PEMBENTUKAN KARAKTER
(CHARACTER BUILDING) KEPALA
SEKOLAH
PEMBENTUKAN KARAKTER (CHARACTER BUILDING)
KEPALA SEKOLAH (9 JP)
Dinamika kelompok menurut Yacobs, Harvill, dan Manson (1994) merupakan kekuatan yang
saling mempengaruhi hubungan timbal balik melalui interaksi yang terjadi antar anggota
kelompok dengan pemimpin yang diberi pengaruh kuat pada perkembangan kelompok.
Awal mula muncul kegiatan dinamika kelompok adalah dalam rangka proses mencari
pengalaman melalui ruangan yang dipadukan dengan alam terbuka. Hal tersebut sudah
dimulai sejak zaman Yunani. Sedangkan dalam bentuk pendidikan formal, sudah mulai
dilakukan pada tahun 1821 ditandai dengan didirikannya Round Hill School, di Inggris, tetapi
secara sistematik kegiatan alam terbuka (outbond) baru dimulai di Inggris pada tahun 1941.
Pada awalnya tujuan dari kegiatan mencari pengalaman melalui ruangan tersebut mendidik
generasi muda untuk mencari ilmu pengetahuan sebagai bekal mempertahankan kehidupan
kelak dewasa, Kegiatan mencari pengalaman melalui ruangan terbuka pada akhirnya banyak
digunakan oleh lembaga pendidikan untuk mempersiapkan generasi muda yang tangguh
dalam menghadapi kehidupannya. Sedangkan kegiatan pada alam terbuka (outbond)
bertujuan mendidik generasi muda untuk siap perang. Sehingga kegiatan pelatihan di alam
terbuka ini pada akhirnya memang banyak digunakan oleh lembaga militer untuk
mempersiapkan prajurit tangguh. Selain untuk mempersiapkan prajurit yang tangguh, dewasa
ini (outbond) digunakan juga sebagai terapi kejiwaan dan untuk membangun modal sosial.
Hal terpenting dalam mencari pengalaman melalui ruangan dipadukan dengan alam terbuka
untuk membentuk pengalaman. Namun dalam kesempatan ini untuk mencari pengalaman
dipadukan antara kegiatan dalam ruangan dan diluar ruangan ini adanya upaya peningkatan
kemampuan profesional calon kepala sekolah dalam rangka pembentukan karakter peserta
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Calon Kepala Sekolah sehingga dapat menumbuhkan
kompetensi kepribadian dan sosiali sebagai kepala sekolah.
Dinamika kelompok sebagai suatu metoda dan proses, merupakan salah satu alat manajemen
untuk menghasilkan kerjasama kelompok yang optimal, agar pengelolaan organisasi menjadi
lebih efektif, efisien dan produktif. Sebagai metoda, dinamika kelompok, membuat setiap
anggota kelompok semakin menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang hadir
bersamanya dalam kelompok dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kesadaran semacam ini perlu diciptakan karena kelompok atau organisasi akan menjadi
efektif apabila memiliki satu tujuan, satu cara tertentu untuk mencapai tujuan yang diciptakan
dan disepakati bersama dengan melibatkan semua individu anggota kelompok tersebut sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Sebagai suatu proses, dinamika kelompok berupaya
menciptakan situasi sedemikian rupa, sehingga membuat seluruh anggota kelompok merasa
terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan atau pertumbuhan kelompok, agar
setiap orang merasakan dirinya sebagai bagian dari kelompok dan bukan orang asing.
Dengan demikian diharapkan bahwa setiap individu dalam organisasi merasa turut
bertanggung jawab secara penuh terhadap pencapaian tujuan organisasi yang lebih luas.
Suatu kelompok biasanya tidak dapat berjalan dengan lancar apabila tidak dipimpin oleh
seorang yang baik. Kerja sama diskusi maupun kegiatan lainnya banyak ditentukan oleh
kepemimpinandari ketua kelompok. Untuk itu peserta harus dapat merasakan bagaimana
dipimpin dan bagaimana pula cara memimpin yang baik
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah khususnya
pada dimensi kompetensi kepribadian dan sosial mensyaratkan bahwa seorang kepala
sekolah diharapkan menguasai kompetensi
Kegiatan dinamika kelompok pada Diklat Calon Kepala Sekolah yang dikembangkan saat ini
(tahun 2020) dapat dilakukan secara dalam jaringan (daring) melalui tatap muka virtual dan
luar jaringan (luring) melalui tatap muka langsung. Dinamika kelompok melalui tatap muka
virtual dilakukan selama kondisi negara Republik Indonesia mengalami pandemi Covid-19
yang tidak memungkinkan untuk mengumpulkan peserta diklat dalam jumlah banyak pada
sebuah komunitas. Sedangkan dinamika kelompok secara tatap muka langsung dapat
dilakukan apabila kondisi sebuah daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) telah dinyatakan sebagai
zona hijau dan mendapatkan izin dari gugus covid daerah setempat.
B. Target Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan dinamika kelompok dalam Diklat Calon Kepala Sekolah Sekolah,
peserta mampu menerapkan nilai-nilai kepemimpinan dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai kepala sekolah pada dimensi:
1. Dimensi Kompetensi Kepribadian
a. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan akhlak mulia, menjadi teladan
akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
b. Memiliki integritas dan tanggung jawab sebagai pemimpin sekolah
c. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala
sekolah/madrasah.
d. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
e. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala
sekolah/madrasah.
f. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
1. Koordinasi
suku/kelompok
1. Pembukaan (breakout room 1. Refleksi pelaksanaan
dinamika kelompok zoom bagi dinamika kelompok
2. Target kompetensi pelaksanaan diklat 2. Testimoni dari peserta
3. Kontrak Program secara daring) 30’ terhadap pelaksanaan
4. Pembentukan 2. Pelaksanaan dinamika kelompok
Suku/kelompok penugasan 3. Penutupan dinamika
5. Penjelasan dinamika kelompok kelompok
penugasan dinamika 40’ (20’/suku
kelompok
NO MATERI WAKTU
Dinamika Kelompok
a. Penjelasan Umum Dinamika Kelompok 10’
b. Kontrak Program 5’
c. Yel Nasional 10’
d. Yel-yel suku/kelompok 20’
e. Penugasan Koreografi 70
f. Refleksi Dinamika Kelompok 65’
4 JP 180’
1. Membangun Kebiasaan Refleksi Secara Mandiri (Self Regulated 40
Learning)
2. Mengembangkan kompetensi warga sekolah untuk meningkatkan 80
kualitas belajar murid (facilitating, coaching, mentoring)
3. Menggerakkan Komunitas Belajar di Lingkungan Sekolah , 40
organisasi profesi, dan lingkungan yang lain Community of Practice)
4. Mengembangkan kematangan diri (Self Maturity) secara holistic 40
spiritual, moral, emosi, dan intelektual)
225
3. Yel Nasional
Pengajar diklat membimbing peserta untuk mengkumandangkan yel nasional dengan
posisi berdiri gerakan kaki kiri dilangkahkan ke depan dan tangan kanan mengepal ke
atas. Adapun yel nasional berbunyi sebagai berikut:
I do My Best
You do Your Best
We do Our best
The best ….yes
Lakukan berulangkali hingga peserta hafal dan menjiwai makna dari yel tersebut.
4. Pembentukan Suku
Setelah kontrak program selesai disepakati dan siap dilaksanakan, dan
mengumandangkan yel nasional Pengajar diklat memimpin untuk membentuk suku-
suku (kelompok-kelompok) kecil yang terdiri dari @ 10 orang peserta untuk setiap
suku/kelompok.
a. Pembelajaran secara tatap muka langsung Pengajar membagikan pita serta
bendera suku (kelompok) kepada masing-masing suku yang sekaligus penamaan
suku menggunakan jenis warna dari pita dan bendera yang diterima. Contohnya:
SUKU KUNING, SUKU BIRU, SUKU UNGU, SUKU MERAH, dan seterusnya.
Pembelajaran secara tatap muka virtual Pengajar meminta peserta diklat
memakai penanda kertas warna/bahan lain yang dapat dipakai sebagai penanda
sesuai dengan nama sukunya disematkan di data peserta.
b. Pengajar memberikan nama suku/kelompok sesuai dengan kesepakatan dengan
peserta
c. Pengajar menjelaskan teknis pelaksanaan penugasan kepada seluruh peserta
dalam suku/kelompok
d. Pengajar meminta setiap suku/kelompok memiliki yel dan lagu kebangsaan
suku/kelompok masing-masing sebagai pemacu semangat
e. Pengajar meminta peserta untuk menunjuk ketua sebagai koordinator setiap
suku/kelompok
f. Panitia/admin membuat breakout room (apabila dilaksanakan secara tatap muka
virtual) untuk memberi kesempatan peserta dalam suku/kelompok untuk
koodinasi sesuai waktu yang telah ditentukan
Setiap suku (kelompok) diminta untuk memperagakan lagu kebangsaan dan yel
sukunya di depan kelas. Bagi suku (kelompok) yang memiliki lagu dan yel suku yang
sama atau mirip maka meminta untuk mengulang kembali. Pengajar memberikan
apresiasi positif terhadap karya ciptaan lagu dan yel suku.
Nilai karakter kepemimpinan yang dikuatkan adalah kreativitas, inovasi, motivasi
yang kuat meraih prestasi, kerjasama, komitmen, dan tanggung jawab.
6. Pelaksanaan Penugasan Dinamika Kelompok (Membangun Kreativitas dan
Kerjasama melalui penugasan mencipta gerakan koreografi)
Persiapan dan pelaksanaan penugasan
a. Pengajar memberi penjelasan tugas koreografi
b. Pengajar mendemonstrasikan tarian sebuah kebudayaan
c. Pengajar menentukan sebuah lagu yang akan menjadi pengiring dalam koreografi
(lagu daerah atau lagu lain yang menimbulkan semangat)
d. Pengajar memberikan informasi dan pengarahan kepada ketua suku/kelompok;
e. Pengajar diklat menyampaikan kepada peserta bahwa aspek penilaian dari
penugasan ini adalah kekompakan, keserasian gerakan dengan musik, variasi
gerakan.
f. Ketua suku (ketua kelompok) kembali ke kelompoknya memberi penjelasan tugas
pembuatan koreografi
g. Pengajar memberi kesempatan kepada setiap suku/kelompok untuk melakukan
koordinasi dan latihan mencipta gerakan koreografi melalui breakout room (untuk
pelaksanaan dengan tatap muka virtual melalui aplikasi video conferences)
h. Setiap kelompok melaksanakan tugas koreografi sampai lagu selesai diputar
i. Pengajar memberikan komentar mengenai penilaian penugasan koreografi dengan
kriteria kekompakan, keserasian gerakan dengan musik, dan jumlah variasi gerakan
j. Setelah selesai penugasan pengajar memberikan umpan balik tentang penugasan
dan bertanya manfaat apa penugasan tersebut bila dikaitkan dengan kepribadian,
sosial dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah itu bila terjadi dalam
pekerjaan yang sebenarnya.
Pengajar melaksanakan melaksanakan Tanya jawab dengan peserta diklat Calon Kepala
Sekolah untuk menggali pengalaman yang dialami pada saat melaksanakan penugasan
membuat yel suku dan melaksanakan penugasan koreografi.
Refleksi diawali dengan menggali berbagai informasi dari peserta diklat dengan berbagai
cara antara lain:
1. Pengajar Diklat menanyakan apa saja nilai-nilai/ pelajaran yang didapatkan dari
penugasan tadi. Peserta dapat merenung sejenak.
2. Pengajar Diklat memfasilitasi peserta diklat untuk mengkaitkan nilai-nilai yang masih
umum tadi dengan konteks sekolah.
3. Pengajar Diklat menanyakan mengapa suku berhasil dan suku belum berhasil.
4. Pengajar Diklat menanyakan perasaan ketua suku saat menjadi pemimpin. Peserta
diminta merenung sejenak dan bertanya kepada dirinya sendiri apakah fungsi
kepemimpinan sudah dijalankan dengan baik.
5. Pengajar Diklat menanyakan perasaan anggota suku sebagai orang yang dipimpin,
misalya bagaimana kepemimpinan ketua suku, apakah melaksanakan tugas dengan
ikhlas, bagaimana perasaannya saat gagal melaksanakan tugas, dan bagaimana
perasaan anggota saat melihat anggota yang lain sukses sedangkan Saudara gagal.
a) Metacognitive Self-Regulation
Aspek kognisi meliputi proses pemahaman akan kesadaran dan kewaspadaan diri
serta pengetahuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran sebagai salah satu
cara di dalam proses berfikir. Kognisi dalam self-regulated learning adalah
kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur,
menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.
b) Physical and Social Environment Managenent
Aspek ini mencakup cara mengatur kondisi fisik dan sosial yakni dengan mempelajari
lingkungan sekitar dan mencari bantuan. Selain itu aspek ini mencakup bagaimana
seseorang mempelajari lokasi yang sesuai dengan tipe belajar seseorang tersebut
sehingga mampu berkonsentrasi dalam belajar. Seorang pelajar yang memiliki
achievement yang tinggi memiliki kecenderungan untuk mengatur lingkungan
belajarnya.
c) Time Management
Pengaturan waktu dengan baik dan bijak sangat dibutuhkan oleh pelajar untuk
mengatur jadwal belajarnya. Seorang pelajar yang mampu mengatur waktu dengan
baik dan bijak untuk belajarnya akan mempengaruhi prestasi belajar yang baik bagi
pelajar tersebut.
d) Effort Regulation
Aspek ini mengarah pada kemampuan seseorang untuk menerima suatu kegagalan
dan membangun kepercayaan diri untuk bangkit kembali dari kegagalan tersebut
PEMIMPIN MANAJER
Fokus pada pencapaian visi Fokus pada pencapaian tujuan
dan misi guna menciptakan sesuai tugas pokok dan fungsi
perubahan yang lebih baik. yang sudah ditetapkan.
Menentukan arah dan Menggunakan rencana kerja
memikirkan strategi secara rinci untuk mencapai
menuntaskan misi tujuan.
Memberi kebebasan kepada Mengorganisasi dan mengatur
staf untuk melaksanakan staf agar berupaya bekerja
pekerjaan agar tetap terarah sesuai dengan Standar
dan menjawab visi, misi serta Operasional Prosedur Kerja
tujuan. yang telah ditentukan.
Memotivasi dan memberi Melakukan pengawasan dan
inspirasi kepada staf untuk evaluasi terhadap pelaksanaan
melaksanakan visi, misi dan rencana
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan tabel di atas terlihat fungsi manager dan pemimpin yang melekat dalam diri
seorang kepala sekolah dalam rangka mengembangkan sekolah yang dipimpinnya agar
mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran memiliki tanggung jawab agar semua guru yang dipimpinnya mampu
mengelola pembelajaran yang berorientasi kepada peningkatan prestasi peserta didik.
Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya
memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki
prestasi belajar siswanya.
Brundrett dan Davies (2010) menyatakan dimensi Kepala Sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran yaitu menetapkan visi, misi dan tujuan sekolah, mengelola program
pembelajaran, dan mempromosikan iklim belajar yang positif. Penetapan misi sekolah meliputi:
pencanangan misi yang jelas di sekolah; berpusat pada pengembangan akademik yang sesuai
bagi warga sekolah; penetapan prioritas misi untuk kinerja guru; penyampaian visi dan misi
yang harus diketahui oleh guru; misi disampaikan, dengan aktif didukung, dan diberi contoh
oleh kepala sekolah. Kepala Sekolah mengelola program pembelajaran, yaitu melakukan
supervisi dan melakukan evaluasi pembelajaran, mengkordinasikan kurikulum, dan
memantau perkembangan siswa serta mengelola iklim belajar di sekolah yang kondusif.
Misalnya melindungi waktu belajar, mengupayakan pengembangan profesional,
memelihara dan memperbaiki performa sekolah, menyediakan dana bagi pengembangan
guru untuk memenuhi standar, menyediakan dana untuk pembelajaran. Berdasar tujuan
sekolah, Kepala sekolah mengelola sumber daya manusia, Sarana prasarana dan
pembudayaan iklim belajar yang positif untuk pencapaian prestasi siswa agar meningkat.
Keempat tugas kepala sekolah tersebut memperjelas deskripsi Brundrett dan Davies
(2010). Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah tentu saja harus
berdasarkan data. Sedangkan mengelola pembelajaran tentu harus dimaknai dengan
menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga kependidikan
yang selaras dan memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal
tumbuhnya iklim belajar yang positif di sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu
akan meningkatkan motivasi warga sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah.
Dampaknya hasil belajar siswa akan meningkat.
Kepala sekolah sebagai pemimimpin pembelajaran harus mampu berperan sebagai
educator, ,manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator dan entrepreneur.
Kemampuan kepala sekolah dalam facilitating, coaching, dan mentoring akan
mempengaruhi implementasi peran dalam kepemimpinan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik simpulan bahwa Coaching adalah
pembimbingan peningkatan kinerja untuk mencapai tujuan melalui pembekalan
kemampuan memecahkan permasalahan dengan mengoptimalkan potensi diri. Sebagai
seorang Coach, atasan langsung bertanggungjawab untuk melakukan aktivitas coaching
kepada bawahannya dengan menjadi mitra kerja bagi bawahannya (Coachee).
Coach mengajarkan, membimbing, memberikan arahan kepada pegawai agar bisa
memperoleh keterampilan atau metode baru dalam melakukan pekerjaan untuk
mencapai sasaran yang diharapkan. Kata kunci dalam aktivitas Coaching adalah
memecahkan masalah, merumuskan strategi dan langkah-langkah yang bisa dilakukan
untuk mencapai tujuan.
Jenis-jenis Coaching:
Menurut Homan dan Miler dalam Nadya (2012:45), membagi coaching ke dalam
4 kategori berdasarkan tujuan dari implementasi coaching pada organisasi atau
perusahaan:
Coaching jenis ini ditujukan untuk menjadi intervensi perbaikan kinerja bagi
organisasi, karena dapat dilakukan berdasarkan keinginan untuk mendapatkan
kinerja yang lebih baik. Dalam hal ini, coach membantu individu dalam belajar
bagaimana menetapkan sasaran untuk dirinya, meningkatkan kesadaran
pribadi, memperbaiki kinerja dan mengembangkan strategi-strateginya untuk
meningkatkan kualitas hidup.
Jenis coaching ini lebih dikenal dengan istilah excecuitve coaching, coaching ini
dapat diimplementasikan untuk mendukung proses umpan balik 360 derajat
dimana para pemimpin eksekutif, kolega, senior, dan alur laporan langsung
memberikan feedback tentang efektivitas individu dengan menjawab pertanyaan
spesifik tentang perilakunya.
Jenis coaching ini melibatkan team leader dan team coach. Coaching tim dapat
sangat bermanfaat ketika diimplementasikan pada tim yang mendapat proyek
baru, atau tim yang sedang menghadapi tenggat waktu. Baik coach internal dan
eksternal yang bekerja sama dengan tim dapat membantu untuk meningkatkan
komunikasi memperkuat komitmen dan meningkatkan kemungkinan untuk
menyelesaikan proyek atau tujuan.
b. Definisi Mentoring
Menurut Ingrid (2005) Mentoring merupakan “Suatu proses yang hanya diberikan
untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring berjalannya waktu, mentoring hingga
saat ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan”.
Mentoring adalah proses pembelajaran yang dilakukan dari orang yang jauh lebih
berpengalaman (mentor) ke orang yang kurang berpengalaman (mentee) dalam bidang
tertentu. Mentoring artinya orang yang berbagi pengalamannya, pembelajarannya dan
nasihatnya kepada mereka yang kurang berpengalaman dalam bidang tertentu.
Demikian juga kutipan yang diambil Whitmore (2018) dari buku David Clutterbuck
Everyone Needs a Mentor menyatakan mentoring berasal dari konsep magang, ketika
orang yang lebih tua, lebih berpengalaman, mewariskan pengetahuannya tentang
bagaimana pekerjaannya dilakukan dan bagaimana beroperasi dalam dunia komersial.
Salah satu peran penting seorang pemimpin adalah melakukan mentoring dengan
menjadi mentor yang baik bagi keberhasilan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh
Douglas M. Lawson, ”Dengan apa yang kita terima, keberadaan kita hanya sementara.
Namun kita hidup selamanya melalui apa yang kita berikan”. Itulah sebabnya
mengembangkan orang lain merupakan hal yang sangat penting bagi seorang
pemimpin. Tanggung jawab seorang pemimpin bukan lagi hanya tentang
mengembangkan kemampuan diri pribadi, tetapi juga kemampuan team member nya.
Memang tidak semua orang mau melakukannya, karena memang dibutuhkan kerja
keras untuk hal itu. Selain itu, ego manusia yang sangat tinggi cenderung tidak mau
repot, tidak peduli akan keberhasilan orang lain, bahkan tidak mau tersaingi. Itulah
sebabnya dapat dikatakan seorang pemimpin yang bersedia menjadi mentor adalah
seorang pemimpin yang berjiwa besar.
Menurut John C. Maxwel, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang banyak
melahirkan pemimpin-pemimpin baru di dalam kepemimpinannya. Dalam buku
Mentoring 101, ada 9 langkah yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang mentor:
Mungkin kita tidak menyadari bahwa mengembangkan orang lain memiliki dampak
positif yang sangat besar. Namun Anda tidak harus menjadi orang yang hebat atau
memiliki bakat yang luar biasa, untuk menjadi mentor bagi orang lain. Membawa
orang lain ke tempat yang lebih tinggi adalah kegembiraan tersendiri. Akan
menghasilkan buah yang manis, membuat hidup ini menjadi lebih berarti dan
bermakna bagi orang lain. Ajaklah orang lain bersama Anda dan bantulah mereka
mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Anda tidak akan pernah menyesali
waktu yang Anda investasikan di dalam diri orang lain.
4. Strategi mendorong dan menggerakkan Guru, Tendik, dan peserta didik dalam
komunitas-komunitas belajar yang menunjang kompetensi
Pembentukan komunitas belajar di sekolah sangat penting dalam meningkatkan
kualitas belajar peserta didik dan meningkatkan prestasi akademis peserta didik serta
untuk mengembangakan mutu sekolah. Manfaat dari komunitas belajar yaitu
mendorong anak didik, guru, dan orang tua untuk bekerja sama menyediakan
informasi dan pembelajaran siswa, meningkatkan kualitas berpikir membangun
ketrampilan untuk mengelola perubahan dan menyeimbangkan otak kanan dan kiri.
Pembelajaran yang bermutu sangat tergantung pada guru yang bermutu. Kepala
sekolah harus selalu berorientasi pada peningkatan profesionalitasnya. Dirinya juga
guru dan tenaga kependidikan. Peningkatan professional guru adalah keniscayaan.
Menggerakan guru, tendik, dan peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Kegiatan MGMP, KKG, seminar-seminar pelatihan-pelatihan dan lainnya adalah
bentuk yang dapat diadikan alternative untuk meningkatkan professional.
V. MENGEMBANGKAN KEMATANGAN DIRI (SELF MATURITY) SECARA HOLISTIK
(SPIRITUAL, MORAL, EMOSI, DAN INTELEKTUAL) 40 MENIT Menunjukkan
kematangan moral, emosi, dan spiritual
1. Hubungan Penugasan dinamika kelompok dengan konten Materi
Refleksi yang dimaksud pada poin ini merupakan refleksi kegiatan pada akhir
penugasan. Usahakan setiap peserta mengungkapkan pengalaman dalam penugasan.
Pengajar memberikan ulasan terhadap setiap penugasan dengan mengaitkan situasi di
sekolah yang relevan.
a. Pengajar mengajak peserta untuk mengingat kembali pelaksanaan dinamika
kelompok pada penugasan membuat yel suku dan koreografi.
b. Pengajar meminta peserta untuk menghubungkan nilai-nilai yang ditemukan selama
mengikuti penugasan membuat yel suku dan koreografi terhadap pembentukan
kebiasaan untuk melakukan refleksi secara mandiri dalam melakukan kegiatan
apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas sekolah.
c. Pengajar meminta peserta menarik kesimpulan tentang makna penugasan membuat
yel sujud an koreografi terhadap pembentukan karakter kepemimpinan dalam diri
peserta Calon Kepala sekolah.
Keenam karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa diri yang sehat dan matang
akan selalu memandang positif baik terhadap kehidupan masa depan, tanggung jawab
terhadap pekerjaan, ddantentu saja mempunyai emosi yang matang yang dapat
memahami orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Abraham Maslow mengemukakan beberapa teori tentang kematangan diri (self maturity)
yaitu:
a. Self actualization, memiliki kemampuan efisiensi dalam menerima realistis,
mempunyai relasi yang baik dengan lingkungannya dan tidak takut pada hal-hal
yang belum pernah dialami.
b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain tanpa ada kebenciaan dan rasa malu.
c. Mempunyai spontanitas dalam mengapresiasi dunia dan kebudayaan.
d. Sanggup bebas dan mandiri terhadap lingkungan dan kebudayaan.
e. Mempunyai kesegaran apresiasi yang continue terhadap sesame manusia dan tidak
bersikap stereotipis, serta mempunyau spontanitas yang sehat terhadap
pengalaman-pengalaman baru.
f. Mempunyai rasa social yang dalam dan kesanggupan identifikasi.
g. Memiliki afeksi, simpati, menaruh belas kasih terhadap sesame makhluk di dunia.
h. Mempunyai relasi social yang selektif.
i. Memiliki struktur karakter, nilai-nilai sikap yang demokratis dan menghargai orang
lain.
j. Mempunyai kepastian etis, dapat membedakan tujuan dengan sarana, berpegang
teguh pada tujuan akhir yang hendak dicapai.
k. Mempunyai kesadaran humor yang filsafi, tidak mempunyai sikap permusuhan dan
mempunyai kesanggupan untuk bersendau gurau dalam batas-batas tertentu.
l. Kreatif, mempunyai kesanggupan-kesanggupan yang tidak terbatas untuk
menciptakan pikiran-pikiran dan aktifitas baru yang berguna dan bermanfaat.
5. Implementasi kematangan diri (self maturity) dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi kepala Sekolah
Tugas kepala sekolah ada 3 yaitu melaksanakan tugas manajerial, supervise guru dan
tenaga pendidikan serta pengembangan kewirausahaan. Kepala sekolah dalam
memenuhi beban kerjanya tersebut perlu mempunyai pribadi yang matang. Kematangan
diri seorang kepala sekolah akan membawa pada kondisi sekolah yang kondusif untuk
terciptanya lingkngan dan komunitas belajar yang memungkinkan untuk terciptanya
kualitas pembelajaran yang unggul. Tentu saja kualitas pembelajaran yang unggul
dapat tercipta karena adanya guru dan tenaga tendik yang professional.
Kepala sekolah berkarakter sangat terkait dengan pendidikan karakter yang saat
ini menjadi hangat dalam kajian akademik mengenai pendidikan di Indonesia.
Kepala Sekolah berkarakter merupakan syarat mutlak untuk dimilikinya perilaku
berkarakter pada peserta didik. Perilaku berkarakter peserta didik merupakan
perilaku yang dihasilkan dari proses belajar terhadap lingkungannya. Interaksi
antara peserta didik dengan guru, tendik, dan kepala sekolah tidak terbatas pada
interaksi antar orang (siswa dengan guru atau siswa dengan kepala sekolah),
tetapi juga terjadi dari hasil interaksi antara peserta didik dengan segala bentuk
hal dan karya yang dihasilkan dan dikesankan oleh perilaku guru dan kepala
sekolah hasil kepemimpinana kepala sekolah yang berkarakter.
Karakter dapat digambarkan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana
manusia mempunyai sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri,
seperti pemarah, penyabar, penyayang, dan lain sebagainya. Karakter Kepala
Sekolah memiliki kekhasan tersendiri terkait dengan guru, tendik, dan peserta
didik yang dipimpin dan dilayani secara pedagogis.
Karakter yang menjadi penting dan menjadi syarat mutlak dalam kepemimpinan
satuan pendidikan adalah relijius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
A. Religius
Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam menjalankan ajaran agama
yang dianutnya dengan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penyadaran dan
pengamalan beragama yang benar. Kepala sekolah yang profesional memiliki
pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penyadaran dan pengamalan beragama
yang benar terhadap agama yang dianutnya sehingga akan menjadi contoh bagi
guru, tendik, dan peserta didik.
Kepala Sekolah yang berkarakter religius, maka ia akan mencoba sekuat tenaga
untuk memberikan layanan bimbingan dan pembinaan pada guru, tenaga
kependidikan lainnya yang bermutu sesuai dengan tupoksinya masing-masing dan
berperilaku konsisten. kepala sekolah yang ikhlas akan menghasilkan sumber
model/contoh yang luar biasa bagi guru, tendik dan tenaga kependidikan lainnya,
sehingga mereka akan menjadi pendidik dan tenaga kependidikan yang benar-
benar punya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbuat maslahat (kebaikan) untuk sekolah dan lingkungannya.
B. Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
seorang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Kepala sekolah yang dapat dipercaya maka dia juga akan percaya pada orang lain
sehingga menimbulkan saling percaya antara pengawas sekolah dengan guru,
kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainya serta warga sekolah.
Kepala Sekolah dapat dipercaya jika seseorang itu jujur ucapannya, benar
tindakannya,tuntas dan berkualitas pekerjaannya. Kepala Sekolah yang dapat
dipercaya akan berprilaku : (1) Berkata sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
(2) Sejalan pikiran, ucapan dan perbuatannya, (3) Menepati janji yang
diucapkannya, (4) Menjaga rahasia sebaik-baiknya, (5) Tidak berprasangka buruk
terhadap siapapun, (6) Bertindak benar menurut kaidah agama, hukum, norma
masyarakat dan peraturan.
Sebagai kepala sekolah yang dapat dipercaya, maka ia akan selalu berkata yang
sebenarnya kepada semua orang dalam melaksanakan tugasnya. Kepala akan
selalu melaksanakan tugas sesuai beban yang ditugaskan oleh atasannya.
Kepercayaan guru, tenaga kependidikan, peserta didik lainnya kepada maka
perilaku kepala sekolah yang bersangkutan akan menjadi teladan/contoh bagi
guru, tenaga kependidikan, peserta didik lainya yang dipimpinnya.
C. Toleransi
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Kepala Sekolah yang profesional juga harus memiliki sikap toleransi ini sehingga
benar-benar dihormati dan dteladani oleh guru dan tenaga kependidikan lainya
serta warga sekolah yang dipimpin. Seorang tenaga kependidikan/kepala sekolah
di katakan menghormati orang lain jika ucapannya sopan, perilakunya santun
serta tindakannya bermanfaat untuk orang lain. Kepala Sekolah yang
menghormati orang lain maka dia akan berperilaku untuk menerima keberadaan
orang lain tanpa bersyarat. Ia juga tidak akan menyalahkan orang lain atas
kegagalan dan kelasalahannya sehingga tidak merugikan orang lain. Kepala
Sekolah harus berusaha untuk berlapang dada dan tidak mudah tersinggung oleh
ucapan dan tindakan orang lain baik guru, kepala sekolah maupun tenaga
kependidikan lainnya serta selalu menjaga perasaan orang lain, tidak
memaksakan kehendak serta memberi selamat kepada orang yang berhasil dan
memberi dukungan kepada yang kurang beruntung.
Kepala sekolah yang berkarakter dan profesional, maka ia akan menyapa lebih
dahulu bila bertemu dengan guru, kepala sekolah atau tenaga kependidikan
lainnya. Perilaku guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya pasti
bermacam-macam dan kadang-kadang mereka juga melakukan kesalahan-
kesalahan yang mengakibatkan kegagalan kepala sekolah. Kepala sekolah yang
profesional dan berkarakter akan menahan diri, instropeksi diri serta tidak akan
menyalahkan guru yang bersangkutan. Selain perilaku tersebut, kepala sekolah
yang berkarakter dan profesional akan selalu menerima kritik dan saran dari
teman sejawat, guru dan tenaga kependidikan lainnya dengan lapang dada, serta
akan menjalankan hasil rapat walupun keputusan rapat itu yang sebenarnya tidak
sesuai dengan pemikiran dan pendapatnya.
D. Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan. Disiplin merupakan kunci sukses dalam segala bidang
usaha termasuk dalam pengelolaan sekolah. Kepala sekolah perlu meningkatkan
kedisiplinan dirinya sehingga menjadi teladan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainya serta warga sekolah yang dipimpinnya.
Kebiasaan berdisiplin akan menimbulkan suasana yang tertib yang secara
otomatis juga akan menimbulkan berbagai tindakan yang positif karena
kemampuan mengendalikan diri secara sadar bagi kepentingan bersama dalam
mencapai tujuan sekolah.
E. Kerja keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya. Kepala sekolah dengan kerja keras akan menjadikan
kepala sekolah sukses. Diimbangi dengan karakter lainya seperti disiplin,
tanggung jawab dan religus dia akan dapat melaksanakan tugas dengan baik,
menyelesaikan permasalahan di lapangan secepatnya sehingga tidak
berkepanjangan.
F. Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hal
baru dari sesuatu yang dimiliki. Pengawas sekolah harus memiliki daya kreatifitas
yang tinggi dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan dan meningkatkan
kualitas pendidikan. Pendidikan adalah dinamis, maka pengawas sekolah juga
harus selalu belajar untuk mencari dan menemukan sesuatu yang baru dan
memikirkan perspektif pendidikan dimasa yang akan datang.
G. Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Banyaknya tugas dan permasalahan
sekolah yang harus diselesaikan, maka dengan kreatif, tanggungjawab, kerja
keras dan disiplin untuk menyelesaikanya sendiri tanpa ketergantungan pada
teman/orang lain. Kepala Sekolah yang profesional akan selalu menyelesaikan
tugasnya sendiri tanpa membebankan pada orang lain.
H. Demokratis
Demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain. Kepala sekolah yang demokratis akan
berada ditengah-tengah guru, tenaga kependidikan, dan muridnya lainya. Kepala
Sekolah yang demokratis akan selalu berupaya menstimulasi warga sekolah
untuk bekerja dan belajar secara koperatif dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Tindakan dan perilaku kepala sekolah akan selalu mendasarkan
kepentingan dan kebutuhan warga sekolah, serta mempertimbangkan
kesanggupan dan kemampuan warga sekolah. Dalam melaksanakan
kepemimpinan ia selalu menerima dan mengharapkan pendapat dan saran dari
guru, tenaga kependidikan lainya serta warga sekolah yang dipimpinnya.
Kepala Sekolah yang demokratis akan selalu memupuk kekeluargaan dan
persatuan serta mempunyai kepercayaan pada dirinya yang tinggi dan akan
menaruh kepercayaan pada guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainya
serta warga sekolah yang menjadi binaanya untuk saling bekerja dengan baik dan
betanggung jawab.
I. Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih dalam dan lebih luas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan
didengar. Dengan sikap keingintahuannya ini kepala sekolah dapat meningkatkan
komitmen kerjanya dalam mencapai visi misi sekolah. Kepala Sekolah yang
profesional dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, maka ia akan selalu
meningkatkan komptensinya untuk belajar dan belajar, selalu menggali informasi
dari berbagai sumber untuk mendapatkan informasi dalam rangka memenuhi rasa
keingintahuannya.
J. Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Seorang kepala sekolah
harus memelihara semangat kebangsaan untuk mencapai keadilan mengutamakan
kepentingan negara, bangsa, orang banyak di atas kepentingan pribadi dan atau
kepentingan kelompok. Seorang kepala sekolah harus memperlakukan setiap
orang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, tidak pilih kasih, tertib
dan tidak menyalahgunakan aturan. Kepala sekolah sebagai pemimpin akan
selalu membagi keberuntungannya kepada orang lain baik kepada teman sejawat,
guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya, selalu bersikap terbuka
dan bersedia mendengarkan orang lain, tidak memperdaya orang lain serta
memperlakukan orang lain sesuai dengan perlakuan yang di harapkannya dari
orang lain.
Kemampuan memelihara keadilan mengutamakan kepentingan negara, bangsa,
orang banyak di atas kepentingan pribadi dan atau kepentingan kelompok, maka
sebagai kepala sekolah harus mampu memberikan pembagian tugas kerja sesuai
dengan keahliannya. Kepala Sekolah akan selalu bekerja sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
L. Menghargai prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan
menghormati, keberhasilan orang lain. Kepala Sekolah yang profesional akan
selalu berusaha untuk berprestasi berbuat yang lebih baik, sehingga ada hasil
yang didapatkan serta mendapatkan kepuasan tersendiri dalam melaksanakan
tugas. Kepala Sekolah akan selalu memotivasi tendik dan guru-guru yang
menjadi binaannnya sehingga selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik dan
meraih prestasi secara maksimal. Sebagai pembina akan bangga dan selalu
memberi reword/penghargaan pada kepala sekolah dan guru yang berhasil dan
berprestasi. Bagi guru-guru yang belum berhasil secara maksimal, maka kepala
sekolah harus memotivasi dan memotivasi sehingga guru-guru tersebut
termotivasi dan menyadari akan pentingnya berprestasi serta menghargai prestasi
yang dicapai oleh orang lain.
M. Bersahabat/komunikatif
Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Untuk dapat bekerjasama
diperlukan saling percaya satu sama lainnya. Saling percaya merupakan syarat
untuk terjadinya proses interaksi yang saling komunikatif, bersahabat dan saling
mempengaruhi. Jika kepala sekolah dengan guru, kepala sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya tidak saling komunikatif dan mempengaruhi, secara teknis
proses pembinaan tidak akan terjadi, dengan sendirinya guru, kepala sekolah dan
tenaga kependidikan lainnya akan menolak apa yang dimunculkan atau dilakukan
oleh pengawas dalam pembinaan. Saling percaya merupakan sikap pengawas
yang memandang bahwa guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya
memiliki potensi tertentu dalam keadaan apapun guru, kepala sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya tersebut. Esensi dari nilai saling percaya ini adalah
keyakinan bahwa Allah SWT pasti memberikan yang terbaik kepada setiap
hamba-Nya. Karena keyakinan inilah maka kepala sekolah mempercayai guru dan
tenaga kependidikan lainnya dalam berbagai potensinya, baik yang sudah
teridentifikasi maupun yang belum teridentifikasi.
Nilai saling percaya akan melahirkan dorongan bagi kepala sekolah untuk
memberikan layanan bimbingan dan pembinaan yang lebih partisipatif, karena
menganggap guru tenaga kependidikan lainnya adalah orang-orang yang
potensial (memiliki daya kemampuan). Dengan munculnya rasa saling percaya
maka akan melahirkan proses pembinaan yang efektif dan efisien. Guru dan
tenaga kependidikan lainnya yang tidak mempercayai kepala sekolah dengan
sendirinya akan menolak/tidak menuruti apapun yang diperintahkan oleh kepala
sekolahnya. Jika harus mengikuti apa yang diperintahkan kepala sekolahnya,
maka yang dilakukan hanyalah sekedar menghindar rasa takut; takut dimarahi,
takut mendapat penilaian jelek, takut dipindahkan, dan dan rasa taku-takut
lainnya. Rasa takut-takut ini akan sangat mempengaruhi kinerja guru dan tenaga
kependidikan lainnya dan efek sampingnya adalah belajar peserta didik
terganggu.
N. Cinta damai
Cinta damai adalah sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadirannya. Dengan cinta damai orang lain
merasa senang atas kehadirannya ini bagi pengawas sekolah juga akan dapat
menimbulkan kewibawaan. Menurut kamus Bahasa Indonesia (2008:114)
kewibawaan memiliki arti (1) hal yang menyangkut wibawa; dan (2) kekuasaan
yang diakui dan ditaati. Sedangkan wibawa memiliki makna: (1) pembawaan yang
mengandung kepemimpinan sehingga dapat mempengaruhi dan menguasai orang
lain; (2) kekuasaan. Pemaknaan ini memiliki kejelasan bahwa kewibawaan itu
terkait dengan kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi orang lain.
Kewibawaan dalam konteks kepala sekolah berkarakter merupakan suatu nilai
yang dilandasi oleh rasa hormat terhadap orang lain, sehingga apa yang dilakukan
dan diucapkan oleh orang tersebut memiliki dampak bagi perilaku orang yang
melihat dan/atau mendengarnya. Kewibawaan muncul bukan karena diucapkan
oleh kepala sekolah supaya mereka dihormati, tetapi merupakan suatu kondisi
yang muncul karena dampak dari perilaku pengawas sekolah tersebut ketika
berinteraksi dengan guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya.
Kewibawaan bukan suatu hal yang secara otomatis ada/melekat pada jabatan
kepala sekolah, tetapi harus dicapai oleh kepala sekolah dengan perilaku yang
berwibawa.
Prilaku berwibawa adalah prilaku yang memiliki kesesuaian dengan nilai dan
norma yang dianut, memiliki kesamaan antara apa yang diucapkan dengan apa
yang dilakukan. Lebih jauh, kewibawaan muncul karena ada faktor keteladanan
dari kepala sekolah. Keteladanan prilaku menjadi syarat penting untuk munculnya
kewibawaan. Nilai kewibawaan dalam pengawas berkarakter merupakan suatu
kekuatan untuk menggerakkan guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan
lainnya (orang lain) untuk mengikuti apa yang dilakukan dan diucapkan oleh
pengawas sekolah. Karena itu sangatlah penting adanya konsistensi prilaku
kepala sekolah, baik konsisten antara yang dilakukan dengan yang diucapkan
atau konsisten antara yang dikatakan terdahulu dengan apa yang dikatakan saat
ini (lebih tepatnya tidak plin-plan).
O. Gemar membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu luang untuk membaca
yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Seorang kepala sekolah yang
profesional keteladanan gemar membaca harus dapat ditunjukkan kepada kepala
sekolah, guru dan seluruh siswa dalam sekolah binaannya. Hal ini dapat
ditunjukkan pada saat pembinaan ke sekolah. Pendidikan selalu dinamis berubah
dan berubah mengikuti perkembangan global, selalu ada pembaharuan-
pembaharuan. Wawasan untuk mengikuti perkembangan global tersebut maka
kepala sekolah harus banyak membaca hal-hal yang baru. Dengan membaca ini
maka kepala dapat tambahan pengetahuan sebagai bekal untuk melaksanakan
pembinaan kepada guru dan tendik.
P. Peduli lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mmencegah
kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Selain pembinaan secara
akademik, kepala sekolah juga harus mampu mengadakan konsolidasi dengan
seluruh warga sekolah dalam mewujudkan suatu lingkungan sekolah yang
berwawasan lingkungan hidup. Lingkungan sekolah akan menjadi hijau dan alami
serta mendapatkan udara yang segar, sejuk bermanfaat bagi kehidupan di
lingkungan tersebut. Dengan lingkungan yang kondusif, maka aktifitas pendidikan
dapat berjalan dengan baik, aman dan lancar serta dapat mencapai keberhasilan
yang maksimal sesuai dengan yang kita harapkan semua.
Q. Peduli sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain. Bagi kepala yang memiliki peduli sosial tinggi maka apabila
menemukan guru dan tenaga kependidikan yang tidak sesuai dengan harapannya,
seperti guru yang tidak melengkapi administrasinya, maka kepala sekolah akan
merasa “sedih” bukan “marah.” Sedih karena gurunya memiliki prilaku yang tidak
produktif bahkan di masa yang akan datang sangat memungkinkan merugikan
dirinya, terlebih manakala dia mengejar kariernya sebagai guru, maka sebagai
kepala sekolah berdo’a dan memberikan tindakan korektif serta membantu
mereka agar dapat melengkapi administrasinya serta bekerja secara
profesional. Do’a supaya guru diberikan petunjuk oleh Yang Maha Kuasa dan
tindakan korektif ditujukan untuk terwujudnya perbaikan prilaku pada guru yang
bersangkutan. Rasa peduli sosial kepala sekolah kepada guru dan tenaga
kependidikan lainnya akan menjadi stimulus/penguat untuk kepemilikan rasa
peduli sosial dan nilai-nilai positif lainnya yang dikuatkan dan
ditumbuhkembangkan dalam proses pelayanan pendidikan.
Seorang kepala sekolah yang peduli sosial akan selalu memperhatikan
keberadaan orang lain secara utuh dan sepenuh hatinya. Ia akan berbuat
kebaikan hati kepada orang lain, berempati dan merasa terharu terhadap
penderitaan orang lain. Peduli juga mudah memaafkan kesalahan orang lain, tidak
mudah marah dan tidak pendendam. Prilaku yang lebih menonjol lagi adalah
perilaku murah hati dan bersedia untuk memberikan pertolongan dengan
kesabaran ddan memperhatikan keterbatasan orang lain. Prilaku kepala sekolah
yang profesional dan berkarakter akan peduli terhadap keberlanjutan kehidupan
umat manusia.
R. Tanggung jawab
Kepala sekolah yang profesional memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
maju mundurnya pengelolaan sekolah yang dibinanya. Ia harus mampu
mengendalikan diri dari sesuatu yang merugikan. Prilaku kepala sekolah yang
bertanggung jawab akan selalu: 1) Mempertimbangkan manfaat dan resiko ucapan
dan perbuatannya, 2) Merencanakan segala sesuatu sebelum melaksanakannya,
3) Tidak mudah menyerah dan terus mengupayakan keberhasilan, 4) Melakukan
yang terbaik setiap saat, 5) Menjaga ucapan dan tindakan, 6) Loyal dalam
mentaati perintah sesuai dengan tugas dan kewajiban.
Implikasi dari prilaku tersebut maka kepala sekolah akan selalu:
1. Tidak merasa tenang jika pekerjaan yang seharusnya bidang kerjanya namun
diselesaikan oleh orang lain.
2. Memikirkan dengan cerdas dan cermat resiko ucapan dan perbuatannya yang
berdampak kepada kedinasan.
3. Menyelesaikan kerja yang menjadi bebannya, dengan sikap sungguh-sungguh
dan teratur dalam menyelesaikannya.
4. Menjaga dan bertindak sesuai dengaan konsep yang telah disepakati bersama
pada lingkungan kerjanya.
Peserta melakukan refleksi diri tentang karakter dengan mengisi format analisis karakter
implementasi kepemimpinan pembelajaran
a. Peserta melakukan refleksi apa saja yang telah tertanam dalam diri sebagai dampak
dari kegiatan pengembangan karakter pengawasan
a. Pesert menyampaikan beberapa nilai karakter yang telah terbentuk dalam konsep self
regulated learning (belajar mandiri), kemampuan melakukan coaching dan mentoring,
kemampuan menggerakkan komunitas belajar (community of practice), dan
kemampuan mengembangkan kematangan diri (self maturity) telah terbentuk dalam
diri seluruh peserta
b. Peserta menyampaikan kelebihan apa saja yang telah bertambah dalam dirinya
setelah mengikuti kegiatan pengembangan karakter
c. Peserta menyampaikan kelemahan atau hal yang masih harus ditingkatkan terkait
dengan karakter yang telah ditanamkan pada pembelajaran ini
d. Peserta menyampaikan strategi apa yang akan dilakukan secara berbeda untuk
mengembangkan karakter rekan guru/peserta didik di sekolah?
DAFTAR PUSTAKA
Cheng, E.C.K. 2011. The Role of Self Regulated Learning in Enhancing Learning Performance.
The International Journal of Research and Review Vol. 6 (1) p. 1 – 16
Cobb, Robert. 2003. The Relationship between Self Regulated Learning Behaviors and Academic
Performance in Web Based Course. Disertasi Fakultas Institut Politeknik Virginia dan State
University (tersedia di : Http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd
03212003130332/unrestricted/srlonline_dissertation. pdf, diakses tanggal 25 Oktober
2013).
Purdie, N., Hattie, J., dan Douglas, G. (1996), Student Conception of Learning and Their Use of
Self Regulated Learning Strategies : A cross Cultural Comparison. Journal of Educational
Psychologu, Vol. 88, 87-100
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan
Beban Tugas Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.
2. MANAJERIAL SEKOLAH
A. PROGRAM SEKOLAH
Analisis Lingkungan
Strategis
Diharapkan
RKJM (4 Tahun)
RKT (1 Tahun)
Pelaksanaan
Monitoring dan
Evaluasi
2.5 Pembiasaan/Keteladanan
Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan
pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari
mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur
pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai
dengan kelulusan. Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan
bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang
berakar dari Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam
tataran konseptual, belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan cara
yang menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan
kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan: a. internalisasi
sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan
Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati
sesama mahluk hidup dan alam sekitar; b. keteguhan menjaga semangat
kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu
mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan
golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan
bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa
Indonesia; c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang
dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau
menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga masyarakat di
lingkungan sekolah, dan orangtua; d. interaksi sosial positif antar peserta didik,
yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antar teman sebaya,
adik kelas, dan kakak kelas; e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu
melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan,
dan kebersihan lingkungan sekolah; f. penghargaan terhadap keunikan
potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik
gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi
bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan
dirinya sendiri; g. penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang
terkait, yaitu melibatkan peran aktif orangtua dan unsur masyarakat untuk ikut
bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif
di sekolah.
1. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan
disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang
berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan
sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejakdari masa orientasi
peserta didik baru sampai dengan kelulusan.
- Sekolah Dasar Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang
pendidikan sekolah dasar masih merupakan masa transisi dari masa
bermain di pendidikan anak usia dini (taman kanak-kanak akhir)
memasuki situasi sekolah formal. Metode pelaksanaan dilakukan
dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan kepala sekolah
sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan dan
pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk
mendorong peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman
dalam aktivitas kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari,
mendongeng, melakukan simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
- Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan
sekolah pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian
peserta didik membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai
sejak dari masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan
ekstrakurikuler, intra kurikuler, sampai dengan lulus.
2. Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh
nilai-nilai dasar kemanusiaan yaitu jenis kegiatan yang mengandung nilai-
nilai internalisasi sikapmoral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat
kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa;
memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk
menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan
sekolah; interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif
antara peserta didik dengan figur orang dewasa; penghargaan terhadap
keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; Penguatan peran
orangtua dan unsur masyarakat yang terkait.
3. Cara Pelaksanaan
Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan
dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya
untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan
PBP yang melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik
secara bergantian sebagai bagian dari penumbuhan karakter
kepemimpinan
4. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkanaktivitas
harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhirtahun; dan
penentuan waktunya dapat disesuaikan dengankebutuhan konteks lokal di
daerah masing-masing.
5. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui
Pembiasaan-pembiasaan:
- Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual
- Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan
- Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Guru dan
Orangtua
- Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik
- Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah
- Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh
- Pelibatan Orangtua dan Masyarakat di Sekolah
Selain PBP, dikenal juga istilah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang
mengintegrasikan nilai-nilai karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan
masyarakat.
PPK berbasis kelas dilaksanakan dengan cara a) mengintegrasikan nilai-nilai
karakter dalam proses pembelajaran secara tematik atau terintegrasi dalam
mata pelajaran sesuai dengan isi kurikulum; b) merencanakan pengelolaan
kelas dan metode pembelajaran/pembimbingan sesuai dengan karakter
peserta didik; c) melakukan evaluasi pembelajaran/pembimbingan; dan d)
mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.
PPK berbasis budaya sekolah dilakukan dengan cara a) menekankan pada
pembiasaan nilai-nilai utama dalam keseharian sekolah; b) memberikan
keteladanan antar warga sekolah; c) melibatkan seluruh pemangku
kepentingan pendidikan di sekolah; d) membangun dan mematuhi norma,
peraturan, dan tradisi sekolah; e) mengembangkan keunikan, keunggulan,
dan daya saing sekolah sebagai ciri khas sekolah; f) memberi ruang yang
luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi melalui kegiatan
literasi; dan g) khusus bagi peserta didik pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar atau satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah
diberikanruang yang luas untukmengembangkan potensi melalui kegiatan
ekstrakurikuler.
PPK berbasis masyarakat dilakukan dengan cara a) memperkuat peranan
orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan dan Komite
Sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang menjunjung tinggi
prinsip gotong royong; b) melibatkan dan memberdayakan potensi
lingkungan sebagai sumber belajar seperti keberadaan dan dukungan pegiat
seni dan budaya, tokoh masyarakat, alumni, dunia usaha, dan dunia industri;
dan c) mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang
ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya
masyarakat, dan lembaga informasi.
5. PENGELOLAAN KEUANGAN SEKOLAH
2. Dana BOS
BOS sebagai sumber utama keuangan mayoritas sekolah menetapkan
aturan yang ketat dalam penggunaannya seperti tercantum dalam buku
Petunjuk Teknis BOS.Ketentuan ini dituangkan dalam bentuk tata cara
atau prosedur pengeluaran/penggunaan dana. BOS yang diterima oleh
SD/SDLB/SMP/SMPLB dan SMA/SMALB/ SMK dihitung berdasarkan
jumlah peserta didik pada sekolah yang bersangkutan. Satuan biaya BOS
per peserta didik/tahun untuk masing-masing jenjang berbeda-beda
menyesuaikan juknis pada tahun berjalan. Misalnya pada tahun 2019
terdapat kenaikan untuk jenjang SMK dibanding tahun sebelumnya.
Besaran dana BOS masing-masing jenjang pada tahun 2019 adalah
jenjang SD/SDLB: Rp800.000,00, SMP/SMPLB: Rp1.000.000,00, dan
SMA Rp1.400.000,00 SMK: Rp1.600.000,00. Untuk SDLB/SMPLB/SMALB:
Rp2.000.000,00.
Dana BOS disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke
Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) setiap triwulan pada waktu yang
ditentukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sesuai tahun
berjalan tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Penggunaan dana BOS di sekolah harus disesuaikan dengan pengajuan
RKA BOS yang sudah ditetapkan dalam DPA masing-masing sekolah dari
Provinsi atau Kab/kota. Pemanfaatan BOS hanya diperbolehkan untuk
kepentingan peningkatan layanan pendidikan dan tidak ada intervensi atau
pemotongan dari pihak manapun.
Pemanfaatan dana BOS harus mengacu pada komponen-komponen yang
sesuai dengan ketentuan penggunaan dana pada Permendikbud tahun
berjalan dan disesuaikan jenjang sekolah masing-masing. Tata cara
penggunaan dan pertanggungjawaban BOS Reguler tahun 2019 diatur
dalam Lampiran I. Permendikbud Nomor 3 tahun 2019 tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler. Secara umum penggunaan
dana BOS pada masing-masing jenjang meliputi kegiatan-kegiatan berikut
ini:
1) Pengembangan perpustakaan (penyediaan buku teks utama dan
teks pendamping)
2) Penerimaan peserta didik baru (pengadaan ATK dan biaya kegiatan
pengenalan lingkungan sekolah)
3) Kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler
4) Kegiatan Evaluasi Pembelajaran
5) Pengelolaan Sekolah
6) Pengembangan Keprofesian Guru dan Tenaga Kependidikan, serta
Pengembangan Manajemen Sekolah
7) Langganan daya dan jasa
8) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Sekolah
9) Pembayaran honor
10) Pembelian/Perawatan Alat Multi Media Pembelajaran
11) Biaya lainnya.
6). Mekanisme
(1) Pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan
satuan pendidikan. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja satuan
pendidikan dan/atau kelompok satuan pendidikan yang diselenggarakan
sebelum tahun ajaran baru. Tahap kegiatan pengembangan KTSP secara
garis besar meliputi:
(a) penyusunan draf berdasarkan analisis konteks;
(b) reviu, revisi, dan finalisasi; serta
(c) pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Langkah yang lebih rinci
dari
masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim
pengembang
kurikulum satuan pendidikan. Dinas pendidikan provinsi dan
Kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban
melakukan koordinasi dan supervisi.
(2) Pelaksanaan KTSP merupakan tanggung jawab bersama seluruh unsur
satuan pendidikan yakni kepala sekolah, tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan.
(3) Daya dukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP meliputi:
a) Kebijakan satuan pendidikan yang menjadi dasar pengembangan
dan pelaksanaan KTSP merupakan kewenangan dan tanggung jawab
penuh dari satuan pendidikan. Oleh karena itu untuk dapat
mengembangkan dan melaksanakan KTSP diperlukan kebijakan
satuan pendidikan yang ditetapkan dalam rapat satuan
pendidikan dengan melibatkan komite sekolah baik langsung
maupun tidak langsung.
b) Ketersediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan perlu
menjadi pertimbangan dalam pengembangan dan pelaksanaan
KTSP yang merupakan proses perwujudan kurikulum yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, tenaga pendidik merupakan unsur
yang mutlak diperlukan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.
Selain itu, tenaga kependidikan pada masing-masing satuan
pendidikan sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan KTSP.
c) Ketersediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan
mendukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP. Yang termasuk
sarana satuan pendidikan adalah segala kebutuhan fisik, sosial, dan
kultural yang diperlukan untuk mewujudkan proses pendidikan pada
satuan pendidikan. Selain itu, unsur prasarana seperti lahan,
gedung/bangunan, prasarana olahraga dan prasarana kesenian, serta
prasarana lainnya sangat diperlukan sebagai unsur penunjang yang
memberikan kemudahan pelaksanaan KTSP.
DOKUMEN 2 : Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran suatu mata pelajaran yang merupakan
penjabaran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator
pencapaian kompetensi, materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan penilaian.
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran
Fungsi dan manfaat silabus adalah sebagai berikut.
1. Merupakan pedoman atau acuan dalam penyusunan RPP yang secara
komprehensif, mengandung rancangan seluruh aspek pembelajaran
terkait dengan tujuan langsung pembelajaran (direct teaching) maupun
tujuan tidak langsung pembelajaran (indirect teaching);
2. Menjadi acuan pengelolaan media dan sumber belajar, terutama dalam
pengembangan sarana dan prasarana yang dapat mengembangkan
budaya literasi secara menyeluruh;
3. Menjadi acuan pengembangan sistem penilaian;
4. Merupakan gambaran umum program dan target yang akan dicapai
mata pelajaran;
5. Merupakan dokumentasi tertulis dalam rangka akuntabilitas program
pembelajaran.
4. Materi Pokok
Materi Pokok pembelajaran dikembangkan dari IPK sesuai dengan
tuntutan KD dari KI-3 (Pengetahuan) dan KD dari KI-4 (Keterampilan).
Pengembangan materi pembelajaran mempertimbangkan hal-hal berikut.
a. Potensi peserta didik;
b. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik;
c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual
peserta didik;
d. Kebermanfaatan bagi peserta didik, baik untuk mendukung
pengembangan hard skills maupun soft skills;
e. Struktur keilmuan;
f. Penguatan nilai-nilai utama pendidikan karakter yaitu religius,
nasionalis, kemandirian, gotong royong, dan integritas;
g. Keterampilan Abad 21 khususnya 4C (Creative, Critical Thinking,
Communicative, dan Collaborative), literasi digital, life skills; dan
h. Alokasi waktu.
5. Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik, antara peserta
didik dan pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada
suatu lingkungan belajar yang berlangsung secara edukatif, agar peserta
didik dapat membangun sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka menghasilkan
SDM yang kompeten dan berkarakter.
Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
membentuk kemampuan mengidentifikasi dan merumuskan masalah,
mengumpulkan data, mengolah dan menyimpulkan data serta
mengomunikasikan.
Untuk membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta mengembangkan
rasa keingintahuan dan kemampuan produktif peserta didik, dikembangkan
model-model pembelajaran sebagai berikut.
a. Pembelajaran melalui penemuan (discovery learning),
b. Pembelajaran melalui penyingkapan (inquiry learning),
c. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning),
d. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning),
e. Pembelajaran berbasis produksi (production-based training), dan
Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi
pembelajaran. Ooleh karena itu, untuk menetapkan model yang paling
cocok harus dilakukan analisis terhadap rumusan pernyataan setiap KD
sehingga dapat dismpulkan model pembelajaran apa yang cocok dengan
KD tersebut apakah sesuai dengan model pembelajaran
penemuan/penyingkapan (Discovery dan Inquiry Learning) atau pada
pembelajaran hasil karya (Problem/Project/ Production-based Learning dan
Teaching Factory).
6. Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan.
7. Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap pasang KD didasarkan atas jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu sesuai yang
tersedia di Struktur Kurikulum dengan mempertimbangkan jumlah KD serta
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan masing-
masing KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan
perkiraan waktu rerata untuk menguasai pasangan KD ( pengetahuan dan
keterampilan) yang dibutuhkan peserta didik yang memiliki kemampuan
beragam
8. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
DOKUMEN 3: RPP
1. Pendekatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup
umat manusia. Pengembangan kegiatan pembelajaran perlu menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) berpusat pada peserta didik;
2) mengembangkan kreativitas peserta didik;
3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang;
4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika; dan
5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai
strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif,
efisien, dan bermakna.
(1) Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
Proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach).
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau
prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik simpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
ditemukan.
Pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) berpusat pada siswa;
2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum
atau prinsip;
3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa;
dan
4) dapat mengembangkan karakter siswa.
Tujuan pendekatan saintifik adalah untuk:
1) meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa;
2) mampu menyelesaikan suatu masalah secara sistematik;
3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan;
4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi;
5) untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah; dan
6) untuk mengembangkan karakter siswa.
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1) pembelajaran berpusat pada siswa;
2) pembelajaran membentuk students self concept;
3) pembelajaran terhindar dari verbalisme;
4) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip;
5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa;
6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru;
7) pemberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi; dan
8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi
siswa dalam struktur kognitifnya.
Langkah-langkah umum pendekatan saintifik mengacu kepada langkah-
langkah pendekatan ilmiah yang meliputi kegiatan menggali informasi melalui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau
situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat
diaplikasikan secara prosedural. Pendekatan saintifik dikembangkan dalam
berbagai strategi pembelajaran.
b. Model Pembelajaran
Beberapa model pembelajaran yang dianjurkan dalam mengimplementasikan
pembelajaran dikelas dan harus mengintegrasikan nilai-nilai karakter, Kecakapan
Berfikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS), dan kecakapan
abad 21 antara lain adalah: Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning),
Model Inquiry Learning Terbimbing dan Sains, Model Pembelajaran Problem-
Based Learning (PBL), Model pembelajaran Project-Based Learning (PjBL),
Model Pembelajaran Production-Based Training/ Production - Based Education
and Training (PBT/PBET), dan Model Pembelajaran Teaching Factory.
1. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning))
Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa hukum,
konsep dan prinsip, melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan
dan inferi (pengambilan keputusan/kesimpulan). Proses itu disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating
concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Tujuan pembelajaran model Discovery Learning
Meningkatkan kesempatan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran;
Peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak;
Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan;
Membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi, serta mendengarkan dan menggunakan ide-ide orang lain;
Meningkatkan keterampilan konsep dan prinsip peserta didik yang lebih
bermakna;
Dapat mentransfer keterampilan yang dibentuk dalam situasi belajar penemuan
ke dalam aktivitas situasi belajar yang baru.
Sintak model Discovery Learning
Pemberian rangsangan (Stimulation);
Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem statement);
Pengumpulan data (Data collection);
Pembuktian (Verification), dan
Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
a) Model Inquiry Learning Terbimbing dan Sains
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses
penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting waktu yang singkat
(Joice & Wells, 2003).
Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri temuannya dari sesuatu yang dipertanyakan. Sedangkan
Inkuiri Sains esensinya adalah melibatkan peserta didik pada kasus yang nyata di
dalam penyelidikan, melalui cara mengkonfrontasi dengan area yang diselidiki,
dimana mereka mengidentifikasi konsep atau metodologi investigasi serta
mendorong cara-cara mengatasi masalah.
Tujuan Pembelajaran Inquiry untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara
sistimatis, logis, dan kritis sebagai bagian dari proses mental.
Sintaks/tahap model inkuiri terbimbing meliputi:
Orientasi masalah;
Pengumpulan data dan verifikasi;
Pengumpulan data melalui eksperimen;
Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
Analisis proses inkuiri.
Sintaks/tahap model inkuiri Sains (Biology)
Menentukan area investigasi termasuk metodologi yang akan digunakan;
Menstrukturkan problem/masalah;
Mengidentifikasi problem-problem yang kemungkinan terjadi dalam proses
Investigasi;
Menyelesaikan kesulitan/masalah dengan melakukan desain ulang,
mengumpulkan dan mengorganisir data dengan cara lain dan sebagainya.
b) Model Pembelajaran Problem-Based Learning (PBL)
Merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari
peserta didik secara individu maupun kelompok, serta lingkungan nyata (autentik)
untuk mengatasi permasalahan sehingga menjadi bermakna, relevan, dan
kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Problem Based Learning untuk pemecahan
masalah yang kompleks, problem-problem nyata dengan menggunakan
pendekataan studi kasus. Peserta didik melakukan penelitian dan menetapan
solusi untuk pemecahan masalah (Bernie Trilling & Charles Fadel, 2009: 111).
Tujuan Pembelajaran PBL untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan
konsep-konsep pada permasalahan baru/ nyata, pengintegrasian konsep High
Order Thinking Skills (HOTS) yakni pengembangan kemampuan berfikir kritis,
kemampuan pemecahan masalah, dan secara aktif mengembangkan keinginan
dalam belajar dengan mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman
and Schmidt). Pengembangan kemandirian belajar dapat terbentuk ketika peserta
didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber-sumber
belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah.
Sintaks model Problem Based Learning dari Bransford and Stein (dalam Jamie
Kirkley, 2003:3) terdiri atas:
Mengidentifikasi masalah;
Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi
informasi-informasi yang relevan;
Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif, tukar-
pikiran dan mengecek perbedaan pandang;
Melakukan tindakan strategis, dan
Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan.
Sintaks model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H.
Jonassen, 2011:93) terdiri atas:
Merumuskan uraian masalah;
Mengembangkan kemungkinan penyebab;
Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
Mengevaluasi.
c) Model pembelajaran Project-Based Learning (PjBL)
Model pembelajaran PjBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek
nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan
menantang, tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan
kompetensi yang dilakukan secara kerja sama dalam upaya memecahkan
masalah (Barel, 2000 and Baron, 2011).
Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan motivasi belajar, team work,
keterampilan kolaborasi dalam pencapaian kemampuan akademik level
tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan pada abad 21 (Cole &
Wasburn Moses, 2010).
Sintaks/tahapan model pembelajaran Project Based Learning, meliputi:
Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the essential question);
Mendesain perencanaan proyek;
Menyusun jadwal (Create a schedule);
Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the students and the
progress of the project);
Menguji hasil (Assess the outcome), dan
Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).
d) Model Pembelajaran Production-Based Training/Production-Based Education and
Training (PBT/PBET)
Model ini merupakan proses pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses
produksi, dimana peserta didik diberikan pengalaman belajar pada situasi yang
kontekstual mengikuti aliran kerja industri mulai dari perencanaan berdasarkan
pesanan, pelaksanaan, dan evaluasi produk/kendali mutu produk, hingga langkah
pelayanan pasca produksi.
Tujuan penggunaan model pembelajaran PBT/PBET adalah untuk menyiapkan
peserta didik agar memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi
teknis, serta memiliki kemampuan kerja sama (berkolaborasi) sesuai dengan
tuntutan organisasi kerja.
Sintaks/tahapan model pembelajaran Production Based Trainning meliputi:
Merencanakan produk;
Melaksanakan proses produksi;
Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
Mengembangkan rencana pemasaran.
(Diadaptasi dari Ganefri, 2013; G. Y. Jenkins, Hospitality, 2005).
e) Model Pembelajaran Teaching Factory
Teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang
mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan
dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Pelaksanaan teaching factory
menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai
kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan teaching factory (TEFA) juga harus
melibatkan Pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholder dalam pembuatan
regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.
Sintaksis Teaching Factory
Pembelajaran teaching factory dapat menggunakan sintaksis PBET/PBT atau
dapat juga menggunakan sintaksis yang diterapkan di Cal Poly-San Luis Obispo
USA (Sema E. Alptekin, 2001) dengan langkah-langkah:
Merancang produk;
Membuat prototipe;
Memvalidasi dan memverifikasi prototipe;
Membuat produk masal.
Berdasarkan hasil penelitian, Dadang Hidayat (2011) mengembangkan langkah-
langkah pembelajaran Teaching Factory sebagai berikut:
Menerima order;
Menganalisis order;
Menyatakan kesiapan mengerjakan order;
Mengerjakan order;
Mengevaluasi produk;
Menyerahkan order.
1) Ruang pendidikan
Ruang pendidikan berfungsi untuk menampung proses kegiatan belajar
mengajar teori dan praktik antara lain:
a) Ruang teori sejumlah rombel
b) Ruang perpustakaaan
c) Ruang laboratorium
d) Ruang kesenian
e) Ruang olah raga
f) Ruang keterampilan
2) Ruang administrasi
Ruang Administrasi berfungsi untuk melaksanakan berbagai kegiatan
kantor, yang terdiri atas:
a) Ruang kepala sekolah
b) Ruang tata usaha
c) Ruang guru
d) Gudang
3) Ruang Penunjang
Ruang penunjang berfungsi untuk menunjang kegiatan yang
mendukung proses kegiatan belajar mengajar antara lain:
a) Ruang Ibadah
b) Ruang serbaguna
c) Ruang koperasi sekolah
d) Ruang UKS
e) Ruang OSIS
f) Ruang BP
g) WC/jamban dan kamar mandi
c. Perabot
Secara umum perabot sekolah mendukung tiga fungsi yaitu : fungsi
pendidikan, fungsi administrasi, fungsi penunjang. Jenis perabot sekolah
dikelompokkan menjadi tiga macam:
1) Perabot pendidikan
Perabot pendidikan adalah semua jenis mebel yang di gunakan untuk
proses kegiatan belajar mengajar. Adapun Jenis, bentuk dan ukurannya
mengacu pada kegiatan itu sendiri.
2) Perabot administrasi
Perabot administrasi adalah perabot yang digunakan untuk mendukung
kegiatan kantor. Jenis perabot ini banyak sekali ragam dan jenisnya.
3) Perabot penunjang
Perabot penunjang adalah perabot yang di gunakan atau di butuhkan
dalam ruang penunjang, seperti perabot perpustakaan, perabot UKS,
perabot OSIS dan sebagainya
d. Alat dan media pendidikan
Setiap mata pelajaran sekurang-kurangnya memiliki satu jenis alat peraga
praktek yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan
pembelajaran,sehingga dengan demikian proses pembelajaran tersebut
akan berjalan dengan optimal.
e. Buku atau bahan pembelajaran
Buku atau Bahan pembelajaran adalah sekumpulan bahan pelajaran yang
di gunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar.
1) Buku pegangan
Buku pegangan di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai acuan
dalam pembelajaran yang bersifat Normatif, adaptif dan produktif.
2) Buku pelengkap
Buku ini di gunakan oleh guru untuk memperluas dan memperdalam
penguasaan materi.
3) Buku sumber
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik untuk
memperoleh kejelasan informasi mengenai suatu bidang ilmu /
keterampilan.
4) Buku bacaan
Buku ini dapat di gunakan oleh guru dan peserta didik sebagai bahan
bacaan tambahan (non fiksi) untuk memperluas pengetahuan dan
wawasan serta sebagai bahan bacaan (fiksi ) yang bersifat relatif.
Tahu
Tgl
No Kuant Satu n Ke
Pembuk Nama Merek, an Pembu Asal Lengkapan Keadaan Harga Lokasi Ket
Urut u Barang Spesifikasi i
tas atan Barang Dokumen Barang
an
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
No
No Kode Nama Merek, Tahun Keadaan
Urut Ʃ Satuan Harga Lokasi Ket
Urut Barang Barang Spesifikasi Pembuatan Barang
BIBI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan: 1) diisi nomor urut pembukuan barang, 2) diisi nomer urut pada
buku induk barang inventaris, 3) diisi kode barang, 4) diisi nama barang, 5)
diisi merek, spesifikasi barang, 6) diisi volume atau jumlah barang, 7) diisi
satuan barang, 8) diisi tahun pembuatan, 9) diisi keadaan barang waktu
diterima, 10) diisi harga perolehan barang, 11) diisi lokasi keberadaan barang,
12) diisi keterangan lain yang diperlukan
d. Memberi koding pada barang-barang yang diinventarisasikan, sesuai
dengan petunjuk yang terdapat dalam manual administrasi barang.
B. KEPEMIMPINAN SEKOLAH
1. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran
1) Konsep Kepemimpinan Pembelajaran
Landasan yuridis tentang kepemimpinan pembelajaran adalah Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa
efektivitas kepala sekolah dinilai angka keditnya dalam kompetensi: (1)
Kepribadian dan sosial; (2) Kepemimpinan pembelajaran; (3) Pengembangan
sekolah dan madrasah; (4) Manajemen sumber daya; (5) Kewirausahaan
sekolah/madrasah; dan (6) Supervisi pembelajaran.
Kepala sekolah dalam meningkatkan profesonalisme guru diakui sebagai salah
satu faktor yang sangat penting dalam organisasi sekolah, terutama tanggung
jawabnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah (Gorton &
Schneider, 1991). Beberapa pendapat berikut menunjukkan bahwa sekolah
yang efektif merupakan hasil dari tindakan kepala sekolah yang efektif.
Hasil penelitian menunjukkan keefektifan sekolah membuktikan bahwa sekolah
efektif (effective schools) mempersyaratkan kepemimpinan pembelajaran yang
tangguh (strong instructional leadership) dari kepala sekolahnya, di samping
karakteristik-karakteristik lainnya, seperti harapan yang tinggi dari prestasi
siswa, iklim sekolah yang positif bagi kegiatan belajar mengajar, dan monitoring
kemajuan belajar mengajar yang berkelanjutan (Davis & Tomas, 1989, Smith &
Andrew, 1989). Dari hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
munculnya sekolah berprestasi, yang juga sering disebut sebagai sekolah yang
berhasil (successful schools), atau sekolah unggul, tidak dapat dipisahkan dari
peran yang dimainkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran.
Ada banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus dan
ketajamannya masih berbeda-beda. Menurut Eggen & Kauchak (2004)
kepemimpinan pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan (kepala sekolah)
dengan maksud mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan
memuaskan bagi guru, serta pada akhirya mampu menciptakan kondisi belajar
siswa meningkat. Secara implisit definisi ini mengandung maksud bahwa
kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan yang mengarah pada
terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadiya proses
pembelajaran yang optimal.
Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai
upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya
dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya. Definisi ini belum menyeluruh,
karena hanya memfokuskan pada guru. Ahli lain, Petterson (1993),
mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif adalah sebagai
berikut:
a) Makna visi sekolah ditentukan melalui berbagi pendapat atau urun rembug
dengan warga sekolah serta mengupayakan agar visi dan misi sekolah
tersebut hidup subur dalam implementasinya;
b) Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan
sekolah (manajemen partisipatif);
c) Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran
d) Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar
untuk memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang
berlangsung di dalam sekolah
e) Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara
dia dapat mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru
dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut.
Mc Ewan (2002) mengembangkan konsep kepemimpinan pembelajaran yang
lebih operasional dengan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran lengkap
dengan indikatornya seperti berikut ini.
a) Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
(1) Melibatkan guru-guru dalam mengembangkan dan menerapkan tujuan
dan sasaran pembelajaran sekolah.
(2) Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/sistem
pendidikan dalam mengembangkan program pembelajaran.
(3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan
pembelajaran.
(4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran
b) Menjadi narasumber bagi staf
(1) Bekerja sama dengan guru untuk untuk memperbaiki program
pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa
(2) Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas
hasil penelitian dan praktik yang baik
(3) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program
pembelajaran
c) Menciptakan Budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran
(1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di
dalamnya semua siswa boleh belajar
(2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas
tersebut) bagi siswa-siswa yang membutuhkannya
(3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga
membuat iklim pembelajaran baik dan tertib dalam kelas
(4) Menyampaikan pesan-pesan kepada siswa dengan berbagai cara
bahwa mereka bisa sukses
(5) Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa
(pekerjaan rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi,
laporan hasil belajar, kenaikan/tinggal)
d) Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah ke staf
(1) Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staf tentang
tujuan dan sasaran lembaga (sekolah)
(2) Menetapkan, mendukung, dan melaksanakan aktivitas yang
mengkomunikasikan kepada siswa tentang nilai dan arti belajar
(3) Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan
orang tua untuk menyampaikan tujuan-tujuan sekolah yang telah
ditetapkan
e) Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi.
(1) Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas
(2) Membantu guru-guru dalam mengupayakan dan mencapai keinginan
profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran sekolah dan
pantau apakah keinginannya itu terwujud
(3) Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik
secara informal atau formal
(4) Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas
(5) Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil
observasi terutama yang menyangkut perbaikan pembelajaran.
(6) Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggung jawab,
mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi
dan profesi sesuai dengan kebutuhan individu
f) Mengembangkan kemampuan profesional guru
(1) Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam
jabatan) guru yang membicarakan isu-isu pembelajaran.
(2) Memberi kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan tentang
kolaborasi, membuat keputusan bersama, coaching, mentoring,
pengembangan kurikulum, dan presentasi
(3) Memberi motivasi dan sumber daya pada guru untuk berpartisipasi
dalam aktivitas pengembangan profesional
g) Bersikap positif terhadap siswa, staf, dan orang tua.
(1) Melayani siswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai
berbagai aspek kehidupan sekolah mereka
(2) Berkomunikasi dengan dengan semua staf dilakukan secara terbuka
dengan menghormati perbedaan pendapat yang ada
(3) Menunjukkan perhatian terhadap masalah-masalah siswa, guru, dan
staf dan libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya
(4) Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua
pihak
(5) Selalu menjaga moral yang baik
(6) Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, siswa, dan
orang tua
(7) Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar
terjadi peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar,
keingintahuan, kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk
belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, Kepemimpinan pembelajaran
memfokuskan/menekankan pada pembelajaran dengan komponen-
komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian,
pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan
komunitas belajar di sekolah.
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah
karena mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2)
mendorong dan mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk
menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun
komunitas belajar warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai
sekolah belajar (learning school).
Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan
warga sekolah seoptimal mungkin; memfasilitasi warga sekolah untuk belajar
terus dan berulang-ulang; mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya;
memberi kewenangan dan tanggung jawab kepada warga sekolahnya;
mendorong warga sekolah untuk akuntabel terhadap proses dan hasil kerjanya;
mendorong teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan
lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa); mengajak warga
sekolah untuk menjadikan sekolah berfokus pada layanan siswa; mengajak
warga sekolah untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga
sekolah untuk berpikir sistem; mengajak warga sekolah untuk komitmen
terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolah untuk melakukan
perbaikan secara terus-menerus.
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses
pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan
terbangun iklim akademik yang positif, komunikasi yang baik antarstaf,
perumusan tuntutan akademik yang tinggi, serta tekad untuk mencapai tujuan
sekolah.
2) Karakteristik Kepemimpinan Pembelajaran
Pertanyaan pembukanya adalah apa peran kepala sekolah dalam
kepemimpinan pembelajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikan Tabel
1 berikut ini
Tabel 1. Perbedaan Tugas dan Fungsi Manajer dan Pemimpin
Karakteristik kepemimpinan pembelajaran menurut Hellinger dan Murphy (1985),
serta menurut Weber (1996) sebagaimana yang dikutip Pusat Pengembangan
Tenaga Kependidikan (2011: 13-14) antara lain:
a) Mengembangkan misi dan tujuan
b) Mengelola program pembelajaran
c) Mendorong iklim pembelajaran akademis
d) Mengembangkan fungsi produksi pendidikan
e) Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif.
Brundrett dan Davies (2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu
berkreasi, memberi motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim.
Kepemimpinan pembelajaran harus bergeser dari kepemimpinan top-down ke
kepemimpinan dengan pendekatan tim. Kepemimpinan ini mengutamakan
keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan peran tim, serta
pengembangan tim.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah dalam Mengelola Implementasi Kurikulum 2013: Manajemen
dan Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk
Kepala Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran adalah mengembangkan sekolah dengan berbasis data,
menyelaraskan hubungan kerja, meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan, dan meningkatkan motivasi warga sekolah.
Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah harus berdasarkan
data. Sedangkan dalam mengelola pembelajaran tentu harus disertai dengan
menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga
kependidikan yang selaras dan memiliki peluang untuk meningkatkan
kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya iklim belajar yang positif di sekolah.
Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan meningkatkan motivasi warga
sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah. Dampaknya hasil belajar
siswa akan meningkat. Senge (2000) menyebutkan bahwa seorang pemimpin
memfasilitasi dan mendorong suasana untuk kebebasan bertindak. Keyakinan,
ide, pendapat dan perilaku pemimpin adalah penanda budaya belajar yang harus
dilakukan dalam lingkungan sekolah.
Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson adalah seorang pelatih dan
mantan pemain sepak bola, yang pernah menangani Manchester United sebagai
manajer-pemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan.
Ferguson dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah
memenangkan lebih banyak trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah
sepak bola Inggris. Dia telah menangani Manchester United sejak tanggal 6
November 1986 hingga 2013. Apabila ditarik dalam konteks pendidikan di
sekolah, praktik kepemimpinan yang diterapkan oleh Alex Ferguson antara lain:
a) Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan
sebaliknya
b) Semua pemimpin adalah guru
c) Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda
d) Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru,
orang tua dan staff untuk berbagi tujuan.
e) Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk
menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya
diri untuk menyelaminya sendiri.
2. Tujuan Monitoring
Monitoring Evaluasi bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program
yang sedang berjalan, Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat.
Pelaksanaan program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa
lama waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut Secara lebih terperinci
monitoring bertujuan untuk :
1) mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan;
2) memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
3) mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan;
4) memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan
kegiatan;
5) mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan
hambatan hambatan selama kegiatan;
6) memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program;
7) memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai
3. Tujuan Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan yang berbeda dengan monitoring. Tujuan evaluasi
terhadap suatu program/kegiatan, seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick (1994),
adalah sebagai berikut
1) Untuk menilai keefektifan program Melalui evaluasi akan diperoleh informasi
apakah tujuan program telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya.
2) Untuk menunjukkan atau melihat dampak Melalui evaluasi akan bisa kita lihat
apakah program kegiatan berdampak pada kualitas sekolah.
3) Untuk memperkuat atau meningkatkan akuntabilitas Melalui laporan evaluasi,
pemangku kepentingan mendapatkan gambaran jelas bahwa sumber daya
telah dimanfaatkan dengan tepat dan sesuai peruntukannya.
4) Untuk medapatkan masukan terhadap pengambilan keputusan Apakah
pelaksanaan program sekolah yang telah dilaksanakan sudah cukup baik, atau
perlu adanya inovasi dan revisi dalam pelaksanaan program sekolah tahun
berikutnya.
4. Manfaat Monitoring Evaluasi
Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program
menurut Mulyono (2017) adalah sebagai berikut:
1) Monev sebagai alat untuk mendukung perencanaan. Penerapan sistem Monev
yang disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator akan memperjelas
tujuan serta arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut. Pemilihan
indikator program yang melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak saja
berguna untuk mendapatkan indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong
pemilik proyek dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung
suksesnya program.
2) Monev sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program. Adanya sistem
Monev yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program
mengetahui kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang
secara potensial dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir
bermanfaat bagi pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat
waktu dalam mengatasi masalah.
3) Monev sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi. Monev tidak hanya
memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut. Informasi
pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan
meningkatkan akuntabilitas program.
5. Prinsip Monitoring dan Evaluasi
Sebagaimana prinsip-prinsip evaluasi pada umumnya, pelaksanaan Monitoring
dan Evaluasi program sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip berikut :
1) Terencana
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan perencanaan
yang matang dan terjadwal.
2) Objektif:
Monitoring dan Evaluasi program sekolah harus mengungkap fakta sesuai
dengan kenyataan yang ada, dan didasarkan pada
standar/kriteria/pedoman/juknis/juklak yang ada.
3) Dapat dipertanggungjawabkan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur
dan metode yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggung
jawabkan
4) Berkesinambungan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara bertahap, terus-
menerus dan berkelanjutan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang
telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan
5) Transparan
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terbuka dan
hasilnya dapat di akses oleh berbagai pihak
6) Efektif dan efisien dalam penggunaan dana, waktu, dan tenaga
7) Fungsional
Hasil Monitoring dan Evaluasi program sekolah dikatakan fungsional apabila
dapat digunakan untuk memperbaiki program sekolah yang ada pada saat itu.
Dengan demikian Monitoring dan Evaluasi program sekolah benar benar
memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan
langsung adalah untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan
tidak langsung adalah untuk penelitian atau keperluan lainnya.
6. Penyusunan Program, Instrumen, dan Sistem Pelaksanaan Monitoring
Evaluasi
Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program Monitoring dan
Evaluasi adalah:
1) Program dikembangkan dari aspek-aspek Monitoring dan Evaluasi yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
2) Menggunakan format program yang sudah diberikan.
3) Kegiatan Monev biasanya dilakukan dalam 3 tahapan, yakni :
Tahap 1 Persiapan, meliputi kegiatan :
a) Menetapkan tujuan kegiatan Monev.
b) Membagi tugas dan tanggung jawab tim Monev, serta sumber daya yang
tersedia.
c) Mengidentifikasi dan mengembangkan instrumen/alat Monev yang
dibutuhkan.
d) Berlatih menggunakan instrumen/alat Monev.
e) Menyusun rencana kegiatan Monev
Tahap 2 Pelaksanaan Monev, meliputi kegiatan :
a) Mengorganisasikan penggunaan intrumen/alat Monev .
b) Mengumpulkan dan mendapatkan data.
c) Berkoordinasi dan bekerjasama antaranggota tim Monev.
d) Memonitor perkembangan kegiatan.
e) Memodifikasi/melakukan penyesuaian Monev jika perlu.
f) Mengidentifikasi isu/masalah yang penting, peluang, dan hasil.
g) Mengadakan pertemuan tim Monev untuk mengevaluasi hasil Monev.
Tahap 3 Pelaporan, meliputi kegiatan :
a) Berbagi hasil Monev dengan warga sekolah terkait untuk mendapatkan
masukan/umpan balik lebih lanjut dari mereka.
b) Mendiskusikan berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan warga
sekolah untuk menindaklanjuti masukan/rekomendasi.
7. Instrumen Monitoring dan Evaluasi
Instrumen yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data Monev adalah
angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1) Angket
Ada dua jenis angket, yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup
berisi sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki jawaban pendek, dengan
alternatif jawaban 2 atau lebih. Alternatif berupa jawaban dalam bentuk YA atau
TIDAK; a, b, c, d, e; atau 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Alternatif jawaban
menunjukan skala nominal sehingga angka-angka pada alternatif jawaban
merupakan kode.
Sedangkan angket terbuka biasa disebut angket tidak terbatas, karena
menghendaki jawaban bebas dengan menggunakan kalimat atau kata-kata
responden sendiri. Jawaban responden sangat bervariasi karena tidak ada aturan
atau rambu-rambu dalam butir pertanyaan, sangat tergantung pada pendidikan
dan pengalaman responden, dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama
daripada angket tertutup.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket :
a) Isi atau materi pertanyaan disesuaikan dengan kemampuan ataupun
pengetahuan responden.
b) Pertanyaan atau pernyataan yang dituliskan harus menggunakan kata dan
kalimat yang mudah difahami responden.
c) Butir pertanyaan/pernyataan tidak terlalu banyak.
d) Kemasan instrumen menarik.
e) Tata letak pertanyaan/pernyataan.
Pemberian skor pada alternatif jawaban dapat digunakan model pisah (model
semantik), skala tipe Likert atau Thurstone.
a) Skala Likert
Skala Likert paling banyak digunakan daripada yang lain, karena dipandang lebih
sederhana dan relatif lebih mudah membuatnya. Rentangan skala dapat bervariasi
antara 4 sampai dengan 7, dapat ganjil atau genap. Pernyataan kata dalam skala
mulai dari sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS), diwujudkan dalam bentuk angka yang menyatakan urutan
(order) dari atas ke bawah. Sehingga besar kecilnya akan menunjukan intensitas
butir.
b) Skala Semantic Defferential
Instrumen jenis ini hampir sama dengan skala Likert, dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang sikap seseorang terhadap suatu kebijakan yang
diambil oleh pimpinan. Perbedaannya terletak pada alternatif jawaban pada setiap
butir pertanyaan. Pada Skala Semantic Defferential, alternatif jawaban pada setiap
butirnya diberikan dengan pertanyaan yang berbeda, tergantung pada hal yang
ditanyakan. Pernyataan dua kata diletakkan pada sebelah kiri dan kanan skala,
yang menunjukan ukuran tertinggi dan terendah dari skala. Sehingga sistem skala
Semantic disebut juga dengan skala bipolar. Kelebihan instrumen jenis Semantic
Defferential dibanding dengan skala Likert adalah lebih adaptif terhadap
responden dan mengurangi kejenuhan dari responden.
Pengumpulan data dengan angket ini memiliki keuntungan dan kelemahan.
Keuntungannya dapat menjangkau responden secara luas dan dalam jumlah
banyak. Kelemahannya hanya dapat menanyakan permasalahan yang umum saja
dan tidak dapat secara mendalam. Kadang-kadang responden juga menjawab
tidak sesuai dengan keadaannya, tetapi menjawab sesuai dengan norma-etika-
aturan yang berlaku di masyarakat, misalnya jika ditanyakan tentang pelaksanaan
kegiatan agama, perilaku seksual, pendapatan dan lain-lain, tentu akan menjawab
yang baik-baik saja. Hal inilah yang dinamai dengan social desirability bias.
2) Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati
secara langsung kejadian atau proses di lapangan. Jenis informasi yang diperoleh
dapat berupa karakteristik benda, proses interaksi benda, atau perilaku manusia
baik interaksinya dengan benda/alat maupun interaksinya dengan manusia lain.
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang observer:
a) Melakukan pengamatan secara terencana dan sistematis;
b) Mengetahui skenario aktivitas yang akan diamati;
c) Mengetahui hal-hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan; dan
d) Membuat/menggunakan alat bantu berupa alat pencatat dan perekam.
Dalam pengamatan, diperlukan alat untuk mencatan atau merekam peristiwa
penting yang terjadi. Alat bantu yang dipakai dalam observasi antara lain: alat
perekam, checklist, skala penilaian, dan kartu skor. Kelebihan dari metode ini
adalah pelaksana Monev dapat mengamati secara langsung realitas yang terjadi,
sehingga dapat memperoleh informasi yang mendalam. Namun metode ini kurang
dapat mengamati suatu fenomena yang lingkupnya lebih luas, terkait dengan
keterbatasan pengamat.
3) Wawancara
Wawancara (interview) merupakan proses untuk memperoleh data dengan
mengadakan tanya jawab antara pelaksana Monev dengan responden. Dalam
wawancara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Membuat panduan wawancara agar pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada responden tidak ada yang terlewatkan atau jika
berimprovisasi tidak melenceng terlalu jauh.
b) Memperhatikan situasi dan waktu yang tepat, disesuaikan dengan kesempatan
yang dimiliki oleh responden. Penampilan pewawancara disesuaikan dengan
keadaan responden.
c) Pewawancara perlu bersikap netral terhadap semua jawaban.
4) Dokumentasi
Dalam kegiatan Monev, kadang-kadang pelaksana tidak perlu melakukan
pengumpulan/penjaringan data secara langsung dari responden. Untuk suatu
tujuan Monev tertentu, pelaksana Monev bisa menggunakan data sekunder. Data
sekunder ini merupakan data yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan
oleh pelaksana Monev lain ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain.
Cara mengumpulkan data semacam ini merupakan cara pengumpulan data
dengan dokumentasi.
Kelebihan metode ini dapat menghemat waktu dan biaya yang diperlukan.
Kekurangannya pelaksana Monev hanya dapat memperoleh data yang telah ada
dan terbatas pada apa yang telah dikumpulkan. Kadang-kadang untuk dapat
memperoleh datanya terhambat oleh sistem birokrasi
8. Sistem Pelaksanaan Monev
Monev lebih dari sekadar membuat instrumen, mengambil data dan
melaporkannya, tetapi menyangkut sebuah sistem yang bekerja menurut tatanan
tertentu yang disepakati. Ada beberapa macam model sistem pelaksanaan yang
dapat diterapkan. Salah satu model yang sering digunakan dapat dilihat pada
diagram berikut.
2. Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak
yang berkepentingan di masa datang menurut Akdon (2007). Pernyataan misi
mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan.
Pernyataan misi harus:
a. Menunjukan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh
organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan.
b. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk
mencapainya.
c. Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang utama
yang digeluti organisasi.
Misi dapat dikatakan sebagai rincian hal – hal pokok yang dapat menunjang
terwujudnya visi. Berdasarkan pernyataan tersebut, dikatakan bahwa misi
merupakan susunan rencana pokok yang mendeskripsikan alasan perusahaan atau
lembaga tersebut dibuat dan ditujukan pada isu yang menjadi fokus perusahaan
atau lembaga tersebut. Misi tersusun dari hal – hal pokok yang ingin dilakukan dan
dicapai oleh sebuah perusahaan atau lembaga untuk menunjang keterwujudan visi
(goal utama) yang telah ditetapkan (Davis : 2011).
Merumuskan Misi
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan
penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban dan rancangan tindakan
yang dijadikan arahan untuk bewujudkan visi. Dengan demikian, misi adalah bentuk
layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai
indikatornya.
Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi, antara lain:
a. Penjelasan tentang produk atau pelayanan yang ditawarkan yang sangat
diperlukan oleh masyarakat.
b. Harus jelas memiliki sasaran publik yang akan dicapai.
c. Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarka memiliki daya saing yang
meyakinkan masyarakat.
d. Penjelasan aspirasi bisnis yang diinginkan pada masa mendatang juga
bermanfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan produk dan pelayanan
yang tersedia.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi sekolah antara lain:
a. Pernyataan misi sekolah harus menunjukan secara jelas mengenai apa yang
hendak dicapai oleh sekolah.
b. Rumusan misi sekolah selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan”
dan bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagai mana pada rumusan
visi.
c. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara
indicator visi dengan rumusan misi atau ada keterkaitan atau terdapat benang
merahnya secara jelas.
d. Misi sekolah menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang akan
diberikan masyarakat (siswa).
e. Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan harus memiliki daya saing yang
tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi sekolah.
Dalam merumuskan misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah agar yang dilakukan sekolah
dapat difahami oleh pihak-pihak yang terkait sehingga perjalan sekolah tidak
mendapat rintangan ataupun prasangka buru dari masyarakat. Pada dasarnya misi
hanya merupakan metode untuk mencapai tujuan sekolah yang akan membantu
masyarakat dan Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jansen (2005) yang memberikan 12 kriteria mengenai visi dan misi yang hidup dan
efektif, 7 terpenting yang bisa diambil yaitu:
1. Visi dan misi harus sesuai dengan roh zaman dan semangat perjuangan
organisasi,
2. Visi dan misi harus mampu menggambarkan sosok organisasi idaman yang
mampu memikat hati orang,
3. dan misi harus mampu menjelaskan arah dan tujuan organisasi,
4. Visi dan misi harus mudah dipahami karena diungkapkan dengan elegan
sehingga mampu menjadipanduan taktis dan strategis,
5. Visi dan misi harus memiliki daya persuasi yang mampu mengungkapkan
harapan, aspirasi, sentimen, penderitaan para stakeholder organisasi,
6. Visi-misi harus mampu mengungkapkan keunikan organisasi dan menyarikan
kompetensi khas organisasi tersebut yang menjelaskan jati dirinya dan apa yang
mampu dilakukannya,
7. Visi-misi harus ambisius, artinya ia harus mampu mengkiristalkan keindahan,
ideal kemajuan, dan sosok organisasi dambaan masa depan, sehingga mampu
meminta pengorbanan dan investasi emosional dari segenap stakeholder
organisasi.
Mewujudkan visi sekolah menjadi budaya belajar yang berpihak pada murid.
Budaya belajar adalah cerminan mutu pendidikan sekolah yang tumbuh
kembangnya berdasarkan semangat dan nilai yang dianut sekolah, lingkungan,
suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah yang mampu mengembangkan kecerdasan,
keterampilan siswa yang ditampakkan dalam bentuk kerjasama warga sekolah
dalam kedisiplinan, tanggung jawab, dan motivasi belajar. Budaya belajar
merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh masyarakat sekolah yang
mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik
maupun abtrak, terutama yang berkaitan dengan hasil belajar (Nugraha dan
Ambiyar). Budaya belajar adalah suasana kehidupan siswa bertinteraksi dengan
lingkungannya, seperti keluarga di rumah, teman-teman di sekolah, guru, konselor,
tenaga kependidikan, dan antara kelompak masyarakat sekolah. Interaksi internal
kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika
bersama yang berlaku disuatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan,
toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa
kebanggaan dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam
budaya belajar.
Fenomena budaya belajar yang berpihak pada murid memiliki indikator seperti
sistem pembelajaran lebih baik, waktu belajar lebih panjang dan memiliki
lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran. Untuk mewujudkan visi sekolah
sekolah menjadi budaya belajar yang berpihak pada murid seorang Kepala sekolah
melakukan tindakan-tindakan yang berkenaan dengan visi sekolah seperti
melibatkan warga sekolah dalam penetapan visi dan program yang mendukung,
mengomunikasikan visi dengan berbagai cara yang efektif menjangkau warga
sekolah, menghimpun dukungan dari segenap warga sekolah dan komunitas, dan
mendorong warga sekolah untuk mencoba pendekatan-pendekatan baru yang
mewujudkan visi sekolah.
Ada beberapa faktor untuk memcapai visi tersebut yaitu:
a. kepemimpinan kepala sekolah yang profesional
b. guru-guru yang tangguh dan profesional
c. memiliki tujuan pencapaian filosofis yang jelas
d. lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran
e. jaringan organisasi yang baik
f. kurikulum yang jelas
g. evaluasi belajar yang baik
h. partisipasi orang tua murid yang aktif dalam kegiatan sekolah
Arikunto, Suharsimi, et.al. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2020. Draft Butir Inti Instrumen Akreditasi
Satuan Pendidikan (IASP)
Cahyono, Yuli dan Priyadi, Joko. 2019. Modul Penyiapan Calon Kepala Sekolah.
Monitoring dan Evaluasi (MPCKS-MON). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Hartanto, Setyo, & Sucipto, Taufiq Lilo Adi. 2019. Modul Pelatihan Calon Kepala Sekolah
Pemanfaatn TIK dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran (MPCKS – TIK).
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Anak Usia Dini
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Administrasi Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar tentang
Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Standar Nasional
Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudyaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014
tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014 tentang Muatan Lokal untuk Kurikulum 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun
2014 tentang Bimbingan Konseling.
Rakhim, Rizki Trianto, dkk. 2019. Modul Penguatan Kepala Sekolah Literasi Digital
(MPPKS – DIG). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sani, Ridwan, dkk.. 2015. Penjamin Mutu Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Sutar, dkk. 2019. Modul Pelatihan Kepala Sekolah Pengembangan Rencana Kerja
Sekolah (MPPKS – RKS) Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Strategi Dan Implementasi Literasi Sebagai Kecakapan Abad 21 Dalam Pembelajaran,
Satgas GLS Ditjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun
2018
Terry, George R. 2015. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Thomas L. Wheelen, J. David Hunger, 2014. Strategic Management and Business Policy:
Globalization, Innovation and Sustainability: Iowa State university.
3. SUPERVISI GURU DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
A. MEMBANGUN PEMBELAJARAN MENUJU STUDENT WELLBEING
Differentiated Instruction dapat dilakukan dengan tiga hal; (1) kesiapan belajar – jika
tugas belajar yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa, (2) minat – jika tugas
belajar yang diberikan dapat merangsang rasa ingin tahu, dan gairah belajar siswa,
(3) profil belajar – jika tugas belajar dapat mendorong siswa untuk bekerja dengan
cara yang disukainya. Dalam pembelajaran Differentiated Instruction, guru dapat
memodifikasi tiga aspek pembelajaran, yaitu konten, proses dan produk. Konten
berkaitan dengan pemadatan unit/konsep, penambahan isi, variasi kecepatan intruksi
pembelajaran, sumber belajar (Bao, 2010). Proses, yaitu kegiatan di mana siswa
terlibat dalam rangka memahami atau menguasai isi (Tomlison, 2000). Diferensiasi
berdasarkan proses meliputi; penggunaan aktivitas berpikir tingkat tinggi, intruksi
kelompok kecil, multiple, intelligence, pemusatan pembelajaran, mind-mapping, dan
tugas kooperatif (Bao, 2010). Produk yaitu hasil belajar siswa yang merupakan hasil
latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari siswa (Tomlison,
2000). Differensiasi berdasarkan produk meliputi: tugas berjenjang, rubrik, penilaian
alternative, pekerjaan rumah yang dimodifikasi, dan proyek independen (Bao, 2010).
Dengan lingkungan belajar yang berpusat pada murid, diharapkan dapat mewujudkan
student wellbeing. Student Wellbeing dideskripsikan sebagai sebuah kondisi yang
menggambarkan mental dan fisik yang sehat, kuat, memiliki daya tahan untuk
menjalankan fungsi dalam pekerjaanya maupun pribadinya. Hal ini dapat terwujud
jika murid bahagia dan nyaman selama belajar di sekolah.
Sebagai calon pemimpin pembelajaran maka calon Kepala sekolah harus memiliki
kompetensi dalam memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang
berpusat pada murid. Indikator kompetensi ini antara lain adalah :
3. Refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada murid.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh calon kepala sekolah dalam memimpin belajar
mengajar adalah memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang
berpusat pada murid. Kompetensi ini memiliki beberapa indikator sebagai berikut:
Calon kepala sekolah hendaknya juga memiliki Kompetensi untuk melibatkan orang
tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah. Indikator kompetensi ini
antara lain adalah :
a. Memahami kebutuhan dan karakteristik orang tua murid
b. Menginisiasi komunikasi dan interaksi dengan orag tua
c. Menyediakan kesempatan dan dukungan agar guru dapat berkomunikasi dengan
orang tua.
d. Menyediakan kesempatan terbuka bagi orang tuaa untuk menyampaiakan
pendapat dan keluhan
e. Menyediakan peran bagi orang tua terlibat menjadi pendamping dan sumber
belajar.
Dimensi melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah
diperlihatkan oleh kepemimpinan sekolah yang mampu mengkomunikasikan dengan
efektif perkembngan hasil pembelajaran murid kepada orang tua dan meningkatkan
prtisipasi aktif orangtua dalam menyukseskan pemebelajaran murid (Caldwell, 2014;
Pont el al, 2008). Agar dapat mendorong kemitraan dengan orang tua dalam
meningkatkan kualitas belajar murid, kepala sekolah harus mengetahui latar belakang
sosial keluarga murid dan menyesuaikaan bentuk komuniaksi dan pelibatan orngtua
sebagaimana diperlukan (Mozano et al., 2005: Hitt et al 2018). Kepala sekolah juga
harus membuka ruang untuk partisipasi aktif orang tuadalam proses belajar mengajar
di sekolah (Caldwell, 2014; Marzano et al., 2005). Salah satu bentuk pelibatan orang
tua murid dalam proses pembelajaran adalah orang tua dapat membawakan materi
pengajaran yang sesuai dengan keterampilan dan keahliannya pada saat-saat
tertentu untuk memperkaya pembelajaran murid (Sumarsono et al., 2016).
Supervisi kepala sekolah kepada guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan secara berkelanjutan di sekolah. Dengan melaksanakan supervisi
secara terprogram dan berkesinambungan akan tercapai layanan proses
pembelajaran bermutu. Pembelajaran yang dipimpin oleh guru yang berkualitas dan
didukung oleh tenaga pendidikan yang baik akan meningkatkan prestasi peserta
didik..
Kepala sekolah akan mampu mewujudkan anak bangsa yang wellbeing harus
mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Salah satu tugas
kepala sekolah yaitu supervisi guru dan tenaga kependidikan. Berikut rincian
Ekuivalensi Beban Kerja Kepala Sekolah yang berkaitan dengan tugas supervise guru
dan tendik.
Tabel Beban Kerja Kepala Sekolah (Tugas Supervisi Guru dan Tendik)
NO TUGAS RINCIAN TUGAS BUKTI FISIK EKUIVALEN
3 Supervisi a. Merencanakan program a. Program Supervisi Guru Memenuhi
kepada supervisi guru dan tenaga dan Tenaga beban kerja
kependidikan; Kependidikan 6- 10 jam
Guru dan
kerja per
tenaga b. Melaksanakan supervisi guru; b. Laporan Pelaksanaan
minggu yang
dan Hasil Supervisi
Kependi di dalamnya
Guru;
sudah
dikan; c. Melaksanakan supervisi
c. Laporan Pelaksanaan mencakup
terhadap tenaga
dan Hasil Supervisi setara
kependidikan;
Tenaga Kependidikan; dengan 4-6
d. Menindaklanjuti hasil jam Tatap
d. Laporan Evaluasi
supervisi terhadap Guru Muka per
Pelaksanaan dan Hasil
dalam rangka peningkatan minggu.
Supervisi Tenaga
profesionalisme Guru;
Kependidikan.
e. Melaksanakan Evaluasi
Supervisi Guru dan Tenaga
Kependidikan; dan
f. merencanakan dan
menindaklanjuti hasil evaluasi
dan pelaporan pelaksanaan
tugas supervisi kepada Guru
dan tenaga kependidikan.
Inti dari kegiatan supervisi adalah membantu guru dan berbeda dengan penilaian
kinerja guru, meskipun di dalam supervisi akademik ada penilaian. Dalam supervisi
akademik menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan
salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987).
Menurut Sergiovanni (dalam Depdiknas, 2007: 10), ada tiga tujuan supervisi
akademik, yaitu:
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (dalam Depdiknas, 2007) Supervisi akademik yang
baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut
di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memperhatikan
salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan
merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku
mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih
berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.
Pengembangan
Profesional
Penumbuhan Pengawasan
Motivasi Kualitas
a. Pendekatan
Pendekatan adalah cara mendekatkan diri kepada objek atau langkah-langkah
menuju objek. Menurut Sudjana (2004) pendekatan supervisi ada tiga jenis yaitu:
1) Pendekatan langsung (direct contact) yaitu cara pendekatan terhadap masalah
yang bersifat langsung. Dalam hal ini peran supervisor lebih dominan.
2) Pendekatan tidak langsung (indirect contact) yaitu cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Supervisor hanya mendengarkan,
memberi penguatan, menjelaskan, dan secara bersama-sama memecahkan
masalah.
3) Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan yang memadukan cara pendekatan
langsung dan tidak langsung.
b. Teknik Supervisi
Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan
konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al. 2007). Oleh karena itu
kepala sekolah harus memahami berbagai teknik supervisi. Ada dua macam teknik
supervisi, yaitu teknik individual dan teknik kelompok (Gwyn, 1961).
1) Teknik Supervisi Individual
a) Kunjungan Kelas (Classroom Visitation)
Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk mengobservasi guru
mengajar, untuk melihat kelebihan, kekurangan yang sekiranya perlu
diperbaiki. Tahap-tahap kunjungan kelas terdiri dari empat tahapan yaitu:
(1) tahap persiapan, (2) tahap pengamatan selama kunjungan, (3) tahap
akhir kunjungan, (4) tahap tindak lanjut.
b) Kunjungan Observasi (Observation Visitation)
Guru ditugaskan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengamati guru lain
yang sedang mendemonstrasikan cara mengajar mata pelajaran tertentu.
Kunjungan observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau dengan
mengadakan kunjungan ke sekolah lain. Aspek-aspek yang dapat
diobservasi diantaranya (1) aktivitas guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran, (2) cara menggunakan media pembelajaran, (3) variasi
metode, (4) ketepatan penggunaan media dengan materi, (5) ketepatan
penggunaan metode dengan materi, dan (6) reaksi mental peserta didik
dalam proses pembelajaran.
c) Pertemuan Individual
c. Model Supervisi
Kepala sekolah dapat melakukan supervisi dengan memilih model yang tepat.
Berbagai model supervisi sebagaimana berikut ini:
a) Observasi Langsung
Supervisi model ini dapat dilakukan dengan observasi langsung kepada
guru yang sedang mengajar melalui prosedur: pra-observasi dan post-
observasi.
(1) Pra-Observasi
Sebelum observasi kelas, supervisor seharusnya melakukan
wawancara serta diskusi dengan guru yang akan diamati. Isi diskusi
dan wawancara tersebut mencakup kurikulum, pendekatan, metode
dan strategi pembelajaran, media pengajaran, evaluasi dan analisis.
(2) Observasi
Setelah wawancara dan diskusi mengenai apa yang akan
dilaksanakan guru dalam kegiatan belajar mengajar, kemudian
supervisor mengadakan observasi kelas. Observasi kelas meliputi
keseluruhan jalannya pembelajaran, yaitu pendahuluan (apersepsi),
pengembangan, penerapan dan penutup.
(3) .Post-Observasi
Setelah observasi kelas selesai, mengadakan wawancara dan diskusi
tentang: kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan
dan kelemahan guru, identifikasi ketrampilan-ketrampilan mengajar
yang perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru yang akan dilakukan.
b) Supervisi akademik dengan cara tidak langsung
(1) Diskusi kasus
Diskusi kasus berawal dari kasus-kasus yang ditemukan pada
observasi Proses Pembelajaran (PBM), laporan-laporan atau hasil studi
dokumentasi. Kepala Sekolah bersama guru mendiskusikan kasus
demi kasus, mencari akar permasalahannya dan mencari alternatif
jalan keluarnya.
Menurut Sullivan & Glanz (2005), ada empat langkah dalam supervisi klinis
yaitu:
a) perencanaan pertemuan
b) observasi
c) pertemuan berikutnya
d) refleksi kolaborasi
4. Instrumen Supervisi Akademik
a) Pedoman Observasi
Pedoman observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk mengamati
proses pembelajaran. Untuk memudahkan pengolahan data, sebaiknya pedoman
observasi menggunakan skala penilaian, antara lain; skala angka, skala grafik,
skala grafik deskriptif, atau kartu nilai.
b) Pedoman Wawancara
Wawancara termasuk salah satu alat dalam pengumpulan data yang dapat
digunakan untuk memperoleh informasi tambahan terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran. Untuk kelancaran dan efektifitas proses wawancara diperlukan
intrumen dan pedoman wawancara.
c) Daftar Cek/Kendali
Daftar kendali termasuk suatu instrumen untuk mempertimbangkan dan
mengevaluasi situasi kondisi nyata dari suatu kegiatan yang terjadi di dalam kelas
secara rinci.
Dalam memilih instrumen yang tepat, kepala sekolah hendaknya mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut: 1) fokus supervisi, 2) tujuan supervisi, 3) teknik supervisi,
dan 4) waktu yang tersedia.
Banyak Instrumen yang dapat digunakan dalam supervisi akademik. Kepala sekolah
selaku supervisor dapat mengembangkan sendiri instrumen supervisi ini sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing masing, atau memilih instrumen yang
sudah sesuai dengan kebutuhan. Pada lampiran disajikan beberapa contoh
instrumen supervisi akademik. Salah satu acuan yang bisa digunakan dalam
menyusun atau mengembangkan instrumen supervisi akademik adalah indikator-
indikator dalam Penilaian Kinerja Guru. Dengan mengacu pada indikator Penilaian
Kinerja Guru, peningkatan kualitas guru sebagai hasil pemberian bantuan melalui
supervisi akademik sedikit banyak dapat diketahui melalui mekanisme Penilaian
Kinerja Guru.
1) Latar belakang
Latar belakang berisi tentang arti penting supervisi dan alasan perlunya
pelaksanaan supervisi akademik.
2) Landasan hukum
Landasan hukum berisi berbagai peraturan yang digunakan sebagai landasan
pelaksanaan supervisi akademik dan peraturan yang berkaitan dengan tugas
pokok dan fungsi supervisi.
3) Tujuan
Tujuan supervisi memuat hal-hal yang diinginkan dari adanya program
supervisi dan pelaksanaan supervisi.
4) Indikator keberhasilan supervisi akademik.
Agar supervisi akademik terukur keberhasilannya, perlu dideskripsikan
indikator keberhasilan, baik dilihat dari awal, proses pelaksanaan maupun
hasilnya. Kriteria keberhasilan merupakan tolak ukur untuk menetapkan tingkat
keberhasilan sebuah aktivitas. Keberhasilan pelaksanaan supervisi akademik,
ditandai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Pra-observasi (Pertemuan awal):
(1) Terciptanya suasana akrab dengan guru
(2) Membahas persiapan yang dibuat oleh guru dan disepakatinya fokus
pengamatan
(3) Disepakatinya instrumen observasi yang akan digunakan
b) Observasi (Pengamatan pembelajaran)
(1) Dilaksanakan pengamatan sesuai dengan fokus yang telah disepakati
(2) Digunakannya instrumen observasi
(3) Adanya catatan (fieldnotes) berdasarkan hasil pengamatan yang
mencakup perilaku guru dan peserta didik, selama proses pembelajaran
(mulai pendahuluan sampai penutup).
(4) Tidak mengganggu proses pembelajaran
c) Pasca-observasi (Pertemuan balikan):
(1) Terlaksananya pertemuan balik setelah observasi
(2) Menanyakan pendapat guru mengenai proses pembelajaran yang baru
berlangsung
(3) Menunjukkan data hasil observasi (instrumen dan catatan) dan
memberi kesempatan guru mencermati dan menganalisisnya
(4) Mendiskusikan secara terbuka hasil observasi terutama pada aspek
yang telah disepakati dan memberikan penguatan terhadap penampilan
guru
(5) Menghindari kesan menyalahkan, usahakan guru menemukan sendiri
kekurangannya
(6) Memberikan motivasi bahwa guru mampu memperbaiki kekurangannya
(7) Menentukan bersama rencana pembelajaran dan supervisi berikutnya.
5) Sasaran
Sasaran supervisi adalah guru atau tenaga kependidikan yang akan
disupervisi.
6) Pendekatan dan teknik supervisi
Pendekatan dan teknik supervisi berisi tentang pendekatan dan teknik yang
diiplih dalam pelaksanaan supervisi sesuai dengan kebutuhan.
7) Ruang lingkup supervisi
Ruang lingkup berisi cakupan bidang yang disupervisi, antara lain analisis
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian
pembelajaran.
8) Jadwal pelaksanaan supervisi.
Jadwal supervisi berisi daftar nama guru yang di supervisi serta kapan
supervisi tersebut dilaksanakan.
9) Instrumen yang digunakan, sesuai dengan yang telah dibahas di awal.
b. Pelaksanaan Supervisi
Pelaksanaan supervisi akademik sangat tergantung pada pendekatan dan teknik
yang digunakan. Dalam pelaksanaan supervisi akademik teknik individual jenis
observasi dan kunjungan kelas, pelaksanaan supervisi dilaksanakan dalam tiga
tahapan, yaitu pra observasi, observasi dan pasca observasi.
1) Pra observasi
Pra observasi adalah tindakan berupa sebelum observasi, guru yang akan
disupervisi merasa nyaman dan siap untuk disupervisi. Bentuk kegiatan pra
observasi biasanya berupa diskusi yang sekaligus dimanfaatkan untuk
melakukan supervisi perencanaan pembelajaran. Bagi sekolah yang
menyusun RPP sesuai dengan Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang
standar proses dapat menggunakan instrumen yang terdapat pada tabel 1,
dan jika sekolah menyusun RPP berdasarkan Surat Edaran Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No 14 tahun 2020 tentang penyerdahanaan RPP
dapat menggunakan tabel 2
Tabel 1: Instrumen Perencanaan Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan
Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar proses
Catatan: …………………,
Nilai akhir dihitung dengan cara: …………………..
Jumlah skor diperoleh Supervisor,
skor ideal X 100%
Skor ideal adalah 10 x 4 = 40;
Contoh: skor yang diperoleh guru
4 Menentukan penilaian
Saran Masukan:
Supervisor,
(…………………………)
Instrumen yang terdapat pada tabel 1 dan 2 di atas digunakan untuk memastikan
bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru sudah
benar-benar sesuai dengan regulasi yang berlaku. Setelah melakukan supervisi
perencanaan pembelajaran, selanjutnya melakukan wawancara kegiatan pra observasi
dengan mendokumentasikan dalam bentuk instrumen yang disebut Instrumen Pra
Observasi seperti pada tabel 3:
Skor = x 100 =
Catatan : ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………...
………………………………. ………………………
2) Observasi
3) Pasca Observasi
Kegiatan pasca observasi adalah proses refleksi dan pemberian umpan balik
serta upaya pengkondisian tindakan perbaikan yang harus dilakukan oleh guru
yang disupervisi. Kegiatan refleksi dan wawancara ini dapat didokumentasi
berupa instrumen wawancara seperti pada tabel 3 berikut ini:
No Pertanyaan Jawaban
......................................................... ...............
................
......................................................... ...............
................
Kesan umum:
................................................................................................................ .............
..................
Saran-Masukan::
................................................................................................................ .............
.................
--------------, ..............................
Kepala Sekolah,
( )
Hal penting yang perlu diperhatikan saat memberikan umpan balik dan refleksi
adalah bantuan kepada guru yang disupervisi untuk menemukan sendiri hal yang
dirasakan kurang, serta memfasilitasi guru untuk mengambil keputusan dan
menemukan solusi atas kekurangannya sendiri.
Salah satu langkah penting dalam kegiatan supervisi akademik adalah tindak
lanjut hasil supervisi. Supervisi tanpa tindak lanjut tidak memiliki dampak yang
berarti dalam perbaikan proses pembelajaran. Tindak lanjut supervisi akademik
dapat berupa:
1. Fokus Supervisi
2. Tujuan Supervisi
3. Sasaran Supervisi
4. Waktu Pelaksanaan
5. Teknik Supervisi
6. Media/Instrumen
7. Kriteria Keberhasilan
Berbagai bentuk tindak lanjut hasil supervisi dapat berupa pembinaan secara
langsung dan tidak langsung serta pembinaan situasional.
Mata Hasil
Realisasi
Nama Pelajaran/ Catatan Tindak
No Kelas Tindak
Guru Khusus lanjut
Kualitatif Kuantitatif lanjut
Tema
3. Pengembangan Instrumen
Pengembangan instrumen supervisi tenaga kependidikan pada dasarnya bisa
dikembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing tenaga kependidikan (Kepala TAS, Kepala Laboratorium, Kepala
Program Studi, dan Kepala Perpustakaan).
Dalam mengembangkan instrumen supervisi tenaga kependidikan mengacu
kepada panduan kerja tenaga administrasi sekolah, tenaga perpustakaan sekolah,
dan tenaga laboratorium sekolah yang terdapat dalam bahan bacaan.
Pada lampiran telah diberikan contoh instrument tendik, yang selanjutnya dapat di
kembangkan oleh kepala sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-
masing.
KOP SEKOLAH
Kesimpulan :
Tindak Lanjut :
KOP SEKOLAH
Kesimpulan :
Tindak Lanjut :
….. ………. ……………..
Pegawai yang disupervisi Supervisor
Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian keci dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu
Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70
Lampiran 4. Contoh Lembar Supervisi Administrasi Persuratan dan
Pengarsipan
KOP SEKOLAH
Rubrik:
Skor 4 apabila semua dokumen ada, lengkap dan baik sesuai rambu-rambu
Skor 3 apabila sebagian besar dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 2 apabila sebagian keci dokumen ada sesuai rambu-rambu
Skor 1 apabila tidak ada dokumen sesuai dengan rambu-rambu
Kriteria :
Sangat Baik : 91 -100
Baik : 81- 90
Cukup : 71- 80
Kurang : <70
Daresh, John C. 2001. Supervision as proactive leadership. 3rd ed. Prospect Heights, IL:
waveland Press.
Day, C., dan Sammons, P. (2014). Successful school leadership. Reading: Education
Development Trust.
Dodd, W.A. 1972. Primary School Inspection Inc; in New Countries. London: Oxford
University Press.
Depdiknas. 2007. Supervisi Akademik dalam Peningkatan Profesionalisme Guru.
Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK Depdiknas.
Hitt, D. H., Woodruff, D., Meyers, C. V., dan Zhu, G. (2018). Principal competencies that
make a difference: Identifying a model for leaders of school turnaround. Journal of
School Leadership, 28(1), 56-81.
Glickman, C.D., Gordon, S.P., and Ross-Gordon, J.M. 2007. Supervision and Instructional
Leadership A Development Approach. Seventh Edition. Boston: Perason.
Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead &
Company.
Marzano, R. J., Waters, T., dan McNulty, B. A. (2005). School leadership that works: From
research to results. ASCD.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 13 Tahun 2007, Tentang Standar Kepala
sekolah/Madrasah, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sumarsono, R. B., Imron, A., Wiyono, B. B., dan Arifin, I. (2016). Parents' Participation in
Improving the Quality of Elementary School in the City of Malang, East Java,
Indonesia. International Education Studies, 9(10), 256-262.
Sumintono, B., Sheyoputri, E. Y., Jiang, N., Misbach, I. H., dan Jumintono. (2015).
Becoming a principal in Indonesia: possibility, pitfalls and potential. Asia Pacific
Journal of Education, 35(3), 342-352.
Sullivan, S. & Glanz, J. 2005. Supervision that Improving Teaching Strategies and
Techniques. Thousand Oaks, California: Corwin Press.
3. PENGEMBANGAN
KEWIRAUSAHAAN
A. Gagasan Inovasi Pengembangan Sekolah
1. Identifikasi Permasalahan Pembelajaran Di sekolah
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Den gan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran yang
akan dilaksakan di sekolah di mulai dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak terlepas dari permasalaha.
Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran dapat mengakibatkan rendahnya
kualitas pembelajaran.
Permasalahan pembelajaran disekolah dapat diketahui salah satunya
melalui analisis hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS).Manfaat EDS bagi satuan
pendidikan adalah untuk mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangannya,
memiliki data dasar yang akurat, mengidentifikasi peluang, memberikan laporan
formal kepada pemangku kepentingan. Sementara manfaat Evaluasi Diri Sekolah
(EDS) bagi luar sekolah adalah untuk menyediakan data dan informasi,
pembuatan keputusan, perencanaan anggaran pendidikan pada tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, mengidentifikasi kebutuhan sarana dan
prasarana, mengidentifikasi pelatihan serta kebutuhan program pengembangan,
mengidentifikasi keberhasilan sekolah. EDS diharapkan menjadi kegiatan rutin di
sekolah yang dilakukan secara terus menerus setiap tahun, untuk mengetahui
ketercapaian tahapan pengembangan yang diharapkan. Gambaran ketercapaian
sekolah dituangkan dalam bentuk raport mutu sekolah. Berdasarkan raport mutu
kepala sekolah bersama dengan TPMPS melakukan indentifikasi kekuatan dan
kelemahan sekolah. Identifikasi kekuatan dan kelemahan merupakan sebuah
kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh gambaran
kinerja awal satuan pendidikan.
Selain melalui EDS kepala sekolah juga dapat mengidentifikasi
permaslahan pembelajaran melalui supervisi. Kepala sekolah melakukan supervisi
mutu secara periodik setiap tahunnya. Melalui supervisi mutu kepala sekolah akan
memperoleh data kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya terkait dengan
pembelajaran. Untuk memperoleh data permasalahan padam pembelajaran
melalui supervise , maka kepala sekolah menyiapkan instrument pengumpulan
data atau instrument supervise. Data yang diperoleh dari instrument diolah untuk
memperoleh data permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
.
2. Pendekatan Inovatif dalam pengembangan sekolah
Inovatif adalah karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat di
setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan mampu
memecahkan masalah (Mattare; Chen; Okudan &Rzasa; Gupta, MacMillan &
Surie dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Ciri inovatif juga nampak saat
seorang pemimpin berusaha menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru yang
lebih bermanfaat. Terbuka untuk gagasan, pandangan, dan penemuan baru yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan unjuk kerjanya. Mereka tidak terpaku
i
pada masa lampau, tetapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara
baru atau memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk
peningkatan unjuk kerjanya. Mereka cenderung melakukan sesuatu dengan cara
yang khas, unik dari hasil pemikirannya. Termasuk dalam perilaku inovatif ini ialah
kecenderungan untuk selalu meniru, tetapi melalui penyempurnaan-
penyempurnaan tertentu (imitative inovative) atau dengan kata lain, amati, tiru,
modifikasi (ATM).
Pemimpin yang inovatif melekat kemampuan kreatifnya. Ia selalu
menciptakan ide atau gagasan, dan atau produk yang bercirikan novelty (baru),
original (orisinal), useable (bermanfaat), dan high product (produk berkualitas
tinggi). Ciri bahwa suatu ide atau produk yang kreatif bilamana diakui oleh pakar di
bidangnya. Sedang inovasi adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari
sebelumnya (Drucker, 1985). Contoh hasil inovasi antara lain kantin jujur,
pembelajaran antikorupsi, pembelajaran berbasis multiple intelligences,
manajemen sekolah/madrasah bersertifikasi ISO, unit produksi “X” sebagai tempat
praktik siswa memperoleh pengalaman kepemimpinan kewirausahaan, dan lain
sebagainya. Kepala sekolah/madrasah perlu memiliki kemampuan inovasi agar
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya selalu memikirkan, memperbaiki,
mengembangkan, melakukan pengayaan, memodifikasi sesuatu agar menjadi
lebih baik dari sebelumnya.
Seorang dikatakan sebagai inovator bilamana: (1) dalam mengerjakan
tugas dengan cara yang tidak konvensional; (2) menemukan masalah dan
memecahkannya dengan cara yang tidak biasa; (3) tertarik pada hasil daripada
proses; (4) tidak senang Latihan Kepemimpinan pada pekerjaan yang bersifat
rutin; (5) kurang senang pada kesepakatan; dan (6) kurang sensitif terhadap orang
lain (Kirton, 1976). Cara berpikir dan bertindak kepala sekolah/madrasah yang
inovatif, antara lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2)
tidak berpikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang lain;
(4) mendengarkan ide stakeholders sekolah/madrasah; (5) bertanya kepada warga
sekolah/madrasah dan stakeholders apa yang perlu diubah di sekolah/madrasah
ini secara berkala; (6) memotivasi diri dan orang lain untuk cepat bergerak dengan
selamat; (7) berharap untuk menang dan memiliki kesehatan dan kekuatan; dan
(8) “rekreasi” secukupnya untuk mendapatkan ide-ide baru (Anonim 3, 2005).
Yohanes Surya adalah contoh seorang inovator. Ia menemukan cara-cara
pembelajaran Fisika yang inovatif sehingga menghasilkan para juara Olimpiade
Fisika tingkat dunia. Ada pula penemu jarimatika untuk pembelajaran Matematika
di SD. Di Tidore, ada sekolah yang memanfaatkan gelombang laut dan alam
sekitar sebagai laboratorium praktik siswa. Ada pula seorang kepala SMK di
Kendal yang membuat program agrowisata di sekolahnya sebagai salah satu
bentuk unit produksi dan jasa dalam rangka fasilitasi pembelajaran sekaligus
alternatif sumber keuangan sekolah.
ii
Kondisi ini akan tumbuh bilamana ada rasa saling percaya antara pemimping dan
para pengikutnya. Salah satu cara untuk menunjukkan kepercayaan para
pengikutnya adalah dengan konsisten melaksanakan semua yang telah dikatakan
(Winarto, 2004). Itulah yang dinamakan naluri jiwa kewirausahaan. Kepala
sekolah/madrasah perlu mengasah kepekaan naluri jiwa kewirausahaannya.
Naluri jiwa kewirausahaan merupakan seperangkat sifat-sifat seorang
wirausahawan, seperti proaktif, kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, kerja
keras, pantang menyerah, motivasi tinggi, peka menangkap peluang, ingin selalu
melakukan perbaikan dan pengembangan, tidak pernah puas dengan apa yang
dicapai, dan keinginan agar orang lain tumbuh dan berkembang jiwa
wirausahannya, dan juga mengembangkan unit usaha sebagai sumber belajar
siswa. Kepala sekolah/madrasah yang memiliki naluri kewirausahaan akan
menciptakan pengalaman dan sumber belajar bidang kewirausahaan bagi guru
dan peserta didiknya.
Sumber belajar yang berupa unit usaha, antara lain dapat berupa koperasi
sekolah, kantin sekolah, unit jasa transportasi, hotel, bengkel sekolah, dan yang
sejenisnya. Pendidikan kewirausahaan bisa efektif bilamana memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berlatih semua komponen kepemimpinan
kewirausahaan (Okudan & Rzasa, 2006 dalam Bagheri, A. & Pihie Z.A.L., 2009).
Meskipun, memberikan kesempatan bagi siswa untuk pengalaman kewirausahaan
yang nyata, seperti mengambil risiko, kreativitas dan inovasi melalui pembelajaran
tradisional tidaklah mudah. Selanjutnya, bagaimana pembelajaran kepemimpinan
kewirausahaan diseyogyakan agar para guru dan siswa di sekolah memiliki
karakteristik kepemimpinan kewirausahaan. Bagian berikut dibahas berbagai
aspek pembelajaran kewirausahaan dalam proses pembentukan karakter
kepemimpinan kewirausahaan.
Ada banyak ahli yang berpendapat tentang definisi dan proses
pembelajaran kewirausahaan. Rae, D. & Carswell, M. (2000) mendefinisikan
pembelajaran kewirausahaan sebagai "suatu proses kesadaran yang dinamis,
reflektif, asosiatif, dan aplikasi yang melibatkan transformasi pengalaman dan
pengetahuan ke dalam hasil belajar yang fungsional”. Masih banyak lagi definisi
pembelajaran kewirausahaan, namun para ahli sependapat bahwa pembelajaran
kewirausahaan akan terjadi melalui proses mengalami kejadian yang menantang
dan berbeda, seperti mengenali peluang, mengatasi masalah, dan melakukan
peran yang berbeda-beda dari seorang pengusaha (Pittaway & Cope; Politis;
Erikson; Minniti & Bygrave dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Selanjutnya,
untuk membahas metode pembelajaran kepemimpinan kewirausahaan,berikut
akan diuraikan tiga metode pembelajaran, yaitu: (1) pembelajaran berbasis
pengalaman(experiential learning); (2) pembelajaran melalui interaksi sosial (social
interaction learning); dan (3) pembelajaran melalui pengenalan peluang
(opportunity recognition).
1. Belajar berbasis pengalaman (Experiential Learning)
Para ahli percaya bahwa belajar kewirausahaan berbasis
pengalaman (experiential learning) sebagai metode yang paling meyakinkan
(Henry, dkk., dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Mereka juga
menyatakan bahwa melalui experiential learning, siswa tidak hanya
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan memilih kewirausahaan sebagai
jalur karier masa depan mereka, tetapi juga mendapatkan kemampuan dalam
iii
menghadapi tantangan dan mengatasi masalah seputar usaha mereka
(Matlay; Smith, Collins & Hannon dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Experiential learning membuat siswa "dapat menghasilkan makna baru yang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam berpikir dan berperilaku" (Fayolle
& Gailly dalam Bagheri, A. & Pihie Z.A.L., 2009). Selain itu, experiential
learning dapat mengembangkan self-efficacy, keyakinan yang kuat, dan
keinginan untuk berhasil dalam melakukan peran dan tugas seorang
pengusaha (Zhao, Seibert & Hills; Peterman & Kennedy dalam Bagheri, A. &
Pihie, Z.A.L., 2009). Erikson (2003) menyatakan experiential learning sebagai
faktor yang berpengaruh dalam mengembangkan self-efficacy dalam
kewirausahaan. McGrath dan MacMillan (dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L.,
2009) menyatakan bahwa experiential learning memungkinkan pola pikir
kewirausahaan individu terdorong untuk mencari peluang yang dapat
dikembangkan daripada melalui metode pendidikan kewirausahaan
tradisional.
Experiential learning disamping menyenangkan dan meningkatkan
keinginan siswa, juga atas keterlibatannya dapat mengembangkan
kemampuan kewirausahaan mereka menjadi pengusaha (Peterman&
Kennedy; Fiet, dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Harris dan Gibson
(dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009) berpendapat bahwa experiential
learning secara intensif "memungkinkan siswa untuk menggali potensi
kewirausahaan mereka dan meningkatkan keterampilan serta meningkatkan
harapan untuk sukses“. Sebuah hasil penelitian menunjukkan secara kuat
bahwa kemampuan kewirausahaan akan dipelajari melalui proses dimana
siswa secara aktif terlibat dalam lingkungan pengalaman belajar yang
menantang (Pittaway & Cope; Hannon; Heinonen & Poikkijoki, dalam Bagheri,
A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Pemberian pengalaman belajar yang menantang
akan menimbulkan kesadaran diri tentang apa kekuatan dan kelemahannya,
meningkatkan kesiapan untuk mengambil risiko, dan meningkatkan
kreativitas, membantu memberdayakan potensi mereka secara optimal,
menerima kesalahan sebagai kesempatan belajar, dan mendorong mereka
untuk berpikir kritis (Fuchs, Werner & Wallau, dalam Bagheri, A. & Pihie,
Z.A.L., 2009). Kegiatan yang menantang memberikan siswa berkesempatan
untuk mengalami kegagalan, belajar dari itu, dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan yang lebih serius (Fayolle &
Gailly, dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Banyak ahli percaya bahwa
kreativitas, inovasi, dan pengambilan risiko sebagai kompetensi penting
kewirausahaan tidak dapat diajarkan melalui metode konvensional
kewirausahaan (Plumly, dkk.; Heinone; Rae dalam Bagheri, A., & Pihie,
Z.A.L., 2009), melainkan melalui experiential learning.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tentang pembelajaran
kewirausahaan tersebut, implikasinya adalah pentingnya pendidikan
kewirausahaan melalui pemberian kesempatan bagi siswa untuk mengalami
65 Latihan Kepemimpinan aktivitas kewirausahaan secara langsung.
Bagaimanakah kepala sekolah menciptakan experiential learning
kepemimpinan kewirausahaan di sekolahnya? Naluri dan kemampuan
menciptakan experiential learning bidang kewirausahaan adalah karakteristik
iv
kepala sekolah yang memiliki kompetensi entrepreneur leadership
(kepemimpinan kewirausahaan).
v
Robertson (2003) percaya bahwa pembelajaran kewirausahaan dapat
dilaksanakan melalui interaksi sosial.
3. Pengenalan peluang (opportunity recognition)
Sementara, dua metode pembelajaran kewirausahaan terfokus pada
bagaimana kemampuan kepemimpinan kewirausahaan berkembang melalui
pengalaman dan interaksi sosial. Metode lain, yaitu pengenalan terhadap
peluang juga dapat dilaksanakan. Pengenalan terhadap peluang lebih pada
menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk mengembangkan ide baru
dan mengeksplorasi sesuatu yang sudah ada. Pengenalan peluang
melibatkan tidak hanya keterampilan teknis, seperti analisis keuangan dan
penelitian pangsa pasar, tetapi juga bentuk perwujudan kreativitas yang nyata,
membangun tim, pemecahan masalah, dan kepemimpinan. Hal ini dapat
melibatkan baik pengenalan peluang yang sudah ada dengan meningkatkan
operasional kegiatan yang ada dan atau penciptaan peluang baru. Identifikasi
peluang biasanya diajarkan melalui latihan dengan teknik pemecahan
masalah, berpikir kreatif, dan inovatif daripada kegiatan di kelas tradisional
(Klein & Bullock, 2006).
Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa pendidikan
kewirausahaan hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengalami secara seimbang semua komponen kepemimpinan
kewirausahaan (Okudan &Rzasa dalam Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Mereka melakukan penelitian dengan metode kualitatif untuk mencari jawab
atas pertanyaan bagaimana program kewirausahaan di perguruan tinggi
(dapat juga dianalogikan di sekolah) berkontribusi pada pengembangan
kepemimpinan kewirausahaan, khususnya dalam mengembangkan visi, sikap
proaktif, inovatif, dan pengambilan risiko? Berikut ini hasil penelitian yang
berupa narasi jawaban-jawaban subjek atas pertanyaan tersebut.
Subjek mengemukakan bahwa:
"Sedikit sekali, ketika belajar kewirausahaan yang membantu saya
untuk mengembangkan pengetahuan saya tentang kepemimpinan,
bagaimana saya mengelola diri, atau mengatur waktu saya,
bagaimana saya bisa mengenal orang, menjadi independen, untuk
menjadi kuat, menjadi pekerja keras dan kompetitif”.
Subjek juga sepakat bahwa:
"...sebagian besar isi program kewirausahaan adalah sama...., mereka
meyakini bahwa tugas-tugas dengan banyak dokumen dalam
pembelajaran kewirausahaan tidak cukup menantang siswauntuk
mengembangkan kemampuan berinovasi danberkreasi. Tugas
tersebut juga tidak menghadapkan siswa untuk mengambil risiko atau
ketidakpastian dan kegagalan sebagaimana kehidupan nyata seorang
pengusaha. Siswa menjadi "mudah bosan dan putus asa".
Subjek juga mengatakan bahwa:
"kita tidak bisa memaksa seseorang untuk menjadi seorang pemimpin
yang baik", sehingga program pendidikan kewirausahaan harus:
"Membuat proyek agar siswa mengalami kepemimpinan dalam suatu
proyek bisnis yang mereka lakukan bersama teman-teman mereka,
vi
jadi seperti kegiatan mengenai kewirausahaan harus memiliki kegiatan
tentang kepemimpinan, itu akan datang dari pengalaman".
Sementara, subjek yang lain melihat masalah tersebut dari sudut yang sedikit
berbeda dan ia menyatakan sebagai berikut:
"Saya pikir, kita dapat merancang beberapa simulasi bisnis dan
membiarkan siswa bersaing satu sama lain dan mencoba untuk
membuatnya berkompetisi, membuatnya senang. Saya berpikir,
pertama-tama siswa harus memiliki kesempatan untuk memilih apa
yang ingin mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang mereka
tertarik, dan memberikan hadiah kepada siswa yang memberikan ide-
ide yang sangat brilian ...”
Makna yang bisa diambil dari hasil penelitian tersebut bahwa dalam
proses pembelajaran kepemimpinan kewirausahaan yang tidak lain bertujuan
untuk mengembangkan karakteristik kepemimpinan kewirausahaan (inovatif,
proaktif, keberanian mengambil risiko, manajemen waktu dan diri,
mengahadapi tantangan, dan yang sejenisnya) kepada siswa bisa berhasil
bilamana dilakukan dengan pembelajaran berbasis proyek, pengalaman
langsung, dan atau simulasi bisnis. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan
Saudara telah mendapat pencerahan tentang berbagai pandangan mengenai
konsep kepemimpinan kewirausahaan dan metode-metode pembelajaran
kewirausahaan yang efektif untuk pengembangan kepemimpinan
kewirausahaan para siswa. Sebagai Calon Kepala Sekolah mendatang,
Saudara ditantang untuk mampu bersikap dan bertindak proaktif, inovatif,
mengambil risiko dalam merancang program kewirausahaan yang mampu
membentuk kompetensi siswa berkarakter pemimpin kewirausahaan
B. Pengelolaan Kewirausahan Sekolah
1. Perencanaan Program Kewirausahaan Sekolah
Manajemen pada hakekatnya merupakan proses merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para
anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena
semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya
mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan
untuk mencapai tujuan (McFarland, 1979).
Manajemen di sekolah sepenuhnya dikendalikan oleh kepala sekolah sebagai
seorang manajer. Keberhasilan lembaga pendidikan sangat tergantung pada
kepemimpinan kepala sekolah sesuai peran dan fungsinya. Kepala sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui
kerjasama yang kooparatif, memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan
untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga
kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang manajer menurut Handoko
(2003) adalah:
1) keterampilan konseptual, yaitu kemampuan mental untuk mengkoordinasikan
seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi;
2) keterampilan kemanusiaan, kemampuan bekerja dengan memahami dan
memotivasi orang lain baik sebagai individu maupun kelompok;
vii
3) keterampilan administratif, yaitu dengan perencanaan, pengorganisasian,
penyusunan kepegawaian dan pengawasan;
4) keterampilan teknik, yaitu kemampuan menggunakan peralatan, prosedur,
teknik-teknik dari suatu bidang tertentu seperti mesin, dan sebagainya.
Selain keterampilan-keterampilan tersebut, kepala sekolah juga harus
mampu menggerakkan seluruh warga sekolah untuk merencanakan program-
program sekolah berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Data hasil
analisis dibuat skala prioritas untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan
perencanaan program pengembangan, dilaksanakan sesuai porsinya masing-
masing, dan dievaluasi. Di sinilah kemampuan kepala sekolah dalam
menggerakkan warga sekolahnya diuji.
Ada beberapa cara dalam pembuatan perencanaan program sekolah.
Saudara dapat memperkaya wawasan dengan mencari sumber-sumber lain yang
relevan. Salah satu langkah perencanaan program untuk mencapai tujuan dalam
manajemen dikemukakan oleh Gorton (1976) berikut ini:
1) Identifikasi masalah
2) Diagnosis masalah
3) Penetapan tujuan
4) Pembuatan keputusan
5) Perencanaan
6) Pengorganisasian
7) Pengkoordinasian
8) Pendelegasian
9) Penginisiasian
10) Pengkomunikasian
11) Kerja dengan kelompok-kelompok
12) Penilaian
Sebagaimana langkah-langkah perencanaan tersebut, secara garis besar
kepala sekolah dituntut mampu menganalisis kondisi sekolah dari keterlaksanaan
program sesuai delapan Standar Nasional Pendidikan dari berbagai sisi, termasuk
dalam kegiatan kewirausahaan yang telah dilaksanakan. Analisis kondisi sekolah
ini juga memberikan informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari masing-
masing kegiatan yang nantinya memerlukan tindak lanjut.
Dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut dipilih kegiatan
mana yang sudah berjalan secara efektif dan efisien, dan kegiatan mana yang
masih belum optimal dilaksanakan. Selanjutnya akan nampak kegiatan mana yang
membutuhkan tindak lanjut dan perlu diprioritaskan. Program yang masih kurang
bagus keterlaksanaannya ini diprioritaskan untuk dikembangkan melalui perbaikan
program berupa perencanaan.
Perencanaan program pengembangan kewirausahaan diambil dari salah satu
kegiatan kewirausahaan sekolah pada standar tertentu yang pelaksanaan
kegiatannya kurang efektif dan efisien, sesuai dengan hasil analisis sebelumnya.
Selanjutnya kepala sekolah menetapkan tujuan yang akan dicapai, menentukan
sasaran, menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan, penanggung jawab dan
pelaksana kegiatan, jumlah dana yang dibutuhkan, sumber dana, dan menentukan
langkah-langkah pelaksanaan kegiatan secara rinci.
Contoh langkah-langkah pengembangan program kewirausahaan (Saudara
dapat mencari dari sumber belajar lain yang sesuai):
viii
1) Nama Kegiatan
(Memuat nama program yang akan dilakukan berdasarkan hasil identifikasi).
2) Latar Belakang
(Menguraikan permasalahan yang melatarbelakangi diadakannya program
tersebut)
3) Tujuan
(Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut)
4) Indikator Keberhasilan
(Penanda keberhasilan program)
5) Sasaran
(Target yang akan dikenai kegiatan)
6) Bentuk Kegiatan
(Jenis-jenis kegiatan akan dilaksanakan, misalnya pelatihan, seminar,
pemberdayaan sumber daya yang ada, pendirian unit usaha, dan bentuk
kegiatan lain yang relevan)
7) Waktu dan Tempat
(Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan)
8) Jadwal dan Struktur Program
(Jadwal dan stuktur program kegiatan)
9) Susunan Panitia
(Personel yang terlibat dalam kegiatan)
10) Langkah-langkah Kegiatan
(Langkah-langkah dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut)
11) Pembiayaan
(Alokasi dana yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan dan sumbernya)
12) Penutup
(Harapan yang ingin dicapai dan permohonan dukungan dari semua pihak)
ix
2. Pelaksanaan Program Kewirausahaan Sekolah
Kewirausahaan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai
oleh kepala sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan pengembangan
kewirausahaan. Pengembangan kewirausahaan merupakan salah satu tugas
pokok kepala sekolah seperti yang tertuang dalam Lampiran 2. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 15 Tahun 2018
tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas
Sekolah. Adapun beban kerja kepala sekolah terkait dengan pengembangan
kewirausahaan adalah sebagai berikut:
a. Merencanakan program pengembangan kewirausahaan.
b. Melaksanakan program pengembangan kewirausahaan:
c. Melaksanakan Evaluasi Program Pengembangan Kewirausahaan.
Tugas kepala sekolah dalam melaksanakan program pengembangan
kewirausahaan sesuai Permendikbud yang akan dibahas dalam modul ini
meliputi: pengembangan jiwa kewirausahaan (inovasi, kerja keras, pantang
menyerah, dan motivasi untuk sukses); pelaksanaan program pengembangan
kemitraan; pelaksanaan program unit produksi dan pemagangan
a. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan
1) Pengertian Wirausaha dan Kewirausahaan
Terdapat dua istilah kewirausahaan, yaitu “entrepreneurship” (bahasa
Inggris), “entrepreneur” (bahasa Perancis) yang berarti seorang yang
melakukan suatu usaha (baru) yang berisiko. Dalam bahasa Indonesia, istilah
entrepreneur diterjemahkan “pengusaha” atau orang yang memiliki
usaha. Pada tahun 1970-an “entrepreneur” diterjemahkan sebagai
“wiraswasta” yang berbeda dengan pengusaha yang lebih menekankan pada
aspek keberanian dalam mengambil risiko. Pada tahun 1980-an digunakan
istilah “wirausaha” sebagai padanan istilah “entrepreneur”. Wirausaha
diartikan sebagai seorang pahlawan dalam usaha atau orang yang berani
melakukan suatu usaha.
Menurut dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:35) wirausaha adalah
orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk
menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Secara esensi pengertian
entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola
pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan. Atau dapat
juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi
nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Dari segi karakteristik perilaku,
wirausaha (entepreneur) adalah mereka yang mendirikan, mengelola,
mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri.
Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain
dengan berswadaya. Definisi ini mengandung asumsi bahwa setiap orang
yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan
mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha. Berwirausaha
melibatkan dua unsur pokok (1) peluang dan, (2) kemampuan menanggapi
peluang,
Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang
selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka
x
upaya meningkatkan pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu
kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari
kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan
berbeda (create new and different) melaui berpikir kreatif dan bertindak
inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup.
Pada hakekatnya kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang
memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata
secara kreatif.
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 1995 tentang
Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan
disebutkan bahwa kewirausahaan didefinisikan sebagai semangat, perilaku,
dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Inpres tersebut mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan
bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program kewirausahaan,
termasuk di sekolah.
Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (2000) dalam Takdir
D, dkk (2015) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah tindakan manusia,
kreatif yang membangun sesuatu yang bernilai, mengejar peluang terlepas
dari kelebihan atau kekurangan sumber daya. Untuk itu diperlukan visi, gairah
dan komitmen untuk memimpin orang lain dalam mengejar visi. Hal ini juga
diperlukan kemauan untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan.
Sedangkan Suryana (2004) menyebutkan bahwa kewirausahaan adalah suatu
sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang
sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan
merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif, berdaya,
bercipta, berkarsa dan bersahaja dalam berusaha dalam rangka
meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang
yang memiliki jiwa dan sikap wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang
telah dicapainya, selalu mencari peluang terus menerus untuk meningkatkan
usaha dan kehidupannya, selalu berkreasi dan berinovasi tanpa berhenti,
karena dengan berkreasi dan berinovasi semua peluang dapat diperolehnya.
Terkait konsep kewirausahaan di atas, seorang kepala sekolah yang
mempunyai jiwa kewirausahaan hendaknya memiliki sifat-sifat berikut: (1)
mampu menciptakan visi sekolah yang jelas; (2) menjadi inspirator bagi
warga sekolah yang dipimpinnya dan para pemangku kepentingan; (3)
mampu memberdayakan tim untuk bekerja cepat dan cerdas untuk
mencapai visi dalam kondisi lingkungan yang tak menentu. Oleh sebab itu,
kepala sekolah akan dapat merealisasi visi tersebut bilamana memiliki
karakteristik: (1) proaktif; (2) inovasi; (3) berani mengambil risiko, dan peka
melihat peluang (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009).
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha hendaknya mampu
melahirkan ide-ide baru untuk menumbuhkan kreativitasdi sekolahnya.
Sebuah ide baru yang diwujudkan di dunia nyata adalah sebuah inovasi.
Sebuah inovasi adalah serangkaian usaha atau upaya apa saja yang
xi
dilakukan oleh seseorang untuk memperbaiki, memodifikasi, atau
mengembangkan sesuatu yang sudah ada sehingga menjadi suatu produk
baru, bisa berupa barang atau jasa, yang memiliki nilai tambah atau nilai
lebih dari yang sebelumnya. Secara lebih kontektual, bagaimana upaya
seorang kepala sekolah melakukan inovasi di sekolah dan sukses
mengubah kondisi sekolah menjadi lebih baik merupakan keberhasilan
dalam menerapkan kewirausahaan.
2) Karakteristik Pemimpin Kewirausahaan
Karakter kompetensi kewirausahaan sebenarnya cukup banyak,
namun pada kesempatan ini hanya lima yang dijelaskan. Lima karakter
kepemimpinan kewirausahaan tersebut adalah: (1) proaktif; (2) inovatif;
(3) berani mengambilan risiko; (4) kerja keras dan pantang menyerah;
dan (5) motivasi berprestasi tinggi.
a) Innovativeness (inovatif)
Inovatif adalah karakteristik yang dimiliki seorang pemimpin yang
memiliki kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide baru yang
bermanfaat di setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya yang
tersedia, dan mampu memecahkan masalah (Bagheri, A. & Pihie,
Z.A.L., 2009).
Pemimpin yang inovatif melekat kemampuan kreatifnya. Ia selalu
menciptakan ide atau gagasan, dan atau produk yang bercirikan
novelty (baru), original (orisinal), useable (bermanfaat), dan high
product (produk berkualitas tinggi). Ciri bahwa suatu ide atau produk
yang kreatif bilamana diakui oleh pakar di bidangnya. Sedang inovasi
adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya (Drucker,
1985). Contoh hasil inovasi antara lain kantin jujur, pembelajaran
antikorupsi, pembelajaran berbasis multiple intelligences, manajemen
sekolah/madasah bersertifikasi ISO, unit produksi “X” sebagai tempat
praktik siswa memperoleh pengalaman kepemimpinan kewirausahaan,
dan lain sebagainya.
Seorang dikatakan sebagai inovator bilamana: (1) dalam
mengerjakan tugas dengan cara yang tidak konvensional; (2) menemukan
masalah dan memecahkannya dengan cara yang tidak biasa; (3) tertarik
pada hasil daripada proses; (4) tidak senang pada pekerjaan yang
bersifat rutin; (5) kurang senang pada kesepakatan; dan (6) kurang
sensitif terhadap orang lain (Kirton, 1976).
Cara berpikir dan bertindak kepala sekolah yang inovatif, antara
lain: (1) berani ke luar dari kawasan nyaman (comfort zone); (2) tidak
berpikir secara konvesional; (3) bertindak lebih cepat dibanding orang
lain; (4) mendengarkan ide stakeholders sekolah; (5) bertanya kepada
warga sekolah/madrasah dan stakeholders apa yang perlu diubah di
sekolah ini secara berkala; (6) memotivasi diri dan orang lain untuk cepat
bergerak dengan selamat; (7) berharap untuk menang dan memiliki
kesehatan dan kekuatan; dan (8) “rekreasi” secukupnya untuk
mendapatkan ide-ide baru (Anonim 3, 2005).
b) Kerja Keras dan Pantang Menyerah
Kerja keras dan pantang menyerah ialah kegiatan maksimal yang
banyak menguras tenaga, pikiran, dan waktu untuk menyelesaikan
xii
sesuatu. Kepala sekolah bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. Pantang menyerah
adalah daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu yang diinginkannya
tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara bekerja keras
dengan motivasi yang kuat untuk sukses. Orang yang pantang menyerah
selalu bekerja keras dan motivasi kerjanya juga tak pernah pudar.
Beberapa cara kepala sekolah untuk mempengaruhi warga sekolah
untuk bekerja keras, antara lain: (1) menujukkan kepada mereka bukti
kerja keras diri dan orang-orang sehingga bisa mencapai keberhasilan;
(2) mendorong mereka untuk lebih banyak bertindak daripada hanya
berbicara agar tujuan yang diharapkan terwujud; (3) mengajak mereka
untuk menetapkan target dan membuat perencanaan tindakan dan waktu
untuk mencapainya; dan (4) mendorong mereka agar kehidupannya lebih
bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.
c) Motivasi berprestasi tinggi
Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dalam untuk
memenuhi kepentingan atau kebutuhan yang dianggap penting. Teori
kebutuhan Mc Clelland menyatakan bahwa ada tiga jenis kebutuan
manusia, yaitu need for achievement (kebutuhan berprestasi), need for
power (kebutuhan berkuasa), dan need for affiliation (kebutuhan
berafiliasi). Menurutnya, jika seseorang memiliki kebutuhan yang sangat
kuat, maka motivasinya juga kuat. Sebagai misal, kepala sekolah
yang memiliki kebutuhan berprestasi, maka ia terdorong untuk
menetapkan tujuan yang tinggi dan penuh tantangan, ia dengan
keahliannya akan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut.
Kepala sekolah perlu memiliki motivasi berprestasi tinggi agar
mampu mengembangkan sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah
yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dapat memberikan
pengaruh kuat kepada warga sekolah lainnya termotivasi untuk
melakukan hal yang sama. Cara menumbuhkan motivasi dalam diri di
antaranya melalui: menetapkan tujuan, yakin dan optimis akan
mencapai titik maksimum; menyusun target yang masuk akal; 3). Belajar
menggunakan bahasa prestasi; belajar sendiri, cermat menganalisis diri;
dan perkaya motivasi.
d) Risk taking (berani mengambil risiko)
Keberanian mengambil risiko, yaitu kemampuan seseorang
untuk mau mengambil langkah dalam ketidakpastian dan mengambil
beban tanggung jawab untuk masa depan. Pengambilan risiko yang
diperhitungkan merupakan salah satu karakteristik umum dari pemimpin
kewirausahaan, terutama pada tahap awal dari proses berwirausaha
(Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Bahkan, Purdie E. Chandra (pemilik
Primagama) menyatakan entrepreneur harus berani ambil risiko
(Zaques, 2007). Ia juga mengatakan bahwa ambil risiko itu berarti gelap.
Maksudnya, jangan terlalu banyak tahu. Setelah jalan, kita pakai street
smart. Street smart itu yang akan melahirkan kecerdasan entrepreneur
yang dibutuhkan untuk usaha pemula.
Purdi E. Chandra memberikan ilustrasi contoh sebagai street
smart berikut. Seorang direksi bank yang ingin buka usaha, dan ia
xiii
menghitung-hitung terus dan selalu tidak positif, akhirnya tidak berani
membuka usaha. Nasihatnya kepada direksi bank tersebut: ’Jangan
dihitung terus! Usaha itu dibuka dulu baru dihitung‘, itulah street smart.
Dalam konteks sekolah, hal tersebut dapat dicontohkan bahwa kepala
sekolah harus mau ditempatkan di sekolah manapun walaupun
kondisinya tidak seperti yang diinginkan, harus berani melakukan
perubahan- perubahan demi kemajuan sekolah.
e) Proactiveness (proaktif)
Bersikap proaktif berarti melakukan sesuatu dengan inisiatif
sendiri, kemudian bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri, baik
dari masa lalu, sekarang ataupun masa mendatang.Sikap proaktif ini
menuntut untuk selalu mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip
dan nilai-nilai yang dipegang dan mengesampingkan suasana hati
maupun keadaan. Sedangkan reaktif merupakan kebalikan dari proaktif
itu sendiri, seperti menyerahkan kontrol dirinya pada situasi dan emosi
dengan mengesampingkan prinsip dan nilai yang ada.
Pemimpin yang proaktif, termasuk kepala sekolah akan (1) mampu
dan aktif mempengaruhi serta mengarahkan SDM-nya menuju masa
depan; (2) mampu memanfaatkan setiap peluang; (3) mampu
menerima tanggung jawab dari suatu kegagalan; dan (4) mampu
mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi di masa depan dan
merasa terdorong untuk melakukan perubahan dan perbaikan (Bagheri,
A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Oleh sebab itu, pemimpin yang proaktif
bersikap ‘aku bisa’ dan bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Covey (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang
bersikap proaktif memiliki banyak manfaat, yaitu: (1) tidak mudah
tersinggung; (2) bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya sendiri;
(3) berpikir sebelum bertindak; (4) cepat pulih kalau terjadi sesuatu
yang buruk; (5) selalu mencari jalan keluar untuk menjadikan segalanya
terlaksana; (6) fokus pada hal-hal yang bisa mereka ubah, dan tidak
mengkhawatirkan pada hal-hal yang tidak bisa diubah. Karakteristik
proaktif sangat diperlukan bagi seorang pemimpin termasuk kepala
sekolah. Kepala sekolah yang mengaktualisasikan karakteristik pribadi
proaktif akan mampu dan mudah mempengaruhi para guru dan staf,
siswa dan wali murid, serta stakeholder.
Keadaan ini berbeda dengan apa yang akan dialami oleh
seorang yang bersikap reaktif. Seseorang yang reaktif menunjukkan
perilaku (1) mudah tersinggung; (2) menyalahkan orang lain; (3) cepat
marah dan mengucapkan kata-kata yang belakangan mereka sesali; (4)
mudah mengeluh; (5) menunggu segalanya terjadi pada dirinya; dan (6)
berubah hanya bila perlu.
3) Cara-Cara Mengembangkan Kewirausahaan
Cara-cara mengembangkan kewirausahaan dilakukan melalui
pentahapan sebagai berikut.
a) Melakukan evaluasi diri tentang tingkat/level kepemimpinan
kewirausahaan.
Evaluasi diri penting untuk dilakukan sekolah untuk melihat sejauh
xiv
mana kemampuan dan pencapaian pengalaman sekolah dalam upaya
menjadi sekolah yang kreatif dan inovatif. Evaluasi diri bisa
dilakukan dengan menggunakan Teknik Analisis Manajemen (TAM)
yang dilakukan secara internal tim pengembang sekolah. TAM
misalnya SWOT, Field Force Analysis, dan lain sebagainya. Maupun
dengan membaca rekomendasi dari eksternal misalnya raport
mutu, hasil akreditasi sekolah maupun hasil supervisi pengawas
sekolah.
b) Berdasarkan hasil evaluasi diri (profil diri jiwa kewirausahaan),
selanjutnya ditempuh melalui berbagai upaya yang disebut
“belajar.”.
Ide, gagasan, ilham yang orisinil, baru dan berbeda dari yang
pernah ada sebelumnya ini awal dari sebuah inovasi. Inovasi menurut
hakekatnya terdiri dari dua jenis, yakni penciptaan secara mental
(mental creation) dan penciptaan secara fisik (physical creation).
Penciptaan secara mental adalah visualisasi dari rencana, desain dan
pemikiran yang kuat dan akurat sehingga seolah olah kita melihat apa
yang sedang akan kita ciptakan. Penciptaan secara fisik adalah
proses kerja untuk mewujudkan rencana, desain dan pemikiran
tersebut di dunia yang kasat mata. Proses merencanakan kegiatan
(mental creation) ini diistilahkan sebagai proses penataan
(arrangement). Sedangkan proses melaksanakan kegiatan (physical
creation) adalah proses pembongkaran. Aktifitas untuk menata dan
membongkar dan menatanya kembali tentu dilakukan secara terus
menerus dan berkelanjutan. Jadi jelas, untuk mengembangkan jiwa
kewirausahaan diperlukan upaya kreasi mental dan kreasi fisik untuk
menjadikan semua warga sekolah kreatif dan inovatif.
c) Mempelajari kewirausahaan dapat dilakukan melalui berbagai
upaya.
xv
Langkah kedua adalah membuat ranking dari semua ide yang
berasal dari setiap kelompok, dan lalu melakukan voting untuk
menentukan ide atau gagasan mana yang terbaik yang akan
diimplementasikan.
4) Strategi Pengembangan Karakter Kewirausahaan di Sekolah
Pengembangan karakter kewirausahaan bertujuan untuk
membentuk insan yang memiliki karakter kewirausahaan. Sebagai
sasaran pengembangan karakter kewirausahaan adalah kepala sekolah,
guru, tenaga pendidikan dan non kependidikan, dan siswa. Berikut ini
dikemukakan beberapa strategi untuk mencapai maksud dan tujuan
tersebut.
a) Karakter Kewirausahaan Terintegrasi dalam Seluruh Mata Pelajaran
Strategi pengembangan karakter kewirausahaan dapat
dintegrasikan dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian karakter
kewirausahaan ke dalam proses pembelajaran bidang studi menuntut
para guru untuk menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang
kompleks. Misalnya dalam mengerjakan tugas-tugas mata
pelajaran, para siswa distimulasi untuk menghasilkan karya
terbaiknya sebagai manifestasi karakteristik kewirausahaan motivasi
berprestasi tinggi, kreatif, dan kerja keras.
b) Karakter Kewirausahaan Terpadu dalam Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan
siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik
dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah.
Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang bisa diberi muatan
karakter kewirausahaan, antara lain: (1) olahraga; (2) seni budaya; dan
(3) kepramukaan. Kegiatan olahraga misalnya, bilamana
diselenggarakan kompetesi antar kelas dalam berbagai cabang
olahraga, maka para siswa di suatu kelas atau kelompok siswa akan
melakukan persiapan, antara lain dengan mengatur agenda antara lain
latihan dengan penuh motivasi untuk menang, pembagian tugas dan
peran, berkoordinasi, dan sejenisnya. Melalui kegiatan ini, mereka
akan bekerja keras, menumbuhkan motivasi diri dan tim, bersedia
menghadapi tantangan, siap untuk kalah dan seterusnya yang itu
semuanya merupakan karakteristik kepemimpinan kewirausahaan.
c) Pengintegrasian Karakter Kewirausahaan melalui Budaya Sekolah
xvi
maupun perilaku, seperti kejujuran, kerja keras, motivasi berprestasi
tinggi, tanggung jawab, disiplin, komitmen dapat dipersonalisasikan
(dipribadikan) ke semua warga sekolah. Proses mempribadikan karakter
kewirausahaan dalam teori psikologi behavioristik, dapat dilakukan
melalui serangkaian proses pembiasaan. Proses pembiasaan dimulai
dari: (1) conditioning (pembiasan); (2) habit (kebiasaan); (3) traits (sifat);
(4) internalization (internalisasi); dan (5) personality (kepribadian).
Proses tersebut dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut.
Misalnya, pembentukan pribadi motivasi berprestasi tinggi.
Pembudayaan ini dapat dilakukan oleh sekolah dan juga oleh guru kelas
atau setiap guru bidang studi. Contohnya, penetapan target menjadi
“peringkat 5 besar” (karakteristik kewirausahaan: motivasi berprestasi
tinggi) se-wilayah kabupaten/kota “X” dari sebelumnya berada di
peringkat 20. Bilamana target itu merupakan visi sekolah, dan secara
terus-menerus disampaikan di setiap upacara hari Senin, maka itu
sebenarnya proses conditioning. Bilamana hal itu dilakukan oleh kepala
sekolah secara terus-menerus, maka secara bertahap motivasi
berprestasi tinggi itu menjadi sikap dan kebiasaan (habit) setiap warga
sekolah, lambat laun menjadi sifat (traits) mereka, yang pada titik
tertentu menginternalisasi pada diri mereka, akhirnya motivasi
berprestasi tinggi tersebut menjadi pribadi setiap warga sekolah.
5) Pembelajaran Kewirausahaan di Sekolah
xvii
Erikson (2003) menyatakan experiential learning sebagai faktor
yang berpengaruh dalam mengembangkan self-efficacy dalam
kewirausahaan. menyatakan bahwa experiential learning
memungkinkan pola pikir kewirausahaan individu terdorong untuk
mencari peluang yang dapat dikembangkan daripada melalui metode
pendidikan kewirausahaan tradisional. Experiential learning disamping
menyenangkan dan meningkatkan keinginan siswa, juga atas
keterlibatannya dapat mengembangkan kemampuan kewirausahaan
mereka menjadi pengusaha. (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009)
berpendapat bahwa experiential learning secara intensif
"memungkinkan siswa untuk menggali potensi kewirausahaan mereka
dan meningkatkan keterampilan serta meningkatkan harapan untuk
sukses“.
Sebuah hasil penelitian menunjukkan secara kuat bahwa
kemampuan kewirausahaan akan dipelajari melalui proses di mana
siswa secara aktif terlibat dalam lingkungan pengalaman belajar yang
menantang. Pemberian pengalaman belajar yang menantang akan
menimbulkan kesadaran diri tentang apa kekuatan dan kelemahannya,
meningkatkan kesiapan untuk mengambil risiko, dan meningkatkan
kreativitas, membantu memberdayakan potensi mereka secara
optimal, menerima kesalahan sebagai kesempatan belajar, dan
mendorong mereka untuk berpikir kritis. Kegiatan yang menantang
memberikan siswa berkesempatan untuk mengalami kegagalan, belajar
dari itu, dan mengembangkan kemampuan mereka untuk mengatasi
tantangan yang lebih serius (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L., 2009). Banyak
ahli percaya bahwa kreativitas, inovasi, dan pengambilan risiko sebagai
kompetensi penting kewirausahaan tidak dapat diajarkan melalui
metode konvensional kewirausahaan, melainkan melalui experiential
learning.
b) Belajar melalui interaksi sosial (Social Interaction Learning)
xviii
diperoleh untuk memecahkan masalah (Bagheri, A. & Pihie, Z.A.L.,
2009).
