Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI HOSPITALIS

DI

OLEH

KELOMPOK: 1
SARIATUL MUKNI
SRI MAULIANDA
CUT RAUZATUL JANNAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia
yang tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan
baik, shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw.
pembawa risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat
manusia didunia dan diakhirat.

Kami sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah jauh dari


kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya
mahasiswa/i. Semoga juga menjadi amal yang baik dan diterima disisi Allah
SWT. Amiin.

Sigli, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN............................................................................2
A. Pengertian Hospitalisasi..................................................................2
B. Acam-macam Hospitalis.................................................................2
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi Pada Anak .......3
D. Stressor Umum Pada Hospitalisasi ................................................6

BAB III : PENUTUP.....................................................................................9


A. Kesimpulan.....................................................................................9
B. Saran...............................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar.Setiap orang mungkin
pernah mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah
sakit.Suasana saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda
dengan suasana yang biasanya seseorang rasakan.Suasana dengan dikelilingi
orang-orang yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi
mereka yang baru pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit.
Proses perawatan tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan
adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan
dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton,2005).
Dalam Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena
suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.
Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) atau
pun pada orang tua. Seperti pasien merasa kehilangan privasi, otonomi, serta
perubahan gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, seperti adanya rasa bersalah
dan frustasi karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami  konsep
hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat
diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan
asuhan keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hospitalisasi?
2. Apa saja macam-macam hospitalisasi?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi hospitalisasi?
4. Apa Saja Stressor Umum Pada Hospitalisasi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hospitalis
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama
proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya
karena  perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi
perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan ( Potter & Perry, 2005,
hal : 665 ).

B. Macam-macam Hospitalisasi
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh
Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :
1. Hospitalisasi Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat
meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat
medis.Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
2. Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan
dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat
mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter.
3. Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak
pasien.Keadaan ini tidak memerlukan  persetujuan pasien dan seringkali
digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain.
Hospitalisasi Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-

2
kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat
diperbaharui.Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas
permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
4. Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang
dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen involunter yang memerlukan
pengesahan atau sertifikasi hanya oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku
selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk
menegakkan perluya perawatan gawat darurat. Setelah 15 hari, pasien harus
dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah menjadi status
volunter.
 
C. Faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi Pada Anak
Faktor-faktor stressor yang utama dan sering terjadi pada anak yang
menjalani perawatan di rumah sakit adalah perpisahan, kehilangan control, trauma
fisik dan nyeri serta penyakit fisik yang dialaminya (wong’s & whaley, 1999)
Di antara usia 4-7 bulan, bayi mengembangkan perasaan "objek
permanen." Mereka menyadari bahwa benda-benda dan manusia ada bahkan
ketika mereka tidak terlihat. Bayi belajar bahwa ketika mereka tidak dapat melihat
ibu atau ayah, itu berarti mereka sudah pergi. Mereka tidak mengerti konsep
waktu, jadi mereka tidak tahu ibu akan kembali, dan bisa menjadi marah dengan
ketidakhadirannya. Apakah ibu ada di dapur, di kamar tidur, atau di kantor,
semuanya sama saja dengan bayi, yang mungkin menangis sampai ibunya muncul
di dekatnya lagi.
Anak-anak berusia antara 8 bulan dan 1 tahun tumbuh menjadi balita yang
lebih mandiri, tetapi bahkan lebih tidak pasti tentang dipisahkan dari orang tua. Ini
terjadi ketika kecemasan perpisahan berkembang, dan anak-anak dapat menjadi
gelisah dan kesal ketika orang tua mencoba untuk pergi. Apakah Anda perlu pergi
ke kamar sebelah hanya beberapa detik, meninggalkan anak Anda dengan
pengasuh untuk malam hari, atau mengantar anak Anda di tempat penitipan anak,
anak Anda sekarang mungkin bereaksi dengan menangis, berpegangan pada

3
Anda, dan menolak perhatian dari orang lain. Waktu kecemasan akan perpisahan
dapat bervariasi. Beberapa anak mungkin mengalaminya nanti, antara 18 bulan
dan 2,5 tahun. Beberapa tidak pernah mengalaminya. Dan bagi orang lain,
tekanan hidup tertentu dapat memicu perasaan cemas tentang dipisahkan dari
orangtua: situasi pengasuhan anak baru atau pengasuh, saudara baru, pindah ke
tempat baru, atau ketegangan di rumah.

Berapa lama kecemasan berlangsung


Berapa lama kecemasan perpisahan berlangsung dapat bervariasi,
tergantung pada anak dan bagaimana orangtua merespons. Dalam beberapa kasus,
tergantung pada temperamen anak, kecemasan perpisahan dapat berlangsung sejak
bayi hingga tahun sekolah dasar. Kecemasan pemisahan yang mempengaruhi
aktivitas normal anak yang lebih besar dapat menjadi tanda gangguan kecemasan
yang lebih dalam. Jika kecemasan perpisahan muncul tiba-tiba pada anak yang
lebih tua, mungkin ada masalah lain, seperti intimidasi atau kekerasan.
Kecemasan berpisah berbeda dari perasaan normal yang dimiliki anak-
anak yang lebih besar ketika mereka tidak ingin orang tua pergi (yang biasanya
dapat diatasi jika seorang anak cukup terganggu). Dan anak-anak benar-benar
memahami efeknya terhadap orang tua. Jika Anda berlari kembali ke ruangan
setiap kali anak Anda menangis atau membatalkan rencana Anda, anak Anda akan
terus menggunakan taktik ini untuk menghindari perpisahan. 3. Apa yang
mungkin anda rasakan? Kecemasan pemisahan mungkin membuat Anda
merasakan berbagai emosi. Sangat menyenangkan untuk merasa bahwa anak
Anda akhirnya terikat pada Anda seperti Anda terhadapnya. Namun, Anda juga
cenderung merasa bersalah karena meluangkan waktu untuk diri sendiri,
meninggalkan anak Anda dengan pengasuh, atau pergi bekerja. Anda mungkin
mulai merasa kewalahan dengan jumlah perhatian yang tampaknya dibutuhkan
anak Anda dari Anda. Ingatlah bahwa keengganan si kecil untuk meninggalkan
Anda adalah pertanda baik bahwa keterikatan yang sehat telah berkembang di
antara Anda berdua. Pada akhirnya, anak Anda akan dapat mengingat bahwa
Anda selalu kembali setelah Anda pergi, dan itu akan cukup nyaman saat Anda

4
pergi. Ini juga memberi anak-anak kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan koping dan sedikit kebebasan.
Respon anak terhadap perpisahan adalah kecemasan karena perpisahan
dengan orang tua, meliputi:
a. Fase protes

Pada fase protes akan berlangsung dalam beberapa jam sampai


beberapa hari dengan menunjukkan perilaku sebagai berikut:
1) Menangis kuat, akan berhenti bila capek
2) Menjerit mencari orang tua dengan pandangan mata
3) Menolak dan menghindari orang yang tidak di kenal cara
4) menendang, menggigit, memukul, mencakar, memeluk orang tua, dan
tidak memperbolehkan orang tua dan meminimalkan tindakan yang
menyakitkan, untuk menghindari reaksi protes yang lebih keras dari
anak.
tua, dan tidak memperbolehkan orang tua dan meminimalkan
tindakan yang menyakitkan, untuk menghindari reaksi protes
yang lebih keras dari anak.
b. Fase putus asa (despair)
Pada fase ini anak akan menunjukkan perilaku sebagai berikut :
a. Anak akan berhenti menangis
b. Tidak aktif
c. Menarik diri terhadap orang lain
d. Sedih, tidak interest dengan lingkunagn
e. Tidak mau berkomunikasi
f. Tingkah laku kembali pada perkembangan sebelumnya seperti
menghisap ibu jarinya.
g. Anak akan menolak makan, minum, dan beraktivitas.
Pada fase ini perawat lebih banyak melibatkan peran dan
dukungan orang tua. Pendekatan terhadap orang tua terlebih
dulu, menyapa mainan anak, baru ke anak. Berbicara dan

5
berkomunikasi terapeutik dengan posisi dan jarak yang
menyenangkan bagi anak.
c. Fase menyesuaikan diri (detachment)
Setelah mengalami perpisahan beberapa waktu dengan orang tua, maka
anak akan menunjukkan perilaku sebagai berikut:
1) Rasa interes dengan lingkungan meningkat.
2) Mau berinteraksi dengan orang tua yang tidak di kenal atau
pembeli pelayanan.
3) Anak tampak lebih gembira
Pada fase ini anak mulai menerima rasa perpisahan dengan orang
tuanya atau keluarganya. Peran perawat menerima perubahan dan
mempertahankannya
1. Kehilangan kendali (loss of control)
Penyebab utama kehilangan kendali adalah keterbatasan fisik karena
keterampilan yang disukainya tidak dapat dilakukan, perubahan dari aktifitas rutin
seperti bermain dengan teman sebaya, proses pengikatan karena tindakan tertentu,
dan tingkat ketergantuangan anak terhadap orang tuanya. Tindakan keperawatan
yang dilakukan dengan mengurangi hal hal prosedur pengikatan, libatkan orang
tua peer groupdalam merawat anak, memperbolehkan teman sepermainan dan
saudara untuk berkunjung, ajak anak untuk mengunjungi tempat bermain di
rumah sakit.
2. Trauma fisik dan nyeri
Respon anak terhadap trauma fisik dan nyeri akibat prosedur tindakan
medic maupun keperawatan anatara lain:
a. Meringis
b. Mengatup mulut
c. Membuka mata lebar lebar
d. Marah atau bertingkah laku agresif seperti menggigit, menendang.
Memukul dan berusaha untuk lari. Tindakan keperawatan yang tepat
dilakukan perawat adalah dengan memberikan perhatian khusus
terhadap respon sakit dan nyeri, dan mengajak anak untuk

6
mengkomunikasikan rasa sakit dan nyeri yang mereka rasakan, serta
menjelaskan sebelum prosedur tindakan di berikan.
3. Penyakit fisik
Penyakit fisik juga menjadi stressor bagi anak, maka respon anak terhadap
penyakit sering di tunjukkan dalam manifestasi klinis seperti anak menjadi
cengeng, gelisah, sakit yang di tunjukkan dengan menangis keras, tidak mau
makan, dan tidak mau berpisah dari orang tua. Peran perawat adalah bersifat
empati, membina hubungan saling percaya, membantu dalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis, dan melibatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan.
Faktor stressor lainnya adalah:
a. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, di awali
oleh situasi yang menyeramkan, seperti monster, pembunuhan, dan
binatang buas dan asing.
b. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak di ijinkan menjenguk.
c. Prosedur yang menyakitkan
d. Takut akan cacat atau mati.

D. Stressor Umum Pada Hospitalisasi


Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak menjalani
hospitalisasi seperti:
1. Faktor Lingkungan rumah sakit
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari
sudut pandang anak-anak.  Suasana rumah sakit yang tidak familiar,
wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang
digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan
ketakutan baik bagi anak ataupun  orang  tua. (Norton-Westwood,2012).

2. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti


Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar
digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga
berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander & Leino-Kilpi,2010).

7
3. Faktor kurangnya informasi yang didapat anak dan
orang tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi.
Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal yang
tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika menjalani
hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur
yang dilakukan (Gordon dkk,2010).
4. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti
tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu
kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan
(Price & Gwin,2005). 
5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka
semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander &
Leino-Kilpi, 2010).
6. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas
rumah sakit, khususnya perawat.
Mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan
kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama
ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien  anak yang menjadi
sebuah tantangan, dan dibutuhkan  sensitifitas yang tinggi serta lebih
kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi
dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif,
tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan respon
pengobatan (Pena & Juan,2011).
 

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah.
Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai
kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini,
2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan,
utamanya karena  perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain
berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan
( Potter & Perry, 2005, hal : 665 ).
2. Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh
Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :
a. Hospitalisasi Informal
b. Hospitalisasi Volunter
c. Hospitalisasi Involunter
d. Hospitalisasi Gawat Darurat
3. Faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi Pada Anak
Faktor-faktor stressor yang utama dan sering terjadi pada anak yang
menjalani perawatan di rumah sakit adalah perpisahan, kehilangan control, trauma
fisik dan nyeri serta penyakit fisik yang dialaminya (wong’s & whaley, 1999)

B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat
bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ader, Albert (1996) Psichoneuroimmunology, Philadelphia, J.B Lippincott


Company. Hal : 15.

Ader & Cohen (1991). Psichoneuroimmunology, Academic Press Inc 2nd edition.
New York

Al-Munajjad., M, (2010). Terapi Kecemasan. Solo: PT Aqwam media profetika

Barbara C. Long, (1996 : 131 – 132 ), Perawatan Medikal Bedah (Suatu


Pendekatan Proses Keperawatan ), Yayasan IAPK Pajajaran . Bandung.

Bowdeen & Greenberg (2008). Alih bahasa : F.X. Budiyanto dkk. Perkembangan
dan Kepribadian Anak. ARCAN : Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai