Anda di halaman 1dari 4

BAB I

SEJARAH KESEHATAN REPRODUKSI

Pada tahun 1990 muncul pandangan baru tentang seksualitas dan kesehatan
reproduksi perempuan berdasarkan HAM, hal ini ditandai dengan terselenggaranya
beberapa konferensi internasional yang membahas hal tersebut diantaranya :

A. Konferensi Wina Austria 1993


Konferensi international tentang HAM di Wina pada tahun 1993
mendiskusikan HAM dalam perspektif Gender serta isu-isu kontroversial
mengenai hak-hak reproduksi dan seksual. Deklarasi dan platform aksi Wina
menyebutkan bahwa “hak azasi perempuan dan anak perempuan adalah mutlak,
terpadu dan merupakan bagian dari HAM” (Wallstam dalam Pusdiknakes 2004).

B. ICPD Kairo Mesir 1994


Konfrensi International kependudukan dan pembangunan (International
Confession Population and Development / ICPD). Yang disponsori oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kairo Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh
11.000 perwakilan dari lebih 180 negara. konferensi tersebut melahirkan
kebijakan baru tentang pembanguan dan kependudukan, seperti tercantum dalam
program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target populasi
tertentu tetapi lebih ditujukan pada upaya penstabilan laju pertumbuhan penduduk
yang berorientasi pada kepentingan pembangunan manusia. Program aksi ini
menyerukan agar setiap negara meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan
hak-hak individu khususnya bagi perempuan dan anak-anak dan
mengintegrasikan program keluarga berencana (KB) ke dalam agenda kesehatan
perempuan yang lebih luas.
Bagian terpenting dari program tersebut adalah penyediaan pelayanan
kesehatan reproduksi yang menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan
kehamilan dan persalinan yang aman, pencegahan pengobatan infeksi menular
seksual / IMS (termasuk HIV), informasi dan konseling seksualitas, serta
pelayanan kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan
bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti sunat perempuan, jual beli
perempuan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya.

C. Konferensi Perempuan Se-Dunia ke 4 di Beijing China / FWCW (1995)


Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women /
FWCW (4-15 September 1995 yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara
mencerminkan komitmen international terhadap tujuan kesetaraan,
pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di dunia. Flatform
tersebut terdiri dari 6 bab, mengidentifikasikan 12 “Area Kritis Kepedulian.

1
“Critical areas of concern) yang dianggap sebagai penghambatan utama kemajuan
perempuan yaitu :

1. Kemiskinan
Jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak dari
pada laki-laki karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber
ekonomi misalnya; lapangan pekerjaan, kepemilikan harta benda, pendidikan
dan pelatihan serta pelayanan masyarakat [misalnya : kesehatan]
2. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan merupakan HAM dan sarana penting untuk mencapai
kesetaraan, dan pengembangan dan perdamaian. Namun, anak perempuan
mengalami diskriminasi akibat pandangan budaya, pernikahan dan kehamilan
dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi pendidikan yang bias gender.
3. Kesehatan.
Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan fisik dan emosi mereka,
yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi juga turut ditentukan
oleh konteks sosial, politik dan ekonomi. Tercapainya standar kesehatan fisik
tertinggi penting bagi kehidupan dan kesejahteraan perempuan, hal ini
mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik di masyarakat maupun
dalam kehidupan pribadinya.

4. Kekerasan Perempuan dan Anak Perempuan


Kekerasan perempuan dan anak perempuan subjek kekerasan fisik,
seksual dan psikologis yang terjadi tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi
dan budaya baik di kehidupan pribadi maupun masyarakat. Segala bentuk
kekerasan berarti melanggar, merusak atau menggugat kemerdekaan
perempuan untuk menikmati hak asasinya.

5. Konflik Bersenjata
Selama konflik bersenjata, perkosaan merupakan cara untuk
memusnahkan kelompok masyarakat/suku. Praktik-praktik tersebut harus
dihentikan dan pelakunya harus dikenai sanksi hukum.