Program pendidikan kewirausahaan menyediakan berbagai
peluang untuk interaksi sosial siswa, yang dapat mengembangkan
kepemimpinan kewirausahaan mereka (Vecchio, 2003). Pertama,
mereka memberikan kesempatan untuk interaksi sosial dengan guru
dan rekan-rekan dalam kelompok. Interaksi sosial dalam proses
pembelajaran kewirausahaan sangat penting karena dapat
meningkatkan rasa senang saat berkegiatan kewirausahaan dan
meningkatkan tingkat persepsi mereka tentang kewirausahaan para
siswa. Kedua, program pendidikan kewirausahaan menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk terlibat dengan pengusaha lain, investor,
dan guru pada acara-acara, seperti pelatihan, pertemuan kelompok, dan
transaksi bisnis dimana mereka memiliki kesempatan untuk mengamati
dan belajar dari model-model orang sukses (Bagheri, A. & Pihie,
Z.A.L., 2009). Akhirnya, program tersebut memberikan pengalaman
sosial bagi siswa sehingga mereka tertarik menjadi wirausahawan.
c) Pengenalan peluang (opportunity recognition)
xix
menyerah, dan dapat membaca peluang. Salah satu upaya agar
dapat mengidentifikasi potensi sekolah, Kepala Sekolah harus
mampu mengenali kultur sekolah.
Potensi sekolah dikembangkan dalam upaya meningkatkan
pelayanan sekolah. Adapun lingkup potensi sekolah yang dapat
dikembangkan yaitu: pendidik dan tenaga kependidikan, peserta
didik, orang tua/wali siswa dan masyarakat, sarana dan prasarana,
dan pembiayaan.
a) Pendidik dan Tenaga Kependidikan
xx
terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan
tujuan pendidikan , disamping itu potensi yang dimiliki peserta didik
perlu diberi wadah agar peserta didik dapat mengaktualisasikan
potensi yang dimiliki dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai
bakat dan minat. potensi peserta didik dapat diwadahi melalui
kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam
belajar di bawah bimbingan dan pengawasansatuan pendidikan,
kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian,
kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pembinaan kesiswaan yang bersifat akademik dapat
dilakukan melalui kegiatan ko kurikuler misalnya mengadakan
lomba mata pelajaran/program keahlian, menyelenggarakan
kegiatan ilmiah, workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), mengadakan pameran karya
inovatif dan hasil penelitian. Peserta didik dapat dikembangkan jiwa
kewirausahaanya melalui pembinaan maupun pembiasaan pada
kegiatan kurikuler, kokurikuler, intrakurikuler, maupun ekstra
kurikuler.
c) Orang tua/Wali Siswa dan Masyarakat/Komite Sekolah
xxi
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
Sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dan diperlukan,
ketersediaan sarana dan prasarana memiliki potensi yang sangat
kuat dalam pengembangan mutu sekolah yang lebih baik, untuk itu
pemenuhan sarana dan prasarana harus terstandar. Sarana dan
prasarana sekolah merupakan komponen pendukung dalam
pengembangan kewirausahaan sekolah, semakin lengkap sarana
prasarana sekolah maka semakin besar potensi sekolah yang dapat
dikembangkannya.
e) Pembiayaan
xxii
2) Menanamkan etos kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk memasuki
dunia kerja dalam menghadapi tuntutan pasar kerja global;
3) Memenuhi pembelajaran yang belum terpenuhi di sekolah agar
mencapai keutuhan standar kompetensi lulusan; dan
4) Mengaktualisasikan salah satu bentuk aktivitas dalam penyelenggaraan
model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) antara SMK dan Institusi
Pasangan yang memadukan secara sistematis dan sistemik.
Tahapan Evaluasi
Program
- Penyusunan evaluasi
- Penyusunan instrumen evaluasi
- Validasi instrumen evaluasi
- Menentukan jumlah sampel yang diperlukan
- Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil
Penyusunan terkait dengan model diantaranya; model CIFF, model
Metfessel and Michael, model Stake, model Kesenjangan, model Glaser,
model Michael Scriven, model Evaluasi Kelawanan, dan model Need
Assessment.
Langkah langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrument evaluasi :
- Merumuskan tujuan yang akan dicapai
- Membuat kisi-kisi
- Membuat butir-butir instrument
- Menyunting instrument
- Instrumen yang telah tersusun perlu di validasi
- Dapat dilakukan dengan metode Sampling
- Beberapa hal yang perlu disamakan : tujuan program, tujuan evaluasi,
kriteria keberhasilan program, wilayah generalisasi, teknik sampling,
jadwal kegiatan.
b. Pelaksanaan Evaluasi Program
xxiv
pelaksaan program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program,
apakah berdampak positif atau negatif.
Teknik dan alat monitoring dapat berupa :
- Teknik pengamatan partisipatif
- Teknik wawancara
- Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
- Evaluator atau praktisi atau pelaksana program
- Perumusan tujuan pemantauan
- Penetapan sasaran pemantauan
- Penjabaran data yang dibutuhkan
- Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan
sumber/jenis data
- Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan
berorientasi pada tujuan monitoring
xxv
Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didiknya, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna dari
orangtua/keluarga dan anggota masyarakat. Anak-anak belajar dengan lebih baik jika
lingkungan sekitarnya mendukung, yakni orang tua, guru, dan anggota keluarga
lainnya serta masyarakat sekitar. Artinya, sekolah, keluarga, dan masyarakat
merupakan “tri sentra pendidikan” yang sangat penting untuk dapat menjamin
pertumbuhan anak secara optimal. Untuk itu, perlu dibangun kemitraan antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Kemitraan antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat dalam membangun
ekosistem pendidikan sejalan dengan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang
berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”. Oleh karena itu, diharapkan
kemitraan antar tri sentra pendidikan tersebut dapat berjalan dengan baik dan
bermakna. Secara umum didefinisikan bahwa mitra kerja (stakeholder) adalah semua
pihak yang berpartisipasi dalam proses produksi (penyelesaian pekerjaan) pada
suatu unit kerja. Mitra kerja, bisa dalam bentuk perorangan atau lembaga.
Mengacu pada pengertian di atas, mitra kerja sekolah dapat dibedakan dalam
dua jenis, yaitu: 1) internal, adalah semua pihak yang berkepentingan dengan
sekolah, dan berkedudukan di dalam sekolah, seperti: peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, termasuk pimpinan; 2) eksternal, adalah semua pihak yang
berkepentingan dengan sekolah, dan berkedudukan di luar sekolah, seperti: orang
tua peserta didik, komite sekolah, masyarakat terdekat, dunia usaha/industri,
pengguna lulusan, dan Dinas Pendidikan.
Secara etimologis, kata atau istilah kemitraan adalah kata turunan dari kata
dasar mitra. Mitra, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya teman,
sahabat, kawan kerja. Visual sinonim, kamus online memberikan definisi yang sangat
bagus mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan kooperatif antara
orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggung jawab untuk
mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Kemitraan dalam konteks hubungan
resiprokal antara sekolah, keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar
sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan
lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat erat antara dua pihak atau lebih
di mana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Dari definisi-definisi di atas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan adalah
adanya keinginan untuk berbagi tanggung jawab yang diwujudkan melalui perilaku
hubungan di mana semua pihak yang terlibat saling bantu-membantu untuk
mencapai tujuan bersama.
Kemitraan bisa dimaknai sebagai teman, sahabat, kawan kerja. Kemitraan
adalah hubungan kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat
untuk berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah
ditetapkan. Kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah,
keluarga dan masyarakat, kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main
yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan
perilaku hubungan yang bersifat erat antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Kemitraan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang
xxvi
diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk
mendapatkan aspirasi dan simpati dari masyarakat. Kemitraan dilakukan baik untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran maupun kepentingan melanjutkan pendidikan
bagi lulusan sekolah. Dalam menjalin kemitraan tersebut, sekolah maupun
masyarakat sama-sama berperan aktif sesuai dengan kepentingannya. Jalinan
kemitraan dapat dilakukan juga dengan lembaga pendidikan pada tingkatan di
bawahnya maupun yang di atasnya. Misalnya, kemitraan yang dijalin SMP dengan
SD dimaksudkan agar tamatan SD tersebut dapat memilih SMP sebagai pilihan
pendidikan lanjutannya, sedangkan kemitraan yang dijalin dengan SMA/SMK
dimaksudkan agar tamatan SMP tersebut dapat melanjutkan pendidikan di
SMA/SMK pilihannya. Kemitraan yang dibangun oleh SMK harus juga dilakukan
dengan dunia usaha/industri untuk kepentingan praktik kerja industri, guru tamu,
validasi kurikulum, dan pemasaran tamatan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari program kemitraan sekolah dengan
sekolah dan lembaga lain, di antaranya:
a) Mendapatkan informasi terkini tentang tentang perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebutuhan jenis-jenis dan jumlah tenaga kerja terampil yang
diperlukan saat itu dan prediksi untuk masa mendatang.
b) Memperoleh bantuan peralatan, tenaga ahli, tenaga sukarela
c) Mendapat kesempatan berbagi pengalaman, seperti pengelolaan sekolah,
pengembangan kurikulum, pemberdayaan masyarakat, pelatihan kompetensi,
peningkatan sumber daya manusia, dan efisiensi penggunaan peralatan.
d) Melaksanakan proyek bersama, misal dalam pelatihan, mengembangkan
prototipe peraga, pengembangan bakat siswa.
e) Mendapatkan beasiswa bagi sekolah yang berprestasi amat baik atau tamatan
yang performansinya ditempat kerja amat baik.
f) Meningkatkan kreativitas, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
kerja.
Kemitraan sebagai kegiatan dalam meningkatan sekolah mempunyai prinsip
sebagai berikut:
a) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan, dan sesuai dengan
Regulasi yang diberlakukan;
b) Partisipasi, memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat dan
pengambilan keputusan;
c) Percaya dan saling mempercayai untuk membina kerjasama;
d ) Akseptasi, saling menerima dengan apa adanya dalam kesetaraan.
e) Komunikasi, masing-masing pihak harus mau dan mampu
mengkomunikasikan dirinya serta rencana kerjanya sehingga dapat
dikoordinasikan dan disinergikan.
f) Partnership berdasarkan kesepakatan, tidak merendahkan satu dengan
yang lain, tetapi sama-masa bersinergi untuk meningkatkan mutu sekolah.
xxvii
kesepakatan atau perjanjian yang sifatnya mengikat dan dituangkan dalam
dokumen naskah bersama. Contoh bentuk kemitraan formal yang dilakukan
dengan pihak- pihak lain di luar negeri antar institusi pendidikan dan pelatihan,
misalnya kerjasama antar lembaga (bilateral) seperti Indonesia-Australia,
Indonesia-Jepang, kerjasama dengan SEAMOLEC dan lain-lain.
b) Kemitraan Informal
xxviii
dan moral komitmen yang kuat. Prosedur pelaksanaan kemitraan antar
lembaga dirancang untuk mengorganisasikan proses implementasi program
kemitraan sekolah dari tahap analisis, perencanaan hingga tahap akhir yaitu
pelaporan dan monitoring. Prosedur ini menitikberatkan pada proses analisis
untuk mengetahui kebutuhan program, penentuan institusi yang tepat sebagai
mitra, pembuatan dokumentasi dan pelaporan untuk mempermudah
pengelolaan sistem informasi kemitraan antar lembaga.
Prosedur pelaksanaan kemitraan antar lembaga secara umum
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Tahap 1 , terdiri dari proses analisis kebutuhan, analisis partnership,
perencanaan, dan presentasi
2. Tahap 2, terdiri dari proses persetujuan, perundingan, dan
penandatanganan MoU.
3. Tahap 3 , tahap ini terdiri dari 3 bagian yaitu proses pelaksanaan
kerjasama, pelaporan, monitoring dan evaluasi
xxx
kemitraan dapat bersumber dari berbagai pihak, seperti: (a)
Pemerintah pusat/daerah, (b) institusi pelaksana, (c) lembaga
donor, atau (d) dibiayai bersama oleh pihak-pihak yang
bekerjasama. Pembiayaan dalam program kemitraan
sebaiknya dibahas secara rinci dan tuntas antara pihak-pihak
yang bermitra sebelum penandatanganan MoU dan
dilampirkan pada naskah tersebut.
(iv) Presentasi
Setelah dibuat perencanaan kemitraan presentasi dilakukan
kepada pimpinan dan pihak-pihak yang terkait dengan
program kemitraan yang telah direncanakan. Presentasi
sebaiknya dipersiapkan dengan matang baik materi, alat-alat
pendukung, waktu, maupun cara penyampaian, agar bagian-
bagian yang terkait dan para pengambil keputusan dapat
memahami tujuan dan keuntungan dari program kemitraan
yang ditawarkan. Sebaiknya pada proses presentasi ini
dilakukan diskusi dan evaluasi awal atas rencana yang telah
dibuat.
xxxi
kerjasama ini wajib memberikan identitas yang benar dan
jelas; (4) terdapat kesepakatan kedua belah pihak tanpa
dasar paksaan apapun; (5) terdapat latar belakang
kesepakatan atau retical; (6) isi perjanjian harus jelas untuk
kedua belah pihak, yang dijelaskan/dituangkan dalam pasal-
pasal dan ayat- ayat; (7) terdapat juga pembahasan tentang
mekanisme penyelesaian apabila terjadi sengketa antara
kedua belah pihak; (8) adanya tanda tangan kedua belah
pihak, dan ada saksi-saksi yang juga wajib menandatangani
surat perjanjian; (9) terdapat salinan dalam surat perjanjian.
Komponen yang perlu ada dalam suatu naskah kerjasama
antara lain: (1) identitas kerja sama; (2) program kerja sama;
(3) latar belakang kerjasama; (4) maksud dan tujuan kerja
sama; (5) tempat dan waktu kerja sama; (6) lingkup
kerjasama; (7) pasal-pasal perjanjian kerja sama; (8)
tanggung jawab dan kewajiban kerja sama; (9) prosedur
kerja sama; (10) prosedur penyelesaian masalah; (11)
ketentuan lain; (12) tanda tangan kedua belah pihak.
c). Tahap 3: Proses pelaksanaan kemitraan, pelaporan, monitoring
dan evaluasi
(i) Pelaksanaan kemitraan
Pelaksanaan kemitraan sesuai dengan batasan-batasan yang
ada dalam MoU yang telah ditandatangani oleh kedua belah
pihak.
(ii) Pelaporan kemitraan
Pelaporan merupakan unsur penting, tidak hanya bagi
dokumentasi, tetapi dapat juga memberikan gambaran
kepada berbagi pihak mengenai pekerjaan yang dilakukan.
Pelaporan juga dapat memberikan masukan
untukperencanaan dan strategi untuk program kemitraan
selanjutnya. Pelaporan sebaiknya berisi informasi,
perkembangan, analisis dan rekomendasi. Proses pelaporan
yang baik akan mendukung tidak hanya proses monitoring
dan evaluasi, lebih jauh pelaporan yang baik akan
membantu terciptanya data base yang lengkapyang akan
menjadi sumber data bagi kegiatan atau program-program
yang lain.
(iv) Monitoring dan Evaluasi
xxxii
a ) mengumpulkan data dan informasi tentang kemitraan
yang dilaksanakan, dengan menggunakan kuesioner yang
dibuat oleh tim; b) menganalisis dan mengelompokkan data
sesuai dengan jenis kemitraan sekaligus membuat data
base dalam bentuk software maupun hardware; c)
membuat sistem laporan online sehingga data dapat
diperbaruhi terus oleh sekolah.
Cole, Peter G. & Lorna KS Chan.(1994). Teaching Principle and Practice. New
York: Prentice HaKasmir. (2006). Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
xxxiii
5. RENCANA TINDAK LANJUT
xxxiv
PEDOMAN
RENCANA TINDAK LANJT (RTL)
xxxv
Rencana Tindak Lanjut , Edisi I
Penanggung Jawab :
Santi Ambarrukmi
Penyusun :
Dr. Utomo, M.Pd.
Fety Marhayuni, S.Pd., M.Pd.
Samsuri, S.Pd., M.Pd.
Pokja PKK 2
HALAMAN SAMPUL
Editor :
Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kemendikbud
Hak Cipta: © 2020 pada Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan
Tenaga Kependidikan
Dilindungi Undang-Undang
Diterbitkan oleh: Direktorat Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan
Tenaga Kependidikan Kemdikbud RI
MILIK NEGARA
TIDAK
DIPERDAGANGKAN
xxxvi
KATA PENGANTAR
xxxvii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A.Latar belakang.........................................................................................................1
B.Ruang Lingkup.........................................................................................................1
A.On The Job Training 1 (Ojt1)...................................................................................2
B.On The Job Training 2 (Ojt2)...................................................................................2
BAB III RENCANA PROJEK KEPEMIMPINAN 4
A.Pengertian Rencana Projek Kepemimpinan............................................................4
B.Rambu-rambu Pelaksanaan Rencana Projek Kepemimpinan.................................4
BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI 7
A.Pengertian Peningkatan Kompetensi.......................................................................7
B.Rambu-rambu Kegiatan Peningkatan Kompetensi..................................................7
BAB V MONITORING DAN EVALUASI 8
A.Pengertian Monitoring dan Evaluasi........................................................................8
B.Rambu-rambu Monitoring dan Evaluasi...................................................................8
BAB VI JADWAL RTL 10
A.Tujuan Penyusunan Jadwal RTL...........................................................................10
B.Rambu-rambu Penyusunan jadwal RTL................................................................10
BAB VII LAPORAN RTL 11
A.Sistematika Laporan RTL......................................................................................11
B.Tatacara Penulisan................................................................................................11
Bagian Awal.............................................................................................................. 11
Bagian Isi.................................................................................................................. 13
Bagian Akhir.............................................................................................................. 16
BAB VII PENYIAPAN BAHAN GELAR KARYA 18
A.Pengertian Gelar Karya.........................................................................................18
B.Rambu-rambu Penyiapan Gelar karya...................................................................18
Lampiran-lampiran 20
Lampiran 1 ................................................................: Contoh Pengisian Matriks RPK
20
Lampiran 2 : Contoh Matriks Peningkatan Kompetensi...........................................23
xxxviii
Lampiran 3a. Contoh Instrumen Monitoring Pelaksanaan Kegiatan.........................25
Lampiran 3 b : Contoh Instrumen Monev Peningkatan Kompetensi..........................26
Lampiran 3c : Contoh Instrumen Monev Evaluasi Kegiatan......................................28
Lampiran 3d : Contoh Instrumen Monev...................................................................29
Lampiran 3e : Contoh Instrumen Pencapaian Student Wellbeing.............................30
Lampiran 4 ...................................................................: Contoh Analisis Hasil Monev
31
Lampiran 5...................................................................................: Contoh Jadwal RTL
33
Lampiran 7.....................................................................: Contoh Lembar Pengesahan
36
Lampiran 8.......................................................................................: Contoh Daftar Isi
37
xxxix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Calon Kepala Sekolah adalah penyiapan kompetensi
calon kepala sekolah untuk memantapkan wawasan, pengetahuan, sikap, nilai dan
keterampilan dalam memimpin sekolah, sebagaimana dinyatakan dalam
Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018. Tujuan Diklat Calon Kepala Sekolah adalah:
1. memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara sikap, pengetahuan, dan
keterampilan pada dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan,
supervisi, dan sosial dengan pengalaman empirik (kontekstual) sesuai karakteristik
calon kepala sekolah;
2. mengembangkan kemampuan calon kepala sekolah dalam mengidentifikasi
masalah pembelajaran untuk meningkatkan capaian belajar peserta didik;
3. mengembangkan kemampuan calon kepala sekolah dalam menentukan strategi
penyelesaian masalah sehingga dapat membangun budaya belajar sekolah dalam
satu ekosistem persekolahan; dan
4. mengembangkan kemampuan kepemimpinan calon kepala sekolah dalam
menggerakkan warga sekolah untuk membantu penyelesaian masalah
pembelajaran di sekolah, yang bermuara pada terwujudnya student wellbeing.
Diklat Calon Kepala Sekolah dilaksanakan dengan 4 (empat) tahap yaitu tahap On the
Job Training (OJT) 1, tahap In Service Training (IST) 1, tahap On the Job Training
(OJT) 2, dan tahap In Service Training (IST) 2. Kegiatan On The Job Training
merupakan tahapan yang penting dalam rangka melatih calon kepala sekolah
membiasaakan bekerja meningkatkan kualitas sekolah berbasis masalah nyata di
sekolah. Peserta dilatih melakukan pengamatan (observe) dan mengidentifikasi
masalah pembelajaran, melakukan reffleksi (reflect) atas hasil observasi, mencari
alternatif pemecahan masalah dan menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah
dalam bentuk Rencana Projek Kepemimpinan dan Peningkatan Kompetensi (plan).
Peserta diklat diberikan kesempatan melaksanakan kegiatan sesuai rencana (Act),
melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dan hasil kegiatan (evaluate) serta
merefleksi tindakan yang dilakukan (reflect).
B. Ruang Lingkup
Bahan bacaan Rencana tindak lanjut ini disusun untuk memberikan tambahan
wawasan kepada peserta diklat dalam melaksanakan Rencana Tindak Lanjut pada
tahapan On The Job Training2 (OJT2). Ruang lingkup yang dibahas dalam bahan
bacaan ini mencakup :
1. Rambu-rambu OJT
2. Penyusunan Rencana Projek Kepemimpinan
3. Peningkatan Kompetensi
4. Pelaksanaan Monev
5. Penyusunan Laporan RTL
6. Gelar Karya
1
BAB II RAMBU-RAMBU ON THE JOB TRAINING
A. On The Job Training 1 (Ojt1)
On The Job Training 1 adalah tahap pertama Diklat Calon Kepala Sekolah yang
dilaksanakan dalam durasi 20 (dua puluh) jam pelajaran @ 45 menit bertempat di
sekolah masing-masing. Peserta melaksanakan aktivitas mendalami materi
kepemimpinan pembelajaran, manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan
supervisi, melakukan identifikasi permasalahan pembelajaran, dan melakukan Analisis
Kebutuhan Pengembangan Keprofesian (AKPK) didampingi langsung oleh kepala
sekolahnya sebagai Mentor 1, dan secara periodik oleh Pengajar Diklat.
Salah satu target kompetensi penting yang terkait dengan Rencana Tindak lanjut yang
harus dicapai oleh peserta diklat pada OJT1 adalah kemampuan mengidentifikasi
permasalahan pembelajaran yang akan dipecahkan melalui rencana projek
kepemimpinan, dan menemukan kompetensi/indikator kompetensi yang masih lemah
yang akan ditingkatkan dalam kegiatan peningkatan kompetensi di OJT2.
2
meningkatkan prestasi siswa dan pencapaian students wellbeing. Rencana
Proyek Kepemimpinan (RPK). Proyek kepemimpinan yang dilakukan calon
kepala sekolah hendaknya mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan
pembelajaran, pengembangan kewirausahaan serta kepemimpinan sekolah.
Pelaksanaan RPK dilakukan minimal 2 siklus. Untuk lebih memahami
penyusunan RPK, silahkan baca petunjuk penyusunan RPK dan contoh RPK.
5. Upaya peningkatan kompetensi berbasis AKPK di sekolah lain adalah kegiatan
calon kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensinya berdasarkan
kebutuhan individu dengan belajar dari kepala sekolah mentor 2. Peserta diklat
memilih salah satu indikator dari setiap kompetensi pada AKPK yang paling
rendah, kemudian berupaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut dengan
belajar dari kepala sekolah mentor 2 di sekolah magang. Belajar dapat melalui
wawancara, studi dokumentasi, observasi kegiatan yang dilakukan kepala
sekolah mentor 2. Apabila menemui kendala untuk meningkatkan kompetensi
yang paling rendah, misalnya karena kepala sekolah mentor ke-2 tidak mahir di
bidang tersebut, Peserta diklat dapat memilih kompetensi lainnya yang juga
rendah. Jika masih menemui kendala juga, peserta diklat dapat mempelajari
keunggulan sekolah tersebut di bidang apapun sebagai alternatif terakhir.
6. Penyusunan portofolio sebagai laporan hasil OJT dilengkapi bahan gelar karya.
Presentasi dilakukan melalui penyajian lisan dan menggunakan alat bantu
komputer/PC dengan program aplikasi Power Point selama minimal 30 menit per
peserta dan dilaksanakan pada saat diklat In- Service Learning 2.
7. Laporan disahkan oleh pejabat Dinas Pendidikan/BKD misalnya Kabid dan Kasi
terkait. Untuk calon kepala sekolah SD dapat juga disahkan oleh Kepala UPTD.
8. Pada akhir kegiatan On-the Job Training (OJT) kepala sekolah mentor
memberikan penilaian sikap kepada peserta diklat yang melaksanakan OJT di
sekolahnya. Hasil penilaian disampaikan dalam amplop tertutup dan diserahkan
kepada lembaga penyelenggara diklat pada saat diklat In-Service Learning 2.
Penilaian dilakukan oleh kepala sekolah mentor dengan menggunakan
instrumen penilaian yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis penilaian.
Penilaian pelaksanaan program OJT juga dilakukan oleh Pengajar Diklat.
3
BAB III RENCANA PROJEK KEPEMIMPINAN
1. Penyusunan RPK dalam rangkaian diklat Calon Kepala Sekolah dimulai dari
penugasan pada OJT1 dan IST1, yaitu 1) mengidentifikasi masalah
pembelajaran yang terjadi di sekolah 2) mencari gagasan inovasi pemecahan
masalah ((penugasan pada tahap OJT1) 3) menyusun langkah-langkah
pemecahan masalah, 4) menyusun instrumen monitoring dan evaluasi dan 5)
penyusunan jadwal RTL (penugasan OST1). Pada akhir OST1 peserta diklat
menformulasikan RPK dalam bentuk matriks.
2. Komponen-komponen RTK terdiri dari :
a. Judul
b. Tujuan
c. Indikator
d. Program/Kegiatan
e. Skenario/langkah-langkah kegiatan
f. Sumber daya
g. Metode pengumpulan data
h. Student wellbeing
3. Judul
Judul RTK hendakny memenuhi kriteria,
a. singkat, padat, dan jelas dan berupa kalimat pernyataan
b. memuat dua aspek yaitu Aspek di sekolah yang akan ditingkatkan
( diambil dari salah satu identifikasi yang ditemukan, dan aspek tindakan
(berupa metode, teknik atau yang sejenisnya) yang digunakan untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja sekolah.
4. Tujuan
Tujuan yaitu pernyataan tentang kompetensi yang hendak dicapai (pengetahuan,
keterampilan, dan (‘sikap/bila memungkinkan’) setelah calon kepala sekolah/
madrasah melaksanakan tindakannya. Tujuan pada RPK ini terdiri dari tiga yaitu,
(1) tujuan untuk penyelesaian masalah pembelaajaran di sekolah, (2) tujuan untuk
meningkatkan kompetensi calon kepala sekolah (kepribadian, sosial dan
kewirausahaan),dan (3) tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
5. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan adalah penanda pencapaian tujuan yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur. Syarat Perumusan Indikator, (1)
dirumuskan dalam kalimat pernyataan, (2) dirumuskan secara operasional
dapat diukur, dapat diobservasi).Di dalam perumusan indikator keberhasilan,
4
calon kepala sekolah merumuskan tiga jenis indikator keberhasilan yaitu (1)
indikator keberhasilan yang merupakan penanda pencapaian peningkatan kinerja
sekolah sebagai pemecahan masalah, (2) indikator keberhasilan yang merupakan
penanda pencapaian kompetensi calon kepala sekolah, dan (3), dan indicator
keberhasilan merupakan penanda meningkatnya prestasi belajar peserta didik.
