Anda di halaman 1dari 20

1

Konferensi Women Deliver di Kopenhagen, Denmark

Suatu hari saya menerima telepon dari Cory, teman lama yang bermukim di Belanda. Dia
sangat aktif mengampanyekan isu hak asasi manusia. Dia bertanya apakah saya bersedia
berbicara tentang kekerasan seksual dari perspektif Islam. Sebab, tidak banyak ilmuwan
Islam berani mengupas topik ini di publik karena sering mendapatkan resistensi dari
kalangan fundamentalis. Saya jawab bahwa saya selalu terbuka untuk membincangkan
isu ini meski sering mendapat cibiran dari kelompok fundamentalis yang tidak setuju
pada pemenuhan hak-hak asasi manusia, terutama terkait hak-hak seksual. Biasanya, itu
karena mereka salah paham tentang makna hak-hak seksual dan karena pemahaman
keislaman mereka sudah bias nilai-nilai patriarki. Bahkan, berbagai mitos telah
menyelimuti pemahaman sebagian besar masyarakat terkait isu ini. Akibatnya, tidak
sedikit yang memandang tabu untuk membicarakan isu ini di ruang publik.

Demikianlah, saya kemudian mendapatkan undangan untuk hadir di The 4th


Internasional Conference on Women Deliver di Kopenhagen, Denmark, pada 15-19 Mei
2016. Belakangan baru sadar kalau kehadiran saya ini mewakili organisasi Cory yang
merupakan salah satu sponsor acara tersebut. Kegiatan internasional ini menghadirkan
sekitar lima ribu peserta dari berbagai belahan dunia.

Saya diminta memberikan paparan dalam satu panel diskusi berjudul “The Role
of Ulema in Promoting Sexual and Reproductive Health in Indonesia”. Seluruh biaya
transportasi dan akomodasi saya selama mengkuti acara ini ditanggung oleh organisasi
Cory. Saya merasa aneh saja, hadir di sebuah acara internasional bukan mewakili negeri
sendiri, melainkan mewakili sebuah organisasi Belanda yang peduli pada upaya
penegakan hak-hak seksualitas perempuan.

Ini kunjungan kedua saya ke Denmark. Pada tahun 2000 saya pernah ke sini
dalam sebuah rangkaian studi hak asasi manusia. Sebetulnya, kunjungan saya yang
kedua ini juga terkait isu hak asasi manusia, khususnya hak asasi perempuan. Panitia
sungguh tepat memilih Kopenhagen, ibu kota Denmark, sebagai tempat pelaksanaan
2

acara ini. Kota ini dikenal luas sebagai kota yang indeks kebahagiaan penduduknya
paling tinggi. Ada sejumlah faktor yang membuat manusia bahagia, tapi faktor paling
mengemuka adalah relasi gender yang adil dan setara, baik dalam kehidupan keluarga
maupun masyarakat. Denmark merupakan salah satu negara yang dapat dicontoh dalam
hal keberhasilan mewujudkan prinsip keadilan dan kesetaraan gender di dunia.

Mengenal Women Deliver

Pernyataan paling populer dari organisasi Women Deliver adalah kesehatan ibu
merupakan  hak asasi manusia  paling dasar dan kebutuhan praktis untuk pembangunan
berkelanjutan.  Slogan paling menonjol berbunyi: “Berinvestasilah kepada perempuan
maka Anda akan menggapai sukses sepenuhnya.”

Women Deliver adalah organisasi kemanusiaan internasional yang berjuang


untuk investasi kemanusiaan yang lebih besar, menaikkan kemauan politik, dan
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan untuk anak perempuan dan
perempuan. Ini artinya meningkatkan kesadaran dengan menyoroti proyek-proyek
penelitian dan lapangan, melatih para pendukung pemuda, melibatkan para pembuat
kebijakan dan sektor swasta tentang isu-isu kesehatan ibu, serta menciptakan ruang
untuk kolaborasi ide dan kerjasama.

Women Deliver yang didirikan oleh Jill Sheffield dan sejumlah tokoh politik dan
aktivis kemanusiaa pada 2007 dikembangkan oleh Katja Iversen, pakar internasional
tentang hak-hak perempuan. Kantor pusatnya bermarkas di New York City, Amerika
Serikat. Ini adalah organisasi advokasi global yang bekerja untuk menghasilkan
komitmen politik dan investasi keuangan untuk memenuhi target Millenium
Development Goals (MDG’s) yang sekarang berubah menjadi Suistanable Development
Goals (SDG’s). Tujuannya antara lain mengurangi angka kematian ibu dan mencapai
akses universal ke kesehatan reproduksi. 
3

Konferensi Women Deliver pertama diadakan di London pada Oktober 2007


dihadiri sekitar 2.000 peserta. Mereka terdiri dari advokat, peneliti, pembuat kebijakan,
dan pemimpin global yang mewakili sekitar 115 negara. Konferensi ini menandai
peringatan 20 tahun Safe Motherhood Initiative, sebuah upaya mendukung upaya
kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Konferensi tersebut berhasil melibatkan sejumlah
tokoh politik dan para pemimpin dunia untuk berkomitmen mengambil tindakan serius
dalam mempercepat pemenuhan hak-hak perempuan.

Berikutnya, Konferensi Women Deliver kedua berlangsung pada 7-9 Juni 2010
di Washington DC. Pesertanya sekitar 3.500 orang dari 146 negara. Konferensi ini
memungkinkan organisasi dan para pemangku kepentingan berkesempatan
berbagi praktik terbaik dan pelajaran yang diperoleh untuk memperjuangkan kesehatan
yang lebih baik bagi anak perempuan dan perempuan. 

Pada 2011, untuk menghormati Peringatan 100 Tahun Hari Perempuan


Internasional, Women Deliver mengumumkan “Women Deliver 100”. Daftar ini
menampilkan individu-individu dari berbagai latar belakang, termasuk kesehatan, hak
asasi manusia, politik, ekonomi, pendidikan, jurnalisme, dan filantropi dari seluruh
dunia.

Lalu, pada 2012, Women Deliver meluncurkan Catapult, yakni platform


pengumpulan dana untuk proyek-proyek yang mempercepat kemajuan pada masalah
yang berdampak pada anak perempuan dan perempuan. Situs ini
menampilkan organisasi nirlaba dari seluruh dunia dan siapa pun dapat menyumbang
untuk proyek tersebut. 

Setiap Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret, Women Deliver


merayakan kemajuan global untuk anak perempuan dan perempuan. "Women Deliver
50" disusun pada 2012 untuk mengakui penelitian, program, dan inisiatif yang bertujuan
meningkatkan status anak perempuan dan perempuan. Memilih dari ratusan proposal
dari 103 negara, panitia seleksi yang terdiri dari para ahli dan advokat terkemuka di
bidang kesehatan dan hak-hak perempuan mempersempit aplikasi menjadi 125
4

finalis. Para finalis ini diumumkan secara daring dan lebih dari 6.000 orang dipilih
menjadi juri untuk memilih lima puluh ide dan solusi paling menginspirasi.

Selama 2012 dan 2013, Women Deliver menyelenggarakan serangkaian


konsultasi regional untuk para ahli, advokat, peneliti, dan pembuat kebijakan untuk
membahas masalah kesehatan ibu dan reproduksi baik khusus untuk wilayah mereka
maupun dalam konteks global. 

Menjelang konferensi global ketiganya, Women Deliver meluncurkan Social


Enterprise Challenge untuk mengenali perusahaan sosial di seluruh dunia yang
membuat perbedaan positif. Selama putaran pertama proses seleksi, Women Deliver
bekerja dengan Echoing Green untuk memilih 25 entri dari semifinalis Program Echoing
Green Fellowship. Untuk menentukan sepuluh perusahaan teratas, Women Deliver
membuka pemungutan suara secara daring dan para pemilih memilih tiga perusahaan
sosial teratas mereka. Sepuluh perusahaan yang menerima suara terbanyak diberikan
beasiswa penuh untuk menghadiri konferensi Women Deliver 2013.

Konferensi Women Deliver ketiga diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 28-
30 Mei 2013. Dihadiri lebih dari 4.500 peserta mewakili 149 negara, konferensi tersebut
adalah pertemuan terbesar dekade ini yang isunya berfokus pada kesehatan dan
pemberdayaan anak perempuan dan perempuan. Program ini menampilkan isu-isu yang
berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan anak perempuan dan perempuan,
dengan pembashasan khusus pada kerangka kerja pembangunan pasca-2015, dan lebih
dari 800 pidato serta presentasi diberikan pada enam sesi pleno dan 120 sesi panel
diskusi. Women Deliver 2013 ini cukup menarik perhatian media dari seluruh
dunia. Tercatat 415 wartawan hadir di konferensi dan ratusan lainnya mengikuti
pertemuan melalui webcast Women Deliver 2013. Konferensi ini menghasilkan lebih
dari 1.500 artikel yang ditulis di media global tentang kesehatan dan hak anak
perempuan dan perempuan.

Konferensi Women Deliver keempat yang saya hadiri berlangsung selama lima
hari, pada 15-19 Mei 2016 di Kopenhagen, Denmark. Konferensi ini diikuti 5.550 peserta
5

dari 165 negara. Tema sentral konferensi kali ini adalah pemberdayaan perempuan,
keadilan gender, mengurangi angka kematian ibu melahirkan, perbaikan
tingkat pendidikan, penghapusan kekerasan seksual bagi anak dan remaja, serta
mencegah perkawinan anak dan perkawinan paksa. Dibahas pula isu kesehatan dan
kesejahteraan anak perempuan dan perempuan dengan fokus pada kesehatan ibu serta
kesehatan seksual dan reproduksi.

Kegiatan Konferensi Women Deliver Keempat

Konferensi keempat ini dibuka oleh Perdana Menteri Denmark, Lars Lokke Rasmussen.
Sebelumnya, permaisuri Raja Denmark, Princess Mary menyampaikan kata sambutan,
dilanjutkan dengan diskusi panel oleh aktivis feminis perempuan dan laki-laki yang aktif
mendukung upaya pemberdayaan perempuan. Mereka berasal dari Afghanistan,
Norwegia, dan Rwanda. Acara ini dimoderatori Barca Dutt, pembawa acara televisi yang
terkenal dari India.

Konferensi keempat ini diadakan persis setelah peluncuran Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Fokus dari konferensi ini, mengimplementasikan
tujuan SDG’s khususnya berkaitan dengan anak perempuan dan perempuan, dengan
menonjolkan isu kesehatan, terutama kesehatan reproduksi dan hak-hak seksual serta
hubungannya dengan isu kesetaraan jender, pendidikan, lingkungan, dan
pemberdayaan ekonomi. 

Pertanyaan kritis: mengapa terlalu banyak kegiatan dilakukan untuk urusan


perempuan? Menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya dipaparkan sejumlah isu
krusial tentang perempuan. Berharap setelah mengerti fakta-fakta realitas ini, kita akan
segera mengerti mengapa upaya pemberdayaan perempuan harus menjadi kepedulian
semua manusia, termasuk para lelaki yang notabene dilahirkan oleh perempuan.

Pertama, fakta mengenai kekerasan terhadap perempuan. Menurut UN Women,


secara global satu dari tiga perempuan telah mengalami kekerasan fisik atau seksual dan
6

fatalnya lagi perbuatan biadab itu biasanya dilakukan oleh orang dekat, bahkan
pasangan intim sendiri. Satu dari dua perempuan yang terbunuh di seluruh dunia justru
dibunuh oleh pasangan atau anggota keluarganya. Sementara, kasus serupa pada laki-
laki terjadi hanya satu dari 20 pria yang terbunuh. Jadi, 10 kali lebih banyak terjadi pada
perempuan. Lalu, European Union Agency for Fundamental Rights menyebutkan 45-55
persen perempuan di Uni Eropa mengalami pelecehan seksual sejak usia 15 tahun.

Kedua, PBB menyebutkan, sekitar 87.000 perempuan pada 2017 dibunuh karena
identitas gendernya atau femicide. Lebih dari setengahnya justru dibunuh oleh
pasangannya sendiri atau anggota keluarga. Perempuan dengan risiko terbesar dibunuh
anggota keluarga atau pasangannya berada di Afrika.

Ketiga, terkait isu trafficking (perdagangan manusia). Laporan PBB menunjukkan,


7 dari 10 korban perdagangan manusia di seluruh dunia adalah perempuan dan anak
perempuan. Selain itu, sekitar 70 persen dari mereka diperdagangkan untuk tujuan
eksploitasi seksual.

Keempat, isu sunat perempuan. Unicef menyatakan, setidaknya 200 juta


perempuan dan anak perempuan telah disunat di 30 negara. Praktik itu berlangsung di
Somalia, Guinea, dan Djibouti.

Kelima, isu pernikahan anak. Menurut Bank Dunia, pernikahan anak paling
banyak terjadi di Afrika sub-Sahara di mana 3,4 juta anak perempuan menikah setiap
tahunnya.

Pada hari pertama konferensi, panitia mengumumkan kampanye dengan Proyek


Kemiskinan Global yang disebut “It Takes Two”. Kampanye ini berfokus pada keluarga
berencana dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan akses ke keluarga
berencana. Awalnya diluncurkan di Amerika Serikat dan Uganda, kampanye ini akan
diperluas ke negara lain selama tiga tahun.  Mitra program It Takes Two cukup luas,
termasuk International Planned Parenthood Federation (IPPF), Bill and Melinda Gates
Institute, UNFPA, Marie Stopes International, dan organisasi lainnya. Mitra produk dari
kampanye ini termasuk Karex dan beberapa perusahaan kesehatan perempuan.
7

Women Deliver memilih 100 Pemimpin Muda dari 6.000 pelamar beasiswa.
Mereka mewakili 68 negara berbeda. Para pemimpin muda ini dipilih berdasarkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman mereka dalam mengadvokasi isu
kesehatan dan hak-hak reproduksi, serta pada potensi mereka untuk meningkatkan
upaya advokasi di komunitas lokal mereka.

Keseluruhan dari 100 Pemimpin Muda tersebut dianugerahi beasiswa penuh


untuk menghadiri konferensi Women Deliver. Mereka memiliki kesempatan
membangun jaringan dan terlibat dengan para pemimpin global lainnya yang melakukan
advokasi kesehatan dan hak-hak reproduksi. Selain mendanai para pemimpin muda
untuk menghadiri konferensi, Women Deliver juga bekerja dengan kaum muda
memperbaiki keterampilan komunikasi dan advokasi mereka dalam pemenuhan hak-hak
dasar perempuan, terutama terkait hak kesehatan reproduksi dan hak seksualitas. 

Apakah Perempuan Mengenal Tubuhnya Sendiri?

Suatu hari saya mengajar di Kajian Gender UI lalu bertanya kepada mahasiswa S2 yang
saya hadapi, “Apakah kalian mengenali dengan baik tubuh kalian dan fungsinya,
khususnya terkait organ-organ reproduksi kalian?” Hampir semua menjawab belum
mengerti tentang tubuh sendiri, terutama terkait kesehatan reproduksi.

Saya tidak terkejut mendengar jawaban tersebut karena sejak lahir hampir
semua dari kita belum pernah diajarkan tentang pendidikan seksualitas yang
komprehensif, yaitu pendidikan yang mengajarkan tentang anatomi tubuh dan fungsi-
fungsinya, kesehatan reproduksi, moral agama, nilai-nilai kesusilaan terkait organ-organ
reproduksi, dan hak-hak seksual. Umumnya, masyarakat kita keliru memahami
pendidikan seksual ini. Mereka menganggapnya sebagai bentuk kecabulan.

Kini kita hidup di abad ke-21 dengan seluruh kemajuan ilmu pengetahuan dan
kecanggihan teknologi manusia. Namun, ironisnya, isu seksualitas manusia masih
dianggap tabu untuk diperbincangkan di ruang publik. Tidak heran jika pemahaman
8

kebanyakan orang tentang isu ini sangat minim, bahkan di kalangan kaum terpelajar
sekalipun. Akibatnya, tidak banyak orang mengerti apa itu seksualitas, apa fungsi organ-
organ seksual manusia dan kesehatannya, apalagi berpartisipasi dan ikut andil dalam
upaya melindungi dan memenuhi hak-hak seksual sebagai bagian integral dari hak-hak
asasi manusia.

Pemahaman seseorang tentang gender dan seksualitas dipengaruhi oleh banyak


faktor, nilai-nilai budaya, pola asuh, tradisi, interpretasi agama, serta perspektif keadilan
gender yang berkembang di masyarakatnya. Setiap individu memiliki nilai-nilai personal
yang pada akhirnya memberi makna dan membentuk perilakunya atau cara berekspresi
bagi dirinya sendiri ataupun kepada orang lain. Pemahaman dan nilai-nilai tersebut
bersifat dinamis; dapat berubah seiring pertumbuhan pengalaman dan cara berpikir,
serta pergeseran pengetahuan dan keyakinan.

Seksualitas adalah sebuah proses sosial yang mengekspresikan hasrat atau


berahi. Ia juga dimaknai sebagai ekspresi hasrat erotik yang dikonstruksikan secara
sosial (the socially constructed expression of erotic desire). Seksualitas manusia
dikonstruksi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi dengan melibatkan banyak
faktor, seperti politik, ekonomi, nilai-nilai budaya, dan ajaran agama.

Seksualitas adalah bagian penting manusia, terlepas dari apakah orang itu
memilih untuk aktif secara seksual atau tidak. Sehat dan mampu mengekspresikan
seksualitasnya dengan bebas sangat penting bagi setiap orang agar ia mampu
berpartisipasi di arena ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sejatinya, seksualitas
menunjukkan jati diri manusia yang paling dalam; seksualitas adalah esensi
kemanusiaan yang paling nyata.

Akan tetapi, sebagian masyarakat telah mereduksi dan mengerdilkan makna


seksualitas. Seksualitas disalahpahami sebagai “sesuatu yang bekerja secara natural”
atau “sesuatu yang hanya bekerja dengan fungsi reproduksi”. Fatalnya, seksualitas juga
direduksi menjadi relasi antartubuh biologis. Gagasan bahwa seksualitas adalah semata
soal tubuh menggiring kepada pemahaman bahwa relasi seksual adalah relasi
9

antartubuh biologis semata, tidak perlu melibatkan perasaan, pikiran, emosi, dan hasrat
terdalam manusia. Lihat saja, relasi seksual dalam bahasa Indonesia disebut bersetubuh,
jadi hanya melibatkan tubuh jasmani.

Seksualitas juga hanya dipahami dalam konteks maskulinitas. Inilah yang


membuat masyarakat menuntut laki-laki harus agresif dan proaktif dalam relasi seksual.
Sebaliknya, perempuan harus pasif dan pasrah. Perempuan tidak berhak menikmati seks
karena perempuan seharusnya hanya dinikmati. Laki-laki selalu harus dalam posisi
subjek, perempuan hanyalah objek seksual. Karena perempuan dianggap objek seksual,
sebagian masyarakat memandang biasa saja kasus-kasus pelecehan, perkosaan, dan
kekerasan seksual terhadap perempuan. Bahkan, pelakunya pun sering kali orang-orang
yang sangat dekat dengan korban, seperti ayah, kakek, paman, guru, dan pacar. Juga
tidak sedikit suami memperkosa istri.

Tentu saja pemahaman keliru tersebut juga mereduksi fungsi reproduksi


perempuan. Vagina, misalnya, hanya dipahami sebagai “organ tindakan seks” atau alat
seks yang melakukan reproduksi. Akibatnya, seksualitas perempuan direduksi sebagai
“fenomena natural” yang universal dan tidak dapat diubah. Padahal, seksualitas
perempuan adalah segala sesuatu yang intrinsik tentang tubuh dan mencakup aspek
yang luas dari kenikmatan seksual. Karena itu, seksualitas perempuan bukan hanya soal
vagina dan payudara, melainkan mencakup seluruh tubuhnya, bahkan termasuk pikiran
dan perasaannya.

Istilah kekerasan seksual akhir-akhir ini menjadi kosa kata baru yang menggema
di berbagai ruang publik kita. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang telah diajukan
ke DPR selama kurang lebih enam tahun, tapi belum juga direspons, menyebutkan
paling tidak sembilan jenis kekerasan seksual: pelecehan seksual, eksploitasi seksual,
pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan,
pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Penyebab kekerasan seksual tidak pernah tunggal. Selalu ada sejumlah faktor
berkelindan di dalamnya. Pertama, ketidakadilan gender dalam relasi lelaki dan
10

perempuan atau dalam relasi suami-istri. Kedua, lemahnya perlindungan hukum kita.
Ketiga, dominasi nilai-nilai budaya patriarki atau jahiliyah. Keempat, interpretasi ajaran
agama yang masih bias gender.
Ringkasnya, konstruksi sosial mengenai relasi seksual dan perilaku seksual masih
sangat timpang karena sepenuhnya didominasi oleh ideologi dan sistem patriarki.
Sistem patriarki yang bersifat paternalistik masih membelenggu perempuan. Sistem
patriarki membenarkan laki-laki menguasai dan mengontrol kehidupan perempuan
dalam seluruh aspeknya: sosial, hukum, politik, moral, dan agama. Sistem ini pada
ujungnya melahirkan pembagian peran dan posisi yang sangat diskriminatif antara laki-
laki dan perempuan. Anehnya, masih banyak yang beranggapan, sistem yang timpang
itu merupakan takdir Tuhan.

Perlu ditegaskan, semua bentuk tindakan kekerasan terhadap perempuan, apa


pun bentuk dan siapa pun pelakunya, merupakan kejahatan. Itu perbuatan biadab, tidak
bermoral, dan jelas sangat bertentangan dengan esensi agama. Karena itu, mari kita
akhiri semua bentuk kekerasan terhadap perempuan dengan cara-cara damai. Sebab,
menggunakan cara-cara kekerasan justru semakin memperparah ketidakdamaian dan
ketidakharmonisan keluarga dan masyarakat

Perlu upaya-upaya konkret menghapus berbagai stereotipe, persepsi, dan label


negatif terhadap kaum perempuan. Kita perlu mengedukasi masyarakat agar
menghargai hak sesama, termasuk hak kesehatan reproduksi dan seksualitas manusia,
juga menghargai otonomi, orientasi seksual, pilihan, dan nilai-nilai mereka yang
berbeda. Dengan begitu, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan rasa empati
terhadap kaum perempuan dan kelompok lainnya sehingga terwujud masyarakat yang
toleran, saling menghargai, damai, bahagia dan sejahtera.

Sejumlah persoalan muncul di masyarakat akibat diabaikannya hak-hak seksual


dan hak kesehatan reproduksi, seperti menguatnya stigma, prasangka, serta kekerasan
terhadap perempuan, anak-anak, kelompok disabilitas, dan mereka yang memiliki
orientasi seksual minoritas. Perlu dicegah merebaknya berbagai bentuk kekerasan dan
11

diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan, perkawinan anak-anak, perkawinan


paksa, kehamilan yang tak diinginkan, perkosaan, termasuk perkosaan dalam
perkawinan, perusakan organ reproduksi perempuan melalui kegiatan sunat,
penggunaan berbagai obat dan alat berbahaya untuk pemuasan hasrat seksual,
penggunaan alat-alat kontrasepsi yang berbahaya dan mencederai tubuh, aborsi yang
tidak aman bagi kesehatan reproduksi, kematian ibu melahirkan, serta penularan
HIV/AIDS dan berbagai penyakit kelamin menular akibat berganti-ganti pasangan
seksual.

Berbagai kesalahpahaman muncul di masyarakat, misalnya anggapan bahwa isu


gender adalah isu untuk perempuan, padahal gender itu menyangkut jenis kelamin
sosial yang dikenal dengan istilah feminitas dan maskulinitas. Penolakan yang umumnya
diutarakan adalah isu gender bertentangan dengan nilai-nilai tradisi atau budaya lokal
serta nilai-nilai agama.

Sementara, isu seksualitas juga bukanlah isu yang mudah dibahas secara terbuka
di masyarakat. Pandangan umum di masyarakat memandang seksualitas sebagai hal
yang tabu. Jika dibahas malah mendukung terjadinya perilaku seks yang terlarang dan
mendorong pornografi. Artinya, pandangan umum masyarakat kita terkait isu
seksualitas masih memprihatinkan. Menurut saya, hal itu disebabkan tingkat literasi
masyarakat yang sangat dangkal, terutama terkait literasi hak asasi manusia.

Selain itu, pandangan bias tersebut juga dipengaruhi oleh adanya sistem
pembagian biner yang memengaruhi pola berpikir manusia. Pola pikir biner adalah pola
pikir yang memperlihatkan sesuatu sebagai yang baik, wajar, dan alamiah, mulia, dan
seterusnya, tetapi dengan menegasikan dan menegatifkan yang lain sebagai sesuatu
yang tidak baik, tidak wajar, tidak alami, dan tidak mulia. Akibatnya, salah satu kategori
menghancurkan lainnya hingga terjadi perjuangan supremasi antarkategori. Artinya,
kalaupun pandangan Anda benar, tidak berarti pandangan orang lain harus salah. Bisa
jadi, ada dua pandangan yang benar. Karena itu, yang terbaik adalah membangun sikap
penghargaan terhadap sesama manusia, termasuk mereka yang berbeda. Selanjutnya,
12

jangan mengunci diri dalam sebuah kotak, seindah apa pun kotak itu, mari keluar
menghirup udara baru dan memperhatikan keunikan ciptaan Tuhan di antara sesama
manusia. Maha suci Tuhan dengan segala ciptaan-Nya.

Kopenhagen Kota Damai

Saya tiba di Bandar Udara Kopenhagen pada pagi buta sekitar pukul 5.00 waktu
setempat. Ini adalah bandar udara terbesar di antara negara-negara Nordik. Panitia
sudah terlihat di bandara. Mereka mengatur transportasi peserta yang datang dari
berbagai negara menuju ke hotel yang telah disiapkan.

Sejarah kota ini berawal dari perkampungan nelayan pada abad ke-10, lalu
Kopenhagen menjadi ibu kota Denmark-Norwegia pada awal abad ke-15. Pada awal
abad ke-17, di bawah Christian IV dari Jerman, Kopenhagen berkembang menjadi pusat
regional Eropa yang penting, mengonsolidasikan posisinya sebagai ibu kota Denmark
dan Norwegia dengan sumber daya dari kedua kerajaan.

Tokoh paling berjasa dalam sejarah Denmark adalah Uskup Absalon. Pada 1167
dia membebaskan Denmark dari para perompak Wendish. Uskup ini sangat layak diberi
penghargaan karena kegigihannya membangun semacam kastil yang sering juga disebut
Istana Christianborg di sebuah teluk kecil yang diperkuat dengan bangunan benteng dan
parit pertahanan.

Kopenhagen menjadi ibu kota Denmark pada 1445. Kota ini terus berkembang ke
sekitarnya dan mengalami kerusakan hebat selama konflik sipil dan agama dalam
reformasi Protestan. Kota ini kembali hancur berantakan ketika terjadi perang dengan
bangsa Swedia (1658-1660) dan pemboman oleh bangsa Inggris pada awal 1800-an.

Kopenhagen modern didirikan pada 1479 dengan kebun tumbuh-tumbuhan


dengan jumlah spesies yang sangat banyak. Lalu, didirikan Universitas Teknik Denmark
pada 1829, Akdemi Musik Kerajaan pada 1867, Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan dan
13

Pertanian pada 1856, Sekolah Kopenhagen untuk Ekonomi dan Administrasi Bisnis pada
1917, dan Akademi Teknik Denmark pada 1957.

Kota ini disebut juga Paris di Skandinavia oleh sebagian penduduknya yang
berjumlah 1,3 juta jiwa. Kopenhagen membuat para pengunjung merasa takjub dengan
istana-istana, lorong-lorong, tempat berbelanja, dan gedung bursa saham yang
merupakan gedung tertua di dunia yang dihiasi spiral ekor naga, observatorium yang
diperindah dengan patung ahli perbintangan bangsa Denmark Tyeho Brahe, dan
museum-museumnya—termasuk Museum Nasional yang pernah menjadi istana
Prinsens, dan istana Rosenberg yang kini menjadi Museum khusus keluarga kerajaan.
Tempat bersejarah yang terkenal di Kopenhagen di antaranya, Taman Tivoli, Patung
Little Mermaid, Istana Amalienborg dan Christiansborg, Kastil Rosenborg, dan Gereja
Frederik.