6. Ekonomi
Perempuan jarang di libatkan dalam pengambilan keputusan ekonomi
dan sering diperlakukan secara tidak layak (seperti gaji rendah, kondisi kerja
yang tidak memadai dan terbatasnya kesempatan kerja profesional)

7. Pengambilan keputusan

Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan belum


mencapai target 30% di hampir semua tingkatan pemerintah, sebagaimana

2
telah ditetapkan oleh lembaga Sosial dan Ekonomi PBB (the UN Economic
and Social Council) pada tahun 1995.

8. Mekanisme Institusional
Perempuan sering terpinggirkan dalam struktur kepemerintahan nasional
seperti tidak memiliki mandat yang jelas, keterbatasan sumber-sumber daya
dan dukungan dari para politisi nasional.

9. Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia bersifat universal. Dinikmatinya hak-hak tersebut
secara penuh dan setara oleh perempuan dan anak perempuan merupakan
kewajiban pemerintah dan PBB dalam mencapai kemajuan perempuan.

10. Media
Media masih terus menonjolkan gambar yang negatif dan merendahkan
perempuan misalnya menampilkan kekerasan, pelecehan dan pornografi yang
berdampak buruk bagi perempuan.

11. Lingkungan
Pengrusakan alam menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat terhadap perempuan di segala
usia.

12. Diskriminasi
Diskriminasi sudah dialami perempuan sejak awal kehidupannya,
perilaku dan praktik-praktik yang berbahaya menyebabkan banyak anak
perempuan tidak mampu bertahan hidup hingga usia dewasa. Kurangnya
perlindungan hukum atau kegagalan dalam penerapannya, menyebabkan
anak-anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan, serta
mengalami konsekuensi hubungan seksual usia dini dan tidak aman, termasuk
HIV / AIDS.

Telaah Lima Tahunan : ICPD +_ 5 (1999)


Lima tahun sejak ICPD Kairo PB mengundang para pemimpin negara untuk
membahas tentang kemajuan dan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan
kebijakan yang terkait dengan pembangunan dan kependudukan. (PRB 2000)
Pada ICPD + 5, isu seksualitas remaja dan aborsi, masih mengundang
kontroversi. Selain itu, muncul kontroversi baru mengenai kontrasepsi darurat dan
peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam negosiasi antar pemerintah.
Pertemuan ICPD + 5 ditutup dengan mengadopsi “beberapa tindak lanjut penerapan
program aksi ICPD termasuk di dalamnya adalah target baru untuk tahun 2015 yang
mempertajam fokus dari tujuan-tujuan pada tahun 1994.

3
Target Baru 2015
ICPD + 5 menetapkan target untuk mengukur penerapan ICPD yaitu :
1. Akses terhadap pendidikan dasar pada tahun 2015. meningkatkan keikutsertaan
anak laki-laki dan perempuan di sekolah dasar hingga sekurang-kurangnya 90 %
sebelum 2010; serta menurunnya angka buta huruf pada perempuan dan anak-
anak perempuan pada tahun 1990 hingga setengahnya pada tahun 2005.
2. Semua fasilitas kesehatan menyediakan metode-metode KB yang aman dan
efektif, pelayanan kebidanan, pencegahan dan penanganan infeksi menular
seksual (ISR/IMS) serta metode pelindung untuk mencegah infeksi, baik secara
langsung maupun rujukan.
3. Mengurangi kesenjangan antara pemakaian kontrasepsi dengan proporsi individu
yang ingin membatasi jumlah anak dengan atau menjarangkan kehamilan, tanpa
menggunakan target atau kuota.
4. Memastikan bahwa sekurang-kurangnya 60% persalinan ditolong oleh tenaga
terlatih terutama di negara-negara dengan kematian ibu yang tinggi.
5. Pelayanan pencegahan HIV untuk laki-laki dan perempuan muda usia 15-24
tahun. Termasuk penyediaan kondom laki-laki dan perempuan, pemeriksaan
secara sukarela, konseling dan tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai