Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Nama : Melly Elwina Sari Luahambowo
NIM : 2019013
Mata Kuliah : Keperawatan Anak
Dosen Pengamp : Corry Nova A. Manurung S,Kep.Ns.MKM

AKADEMI KEPERAWATAN
COLUMBIA ASIA MEDAN
2020/2021
ASKEP ANAK SAKIT
1.Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit
Setelah Anda melakukan pengkajian pada anak dan keluarga, buat analisa
masalah dan diagnosa keperawatan berdasarkan pengkajian yang sudah
dilakukan. Buatlah rencana tindakan keperawatan sesuai diagnosa keperawatan
yang sudah anda tentukan. Kemudian anda dapat melakukan tindakan
keperawatan sesuai rencana yang anda buat. Tindakan keperawatan sebaiknya
ada terapi bermain serta pendidikan kesehatan yang di berikan kepada orang tua
klien. Ingat selalu catat apa yang sudah Anda kerjakan dan kerjakanlah tindakan
keperawatan yang sudah Anda catat di formulir tindakan. Di setiap akhir shift
buat evaluasi tindakan yang telah Anda lakukan sesuai masing-masing diagnosa
keperawatan. Apabila selama praktik Anda mengalami kesulitan, segera
hubungi pembimbing klinik dan diskusikan masalah yang Anda temui.
A. PROSEDUR PRAKTIK KLINIK
1. Persiapan
a. Menggunakan seragam yang diwajibkan oleh institusi (baju putih, celana
putih, sepatu putih dan name tag).
b. Pelajari materi tentang asuhan keperawatan anak sakit dengan penyakit
infeksi seperti diare, pneumonia, dan lain-lain. Sedangkan untuk penyakit non
infeksi thalasemia, leukemia, hidrosefalus, apendiksitis, dan lain-lain yang
terdapat di modul 4 mata kuliah keperawatan anak
c. Pelajari dan pahami format asuhan keperawatan pada anak sakit dan format
penilaian yang terdapat dalam lampiran 3.1 sampai 3.5
d. Bawa nursing kit (thermometer, stetoskop, meteran, senter, dan lain-lain)
serta alat pelindung diri.
e. Bawa buku tentang penyakit-penyakit pada anak sebagai bahan referensi.
2. Pelaksanaan
a. Anda harus datang tepat waktu
b. Temui pembimbing klinik untuk menyepakati/menyamakan persepsi tugas-
tugas yang akan anda lakukan di lapangan.
c. Buat kontrak belajar dengan pembimbing klinik.
d. Ambil kasus pasien dengan penyakit infeksi atau non infeksi yang ada di RS
(ruang rawat anak) atau di ruang rawat Puskesmas. Minimal asuhan
keperawatan dilakukan selama 3 hari.
e. Lakukan pre dan post conference dengan pembimbing RS/puskesmas setiap
hari.

2
f. Lakukan pengkajian pada klien dan keluarga, tentukan diagnosa keperawatan
dan intervensi yang akan dilakukan, lakukan tindakan keperawatan dan di akhir
dinas lakukan evaluasi terhadap pasien Anda.
3. Pelaporan
Buat laporan hasil praktik klinik anda dengan format sebagai berikut:
a. Laporan Pendahuluan: berisikan cover, teori tentang kasus penyakit yang
saudara ambil, yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, komplikasi,
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan serta daftar pustaka yang Anda
gunakan.
b. Pengkajian: formulir pengkajian yang diisi sesuai kondisi pasien anda.
c. Formulir Asuhan Keperawatan mulai dari Analisa data, diagnosa
keperawatan,
intervensi, tindakan, dan evaluasi keperawatan .
1) Analisa data: berisi data subjektif dan objektif yang ditemukan pada pasien
Anda.
2) Diagnosa keperawatan: dirumuskan dari data yang ditemukan pada pasien
Anda (buat minimal 3 diagnosa).
3) Intervensi: berisi intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
telah dirumuskan.
4) Implementasi/tindakan: berisi tindakan yang saudara lakukan pada pasien
sesuai dengan intervensi yang telah saudara buat.
5) Evaluasi: berisi evaluasi harian dalam bentuk SOAP setiap anda selesai
praktik.

B. FORMAT LAPORAN
1. Laporan ditulis tangan pada kertas folio bergaris dengan dimasukkan ke
dalam map.
2. Dikirim ke UPBJJ setempat atau ke pembimbing klinik maksimal 2 hari
setelah praktik klinik selesai.
Penilaian dilakukan oleh pembimbing klinik dengan komponen penilaian
sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan (penilaian sikap dan penampilan saat praktik di RS
menggunakan format yang telah ada
2. Pelaporan:
a. Laporan pendahuluan (kejelasan dan kelengkapan dari Konsep dasar, asuhan
keperawatan dan referensi yang digunakan)
b. Laporan asuhan keperawatan (kelengkapan serta kesesuaian antara data dan
kondisi pasien)
c. Gunakan lampiran 3.4 untuk penilaian

3
2. Konsep Hospitalisasi Pada Anak
1. Pengertian
Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena
alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Hospitalisasi pada anak adalah suatu sindrom yang terjadi pada anak yang
dirawat di rumah sakit secara terpisah dari ibunya atau pengganti peran ibu
dalam kurun waktu yang lama. Kondisi ini ditandai dengan tidak adanya
kegairahan, tidak responsif, kurus, pucat, nafsu makan buruk, tidur
terganggu, episode demam, hilangnya kebiasaannya menghisap dan nampak
tidak bahagia. Gangguan ini dapat pulih kembali dengan anak dalam waktu 2-3
minggu. (Bastaman et al, 2004).
2. Persepsi Anak Tentang Hospitalisasi (Lau Dan Tse, 1994)
a. Pengabaian: .
b. Hukuman:
c. Takut katastrofik:
d. Takut akan kematian:
3. Faktor-Faktor Stresor Hospitalisasi
a. Faktor Lingkungan rumah sakit;
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut
pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang
asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas,
dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua.
(Norton-Westwood, 2012).
b. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti;
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan
sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan
anggota keluarga lainnya (Pelander & Leino-Kilpi, 2010).
c. Faktor kurangnya informasi
Kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani
hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan
hal yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika menjalani
hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur yang
dilakukan (Gordon et al, 2010).
d. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah
baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu kebebasan
dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan (Price & Gwin,
2005).
e. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan;

4
Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin
kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander & Leino-Kilpi, 2010).
f. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit. Mengingat anak
masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa dan
komunikasi. (Pena & Juan, 2011).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Dalam Bereaksi Terhadap
Hospitalisasi
a. Umur dan perkembangan kognitif
Hospitalisasi dan faktor-faktor yang terkait lebih mempengaruhi anak-anak
dibanding dengan orang dewasa. Anak-anak memang jelas tidak memiliki
kemampuan emosi dan kognitif yang setara dengan orang dewasa. (Lau & Tse,
1994 ; Chung, 2014) b) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
b. Kecemasan Orangtua
Orang tua dan anak mengalami kecemasan saat anak dihospitalisasi. Kecemasan
yang terjadi pada orang tua ini dapat meningkatkan kecemasan anak. Orang tua
kadang tidak menjawab pertanyaan anak dan tidak menjelaskan yang
sebenarnya karena khawatir anak menjadi takut dan cemas. Orang tua takut
membuat bingung anak dan menurunkan tingkat
kepercayaan anak. (James & Ashwill, 2007)
c. Persiapan anak dan orang tua
Metode yang dapat dilakukan untuk menyiapkan anak dalam menjalani
hospitalisasi adalah mengerti kebutuhan tentang dari anak tersebut. Petugas
kesehatan harus mempertimbangkan umur, tingkat perkembangan, keterlibatan
keluarga, waktu, status fisik
dan psikologi anak, faktor sosial budaya dan pengalaman terhadap sakit maupun
pengalaman merawat anak. (James & Ashwill, 2007)
d. Ketrampilan koping anak dan keluarga
Koping merupakan suatu proses dalam menghadapi kesulitan untuk
mendapatkan penyelesaian masalah. Koping anak terhadap hospitalisasi
dipengaruhi oleh usia, persepsi terhadap kejadian yang dialami, hospitalisasi
sebelumnya dan dukungan dari berbagai
pihak. (James & Ashwill, 2007)