6. Program Kegiatan
Program/kegiatan adalah nama program tindakan untuk meningkatkan
kompetensi, kinerja sekolah, prestasi belajar peserta didik.
7. Skenario /Langkah-langkah Kegiatan
Skenario/LangkaLangkah Kegiatan adalah uraian tahapan/langkah pelaksanaan
program kegiatan yang sudah direncanakan yang terdiri dari :persiapan,
pelaksanaan, monev, refleksi.
a. Persiapan
1) Menyusun program perencanaan tindakan: kegiatan yang akan
dilakukan, waktu kegiatan, personil yang terlibat, dan sejenisnya.
2) Berkoordinasi dengan kepala sekolah dan teman sejawat yang akan
membantu pelaksanaan kegiatan
3) Menyusun buku panduan
4) Menyiapkan administrasi kegiatan
5) Meyiapkan tempat kegiatan
6) dll
b. Pelaksanaan Tindakan
d. Refleksi
1) Merenungi dan mencermati setiap tahapan yang telah dilakukan.
2) Mencermati hasil monev dari kepala sekolah, guru senior, tenaga
administrasi ataupun peserta didik, khususnya hal-hal yang masih kurang.
3) Menganalisis hasil yang telah dan belum dicapai tersebut dengan proses
5
tindakan yang telah dilakukan, kemudian membuat rekomendasi untuk
ditindak lanjuti pada siklus kedua.
8. Sumber Daya
Meliputi sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diberdayakan untuk
mendukung tindakan agar tujuan dapat tercapai
9. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara untuk mengumpulkan data/ informasi
tentang perencanaan, pelaksanaan, dan hasil program/ tindakan sebagai bahan
masukan tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan program/ tindakan.Contoh:
metode wawancara, studi dokumentasi, observasi, dan lain-lain
6
BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI
1. Peserta diklat memilih salah satu indikator dari setiap kompetensi pada AKPK
yang paling rendah, kemudian berupaya untuk meningkatkan kompetensi tersebut
dengan belajar dari kepala sekolah mentor 2 di sekolah magang
2. Belajar dapat melalui wawancara, studi dokumentasi, observasi kegiatan yang
dilakukan kepala sekolah mentor 2.
3. Apabila menemui kendala untuk meningkatkan kompetensi yang paling rendah,
misalnya karena kepala sekolah mentor ke-2 tidak mahir di bidang tersebut,
Peserta diklat dapat memilih kompetensi lainnya yang juga rendah. Jika masih
menemui kendala juga, peserta diklat dapat mempelajari keunggulan sekolah
tersebut di bidang apapun sebagai alternatif terakhir
4. Rencana Peningkatan Kompetensi disusun dalam bentuk matriks berikut
Contoh Matriks Peningkatan Kompetensi terlampir pada lampiran 2.
7
BAB V MONITORING DAN EVALUASI
8
sebagai dampak dari pelaksanaan program RPK. Instrumen ini diisi dengan
mengacu kepada isian Matrik RPK pada kolom f (Students Wellbeing).
Responden untuk instrumen ini adalah murid yang diambil secara sampel
dengan minimal 10% murid untuk setiap kelas/rombel.
9
BAB VI JADWAL RTL
10
BAB VII LAPORAN RTL
Laporan RTL terdiri dari bagian awal, isi dan penutup. Setiap bagian terdiri dari beberapa
komponen. Adapun sistematika selengkapnya adalah sebagai berikut.
1. Bagian Awal
Halaman Sampul/Cover
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
2. Bagian Isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Tujuan
Hasil Yang Diharapkan
Bab II Kondisi Nyata Sekolah Magang
Kondisi Sekolah Magang I
Konsisi Sekolah Magang II
Bab III Pelaksanaan Kegiatan
Rencana Projek Kepemimpinan
Peningkatan Kompetensi
Bab IV Penutup
Kesimpulan
Saran
3. Bagian Akhir
Lampiran-lampiran
Matriks RPK
Jurnal Kegiatan Harian
Rekap hasil monev RPK (4 macam)
Contoh istrumen monev RPK yang sudah terisi
Bukti-bukti kegiatan RPK (contoh : undangan, daftar hadir, notulen, foto)
Matriks PK
Rekap hasil monev PK
Contoh instrumen monev PK yang sudah terisi
Bukti kegiatan PK (daftar hadir, notulen/ catatan/ foto kegiatan)
B. Tatacara Penulisan
Bagian Awal
1. Halaman Sampul/Cover
11
tidak disusun dalam kalimat tanya serta tidak perlu ditutup dengan tanda baca
apa pun.
b. Logo Provinsi/Kab./Kota dengan diameter 2,5 cm dan dicetak dengan warna
hitam)
c. Semua huruf dicetak dengan tinta hitam dengan spasi tunggal (line spacing =
single) dan ukuran sesuai dengan contoh di Lampiran
d. Halaman Sampul dijilid dengan model hardcover(karton tebal) dilapisi kertas
linen warna biru kemdikbud.
2. Halaman Pengesahan
3. Kata Pengantar
4. Daftar Isi
Daftar Isi laporan ditulis dengan tipe Times New Roman 12 dengan spasi tunggal
(line spacing = single).
a. Daftar Isi memuat semua bagian tulisan beserta nomor halaman masing-
masing, yang ditulis sama dengan isi yang bersangkutan. Daftar isi ringkas
dan jelas.
b. Contoh Daftar Isi dapat dilihat pada Lampiran 7.3
a. Daftar tabel, gambar, dan lampiran digunakan untuk memuat nama tabel,
gambar, dan lampiran yang termuat dalam laporan.
b. Penulisan nama tabel, gambar, dan lampiran menggunakan huruf kapital di
awal kata (title case).
12
Bagian Isi
Bagian isi memuat seluruh laporan tugas OJL yang diuraikan dalam sejumlah bab.
Pembagian bab dari pendahuluan sampai penutup telah ditentukan. Adapun ketentuan
menyangkut bagian Isi adalah sbb :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang (OJT 2)
Latar belakang dijabarkan dalam bentuk narasi/deskripsi yang memuat tentang:
1. Kondisi Ideal
2. Peraturan yang terkait dengan penyiapan atau kompetensi kepala sekolah.
3. Alasan dilakukannya OJT 2.
B. Tujuan (OJT 2)
Tujuan memuat peningkatan kelima kompetensi kepala sekolah, yaitu:
1. Pencapaian tujuan program
2. peningkatan kompetensi calon kepala sekolah
3. meningkatkan prestasi siswa
13
BAB III PELAKSANAAN RENCANA TINDAK LANJUT
Langkah-langkah Kegiatan:
Siklus I
a) Persiapan
Berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh calon kepala sekolah mulai dari:
Berkoordinasi dengan kepala sekolah, guru senior/teman sejawat yang ditugasi
membantu pelaksanaan pelatihan
Sosialisasi kepada warga sekolah
Menyusun program perencanaan tindakan (panduan kegiatan) meliputi
pendahuluan, pelaksanakan dan penutup
SK kepanitiaan, daftar hadir narasumber, daftar hadir panitia dan daftar hadir
peserta.
Membuat undangan untuk narasumber dan peserta
Menentukan narasumber
Menyiapkan materi-materi dan referensi
Mereviu dan menggandakan instrumen monitoring kegiatanyang sudah dibuat saat
IST1 (mengacu pada langkah-langkah kegiatan)
Mereviu dan menggandakan instrumen evaluasi calon kepala sekolah yang sudah
dibuat di IST1 mengacu pada indikator-indikator yang hendak dicapai oleh calon
kepala sekolah.
Mereviu dan menggandakan instrumen evaluasi yang sudah dibuat di IST1
mengacu pada indikator-indikator yang hendak dicapai.
Mereviu dan menggandakan dampak kegiatan yang sudah dibuat di IST1 mengacu
pada indicator yang hendak dicapai
b) Pelaksanaan
Melaksanakan kegiatan yg telah disusun berdasarkan panduan yang telah dibuat
Calon kepala sekolah Ikut terlibat langsung dalam kegiatan sesuai dengan apa yang
akan dicapai atau ditingkatkan berdasarkan indikator yang lemah pada kompetensi
kepribadian, kompetensi kewirausahaan dan kompetensi soaial yang ada pada
AKPK calon tersebut.
14
Menyampaikan materi sesuai dengan indikator Sasaran
Mencatat kejadian-kejadian mulai dari awal kegiatan hingga akhir kegiatan.
d) Refleksi
Mencermati hasil monev secara kualitatif dan kuantitatif terhadap pencapaian
Indikator program kegiatan RPK.
Memetakan komponen atau indikator yang lemah dan yang kuat berdasarkan hasil
monitoring dan evaluasi.
Membuat rencana tindak lanjut terhadap komponen atau indikator yang masih
lemah untuk dilaksanakan pada kegiatan RPK pada siklus kedua.
Siklus II
1) Persiapan
Berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh calon CKS mulai dari:
Menentukan narasumber
Menyiapkan materi-materi dan referensi yang berkaitan dengan kegiatan RPK yang
dilaksanakan
Menyiapkan instrumen monitoring dan evaluasi (menggunakan butir instrument
yang sama dengan siklus 1
2) Pelaksanaan
Meningkatkan indikator pada kompetensi yang lemah berdasarkan hasil monev
siklus .
Melaksanakan kegiatan hasil evaluasi siklus pertama yang skornya lemah pada
tujuan kegiatan
Melaksanakan kegiatan hasil evaluasi siklus pertama uang skornya lemah pada
dampak peserta didik
Penyampaian materi dengan memberikan penekanan pada indikator yang masih
lemah sebagaimana refleksi pada siklus 1
3) Monitoring dan Evaluasi
Melakukan monitoring kegiatan RPK
15
Melakukan evaluasi pada kompetensi calon kepala sekolah
Melakukan evaluasi Sasaran (Guru) padakompetensi pedagogik atau profesional
peserta sesuai judul
Melakukan analisis hasil monitoring dan evaluasi untuk dideskripsikan dalam
laporan
4) Refleksi
Mencermati hasil (kualitatif dan kuantitatif) monitoring dan evaluasi terhadap
pencapaian Indikator program
Mencermati hasil pada setiap komponen- komponen yang skornya lemah
Memberikan tindak lanjut untuk dilaksanakan dalam pelaksanaan tugas di sekolah
6. Sumber daya
Sumber daya yang mendukung keterlaksanaan kegiatan yg telah direncanakan (bisa
berkaitan dengan sumber daya manusia, non manusia, dan keuangan). Adapun hal-
hal yang berkait dengan sumber daya adalah sebagai berikut:
1) Sumber daya manusia (SDM), berkaitan langsung dengan kegiatan baik
sebagai narasumber, panitia atau yang lainnya
2) Keuangan, berkaitan langsung dengan biaya yang dikeluarkan kegiatan
mulai dari persiapan sampai dengan akhir kegitan.
3) Sumber daya non manusia, berupa alat dan perangkat yang mendukung
keterlaksanaan kegiatan RPK
8. Studend Wellbeing
Dampak dari program yang telah dilaksanakan dirasakan oleh peserta didik
16
Deskripsikan hasil apa yang Saudara dapatkan selama melakukan kegiatan
peningkatan kompetensi di sekolah magang kedua, peningkatan apa yang telah
Saudara dapatkan dan Saudara rasakan selama magang.
BAB IV PENUTUP
Bab 4 merupakan bagian akhir laporan yang memuat:
a) Simpulan
Simpulan berisi uraian tentang ketercapaian tujuan OJL yang terdapat pada Bab I,
deskripsi dari simpulan harus terlihat jelas ketercapaian seluruh program OJL sesuai
dengan Tujuan yang telah ditetapkan pada bab I.
b) Saran-saran
Saran berisi masukan atau kritikan yang konstruktif terhadap program Diklat Penyiapan
yang ditujukan kepada Pihak penyelenggara (LPPKS, LPMP/P4TK, atau LP3CKS
lainnya), Dinas Pendidikan Kab./Kota, dan Peserta Diklat CKS pada umumnya.
Bagian Akhir
17
a) Dokumen hasil magang
b) Hasil wawancara dan observasi
c) Fotokopi hasil AKPK CKS
d) Foto-foto kegiatan saat magang di sekolah kedua
1.
18
BAB VII PENYIAPAN BAHAN GELAR KARYA
Gelar karya adalah aktivitas peserta menampilkan proses dan hasil pelaksanaan
kegiatan berupa hasil inovasi yang dilakukan selama melaksanakan rencana projek
kepemimpinan.
Gelar karya dilakukan dalam bentuk menampilkan hasil pelaksanaan RTL. Teknik
penyajian gelar karya dalam bentuk : (1) pemaparan pelaksanaan RTL, (2)
penayangan video kegiatan RTL, dan (3) display bukti-bukti kinerja hasil RTL.
1. Rambu-rambu pembuatan video unjuk kerja
2. Rambu-rambu paparan
3. Rambu-rambu display
a. Konten video:
Video hasil unjuk kerja melaksanakan RPK dan PK menggambarkan bukti
kegiatan yang telah dilakukan dan minimal menceritakan tentang:
1) Masalah pembelajaran yang akan diselesaikan
2) Solusi yang dilaksanakan
3) Tujuan dan indikator keberhasilan
4) Langkah-langkah kegiatan
5) Hasil kegiatan, misalnya unsur kebaruan yang ditemukan, dampak terhadap
proses pembelajaran, dampak terhadap kebahagiaan murid (students
wellbeing), keterlibatan stakeholders, dll.
6) Simpulan hasil
7) Testimoni tentang program yang dilaksanakan dari murid, guru, orang tua,
dan masyarakat
8) Judul video yang sesuai dengan konten
Khusus diklat dengan moda daring, hasil video diunggah ke akun Youtube peserta
masing-masing dengan menyertakan link youtube tersebut dalam laporan
pelaksanaan RTL. Setelah video diunggah ke akun youtube masing-masing
peserta, Pengajar Diklat akan melakukan analisis video untuk mengukur
kesesuaian konten video dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Dalam
19
menganalisis video yang dibuat peserta, Pengajar dapat menggunakan format di
bawah ini:
2. Presentasi
Peserta mempersiapkan bahan untuk presentasi menggunakan aplikasi presentasi
MS.Power Point dengan ketentuan
a. Sheet 1 memuat Judul RPK
b. Sheet 2 memuat memuat tujuan RPK
c. Shet 3 memuat langkah-langkah kegiatan siklus 1
d. Sheet 4 memuat kegiatan monev
e. Sheet 5 memuat hasil kegiatan siklus 1
f. Sheet 6 memuat kegiatan refleksi siklus 1
g. Sheet 7 memuat langkah-langkah kegiatan siklus 2
h. Sheet 8 memuat hasil monev siklus 2
i. Sheet 9 memuat persiapan kegiatan peningkatan kompetensi
j. Sheet 10 memuat bukti-bukti kegiatan peningkatan
k. Sheet 11 memuat hasil kegiatan peningkatan kompetensi
l. Sheet 12 memuat kesimpulan
3. Gelar Karya
Gelar karya merupakan kegiatan peserta diklat memamerkan hasil pelaksanaan
RTL. Adapun rambu-rambu gelar karya adalah sbb.
b. Setiap peserta menyiapkan tempat gelar karya
c. Karya yang dipamerkan adalah bukti-bukti kegiatan RTL (berupa bukti asli
ataupun foto-foto atau banner)
d. Peserta diklat menyiapkan diri untuk menerima kunjungan dan menjawab
pertanyaan pengunjung gelar karya
20
Lampiran-lampiran
Lampiran 1 : Contoh Pengisian Matriks RPK
Metode Pencapaian
Program Langkah-langkah
Tujuan Indikator Keberhasilan Sumber Daya Pengumpulan Students
Kegiatan Kegiatan
Data Wellbeing
a B C d e f g
Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:
1. Meningkatka - tepat waktu masuk sekolah penerapan buku Persiapan: Guru, Peserta disiplin, peduli,
n kedisiplinan - tepat waktu mengikuti disiplin 1. pertemuan Didik, orang tua, toleransi, jujur,
belajar murid pembelajaran awal dengan dst kreatif, dll
- mengumpulkan tugas- guru dan staf
tugas tepat waktu untuk sosialisi Foto, video,
- mengenakan pakaian 2. menyusun dokumen lain
seragam sesuai ketentuan program yang relevan
3. ….
4. dst
Pelaksanaan:
1. …..
2. ….
2. Meningkatka Kompetensi Kepribadian:
21
Metode Pencapaian
Program Langkah-langkah
Tujuan Indikator Keberhasilan Sumber Daya Pengumpulan Students
Kegiatan Kegiatan
Data Wellbeing
a B C d e f g
n kompetensi 1. 3. Dst
Kepala 2.
Sekolah Monev:
Kompetensi Sosial: 1. ….
1. 2. ….
2. 3. Dst
Kompetensi Sosial:
1.
2.
3. Meningkatka Contoh:
n prestasi 1. Penilaian sikap disiplin
siswa meningkat
2. Nilai hasil belajar
meningkat
3. Dst
1.
Surabaya, ................ 2020
22
Pengajar Diklat Calon Kepala Sekolah
Rubrik Penilaian Perencanaan RPK (meliputi Matrik, Instrumen Monev, dan jadwal RTL):
Nilai Indikator
apabila seluruh indikator terpenuhi dan Bagian Matrik RPK:
91 - 100 terdapat keterkaitan antara isian kolom satu 1. Tujuan meliputi tiga yang dirumuskan secara jelas
dengan lainnya 2. Indikator dirumuskan secara rinci, detail, dan dapat diukur untuk
apabila empat indikator terpenuhi dan mencapai tujuan
81 – 90,99 terdapat keterkaitan antara isian kolom satu 3. Nama program pengembangan sekolah dituliskan dengan jelas
dengan lainnya untuk mencapai tujuan
apabila tiga indikator terpenuhi dan terdapat 4. Langkah-langkah dirumuskan secara urut, logis, dan aplikatif dan
71 – 80,99 keterkaitan antara isian kolom satu dengan menggambarkan pencapaian tujuan
lainnya 5. Sumber daya dirumuskan secara lengkap dan relevan dengan
apabila kurang dari dua indikator yang kebutuhan kegiatan
terpenuhi 6. Metode pengumpulan dang dipilih tepat, sesuai dan efektif
< 70,99
7. Students Wellbeing yang terukur dan relevan dengan program yang
dilakukan
23
Lampiran 2 : Contoh Matriks Peningkatan Kompetensi
MATRIK
RENCANA PENINGKATAN KOMPETENSI (PK)
Nama` : ……………………………………..
Instansi : ……………………………………..
2. Manajerial
3. Supervisi Guru
dan Tendik
4. Pengembangan
Kewirausahaan
5 Sosial
24
Lampiran 3a. Contoh Instrumen Monitoring Pelaksanaan Kegiatan
Keterlaksanaan Keteran
No Kegiatan Uraian
Ya Tidak gan
a b C d e f
1 Persiapan diisi dengan rincian kegiatan
yang dilakukan di persiapan
1. Sosialisasi kegiatan RPK
2. Menyusun Tim Kerja
3. Menyusun anggaran
kegiatan
Jumlah 5 1
Skor Perolehan “Ya” 5
Total Perolehan (skor 5/6 x 100
perolehan “Ya” : skor = 83,3
maksimal (sejumlah item A
uraian) x 100)
Catatan: dibuat oleh KS dan diisi oleh guru, tendik, atau murid yang terlibat dalam
kegiatan RPK.
Keterangan:
Jawaban Ya =1
Jawaban Tidak = 0
Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai
25
Lampiran 3 b : Contoh Instrumen Monev Peningkatan Kompetensi
Ketercapaian Keterangan
No Uraian Indikator
4 3 2 1
a B c d
A. Kompetensi Kepribadian
Diisi uraian indikator yang akan
ditingkatkan berdasarkan hasil AKPK 2
skor terendah setiap kompetensi
1 Perkataan selaras dengan tindakan
yang dilakukan
2 Cara berbicara, bersikap, dan
berperilaku dapat diteladani oleh warga
sekolah dan masyarakat.
B. Kompetensi Manajerial
1
2
C. Kompetensi Kewirausahaan
1
2
D. Kompetensi Supervisi
1
2
E. Kompetensi Sosial
1
2
Jumlah Skor
Total Skor Diperoleh
Hasil (Skor diperoleh : 40 (Skor
maksimal) x100)
Catatan: dibuat oleh KS dan diisi oleh guru, tendik, atau murid yang terlibat dalam
kegiatan RPK.
Petunjuk Pengisian:
1. Kolom “a” diisi nomor urut
2. Kolom “b” diisi dengan indikator pada instrumen AKPK yang menunjukkan hasil
terendah (skor 3/2/1) pada setiap kompetensi. Saudara dapat mengambil 2
(dua) saja untuk setiap kompetensi. Apabila hasil AKPK Saudara pada
kompetensi tertentu telah menunjukkan angka 4 pada setiap indikator, maka
Saudara dapat melakukan refleksi diri pada indikator mana yang menurut
Saudara masih harus ditingkatkan melalui kegiatan RPK.
26
3. Kolom “c” diisi oleh responden mengenai ketercapaian dari indikator yang
dituliskan pada kolom “b”
4. Kolom “d” diisi jika ada pernyataan yang dapat memperjelas secara deskriptif
dari setiap indikator
Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai
27
Lampiran 3c : Contoh Instrumen Monev Evaluasi Kegiatan
Ketercapaian Keterangan
No Indikator Keberhasilan
4 3 2 1
Diisi uraian indikator keberhasilan
dari RPS pada tujuan yang pertama
1. tepat waktu masuk sekolah
2. tepat waktu mengikuti pembelajaran
3. mengumpulkan tugas-tugas tepat waktu
mengenakan pakaian seragam sesuai
ketentuan
dst.
Jumlah Skor
Total Skor Diperoleh
Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai
28
Lampiran 3d : Contoh Instrumen Monev
Instrumen Peningkatan Prestasi Peserta Didik
Ketercapaian
No Indikator
1 2 3 4
1. Nilai sikap peserta didik meningkat
2. Peserta didik menjadi juara lomba pidato
3. Nilai ulangan harian tidak pernah di bwah KKM
6. dst
dst
Jumlah
Total Skor Diperoleh
Skor Perolehan
NA = X 100
Skor Maksimal (4 x sejumlah item indikator)
Catatan: diisi berdasarkan pengamatan calon kepala sekolah.
Keterangan:
4 = sangat baik (Selalu muncul)
3 = baik (sering muncul)
2 = cukup (kadang-kadang muncul)
1 = kurang (tidak pernah muncul)
Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai
29
Lampiran 3e : Contoh Instrumen Pencapaian Student Wellbeing
Ketercapaian
No Indikator
1 2 3 4
1. Kegiatan ini membuat saya lebih disiplin dalam
mengelola waktu dan kegiatan belajar di sekolah dan di
rumah
2. Penerapan buku disiplin membuat saya dapat
mengontrol diri untuk lebih disiplin
3. Disiplin membuat hidup saya lebih teratur
4. Disiplin membuat prestasi belajar saya meningkat
karena bisa mengatur waktu untuk rutin belajar
5. Program pengembangan sekolah ini menumbuhkan
kepedulian saya terhadap beragam kegiatan di sekolah
6. Penerapan buku disiplin membuat saya membiasakan
diri untuk bersikap jujur dan tanggung jawab
dst
Jumlah -
Total Skor Diperoleh
Skor Perolehan
NA = X 100
Skor Maksimal (4 x sejumlah item indikator)
Catatan: diisi oleh murid secara sampling.
Keterangan:
4 = sangat baik (Selalu muncul)
3 = baik (sering muncul)
2 = cukup (kadang-kadang muncul)
1 = kurang (tidak pernah muncul)
Kriteria penskoran:
ANGKA HURUF
KETERANGAN
(Kuantitatif) (Kualitatif)
86 - 100 A sangat baik/sangat memadai
71 – 85,99 B baik/memadai
56 – 70,99 C cukup /cukup memadai
< 56 D kurang/ kurang memadai
30
Lampiran 4 : Contoh Analisis Hasil Monev
31
peningkatan
prestasi peserta
didik
5 Pencapaian
Students
Wellbeing
32
Lampiran 5 : Contoh Jadwal RTL
JADWAL RTL
Nama :
Sekolah :
Keterangan
No Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Sosialisasi dan koordinasi
dengan warga sekolah (secara
virtual/langsung)
2 Persiapan kegiatan RPK dan PK
(terdokumentasi video)
- Membentuk panitia
- Menyusun panduan
- Koordinasi dengan
narasumber/pakar (jika
diperlukan)
- Menelaah instrumen monev
3 a. Pelaksanaan kegiatan
proyek kepemimpinan
b. Pengambilan data monev
kegiatan pengembangan
sekolah
(terdokumentasi video)
4 Penyusunan draf laporan proyek
kepemimpinan
5 Pengumpulan data hasil
dokumentasi video
33
Keterangan
No Kegiatan Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 Pengolahan data hasil monev
kegiatan proyek kepemimpinan
(terdokumentasi video)
7 Pelaksanaan Peningkatan
kompetensi di sekolah magang 2
8 Penyusunan draf laporan proyek
kepemimpinan dan PK
9 Edit video
10 Finalisasi laporan dan video
11 Mengunggah video ke laman
youtube channel
12 Penyusunan bahan presentasi
12 Pengesahan laporan
14 In-Service Training 2
34
Lampiran 6 : Contoh sampul laporan
Oleh
NANA PRIMANA,S.Pd,M.Pd
NIP. 197505192005032014
35
Lampiran 7 : Contoh Lembar Pengesahan
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut Diklat Calon Kepala Sekolah yang
disusun oleh :
Nama : Nana Primana,S.Pd,M.Pd
NIP : 197505192005032014
Sekolah : SMAN 1 Mojokerto
Telah disetujui dan disyahkan sebagai pertanggungjawaban mengikuti Diklat
Calon Kepala Sekolah
-------------------------------------------------------
36
Lampiran 8 : Contoh Daftar Isi
DAFTAR ISI
Halaman
Contents
Halaman Sampul/Cover ...................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................................................ ii
Kata Pengantar .................................................................................................................................. iii
Daftar Isi .............................................................................................................................................. iv
Daftar Tabel ......................................................................................................................................... v
Daftar Gambar.................................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................................1
B. Tujuan .......................................................................................................................................1
C. Hasil Yang Diharapkan.......................................................................................................1
BAB II KONDISI NYATA SEKOLAH MAGANG ..............................................................................2
A. Kondisi Sekolah SendiriI ........................................................................................................2
B. Konsisi Sekolah MagangI ......................................................................................................2
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN ...............................................................................................3
A. Rencana Projek Kepemimpinan............................................................................................3
B. Peningkatan Kompetensi .......................................................................................................3
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................................................4
A. Kesimpulan ..............................................................................................................................4
B. Saran ........................................................................................................................................4
Lampiran-lampiran ..............................................................................................................................5
1. Matriks RPK................................................................................................................................5
2. Jurnal Kegiatan Harian ...............................................................................................................5
3. Rekap hasil monev RPK (4 macam) ............................................................................................5
4. Contoh istrumen monev RPK yang sudah terisi .........................................................................5
5. Bukti-bukti kegiatan RPK (contoh : undangan, daftar hadir, notulen, foto) ..............................5
6. Matriks PK ..................................................................................................................................5
7. Rekap hasil monev PK ................................................................................................................5
8. Contoh instrumen monev PK yang sudah terisi .........................................................................5
9. Bukti kegiatan PK (daftar hadir, notulen/ catatan/ foto kegiatan) .............................................5
37
38