Anda di halaman 1dari 13

Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular

Matthew A. Cavender
ABSTRAK
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada orang dewasa dan ditandai dengan resistensi insulin yang
mengakibatkan terjadinya hiperglikemia. Diabetes meningkatkan risiko kejadian mikrovaskuler
dan makrovaskuler. Akibatnya, pasien dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi meninggal
akibat penyakit kardiovaskular dan berisiko lebih tinggi terkena gagal jantung. Lama menderita
dan derajat kontrol glikemik merupakan prediktor signifikan untuk kejadian di masa depan.
Dengan demikian, identifikasi pasien yang berisiko diabetes, pradiabetes, dan diabetes onset baru
memungkinkan terapi intensif yang dapat mengurangi kemungkinan berkembangnya diabetes
dan mengurangi risiko komplikasi diabetes. Pasien dianggap menderita diabetes jika memiliki
glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL, tes toleransi glukosa oral dengan glukosa 2 jam postprandial
≥200 mg/dL, HbA1c ≥6,5%, atau glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL. Olahraga, penurunan
berat badan, dan metformin dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan merupakan strategi
efektif untuk mengurangi risiko diabetes pada pasien pradiabetes. Obat dari dua kelas yang
berbeda telah terbukti efektif dalam mengurangi kejadian kardiovaskular khususnya pada pasien
dengan diabetes. SGLT-2 inhibitor, liraglutide, dan semaglutide telah terbukti mengurangi
kejadian kardiovaskular pada pasien dengan diabetes. Karena tingginya derajat penyakit
kardiovaskular pada pasien dengan diabetes, upaya untuk menggunakan obat-obatan dengan
manfaat kardiovaskular yang terbukti disertai dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular
yang intensif, menawarkan kemampuan untuk mengurangi kejadian kardiovaskular pada
populasi pasien yang berisiko tinggi ini.
KATA KUNCI
Gagal jantung
HbA1c SGLT-2i
Troponin sensitivitas tinggi
GLP-1 agonis
Infark miokard
Pradiabetes
Diabetes Tipe 2
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Diabetes melitus adalah keadaan defisiensi insulin yang menyebabkan peningkatan glukosa
darah. Etiologi dari defisiensi insulin secara luas dapat diklasifikasikan menjadi diabetes tipe 1
atau diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1 ditandai dengan proses autoimun yang mengakibatkan
disfungsi sel β dan produksi insulin yang tidak memadai. Bentuk diabetes ini sering muncul
selama masa kanak-kanak atau remaja, dan membutuhkan suplemen insulin karena produksi
insulin yang tidak memadai oleh pankreas.
Diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang dewasa dan ditandai dengan resistensi insulin.
Karena kebanyakan pasien dewasa menderita diabetes tipe 2, kelompok inilah yang akan
menjadi fokus bab ini. Semua mekanisme yang mendasari perkembangan resistensi insulin
belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Kemungkinan penyakit ini disebabkan oleh interaksi
berbagai faktor yang berbeda, termasuk faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup, yang
semuanya berkontribusi pada perkembangan penyakit. Jelas bahwa obesitas memainkan peran
sentral dan menurunkan respons tubuh terhadap insulin. Penurunan respons tubuh terhadap
insulin dikenal sebagai resistensi insulin, dan pasien dengan resistensi insulin dianggap memiliki
pradiabetes. Pada pasien dengan pradiabetes, kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis glukosa. Peningkatan kebutuhan menyebabkan sel-sel β yang
memproduksi insulin pada organ pankreas bekerja di bawah tekanan. Pada akhirnya, pankreas
tidak lagi mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan euglikemia, dan
dengan demikian, terjadi hiperglikemia. Pasien-pasien ini dianggap telah berkembang dari
pradiabetes menjadi diabetes tipe 2. Pada pasien diabetes tipe 2 yang berlangsung lama dan tidak
terkontrol dengan baik, produksi insulin dapat turun, memperburuk defisiensi insulin dan
produksi glukosa hepatik yang berlebihan, mengakibatkan fisiologi yang dapat menyerupai
diabetes tipe 1.
Penyakit diabetes tipe 2 meningkatkan risiko beberapa kejadian kesehatan yang merugikan,
termasuk kematian. Secara garis besar, komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi mikrovaskuler
atau makrovaskuler (Gambar 17.1). Gangguan mikrovaskuler termasuk retinopati (diabetes tetap
menjadi penyebab utama kebutaan), nefropati (yang dapat menyebabkan penyakit ginjal stadium
akhir), dan neuropati. Komplikasi makrovaskular dari diabetes mengacu pada kejadian yang
sebagian besar terlihat pada pembuluh darah yang lebih besar dan termasuk infark miokard,
stroke, dan penyakit arteri perifer. Pasien dengan diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk kejadian aterosklerosis dan iskemik.
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender

Gambar 17.1 Diabetes melitus dan komplikasi: mikrovaskular dan makrovaskular


Beberapa mekanisme biologis yang menghubungkan diabetes dan aterosklerosis. Beban yang
lebih tinggi dari aterosklerosis terlihat pada pasien dengan diabetes, sebagian terkait dengan efek
langsung dari hiperglikemia. Hiperglikemia meningkatkan proliferasi sel-sel otot polos
pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah mengalami difus dan penurunan kapasitas
untuk pengiriman darah (Gambar 17.2). Hiperglikemia juga menyebabkan stres oksidatif dan
pembentukan spesies oksigen reaktif, yang pada gilirannya, meningkatkan oksidasi lipid,
kerusakan endotel, inflamasi, dan perkembangan plak. Akhirnya, perubahan metabolisme lipid
dan hubungannya dengan kejadian hipertensi dan obesitas yang sering terjadi pada pasien
diabetes juga berkontribusi pada perkembangan aterosklerosis dan peningkatan risiko kejadian
kardiovaskular terlihat pada populasi ini.
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender

Gambar 17.2 Aterosklerosis pada diabetes


Selain itu, menjadi semakin jelas bahwa pasien dengan diabetes juga memiliki peningkatan
risiko gagal jantung. Hubungan antara diabetes dan gagal jantung telah diketahui sejak lama;
namun, diyakini bahwa diabetes secara dominan meningkatkan risiko kardiomiopati iskemik
sekunder terhadap tingkat penyakit arteri koroner yang lebih tinggi yang terlihat pada populasi
ini. Meskipun penyakit arteri koroner tetap menjadi faktor risiko yang signifikan untuk gagal
jantung, telah ditunjukkan bahwa hubungan antara diabetes dan gagal jantung tidak tergantung
pada adanya aterosklerosis. Dalam pencatatan, REduction of Atherothrombosis for Continued
Health (REACH), yang merupakan pencatatan internasional untuk pasien yang terbukti memiliki
aterosklerosis atau pasien yang berisiko tinggi aterosklerosis, pasien dengan infark miokard atau
stroke sebelumnya memiliki tingkat kejadian gagal jantung yang lebih tinggi daripada pasien
tanpa penyakit kardiovaskular. Namun, adanya penyakit diabetes mengakibatkan peningkatan
relatif serupa dalam risiko gagal jantung, terlepas dari apakah pasien memiliki peristiwa iskemik
sebelumnya atau hanya memiliki faktor risiko gagal jantung. Pasien dengan diabetes berada pada
risiko gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang dipertahankan, dan bentuk gagal jantung ini terjadi
secara independen dari penyakit arteri koroner. Meskipun diabetes juga meningkatkan risiko
kejadian lain (misalnya, infeksi), mencegah komplikasi mikrovaskular, makrovaskular, dan gagal
jantung adalah tujuan utama terapi diabetes saat ini.

EPIDEMIOLOGI
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
Prevalensi diabetes meningkat di seluruh dunia. Pada tahun 1980, diperkirakan 108 juta orang
menderita diabetes, dan itu mempengaruhi sekitar 4,3% dari populasi dunia. Selama 25 tahun
terakhir, tingkat diabetes telah tumbuh secara eksponensial, sehingga pada tahun 2014,
diperkirakan 422 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes dan mempengaruhi sekitar 9%
pria dan 8% wanita. Meskipun beberapa dari peningkatan ini diyakini sebagai akibat sekunder
dari penuaan populasi, peningkatan prevalensi obesitas secara keseluruhan dianggap sebagai
pendorong yang cukup besar untuk peningkatan prevalensi lebih dari empat kali lipat. Angka
kejadian diabetes diperkirakan akan terus meningkat, dan beberapa penelitian menunjukkan
bahwa >700 juta orang mungkin menderita diabetes pada tahun 2025.
Pasien dengan diabetes memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien tanpa diabetes. Saat mengevaluasi alasan perbedaan tingkat kematian, penyumbang
terbesar dari kematian pada pasien diabetes adalah kejadian kardiovaskular. Dengan demikian,
menargetkan kejadian kardiovaskular kemungkinan merupakan strategi yang paling efektif untuk
meningkatkan hasil pada pasien dengan diabetes. Meskipun tingkat komplikasi kardiovaskular
menurun, baik pada populasi umum dan pada pasien dengan diabetes, peningkatan besar jumlah
pasien dengan obesitas dan diabetes dapat mengancam penurunan jangka panjang pada tingkat
kejadian kardiovaskular.
MANIFESTASI KLINIS
Durasi diabetes dan derajat kontrol glikemik dengan diabetes merupakan prediktor signifikan
komplikasi diabetes di masa depan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
hemoglobin glikosilasi (HbA1c), yang merupakan penanda kadar glukosa selama 3 bulan
sebelumnya, memprediksi kejadian kardiovaskular pada pasien baik dengan dan tanpa diabetes.
Durasi diabetes juga merupakan prediktor independen yang signifikan dari komplikasi diabetes
di masa depan. Dengan demikian, identifikasi pasien yang berisiko diabetes, pradiabetes, dan
diabetes onset baru memungkinkan terapi intensif yang dapat mengurangi risiko komplikasi
jangka panjang dari diabetes.
American Diabetes Association (ADA) telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko penting
yang terkait dengan perkembangan diabetes: kurangnya aktivitas fisik; pasien dari ras atau etnis
Afrika Amerika, Latin, Amerika Asli, Asia Amerika, Kepulauan Pasifik; pasien dengan riwayat
keluarga diabetes (terutama mereka yang memiliki kerabat tingkat pertama yang menderita
diabetes); wanita yang sebelumnya didiagnosis dengan diabetes gestasional; pasien dengan
hipertensi; pasien dengan HDL rendah (<35 mg/dL) dan/atau trigliserida tinggi (>250 mg/dL);
pasien dengan bukti resistensi insulin (HbA1C ≥5.7%); pasien dengan gangguan toleransi
glukosa (glukosa 140-199 mg/dL pada tes toleransi glukosa 2 jam) atau gangguan glukosa puasa
(100-125 mg/dL); pasien dengan obesitas parah; pasien dengan akantosis nigrikans dan/atau
sindrom ovarium polikistik; pasien dengan hipertensi (≥140/90 mmHg atau dalam pengobatan);
dan pasien dengan penyakit kardiovaskular yang diketahui, semuanya merupakan prediktor
independen untuk menderita diabetes.
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
Pedoman saat ini merekomendasikan skrining diabetes pada pasien yang kelebihan berat
badan dan/atau obesitas dan memiliki setidaknya satu dari faktor risiko diabetes yang disebutkan
sebelumnya. Diagnosis diabetes memerlukan setidaknya satu dari empat temuan klinis yang
berbeda: (1) glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL; (2) tes toleransi glukosa oral (ekivalen dengan
75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air) dengan glukosa 2 jam post prandial ≥200
mg/dL; (3) HbA1C ≥6,5%; atau (4) glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL.
Pasien dianggap memiliki pradiabetes jika HbA1c 5,7%-6,4% (kriteria tambahan untuk
pradiabetes termasuk glukosa plasma puasa 100-124 mg/dL atau tes toleransi glukosa dengan
glukosa 2 jam post prandial 140-199 mg/dL). Pasien dengan pradiabetes memiliki peningkatan
risiko terkena diabetes dari waktu ke waktu, dan pasien dengan tes lebih dekat ke kisaran atas
untuk pradiabetes memiliki risiko lebih besar daripada pasien dengan hasil tes yang lebih dekat
ke kisaran yang lebih rendah. Pasien dengan diabetes harus dianjurkan untuk memulai program
olahraga, penurunan berat badan, memulai terapi yang dirancang untuk memodifikasi faktor
risiko kardiovaskular, dan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular. Studi sebelumnya telah
menunjukkan bahwa olahraga dan penurunan berat badan sangat berkhasiat dalam mengurangi
risiko terkena diabetes.
MANAJEMEN DAN TERAPI
Penatalaksanaan pasien dengan diabetes tergantung pada apakah pasien memiliki pradiabetes
dan/atau sensitivitas insulin atau telah berkembang menjadi diabetes tipe 2. Tujuan terapi untuk
pasien dengan pradiabetes fokus pada peningkatan kontrol faktor risiko dan mencegah
perkembangan dari resistensi insulin menjadi diabetes. Rekomendasi saat ini berfokus pada
terapi yang terbukti meningkatkan sensitivitas insulin. Olahraga dan penurunan berat badan
meningkatkan sensitivitas insulin dan telah terbukti menjadi strategi yang efektif untuk
mengurangi risiko perkembangan menjadi diabetes. Dalam uji coba terhadap 3234 pasien dengan
peningkatan glukosa plasma puasa dan toleransi glukosa dengan glukosa 2 jam post prandial
tetapi tanpa diabetes, pasien yang diacak untuk program modifikasi gaya hidup dengan tujuan
penurunan berat badan ≥7% dan aktivitas fisik 150 menit per minggu memiliki insiden diabetes
yang lebih rendah. Dalam studi yang sama ini, pasien yang diacak dengan pemberian metformin
juga memiliki tingkat diabetes yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menjalani
perawatan biasa. Namun, kejadian diabetes dengan onset baru paling rendah ditemukan pada
pasien yang menerima intervensi gaya hidup. Jadi, pada pasien dengan pradiabetes, modifikasi
gaya hidup dan pemberian metformin merupakan dasar dari rekomendasi pengobatan saat ini.
Pada pasien dengan pradiabetes yang pernah mengalami stroke atau transient ischemic attack,
pengobatan dengan pioglitazone telah terbukti efektif dalam mengurangi perkembangan menjadi
diabetes dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard di masa depan.
Pada pasien dengan diabetes, tujuan terapi fokus pada pencegahan komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular. Identifikasi dini retinopati melalui pemeriksaan mata diabetik, deteksi
nefropati dengan mikroalbumin urin, dan pemeriksaan kaki diabetik untuk mengidentifikasi
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
neuropati dan komplikasinya merupakan landasan untuk mencegah komplikasi mikrovaskuler
(Gambar 17.3). Kontrol glikemik dan obat penurun glukosa sangat penting dalam mencegah
komplikasi mikrovaskuler diabetes. Pada United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS), kejadian mikrovaskuler seperti nefropati diabetik berkurang dengan kontrol glukosa
intensif. Meskipun penelitian ini dilakukan di era di mana obat-obat untuk diabetes terbatas, dan
faktor risiko kardiovaskular tidak dikontrol secara agresif, ada peran lanjutan untuk kontrol
glikemik dalam mengurangi komplikasi mikrovaskular.

Gambar 17.3 Lesi pada kaki diabetik


Dampak kontrol glukosa pada kejadian kardiovaskular dan makrovaskular lainnya masih
kurang jelas. Studi sebelumnya telah menunjukkan hubungan yang jelas antara tingkat kontrol
glikemik dan risiko kejadian kardiovaskular; namun, hanya sedikit data yang ada tentang apakah
kontrol glikemik dapat mengurangi risiko kejadian kardiovaskular. Dalam uji coba UKPDS,
pasien yang diacak untuk menurunkan glukosa intensif memiliki bukti tingkat infark miokard
yang lebih rendah. Namun, manfaat ini tidak terlihat selama percobaan awal, dan hanya menjadi
jelas setelah 10 tahun masa tindak lanjut. Penelitian serupa, seperti uji coba Action to Control
Cardiovascular Risk in Diabetes (ACCORD), Veteran Affairs Diabetes Trial (VADT), dan
Action in Diabetes and Vascular Disease: Preterax and Diamicron MR Controlled Evaluation
(ADVANCE), yang mengacak kelompok pasien yang lebih kontemporer baik untuk strategi
penurunan glukosa intensif atau rutin, juga tidak menunjukkan tingkat kematian akibat
kardiovaskular atau infark miokard yang lebih rendah. Ketika dikumpulkan bersama dalam meta-
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
analisis, studi ini menunjukkan bahwa kontrol glikemik intensif kemungkinan memang
mengurangi infark miokard.
Pedoman pengobatan saat ini untuk pengobatan diabetes merekomendasikan metformin
sebagai terapi lini pertama untuk menurunkan glukosa pada pasien dengan diabetes. Metformin
efektif dalam menurunkan glukosa darah, dan percobaan kecil telah memberikan beberapa bukti,
meskipun dengan sejumlah kecil kejadian, bahwa metformin juga dapat mengurangi kejadian
kardiovaskular. Metformin tetap menjadi terapi lini pertama berdasarkan sejarah panjang
penggunaan yang telah memberikan bukti observasi keamanan dan kemanjuran berkaitan dengan
kontrol glukosa. Meskipun ada bukti terbatas untuk pengurangan kejadian kardiovaskular,
metformin tersedia secara luas dan terjangkau, menjadikannya pilihan yang masuk akal untuk
pengobatan awal pasien diabetes.
Sebagian besar pasien dengan diabetes akan memiliki glukosa yang tidak terkontrol dengan
baik ketika didiagnosis dengan diabetes sehingga mereka akan memerlukan lebih dari satu obat
atau akan mengalami perkembangan diabetes dari waktu ke waktu, sehingga terapi lebih lanjut
diperlukan. Pedoman pengobatan saat ini mendukung konsep terapi diabetes individual
berdasarkan faktor individu pasien. Pada pasien yang berisiko terkena penyakit kardiovaskular,
menggunakan terapi yang telah terbukti mengurangi risiko kardiovaskular harus didahulukan
daripada terapi yang hanya terbukti efektif dalam meningkatkan kontrol glukosa.
SODIUM/GLUCOSE COTRANSPORT-2 INHIBITORS
Saat ini, obat dari dua kelas yang berbeda telah terbukti efektif dalam mengurangi kejadian
kardiovaskular pada pasien diabetes. Sodium/glukosa cotransport-2 inhibitor (SGLT-2i) telah
terbukti mengurangi kejadian kardiovaskular pada pasien diabetes dengan bukti aterosklerosis
atau yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi penyakit kardiovaskular. Obat ini bekerja
dengan menghambat kotransporter SGLT-2, yang ditemukan di tubulus proksimal ginjal. Ketika
berfungsi normal, cotransporter ini berfungsi untuk mengambil kembali glukosa yang telah
disaring oleh ginjal. Penghambatan kotransporter ini menghasilkan glikosuria, yang
menyebabkan efek diuretik osmotik yang ringan dan penurunan tekanan darah dan berat badan.
Sejauh ini, dua uji coba besar pada kardiovaskular menemukan bahwa pengobatan dengan
empagliflozin (Uji Coba Hasil Kejadian Kardiovaskular Empagliflozin pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2—Menghilangkan Kelebihan Glukosa [EMPA-REG]) dan canagliflozin (Studi
Penilaian Kardiovaskular Canagliflozin [CANVAS]) mengurangi kejadian kardiovaskular
utama , serta mengurangi rawat inap untuk gagal jantung dan perkembangan penyakit ginjal.
Dalam studi Comparative Effectiveness of Cardiovascular Outcomes (CVDREAL), sebuah studi
observasional besar terhadap 1,4 juta pasien diabetes dari enam negara yang berbeda, pasien
dengan diabetes yang dimulai dengan SGLT-2i memiliki risiko kematian dan rawat inap yang
lebih rendah untuk gagal jantung, yang memberikan dukungan lebih lanjut untuk peran SGLT-2i
dalam pengobatan pasien dengan diabetes. Obat-obatan ini adalah obat kelas pertama yang
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
dirancang khusus untuk menurunkan glukosa yang terbukti efektif dalam mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular. Karena sifat obat ini, tampaknya tidak mungkin bahwa efek
menguntungkan terkait dengan pengurangan kontrol glukosa. Mekanisme pasti bagaimana obat
ini meningkatkan hasil kardiovaskular masih belum jelas, tetapi mungkin memberikan efek
sekunder pada berat badan, tekanan darah, dan perkembangan penyakit ginjal.
GLUCAGON-LIKE PEPTIDE-1 AGONIST
Beberapa glucagon-like peptide-1 (GLP-1) agonist juga telah terbukti meningkatkan hasil
pada pasien dengan diabetes. Peran fisiologis GLP-1 adalah membantu mempertahankan
homeostasis glukosa dan penyimpanan glikogen. Konsumsi makanan menghasilkan pelepasan
GLP-1, yang menurunkan glukosa plasma dengan meningkatkan sekresi insulin dan
penyimpanan glikogen. GLP-1 agonist dan inhibitor dipeptidyl peptidase IV (DPP-IV) (obat
yang menghalangi pemecahan GLP-1, yang menghasilkan kadar GLP-1 aktif biologis yang lebih
tinggi), terbukti efektif dalam menurunkan glukosa plasma. Dua agonis GLP-1 spesifik,
liraglutide dan semaglutide, telah terbukti mengurangi kejadian kardiovaskular pada pasien
dengan diabetes. Manfaat ini belum terlihat dengan agonis GLP-1 lain atau dengan inhibitor
DPP-IV. Dalam uji coba Liraglutide Effect and Action in Diabetes: Evaluation of
cardiovascular outcome Results (LEADER), pasien yang diobati dengan liraglutide memiliki
risiko kematian akibat kardiovaskular, infark miokard, atau stroke yang lebih rendah (13,0% vs.
14,9%; hazard ration [HR]: 0,87; interval kepercayaan 95% [CI]: 0,78-0,97), dengan efek yang
konsisten pada kematian akibat kardiovaskular (4,7% vs 6,0%; HR: 0,78; 95% CI: 0,66-0,93),
infark miokard (HR: 0,86; 95 % CI: 0,73–1,00; P = 0,046), dan stroke (HR: 0,86; 95% CI: 0,71–
1,06). Semaglutide adalah GLP-1 agonist yang bekerja lebih lama yang dipelajari dalam uji
klinis acak kecil yang juga menunjukkan pengurangan kejadian kardiovaskular.
Mekanisme yang tepat dimana liraglutide dan semaglutide mengurangi kejadian
kardiovaskular utama belum sepenuhnya dijelaskan. Reseptor GLP-1 telah ditemukan di
berbagai jaringan kardiovaskular yang berbeda. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa
agonis GLP-1 dapat mengaktifkan jalur molekuler yang penting untuk kelangsungan hidup
miokard. Penelitian pada manusia dengan GLP-1 intravena pada dosis farmakologis menemukan
peningkatan fungsi ventrikel kiri, pengambilan oksigen maksimum, dan kinerja fisik pada subjek
dengan gagal jantung kongestif, serta penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi.
Studi-studi ini meningkatkan potensi untuk mekanisme nonglikemik dari manfaat
kardiovaskular.
PENGENDALIAN HIPERTENSI
Selain agonis SGLT-2i dan GLP-1, pasien dengan diabetes dan penyakit kardiovaskular yang
sudah terbukti seharusnya dilakukan modifikasi faktor risiko kardiovaskular yang agresif. Pasien
dengan tekanan darah >120 mmHg (sistolik) atau >80 mmHg (diastolik) harus meningkatkan
olahraga, menurunkan berat badan, dan mengurangi asupan garam. Hasil dari meta-analisis besar
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
dari 40 percobaan terapi antihipertensi, menemukan bahwa pengobatan farmakologis hipertensi
paling bermanfaat pada pasien dengan diabetes yang memiliki tekanan darah awal >140 mmHg.
Ada beberapa penelitian yang menyarankan pencapaian tekanan darah 130 mmHg daripada 140
mmHg, yang dapat menghasilkan pengurangan kecil dalam persentase kejadian kardiovaskular
dan stroke. Namun, pedoman ADA saat ini merekomendasikan inisiasi terapi antihipertensi
untuk pasien dengan tekanan darah >140 mmHg (sistolik) atau >90 mm Hg (diastolik).
TERAPI PENURUNAN LIPID
Terapi penurun lipid merupakan aspek penting dalam pencegahan penyakit kardiovaskular
pada pasien diabetes. Pada pasien dengan diabetes dan penyakit kardiovaskular, menurunkan
low-density lipoprotein cholestrol (LDL-C) ke tingkat yang sangat rendah mengurangi risiko
kejadian kardiovaskular. Dalam Improved Reduction of Outcomes: Vytorin Efficacy
International Trial (IMPROVE-IT), pasien dengan sindrom koroner akut diacak untuk
mendapatkan simvastatin 40 mg/ezetimibe 10 mg atau simvastatin 40 mg. Pasien diabetes yang
diobati dengan ezetimibe memiliki tingkat yang lebih rendah untuk kematian akibat
kardiovaskular, kejadian infark miokard dan angina tidak stabil yang memerlukan rawat inap,
revaskularisasi koroner, atau stroke pada 7 tahun (45,5% vs 40,0%; HR: 0,86; 95% CI: 0,78–
0,94). Efek ezetimibe pada pasien dengan diabetes lebih besar daripada pada pasien tanpa
diabetes (nilai P [interaksi] = 0,02). Pengurangan lebih lanjut pada kejadian kardiovaskular juga
telah ditunjukkan dengan inhibitor proprotein convertase subtilisin/kexin type 9 (PCSK9), yang
telah dipelajari untuk digunakan, selain penggunaan statin. Dalam penelitian Further
Cardiovascular Outcomes Research with PCSK9 Inhibition in Subjects with Elevated Risk
(FOURIER), pasien yang diobati dengan evolocumab, inhibitor PCSK9, memiliki LDL-C rata-
rata 30 mg/dL dan tingkat kejadian kardiovaskular yang lebih rendah secara signifikan.
Meskipun tidak ada uji coba khusus pada pasien diabetes, dalam uji coba FOURIER, sebagian
besar pasien menderita diabetes (37%). Secara keseluruhan, studi ini menunjukkan bahwa pasien
dengan diabetes mendapat manfaat dari penurunan agresif LDL-C.
Pedoman saat ini merekomendasikan bahwa terapi statin intensif harus digunakan untuk
semua pasien dengan diabetes dan penyakit kardiovaskular yang diketahui atau mereka yang
memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular yang berusia kurang dari 75 tahun. Statin
intensitas sedang harus digunakan pada pasien berusia 40 hingga 75 tahun tanpa faktor risiko
penyakit kardiovaskular. Karena data tentang ezetimibe dan inhibitor PCSK9 bila digunakan
sebagai tambahan obat statin, sangat mungkin bahwa pedoman di masa depan dapat
merekomendasikan tujuan pengobatan dengan kadar LDL-C yang rendah pada pasien diabetes.
OBAT ANTIPLATELET
Terapi antiplatelet mengurangi risiko kejadian kardiovaskular di masa depan pada pasien
dengan risiko tinggi penyakit kardiovaskular tanpa aterosklerosis dan pada pasien dengan
aterosklerosis. Aspirin direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang pada pasien dengan
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
diabetes yang pernah mengalami kejadian iskemik sebelumnya atau aterosklerosis yang
diketahui. Manfaat aspirin pada pasien diabetes yang tidak memiliki bukti aterosklerosis kurang
jelas. Dengan demikian, rekomendasi saat ini mendukung penggunaan aspirin pada pasien
dengan risiko 10% penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan masa tindak lanjut. Secara
tradisional, pasien dengan diabetes yang berusia 50 tahun atau lebih dianggap berisiko tinggi jika
mereka memiliki setidaknya satu faktor risiko kardiovaskular (riwayat keluarga aterosklerosis
dini, hipertensi, merokok, dislipidemia, atau albuminuria). Pada pasien dengan diabetes yang
lebih muda dari 50 tahun dan tidak memiliki faktor risiko kardiovaskular, terapi aspirin tidak
dianjurkan.
Setelah adanya infark miokard, aspirin seumur hidup dan terapi antiplatelet tambahan dengan
inhibitor P2Y12 selama minimal 1 tahun diindikasikan. Karena tingginya angka kejadian
kardiovaskular berulang pada pasien diabetes, populasi ini memiliki manfaat khusus dari terapi
antiplatelet yang lebih intensif dengan ticagrelor dan prasugrel. Meskipun pasien dalam praktik
klinis sering diobati dengan terapi dual antiplatelet hanya 12 bulan, pasien dengan diabetes harus
dipertimbangkan untuk terapi jangka panjang. Pasien dengan diabetes dalam percobaan
Prevention of Cardiovascular Events in Patients with Prior Heart Attack Using Ticagrelor
Compared to Placebo on a Background of Aspirin–Thrombolysis in Myocardial Infarction 54
(PEGASUS-TIMI 54) yang mengevaluasi kegunaan ticagrelor jangka panjang pada pasien 1
sampai 3 tahun setelah infark miokard akut, memiliki tingkat kejadian kardiovaskular yang lebih
rendah, termasuk kematian akibat kardiovaskular. Penelitian mendukung durasi yang lebih lama
atau terapi antiplatelet yang lebih intensif pada pasien dengan diabetes dan infark miokard
sebelumnya.
UNTUK PENELITIAN MASA DEPAN
Ada kemajuan yang signifikan dalam perawatan pasien dengan diabetes yang telah
mengakibatkan penurunan secara keseluruhan dalam tingkat kejadian kardiovaskular. Namun,
perbaikan ini terancam oleh prevalensi diabetes dengan peningkatan jumlah kejadian
kardiovaskular secara keseluruhan. Upaya masa depan untuk meningkatkan hasil pada pasien
dengan diabetes tipe 2 akan fokus pada metode untuk mencegah diabetes secara lebih akurat.
Strategi pencegahan saat ini sebagian besar fokus pada stratifikasi risiko dengan
mengidentifikasi peristiwa yang telah terjadi (misalnya, infark miokard sebelumnya). Ke
depannya, menggunakan biomarker kardiovaskular seperti troponin sensitivitas tinggi atau
peptida natriuretik tipe-B dapat memungkinkan prediksi yang lebih akurat tentang pasien mana
yang memiliki risiko tertinggi untuk kejadian kardiovaskular di masa depan dan siapa yang dapat
memperoleh manfaat dari terapi yang lebih intensif.
