Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu ibadah sosial yang dilakukan umat Islam yang
memiliki manfaat untuk kepentingan umum. Pengertian wakaf di Indonesia
berdasarkan mazhab Imam Maliki. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 215 angka 1
Kompilasi Hukum Islam, wakaf adalah perbuatan hukum sesorang atau atau
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya
dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau
keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama. Wakaf berfungsi untuk mengekalkan
manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf yakni untuk kepentingan umum.
Wakaf mempunyai syarat dan rukun tertentu yang harus dipenuhi agar bisa
dilaksanakan. Dan salah satu syarat dan rukun wakaf adalah adanya wakif atau orang
yang melakukan wakaf. Wakif merupakan subyek wakaf, bisa merupakan orang
ataupun sekumpulan orang atau badan hukum. Wakif sendiri juga harus memenuhi
persyaratan tertentu yang harus terpenuhi. Pada pembahasan ini kami akan
menguraikan syarat menjadi wakif, agar masyarakat semakin mengerti dan tahu
bahwa mereka pada umumnya telah memenuhi syarat menjadi wakif, sehingga dapat
menunaikan wakaf demi kepentingan umat.
Namun, dewasa ini kesadaran wakaf masyarakat Indonesia masih rendah.
Belum banyak masyarakat yang mengetahui tentang pentingnya wakaf di Indonesia.
Padahal potensi wakaf Indonesia cukup besar. Selain itu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Untuk itu, dalam makalah ini
juga akan dibahas mengenai faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat
Indonesia serta upaya atau cara yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan kesadaran
berwakaf bagi masyarakat Indonesia yang telah mampu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana syarat dan rukun wakaf ?
2. Bagaimana syarat wakif ?
3. Apa faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia ?

C.    Tujuan Pembahasan
1. Bagaimana syarat dan rukun wakaf ?
2. Bagaimana syarat wakif ?
3. Apa faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.1
Kata wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa”. Asal kata “waqafa” berarti
menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata “waqafa-yaqifu-
waqfan” sama artinya dengan “habas-yahbisu-tahbisan”.
Kata al-waqf dalam bahasa Arab dapat berarti menahan, menahan harta untuk
diwakafkan, tidak dipindah-milikkan. Oleh karena itu para ahli fikih (fuqaha)
berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka
berbeda pula dalam memandang pengertian wakaf itu secara substansial.

B. Syarat Wakif
Orang yang berwakaf (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum
ataukamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan
hukum di sini meliputi empat kriteria, yaitu:
a. Merdeka dan Mempunyai Kepemilikan Sempurna
Hak milik dibagi menjadi dua yaitu kepemilikan sempurna dan kepemilikan
tidak sempurna. Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak
sah, karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik
itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Namun,
dalam mazhab Hanafiyah mewakafkan harta yang digadaikan hukumnya  boleh.2

1 Khosyi’ah Siah, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di


Indonesia, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010) hal:15

2 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,Ed. 1 Cet 2, (Jakarta: Sinar Grafika,


2013), hlm.67-67.

3
b. Berakal sehat
Akal merupakan ciri kedewasaan seseorang jika dilihat dari segi mental atau
dalam islam disebut dengan mukallaf /dewasa atau orang yang sudah dapat dikenai
hukum (menjadi subyek hukum). Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah
hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz, dan tidak cakap melakukan akad
serta tindakan lainnya.
c. Dewasa (Baligh)
Baligh merupakan ciri kedewasaan seseorang secara fisiologis. Dalam islam
disebut dengan maukuf, dan ditandai dengan umur. Jika perempuan 9 tahun dan laki-
laki 15 tahun, merupakan batas minimal dalam melakukan ibadah. Baligh disertai
denganahliyah (kecakapan). Ahliyah ini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Wujub/Pasif
a. Tidak Sempurna
Yaitu saat manusia hanya dapat menerima hak saja. Contohnya adalah saat
masih janin. Hak yang dapat diterima antara lain: hak waris, nama, dan nasab syarat
lahir.
b. Sempurna
Yaitu saat manusia dapat menerima hak dan melakukan kewajiban
semampunya. Contohnya adalah saat manusia lahir sampai tamyiz atau kisaran usia
0-7 tahun.
2. Ada’/Aktif
a. Tidak Sempurna
Saat masa tamyiz sampai dengan baligh, atau kisaran usia 7-10 tahun. Pada
fase ini manusia sudah dapat melakukan ibadah muamalah, tidah hanya ibadah ritual.
Namun, dalam bermuamalah jika menguntungkan/merugikan harus disertai ijin dari
wali. Jika mendatangkan manfaat tidak perlu ijin dari wali, dan jika mendatangkan
kerugian tidak boleh dilakukan.
b. Sempurna
Yaitu saat manusia dalam fase baligh sampai meninggal. Dimana manusia
harus melakukan kewajibannya secara penuh dan memperoleh haknya secara
sempurna. Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baligh),

4
hukummnya tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak
cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
c. Tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai) atau harus rasyid
Orang yang berada dibawah pengampunan dipandang tidak cakap untuk
berbuat kebaikan (tabarru’), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.
Namun ada kalanya seseorang yang mewakafkan hartanya, tetapi wakaf tersebut
tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan dengan kerelaan orang lain.
Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan dengan masalah ini:3
a.) Orang yang mempunyai hutang, maka hukum wakafnya ada tiga macam :
- Jika ia berada dibawah pengampunan karena hutang dan mewakafkan seluruh
atau sebagian hartanya, sedang hutangnya meliputi seluruh harta yang
dimiliki, hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada
kerelaan krediturnya.
- Jika ia berada dibawah pengampunan karena hutang, dan mewakafkan
seluruh atau sebagian hartanya ketika sedang menderita sakit parah, maka
hukum wakafnya seperti hukum wakaf orang yang dibawah pengampunan
karena hutang, yakni wakafnya sah tetapi pelaaksanaannya tergantung
kerelaan para kreditur.
- Jika dia dibawah pengampunan karena hutang dan mewakafkan seluruh atau
sebagian hartanya ketika dalam keadaan sehat, maka wakafnya sah dan dapat
dilaksanakan, baik hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki atau hanya
sebagian saja.
b.) Apabila wakif mewakafkan hartanya ketika sakit parah. Jika ketika
mewakafkan harta tersebut dia masih cakap untuk melakukan perbuatan baik,
maka wakafnya tetap sah. Tetapi jika kemudian si wakif  meninggal karena
penyakit yang di derita tersebut, maka hukum wakafnya sebagai berikut :4
- Jika ia meninggal sebagai debitur, maka hukum wakafnya seperti yang telah
diuraikan dalam poin (a) di atas.

3 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf


Departemen Agama RI, edisi revisi cetakan kelima: Jakarta,2007), hlm. 22-23.

4 Ibid., hlm. 23-24.

5
- Jika dia meninggal tidak sebagai debitur, maka hukum wakaf yang terjadi
ketika dia sedang sakit seperti hukumnya wasiat. Yakni jika yang diberi
wakaf bukan ahli warisnya dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3
bagian hartanya, maka wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya
saja, sedangkan selebihnya tergantung pada kerelaan ahli waris.
Jika yang diberi wakaf adalah ahli warisnya, maka pelaksanaan wakafnya
tergantung pada kerelaan ahli waris lainnya yang tidak menerima wakaf, baik
wakafnya kurang dari sepertiga atau lebih dari harta yang ditinggalkan.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wakaf Masyarakat Indonesia


       Tingkat kesadaran untuk berwakaf bagi masyarakat Indonesia masih rendah,
padahal potensi wakaf  Indonesia dinilai cukup besar. Tentu hal ini didasari dari
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor Internal
a. Kurangnya rasa kepedulian sosial
       Salah satu dampak yang paling terlihat dari adanya globalisasi adalah
berubahnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia yang dulu
terkenal akan semangat gotong royongnya sekarang semakin hari semakin terkikislah
semangat itu. Masyarakat berubah menjadi individu yang egois dan bersifat
individualisme. Sifat individualisme inilah yang menyebabkan rasa kepedulian
terhadap sesama berkurang. Sehingga tidak ada kesadaran bagi masyarakat yang
telah mampu untuk melaksanakan wakaf.
b. Kurangnya pengetahuan
       Kurangnya pengetahuan sebagian masyarakat tentang manfaat wakaf juga
menjadi salah satu faktor rendahnya kesadaran berwakaf masyarakat Indonesia.
Masyarakat cenderung hanya melaksanakan shodaqoh, zakat, infaq. Padahal
disamping itu ada wakaf yang justru memberikan manfaat untuk kepentingan umum
dan pahalanya tidak putus. Selain kurangnya pengetahuan tentang manfaat wakaf,
sebagian masyarakat juga kurang mengetahui bahwa pemerintah telah membuat
undang-undang tentang wakaf sehingga wakaf dapat dilakukan sesuai prosedur
hukum yang berlaku di Indonesia.

6
c. Kurangnya kepercayaan kepada nadzir
       Nadzir atau orang yang mengelola wakaf menjadi faktor penting yang
mempengaruhi tingkat kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Masyarakat
cenderung kurang percaya kepada nadzir karena khawatir nadzir tidak kompeten dan
justru menyelewengkan harta wakaf mereka.
2. Faktor Eksternal
Kurangnya sosialisasi
Sosialisasi tentang wakaf dinilai masih kurang, sehingga perlu dilakukan
sosialisasi intensif agar masyarakar semakin tahu akan pentingnya wakaf,
prosedur dan ketentuan wakaf. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk berwakaf.

BAB III
PENUTUP

7
A. Kesimpulan
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun
wakaf ada empat yaitu:
1. Wakif (orang yang mewakafkan harta)
2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)
3. Mauquf  ‘Alaih/Nadzir (pihak penerima wakaf)
4. Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
harta)
      Orang yang mewakafkan hartanya (wakif) mempunyai syarat tertentu,
yaitu:
1. Merdeka
2. Berakal sehat
3. Dewasa (baligh)
4. Tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran wakaf
masyarakat Indonesia, diantaranya:
1. Faktor internal, seperti kurangnya rasa kepedulian sosial, kurangnya
pengetahuan tentang perwakafan, kurangnya rasa kepercayaan kepada nadzir.
2. Faktor eksternal, seperti kurangnya sosialisasi dan penyuluhan baik kepada
masyarakat atau kepada lembaga pengelola wakaf.

B. Saran
Selanjutnya kami sebagai penulis mengharapkan pembaca sekalian dapat
memberikan kritik dan saran yang membangunterhadap makalah ini agar penulisan
makalah ini menjadi semakin baik dan berkualitas. Semoga makalah ini berguna bagi
kami pada khususnya, juga para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

8
Usman, Rachmadi Usman. 2013. Hukum Perwakafan di Indonesia,Ed. 1 Cet 2.
Jakarta: Sinar Grafika.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. 2007. Fiqih Wakaf. Direktorat Pemberdayaan
Wakaf Departemen Agama RI, edisi revisi cetakan kelima: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai