Anda di halaman 1dari 16

KONSEP HOSPITALISASI TUMBUH KEMBANG PADA ANAK

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen pembimbing :

Asmarawanti,S.Kep,Ners.,M.Kep

Disusun oleh :

Agisna Nurhalisyah Hidayat (C1AA19002)

Allif Fauzan Rijaldji (C1AA19006)

Dara Fuji Nur Illahi (C1AA19020)

Dede Ari Shafar (C1AA19024)

Nutria Ayuning Tyiyas (C1AA19078)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Hospitalisasi Tumbuh Kembang Pada Anak” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak I Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan sukabumi yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari Makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 17 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................1

C. Tujuan...................................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN...............................................................................................................3

A. Pengertian Hospitalisasi.......................................................................................3

B. Stresor Umum Pada Hospitalisasi ......................................................................3

C. Faktor Reaksi Orang Tua Akibat Hospitalisasi.................................................7

D. Reaksi Anak Akibat Hospitalisasi.......................................................................8

E. Reaksi Sibling Akibat Hospitalisasi....................................................................8

F. Manajemen Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hospitalisasi.......................9

BAB III...........................................................................................................................12

PENUTUP.......................................................................................................................12

A. Kesimpulan.........................................................................................................12

B. Saran...................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidaklah asing bagi kita sebagai warga Negara Indonesia dengan adanya
perbedaan budaya di kalangan masyarakat kita, karena mengingat begitu
luasnya wilayah indonesia. Hal ini patutlah membuat kita sebagai warga
Negara Indonesia menjadi bangga akan kekayaan kebudayaan kita. Tidak
banyak orang menyadari bahwa bentuk-bentuk interaksi antarbudaya
sesungguhnya secara langsung atau tidak melibatkan sebuah komunikasi.
Pentingnya komunikasi antarbudaya mengharuskan semua orang untuk
mengenal panorama dasar-dasar komunikasi antarbudaya itu.
Dalam kenyataan sosial, manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial
kalau dia tidak berkomunikasi. Dapat dikatakan pula bahwa interaksi
antar-budaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya.
Maka dari itu kita perlu tahu apa-apa yang menjadi unsur-unsur dalam
terbentuknya proses komunikasi antarbudaya, yang antara lain adalah
adanya komunikator yang berperan sebagai pemrakarsa komunikasi;
komunikan sebagai pihak yang menerima pesan, pesan/simbol sebagai
ungkapan pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator
kepada komunikan dalam bentuk simbol.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hospitalitasi
2. Apa stresor umum pada hospitalisasi?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi orang tua akibat
hospitalisasi?
4. Bagaimana reaksi anak akibat hospitalisasi?
5. Bagaimana reaksi siblings akibat hospitalisasi?
6. Bagaimana manajemen asuhan keperawatan akibat hospitalisasi?

1
C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian hospitalitasi


2. Mengetahui stresor umum pada hospitalisasi
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi orang tua akibat
hospitalisasi
4. Mengetahui reaksi anak akibat hospitalisasi
5. Mengetahui reaksi siblings akibat hospitalisasi
6. Mengetahui manajemen asuhan keperawatan akibat hospitalisasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat
di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi
dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut
menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan
keluarga (Wong, 2000).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan
perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah
besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004).
Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat
menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah


suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak
dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat
menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi
dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di
rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang
disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status
kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu,
anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadiankejadian yang sifatnya menekan (Nursalam,
et al, 2005).

B. Stressor Umum Pada Hospitalisasi

3
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak
(Nursalam, et al, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak
tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat
perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status
kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari.

Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Stresor
atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa
perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan
lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang
nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau
terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu
atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat
membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998).

Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat


membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak
aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis
yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit.

Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia
prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan
bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan
gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan
agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak
biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan
menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, et al, 2005).

Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di
rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya,
anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang
bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak

4
menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama
serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan
meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya
dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, et al, 2005).

Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa
perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga
tahap, yaitu tahap protes (phase of protest), tahap putus asa (phase of despair),
dan tahap menolak (phase of denial).

a. Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-


kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku
agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang
tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain.
b. Tahap putus asa menampilkan perilaku anak yang cenderung tampak
tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis berkurang, kurang minat untuk
bermain, tidak nafsu makan, sedih, dan apatis.
c. Tahap berikutnya adalah tahap menolak dimana anak samar-samar
menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain
serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan gembira.

Fase ini biasanya terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua. Selain
kecemasan akibat perpisahan, anak juga mengalami cemas akibat kehilangan
kendali atas dirinya. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi
negatif terhadap ketergantungan yang dialaminya, terutama anak akan menjadi
cepat marah dan agresif (Nursalam, et al, 2005).

Kecemasan yang muncul merupakan respon emosional terhadap penilaian


sesuatu yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya

5
(Stuart & Sundeen, 1998). Sedangkan menurut Gunarso (1995), kecemasan juga
dapat diartikan rasa khawatir takut tidak jelas sebabnya.

Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rentang respon dan tingkatan


yang berbeda-beda. Menurut Suliswati (2005), ada empat tingkat kecemasan yang
dialami individu, yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat,
serta panik.

a. Kecemas ringan (mild anxiety) apabila dalam kehidupan seharihari


seseorang kelihatan waspada ketika terdapat permasalahan. Pada kategori
ini seseorang dapat menyelesaikan masalah secara efektif dan cenderung
untuk belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
b. Kecemasan sedang (moderat anxiety) yang biasa terlihat pada seseorang
adalah menurunnya penerimaan terhadap rangsangan dari luar karena
individu cenderung fokus terhadap apa yang menjadi pusat perhatiannya.
c. Kecemasan berat (severe anxiety) lahan persepsi seseorang sangat
menyempit sehingga perhatian seseorang hanya bisa pada hal-hal yang
kecil dan tidak bisa berfikir hal lainnya.
d. Kecemasan adalah panik (panic). Panik merupakan tahap kecemasan yang
paling berat. Pada kategori ini, biasanya seseorang tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Biasanya berhubungan
dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Dengan panik, terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional.

6
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon,
Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladaptif.
Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif.

a. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap


perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman
dan berfokus pada kelangsungan hidup.
b. destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku maladaptif
serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik (Suliswati,
2005).

Pada seseorang tanda dan gejala kecemasan dapat ditemukan dalam batasan
karakteristik kecemasan yang berbeda (Tucker, 1998). Pada kecemasan ringan
biasanya ditandai dengan perasaan agak tidak nyaman, gelisah, imnsomnia ringan
akibat perubahan pola perilaku, perubahan nafsu makan ringan. Sementara pada
kecemasan sedang merupakan perkembangan dari kecemasan ringan. Seseorang
akan terlihat lebih berfokus pada lingkungan, konsentrasi hanya pada tugas
individu, dan jumlah waktu yang digunakan dalam mengatasi masalah
bertambah. Selain itu, terjadi takipneu, takikardi, serta terjadi peningkatan
ketegangan otot karena tindakan fisik yang berlebihan (Tarwoto dan Wartonah,
2004).

Tanda dan gejala pada kecemasan berat merupakan lanjutan dari kecemasan
sedang. Biasanya seseorang akan mengalami perasaan terancam, terjadi
perubahan pernafasan, perubahan gastrointestinal, serta perubahan

7
kardiovaskuler. Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasan berat akan
kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi (Stuart & Sundeen, 1998).

Sementara itu, tanda dan gejala klinis dari kategori panik menurut Townsend
(1998), merupakan gambaran dari kecemasan tingkat berat sekali dengan tanda
hiperaktifitas atau imobilisasi berat. Kecemasan yang timbul baik akibat
perubahan fisik maupun biopsiko-sosial pada anak yang dirawat di rumah sakit
membuat anak merasa tidak nyaman dan tertekan. Kondisi tersebut akan
menimbulkan stress pada anak selama masa perawatan di rumah sakit dan sering
dikenal dengan stress hospitalisasi.

C. Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi orangtua akibat


hospitalisasi?

1. Berpisah dengan orang tua dan sibling. 


2. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxienties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan dan diawali oleh situasi yang asing. binatang buas. 
3. Gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan 
4. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit. 
5. Prosedur yang menyakitkan 
6. Takut akan cacat atau mati.

D. Bagaimana reaksi anak akibat hospitalisasi?

Secara umum, anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan hospitalisasi karena
kondisi ini merupakan perubahan dari status kesehatan dan rutinitas umum pada
anak. Hospitalisasi menciptakan serangkaian peristiwa traumatik dan penuh
kecemasan dalam iklim ketidakpastian bagi anak dan keluarganya, baik itu
merupakan prosedur elektif yang telah direncanakan sebelumnya ataupun akan
situasi darurat yang terjadi akibat trauma. Selain efek fisiologis masalah kesehatan
terdapat juga efek psikologis penyakit dan hospitalisasi pada anak (Kyle &
Carman, 2015), yaitu sebagai berikut:

8
a. Ansietas dan kekuatan
Bagi banyak anak memasuki rumah sakit adalah seperti memasuki dunia
asing, sehingga akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan. Ansietas
seringkali berasal dari cepatnya awalan penyakit dan cedera, terutama
anak memiliki pengalaman terbatas terkait dengan penyakit dan cidera.
b. Ansietas perpisahan
Ansietas terhadap perpisahan merupakan kecemasan utama anak di usia
tertentu. Kondisi ini terjadi pada usia sekitar 8 bulan dan berakhir pada
usia 3 tahun (American Academy of Pediatrics, 2010).
c. Kehilangan control
Ketika dihospitalisasi, anak mengalami kehilangan kontrol secara
signifikan.

E. Bagaimana reaksi sibling akibat hospitalisasi?

Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit
adalah kesiapan, ketakutan, khawatiran, marah, cemburu, benci, iri dan merasa
bersalah. Orang tua sering kali memberikan perhatian yang lebih pada anak yang
sakit dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal tersebut menimbulkan perasaan
cemburu pada anak yang sehat dan merasa ditolak (Nursalam, 2013).

F. Manajemen Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hospitalisasi

a. Manejemen asuhan keperawatan untuk balita

1. Berikan asuhan keperawatan yang konsisten


2. Menyayi dan berbicara dengan bayi
3. Sentuh, pegang, gendong bayi dan terus berinteraksi selama prosedur
4. Anjurkan interaksi dengan orang tua : rooming in, orang tua bicara dengan
anak dan ijin apabila mau pergi
5. Biarkan mainan yang membuat rasa nyaman dan aman

9
6. Anjurkan orang tua berada disamping anak saat prosedur invasive yang
menyakitkan
7. Dekatkan mainan faforit anak
8. Pertahankan kontak maksimal dengan beberapa perawata, kenalkan perawata
disamping orang tua, ijinkan anak bertemu perawata sebelum prosedur
dilakukan
9. Bantu kunjungan saudara kandung

b. Manajemen asuhan keperawatan untuk anak sekolah

1. Batasi aturan dan dorongan pada perilaku


2. Anjurkan orang tua merencanakan kunjungan dengan anak
3. Ijinkan anak memilih dalam batasan yang yang dapat diterima
4. Berikan cara-cara anak dapat membantu pengobatan dan puji atas kerjasama
anak

Permasalannya :

1. Rasa takut : pahami penyebab penyakit, dan lihat ekspresi verbal dan non
verbal
2. Ansietas : pahan alasan dipisahkan tetapi masih butuk keberadaan orang
tua dan lebih peduli terhadap rutinitas sekolah dan teman-teman
3. Tidak berdaya : anak marah dan frustasi, lamanya imobilisasi dihubungkan
dengan menarik diri, bosan, perasaan antipasti. Peduli terhadap kehilangan
control emosi, menangis karena malu yang berlebihan karena pengobatan.
4. Gangguan citra diri: peduli terhadap perubahan tubuh, dapat mengalihkan
rasa nyeri dengan alihkan perhatian, takut terhadap pembedahan di area
genital.

c. Manejemen pada anak usia sekolah

1. Monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan emosi terutama pada anak


yang menarik diri dan tidak berespon

10
2. Jelaskan prosedur rinci (jika anak meminta)
3. Anjurkan kunjungan teman sebaya
4. Diskusikan respon thd pertanyaan ttg penyakit dan perubahan tubuh
5. Berikan waktu diskusi
6. Biarkan anak memilih, partisipasi, privasi,
7. Ikuti kenginan anak tentang keberadaan orang tua

Permasalahan :

1. Rasa takut : paham bahwa penyakit beragam, menunjukkan sedikit rasa takut
tetapi bisa ketakutan kalau pengalaman lalu menyakitkan.
2. Ansietas : pada orang tua penting tetapi tidak harus, peduli atas perpisahan
dengan guru dan teman, cemas terhadap PR sekolah dan perubahan peran
dalam kelompok.
3. Tidak berdaya : anak berusaha mandiri, mencoba berani selama prosedur
medis, kasar pada orang tua saat berusaha mandiri membuat stress, peduli
dengan cara mengekspresikan perasaan dan malu terhadap perilaku yang
berlebihan, merasa tidak pasti tentang masa depan karena penyakit atau
hospitalisasi.

d. Manajemen pada anak usia remaja

1. Fasilitasi perencanaan aktifasi (peer)


2. Menjelaskan kepada orang tua tentang kebutuhan mandiri
3. Monitor perilaku anak apabila ingin bicara
4. Berikan permainan dan aktifitas lain yang membantu untuk dapat diskusi
5. Berika npenyuluhan rinci tentang prosedur pengobatan, terapi yang
menyangkut area genital
6. Berikan privasi setiap prosedur tindakan

Permasalahan:

1. Rasa takut ; anak dapat berfikir hipotesis tentang penyakitnya, banyak


bertanya dan mengekspresikan rasa takut secara verbal tentang konsekuensi
penyakit

11
2. Ansietas : perpisahan dengan sekolah dan teman lebih bermakna dari pada
orang tua, menarik diri dikarenakan perubahan penampilan
3. Tidak berdaya : peduli terhadap kehilangan fungsi mandiri, sulit mengijinkan
bantuan secara fisik dan emosi  saat marah, menarik diri atau frustasi.
4. Gangguan citra diri : peduli dengan ancaman terhadap perubahan terhadap
perkembangan identitas seksualitas dan peran sesuai gender, sangat
peduliterhadap perubahan citra diri, kuatir tentang tanggapan orang
lain/dikasihi, sulit bekerja sama jika pengobatan yang berhubungan dengan
perubahan citra diri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada
anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi
karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru
yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi
anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi
adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang
mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan
psikis pada anak. Kecemasan yang timbul baik akibat perubahan fisik
maupun biopsiko-sosial pada anak yang dirawat di rumah sakit membuat
anak merasa tidak nyaman dan tertekan. Selain efek fisiologis masalah
kesehatan terdapat juga efek psikologis penyakit dan hospitalisasi pada
anak (Kyle & Carman, 2015), yaitu sebagai berikut: a. Ansietas dan
kekuatan Bagi banyak anak memasuki rumah sakit adalah seperti
memasuki dunia asing, sehingga akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan.

B. Saran

12
Semoga makalah yang kami susun ini dapat sangat bermanfaat bagi para
pembaca, dan dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang Konsep
Hospitalisasi Tumbuh Kembang Pada Anak. Saya mengetahui bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik
dari segi penulisannya, bahasa dan lain sebagainnya. Untuk itu saran dari
pembaca yang bersifat membangun sangat saya harapkan agar dapat
terciptannya makalah yang baik yang dapat memberi pengetahuan yang
benar kepada penmbaca.

DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Maiti, & Bidinger. (1981). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Staf pengajar FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak (Edisi ketiga), Jakarta : FKUI.

Ajar, B. (1994). Bahan Ajar. 156–159.

13

Anda mungkin juga menyukai