CHILD HOSPITALIZATION
2022
HALAMAN PERSETUJUAN
Modul ini telah diterima dan disetujui untuk diajukan sebagai Pengganti
Praktik Profesional ( Ranah A Poin 1 )
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, berkat Rahmat dan karunia-
Nya, maka saya dapat menyelesaikan modul yang berjudul “Hospitalisasi Pada
Anak”.
Penyusunan modul ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
kecukupan SKP Ranah A Poin 1 Praktik Profesional Pemberi Asuhan Langsung ke
Pasien untuk Perpanjangan STR Perawat.
Penulis sangat menyadari karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis sangat
harapkan untuk kesempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga
modul ini bisa bermanfaat.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyakmembantu penulis dalam penyusunan modul ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan balasan yang
setimpal atas bantuan dan pengorbanan mereka kepada penulis dan melimpah
Kasih Sayang-Nya kepada kitasemua.
Penulis
DAFTAR ISI
1. Pengertian
Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses dimana
karena alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.
Hospitalisasi pada anak adalah suatu sindrom yang terjadi pada anak
yang dirawat di rumah sakit secara terpisah dari ibunya atau pengganti peran
ibu dalam kurun waktu yang lama. Kondisi ini ditandai dengan tidak adanya
kegairahan, tidak responsif, kurus, pucat, nafsu makan buruk, tidur terganggu,
episode demam, hilangnya kebiasaannya menghisap dan nampak tidak
bahagia. Gangguan ini dapat pulih kembali dengan anak dalam waktu 2-3
minggu. (Bastaman et al, 2004).
2. Persepsi Anak Tentang Hospitalisasi (Lau Dan Tse, 1994)
a. Pengabaian: .
b. Hukuman:
c. Takut katastrofik:
d. Takut akan kematian:
3. Faktor-Faktor Stresor Hospitalisasi
a. Faktor Lingkungan rumah sakit;
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan
dilihat dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang
tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari
mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan
kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua. (Norton-
Westwood, 2012).
b. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti;
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang
familiar digunakan sehari- hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan
dan juga berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander & Leino-
Kilpi, 2010).
c. Faktor kurangnya informasi
Kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika
akan menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses
hospitalisasi merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua
orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang
rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan (Gordon et al, 2010).
d. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang
dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya
sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang
dalam taraf perkembangan (Price & Gwin, 2005).
e. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan;
Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit,
maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya
(Pelander & Leino-Kilpi, 2010). f. Faktor perilaku atau interaksi dengan
petugas rumah sakit. Mengingat anak masih memiliki keterbatasan
dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi. (Pena & Juan,
2011).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Dalam
Bereaksi Terhadap Hospitalisasi
a. Umur dan perkembangan kognitif
Hospitalisasi dan faktor-faktor yang terkait lebih mempengaruhi
anak-anak dibanding dengan orang dewasa. Anak-anak memang jelas
tidak memiliki kemampuan emosi dan kognitif yang setara dengan
orang dewasa. (Lau & Tse, 1994 ; Chung, 2014) b) Reaksi orang tua
terhadap hospitalisasi
b. Kecemasan Orangtua
Orang tua dan anak mengalami kecemasan saat anak
dihospitalisasi. Kecemasan yang terjadi pada orang tua ini dapat
meningkatkan kecemasan anak. Orang tua kadang tidak menjawab
pertanyaan anak dan tidak menjelaskan yang sebenarnya karena
khawatir anak menjadi takut dan cemas. Orang tua takut membuat
bingung anak dan menurunkan tingkat kepercayaan anak. (James &
Ashwill, 2007)
c. Persiapan anak dan orang tua
Metode yang dapat dilakukan untuk menyiapkan anak dalam
menjalani hospitalisasi adalah mengerti kebutuhan tentang dari anak
tersebut. Petugas kesehatan harus mempertimbangkan umur, tingkat
perkembangan, keterlibatan keluarga, waktu, status fisik dan psikologi
anak, faktor sosial budaya dan pengalaman terhadap sakit maupun
pengalaman merawat anak. (James & Ashwill, 2007)
d. Ketrampilan koping anak dan keluarga
Koping merupakan suatu proses dalam menghadapi kesulitan
untuk mendapatkan penyelesaian masalah. Koping anak terhadap
hospitalisasi dipengaruhi oleh usia, persepsi terhadap kejadian yang
dialami, hospitalisasi sebelumnya dan dukungan dari berbagai pihak.
(James & Ashwill, 2007)
6. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh petugas medis dalam
memberikan pencegahan dampak hospitalisasi pada anak, adalah :
a. Persiapan hospitalisasi
Proses persiapan hospitalisasi yang dapat dilakukan adalah
dengan pemberian informasi secara verbal dan tertulis, kunjungan
keliling rumah sakit, pertunjukan menggunakan boneka dan permainan
yang menggunakan miniatur peralatan rumah sakit yang nanti akan
dijumpai anak pada saat proses pengobatan. Persiapan bisa juga
menggunakan buku-buku, video atau film yang menceritakan seputar
kondisi di rumah sakit. (Bonn. 1994 ; Karling, 2006; Wong et al, 2003;
Turket et al, 2009; Gordon et al, 2010)
b. Mencegah dan mengurangi perpisahan
Kehadiran orang tua setiap saat dapat membantu mengurangi
kecemasan anak. Orang tua diharapkan terlibat dalam aktivitas
pengobatan sehingga orang tua dapat berpartisipasi terhadap
pengobatan. (Wong et al, 2003) Lingkungan yang akrab juga
meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua
tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-
barang kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit seperti selimut, alat
bermain, botol, peralatan makan, atau pakaian.(Price & Gwin, 2005)
c. Mencegah kehilangan kontrol
Kehilangan kontrol dapat terjadi akibat perpisahan, restriksi fisik
dan perubahan rutinitas. Kehilangan kontrol dapat dicegah dengan
meningkatkan kebebasan bergerak, mempertahankan rutinitas anak,
mendorong kemandirian dan meningkatkan pemahaman. (Wong et al
2003)
d. Mencegah dan mengurangi ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri
Anak akan dihantui rasa takut akan mengalami cedera tubuh dan
nyeri dalam menghadapi prosedur yang menyakitkan. Tehnik manipulasi
prosedural untuk setiap kelompok umur dapat mengurang ketakutan
terhadap cedera tubuh. Intervensi yang paling mendukung adalah
dengan prosedur secepat mungkin dan mempertahankan kontak orang
tua dengan anak. (Wong et al, 2003)
e. Penataan Ruang Rawat Inap dan Ruang Bermain di Rumah Sakit
Anak yang sakit dimungkinkan dirawat di rumah sakit khusus
anak atau di rumah sakit umum yang memiliki fasilitas ruangan khusus
untuk anak. Perlu mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan
anak, dengan mempersiapkan sarana di unit perawatan anak dengan
perabotan yang berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi
ruangan yang menarik dan familiar bagi anak, serta adanya ruang
bermain yang dilengkapi berbagai macam alat bermain (Price &
Gwin,2005).
7. Penanganan Dampak Hospitalisasi
a. Terapi Bermain
Melalui bermain dapat mengetahui persepsi seorang anak ketika
hospitalisasi. Bermain juga bagi seorang anak adalah suatu
kesempatan untuk menghilangkan stres, ketika berada ditempat
dimana dia merasa tidak berdaya dan cemas. Melalui bermain,
terutama dengan peralatan medis, anak dapat mengembangkan rasa
kontrol.
(Webb, 1995; Homeyer & Morrison, 2008)
Terapi bermain terdiri dari aktivitas-aktivitas yang tergantung
dengan kebutuhan perkembangan anak maupun lingkungan seperti
ketika dihospitalisasi, dan dapat disampaikan dalam berbagai bentuk
yang di antaranya adalah pertunjukan wayang interaktif, seni
ekspresi atau kreatif, permainan boneka, dan lain-lain permainan
yang berorientasi pengobatan (Koller, 2008). Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa terapi bermain adalah efektif dalam
menurunkan kecemasan dan ketakutan anak pada saat harus segera
masuk rumah sakit untuk operasi dan pada saat keluar dari rumah
sakit Koller, 2008).
b. Terapi Badut
Terapi Badut di bagian anak adalah bermain dengan lemah lembut
dan penuh tawa bersama anak-anak yang menderita sakit sehingga
mereka dapat mengekspresikan emosinya, memenuhi rasa kontrol
dan dapat berinteraksi sosial selama hospitalisasi. Terapi Badut
bertujuan untuk mengurang stres anak dan keluarga selama rawat
inap dan menjalani pengobatan. (Koller & Gryski, 2008)
c. Terapi Musik
Terapi musik adalah salah satu metode yang dilakukan untuk
mengurangi stres pada anak yang mengalami hospitalisasi. Berbagai
penelitian telah menunjukkan efek fisologis dan psikologis dari musik
terhadap anak yang mengalami hospitalisasi. ( Berz, 2000 ; Kazemi,
et al, 2010).
d. Penggunaan premedikasi ansiolitik dan sedatif
Tujuan premedikasi dengan sedatif adalah menurunkan
kecemasan anak saat akan dilakukan induksi anestesi, terutama
pada penggunaan masker. Efek premedikasi telah dipelajari baik
secara tunggal maupun berkaitan dengan intervensi lain seperti
kehadiran orang tua atau program persiapan. Midazolam digunakan
untuk menurunkan kecemasan pada saat induksi anestesi (Karling,
2006)
BAB III.
SIMPULAN
Bastaman, Tun. K. (2003). Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa & Psikiatrik Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Cullberg, J., & Lundin, T. (2006)Crisis and development .5th ed. Stockholm:
Natur och kultur. p 76- 79
Friedman, M.M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset, teori dan aplikasi,
edisi bahasaIndonesia. Jakarta: ECG.
Goodman NF. (2010) The Impact of pediatric cancer on children and families:
why we neeed to change the landscape of pediatric cancer research.
Presentation to the congress of pediatric cancer caucus childhood
cancer summit.September 16, 2010. Diunduh dari
www.kidsvcancer.org diunduh 2-03- 2014.
Gordon B. K., T. Jaaniste , K. Bartlett , M. Perrin, A. Jackson, A. Sandstrom , R.
Charleston, dan S. Sheehan.2010 Child and parental surveys about
pre-hospitalization information provision. Child: care, health and
development diunduh 07-09-2014
Homeyer LE and Morrison MO, 2008 Play Therapy Practice, Issues, and Trends.
American Journal of play. the University of Illinois. article-play-
therapy diunduh 06-11-2014
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children : principles & practice.
Third edition.
St. Louis : Saunders Elsevier.
Karling, Mats. 2006. Child behaviour and Pain after Hospitalization, Surgery
and Anaesthesia .
Sweden.Print Media, Umeå diunduh 06-11-2014
Kazemi, S., Ghazimoghaddam, K., Besharat, S., Kashani, L. 2012. Music and
anxiety in hospitalized children. Journal of Clinical and diagnostic
reseach. Vol 6(1), 94-96 diunduh 07-11- 2014
Koller, Donna, 2008. Therapeutic Play in Pediatric Health Care: The Essence of
Child Life Practice. Research Institute Hospital for Sick Children
Toronto, Ontario, Canada ebpplaystatement-complete. Diunduh 27-
10-2014
Pelander, T., & H. Leino-Kilpi. 2010 ― Empirical Studies; Children’s best and
worst experiences during hospitalization”. Finland Scand J Caring Sci,
diunduh 07-11-2014
Pena., A., L., N, & Juan, L., C. 2011 The experience of hospitalized children
regarding their interactions with nursing professionals. Enfermagem
Original Article
Price, D.,L, & J.F. Gwin,. Thompson’s Pediatric Nursing, an Introductory Text
(ed., 9th). Elsevier Inc, St Louis. 2005.
Roberts, CA 2010. ―Unaccompanied Hospitalized Children: A Review of the
Literature and Incidence Study‖. Journal of Pediatric Nursing, 25,
470–476. Diunduh 15-10-
2014
Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.
Webb, JR, 1995 , Play Therapy with Hospitalized children. International Journal
of Play Therapy vol (4) 1, pp. 51-59 diunduh 01-12-2014
Wong, DL, Hockenberry, MJ, & Wilson, D. 2003. Whaley and Wong’s
nursing care of infants and children. (7th ed.). St. Louis Missour