5. Reaksi Psikologis Anak Terhadap Hospitalisasi


Reaksi anak terhadap hospitalisasi dimulai saat sebelum masuk rumah sakit,
selama hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit. Perubahan perilaku
temporer dapat terjadi selama anak dirawat di rumah sakit sampai pulang dari
rumah sakit. Perubahan ini disebabkan oleh (1) perpisahan dari orang-orang
terdekat, (2) hilangnya kesempatan untuk membentuk
hubungan baru, dan (3) lingkungan yang asing ( Wong et al, 2003).

5
Kekhawatiran yang paling sering dikeluhkan anak yang dirawat inap adalah (a)
kecemasan karena perpisahan dari keluarga dan teman-temannya, (b) ketakutan
terhadap orang dan lingkungan yang asing, (c) ketidakpastian tentang peraturan
rumah sakit dan harapan, (d) persepsi sebelum hospitalisasi, (e) ketakutan
terjadi mutilasi anggota tubuh atau kematian, (f) ketakutan terhadap rasa nyeri
dan ketidaknyamanan, (g) pikiran bahwa hospitalisasi sebagai hukuman, (h)
kehilangan kontrol emosi dan fisik,(i) persepsi tentang
perubahan fisik, (j) kehilangan kemandirian dan identitas, serta (k) takut ditolak.
Hampir semua, rumah sakit adalah lingkungan asing yang mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari.
(Berz, 2000). Dampak hospitalisasi selain cemas perpisahan, juga dapat berupa
regresi dan
adanya rasa malu (Lau & Tse, 1994)
6. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh petugas medis dalam memberikan
pencegahan
dampak hospitalisasi pada anak, adalah :
a. Persiapan hospitalisasi
Proses persiapan hospitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian
informasi secara verbal dan tertulis, kunjungan keliling rumah sakit,
pertunjukan
menggunakan boneka dan permainan yang menggunakan miniatur peralatan
rumah sakit yang
nanti akan dijumpai anak pada saat proses pengobatan. Persiapan bisa juga
menggunakan
buku-buku, video atau film yang menceritakan seputar kondisi di rumah sakit.
(Bonn. 1994 ;
Karling, 2006; Wong et al, 2003; Turket et al, 2009; Gordon et al, 2010)
b. Mencegah dan mengurangi perpisahan
Kehadiran orang tua setiap saat dapat membantu mengurangi kecemasan anak.
Orang tua diharapkan terlibat dalam aktivitas pengobatan sehingga orang tua
dapat berpartisipasi terhadap pengobatan. (Wong et al, 2003) Lingkungan yang
akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua
tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-barang
kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit seperti selimut, alat bermain, botol,
peralatan makan, atau pakaian.(Price & Gwin, 2005)
c. Mencegah kehilangan kontrol
Kehilangan kontrol dapat terjadi akibat perpisahan, restriksi fisik dan perubahan

6
rutinitas. Kehilangan kontrol dapat dicegah dengan meningkatkan kebebasan
bergerak, mempertahankan rutinitas anak, mendorong kemandirian dan
meningkatkan pemahaman. (Wong et al 2003)
d. Mencegah dan mengurangi ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri
Anak akan dihantui rasa takut akan mengalami cedera tubuh dan nyeri dalam
menghadapi prosedur yang menyakitkan. Tehnik manipulasi prosedural untuk
setiap kelompok umur dapat mengurang ketakutan terhadap cedera tubuh.
Intervensi yang paling mendukung adalah dengan prosedur secepat mungkin
dan mempertahankan kontak orang tua dengan anak. (Wong et al, 2003)
e. Penataan Ruang Rawat Inap dan Ruang Bermain di Rumah Sakit
Anak yang sakit dimungkinkan dirawat di rumah sakit khusus anak atau di
rumah
sakit umum yang memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu
mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan anak, dengan
mempersiapkan sarana di unit perawatan anak dengan perabotan yang berwarna
cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan yang menarik dan familiar
bagi anak, serta adanya ruang bermain yang dilengkapi berbagai macam alat
bermain (Price & Gwin,2005).
7. Penanganan Dampak Hospitalisasi
a. Terapi Bermain
Melalui bermain dapat mengetahui persepsi seorang anak ketika hospitalisasi.
Bermain juga bagi seorang anak adalah suatu kesempatan untuk menghilangkan
stres, ketika berada ditempat dimana dia merasa tidak berdaya dan cemas.
Melalui bermain, terutama dengan peralatan medis, anak dapat mengembangkan
rasa kontrol. (Webb, 1995; Homeyer & Morrison, 2008)
Terapi bermain terdiri dari aktivitas-aktivitas yang tergantung dengan
kebutuhan perkembangan anak maupun lingkungan seperti ketika
dihospitalisasi, dan dapat disampaikan dalam berbagai bentuk yang di antaranya
adalah pertunjukan wayang interaktif, seni ekspresi atau kreatif, permainan
boneka, dan lain-lain permainan yang
berorientasi pengobatan (Koller, 2008). Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa terapi bermain adalah efektif dalam menurunkan kecemasan dan
ketakutan anak pada saat harus segera masuk rumah sakit untuk operasi dan
pada saat keluar dari rumah sakit Koller, 2008).
b. Terapi Badut
Terapi Badut di bagian anak adalah bermain dengan lemah lembut dan penuh
tawa bersama anak-anak yang menderita sakit sehingga mereka dapat
mengekspresikan emosinya, memenuhi rasa kontrol dan dapat berinteraksi
sosial selama hospitalisasi. Terapi Badut bertujuan untuk mengurang stres anak

7
dan keluarga selama rawat inap dan menjalani pengobatan. (Koller & Gryski,
2008)
c. Terapi Musik
Terapi musik adalah salah satu metode yang dilakukan untuk mengurangi stres
pada anak yang mengalami hospitalisasi. Berbagai penelitian telah
menunjukkan efek fisologis dan psikologis dari musik terhadap anak yang
mengalami hospitalisasi. ( Berz, 2000 ; Kazemi, et al, 2010).
d. Penggunaan premedikasi ansiolitik dan sedatif
Tujuan premedikasi dengan sedatif adalah menurunkan kecemasan anak saat
akan dilakukan induksi anestesi, terutama pada penggunaan masker. Efek
premedikasi telah dipelajari baik secara tunggal maupun berkaitan dengan
intervensi lain seperti kehadiran orang tua atau program persiapan. Midazolam
digunakan untuk menurunkan kecemasan pada saat induksi anestesi (Karling,
2006).
3. Konsep Asuhan Keperawatan pada anak dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigen patologis dari sistem pernafasan, kardiovaskuler dan
hematologi
a. Sistem Pernapasan
Salah satu sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem
pernapasan atau sistem respirasi. Sistem respirasi dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu sistem pernapasan atas yang terdiri dari hidung, faring, serta laring
dan sistem pernapasan bawah yang terdiri dari trakea dan paru-paru (Saputra,
2013). Sistem pernapasan atau respirasi memiliki peran sebagai penjamin
ketersediaan oksigen untuk proses metabolisme sel-sel dalam tubuh dan
pertukaran gas. Dalam sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfir, dan
kemudian dibawa ke paru-paru sehingga terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida di dalam alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusi masuk ke
kapiler darah untuk digunakan oleh sel dalam proses metabolisme. Proses
pertukaran gas di dalam tubuh disebut dengan proses oksigenasi (Tarwoto &
Wartonah, 2011). Proses oksigenasi merupakan proses yang dimulai dari
pengambilan oksigen di atmosfir, kemudian oksigen yang diambil akan masuk
melalui organ pernapasan bagian atas yang terdiri dari hidung atau mulut,
faring, laring, dan kemudian masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti
trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier, terminal bronkiolus,
dan kemudian masuk ke alveoli. Selain itu organ pernapasan bagian atas juga
berfungsi untuk pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk
ke organ pernapasan bagian bawah, menghangatkan filtrasi, dan melembabkan
gas. Sedangkan organ pernapasan bagian bawah, selain tempat masuknya
oksigen juga berfungsi dalam proses difusi gas (Tarwoto & Wartonah, 2011).
b. Sistem Kardiovaskuler

8
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), Sistem kardiovaskuler ikut berperan
dalam proses oksigenasi ke jaringan tubuh yang berperan dalam proses
transfortasi oksigen. Oksigen ditransfortasikan ke seluruh tubuh melalui aliran
darah. Adekuat atau tidaknya aliran darah ditentukan oleh normal atau tidaknya
fungsi jantung. Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat ditentukan oleh
adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang baik dapat dilihat dari
kemampuan jantung memompa darah dan terjadinya perubahan tekanan darah.
Sistem kardiovaskuler ini akan saling terkait dengan sistem pernapasan dalam
proses oksigenasi. Menurut McCance dan Huether (2005) dalam Perry dan
Potter (2009), fisiologi kardiopulmonal meliputi penghantaran darah yang
teroksigenasi (darah dengan kadar karbon dioksida yang tinggi dari oksigen
yang rendah) kebagian kanan jantung dan masuk ke sirkulasi pulmonal, serta
darah yang sudah teroksigenasi (darah dengan kadar O2 yang tinggi dan CO2
yang rendah) dari paru ke bagian kiri jantung dan jaringan. Sistem
kardiovaskuler menghantarkan oksigen, nutrisi, dan substansi lain ke jaringan
dan memindahkan produk sisa dari metabolisme seluler melalui vaskuler dan
sistem tubuh lain (misalnya respirasi, pencernaan, dan ginjal).
c. Sistem Hematologi
Sistem hematologi terdiri dari beberapa sel darah, salah satu sel darah yang
sangat berperan dalam proses oksigenasi adalah sel darah merah, karena di
dalam sel darah merah terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen.
Hemoglobin adalah molekul yang mengandung empat subunit protein globular
dan unit heme. Setiap molekul Hb dapat mengikat empat molekul oksigen dan
akan membentuk ikatan oxy-hemoglobin (HbO2) ( Tarwoto & Wartonah,
2011).
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk pasien
gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan terapi dan kemampuan
pasien untuk memahami dan menjelaskan strategi manajemen diri. Tanda dan
gejala kongesti paru dan kelebihan beban cairan harus segera dilaporkan yang
akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah
oksigenasi. Pengkajian keperawatan pada pasien gagal jantung dengan masalah
oksigenasi meliputi :
a. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
nomor register, usia, agama, alamat, status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal
masuk rumah sakit. Berdasarkan risiko CHF, kejadian penyakit ini akan
meningkat padaorang lanjut usia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel
akibat penuaan. Kondisi ini akan menyebabkan jantung tidak mampu

9
memompakan darah secara adekuat yang akan mempengaruhi kebutuhan akan
oksigen (Kasron, 2012).
b. Identitas Penanggungjawab
Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pada pasien CHF adalah sesak napas saat
pasien beristirahat atau berbaring diatas tempat tidur (Sibuea dkk, 2009).
Keluhan utama lain yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan kebutuhan
oksigen dan karbondioksida antara lain batuk, peningkatan produksi sputum,
dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor, dan chest pain (Somantri, 2009).
2) Riwayat Kesehatan sekarang
Keluhan yang muncul pada pasien CHF dengan masalah gangguan kebutuhan
oksigen pada saat dikaji adalah adanya sesak napas yang akan menggangu
proses tidur, kesulitan makan karena sesak napas, sesak napas saat beraktivitas
serta munculnya rasa cemas karena sesak napas .
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien dengan penyakit gagal jantung (CHF) memiliki kebiasan atau
pola hidup yang kurang sehat seperti gaya hidup merokok atau terpapar polusi
udara, adanya riwayat penyakit jantung yang akan dapat mengindikasikan
adanya gangguan pada fungsi pernapasan (Somantri, 2009). Tingkat kesehatan
klien dimasa lalu juga menentukan ada atau tidaknya masalah oksigenasi. Pada
seseorang yang sehat, sistem kardiovaskuler dan pernapasan secara normal
menyediakan oksigen bagi kebutuhan tubuh. Pada penyakit kardiovaskuler, hal
ini sering kali berdampak terhadap pengangkutan oksigen ke sel tubuh,
sedangkan penyakit sistem pernapasan dapat mempengaruhi oksigenasi dalam
darah (Somantri, 2009).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit keturunan seperti
adanya riwayat jantung, hipertensi, DM, dan gagal ginjal, karena penyakit CHF
ini merupakan salah satu penyakit keturunan.
5) Pola Aktivitas Sehari-hari
Menurut Wijaya dan Putri (2013), pola aktivitas yang perlu dikaji pada pasien
CHF dengan masalah gangguan oksigenasi meliputi :
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien CHF mengalami kesulitan dan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi karena adanya sesak napas saat makan.
2) Pola eliminasi

10
Biasanya pada pasien CHF didapatkan pola berkemih yang menurun, urine yang
berwara gelap, berkemih malam hari (nokturia), dan bisa terjadi diare ataupun
konstipasi.
3) Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami sulit tidur dan juga istirahat karena adanya sesak
napas yang ditandai dengan kondisi pasien yang gelisah dan sering terbangun.
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien mengalami keletihan atau kelelahan terus menerus sepanjang
hari, serta sesak napas saat melakukan aktivitas.
6) Pemeriksaan Fisik
Menurut Saputra (2013), pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi
meliputi empat teknik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui antara lain adanya pembengkakan, pola napas
yang tidak normal, atau suara napas yang tidak normal. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara memeriksa seluruh anggota tubuh (head to toe). Menurut
Tarwoto dan Wartonah (2011), hasil pemeriksaan fisik
yang biasa ditemukan terkait pasien dengan gangguan oksigenasi
adalah :
1) Keadaan umum : Biasanya pasien gelisah karena sesak napas
2) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis sampai terjadi penurunan
kesadaran
3) TTV
a) BP : Biasanya terjadi hipotensi atau hipertensi
b) RR : Takipnea
c) P : Takikardia
d) T : Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia
4) Kepala : Normachepal
5) Mata : Biasanya konjungtiva anemis (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat pethecial (karena emboli lemak atau
endokarditis), kondisi sklera tergantung dengan kondisi hati yang baik atau
tidak.
6) Mulut dan bibir : Biasanya membran mukosa sianosis, bibir kering, bernapas
dengan mengerutkan mulut.
7) Hidung : Biasanya hidung sianosis, bernapas dengan menggunakan cuping
hidung.
8) Telinga : telinga sianosis, sejajar dengan kantus mata.
9) Leher : ada distensi atau bendungan pada vena jugularis, bisa terjadi
pembesaran kelenjar getah bening.
10) Kulit : Sianosis perifer (vasokontriksi dan
menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum

11
(hipoksemia), penurunan turgor (dehidrasi), edema, edema
periorbital.
11) Thoraks
a) Paru-paru
(1) Inspeksi : Retraksi dinding dada (karena peningkatan
aktivitas pernapasan, dispnes, atau obstruksi jalan
napas), pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan
dada kanan.
(2) Palpasi : Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada
karena udara/suara melewati saluran/rongga
pernapasan).
(3) Perkusi : Bunyi perkusi bisa resona, hiperresonan,
dullness .
(4) Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler,
bronkovesikuler, bronchial) atau tidak normal
(crackles, ronkhi, wheezing, friction rub).
b) Jantung
(1) Inspeksi : Adanya ketidaksimetrisan pada dada,
adanya jaringan parut pada dada, iktus kordis terlihat.
(2) Palpasi : Takikardia, iktus kordis teraba kuat dan
tidak teratur serta cepat.
(3) Perkusi : Bunyi jantung pekak, batas jantung
mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung.
(4) Auskultasi : Bunyi jantung irregular dan cepat, adanya
bunyi jantung S3 atau S4.
12) Abdomen
a) Inspeksi : Perut klien tampak edema, ada perubahan
warna kulit, kulit tampak kering.
b) Auskultasi : Bising usus dalam batas normal.
c) Palpasi : Adanya distensi abdomen, terdapat
hepatomegali dan splenomegali.
d) Perkusi : Bunyi pekak karena adanya asites
13) Genitalia dan anus : Klien dengan CHF biasanya akan
mengalami masalah dalam proses eliminasi (BAB dan BAK)
sehingga pasien harus dipasang kateter.
14) Ekstremitas : Jari dan kuku sianosis, CRT > 2 detik,
akral teraba dingin, edema pada tungkai, ada clubbing finger.
7) Pengkajian Psikososial
Menurut Somantri (2009), pengkajian psikososial yang perlu

12
dilakukan meliputi :
1) Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan
berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa penyakit
respiratori timbul akibat adanya stress.
2) Penyakit pernapasan kronik dapat menyebabkan perubahan
dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
3) Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat
mengkaji reaksi klien terhadap masalah stress psikososial dan
mencari jalan keluarnya.
8) Pemeriksaan Diagnostik
a) Elektrokardiografi (EKG)
Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien CHF adalah:
(1) Sinus takikardia
(2) Sinus bradikardia
(3) Atrial takikardia / futer / fibrilasi
(4) Aritmia ventrikel
(5) Iskemia / infark
(6) Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan
kelainan segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik
(7) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik
menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
(8) Blok atrioventikular
(9) Mikrovoltase
(10) Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T
menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis
(11) Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan
hipertrofi kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan
b) Ekokardiografi
Gambaran yang aling sering ditemukan pada CHF akibat
penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa
kelainan katup jantung adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai
hipokinesis seluruh dinding ventrikel.
c) Rontgen Toraks
Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukkan
adanya hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti
yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru
adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya
peningkatan ukuran pembuluh darah.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler

13
Indonesia, (2015) abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada
pasien CHF:
(1) Kardiomegali
(2) Hipertrofi ventrikel
(3) Kongesti vena paru
(4) Edema intertisial
(5) Efusi pleura
(6) Infiltrat paru
d) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi
pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan darah
lengkap (Saputra, 2013).
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada
pasien CHF:
(1) Abnormalitas analisa gas darah
(a) PH (7,35-7,45)
(b) PO2 (80-100 mmHg)
(c) PCO2 (35-45 mmHg)
(d) HCO3 (22-26 mEq/L)
(2) Peningkatan kreatinin serum ( > 150 μ mol/L)
(3) Anemia ( Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada
perempuan)
(4) Hiponatremia ( < 135 mmol/L)
(5) Hipernatremia ( > 150 mmol/L)
(6) Hipokalemia ( < 3,5 mmol/L)
(7) Hiperkalemia ( > 5,5 mmol/L)
(8) Hiperglikemia( >200 mg/dl)
(9) Hiperurisemia ( > 500 μ mmol/L)
(10)BNP ( < 100 pg/ml, NT proBNP < 400 pg/ml)
(11) Kadar albumin tinggi ( > 45 g/L)
(12)Kadar albumin rendah ( <30 g/L)
(13)Peningkatan transaminase
(14) Peningkatan troponin
(15)Tes tiroid abnormal
(16)Urinalisis
(17) INR > 2,5
(18)CRP > 10 mg/L
(19) Leukositosis nuetrofilik
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia,
2015).

14
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul
Menurut NANDA (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
dengan masalah oksigenasi pada pasien CHF adalah sebagai berikut :
a) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan O2 yang tidak
adekuat.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan:
1) Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
2) Perubahan membran alveolar dan kapiler
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan.
d) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas.
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
f) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola napas
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik :
a) Penurunan tekanan ekspirasi
b) Penurunan tekanan inspirasi
c) Pernapasan cuping hidung
d) Pola napas abnormal
e) Takipnea
Faktor yang Berhubungan :
a) Ansietas
b) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
c) Hiperventilasi
a) Respiratory status: Ventilation
1) Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b) Respiratory status: Airway patency
1) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas
abnormal)
d) Vital Sign Status
1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan Oxygen Therapy
a) Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea

15
b) Pertahankan jalan napas yang paten
c) Mengajarkan batuk efektif
d) Atur peralatan oksigenasi
e) Monitor aliran oksigen sesuai indikasi dan konsentrasi yang diberikan
f) Pertahankan posisi pasien
g) Observasi tanda-tanda hipoventilasi
h) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital Sign Monitoring
a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri
c) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
d) Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
e) Monitor kualitas dari nadi
f) Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
g) Monitor pola pernapasan abnormal
h) Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
i) Monitor sianosis perifer
j) Monitor adanya cushling triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
k) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Gangguan pertukaran gas
Definisi: kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolar-kapiler. Batasan Karakteristik:
a) Pola pernapasan abnormal (mis; kecepatan, irama, kedalaman)
b) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO2) abnormal
c) Tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri (PaCO2) abnorma
d) pH arteri abnormal
e) Saturasi oksigen abnormal
f) Dispnea pada saat istirahat
g) Sianosis
Faktor yang Berhubungan:
1.Perubahan membran alveolar-kapiler
a) Respiratory status: ventilation
1) Mendemonstrasikan batuk
a) efektif dan suara napas
b) yang bersih, tidak ada

16
c) sianosis dan dypsneu
d) (mampu mengeluarkan
e) sputum, mampu bernapas
f) dengan mudah, tidak ada
g) pursed lips)
b) Vital sign status
1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal Respiratory Monitoring
a) Monitor pola napas, irama, kedalaman dan usaha napas
b) Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan
adanya retraksi otot intercostals dan supraclavicular
c) Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur
d) Monitor pola napas
e) Catat lokasi trakea
f) Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi Monitor suhu,
warna, dan
g) kelembaban kulit
h) Monitor sianosis perifer
j) Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
k) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Definisi: ketidakmampuan membersihkan
sekresi atau obstruksi dan saluran napas
untuk mempertahankan bersihan jalan
napas.
Batasan Karakteristik:
a) Batuk yang tidak efektif
b) Dispnea
c) Gelisah
d) Perubahan frekuensi napas
e) Perubahan pola napas
f) Sianosis
g) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
h) Suara napas tambahan
a) Respiratory status: ventilation
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b) Respiratory status: airway patency
1) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak

17
merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara napas abnormal)
Respiratory Monitoring
a) Monitor pola napas, irama, kedalaman dan usaha napas
b) Perhatikan gerakan dan kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan
adanya retraksi otot intercostals dan supraclavicular
c) Monitor bunyi napas, misalnya mendengkur
d) Monitor pola napas
e) Catat lokasi trakea
f) Auskultasi bunyi napas, catat peningkatan ventilasi
g) Monitor saturasi oksigen
h) Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif
i) Memberikan bronkodilator bila perlu

18

Anda mungkin juga menyukai