Farmakoterapi baru seperti agonis GLP-1 dan SGLT-2i telah terbukti mengurangi risiko
kardiovaskular pada pasien dengan diabetes dan penyakit kardiovaskular. Pekerjaan lebih lanjut
diperlukan untuk memahami apakah manfaat kardiovaskular yang sama ini dapat dilihat pada
pasien tanpa penyakit kardiovaskular dan bahkan mungkin pada pasien dengan pradiabetes saja.
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
Selain itu, penting untuk lebih memahami mekanisme kerja obat ini untuk mengeksplorasi target
tambahan yang dapat memberikan manfaat lebih lanjut, dan agar dokter dapat lebih memahami
cara paling efektif menggunakan terapi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cavender MA, Steg PG, Smith S, et al. Impact of diabetes mellitus on hospitalization for heart
failure, cardiovascular events, and death: outcomes at 4 years from the Reduction of
Atherothrombosis for Continued Health (REACH) Registry. Circulation. 2015;132(10):923–
933.
Well-characterized observational study describing the rates of cardiovascular events in patients
with T2DM. Highlights the high rates of heart failure in patients with T2DM and identifies
T2DM as an independent risk factor.
Cavender MA, White WB, Jarolim P, et al. Serial measurement of high sensitivity troponin I and
cardiovascular outcomes in patients with type 2 diabetes mellitus in the EXAMINE Trial.
Circulation. 2017;135(20):1911–1921.
More than 90% of patients with T2DM have detectable levels of high-sensitivity troponin, and
changes over time predict future cardiovascular events.
Chatterjee S, Khunti K, Davies MJ. Type 2 diabetes. Lancet. 2017;389(10085):2239–2251.
Excellent review of T2DM.
Gregg EW, Li Y, Wang J, et al. Changes in diabetes-related complications in the United States,
1990-2010. N Engl J Med. 2014;370:1514–1523.
This study identifies myocardial infarction as a common cardiovascular event in patients with
T2DM, but it shows that the incidence of diabetes complications and myocardial infarction
have declined over time.
Knowler WC, Barrett-Connor E, Fowler SE, et al. Reduction in the incidence of type 2 diabetes
with lifestyle intervention or metformin. N Engl J Med. 2002;346(6):393–403.
This randomized clinical trial provides evidence for interventions in patients with prediabetes
that can reduce the risk of progressing to T2DM.
Kosiborod M, Cavender MA, Fu AZ, et al. Lower risk of heart failure and death in patients
initiated on SGLT-2 inhibitors versus other glucoselowering drugs: the CVD-REAL Study.
Circulation. 2017;doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.117.029190.
This observational study finds an association between SGLT-2i use and a lower risk of
cardiovascular events that supports the use of these agents in clinical practice.
Marso SP, Daniels GH, Brown-Frandsen K, et al. Liraglutide and cardiovascular outcomes in
type 2 diabetes. N Engl J Med. 2016;375(4):311–322.
Liraglutide, a GLP-1 agonist, reduces cardiovascular events in patients with T2DM.
Neal B, Perkovic V, Mahaffey KW, de Zeeuw D, Fulcher G, Erondu N, Shaw W, Law G, Desai
M, Matthews DR. Canagliflozin and cardiovascular and renal events in type 2 diabetes. N
Engl J Med. 2017;doi:10.1056/NEJMoa 1611925.
Canagliflozin reduces cardiovascular events, including heart failure, in patients with T2DM.
Diabetes dan Kejadian Kardiovaskular
Matthew A. Cavender
Scirica BM, Bhatt DL, Braunwald E, Raz I, Cavender MA, Im K, Mosenzon O, Udell JA,
Hirshberg B, Pollack PS, Steg PG, Jarolim P, Morrow DA. Prognostic implications of
biomarker assessments in patients with type 2 diabetes mellitus at high cardiovascular risk.
JAMA Cardiol. 2016;1(9):989–998.
High-sensitivity troponin can identify subgroups of patients with T2DM at high risk of
cardiovascular events.
Zinman B, Wanner C, Lachin JM, et al. Empagliflozin, cardiovascular outcomes, and mortality
in type 2 diabetes. N Engl J Med. 2015;373(22):2117–2128.
Dapagliflozin reduces cardiovascular events, including heart failure, in patients with T2DM.

Anda mungkin juga menyukai