
Contoh langkah-langkah pengembangan program kewirausahaan (Saudara
dapat mencari dari sumber belajar lain yang sesuai):

viii
1) Nama Kegiatan
(Memuat nama program yang akan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi).
2) Latar Belakang
(Menguraikan permasalahan yang melatarbelakangi diadakannya program
tersebut)
3) Tujuan
(Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut)
4) Indikator Keberhasilan
(Penanda keberhasilan program)
5) Sasaran
(Target yang akan dikenai kegiatan)
6) Bentuk Kegiatan
(Jenis-jenis kegiatan akan dilaksanakan, misalnya pelatihan, seminar,
pemberdayaan sumber daya yang ada, pendirian unit usaha, dan bentuk
kegiatan lain yang relevan)
7) Waktu dan Tempat
(Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan)
8) Jadwal dan Struktur Program
(Jadwal dan stuktur program kegiatan)
9) Susunan Panitia
(Personel yang terlibat dalam kegiatan)
10) Langkah-langkah Kegiatan
(Langkah-langkah dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut)
11) Pembiayaan
(Alokasi dana yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan dan sumbernya)
12) Penutup
(Harapan yang ingin dicapai dan permohonan dukungan dari semua pihak)

ix
2. Pelaksanaan Program Kewirausahaan Sekolah
Kewirausahaan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai
oleh kepala sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan pengembangan
kewirausahaan. Pengembangan kewirausahaan merupakan salah satu tugas
pokok kepala sekolah seperti yang tertuang dalam Lampiran 2. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 15 Tahun 2018
tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas
Sekolah. Adapun beban kerja kepala sekolah terkait dengan pengembangan
kewirausahaan adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan program pengembangan kewirausahaan.
b. Melaksanakan program pengembangan kewirausahaan:
c. Melaksanakan Evaluasi Program Pengembangan Kewirausahaan.
Tugas kepala sekolah dalam melaksanakan program pengembangan
kewirausahaan sesuai Permendikbud yang akan dibahas dalam modul ini
meliputi: pengembangan jiwa kewirausahaan (inovasi, kerja keras, pantang
menyerah, dan motivasi untuk sukses); pelaksanaan program pengembangan
kemitraan; pelaksanaan program unit produksi dan pemagangan
a. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan
1) Pengertian Wirausaha dan Kewirausahaan
Terdapat dua istilah kewirausahaan, yaitu “entrepreneurship” (bahasa
Inggris), “entrepreneur” (bahasa Perancis) yang berarti seorang yang
melakukan suatu usaha (baru) yang berisiko. Dalam bahasa Indonesia, istilah
entrepreneur diterjemahkan “pengusaha” atau orang yang memiliki
usaha. Pada tahun 1970-an “entrepreneur” diterjemahkan sebagai
“wiraswasta” yang berbeda dengan pengusaha yang lebih menekankan pada
aspek keberanian dalam mengambil risiko. Pada tahun 1980-an digunakan
istilah “wirausaha” sebagai padanan istilah “entrepreneur”. Wirausaha
diartikan sebagai seorang pahlawan dalam usaha atau orang yang berani
melakukan suatu usaha.
Menurut dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:35) wirausaha adalah
orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk
menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Secara esensi pengertian
entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola
pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan. Atau dapat
juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi
nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Dari segi karakteristik perilaku,
wirausaha (entepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola,
mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri.
Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain
dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang
yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan
mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Berwirausaha
melibatkan dua unsur pokok (1) peluang dan, (2) kemampuan menanggapi
peluang,
Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang
selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka

x
upaya meningkatkan pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu
kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari
kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan
berbeda (create new and different) melaui berpikir kreatif dan bertindak
inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup.
Pada hakekatnya kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang
memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata
secara kreatif.
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 1995 tentang
Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan
disebutkan bahwa kewirausahaan didefinisikan sebagai semangat, perilaku,
dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Inpres tersebut mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan
bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan,
termasuk di sekolah.
Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (2000) dalam Takdir
D, dkk (2015) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah tindakan manusia,
kreatif yang membangun sesuatu yang bernilai, mengejar peluang terlepas
dari kelebihan atau kekurangan sumber daya. Untuk itu diperlukan visi, gairah
dan komitmen untuk memimpin orang lain dalam mengejar visi. Hal ini juga
diperlukan kemauan untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan.
Sedangkan Suryana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah suatu
sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang
sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan
merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif, berdaya,
bercipta, berkarsa dan bersahaja dalam berusaha dalam rangka
meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang
yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang
telah dicapainya, selalu mencari peluang terus menerus untuk meningkatkan
usaha dan kehidupannya, selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti,
karena dengan berkreasi dan berinovasi semua peluang dapat diperolehnya.
Terkait konsep kewirausahaan di atas, seorang kepala sekolah yang
mempunyai jiwa kewirausahaan hendaknya memiliki sifat-sifat berikut: (1)
mampu menciptakan visi sekolah yang jelas; (2) menjadi inspirator bagi
warga sekolah yang dipimpinnya dan para pemangku kepentingan; (3)
mampu memberdayakan tim untuk bekerja cepat dan cerdas untuk
mencapai visi dalam kondisi lingkungan yang tak menentu. Oleh sebab itu,
kepala sekolah akan dapat merealisasi visi tersebut bilamana memiliki
karakteristik: (1) proaktif; (2) inovasi; (3) berani mengambil risiko, dan peka
melihat peluang (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha hendaknya mampu
melahirkan ide-ide baru untuk menumbuhkan kreativitasdi sekolahnya.
Sebuah ide baru yang diwujudkan di dunia nyata adalah sebuah inovasi.
Sebuah inovasi adalah serangkaian usaha atau upaya apa saja yang

xi
dilakukan oleh seseorang untuk memperbaiki, memodifikasi, atau
mengembangkan sesuatu yang sudah ada sehingga menjadi suatu produk
baru, bisa berupa barang atau jasa, yang memiliki nilai tambah atau nilai
lebih dari yang sebelumnya. Secara lebih kontektual, bagaimana upaya
seorang kepala sekolah melakukan inovasi di sekolah dan sukses
mengubah kondisi sekolah menjadi lebih baik merupakan keberhasilan
dalam menerapkan kewirausahaan.
2) Karakteristik Pemimpin Kewirausahaan
Karakter kompetensi kewirausahaan sebenarnya cukup banyak,
namun pada kesempatan ini hanya lima yang dijelaskan. Lima karakter
kepemimpinan kewirausahaan tersebut adalah: (1) proaktif; (2) inovatif;
(3) berani mengambilan risiko; (4) kerja keras dan pantang menyerah;
dan (5) motivasi berprestasi tinggi.
a) Innovativeness (inovatif)
Inovatif adalah karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang
memiliki kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang
bermanfaat di setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang
tersedia, dan mampu memecahkan masalah (Bagheri, A. & Pihie,
Z.A.L., 2009).
Pemimpin yang inovatif melekat kemampuan kreatifnya. Ia selalu
menciptakan ide atau gagasan, dan atau produk yang bercirikan
novelty (baru), original (orisinal), useable (bermanfaat), dan high
product (produk berkualitas tinggi). Ciri bahwa suatu ide atau produk
yang kreatif bilamana diakui oleh pakar di bidangnya. Sedang inovasi
adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya (Drucker,
1985). Contoh hasil inovasi antara lain kantin jujur, pembelajaran
antikorupsi, pembelajaran berbasis multiple intelligences, manajemen
sekolah/madasah bersertifikasi ISO, unit produksi “X” sebagai tempat
praktik siswa memperoleh pengalaman kepemimpinan kewirausahaan,
dan lain sebagainya.
Seorang dikatakan sebagai inovator bilamana: (1) dalam
mengerjakan tugas dengan cara yang tidak konvensional; (2) menemukan
masalah dan memecahkannya dengan cara yang tidak biasa; (3) tertarik
pada hasil daripada proses; (4) tidak senang pada pekerjaan yang
bersifat rutin; (5) kurang senang pada kesepakatan; dan (6) kurang
sensitif terhadap orang lain (Kirton, 1976).
Cara berpikir dan bertindak kepala sekolah yang inovatif, antara
lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2) tidak
berpikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang
lain; (4) mendengarkan ide stakeholders sekolah; (5) bertanya kepada
warga sekolah/madrasah dan stakeholders apa yang perlu diubah di
sekolah ini secara berkala; (6) memotivasi diri dan orang lain untuk cepat
bergerak dengan selamat; (7) berharap untuk menang dan memiliki
kesehatan dan kekuatan; dan (8) “rekreasi” secukupnya untuk
mendapatkan ide-ide baru (Anonim 3, 2005).
b) Kerja Keras dan Pantang Menyerah
Kerja keras dan pantang menyerah ialah kegiatan maksimal yang
banyak menguras tenaga, pikiran, dan waktu untuk menyelesaikan

xii
sesuatu. Kepala sekolah bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. Pantang menyerah
adalah daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu yang diinginkannya
tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara bekerja keras
dengan motivasi yang kuat untuk sukses. Orang yang pantang menyerah
selalu bekerja keras dan motivasi kerjanya juga tak pernah pudar.
Beberapa cara kepala sekolah untuk mempengaruhi warga sekolah
untuk bekerja keras, antara lain: (1) menujukkan kepada mereka bukti
kerja keras diri dan orang-orang sehingga bisa mencapai keberhasilan;
(2) mendorong mereka untuk lebih banyak bertindak daripada hanya
berbicara agar tujuan yang diharapkan terwujud; (3) mengajak mereka
untuk menetapkan target dan membuat perencanaan tindakan dan waktu
untuk mencapainya; dan (4) mendorong mereka agar kehidupannya lebih
bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.
c) Motivasi berprestasi tinggi
Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dalam untuk
memenuhi kepentingan atau kebutuhan yang dianggap penting. Teori
kebutuhan Mc Clelland menyatakan bahwa ada tiga jenis kebutuan
manusia, yaitu need for achievement (kebutuhan berprestasi), need for
power (kebutuhan berkuasa), dan need for affiliation (kebutuhan
berafiliasi). Menurutnya, jika seseorang memiliki kebutuhan yang sangat
kuat, maka motivasinya juga kuat. Sebagai misal, kepala sekolah
yang memiliki kebutuhan berprestasi, maka ia terdorong untuk
menetapkan tujuan yang tinggi dan penuh tantangan, ia dengan
keahliannya akan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut.
Kepala sekolah perlu memiliki motivasi berprestasi tinggi agar
mampu mengembangkan sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah
yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dapat memberikan
pengaruh kuat kepada warga sekolah lainnya termotivasi untuk
melakukan hal yang sama. Cara menumbuhkan motivasi dalam diri di
antaranya melalui: menetapkan tujuan, yakin dan optimis akan
mencapai titik maksimum; menyusun target yang masuk akal; 3). Belajar
menggunakan bahasa prestasi; belajar sendiri, cermat menganalisis diri;
dan perkaya motivasi.
d) Risk taking (berani mengambil risiko)
Keberanian mengambil risiko, yaitu kemampuan seseorang
untuk mau mengambil langkah dalam ketidakpastian dan mengambil
beban tanggung jawab untuk masa depan. Pengambilan risiko yang
diperhitungkan merupakan salah satu karakteristik umum dari pemimpin
kewirausahaan, terutama pada tahap awal dari proses berwirausaha
(Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Bahkan, Purdie E. Chandra (pemilik
Primagama) menyatakan entrepreneur harus berani ambil risiko
(Zaques, 2007). Ia juga mengatakan bahwa ambil risiko itu berarti gelap.
Maksudnya, jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai street
smart. Street smart itu yang akan melahirkan kecerdasan entrepreneur
yang dibutuhkan untuk usaha pemula.
Purdi E. Chandra memberikan ilustrasi contoh sebagai street
smart berikut. Seorang direksi bank yang ingin buka usaha, dan ia

xiii
menghitung-hitung terus dan selalu tidak positif, akhirnya tidak berani
membuka usaha. Nasihatnya kepada direksi bank tersebut: ’Jangan
dihitung terus! Usaha itu dibuka dulu baru dihitung‘, itulah street smart.
Dalam konteks sekolah, hal tersebut dapat dicontohkan bahwa kepala
sekolah harus mau ditempatkan di sekolah manapun walaupun
kondisinya tidak seperti yang diinginkan, harus berani melakukan
perubahan- perubahan demi kemajuan sekolah.
e) Proactiveness (proaktif)
Bersikap proaktif berarti melakukan sesuatu dengan inisiatif
sendiri, kemudian bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri, baik
dari masa lalu, sekarang ataupun masa mendatang.Sikap proaktif ini
menuntut untuk selalu mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip
dan nilai-nilai yang dipegang dan mengesampingkan suasana hati
maupun keadaan. Sedangkan reaktif merupakan kebalikan dari proaktif
itu sendiri, seperti menyerahkan kontrol dirinya pada situasi dan emosi
dengan mengesampingkan prinsip dan nilai yang ada.
Pemimpin yang proaktif, termasuk kepala sekolah akan (1) mampu
dan aktif mempengaruhi serta mengarahkan SDM-nya menuju masa
depan; (2) mampu memanfaatkan setiap peluang; (3) mampu
menerima tanggung jawab dari suatu kegagalan; dan (4) mampu
mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi di masa depan dan
merasa terdorong untuk melakukan perubahan dan perbaikan (Bagheri,
A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Oleh sebab itu, pemimpin yang proaktif
bersikap ‘aku bisa’ dan bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Covey (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang
bersikap proaktif memiliki banyak manfaat, yaitu: (1) tidak mudah
tersinggung; (2) bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya sendiri;
(3) berpikir sebelum bertindak; (4) cepat pulih kalau terjadi sesuatu
yang buruk; (5) selalu mencari jalan keluar untuk menjadikan segalanya
terlaksana; (6) fokus pada hal-hal yang bisa mereka ubah, dan tidak
mengkhawatirkan pada hal-hal yang tidak bisa diubah. Karakteristik
proaktif sangat diperlukan bagi seorang pemimpin termasuk kepala
sekolah. Kepala sekolah yang mengaktualisasikan karakteristik pribadi
proaktif akan mampu dan mudah mempengaruhi para guru dan staf,
siswa dan wali murid, serta stakeholder.
Keadaan ini berbeda dengan apa yang akan dialami oleh
seorang yang bersikap reaktif. Seseorang yang reaktif menunjukkan
perilaku (1) mudah tersinggung; (2) menyalahkan orang lain; (3) cepat
marah dan mengucapkan kata-kata yang belakangan mereka sesali; (4)
mudah mengeluh; (5) menunggu segalanya terjadi pada dirinya; dan (6)
berubah hanya bila perlu.
3) Cara-Cara Mengembangkan Kewirausahaan
Cara-cara mengembangkan kewirausahaan dilakukan melalui
pentahapan sebagai berikut.
a) Melakukan evaluasi diri tentang tingkat/level kepemimpinan
kewirausahaan.
Evaluasi diri penting untuk dilakukan sekolah untuk melihat sejauh

xiv
mana kemampuan dan pencapaian pengalaman sekolah dalam upaya
menjadi sekolah yang kreatif dan inovatif. Evaluasi diri bisa
dilakukan dengan menggunakan Teknik Analisis Manajemen (TAM)
yang dilakukan secara internal tim pengembang sekolah. TAM
misalnya SWOT, Field Force Analysis, dan lain sebagainya. Maupun
dengan membaca rekomendasi dari eksternal misalnya raport
mutu, hasil akreditasi sekolah maupun hasil supervisi pengawas
sekolah.
b) Berdasarkan hasil evaluasi diri (profil diri jiwa kewirausahaan),
selanjutnya ditempuh melalui berbagai upaya yang disebut
“belajar.”.
Ide, gagasan, ilham yang orisinil, baru dan berbeda dari yang
pernah ada sebelumnya ini awal dari sebuah inovasi. Inovasi menurut
hakekatnya terdiri dari dua jenis, yakni penciptaan secara mental
(mental creation) dan penciptaan secara fisik (physical creation).
Penciptaan secara mental adalah visualisasi dari rencana, desain dan
pemikiran yang kuat dan akurat sehingga seolah olah kita melihat apa
yang sedang akan kita ciptakan. Penciptaan secara fisik adalah
proses kerja untuk mewujudkan rencana, desain dan pemikiran
tersebut di dunia yang kasat mata. Proses merencanakan kegiatan
(mental creation) ini diistilahkan sebagai proses penataan
(arrangement). Sedangkan proses melaksanakan kegiatan (physical
creation) adalah proses pembongkaran. Aktifitas untuk menata dan
membongkar dan menatanya kembali tentu dilakukan secara terus
menerus dan berkelanjutan. Jadi jelas, untuk mengembangkan jiwa
kewirausahaan diperlukan upaya kreasi mental dan kreasi fisik untuk
menjadikan semua warga sekolah kreatif dan inovatif.
c) Mempelajari kewirausahaan dapat dilakukan melalui berbagai
upaya.

Untuk mengembangkan kewirausahaan di sekolah yang paling efektif


adalah dengan berbagi pemecahan masalah (sharing solutions).
Cara ini dilakukan dengan melibatkan berbagai kelompok orang,
misalnya kelompok kerja guru, kelompok tenaga kependidikan, atau
kelompok campuran dari semua warga sekolah, dan juga dari luar
sekolah. Semua kelompok dlibatkan dalam proses kreatif
melahirkan sebuah ide atau gagasan baru, bagaimana
solusi/pemecahan dari permasalahan di sekolah, dan bagaimana cara
kerjanya yang baru dengan solusi/pemecahan itu jika diterapkan.
Langkah pertama adalah menyelenggarakan sebuah sesi
kolaborasi pemecahan masalah. Sesi ini berisikan kegiatan untuk
menjaring ide-ide baru dari permasalahan yang ada di sekolah yang
ingin diatasi. Tekniknya bisa bermacam- macam, misalnya
presentasi ide dari satu kelompok dan kelompok lain
menanggapi; atau setiap kelompok menuliskan ide-idenya lalu
kelompok lain menilai dari setiap kelompok yang lain; atau sebuah
kelompok mempresentasikan sebuah ide baru, lalu kelompok lain
menanggapi dan membuat ide gagasan lain yang lebih baik.

xv
Langkah kedua adalah membuat ranking dari semua ide yang
berasal dari setiap kelompok, dan lalu melakukan voting untuk
menentukan ide atau gagasan mana yang terbaik yang akan
diimplementasikan.
4) Strategi Pengembangan Karakter Kewirausahaan di Sekolah
Pengembangan karakter kewirausahaan bertujuan untuk
membentuk insan yang memiliki karakter kewirausahaan. Sebagai
sasaran pengembangan karakter kewirausahaan adalah kepala sekolah,
guru, tenaga pendidikan dan non kependidikan, dan siswa. Berikut ini
dikemukakan beberapa strategi untuk mencapai maksud dan tujuan
tersebut.
a) Karakter Kewirausahaan Terintegrasi dalam Seluruh Mata Pelajaran
Strategi pengembangan karakter kewirausahaan dapat
dintegrasikan dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian karakter
kewirausahaan ke dalam proses pembelajaran bidang studi menuntut
para guru untuk menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang
kompleks. Misalnya dalam mengerjakan tugas-tugas mata
pelajaran, para siswa distimulasi untuk menghasilkan karya
terbaiknya sebagai manifestasi karakteristik kewirausahaan motivasi
berprestasi tinggi, kreatif, dan kerja keras.
b) Karakter Kewirausahaan Terpadu dalam Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan
siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik
dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah.
Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang bisa diberi muatan
karakter kewirausahaan, antara lain: (1) olahraga; (2) seni budaya; dan
(3) kepramukaan. Kegiatan olahraga misalnya, bilamana
diselenggarakan kompetesi antar kelas dalam berbagai cabang
olahraga, maka para siswa di suatu kelas atau kelompok siswa akan
melakukan persiapan, antara lain dengan mengatur agenda antara lain
latihan dengan penuh motivasi untuk menang, pembagian tugas dan
peran, berkoordinasi, dan sejenisnya. Melalui kegiatan ini, mereka
akan bekerja keras, menumbuhkan motivasi diri dan tim, bersedia
menghadapi tantangan, siap untuk kalah dan seterusnya yang itu
semuanya merupakan karakteristik kepemimpinan kewirausahaan.
c) Pengintegrasian Karakter Kewirausahaan melalui Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana terjadi


interaksi antar sesama siswa, antar guru, guru dengan siswa, guru
dengan staf, staf dengan siswa, warga sekolah dengan kelompok
masyarakat. Melalui media interaksi sosial, pembudayaan
kewirausahaan dapat dilakukan. Dengan kata lain, pembudayaan
karakter kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-
kegiatan yang dilakukan ketika antar warga sekolah berinteraksi dan
berkomunikasi. Aktualisasi karakteristik kewirausahaan secara verbal

xvi
maupun perilaku, seperti kejujuran, kerja keras, motivasi berprestasi
tinggi, tanggung jawab, disiplin, komitmen dapat dipersonalisasikan
(dipribadikan) ke semua warga sekolah. Proses mempribadikan karakter
kewirausahaan dalam teori psikologi behavioristik, dapat dilakukan
melalui serangkaian proses pembiasaan. Proses pembiasaan dimulai
dari: (1) conditioning (pembiasan); (2) habit (kebiasaan); (3) traits (sifat);
(4) internalization (internalisasi); dan (5) personality (kepribadian).
Proses tersebut dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut.
Misalnya, pembentukan pribadi motivasi berprestasi tinggi.
Pembudayaan ini dapat dilakukan oleh sekolah dan juga oleh guru kelas
atau setiap guru bidang studi. Contohnya, penetapan target menjadi
“peringkat 5 besar” (karakteristik kewirausahaan: motivasi berprestasi
tinggi) se-wilayah kabupaten/kota “X” dari sebelumnya berada di
peringkat 20. Bilamana target itu merupakan visi sekolah, dan secara
terus-menerus disampaikan di setiap upacara hari Senin, maka itu
sebenarnya proses conditioning. Bilamana hal itu dilakukan oleh kepala
sekolah secara terus-menerus, maka secara bertahap motivasi
berprestasi tinggi itu menjadi sikap dan kebiasaan (habit) setiap warga
sekolah, lambat laun menjadi sifat (traits) mereka, yang pada titik
tertentu menginternalisasi pada diri mereka, akhirnya motivasi
berprestasi tinggi tersebut menjadi pribadi setiap warga sekolah.
5) Pembelajaran Kewirausahaan di Sekolah

Pendidikan kewirausahaan bisa efektif bilamana memberikan


kesempatan bagi siswa untuk berlatih semua komponen kepemimpinan
kewirausahaan (Bagheri, A. & Pihie Z.A.L., 2009). Pembelajaran
kewirausahaan akan terjadi melalui proses mengalami kejadian yang
menantang dan berbeda, seperti mengenali peluang, mengatasi
masalah, dan melakukan peran yang berbeda-beda dari seorang
pengusaha. Berikut akan diuraikan tiga metode pembelajaran
kewirausahan, yaitu: (1) pembelajaran berbasis pengalaman
(experiential learning); (2) pembelajaran melalui interaksi sosial (social
interaction learning); dan (3) pembelajaran melalui pengenalan peluang
(opportunity recognition).
a) Belajar berbasis pengalaman (Experiential Learning)

Para ahli percaya bahwa belajar kewirausahaan berbasis


pengalaman (experiential learning) sebagai metode yang paling
meyakinkan. Mereka juga menyatakan bahwa melalui experiential
learning, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan memilih kewirausahaan sebagai jalur karier masa depan mereka,
tetapi juga mendapatkan kemampuan dalam menghadapi tantangan dan
mengatasi masalah seputar usaha mereka Experiential learning
membuat siswa "dapat menghasilkan makna baru yang menyebabkan
terjadinya perubahan dalam berpikir dan berperilaku" . Selain itu,
experiential learning dapat mengembangkan self-efficacy, keyakinan
yang kuat, dan keinginan untuk berhasil dalam melakukan peran dan
tugas seorang pengusaha (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).

xvii
Erikson (2003) menyatakan experiential learning sebagai faktor
yang berpengaruh dalam mengembangkan self-efficacy dalam
kewirausahaan. menyatakan bahwa experiential learning
memungkinkan pola pikir kewirausahaan individu terdorong untuk
mencari peluang yang dapat dikembangkan daripada melalui metode
pendidikan kewirausahaan tradisional. Experiential learning disamping
menyenangkan dan meningkatkan keinginan siswa, juga atas
keterlibatannya dapat mengembangkan kemampuan kewirausahaan
mereka menjadi pengusaha. (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009)
berpendapat bahwa experiential learning secara intensif
"memungkinkan siswa untuk menggali potensi kewirausahaan mereka
dan meningkatkan keterampilan serta meningkatkan harapan untuk
sukses“.
Sebuah hasil penelitian menunjukkan secara kuat bahwa
kemampuan kewirausahaan akan dipelajari melalui proses di mana
siswa secara aktif terlibat dalam lingkungan pengalaman belajar yang
menantang. Pemberian pengalaman belajar yang menantang akan
menimbulkan kesadaran diri tentang apa kekuatan dan kelemahannya,
meningkatkan kesiapan untuk mengambil risiko, dan meningkatkan
kreativitas, membantu memberdayakan potensi mereka secara
optimal, menerima kesalahan sebagai kesempatan belajar, dan
mendorong mereka untuk berpikir kritis. Kegiatan yang menantang
memberikan siswa berkesempatan untuk mengalami kegagalan, belajar
dari itu, dan mengembangkan kemampuan mereka untuk mengatasi
tantangan yang lebih serius (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Banyak
ahli percaya bahwa kreativitas, inovasi, dan pengambilan risiko sebagai
kompetensi penting kewirausahaan tidak dapat diajarkan melalui
metode konvensional kewirausahaan, melainkan melalui experiential
learning.
b) Belajar melalui interaksi sosial (Social Interaction Learning)

Kompetensi kepemimpinan kewirausahaan juga dapat


diperoleh melalui belajar berinteraksi sosial. Interaksi sosial sangat
penting dalam seluruh proses pembelajaran kewirausahaan. Secara
umum, pembelajaran kewirausahaan terjadi dalam proses interaksi
personal dengan lingkungannya yang bertujuan untuk menemukan,
mengevaluasi, dan memanfaatkan peluang. Pada intinya interaksi sosial
dapat membentuk dan mengembangkan persepsi, sikap, dan
kemampuan kewirausahaan khususnya dalam kepemimpinan
kewirausahaan (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Interaksi sosial akan meningkatkan kesadaran siswa tentang
kelemahan dan kekuatan, menjadi matang dalam menjalin jaringan, dan
kemampuan berkomunikasi. Interaksi sosial membantu siswa untuk
berbagi pengalaman, meningkatkan penalarannya ketika menghadapi
wawasan yang berbeda, dan menemukan kelemahan penalaran diri,
dan cara-cara untuk meningkatkannya, menyesuaikan pemahaman
mereka atas dasar pemahaman orang lain, dan yang lebih
penting, yaitu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang

xviii
diperoleh untuk memecahkan masalah (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L.,
2009).
Program pendidikan kewirausahaan menyediakan berbagai
peluang untuk interaksi sosial siswa, yang dapat mengembangkan
kepemimpinan kewirausahaan mereka (Vecchio, 2003). Pertama,
mereka memberikan kesempatan untuk interaksi sosial dengan guru
dan rekan-rekan dalam kelompok. Interaksi sosial dalam proses
pembelajaran kewirausahaan sangat penting karena dapat
meningkatkan rasa senang saat berkegiatan kewirausahaan dan
meningkatkan tingkat persepsi mereka tentang kewirausahaan para
siswa. Kedua, program pendidikan kewirausahaan menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk terlibat dengan pengusaha lain, investor,
dan guru pada acara-acara, seperti pelatihan, pertemuan kelompok, dan
transaksi bisnis dimana mereka memiliki kesempatan untuk mengamati
dan belajar dari model-model orang sukses (Bagheri, A. & Pihie,
Z.A.L., 2009). Akhirnya, program tersebut memberikan pengalaman
sosial bagi siswa sehingga mereka tertarik menjadi wirausahawan.
c) Pengenalan peluang (opportunity recognition)

Metode pembelajaran kewirausahaan juga dapat dilakukan


dengan pengenalan terhadap peluang juga dapat dilaksanakan.
Pengenalan terhadap peluang lebih pada menerapkan pengetahuan
yang diperoleh untuk mengembangkan ide baru dan mengeksplorasi
sesuatu yang sudah ada. Pengenalan peluang melibatkan tidak hanya
keterampilan teknis, seperti analisis keuangan dan penelitian pangsa
pasar, tetapi juga bentuk perwujudan kreativitas yang nyata,
membangun tim, pemecahan masalah, dan kepemimpinan. Hal ini dapat
melibatkan baik pengenalan peluang yang sudah ada dengan
meningkatkan operasional kegiatan yang ada dan atau penciptaan
peluang baru. Identifikasi peluang biasanya diajarkan melalui
latihan dengan teknik pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan inovatif
daripada kegiatan di kelas tradisional (Klein & Bullock, 2006).
Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa pendidikan
kewirausahaan hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengalami secara seimbang semua komponen kepemimpinan
kewirausahaan (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Mereka
melakukan penelitian dengan metode kualitatif untuk mencari jawab atas
pertanyaan bagaimana program kewirausahaan di perguruan tinggi
(dapat juga dianalogikan di sekolah) berkontribusi pada
pengembangan kepemimpinan kewirausahaan, khususnya dalam
mengembangkan visi, sikap proaktif, inovatif, dan pengambilan risiko.

6) Pengembangan Kewirausahaan melalui Potensi Sekolah

Potensi memiliki arti kemampuan dasar yang masih terpendam


dan menunggu untuk dimunculkan menjadi sebuah kekuatan. Potensi
sekolah adalah kemampuan sekolah yang memungkinan untuk
dikembangkan menjadi lebih baik dengan menerapkan jiwa
kewirausahaan antara lain: bekerja keras, inovatif, kreatif, pantang

xix
menyerah, dan dapat membaca peluang. Salah satu upaya agar
dapat mengidentifikasi potensi sekolah, Kepala Sekolah harus
mampu mengenali kultur sekolah.
Potensi sekolah dikembangkan dalam upaya meningkatkan
pelayanan sekolah. Adapun lingkup potensi sekolah yang dapat
dikembangkan yaitu: pendidik dan tenaga kependidikan, peserta
didik, orang tua/wali siswa dan masyarakat, sarana dan prasarana,
dan pembiayaan.
a) Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 39 menyatakan bahwa
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi. sedangkan ketentuan umum UU Sisdiknas Pasal 1,
Bab 1 menjelaskan tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi yang dimiliki sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini
meliputi: kompetensi pedagogik; kompetensi kepribadian;
kompetensi profesional; dan kompetensi sosial. Untuk itu Kepala
Sekolah seharusnyalah mampu melakukan identifikasi potensi
yang dimiliki oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan dari
setiap unsur aspek kompetensi, sehingga Kepala Sekolah dapat
mengembangkan potensi pendidik dan tenaga kependidikan yang
merupakan bagian dari kompetensi s ekolah.
Pendidik dan tenaga kependidikan dapat dikembangkan pada
peningkatan kualifikasi maupun peningkatan kompetensinya.
Peningkatan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK),
tugas kepala sekolah memotivasi dan memfasilitasi untuk
melanjutkan sekolah minimal sesuai standar minimal yang sudah
ditentukan oleh pemerintah. Peningkatan kualifikasi PTK dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara, diantaranya: a) mengikutkan
pendidikan pelatihan, b) mengadakan workshop, c) melaksanakan
studi banding, dan d) mengadakan supervisi.
b) Peserta Didik

Peserta didik adalah salah satu unsur potensi sekolah yang


harus dikelola secara baik dan benar, Kepala Sekolah
berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas,
untuk mantapnya kepribadian peserta didik dalam mewujudkan
ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga

xx
terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan
tujuan pendidikan , disamping itu potensi yang dimiliki peserta didik
perlu diberi wadah agar peserta didik dapat mengaktualisasikan
potensi yang dimiliki dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai
bakat dan minat. potensi peserta didik dapat diwadahi melalui
kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam
belajar di bawah bimbingan dan pengawasansatuan pendidikan,
kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian,
kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pembinaan kesiswaan yang bersifat akademik dapat
dilakukan melalui kegiatan ko kurikuler misalnya mengadakan
lomba mata pelajaran/program keahlian, menyelenggarakan
kegiatan ilmiah, workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), mengadakan pameran karya
inovatif dan hasil penelitian. Peserta didik dapat dikembangkan jiwa
kewirausahaanya melalui pembinaan maupun pembiasaan pada
kegiatan kurikuler, kokurikuler, intrakurikuler, maupun ekstra
kurikuler.
c) Orang tua/Wali Siswa dan Masyarakat/Komite Sekolah

Orang tua/wali siswa memegang peran penting dalam


kelancaran dan kelangsungan proses pendidikan di sekolah, melalui
komite sekolah yang merupakan lembaga mandiri dengan
beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta
tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, sungguh diperlukan oleh
sekolah.
Secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan
akuntabel komite sekolah berfungsi dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan pendidikan, komite juga bertugas memberikan
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan, juga melakukan penggalangan dana dan sumber daya
pendidikan lainnya dari masyarakat baik
perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku
kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif; potensi yang
dimiliki komite sekolah bersama masyarakat dapat diberdayakan dan
dikembangkan untuk peningkatan mutu sekolah.
Pengembangan kewirausahaan sekolah peran orang
tua/komite sekolah sangat penting. Orang tua/komite sekolah
mendukung baik moril maupun materiil sehingga pelaksanaan
pengembangan sekolah semakin kuat.
d) Sarana dan Prasarana

Sarana berarti perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-


pindah, misalnya; buku, perabot, peralatan laboratorium dan
sebagainya.Adapun Prasarana berarti fasilitas dasar untuk
menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Misalnya: lokasi/tempat,
bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang kelas dan sebagainya.

xxi
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
Sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dan diperlukan,
ketersediaan sarana dan prasarana memiliki potensi yang sangat
kuat dalam pengembangan mutu sekolah yang lebih baik, untuk itu
pemenuhan sarana dan prasarana harus terstandar. Sarana dan
prasarana sekolah merupakan komponen pendukung dalam
pengembangan kewirausahaan sekolah, semakin lengkap sarana
prasarana sekolah maka semakin besar potensi sekolah yang dapat
dikembangkannya.
e) Pembiayaan

Keuangan di sekolah/madrasah merupakan bagian yang amat


penting, karena setiap kegiatan pada umumnya membutuhkan
biaya, sehingga perlu diadakan pengelolaan keuangan sekolah
yang merupakan rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah
mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan,
dan pertanggungjawaban keuangan sekolah. Ketersediaan beaya
sangat diperlukan untuk menjalankan operasional sekolah, sehingga
memiliki Potensi Strategis untuk dikelola secara baik, mulai dari
pemasukan, pengeluaran dan pertanggungjawaban.
Sumbangan Pendidikan, adalah pemberian berupa uang/barang/jasa
oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun
bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak
mengikat satuan pendidikan. Keuangan sekolah merupakan
komponen pendukung dalam pengembangan kewirausahaan sekolah,
semakin lancar pembiayaan sekolah maka semakin lancar pula
dalam pengembangan nilai kewirausahaan sekolah.
b. Pengembangan Program Pemagangan

Program pemagangan merupakan kegiatan yang memberikan


pengalaman awal untuk membangun jati diri peserta didik, memantapkan
kompetensi sesuai dengan bidang studi, dan menerapkan jiwa
kewirausahaan dalam dunia kerja. Sampai saat ini jenjang pendidikan yang
sudah melaksanakan program pemagangan adalah Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) yang dikenal dengan nama Program Kerja Lapangan (PKL).
PKL adalah Praktik Kerja Lapangan yang selanjutnya disebut PKL
adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan di Dunia Kerja dan Dunia
Industri (DU/DI) dan/atau lapangan kerja lain untuk penerapan,
pemantapan, dan peningkatan kompetensi. Tujuan PKL di SMK adalah:
1) Memberikan pengalaman kerja langsung kepada peserta didik dalam
rangka menanamkan iklim kerja positif yang berorientasi pada
kepekaan akan mutu proses dan hasil kerja;

xxii
2) Menanamkan etos kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk memasuki
dunia kerja dalam menghadapi tuntutan pasar kerja global;
3) Memenuhi pembelajaran yang belum terpenuhi di sekolah agar
mencapai keutuhan standar kompetensi lulusan; dan
4) Mengaktualisasikan salah satu bentuk aktivitas dalam penyelenggaraan
model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) antara SMK dan Institusi
Pasangan yang memadukan secara sistematis dan sistemik.

Program PKL secara lebih lanjut diatur dalam Pedoman Pelaksanaan


PKL yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Program pemagangan khususnya magang kewirausahaan dapat
dikembangkan pada jenjang pendidikan SMA sebagai sarana menerapkan
kompetensi dalam mata pelajaran Kewirausahaan. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan pada saat libur semester atau kenaikan kelas. Di samping itu
peserta didik dalam semua jenjang pendidikan juga dapat diberi tugas
praktik kewirausahaan sebagai sarana untuk menerapkan jiwa
kewirausahaan. Praktik kewirausahaan adalah praktik membuat dan menjual
suatu produk inovatif.
Dalam upaya pelaksanaan program pemagangan atau praktik
kewirausahaan maka perlu adanya perencanaan yang sistematis dan
komprehensif. Berikut ini tahap-tahap penyusunan rencana magang
kewirausahaan.
1) Menentukan materi magang kewirausahaan
2) Menentukan tempat magang kewirausahaan
3) Menentukan peserta magang kewirausahaan
4) Menentukan pembimbing magang kewirausahaan
3. Evaluasi Program Kewirausahaan Sekolah
Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Sedangkan
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan
mengumpulkan informasi tentang  realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam
suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan
(Suharsimi Arikunto, 2009).
Dalam melaksanakan evaluasi program dapat mengacu tahapan seperti
gambar di bawah ini:

Tahapan Evaluasi
Program

Persiapan Evaluasi Monitoring


Pelaksanaan Pelaksanaan
Program Evaluasi Program Program

1. Penyusunan desain evaluasi


2. Penyusunan instrumen evaluasi
xxiii
3. Validasi
4. Penyamaan persepsi antar
evaluator
Gambar. Alur Tahapan Evaluasi Program (Suharsimi Arikunto, 2009)

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa evaluasi program


kegiatan dilakukan melalui beberapa langkah atau tahapan yang meliputi :
tahapan persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring.
Penjelasan tentang langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada penjelasan berikut
ini :
a. Persiapan Evaluasi Program 

- Penyusunan evaluasi
- Penyusunan instrumen evaluasi
- Validasi instrumen evaluasi
- Menentukan jumlah sampel yang diperlukan
- Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil
Penyusunan terkait dengan model diantaranya; model CIFF, model
Metfessel and Michael, model Stake, model Kesenjangan, model Glaser,
model Michael Scriven, model Evaluasi Kelawanan, dan model Need
Assessment.
Langkah langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrument evaluasi :
-    Merumuskan tujuan yang akan dicapai
-    Membuat kisi-kisi
-    Membuat butir-butir instrument
-    Menyunting instrument      
-    Instrumen yang telah tersusun perlu di validasi
-    Dapat dilakukan dengan metode Sampling
-    Beberapa hal yang perlu disamakan : tujuan program, tujuan evaluasi,
kriteria keberhasilan program, wilayah generalisasi, teknik sampling,
jadwal kegiatan.
b. Pelaksanaan Evaluasi Program

            Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi


rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut
mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat pengumpul data
yang digunakan.
Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat
pengumpul data antara lain : pengambilan data dengan tes, pengambilan data
dengan observasi ( bias berupa check list, alat perekam suara atau gambar ),
pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara,
pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan
teknik lainya.
c. Tahap Monitoring (Pelaksanaan)

 Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian


pelaksanaan dengan rencana program. Sasaran monitoring adalah seberapa

xxiv
pelaksaan program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program,
apakah berdampak positif atau negatif.
Teknik dan alat monitoring dapat berupa :
- Teknik pengamatan partisipatif
- Teknik wawancara
- Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
- Evaluator atau praktisi atau pelaksana program
- Perumusan tujuan pemantauan
- Penetapan sasaran pemantauan
- Penjabaran data yang dibutuhkan
- Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan
sumber/jenis data
- Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan
berorientasi pada tujuan monitoring

Melanjutkan mengenai sampel ada 7 jenis sampel yang dapat


dijadikan sebagai metode dalam evaluasi program diantaranya adalah : (1).
Proportional sampel, (2). Startified sampel, (3). Purposive sampel, (4). Quota
sampel, (5). Double sampel, (6). Area probability sampel, (7). Cluster sampel.
Setelah monitoring dilakukan kemudian analisis data, menarik simpulan hasil
analisis, dan menyusun laporan hasil evaluasi program.
Kaitannya dengan evaluasi program pengembangan kewirausahaan di
sekolah, seorang kepala sekolah harus dapat memastikan bahwa kegiatan
pengembangan kewirausahaan yang dilakukan di sekolah benar-benar tepat
guna dan dapat meningkatkan jiwa wirausaha bagi seluruh warga sekolah.
Tahapan evaluasi program di atas dapat menjadi rujukan dalam mengukur
ketercapaian sebuah program pengembangan kewirausahaan di sekolah
C. Kemitraan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun


2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan menyatakan bahwa setiap sekolah
menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input,
proses, output, dan pemanfaatan lulusan. Kemitraan sekolah dapat dilakukan dengan
lembaga pemerintah maupun non pemerintah seperti perguruan tinggi, sekolah pada
jenjang setara, dunia usaha dan dunia industri (DU/DI), serta masyarakat di
lingkungannya, baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Kemitraan sekolah
dengan masyarakat di lingkungannya sudah menjadi kebutuhan, karena keberadaan
sekolah adalah dari masyarakat untuk masyarakat.
Perubahan paradigma hubungan sekolah dan masyarakat terjadi seiring
perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Hal ini sebagai akibat dari berubahnya
norma dan pranata masyarakat sebagai akibat dari perubahan zaman. Globalisasi
merupakan salah atau bentuk perubahan zaman yang terjadi saat ini. Globalisasi,
dengan revolusi informasi dan teknologinya, membuat dunia serasa semakin kecil.
Batasan waktu dan ruang hampir tidak ada lagi. Arus informasi mengalir bebas dari
satu belahan bumi ke belahan bumi lainnya. Perubahan dan perkembangan tersebut
menggeser paradigma lama dalam hal hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam paradigma lama, keluarga, sekolah dan masyarakat dianggap sebagai institusi
yang terpisah-pisah.

xxv
Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didiknya, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna dari
orangtua/keluarga dan anggota masyarakat. Anak-anak belajar dengan lebih baik jika
lingkungan sekitarnya mendukung, yakni orang tua, guru, dan anggota keluarga
lainnya serta masyarakat sekitar. Artinya, sekolah, keluarga, dan masyarakat
merupakan “tri sentra pendidikan” yang sangat penting untuk dapat menjamin
pertumbuhan anak secara optimal. Untuk itu, perlu dibangun kemitraan antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Kemitraan antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat dalam membangun
ekosistem pendidikan sejalan dengan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang
berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”. Oleh karena itu, diharapkan
kemitraan antar tri sentra pendidikan tersebut dapat berjalan dengan baik dan
bermakna. Secara umum didefinisikan bahwa mitra kerja (stakeholder) adalah semua
pihak yang berpartisipasi dalam proses produksi (penyelesaian pekerjaan) pada
suatu unit kerja. Mitra kerja, bisa dalam bentuk perorangan atau lembaga.
Mengacu pada pengertian di atas, mitra kerja sekolah dapat dibedakan dalam
dua jenis, yaitu: 1) internal, adalah semua pihak yang berkepentingan dengan
sekolah, dan berkedudukan di dalam sekolah, seperti: peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, termasuk pimpinan; 2) eksternal, adalah semua pihak yang
berkepentingan dengan sekolah, dan berkedudukan di luar sekolah, seperti: orang
tua peserta didik, komite sekolah, masyarakat terdekat, dunia usaha/industri,
pengguna lulusan, dan Dinas Pendidikan.

1) Konsep Kemitraan Sekolah

Secara etimologis, kata atau istilah kemitraan adalah kata turunan dari kata
dasar mitra. Mitra, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya teman,
sahabat, kawan kerja. Visual sinonim, kamus online memberikan definisi yang sangat
bagus mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan kooperatif antara
orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggung jawab untuk
mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Kemitraan dalam konteks hubungan
resiprokal antara sekolah, keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar
sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan
lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat erat antara dua pihak atau lebih
di mana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Dari definisi-definisi di atas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan adalah
adanya keinginan untuk berbagi tanggung jawab yang diwujudkan melalui perilaku
hubungan di mana semua pihak yang terlibat saling bantu-membantu untuk
mencapai tujuan bersama.
Kemitraan bisa dimaknai sebagai teman, sahabat, kawan kerja. Kemitraan
adalah hubungan kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat
untuk berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah
ditetapkan. Kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah,
keluarga dan masyarakat, kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main
yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan
perilaku hubungan yang bersifat erat antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Kemitraan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang
xxvi
diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk
mendapatkan aspirasi dan simpati dari masyarakat. Kemitraan dilakukan baik untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran maupun kepentingan melanjutkan pendidikan
bagi lulusan sekolah. Dalam menjalin kemitraan tersebut, sekolah maupun
masyarakat sama-sama berperan aktif sesuai dengan kepentingannya. Jalinan
kemitraan dapat dilakukan juga dengan lembaga pendidikan pada tingkatan di
bawahnya maupun yang di atasnya. Misalnya, kemitraan yang dijalin SMP dengan
SD dimaksudkan agar tamatan SD tersebut dapat memilih SMP sebagai pilihan
pendidikan lanjutannya, sedangkan kemitraan yang dijalin dengan SMA/SMK
dimaksudkan agar tamatan SMP tersebut dapat melanjutkan pendidikan di
SMA/SMK pilihannya. Kemitraan yang dibangun oleh SMK harus juga dilakukan
dengan dunia usaha/industri untuk kepentingan praktik kerja industri, guru tamu,
validasi kurikulum, dan pemasaran tamatan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari program kemitraan sekolah dengan
sekolah dan lembaga lain, di antaranya:
a) Mendapatkan informasi terkini tentang tentang perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebutuhan jenis-jenis dan jumlah tenaga kerja terampil yang
diperlukan saat itu dan prediksi untuk masa mendatang.
b) Memperoleh bantuan peralatan, tenaga ahli, tenaga sukarela
c) Mendapat kesempatan berbagi pengalaman, seperti pengelolaan sekolah,
pengembangan kurikulum, pemberdayaan masyarakat, pelatihan kompetensi,
peningkatan sumber daya manusia, dan efisiensi penggunaan peralatan.
d) Melaksanakan proyek bersama, misal dalam pelatihan, mengembangkan
prototipe peraga, pengembangan bakat siswa.
e) Mendapatkan beasiswa bagi sekolah yang berprestasi amat baik atau tamatan
yang performansinya ditempat kerja amat baik.
f) Meningkatkan kreativitas, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
kerja.
Kemitraan sebagai kegiatan dalam meningkatan sekolah mempunyai prinsip
sebagai berikut:
a) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan, dan sesuai dengan
Regulasi yang diberlakukan;
b) Partisipasi, memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat dan
pengambilan keputusan;
c) Percaya dan saling mempercayai untuk membina kerjasama;
d ) Akseptasi, saling menerima dengan apa adanya dalam kesetaraan.
e) Komunikasi, masing-masing pihak harus mau dan mampu
mengkomunikasikan dirinya serta rencana kerjanya sehingga dapat
dikoordinasikan dan disinergikan.
f) Partnership berdasarkan kesepakatan, tidak merendahkan satu dengan
yang lain, tetapi sama-masa bersinergi untuk meningkatkan mutu sekolah.

Kemitraan antar lembaga dapat dilaksanakan dalam bentuk formal


(resmi), informal (tidak resmi), formal dan informal, dan formal bilateral atau
multi lateral. Masing-masing bentuk kemitraan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Kemitraan Formal

Kemitraan formal adalah bentuk kerjasama yang didasarkan pada satu

xxvii
kesepakatan atau perjanjian yang sifatnya mengikat dan dituangkan dalam
dokumen naskah bersama. Contoh bentuk kemitraan formal yang dilakukan
dengan pihak- pihak lain di luar negeri antar institusi pendidikan dan pelatihan,
misalnya kerjasama antar lembaga (bilateral) seperti Indonesia-Australia,
Indonesia-Jepang, kerjasama dengan SEAMOLEC dan lain-lain.
b) Kemitraan Informal

Kemitraan informal adalah kemitraan yang didasarkan kesepakatan


yang tidak mengikat dan tidak dituangkan dalam dokumen naskah kerjasama,
tetapi lebih merupakan sebagai wujud adanya cooperative, kebersamaan dan
saling menghargai dan menghormati keberadaan dari lembaga masing-
masing. Misalnya saling mengundang dalam acara-acara kegiatan seminar,
lokakarya, dan saling mengadakan kunjungan antar lembaga yang
melakukan kemitraan. Pelaksanaan kemitraan informal dapat sewaktu-waktu
berubah atau dihentikan karena perubahan pimpinan atau perubahan kebijakan
dari pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan. Contoh: kemitraan sekolah
dengan sekolah, sister school, dll.

c) Kemitraan formal dan informal

Kemitraan dengan masyarakat dapat digolongkan ke dalam kemitraan


informal maupun formal, keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, masyarakat berhak menuntut pendidikan yang baik
dan bermutu. Tetapi pada saat yang sama masyarakat juga berkewajiban
berperan aktif dalam penyelanggaraan pendidikan dengan menyumbangkan
dana, daya, pikiran, tenaga, dan bentuk-bentuk lain bagi terselanggaranya
pendidikan yang bermutu. Dalam perkembangan saat ini dukungan dan
peran serta masyarakat dalam menunjang pendidikan yang bermutu di
sekolah masih beragam, umumnya dukungan masih bersifat fisik, namun ada
juga kelompok masyarakat yang sudah membantu proses pembelajaran. Di
sisi lain, masih ada sekolah yang kurang mampu dan mau mendekati
masyarakat guna membantu program pendidikan dalam bidang fisik maupun
pembelajaran.
d) Kemitraan formal bilateral atau multi lateral

Sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, kemitraan yang berkaitan


dengan formal bilateral atau multi lateral dalam hal bantuan finansial (bantuan
yang harus dikembalikan), perlu mempertimbangkan aspek kewenangan
pusat dan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk terlaksananya kemitraan antar lembaga, baik lembaga yang
berada di dalam maupun di luar negeri diperlukan program yang disusun untuk
tercapainya kemitraan yang efektif dan berkesinambungan. Ruang lingkup
kemitraan antar lembaga mencakup kerjasama bidang program software (non
fisik) dan program hardware (fisik), atau salah satu. Bentuk kemitraan yang
lainnya adalah berupa bentuk finansial seperti Grant, Softloan, dan Loan.

2) Implementasi Kemitraan Sekolah

Setiap langkah dalam program kemitraan dilakukan sesuai dengan


tahapan yang telah disepakati bersama. Kemitraan harus dilandasi niat baik

xxviii
dan moral komitmen yang kuat. Prosedur pelaksanaan kemitraan antar
lembaga dirancang untuk mengorganisasikan proses implementasi program
kemitraan sekolah dari tahap analisis, perencanaan hingga tahap akhir yaitu
pelaporan dan monitoring. Prosedur ini menitikberatkan pada proses analisis
untuk mengetahui kebutuhan program, penentuan institusi yang tepat sebagai
mitra, pembuatan dokumentasi dan pelaporan untuk mempermudah
pengelolaan sistem informasi kemitraan antar lembaga.
Prosedur pelaksanaan kemitraan antar lembaga secara umum
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Tahap 1 , terdiri dari proses analisis kebutuhan, analisis partnership,
perencanaan, dan presentasi
2. Tahap 2, terdiri dari proses persetujuan, perundingan, dan
penandatanganan MoU.
3. Tahap 3 , tahap ini terdiri dari 3 bagian yaitu proses pelaksanaan
kerjasama, pelaporan, monitoring dan evaluasi

Gambar: Prosedur Pelaksanaan Kemitraan


(Modul Kemitraan, Dirjen GTK: 2013)
Penjelasan Bagan Alur:
a). Tahap 1: Analisis kebutuhan, analisis partnership, perencanaan,
dan presentasi
(i). Analisis Kebutuhan
Tahap awal kemitraan antar lembaga dimulai dengan
analisis kebutuhan ataupun inovasi untuk melakukan
kerjasama. Pemetaan dan identifikasi berbagai potensi yang
ada dilakukan secara mendalam. Analisis kebutuhan ini
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan
xxix
akses, pemetaan kemampuan internal dan eksternal, serta
peningkatan kualitas pendidikan. Analisis kebutuhan ini perlu
dilakukan agar kerjasama yang dilakukan tepat sasaran,
membawa keuntungan yang optimal, efisien dan
meningkatkan potensi dan produktifitas pihak-pihak yang
melakukan kemitraan.
(ii) Analisis Partnership
Analisis dilakukan untuk menentukan pihak-pihak yang akan
diajak untuk bermitra perlu mempertimbangkan agar dapat
dihasilkan strategi dan kerjasama yang benar-benar
mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas, terutama
bagi tamatan SMK. Dalam analisis partnership ini dapat
mulai dilakukan penjajakan dengan tukar menukar informasi
dan kesiapan pihak-pihak pelaksana kegiatan. Analisis yang
baik akan mempermudah proses perencanaan dan
perundingan karena memperkuat strategi pelaksanaan
kemitraan.
(iii) Perencanaan
Perencanaan kemitraan merupakan langkah awal yang
sangat menentukan keberhasilan kemitraan yang
berkesinambungan. Perencanaan kemitraan dibuat dengan
mengacu kepada prinsip-prinsip kerjasama yaitu: sesuai
dengan kebutuhan, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan berdasarkan kesejajaran dan
kesetaraan. Perencanaan dibuat secara berkesinambungan
dan integral yang memasukkan keseluruhan aspek mulai dari
dokumentasi yang diperlukan sampai kegiatan monitoring
dan evaluasi, dan diakhiri dengan pelaporan kemitraan.
Dalam pembuatan rencana kemitraan, ketepatan strategi
sangat diperlukan agar tercapainya efektifitas dan efisiensidari
kemitraan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
perkembangan jaman dan teknologi. Langkah berikutnya
dalam perencanaan adalah menyusun proposal kemitraan.
Komponen proposal umumnya menyesuaikan kebutuhan dan
karakteristik kegiatan kerjasama. Contoh kerangka proposal
kerjasama, terdiri dari dasar pemikiran, tujuan, target,
tempat dan waktu, anggaran, panitia dan penutup. Contoh
lain proposal, terdiri dari Pendahuluan, Bab 1 meliputi
rasional, tujuan, ruang lingkup kerjasama, manfaat kerjasama;
Bab II. analisis kebutuhan, arah pengembangan, Bab III,
program kegiatan, nama kegiatan, jenis kegiatan, tujuan
kegiatan, sasaran, jenis kegiatan, deskripsi kegiatan,
strategi, evaluasi; Bab IV, penutup. Lampiran-lampiran.
Komponen pembiayaan/anggaran dalam penyusunan
proposal sangat penting.
Pada umumnya negosiasi banyak terjadi pada pembahasan
pembiayaan atau anggaran, sehingga perencanaan anggaran
harus realistis dan efisien. Pembiayaan bagi pelaksana

xxx
kemitraan dapat bersumber dari berbagai pihak, seperti: (a)
Pemerintah pusat/daerah, (b) institusi pelaksana, (c) lembaga
donor, atau (d) dibiayai bersama oleh pihak-pihak yang
bekerjasama. Pembiayaan dalam program kemitraan
sebaiknya dibahas secara rinci dan tuntas antara pihak-pihak
yang bermitra sebelum penandatanganan MoU dan
dilampirkan pada naskah tersebut.
(iv) Presentasi
Setelah dibuat perencanaan kemitraan presentasi dilakukan
kepada pimpinan dan pihak-pihak yang terkait dengan
program kemitraan yang telah direncanakan. Presentasi
sebaiknya dipersiapkan dengan matang baik materi, alat-alat
pendukung, waktu, maupun cara penyampaian, agar bagian-
bagian yang terkait dan para pengambil keputusan dapat
memahami tujuan dan keuntungan dari program kemitraan
yang ditawarkan. Sebaiknya pada proses presentasi ini
dilakukan diskusi dan evaluasi awal atas rencana yang telah
dibuat.

b) Tahap 2: Proses persetujuan, perundingan, dan penandatanganan


MoU.
(i) Persetujuan

Persetujuan dari atasan dan pihak-pihak yang terkait dengan


kemitraan yang akan dilakukan sangat penting karena menjadi
pendukung kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan rencana
yang kemitraan yang telah dibuat. Persetujuan ini akan lebih
baik jika dibuat dalam bentuk ketetapan formal.
(ii) Perundingan

Tahap ini sangat menentukan untuk kelanjutan dari program


kemitraan yang telah dibuat. Dalam proses ini kedua belah
pihak yang akan bermitra merundingkan segala aspek,
ruang lingkup, bentuk kerjasama dan masalah- masalah teknis
lainnya untuk dituangkan dalam perjanjian.
(iii) Penandatanganan Naskah Perjanjian Kerjasama (MoU)

Memorandum of Understanding (MoU) merupakan payung


dari kerjasama yang akan dilakukan. MoU harus benar-benar
memperhatikan aspek legal. Disarankan untuk semua MoU
yang dibuat dikonsultasikan kepada ahli bidang hukum di
institusi masing-masing. Naskah kerjasama dalam kemitraan
dapat dirumuskan oleh masing-masing pihak yang untuk
mencari titik temu yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Beberapa hal yang perlu dicermati pada saat membuat MoU
adalah: a) perjanjian kerja sama sesuai dengan hukum
yang berlaku serta mengikat kepentingan umum; b) objek
dalam surat kerjasama diterangkan dengan jelas; c) masing-
masing pihak yang akan terikat dengan surat perjanjian

xxxi
kerjasama ini wajib memberikan identitas yang benar dan
jelas; (4) terdapat kesepakatan kedua belah pihak tanpa
dasar paksaan apapun; (5) terdapat latar belakang
kesepakatan atau retical; (6) isi perjanjian harus jelas untuk
kedua belah pihak, yang dijelaskan/dituangkan dalam pasal-
pasal dan ayat- ayat; (7) terdapat juga pembahasan tentang
mekanisme penyelesaian apabila terjadi sengketa antara
kedua belah pihak; (8) adanya tanda tangan kedua belah
pihak, dan ada saksi-saksi yang juga wajib menandatangani
surat perjanjian; (9) terdapat salinan dalam surat perjanjian.
Komponen yang perlu ada dalam suatu naskah kerjasama
antara lain: (1) identitas kerja sama; (2) program kerja sama;
(3) latar belakang kerjasama; (4) maksud dan tujuan kerja
sama; (5) tempat dan waktu kerja sama; (6) lingkup
kerjasama; (7) pasal-pasal perjanjian kerja sama; (8)
tanggung jawab dan kewajiban kerja sama; (9) prosedur
kerja sama; (10) prosedur penyelesaian masalah; (11)
ketentuan lain; (12) tanda tangan kedua belah pihak.
c). Tahap 3: Proses pelaksanaan kemitraan, pelaporan, monitoring
dan evaluasi
(i) Pelaksanaan kemitraan
Pelaksanaan kemitraan sesuai dengan batasan-batasan yang
ada dalam MoU yang telah ditandatangani oleh kedua belah
pihak.
(ii) Pelaporan kemitraan
Pelaporan merupakan unsur penting, tidak hanya bagi
dokumentasi, tetapi dapat juga memberikan gambaran
kepada berbagi pihak mengenai pekerjaan yang dilakukan.
Pelaporan juga dapat memberikan masukan
untukperencanaan dan strategi untuk program kemitraan
selanjutnya. Pelaporan sebaiknya berisi informasi,
perkembangan, analisis dan rekomendasi. Proses pelaporan
yang baik akan mendukung tidak hanya proses monitoring
dan evaluasi, lebih jauh pelaporan yang baik akan
membantu terciptanya data base yang lengkapyang akan
menjadi sumber data bagi kegiatan atau program-program
yang lain.
(iv) Monitoring dan Evaluasi

Proses monitoring dan evaluasi sangat bermanfaat bagi


penilaian kinerja dan efektifitas. Proses ini memerlukan
komitmen untuk dijalankan secara berkesinambungan dari
berbagai pihak, karena tanpa itu mekanisme pertukaran
informasi tidak akan berjalan dengan baik. Kegiatan yang
dilakukan dalam proses monitoring dan evaluasi terdiri atas
kegiatan-kegiatan: a) pemantauan berkala; b) evaluasi
program; c) pemanfaatan hasil pemantauan dan evaluasi.
Kegiatan tim monitoring dan evaluasi adalah:

xxxii
a ) mengumpulkan data dan informasi tentang kemitraan
yang dilaksanakan, dengan menggunakan kuesioner yang
dibuat oleh tim; b) menganalisis dan mengelompokkan data
sesuai dengan jenis kemitraan sekaligus membuat data
base dalam bentuk software maupun hardware; c)
membuat sistem laporan online sehingga data dapat
diperbaruhi terus oleh sekolah.

DAFTAR PUSTAKA PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

Drucker, Peter F, Inovasi dan Kewiraswastaan :Praktek dan Dasar-Dasar


(terjemahan). Jakarta : Erlangga, 1996.

Cole, Peter G. & Lorna KS Chan.(1994). Teaching Principle and Practice. New
York: Prentice HaKasmir. (2006). Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

___________, 2016. Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan oleh


Satuan pendidikan direktorat pendidikan dasar dan menengah.Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

___________, 2018. Bahan Pembelajaran Penguatan Kepala Sekolah


Pengembangan Kewirausahaa Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan
Kepala Sekolah (LPPKS) . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

___________, 2018. Bahan Pembelajaran Diklat Penguatan Kepala Sekolah TAM


Untuk Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan
Kepala Sekolah (LPPKS) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

___________, 2018. Peraturan Menteri Pendiidkan dan Kebudayaan Nomor 15


Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan
Pengawas. Kemeterian pendidikan dan Kebudayaan

xxxiii
5. RENCANA TINDAK LANJUT

xxxiv
PEDOMAN
RENCANA TINDAK LANJT (RTL)

xxxv
Rencana Tindak Lanjut , Edisi I
Penanggung Jawab :
Santi Ambarrukmi

Penyusun :
Dr. Utomo, M.Pd.
Fety Marhayuni, S.Pd., M.Pd.
Samsuri, S.Pd., M.Pd.

Pokja PKK 2

HALAMAN SAMPUL

Editor :
Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kemendikbud

Hak Cipta: © 2020 pada Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan
Tenaga Kependidikan
Dilindungi Undang-Undang
Diterbitkan oleh: Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan
Tenaga Kependidikan Kemdikbud RI

MILIK NEGARA

TIDAK
DIPERDAGANGKAN

xxxvi
KATA PENGANTAR

xxxvii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A.Latar belakang.........................................................................................................1
B.Ruang Lingkup.........................................................................................................1
A.On The Job Training 1 (Ojt1)...................................................................................2
B.On The Job Training 2 (Ojt2)...................................................................................2
BAB III RENCANA PROJEK KEPEMIMPINAN 4
A.Pengertian Rencana Projek Kepemimpinan............................................................4
B.Rambu-rambu Pelaksanaan Rencana Projek Kepemimpinan.................................4
BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI 7
A.Pengertian Peningkatan Kompetensi.......................................................................7
B.Rambu-rambu Kegiatan Peningkatan Kompetensi..................................................7
BAB V MONITORING DAN EVALUASI 8
A.Pengertian Monitoring dan Evaluasi........................................................................8
B.Rambu-rambu Monitoring dan Evaluasi...................................................................8
BAB VI JADWAL RTL 10
A.Tujuan Penyusunan Jadwal RTL...........................................................................10
B.Rambu-rambu Penyusunan jadwal RTL................................................................10
BAB VII LAPORAN RTL 11
A.Sistematika Laporan RTL......................................................................................11
B.Tatacara Penulisan................................................................................................11
Bagian Awal.............................................................................................................. 11
Bagian Isi.................................................................................................................. 13
Bagian Akhir.............................................................................................................. 16
BAB VII PENYIAPAN BAHAN GELAR KARYA 18
A.Pengertian Gelar Karya.........................................................................................18
B.Rambu-rambu Penyiapan Gelar karya...................................................................18
Lampiran-lampiran 20
Lampiran 1 ................................................................: Contoh Pengisian Matriks RPK
20
Lampiran 2 : Contoh Matriks Peningkatan Kompetensi...........................................23

xxxviii
Lampiran 3a. Contoh Instrumen Monitoring Pelaksanaan Kegiatan.........................25
Lampiran 3 b : Contoh Instrumen Monev Peningkatan Kompetensi..........................26
Lampiran 3c : Contoh Instrumen Monev Evaluasi Kegiatan......................................28
Lampiran 3d : Contoh Instrumen Monev...................................................................29
Lampiran 3e : Contoh Instrumen Pencapaian Student Wellbeing.............................30
Lampiran 4 ...................................................................: Contoh Analisis Hasil Monev
31
Lampiran 5...................................................................................: Contoh Jadwal RTL
33
Lampiran 7.....................................................................: Contoh Lembar Pengesahan
36
Lampiran 8.......................................................................................: Contoh Daftar Isi
37

xxxix
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Calon Kepala Sekolah adalah penyiapan kompetensi
calon kepala sekolah untuk memantapkan wawasan, pengetahuan, sikap, nilai dan
keterampilan dalam memimpin sekolah, sebagaimana dinyatakan dalam
Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018. Tujuan Diklat Calon Kepala Sekolah adalah:
1. memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara sikap, pengetahuan, dan
keterampilan pada dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan,
supervisi, dan sosial dengan pengalaman empirik (kontekstual) sesuai karakteristik
calon kepala sekolah;
2. mengembangkan kemampuan calon kepala sekolah dalam mengidentifikasi
masalah pembelajaran untuk meningkatkan capaian belajar peserta didik;
3. mengembangkan kemampuan calon kepala sekolah dalam menentukan strategi
penyelesaian masalah sehingga dapat membangun budaya belajar sekolah dalam
satu ekosistem persekolahan; dan
4. mengembangkan kemampuan kepemimpinan calon kepala sekolah dalam
menggerakkan warga sekolah untuk membantu penyelesaian masalah
pembelajaran di sekolah, yang bermuara pada terwujudnya student wellbeing.
Diklat Calon Kepala Sekolah dilaksanakan dengan 4 (empat) tahap yaitu tahap On the
Job Training (OJT) 1, tahap In Service Training (IST) 1, tahap On the Job Training
(OJT) 2, dan tahap In Service Training (IST) 2. Kegiatan On The Job Training
merupakan tahapan yang penting dalam rangka melatih calon kepala sekolah
membiasaakan bekerja meningkatkan kualitas sekolah berbasis masalah nyata di
sekolah. Peserta dilatih melakukan pengamatan (observe) dan mengidentifikasi
masalah pembelajaran, melakukan reffleksi (reflect) atas hasil observasi, mencari
alternatif pemecahan masalah dan menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah
dalam bentuk Rencana Projek Kepemimpinan dan Peningkatan Kompetensi (plan).
Peserta diklat diberikan kesempatan melaksanakan kegiatan sesuai rencana (Act),
melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dan hasil kegiatan (evaluate) serta
merefleksi tindakan yang dilakukan (reflect).

B. Ruang Lingkup

Bahan bacaan Rencana tindak lanjut ini disusun untuk memberikan tambahan
wawasan kepada peserta diklat dalam melaksanakan Rencana Tindak Lanjut pada
tahapan On The Job Training2 (OJT2). Ruang lingkup yang dibahas dalam bahan
bacaan ini mencakup :
1. Rambu-rambu OJT
2. Penyusunan Rencana Projek Kepemimpinan
3. Peningkatan Kompetensi
4. Pelaksanaan Monev
5. Penyusunan Laporan RTL
6. Gelar Karya

1
BAB II RAMBU-RAMBU ON THE JOB TRAINING
A. On The Job Training 1 (Ojt1)

On The Job Training 1 adalah tahap pertama Diklat Calon Kepala Sekolah yang
dilaksanakan dalam durasi 20 (dua puluh) jam pelajaran @ 45 menit bertempat di
sekolah masing-masing. Peserta melaksanakan aktivitas mendalami materi
kepemimpinan pembelajaran, manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan
supervisi, melakukan identifikasi permasalahan pembelajaran, dan melakukan Analisis
Kebutuhan Pengembangan Keprofesian (AKPK) didampingi langsung oleh kepala
sekolahnya sebagai Mentor 1, dan secara periodik oleh Pengajar Diklat.

Salah satu target kompetensi penting yang terkait dengan Rencana Tindak lanjut yang
harus dicapai oleh peserta diklat pada OJT1 adalah kemampuan mengidentifikasi
permasalahan pembelajaran yang akan dipecahkan melalui rencana projek
kepemimpinan, dan menemukan kompetensi/indikator kompetensi yang masih lemah
yang akan ditingkatkan dalam kegiatan peningkatan kompetensi di OJT2.

B. On The Job Training 2 (Ojt2)

1. On-the Job Training (OJT2) adalah pembelajaran di lapangan dalam situasi


pekerjaan yang nyata. Dilakukan di 2 (dua) sekolah, yakni di sekolah asal dan di
sekolah lain (sekolah magang). Di sekolah asal peserta diklat melaksanakan
Rencana Projek Kepemimpinan (RPK) dengan durasi waktu setara dengan 130
JP. Di sekolah magang peserta belajar dari kepala sekolah (mentor2) untuk
Peningkatan Kompetensi yang masih lemah berdasarkan hasil AKPK. Waktu
pelaksanaan kegiatan Peningkatan Kompetensi setara dengan 40 JP. Peserta
diklat juga wajib menyusun RTL Untuk kegiatan penyusunan laporan ini
dialokasikan waktu setara 30 JP.
2. Penugasan peserta diklat sebagai calon kepala sekolah magang di sekolah asal
dan di sekolah magang ditetapkan dan dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah Kementerian Agama/Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota melalui surat tugas melaksanakan OJT.
Surat tugas harus sudah dikeluarkan oleh Dinas pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah Kementerian Agama/Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota sebelum peserta menyelesaikan diklat In-
Service Training 1 dan dikirimkan ke sekolah sendiri dan ke sekolah magang.
3. Sebelum melaksanakan program OJT, peserta diklat perlu melakukan koordinasi
dengan kepada sekolah mentor untuk menyampaikan hasil IST-1, RPK dan PK
yang akan dilaksanakan, membangun tim kerja dengan cara mempengaruhi,
menggerakkan dan memberdayakan teman sejawat di sekolah sendiri sebagai
sarana untuk mempermudah pelaksanaan OJT2; menyiapkan bahan/format
pelaksanaan OJT2 seperti buku panduan, dan kebutuhan administrasi lainnya
serta teknis penyusunan dokumentasi kegiatan yang akan dilakukan.
4. Rencana Proyek Kepemimpinan (RPK) adalah penjabaran rencana
pengembangan sekolah secara operasional yang di dalamnya memuat proyek
kepemimpinan calon kepala sekolah dalam menjalankan program/ kegiatan
untuk peningkatan kinerja sekolah. RPK disusun sebagai upaya untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja sekolah/ madrasah, serta mampu

2
meningkatkan prestasi siswa dan pencapaian students wellbeing. Rencana
Proyek Kepemimpinan (RPK). Proyek kepemimpinan yang dilakukan calon
kepala sekolah hendaknya mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan
pembelajaran, pengembangan kewirausahaan serta kepemimpinan sekolah.
Pelaksanaan RPK dilakukan minimal 2 siklus. Untuk lebih memahami
penyusunan RPK, silahkan baca petunjuk penyusunan RPK dan contoh RPK.
5. Upaya peningkatan kompetensi berbasis AKPK di sekolah lain adalah kegiatan
calon kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensinya berdasarkan
kebutuhan individu dengan belajar dari kepala sekolah mentor 2. Peserta diklat
memilih salah satu indikator dari setiap kompetensi pada AKPK yang paling
rendah, kemudian berupaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut dengan
belajar dari kepala sekolah mentor 2 di sekolah magang. Belajar dapat melalui
wawancara, studi dokumentasi, observasi kegiatan yang dilakukan kepala
sekolah mentor 2. Apabila menemui kendala untuk meningkatkan kompetensi
yang paling rendah, misalnya karena kepala sekolah mentor ke-2 tidak mahir di
bidang tersebut, Peserta diklat dapat memilih kompetensi lainnya yang juga
rendah. Jika masih menemui kendala juga, peserta diklat dapat mempelajari
keunggulan sekolah tersebut di bidang apapun sebagai alternatif terakhir.
6. Penyusunan portofolio sebagai laporan hasil OJT dilengkapi bahan gelar karya.
Presentasi dilakukan melalui penyajian lisan dan menggunakan alat bantu
komputer/PC dengan program aplikasi Power Point selama minimal 30 menit per
peserta dan dilaksanakan pada saat diklat In- Service Learning 2.
7. Laporan disahkan oleh pejabat Dinas Pendidikan/BKD misalnya Kabid dan Kasi
terkait. Untuk calon kepala sekolah SD dapat juga disahkan oleh Kepala UPTD.
8. Pada akhir kegiatan On-the Job Training (OJT) kepala sekolah mentor
memberikan penilaian sikap kepada peserta diklat yang melaksanakan OJT di
sekolahnya. Hasil penilaian disampaikan dalam amplop tertutup dan diserahkan
kepada lembaga penyelenggara diklat pada saat diklat In-Service Learning 2.
Penilaian dilakukan oleh kepala sekolah mentor dengan menggunakan
instrumen penilaian yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis penilaian.
Penilaian pelaksanaan program OJT juga dilakukan oleh Pengajar Diklat.

3
BAB III RENCANA PROJEK KEPEMIMPINAN

A. Pengertian Rencana Projek Kepemimpinan

Rencana Proyek Kepemimpinan (RPK) adalah penjabaran rencana pengembangan


sekolah secara operasional yang di dalamnya memuat tindakan-tindakan
kepemimpinan calon kepala sekolah dalam menjalankan program/ kegiatan untuk
memecahkan masalah pembelajaran dalam rangka meningkatkan kompetensi calon
kepala sekolah dan kinerja sekolah/ madrasah serta berdampak kepada prestasi
peserta didik dan pencapaian student wellbeing.

B. Rambu-rambu Pelaksanaan Rencana Projek Kepemimpinan

1. Penyusunan RPK dalam rangkaian diklat Calon Kepala Sekolah dimulai dari
penugasan pada OJT1 dan IST1, yaitu 1) mengidentifikasi masalah
pembelajaran yang terjadi di sekolah 2) mencari gagasan inovasi pemecahan
masalah ((penugasan pada tahap OJT1) 3) menyusun langkah-langkah
pemecahan masalah, 4) menyusun instrumen monitoring dan evaluasi dan 5)
penyusunan jadwal RTL (penugasan OST1). Pada akhir OST1 peserta diklat
menformulasikan RPK dalam bentuk matriks.
2. Komponen-komponen RTK terdiri dari :
a. Judul
b. Tujuan
c. Indikator
d. Program/Kegiatan
e. Skenario/langkah-langkah kegiatan
f. Sumber daya
g. Metode pengumpulan data
h. Student wellbeing

3. Judul
Judul RTK hendakny memenuhi kriteria,
a. singkat, padat, dan jelas dan berupa kalimat pernyataan
b. memuat dua aspek yaitu Aspek di sekolah yang akan ditingkatkan
( diambil dari salah satu identifikasi yang ditemukan, dan aspek tindakan
(berupa metode, teknik atau yang sejenisnya) yang digunakan untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja sekolah.
4. Tujuan
Tujuan yaitu pernyataan tentang kompetensi yang hendak dicapai (pengetahuan,
keterampilan, dan (‘sikap/bila memungkinkan’) setelah calon kepala sekolah/
madrasah melaksanakan tindakannya. Tujuan pada RPK ini terdiri dari tiga yaitu,
(1) tujuan untuk penyelesaian masalah pembelaajaran di sekolah, (2) tujuan untuk
meningkatkan kompetensi calon kepala sekolah (kepribadian, sosial dan
kewirausahaan),dan (3) tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
5. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan adalah penanda pencapaian tujuan yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur. Syarat Perumusan Indikator, (1)
dirumuskan dalam kalimat pernyataan, (2) dirumuskan secara operasional
dapat diukur, dapat diobservasi).Di dalam perumusan indikator keberhasilan,

4
calon kepala sekolah merumuskan tiga jenis indikator keberhasilan yaitu (1)
indikator keberhasilan yang merupakan penanda pencapaian peningkatan kinerja
sekolah sebagai pemecahan masalah, (2) indikator keberhasilan yang merupakan
penanda pencapaian kompetensi calon kepala sekolah, dan (3), dan indicator
keberhasilan merupakan penanda meningkatnya prestasi belajar peserta didik.
6. Program Kegiatan
Program/kegiatan adalah nama program tindakan untuk meningkatkan
kompetensi, kinerja sekolah, prestasi belajar peserta didik.
7. Skenario /Langkah-langkah Kegiatan
Skenario/LangkaLangkah Kegiatan adalah uraian tahapan/langkah pelaksanaan
program kegiatan yang sudah direncanakan yang terdiri dari :persiapan,
pelaksanaan, monev, refleksi.
a. Persiapan
1) Menyusun program perencanaan tindakan: kegiatan yang akan
dilakukan, waktu kegiatan, personil yang terlibat, dan sejenisnya.
2) Berkoordinasi dengan kepala sekolah dan teman sejawat yang akan
membantu pelaksanaan kegiatan
3) Menyusun buku panduan
4) Menyiapkan administrasi kegiatan
5) Meyiapkan tempat kegiatan
6) dll

b. Pelaksanaan Tindakan

c. Monitoring & evaluasi

Monitoring adalah pemantauan rutin terhadap pelaksanaan kegiatan program


untuk mengetahui perkembangan dan mengidentifikasi apakah kegiatan
dijalankan sesuai perencanaan atau tidak. Jika terjadi pelaksanaan yang tidak
sesuai dengan perencanaan, segera diatasi supaya tidak terjadi kesalahan
yang lebih fatal. Monitoring umumnya dilakukan ketika proses sedang
berlangsung
Evaluasi adalah penilaian terhadap pencapaian indikator keberhasilan.
Evaluasi umumnya dilakukan ketika kegiatan hampir atau telah selesai. Hasil
evaluasi digunakan untuk pengambilan keputusan.
Di dalam bagian monev ini, calon kepala sekolah menuliskan apa saja yang
dimonev dan bagaimana melakukan monev.
Instrumen monitoring dan evaluasi disusun oleh calon kepala sekolah
berdasarkan indikator keberhasilan pada matriks RPK. Instrumen yang telah
disusun dibagikan kepada responden, seperti kepala sekolah, guru, tenaga
administrasi ataupun siswa.

d. Refleksi
1) Merenungi dan mencermati setiap tahapan yang telah dilakukan.
2) Mencermati hasil monev dari kepala sekolah, guru senior, tenaga
administrasi ataupun peserta didik, khususnya hal-hal yang masih kurang.
3) Menganalisis hasil yang telah dan belum dicapai tersebut dengan proses

5
tindakan yang telah dilakukan, kemudian membuat rekomendasi untuk
ditindak lanjuti pada siklus kedua.

8. Sumber Daya
Meliputi sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diberdayakan untuk
mendukung tindakan agar tujuan dapat tercapai
9. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara untuk mengumpulkan data/ informasi
tentang perencanaan, pelaksanaan, dan hasil program/ tindakan sebagai bahan
masukan tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan program/ tindakan.Contoh:
metode wawancara, studi dokumentasi, observasi, dan lain-lain

10. Pencapaian Student Wellbeing


Gambaran kondisi siswa yang bersemangat, antusias, saling menghargai, kratif,
jujur, peduli.

Contoh pengisian RTK terlampir pada lampiran 1

6
BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI

A. Pengertian Peningkatan Kompetensi

Peningkatan Kompetensi (PK) adalah kegiatan calon kepala sekolah untuk


meningkatkan kompetensinya berdasarkan kebutuhan individu dengan belajar dari
kepala sekolah mentor 2.

B. Rambu-rambu Kegiatan Peningkatan Kompetensi

1. Peserta diklat memilih salah satu indikator dari setiap kompetensi pada AKPK
yang paling rendah, kemudian berupaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut
dengan belajar dari kepala sekolah mentor 2 di sekolah magang
2. Belajar dapat melalui wawancara, studi dokumentasi, observasi kegiatan yang
dilakukan kepala sekolah mentor 2.
3. Apabila menemui kendala untuk meningkatkan kompetensi yang paling rendah,
misalnya karena kepala sekolah mentor ke-2 tidak mahir di bidang tersebut,
Peserta diklat dapat memilih kompetensi lainnya yang juga rendah. Jika masih
menemui kendala juga, peserta diklat dapat mempelajari keunggulan sekolah
tersebut di bidang apapun sebagai alternatif terakhir
4. Rencana Peningkatan Kompetensi disusun dalam bentuk matriks berikut
Contoh Matriks Peningkatan Kompetensi terlampir pada lampiran 2.

7
BAB V MONITORING DAN EVALUASI

A. Pengertian Monitoring dan Evaluasi

Monitoring merupakan kegiatan pengumpulan data pelaksanaan kegiatan dan


membandingkannya dengan rencana kegiatan yang telah disusun sebelumnya
Kegiatan monitoring bertujuan mengetahui kesesuaian antara rencana dan
pelaksanaan, menemukan hambatan yang menyebabkan pelaksanaan tidak sesuai
dengan rencana. Berdasarkan hasil monitoring ini dapat dilakukan sebagai dasar
perbaikan pelaksanaan dengan mengatasi hambatan yang ada.dan mengantisipasi
kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Evaluasi. merupakan kegiatan pengumpulan data pencapaian hasil kegiatan, dan
membandingannya dengan target capaian yang telah ditetapkan dalam rencana.
Dengan adanya evaluasi dapat diketahui tingkat keberhasilan seatu kegiatan yang
direncanakan.
Peserta diklat dalam melaksanakan Rencana Projek Kepemimpinan dan Peningkatan
Kompetensi perlu melakukan Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan ini untuk memberi
pengalaman kepada peserta diklat dalam melakukan pengelolaan kegiatan untuk
diimplementasikan ketika menjadi kepala sekolah.

B. Rambu-rambu Monitoring dan Evaluasi

1. Peserta diklat menyiapkan perangkat instrumen monev sebelum kegiatan dimulai


(telah dibuat pada kegiatan IST1). Instrumen monev yang dipersiapkan antara lain :
a. Instrumen monitoring pelaksanaan kegiatan RPK
Instrumen ini dikembangkan oleh Calon Kepala Sekolah untuk mengukur
keterlaksanaan kegiatan RPK mulai dari perencanaan dan pelaksanaan.
Responden untuk instrumen ini adalah guru, tendik, dan murid yang terlibat
dalam kegiatan RPK.
b. Instrumen peningkatan kompetensi kepala sekolah dalam RPK
Instrumen ini disusun berdasarkan hasil AKPK yang telah diisi oleh peserta
diklat pada tahap OJT 1 dengan mengambil dua indikator pada skor terendah
untuk setiap kompetensi,
c. Instrumen evaluasi hasil kegiatan RPK
Instrumen ini dikembangkan oleh Calon Kepala Sekolah untuk mengukur
keberhasilan kegiatan RPK dengan menggunakan indikator dari tujuan yang
pertama yang telah dibuat dalam matrik RPK. Responden untuk instrumen ini
adalah KS, guru, dan tendik yang terlibat dalam kegiatan RPK.
d. Instrumen Peningkatan Prestasi Peserta Didik
Instrumen ini dikembangkan oleh Calon Kepala Sekolah untuk mengukur
dampak yang terlihat setelah kegiatan RPK selesai dilaksanakan berkaitan
dengan peningkatan prestasi peserta didik. Responden untuk instrumen ini
adalah murid yang diambil secara sampel dengan minimal 10% murid untuk
setiap kelas/rombel
e. Instrumen pencapaian students wellbeing (kebahagiaan murid)
Instrumen ini dikembangkan oleh Calon Kepala Sekolah untuk mengukur
dampak yang terlihat setelah kegiatan RPK selesai dilaksanakan. Dampak yang
dimaksud disini adalah ukuran kebahagiaan/kesejahteraan murid yang teramati

8
sebagai dampak dari pelaksanaan program RPK. Instrumen ini diisi dengan
mengacu kepada isian Matrik RPK pada kolom f (Students Wellbeing).
Responden untuk instrumen ini adalah murid yang diambil secara sampel
dengan minimal 10% murid untuk setiap kelas/rombel.

2. Menyampaikan instrumen untuk diisi oleh responden


3. Menganalisis hasil isian instrumen
Setelah instrumen monev diisi oleh responden (guru, tendik, atau murid yang
terlibat dalam kegiatan RPK dan PK), maka langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis hasil monev yang terdiri atas 1) analisis hasil monitoring keterlaksanaan
kegiatan RPK dan PK, 2) analisis hasil evaluasi peningkatan kompetensi CKS
berdasarkan hasil AKPK, dan 3) analisis hasil evaluasi hasil kegiatan RPK dan PK.
Menganalisis hasil monev diawali dengan merekap semua hasil instrumen yang
telah diisi oleh responden sehingga memperoleh rata- rata hasil capaian secara
kuantitatif (angka) dan kualitatif (huruf) sesuai dengan kriteria yang telah tertera
pada instrumen sehingga menjadi sebuah simpulan ketercapaian dan
keterlaksanaan hasil monev yang dapat

Contoh Instrumen terlampir pada lampiran 3, a,b,c,d

9
BAB VI JADWAL RTL

A. Tujuan Penyusunan Jadwal RTL

1. Memandu peserta diklat dalam melaksanakan kegiatan RTL


2. Menjadi alat kontrol pelaksanaan kegiatan RTL

B. Rambu-rambu Penyusunan jadwal RTL

Langkah-langkah menyusun RTL adalah sebagai berikut :


1. Mendata semua aktivitas OJT2 yang mencakup
a. Kegiatan RPK
1) Sosialisasi RPK yang akan dilaksanakan
2) Persiapan kegiatan RPK
3) Pelaksanaan Kegiatan RPK
4) Monev kegiatan RPK
5) Penyusunan Laporan dan persiapan gelar karya
Masing-masing kegiatan dapat dirinci lagi menjadi sub-sub kegiatan yang lebih
mendetail.
b. Kegiatan Peningkatan Kompetensi (PK)
c. Pembuatan Video Dokumentasi dan Persiapan Gelar karya
d. Kegiatan Pendampingan/Bimbingan
2. Mengalokasikan waktu pelaksanaan kegiatan pada rentang waktu pelaksanaan
OJT
3. Mencantumkan kegiatan dalam matriks jadwal

Contoh Matriks Jadwal RTL ada pada lampiran 5

10
BAB VII LAPORAN RTL

A. Sistematika Laporan RTL

Laporan RTL terdiri dari bagian awal, isi dan penutup. Setiap bagian terdiri dari beberapa
komponen. Adapun sistematika selengkapnya adalah sebagai berikut.
1. Bagian Awal
 Halaman Sampul/Cover
 Halaman Pengesahan
 Kata Pengantar
 Daftar Isi
 Daftar Tabel
 Daftar Gambar
2. Bagian Isi
 Bab I Pendahuluan
 Latar Belakang
 Tujuan
 Hasil Yang Diharapkan
 Bab II Kondisi Nyata Sekolah Magang
 Kondisi Sekolah Magang I
 Konsisi Sekolah Magang II
 Bab III Pelaksanaan Kegiatan
 Rencana Projek Kepemimpinan
 Peningkatan Kompetensi
 Bab IV Penutup
 Kesimpulan
 Saran
3. Bagian Akhir
 Lampiran-lampiran
 Matriks RPK
 Jurnal Kegiatan Harian
 Rekap hasil monev RPK (4 macam)
 Contoh istrumen monev RPK yang sudah terisi
 Bukti-bukti kegiatan RPK (contoh : undangan, daftar hadir, notulen, foto)
 Matriks PK
 Rekap hasil monev PK
 Contoh instrumen monev PK yang sudah terisi
 Bukti kegiatan PK (daftar hadir, notulen/ catatan/ foto kegiatan)

B. Tatacara Penulisan

Bagian Awal

1. Halaman Sampul/Cover

Halaman Sampul/coverlaporan, secara umum, mempunyai karakteristik sebagai


berikut:
a. Di ketik simetris di tengah (center). Judul tidak diperkenankan menggunakan
singkatan, kecuali nama atau istilah (contoh: TK, SD, SMP, SMA, SMK) dan

11
tidak disusun dalam kalimat tanya serta tidak perlu ditutup dengan tanda baca
apa pun.
b. Logo Provinsi/Kab./Kota dengan diameter 2,5 cm dan dicetak dengan warna
hitam)
c. Semua huruf dicetak dengan tinta hitam dengan spasi tunggal (line spacing =
single) dan ukuran sesuai dengan contoh di Lampiran
d. Halaman Sampul dijilid dengan model hardcover(karton tebal) dilapisi kertas
linen warna biru kemdikbud.

2. Halaman Pengesahan

a. Halaman Pengesahan laporan ditulis dengan dengan spasi tunggal (line


spacing = single), tipe Times New Roman 12 poin sesuai dengan contoh pada
Lampiran 1.2
b. Contoh halaman pengesahan dapat dilihat pada lampiran 7.2

3. Kata Pengantar

Penulisan Kata Pengantar secara umum, adalah sebagai berikut:


a. Semua huruf ditulis dengan tipe Times New Roman 12, spasi 1,5 (line spacing
= 1.5 lines) dan ukuran sesuai dengan contoh pada Lampiran 1.3
b. Judul Kata Pengantar ditulis dengan tipe huruf Times New Roman 12 poin,
dicetak tebal dan huruf besar.
c. Memuat pengantar singkat laporan, ucapan Terima Kasih atau penghargaan
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan.
d. Urutan pihak-pihak yang diberi ucapan terima kasih dimulai dari pihak luar, lalu
keluarga atau teman.

4. Daftar Isi

Daftar Isi laporan ditulis dengan tipe Times New Roman 12 dengan spasi tunggal
(line spacing = single).
a. Daftar Isi memuat semua bagian tulisan beserta nomor halaman masing-
masing, yang ditulis sama dengan isi yang bersangkutan. Daftar isi ringkas
dan jelas.
b. Contoh Daftar Isi dapat dilihat pada Lampiran 7.3

5. Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lampiran

a. Daftar tabel, gambar, dan lampiran digunakan untuk memuat nama tabel,
gambar, dan lampiran yang termuat dalam laporan.
b. Penulisan nama tabel, gambar, dan lampiran menggunakan huruf kapital di
awal kata (title case).

12
Bagian Isi
Bagian isi memuat seluruh laporan tugas OJL yang diuraikan dalam sejumlah bab.
Pembagian bab dari pendahuluan sampai penutup telah ditentukan. Adapun ketentuan
menyangkut bagian Isi adalah sbb :

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang (OJT 2)
Latar belakang dijabarkan dalam bentuk narasi/deskripsi yang memuat tentang:
1. Kondisi Ideal
2. Peraturan yang terkait dengan penyiapan atau kompetensi kepala sekolah.
3. Alasan dilakukannya OJT 2.

B. Tujuan (OJT 2)
Tujuan memuat peningkatan kelima kompetensi kepala sekolah, yaitu:
1. Pencapaian tujuan program
2. peningkatan kompetensi calon kepala sekolah
3. meningkatkan prestasi siswa

C. Hasil yang diharapkan (OJT 2)


Hasil yang diharapkan adalah suatu kondisi yang diharapkan terwujud setelah kegiatan
OJT 2 dilakukan.

BAB II KONDISI NYATA SEKOLAH MAGANG


A. Kondisi sekolah sekolah sendiri
Deskripsikan profil singkat sekolah magang pertama (sekolah sendiri) dan uraikan
pemetaan 8 SNP di sekolah (fokus kepada aspek yang sudah memenuhi SNP dan
yang belum memenuhi SNP).
Isi deskripsi meliputi narasi sekolah magang pertama mengenai sejarah berdirinya
sekolah, letak geografis, visi, misi, tujuan sekolah, dan capaian 8 SNP (Standar
Nasional Pendidikan).
B. Kondisi sekolah magang
Deskripsikan profil singkat sekolah magang kedua (sekolah lain) dan uraikan
pemetaan 8 SNP di sekolah (fokus kepadaaspek yang sudah memenuhi SNP dan
yang belum memenuhi SNP).
Isi deskripsi meliputi narasi sekolah magang kedua mengenai sejarah berdirinya
sekolah, letak geografis, visi, misi, tujuan sekolah, dan capaian 8 SNP (Standar
Nasional Pendidikan).

13
BAB III PELAKSANAAN RENCANA TINDAK LANJUT

A. Pelaksanaan Rencana Proyek Kepemimpinan (RPK) Sekolah Asal


1) Judul RPK
2) Tujuan
3) Indikator Keberhasilan
4) Program Kegiatan
5) Langkah-langkah Kegiatan
a) Persiapan
b) Pelaksanaan
c) Monev
d) Refleksi dan
e) Tindak lanjut

Langkah-langkah Kegiatan:

Siklus I
a) Persiapan
Berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh calon kepala sekolah mulai dari:
 Berkoordinasi dengan kepala sekolah, guru senior/teman sejawat yang ditugasi
membantu pelaksanaan pelatihan
 Sosialisasi kepada warga sekolah
 Menyusun program perencanaan tindakan (panduan kegiatan) meliputi
pendahuluan, pelaksanakan dan penutup
 SK kepanitiaan, daftar hadir narasumber, daftar hadir panitia dan daftar hadir
peserta.
 Membuat undangan untuk narasumber dan peserta
 Menentukan narasumber
 Menyiapkan materi-materi dan referensi
 Mereviu dan menggandakan instrumen monitoring kegiatanyang sudah dibuat saat
IST1 (mengacu pada langkah-langkah kegiatan)
 Mereviu dan menggandakan instrumen evaluasi calon kepala sekolah yang sudah
dibuat di IST1 mengacu pada indikator-indikator yang hendak dicapai oleh calon
kepala sekolah.
 Mereviu dan menggandakan instrumen evaluasi yang sudah dibuat di IST1
mengacu pada indikator-indikator yang hendak dicapai.
 Mereviu dan menggandakan dampak kegiatan yang sudah dibuat di IST1 mengacu
pada indicator yang hendak dicapai

b) Pelaksanaan
Melaksanakan kegiatan yg telah disusun berdasarkan panduan yang telah dibuat

 Calon kepala sekolah Ikut terlibat langsung dalam kegiatan sesuai dengan apa yang
akan dicapai atau ditingkatkan berdasarkan indikator yang lemah pada kompetensi
kepribadian, kompetensi kewirausahaan dan kompetensi soaial yang ada pada
AKPK calon tersebut.
14
 Menyampaikan materi sesuai dengan indikator Sasaran
 Mencatat kejadian-kejadian mulai dari awal kegiatan hingga akhir kegiatan.

c) Monitoring dan Evaluasi


 Melakukan monitoring kegiatan RPK meliputi persiapan, pelaksanaan, monev dan
refleksi. Tuliskan dalam laporan tentang penjelasan hasil monitoring (kualitatif dan
kuantitatif) berdasarkan instrumen yang telah diedarkan.
 Melakukan evaluasi untuk kompetensi calon kepala sekolah, deskripsikan hasil
pelaksanaan evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif dari kegiatan evaluasi
berdasarkan instrumen yang telah diedarkan sesuai dengan indikator pada
kompetensi kepribadian, kompetensi kewirausahaan dan kompetensi sosial yang
telah disiapkan oleh calon kepala sekolah.
 Melakukan evaluasi untuk sasaran yang berkaitan dengan kinerja sekolah
hubungannya dengan ketercapaian kegiatan RPK. Deskripsikan hasil evaluasi untuk
peserta secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan instrumen yang telah
diedarkan. Penjelasan hasil evaluasi memunculkan ketercapaian kegiatan yang
berkaitan dengan peningkatan kompetensi paedagogik dan professional guru.

d) Refleksi
 Mencermati hasil monev secara kualitatif dan kuantitatif terhadap pencapaian
Indikator program kegiatan RPK.
 Memetakan komponen atau indikator yang lemah dan yang kuat berdasarkan hasil
monitoring dan evaluasi.
 Membuat rencana tindak lanjut terhadap komponen atau indikator yang masih
lemah untuk dilaksanakan pada kegiatan RPK pada siklus kedua.

Siklus II
1) Persiapan
Berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh calon CKS mulai dari:
 Menentukan narasumber
 Menyiapkan materi-materi dan referensi yang berkaitan dengan kegiatan RPK yang
dilaksanakan
 Menyiapkan instrumen monitoring dan evaluasi (menggunakan butir instrument
yang sama dengan siklus 1
2) Pelaksanaan
 Meningkatkan indikator pada kompetensi yang lemah berdasarkan hasil monev
siklus .
 Melaksanakan kegiatan hasil evaluasi siklus pertama yang skornya lemah pada
tujuan kegiatan
 Melaksanakan kegiatan hasil evaluasi siklus pertama uang skornya lemah pada
dampak peserta didik
 Penyampaian materi dengan memberikan penekanan pada indikator yang masih
lemah sebagaimana refleksi pada siklus 1
3) Monitoring dan Evaluasi
 Melakukan monitoring kegiatan RPK

15
 Melakukan evaluasi pada kompetensi calon kepala sekolah
 Melakukan evaluasi Sasaran (Guru) padakompetensi pedagogik atau profesional
peserta sesuai judul
 Melakukan analisis hasil monitoring dan evaluasi untuk dideskripsikan dalam
laporan
4) Refleksi
 Mencermati hasil (kualitatif dan kuantitatif) monitoring dan evaluasi terhadap
pencapaian Indikator program
 Mencermati hasil pada setiap komponen- komponen yang skornya lemah
 Memberikan tindak lanjut untuk dilaksanakan dalam pelaksanaan tugas di sekolah

6. Sumber daya
Sumber daya yang mendukung keterlaksanaan kegiatan yg telah direncanakan (bisa
berkaitan dengan sumber daya manusia, non manusia, dan keuangan). Adapun hal-
hal yang berkait dengan sumber daya adalah sebagai berikut:
1) Sumber daya manusia (SDM), berkaitan langsung dengan kegiatan baik
sebagai narasumber, panitia atau yang lainnya
2) Keuangan, berkaitan langsung dengan biaya yang dikeluarkan kegiatan
mulai dari persiapan sampai dengan akhir kegitan.
3) Sumber daya non manusia, berupa alat dan perangkat yang mendukung
keterlaksanaan kegiatan RPK

7. Metode Pengumpulan Data


Dapat dilakukan dengan berbagai cara, sehingga diperoleh data yang sesuai
dengan kegiatan yang telah dilaksanakan. Metode (Instrumen) pengumpulan
data meliputi: wawancara, studi dokumen, dan observasi.

8. Studend Wellbeing
Dampak dari program yang telah dilaksanakan dirasakan oleh peserta didik

PELAKSANAAN PENINGKATAN KOMPETENSI.


Pembuatan laporan untuk kegiatan peningkatan kompetensi berdasarkan hasil AKPK
yang kurang/rendah di sekolah magang kedua disusun sebagai berikut:
1) Persiapan
Deskripsikan apa saja yang Saudara persiapkan dalam rangka meningkatkan
kompetensi yang masih kurang/rendah di sekolah magang kedua. Kegiatan persiapan
dapat berupa menyusun panduan wawancara, instrumen observasi, dan menyiapkan
dokumen-dokumen yang terkait dengan kompetensi yang akan ditingkatkan.
2) Pelaksanaan
Deskripsikan proses pelaksanaan kegiatan peningkatan kompetensi yang
kurang/rendah di sekolah magang kedua. Apa saja yang Saudara lakukan selama
berada di sekolah magang kedua dalam rangka meningkatkan kompetensi yang
kurang/rendah.
3) Hasil

16
Deskripsikan hasil apa yang Saudara dapatkan selama melakukan kegiatan
peningkatan kompetensi di sekolah magang kedua, peningkatan apa yang telah
Saudara dapatkan dan Saudara rasakan selama magang.

BAB IV PENUTUP
Bab 4 merupakan bagian akhir laporan yang memuat:
a) Simpulan
Simpulan berisi uraian tentang ketercapaian tujuan OJL yang terdapat pada Bab I,
deskripsi dari simpulan harus terlihat jelas ketercapaian seluruh program OJL sesuai
dengan Tujuan yang telah ditetapkan pada bab I.
b) Saran-saran
Saran berisi masukan atau kritikan yang konstruktif terhadap program Diklat Penyiapan
yang ditujukan kepada Pihak penyelenggara (LPPKS, LPMP/P4TK, atau LP3CKS
lainnya), Dinas Pendidikan Kab./Kota, dan Peserta Diklat CKS pada umumnya.

Bagian Akhir

Bagian lampiran terdiri atas:


A. Lampiran bagian awal
1) Matrik RTL (Rencana Tindak Lanjut)
2) Jurnal harian kegiatan OJT 2
3) Foto Sekolah Magang 1 dan 2
B. Lampiran Bagian Isi
1) Lampiran RPK (Rencana Proyek Kepemimpinan)
a) Matrik RPK
b) Surat undangan untuk Narasumber dan Peserta Kegiatan
c) Daftar hadir Narasumber dan peserta (setiap siklus)
d) Buku Panduan Kegiatan
e) SK Panitia kegiatan (jika diperlukan)
f) Program monev (monitoring dan evaluasi)
g) Instrumen monitoring pelaksanaan kegiatan yang telah di isi pada siklus 1 dan
siklus 2
h) Instrumen evaluasi tujuan CKS yang telah di isi pada siklus 1 dan siklus 2
i) Instrumen evaluasi tujuan sasaran (guru) yang telah di isi pada siklus 1 dan
siklus 2
j) Instrumen dampak pada siswa yang telah dilakukan pada sikls 1 dan siklus 2
k) Rekap hasil monitoring dan evaluasi pada siklus 1 dan siklus 2
l) Materi/handout dari narasumber
m) Produk/hasil/output dari kegiatan RPK
n) Foto-foto kegiatan RPK

2) Lampiran Peningkatan Kompetensi Hasil AKPK yang Lemah di Sekolah Magang


Kedua

17
a) Dokumen hasil magang
b) Hasil wawancara dan observasi
c) Fotokopi hasil AKPK CKS
d) Foto-foto kegiatan saat magang di sekolah kedua

1.

18
BAB VII PENYIAPAN BAHAN GELAR KARYA

A. Pengertian Gelar Karya

Gelar karya adalah aktivitas peserta menampilkan proses dan hasil pelaksanaan
kegiatan berupa hasil inovasi yang dilakukan selama melaksanakan rencana projek
kepemimpinan.

B. Rambu-rambu Penyiapan Gelar karya

Gelar karya dilakukan dalam bentuk menampilkan hasil pelaksanaan RTL. Teknik
penyajian gelar karya dalam bentuk : (1) pemaparan pelaksanaan RTL, (2)
penayangan video kegiatan RTL, dan (3) display bukti-bukti kinerja hasil RTL.
1. Rambu-rambu pembuatan video unjuk kerja
2. Rambu-rambu paparan
3. Rambu-rambu display

1. Rambu-rambu pembuatan video unjuk kerja


Video unjuk kerja dibuat oleh peserta sebagai bentuk dokumentasi riil
keterlaksanaan kegiatan RTL yang dapat dipertanggungjawabkan. Video unjuk
kerja dibuat secara singkat namun dapat menggambarkan keseluruhan dari
pelaksanaan kegiatan RPK dan PK mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan
hasi kegiatanl.

a. Konten video:
Video hasil unjuk kerja melaksanakan RPK dan PK menggambarkan bukti
kegiatan yang telah dilakukan dan minimal menceritakan tentang:
1) Masalah pembelajaran yang akan diselesaikan
2) Solusi yang dilaksanakan
3) Tujuan dan indikator keberhasilan
4) Langkah-langkah kegiatan
5) Hasil kegiatan, misalnya unsur kebaruan yang ditemukan, dampak terhadap
proses pembelajaran, dampak terhadap kebahagiaan murid (students
wellbeing), keterlibatan stakeholders, dll.
6) Simpulan hasil
7) Testimoni tentang program yang dilaksanakan dari murid, guru, orang tua,
dan masyarakat
8) Judul video yang sesuai dengan konten

b. Durasi : maksimal 7 menit


c. Format video : mp4 atau mpeg
d. Kualitas video : 360p, 30fps
e. Suara : jernih dan terdengar jelas
f. Tampilan : menarik dan menginspirasi

Khusus diklat dengan moda daring, hasil video diunggah ke akun Youtube peserta
masing-masing dengan menyertakan link youtube tersebut dalam laporan
pelaksanaan RTL. Setelah video diunggah ke akun youtube masing-masing
peserta, Pengajar Diklat akan melakukan analisis video untuk mengukur
kesesuaian konten video dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Dalam

19
menganalisis video yang dibuat peserta, Pengajar dapat menggunakan format di
bawah ini:

2. Presentasi
Peserta mempersiapkan bahan untuk presentasi menggunakan aplikasi presentasi
MS.Power Point dengan ketentuan
a. Sheet 1 memuat Judul RPK
b. Sheet 2 memuat memuat tujuan RPK
c. Shet 3 memuat langkah-langkah kegiatan siklus 1
d. Sheet 4 memuat kegiatan monev
e. Sheet 5 memuat hasil kegiatan siklus 1
f. Sheet 6 memuat kegiatan refleksi siklus 1
g. Sheet 7 memuat langkah-langkah kegiatan siklus 2
h. Sheet 8 memuat hasil monev siklus 2
i. Sheet 9 memuat persiapan kegiatan peningkatan kompetensi
j. Sheet 10 memuat bukti-bukti kegiatan peningkatan
k. Sheet 11 memuat hasil kegiatan peningkatan kompetensi
l. Sheet 12 memuat kesimpulan

3. Gelar Karya
Gelar karya merupakan kegiatan peserta diklat memamerkan hasil pelaksanaan
RTL. Adapun rambu-rambu gelar karya adalah sbb.
b. Setiap peserta menyiapkan tempat gelar karya
c. Karya yang dipamerkan adalah bukti-bukti kegiatan RTL (berupa bukti asli
ataupun foto-foto atau banner)
d. Peserta diklat menyiapkan diri untuk menerima kunjungan dan menjawab
pertanyaan pengunjung gelar karya

20
Lampiran-lampiran
Lampiran 1 : Contoh Pengisian Matriks RPK

Matrik Rencana Proyek Kepemimpinan (RPK)


Nama : Dra. Nana Primana
Instansi : SMA N 3 Blambangan
Masalah yang dipilih : Disiplin belajar siswa rendah
Pemecahan Masalah : Penerapan Buku Disiplin
Judul RTK : Penerapan Kedisiplinan Siswa Melalui Penerapan Buku Disiplin

Metode Pencapaian
Program Langkah-langkah
Tujuan Indikator Keberhasilan Sumber Daya Pengumpulan Students
Kegiatan Kegiatan
Data Wellbeing
a B C d e f g
Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:
1. Meningkatka - tepat waktu masuk sekolah penerapan buku Persiapan: Guru, Peserta disiplin, peduli,
n kedisiplinan - tepat waktu mengikuti disiplin 1. pertemuan Didik, orang tua, toleransi, jujur,
belajar murid pembelajaran awal dengan dst kreatif, dll
- mengumpulkan tugas- guru dan staf
tugas tepat waktu untuk sosialisi Foto, video,
- mengenakan pakaian 2. menyusun dokumen lain
seragam sesuai ketentuan program yang relevan
3. ….
4. dst

Pelaksanaan:
1. …..
2. ….
2. Meningkatka Kompetensi Kepribadian:

21
Metode Pencapaian
Program Langkah-langkah
Tujuan Indikator Keberhasilan Sumber Daya Pengumpulan Students
Kegiatan Kegiatan
Data Wellbeing
a B C d e f g
n kompetensi 1. 3. Dst
Kepala 2.
Sekolah Monev:
Kompetensi Sosial: 1. ….
1. 2. ….
2. 3. Dst

Kompetensi Manajerial: Refleksi:


1. 1. …..
2. 2. ….
3. ….
Kompetensi Supervisi:
1. Tindak lanjut:
2. 1. ….
2. ….
Kompetensi Kewirausahaan: 3. dst
1.
2.

Kompetensi Sosial:
1.
2.
3. Meningkatka Contoh:
n prestasi 1. Penilaian sikap disiplin
siswa meningkat
2. Nilai hasil belajar
meningkat
3. Dst

1.
Surabaya, ................ 2020

22
Pengajar Diklat Calon Kepala Sekolah

Petunjuk pengisian matrik RPK:


1. Kolom a : diisi dengan tujuan yang hendak dicapai;
2. Kolom b : diisi dengan indikator yang dapat diukur;
3. Kolom c : diisi dengan nama program yang akan dilakukan;
4. Kolom d : diisi dengan tahapan kegiatan untuk menyelesaikan program;
5. Kolom e : diisi dengan sumber daya yang digunakan untuk mendukung program;
6. Kolom f : diisi dengan metode pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan Rencana Proyek Kepemimpinan
7. Kolom f : diisi dengan students wellbeing yang akan dicapai.

Rubrik Penilaian Perencanaan RPK (meliputi Matrik, Instrumen Monev, dan jadwal RTL):
Nilai Indikator
apabila seluruh indikator terpenuhi dan Bagian Matrik RPK:
91 - 100 terdapat keterkaitan antara isian kolom satu 1. Tujuan meliputi tiga yang dirumuskan secara jelas
dengan lainnya 2. Indikator dirumuskan secara rinci, detail, dan dapat diukur untuk
apabila empat indikator terpenuhi dan mencapai tujuan
81 – 90,99 terdapat keterkaitan antara isian kolom satu 3. Nama program pengembangan sekolah dituliskan dengan jelas
dengan lainnya untuk mencapai tujuan
apabila tiga indikator terpenuhi dan terdapat 4. Langkah-langkah dirumuskan secara urut, logis, dan aplikatif dan
71 – 80,99 keterkaitan antara isian kolom satu dengan menggambarkan pencapaian tujuan
lainnya 5. Sumber daya dirumuskan secara lengkap dan relevan dengan
apabila kurang dari dua indikator yang kebutuhan kegiatan
terpenuhi 6. Metode pengumpulan dang dipilih tepat, sesuai dan efektif
< 70,99
7. Students Wellbeing yang terukur dan relevan dengan program yang
dilakukan

23
Lampiran 2 : Contoh Matriks Peningkatan Kompetensi
MATRIK
RENCANA PENINGKATAN KOMPETENSI (PK)

Nama` : ……………………………………..
Instansi : ……………………………………..

No Aspek Kompetensi yang Persiapan Tindakan yang Hasil yang diharapkan


paling lemah (dari dilakukan
AKPK)
a b c d e f
1. Kepribadian

2. Manajerial

3. Supervisi Guru
dan Tendik
4. Pengembangan
Kewirausahaan
5 Sosial

Petunjuk pengisian matrik Matriks PK:


1. Kolom a : diisi nomer urut;
2. Kolom b : diisi Kompetensi kepala sekolah;
3. Kolom c : diisi 1 indikator terendah dari hasil AKPK untuk setiap kompetensi;
4. Kolom d : diisi tahapan langkah-langkah persiapan dalam melaksanakan PK;
5. Kolom e : diisi tindalkan/program untuk meningkatkan kompetensi yang rendah
6. Kolom f : diisi hasil yang diharapkan berkaitan pelaksanaan PK

24
Lampiran 3a. Contoh Instrumen Monitoring Pelaksanaan Kegiatan

INSTRUMEN MONITORING PELAKSANAAN KEGIATAN

Keterlaksanaan Keteran
No Kegiatan Uraian
Ya Tidak gan
a b C d e f
1 Persiapan diisi dengan rincian kegiatan
yang dilakukan di persiapan
1. Sosialisasi kegiatan RPK 
2. Menyusun Tim Kerja 
3. Menyusun anggaran 
kegiatan

2 Pelaksanaan diisi dengan rincian kegiatan


yang dilakukan di
pelaksanaan
1. Abcbc 
2. Abcbcb 
3. Cbcbcbcb 

Jumlah 5 1
Skor Perolehan “Ya” 5
Total Perolehan (skor 5/6 x 100
perolehan “Ya” : skor = 83,3
maksimal (sejumlah item A
uraian) x 100)
Catatan: dibuat oleh KS dan diisi oleh guru, tendik, atau murid yang terlibat dalam
kegiatan RPK.
Keterangan:
Jawaban Ya =1
Jawaban Tidak = 0

Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai

25
Lampiran 3 b : Contoh Instrumen Monev Peningkatan Kompetensi

Instrumen Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah


Berdasarkan Hasil AKPK

Ketercapaian Keterangan
No Uraian Indikator
4 3 2 1
a B c d
A. Kompetensi Kepribadian
Diisi uraian indikator yang akan
ditingkatkan berdasarkan hasil AKPK 2
skor terendah setiap kompetensi
1 Perkataan selaras dengan tindakan
yang dilakukan
2 Cara berbicara, bersikap, dan
berperilaku dapat diteladani oleh warga
sekolah dan masyarakat.
B. Kompetensi Manajerial
1
2
C. Kompetensi Kewirausahaan
1
2
D. Kompetensi Supervisi
1
2
E. Kompetensi Sosial
1
2
Jumlah Skor
Total Skor Diperoleh
Hasil (Skor diperoleh : 40 (Skor
maksimal) x100)
Catatan: dibuat oleh KS dan diisi oleh guru, tendik, atau murid yang terlibat dalam
kegiatan RPK.

Keterangan*) isi sesuai dengan indikator:


4 = Sering
3 = Cukup
2 = Kadang-kadang
1 = Tidak Pernah

Petunjuk Pengisian:
1. Kolom “a” diisi nomor urut
2. Kolom “b” diisi dengan indikator pada instrumen AKPK yang menunjukkan hasil
terendah (skor 3/2/1) pada setiap kompetensi. Saudara dapat mengambil 2
(dua) saja untuk setiap kompetensi. Apabila hasil AKPK Saudara pada
kompetensi tertentu telah menunjukkan angka 4 pada setiap indikator, maka
Saudara dapat melakukan refleksi diri pada indikator mana yang menurut
Saudara masih harus ditingkatkan melalui kegiatan RPK.

26
3. Kolom “c” diisi oleh responden mengenai ketercapaian dari indikator yang
dituliskan pada kolom “b”
4. Kolom “d” diisi jika ada pernyataan yang dapat memperjelas secara deskriptif
dari setiap indikator

Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai

27
Lampiran 3c : Contoh Instrumen Monev Evaluasi Kegiatan

Instrumen Evaluasi Hasil Kegiatan

Ketercapaian Keterangan
No Indikator Keberhasilan
4 3 2 1
Diisi uraian indikator keberhasilan
dari RPS pada tujuan yang pertama
1. tepat waktu masuk sekolah
2. tepat waktu mengikuti pembelajaran
3. mengumpulkan tugas-tugas tepat waktu
mengenakan pakaian seragam sesuai
ketentuan
dst.

Jumlah Skor
Total Skor Diperoleh

Hasil (Skor diperoleh : Skor maksimal)


x100)
Catatan: dibuat oleh KS dan diisi oleh KS, guru, dan tendik yang terlibat dalam
kegiatan RPS.

Keterangan*) isi sesuai dengan indikator:


4 = sangat baik (Selalu muncul)
3 = baik (sering muncul)
2 = cukup (kadang-kadang muncul)
1 = kurang (tidak pernah muncul)

Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai

28
Lampiran 3d : Contoh Instrumen Monev
Instrumen Peningkatan Prestasi Peserta Didik

Ketercapaian
No Indikator
1 2 3 4
1. Nilai sikap peserta didik meningkat
2. Peserta didik menjadi juara lomba pidato
3. Nilai ulangan harian tidak pernah di bwah KKM
6. dst
dst
Jumlah
Total Skor Diperoleh
Skor Perolehan
NA = X 100
Skor Maksimal (4 x sejumlah item indikator)
Catatan: diisi berdasarkan pengamatan calon kepala sekolah.
Keterangan:
4 = sangat baik (Selalu muncul)
3 = baik (sering muncul)
2 = cukup (kadang-kadang muncul)
1 = kurang (tidak pernah muncul)

Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai

29
Lampiran 3e : Contoh Instrumen Pencapaian Student Wellbeing

Instrumen Pencapaian Students Wellbeing (Kebahagiaan Murid)

Ketercapaian
No Indikator
1 2 3 4
1. Kegiatan ini membuat saya lebih disiplin dalam
mengelola waktu dan kegiatan belajar di sekolah dan di
rumah
2. Penerapan buku disiplin membuat saya dapat
mengontrol diri untuk lebih disiplin
3. Disiplin membuat hidup saya lebih teratur
4. Disiplin membuat prestasi belajar saya meningkat
karena bisa mengatur waktu untuk rutin belajar
5. Program pengembangan sekolah ini menumbuhkan
kepedulian saya terhadap beragam kegiatan di sekolah
6. Penerapan buku disiplin membuat saya membiasakan
diri untuk bersikap jujur dan tanggung jawab
dst
Jumlah -
Total Skor Diperoleh
Skor Perolehan
NA = X 100
Skor Maksimal (4 x sejumlah item indikator)
Catatan: diisi oleh murid secara sampling.

Keterangan:
4 = sangat baik (Selalu muncul)
3 = baik (sering muncul)
2 = cukup (kadang-kadang muncul)
1 = kurang (tidak pernah muncul)
Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai

30
Lampiran 4 : Contoh Analisis Hasil Monev

Tabel Analisis Hasil Monev Kegiatan RPK dan PK

No Jenis Monev Deskripsi Hasil Keterlaksanaan Ketercapaian Rekomendasi/ Tindak Lanjut


Kuantit Kualitat
atif if
(Angka)
(Huruf)
a b c d e f
1 Monitoring Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:
Keterlaksanaan Berdasarkan hasil monitoring 83,3% A= Dalam membuat jadwal kegiatan bisa
Kegiatan RPK dan keterlaksanaan kegiatan RPK dan PK sangat mempertimbangkan di luar jam mengajar
PK ditemukan pelaksanaan kegiatan beralan baik guru sehingga tidak mengganggu
tidak sesuai dengan jadwal yang telah pembelajaran
ditentukan, beberapa guru terlambat
mengikuti workshop karena masih harus
menyelesaikan koreksi hasil ulangan
murid.
2 Evaluasi
peningkatan
kompetensi CKS
berdasarkan hasil
AKPK
3 Evaluasi hasil
kegiatan RPK dan
PK
4 Evaluasi

31
peningkatan
prestasi peserta
didik
5 Pencapaian
Students
Wellbeing

Petunjuk pengisian analisis hasil monev kegiatan RPK dan PK:


1. Kolom “a” diisi nomor urut;
2. Kolom “b” diisi jenis monev;
3. Kolom “c” diisi dengan deskripsi keterlaksanaan kegiatan monev;
4. Kolom “d” diisi dengan angka (kuantitatif) ketercapaian dari rekap instrumen yang telah diisi responden;
5. Kolom “e” diisi dengan ketercapaian secara kualitatif (huruf) dengan disertai predikat keterangan sesuai dengan kriteria penskoran
yang telah ditetapkan;
6. Kolom “f” diisi dengan simpulan rekap hasil monev berdasarkan item instrumen yang perlu ditindaklanjuti

32
Lampiran 5 : Contoh Jadwal RTL
JADWAL RTL
Nama :
Sekolah :

Keterangan
No Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Sosialisasi dan koordinasi
dengan warga sekolah (secara
virtual/langsung)
2 Persiapan kegiatan RPK dan PK
(terdokumentasi video)
- Membentuk panitia
- Menyusun panduan
- Koordinasi dengan
narasumber/pakar (jika
diperlukan)
- Menelaah instrumen monev
3 a. Pelaksanaan kegiatan
proyek kepemimpinan
b. Pengambilan data monev
kegiatan pengembangan
sekolah

(terdokumentasi video)
4 Penyusunan draf laporan proyek
kepemimpinan
5 Pengumpulan data hasil
dokumentasi video

33
Keterangan
No Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 Pengolahan data hasil monev
kegiatan proyek kepemimpinan
(terdokumentasi video)
7 Pelaksanaan Peningkatan
kompetensi di sekolah magang 2
8 Penyusunan draf laporan proyek
kepemimpinan dan PK
9 Edit video
10 Finalisasi laporan dan video
11 Mengunggah video ke laman
youtube channel
12 Penyusunan bahan presentasi
12 Pengesahan laporan
14 In-Service Training 2

Pengajar Diklat Kepala Sekolah Peserta Diklat

------------------------ ------------------------- ---------------------

34
Lampiran 6 : Contoh sampul laporan

LAPORAN PELAKSANAAN RENCANA TINDAK LANJUT


DIKLAT CALON KEPALA SEKOLAH

Oleh
NANA PRIMANA,S.Pd,M.Pd
NIP. 197505192005032014

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA TIMIR


SMAN 1 MOJOKERTO
JL. Ronggolawe No.77 Mojokerto

35
Lampiran 7 : Contoh Lembar Pengesahan

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut Diklat Calon Kepala Sekolah yang
disusun oleh :
Nama : Nana Primana,S.Pd,M.Pd
NIP : 197505192005032014
Sekolah : SMAN 1 Mojokerto
Telah disetujui dan disyahkan sebagai pertanggungjawaban mengikuti Diklat
Calon Kepala Sekolah

Blambangan, 10 Oktober 2020


a.n Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Jawa Timur
Sekretaris Dinas

-------------------------------------------------------

36
Lampiran 8 : Contoh Daftar Isi

DAFTAR ISI
Halaman

Contents
Halaman Sampul/Cover ...................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................................................ ii
Kata Pengantar .................................................................................................................................. iii
Daftar Isi .............................................................................................................................................. iv
Daftar Tabel ......................................................................................................................................... v
Daftar Gambar.................................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................................1
B. Tujuan .......................................................................................................................................1
C. Hasil Yang Diharapkan.......................................................................................................1
BAB II KONDISI NYATA SEKOLAH MAGANG ..............................................................................2
A. Kondisi Sekolah SendiriI ........................................................................................................2
B. Konsisi Sekolah MagangI ......................................................................................................2
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN ...............................................................................................3
A. Rencana Projek Kepemimpinan............................................................................................3
B. Peningkatan Kompetensi .......................................................................................................3
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................................................4
A. Kesimpulan ..............................................................................................................................4
B. Saran ........................................................................................................................................4
Lampiran-lampiran ..............................................................................................................................5
1. Matriks RPK................................................................................................................................5
2. Jurnal Kegiatan Harian ...............................................................................................................5
3. Rekap hasil monev RPK (4 macam) ............................................................................................5
4. Contoh istrumen monev RPK yang sudah terisi .........................................................................5
5. Bukti-bukti kegiatan RPK (contoh : undangan, daftar hadir, notulen, foto) ..............................5
6. Matriks PK ..................................................................................................................................5
7. Rekap hasil monev PK ................................................................................................................5
8. Contoh instrumen monev PK yang sudah terisi .........................................................................5
9. Bukti kegiatan PK (daftar hadir, notulen/ catatan/ foto kegiatan) .............................................5

37
38

Anda mungkin juga menyukai