Terus terang saya katakan, setiap kali menginjakkan kaki di kota Kopenhagen
terasa ada aura bahagia. Apakah itu berkaitan dengan kondisi kota ini yang selalu
mendapatkan predikat kota paling bahagia di dunia? Entahlah. Yang pasti, ini salah satu
kota terbaik bagi mereka yang suka bersepeda. Masyarakatnya suka naik sepeda ke
mana pun mereka pergi sambil menikmati pemandangan kota Kopenhagen yang sangat
layak disebut kota hijau karena keasriannya. Tidak perlu khawatir dengan keamanan
bersepeda karena ada jalur khusus untuk pesepeda kurang lebih sepanjang 395 km di
sekeliling Kopenhagen. Denmark setidaknya memiliki 10 ribu rute sepeda yang
membuat negara ini ramah untuk mereka yang suka naik sepeda. Karena saya tidak
mahir bersepeda, saya memillih menggunakan transportasi kereta atau di sini disebut S-
Train.  Jaringan S-train di kota ini terkoneksi ke sejumlah kota di sekitarnya, sangat
nyaman, mudah dan murah. 

Kopenhagen memiliki banyak hal yang diimpikan masyarakat di dunia lainnya.


Mereka menjalankan kota yang ramah lingkungan, fashion, budaya, objek wisata,
keindahan alam, danau, dan makanan internasional. Di bidang fashion, Kopenhagen
banyak memiliki toko-toko desainer, departemen store, atau butik-butik kecil, dan
14

desainer indie. Kota ini juga mulai menjadi tujuan utama bagi pecinta kuliner. Pasalnya,
di kota ini banyak dibuka restoran yang menyajikan beragam menu dari negara lain di
dunia. Hal yang paling menjadi panduan bagi masyarakat Denmark adalah konsistensi
menjalankan Hukum Jante sebagai pola pikir mereka. Hukum Jante yang dimaksud
adalah pola pikir untuk tidak menganggap orang lain lebih rendah dari diri sendiri.
Karena itu, masyarakat sungguh-sungguh menerapkan prinsip keadilan dan kesetaraan,
tidak arogan atau menganggap diri paling baik.

Sekilas tentang Denmark

Denmark adalah negara berbentuk kerajaan dan merupakan negara Nordik terkecil yang
letaknya paling selatan. Negara ini menganut monarki konstitusional dan sistem
pemerintahan parlementer. Denmark memiliki satu pemerintah pusat dan
98 munisipalitas sebagai pemerintah daerah. Denmark telah menjadi anggota Uni Eropa
sejak 1973, tetapi sampai sekarang masih belum bergabung dalam Eurozone. Denmark
adalah salah satu pendiri NATO dan OECD. Denmark juga merupakan anggota OSCE.

Denmark terletak di Skandinavia, Eropa Utara. Secara geografis, Denmark


berbatasan dengan Laut Baltik dan Laut Utara. Negara ini terdiri dari banyak pulau dan
salah satu pulaunya, Greenland, merupakan pulau terbesar di dunia, lebih besar dari
Pulau Papua.

Denmark pernah lama menguasai Laut Baltik. Sebelum penggalian Terusan Kiel,


jalan air menuju Laut Baltik hanya dapat dilewati melalui tiga Selat Denmark. Satu-
satunya batas darat Denmark adalah dengan Jerman, sedangkan tetangganya yang
dibatasi oleh laut adalah Swedia di timur laut dan Norwegia di utara.

Bahasa resminya adalah bahasa Denmark, serumpun dengan bahasa


Swedia dan bahasa Norwegia karena bahasa-bahasa itu memiliki ikatan sejarah dan
budaya yang kuat.
15

Denmark adalah negara yang memiliki pendapatan tertinggi di dunia. Mata


uangnya disebut krona. Berdasarkan majalah Forbes, Denmark adalah negara yang
memiliki iklim bisnis terbaik. Perlu dicatat bahwa sejak 2006 Denmark selalu mendapat
peringkat teratas sebagai tempat yang paling menyenangkan di dunia. Peringkat
tersebut disusun berdasarkan kondisi kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan
warganya. Survei Global Peace Index tahun 2009 mengatakan bahwa Denmark
menduduki posisi negara paling damai kedua di dunia setelah Selandia Baru. Pada 2009,
Denmark adalah salah satu dari negara yang paling tidak korup di dunia
berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi, juga nomor dua setelah Selandia Baru.

Sebanyak 82% dari penduduk Denmark dan 90,3% suku Denmark adalah
penganut Kristen Protestan. Pada tahun 2010, sebanyak 548.000 orang (9,9% populasi
Denmark) adalah imigran ataupun keturunannya. Mayoritasnya (54%) berasal
dari Skandinavia atau belahan Eropa lain dan sisanya berasal dari negara-negara
di Asia dan Afrika.

Laporan terbaru World Happiness Report kembali menetapkan Denmark dalam


tiga besar negara paling bahagia di antara 155 negara yang disurvei. Ini gelar yang
diterima Denmark selama 7 tahun berturut-turut. Penetapan Denmark sebagai negara
paling bahagia konsisten dengan banyak survei kebahagiaan lain. Laporan negara paling
bahagia di dunia ini dikeluarkan Sustainable Development Solutions Network untuk PBB.
Para ilmuwan memang sering meneliti dan berdebat tentang ukuran yang tepat untuk
mengukur sesuatu. Namun, dalam hal kebahagiaan ternyata tak sulit mencapai
kesepakatan umum. Kebahagiaan biasanya diukur menggunakan indikator objektif
seperti pendapatan, tingkat kriminalitas, dan kesehatan, serta metode subjektif berupa
pertanyaan kepada responden tentang seberapa sering mereka mengalami emosi
negatif atau positif.

Denmark sendiri selama ini dikenal memiliki pemerintahan yang stabil, angka
korupsi sangat rendah, dan akses penduduk yang luas terhadap fasilitas pendidikan dan
kesehatan yang berkualitas. Negara ini memang memiliki pajak yang tergolong tinggi di
16

dunia, tapi mayoritas warga Denmark merasa tak keberatan membayarnya.


Masyarakatnya puas dengan manfaat yang mereka dapatkan dari pajak
tersebut. Mereka yakin pajak akan menciptakan masyarakat yang lebih baik.

Namun, perlu diungkapkan, orang Denmark memiliki sebuah konstruksi budaya


yang disebut "hygge" (dibaca huge). Buku-buku mengenai hal ini kini banyak ditulis.
Hygge merujuk pada interaksi sosial berkualitas tinggi. Ini sesuatu yang terjadi ketika
manusia merasa aman, seimbang, dan berbagi pengalaman harmoni. Perasaan tenteram
dan nyaman, sama seperti ketika kita duduk mengobrol santai bersama kerabat dan
tetangga di kampung, atau semacam perasaan bersama teman di depan api unggun
atau piknik di taman saat musim panas.

Bagi orang Denmark, Natal adalah waktu paling "hyggelig" dalam setahun. Orang
Denmark juga sangat menghargai kebersamaan, baik bersama dengan keluarga maupun
teman. Menarik dicatat bahwa orang-orang Denmark umumnya dikenal memilih hidup
santai, mereka tidak gila kerja, seperti orang Korea atau Jepang. Santai, tapi tetap
disiplin dan produktif. Mereka hanya bekerja sampai pukul 5.30 sore dan aneh jika
seseorang bekerja di akhir pekan. Idenya adalah harus ada waktu untuk berkumpul
bersama keluarga, bermain, dan makan bersama—kalau bisa setiap hari. Dapat
disimpulkan bahwa orang-orang Denmark amat menghargai waktu libur mereka.

Untuk memulai menerapkan konsep hygge, masyarakat Denmark menciptakan


astmosfer yang tenang dan nyaman supaya betah di rumah. Biasanya rumah mereka
didesain dengan konsep supercozy yang mengusung interior kayu dan gelas keramik.
Selain itu, masyarakat Denmark juga selalu bersyukur sehingga menjadikan mereka
lebih gemar menolong, lebih pemaaf, dan tidak materialistis. Dengan ungkapan lain,
mereka sangat memperhatikan kehidupan spiritualitas mereka. Bahkan, nilai-nilai
spiritual yang mereka kembangkan sangat esensial, yakni cara hidup bahagia,
menenangkan jiwa, dan senantiasa merasa nyaman.

Denmark berada di urutan pertama sebagai negara dengan masalah korupsi


terendah di dunia selama beberapa tahun berturut-turut. Selanjutnya, di urutan kedua
17

dan ketiga ditempati oleh negara tetangganya, Swedia dan Finlandia. Faktor apa yang
membuat negara-negara ini memiliki tingkat korupsi terendah? Jawabannya tiada lain
karena penerapan manajemen modern yang mengedepankan akuntabilitas dan
transparansi. Dengan begitu, masyarakat mendapatkan informasi terbuka tentang
pendapatan dan anggaran belanja pemerintah, dari mana uang datang dan untuk apa.

Manfaat yang mereka dapatkan meliputi subsidi perawatan anak dan asuransi
bagi para tenaga kerja. Pengangguran yang kehilangan pekerjaan tetap mendapatkan
80% gaji selama dua tahun. Warga Denmark mendapatkan gaji yang cukup tinggi,
bahkan gaji mereka berada di urutan tertinggi ke-6 di Eropa. Tidak hanya itu, rata-rata
jam kerja per minggu masyarakat Denmark hanya 37 jam dan mereka mendapatkan
libur 5 minggu per tahun. Mereka lebih suka hidup sederhana, hemat dan santai, jadi
tidak perlu harus gila kerja.

Kehidupan Muslim di Denmark

Penduduk beragama Islam di Denmark hanya sekitar 2-5% dari jumlah penduduk. Belum
ada data yang lengkap mengenai kapan dan bagaimana Islam pertama kali masuk ke
negara ini. Meski demikian, perkembangan Islam di Denmark sendiri tidak lepas dari
sejarah Denmark. Sekitar tahun 1536 Denmark menetapkan undang-undang yang
memberi kebebasan bagi warganya untuk memeluk agama yang mereka yakini. Adanya
undang-undang tersebut membuat banyak masyarakat yang pindah dari Katolik ke
Protestan. Sampai-sampai, pada 1849 Protestan menjadi agama resmi di Denmark.

Denmark dan negara Eropa lainnya menjadi tempat tujuan para imigran. Lama
kelamaan kaum imigran ini makin banyak dan bersamaan dengan hal ini agama-agama
minoritas pun mulai berkembang seperti Islam, Katolik, Hindu, Buddha, dan Yahudi.
Islam menduduki urutan kedua setelah Katolik di antara agama minoritas tersebut. Saat
ini, diperkirakan ada sekitar 260.000 umat Muslim di Denmark.
18

Awal kebangkitan Islam di negara tersebut adalah pada 1970-an. Saat itu kaum
Muslim tiba dari Turki, Pakistan, Maroko, dan bekas Yugoslavia untuk bekerja.
Selanjutnya, pada 1980-an dan 1990-an mayoritas pendatang Muslim merupakan
pengungsi dan pencari suaka dari Iran, Irak, Somalia, dan Bosnia. Diperkirakan kini etnis
asli Denmark yang telah memeluk Islam mencapai 2.800 orang. Sekitar tujuh puluh
orang etnis asli Denmark yang menjadi mualaf setiap tahun dan hal ini merupakan
sebuah sinyal kebangkitan umat Islam di Denmark.

Pemerintah Denmark menggulirkan rencana untuk memberikan program


pendidikan tambahan berupa pelajaran bahasa Arab dan agama Islam di sekolah-
sekolah negeri. Warga muslim di negara-negara Eropa Barat menyambut baik kebijakan
pemerintah Denmark yang dinilai sebagai langkah tepat dalam komunitas yang
multietnis. Satu-satunya yang menentang kebijakan pemerintah Denmark adalah
kelompok sayap kanan partai sosialis yang dikenal anti-Islam.

Ketika keputusan pengajaran Islam di sekolah mulai tersebar, koran-koran anti-


Islam mulai memprovokasi dengan tulisan miring. Belum lama ini, dua orang politisi
Denmark mengaku terganggu dengan sebuah tulisan yang menyoroti masalah seputar
proses integrasi umat Islam yang tengah berlangsung di negara mereka. Fakta di
lapangan menunjukkan, jumlah umat Islam di Denmark makin meningkat. Hal ini
mengindikasikan bahwa makin banyak orang Denmark tertarik tentang Islam.

Namun, untuk tujuan ketertiban dan keamanan, pemerintah Denmark


mengumumkan larangan penggunaan niqab dan burka (penutup seluruh tubuh dan
hanya menyisakan jaring-jaring di bagian mata untuk melihat) pada Mei 2018. Peraturan
itu mulai efektif sejak Agustus 2018. Perempuan yang tertangkap mengenakan niqab
atau burka bisa didenda 1.000 krona atau setara dua juta rupiah. Dendanya naik hingga
10.000 kroner atau sekitar 20 juta rupiah jika tertangkap untuk kali kedua.

Muslim Ahmadiyah di Denmark


19

Kedatangan saya kali ini ke Kopenhagen agak berkesan. Pasalnya, pada hari terakhir
acara, saya kedatangan tamu staf KBRI di hotel. Dia anggota jemaat Ahmadiyah. Dia
menerima kabar dari Jakarta bahwa saya sedang berada di Kopenhagen. Sebagai orang
yang selalu membuka diri untuk bersilaturahim dengan sesama Muslim, bahkan dengan
sesama manusia, saya merasakan banyak sekali manfaat dari sikap keterbukaan dan
positive thinking ini. Mengapa kita harus menutup diri dalam sebuah kotak? Apa
enaknya hidup dalam sekat-sekat yang membatasi pergaulan kita dengan sesama
manusia? Bagi saya, sepanjang prinsipnya adalah silaturahim, saling hormat, mengenal
untuk saling belajar dan saling membantu demi kemaslahatan bersama dan kebaikan
masyarakat, saya akan menerima pertemanan dan persahabatan dengan siapa pun.
Pangalaman selama ini mengungkapkan, ada banyak manfaat yang saya nikmati dengan
sikap terbuka dan toleran tersebut.

Pagi-pagi sekali tamu tersebut sudah berada di hotel menjemput saya untuk
berjalan-jalan berkeliling menikmati indahnya kota Kopenhagen. Kami mampir dulu ke
rumahnya yang tak terlalu jauh dari hotel tempat saya menginap. Saya senang
diperkenalkan kepada istri dan anak-anaknya. Ternyata istrinya putri dari tokoh
Ahmadiyah yang saya kenal baik di Jakarta. Begitu sempitnya dunia ini nyatanya.
Panjanglah percakapan kami karena rupanya dia sudah mengenal saya dari cerita orang
tuanya.

Tempat pertama yang kami kunjungi dalam acara keliling Kopenhagen adalah
Masjid Ahmadiyah yang dijadikan ikon pariwisata religi di Kopenhagen. Bentuknya
ikonik dan arsitekturnya sangat indah. Masjid ini terletak di tengah-tengah permukiman
masyarakat yang umumnya bukan Muslim. Masjid ini dilengkapi perpustakaan, ruangan
pertemuan, dan ruangan konseling, serta terbuka bagi siapa saja, termasuk bagi bukan
Muslim. Pengurus masjid yang saya temui ketika itu kebanyakan dari Pakistan.

Pada hari raya, penduduk di sekitar menyiapkan halaman rumah mereka sebagai
tempat parkir untuk kaum Muslim yang datang melaksanakan salat Idul Fitri dan Idul
Adha. Agar tidak mengganggu ketenangan penduduk di sekitar masjid, semua pengeras
20

suara hanya dipasang di dalam ruangan dan tidak sampai terdengar ke luar masjid.
Indahnya toleransi beragama.

Sebagian besar umat Muslim di Denmark adalah Sunni dengan minoritas Syiah


yang jumlahnya cukup besar. Di antara mereka terdapat pula sejumlah Jemaah
Ahmadiyah. 

Pada 6 Mei 2015 Pimpinan Pusat Jemaat Muslim Ahmadiyah, Khalifah Kelima,
Yang Mulia Hazrat Mirza Masroor Ahmad datang ke masjid ini menyampaikan Khutbah
Jumat. Orang-orang Ahmadi memanggilnya dengan sebutan Huzur.

Huzur mengingatkan bahwa Muslim Ahmadi harus menetapkan standar


ketakwaan, kebaikan, dan moralitas yang tertinggi. Dalam khutbahnya, Huzur
mengatakan bahwa sudah sebelas tahun sejak kunjungan terakhirnya ke Kopenhagen
dan bahwa selama periode tersebut, Jemaat Muslim Ahmadiyah di Denmark telah
berkembang dalam berbagai hal. Huzur juga mengatakan bahwa perkembangan seperti
itu menuntut para Muslim Ahmadi Denmark untuk menunjukkan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

Hazrat Mirza Masroor Ahmad melanjutkan, “Untuk terus menerima nikmat Allah
yang Maha Kuasa, kita harus selalu berusaha meningkatkan kualitas perilaku dan
tindakan kita. Jika kita menjadi lalai terhadap agama kita, kita akan bertanggung jawab
karena membawa anak-anak kita menjauh dari agama dan karunia Allah.”

Hazrat Mirza Masroor Ahmad menandaskan bahwa Islam mengajarkan kebaikan,


cinta, dan kasih sayang. Namun, alih-alih menunjukkan kualitas seperti yang diajarkan
Islam, banyak orang yang merampas hak orang lain dan melakukan kekejaman dan
ketidakadilan. Huzur mengatakan bahwa jika tindakan tersebut dilakukan oleh umat
Islam, itu akan menjadi sumber penyesalan mendalam karena ajaran Islam merupakan
ajaran yang penuh kedamaian dan cinta untuk semua.

Anda mungkin juga menyukai