BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau
dirampas oleh siapapun. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
internasional sudah seharusnya menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi
prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia.
Hak asasi manusia dan hak perempuan baik yang terkait dengan konsep
maupun implementasinyasemakin hari semakin mendapatkan perhatian
pemerintah maupun masyarakat termasuk perempuan agar diimplementasikan
dengan baik.Menurut Erwin Simponi bahwa kaum perempuan di seluruh dunia
merasa belum sepenuhnya dapat menikmati hak-haknya karena salah satu
faktornya adalah belumterjamin dalam peraturan perundang-undangan di negara
masing-masing, dengan kata lain secara de facto hak-haknya belum
dilaksanakan(Erwin, 2003: 1)
Munculnya konsep Hak Asasi Perempuan pada awalnya diartikan dengan
latar belakang logika belaka, dalam arti hak perempuan dipahami sekedar akibat
dari pengakuan bahwa perempuan adalah juga manusia, karenanya sudah
semestinya mendapatperlindunganhakasasimanusia. Salahsatuhal yang dijamin
adalah masalah kesehatan perempuan, dimana kesehatan perempuan ini menjadi
salah satu dari 12 masalah kritis yang ditetapkan dalam Deklarasi dan Rencana
Aksi Konferensi Dunia IV tentang Wanita di Beijing pada tahun1995. Dan hingga
sekarang masalah kesehatan reproduksi perempuan masih menjadi kajian utama
mengingat tingginya angka kematian perempuan, yang diakibatkan oleh gangguan
pada organ reproduksi.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Isu Kesehatan Perempuan di Indonesia Dan Internasional?
2. Bagaimana Solusi Mengatasi Isu Isu Kesehatan Perempuan di Indonesia
Dan Internasional?
3. Bagaimana Peluang Kesehatan Perempuan Di Indonesia Dan Internasional?
3
kebijakan tentang pemberian gizi bagi perempuan hamil dan
menyusui. Kebijakan pemerintah yang sudah ada adalah
pemberiantablet besi TT (Toxoid Tetanus) bagi ibu hamil, sedangkan
pemberian gizi hanya ditujukan untuk balita yang diupayakan oleh
Posyandu.
b. HIV/AIDS
Data tentang jumlah kasus HIV dan AIDS seringkali tidak
dipilah berdasarkan jenis kelamin, sehingga sukar untuk dapat
dilakukannya analisis gender, sebab serta langkah-tindak
penanggulangannya. Laporan Singkat Pencapaian Millennium
Development Goals Indonesia 2009, oleh Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), khususnya untuk mencapai
Tujuan 6 MDGs Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit
Menular lainnya.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional,
menyebut HIV/AIDS seperti fenomena gunung es, karena persoalan
sosial, politik dan budaya. Butuh kerelaan semua pemangku
kepentingan mengakui HIV/AIDS telah menjadi epidemi. Sebanyak
1,6 juta perempuan berisiko tinggi tertular HIV karena menikah
dengan laki-laki berisiko tinggi, yaitu yang membeli seks dari
perempuan, dan laki-laki serta memakai narkoba suntik. Sebaliknya,
pekerja seks juga ada yang tertular pelanggan.
c. Angka Kematian Ibu (AKI)
AKI di Indonesia masih tinggi, yaitu sebesar 307 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target Sustainable
Development Goals (SDGs) yang menetapkan AKI di bawah 70 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
d. Kesehatan Reproduksi
Perempuan Indonesia masih menghadapi tantangan dalam
mengakses layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya akses ke fasilitas
kesehatan, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, dan
tingginya biaya layanan kesehatan.
e. Kekerasan terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual,
masih menjadi masalah serius di Indonesia. Kekerasan terhadap
perempuan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan fisik dan
mental perempuan.
f. Stunting
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang ditandai dengan
tinggi badan anak di bawah standar untuk usianya. Stunting dapat
berdampak buruk terhadap kesehatan fisik dan mental anak, termasuk
risiko lebih tinggi terkena penyakit kronis di kemudian hari.
Isu kesehatan perempuan juga menjadi perhatian di tingkat
internasional. Berikut adalah beberapa isu kesehatan perempuan yang
menjadi fokus perhatian dunia:
a. Ketidaksetaraan gender
Ketidaksetaraan gender merupakan salah satu determinan utama
kesehatan perempuan. Ketidaksetaraan gender dapat menyebabkan
perempuan mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan kesehatan,
pendidikan, dan pekerjaan.
b. Kemiskinan
Kemiskinan dapat menyebabkan perempuan memiliki akses yang
terbatas terhadap layanan kesehatan, gizi yang baik, dan pendidikan. Hal
ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan perempuan.
c. Perang dan konflik
Perang dan konflik dapat menyebabkan perempuan mengalami
kekerasan seksual, kekerasan berbasis gender, dan pelanggaran hak asasi
manusia lainnya. Hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan
perempuan.
5
2. Solusi Mengatasi Isu Isu Kesehatan Perempuan di Indonesia Dan
Internasional
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi isu
kesehatan perempuan, baik di Indonesia maupun di tingkat internasional.
Upaya-upaya tersebut antara lain:
a. Meningkatkan akses ke layanan kesehatan
Akses ke layanan kesehatan yang berkualitas merupakan
hal yang penting untuk meningkatkan kesehatan perempuan.
Upaya-upaya untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan
antara lain dengan membangun fasilitas kesehatan di daerah
terpencil, menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau, dan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan.
b. Meningkatkan pendidikan dan kesadaran
Pendidikan dan kesadaran tentang kesehatan perempuan
juga penting untuk meningkatkan kesehatan perempuan.
Pendidikan dan kesadaran dapat membantu perempuan memahami
hak-hak mereka, pentingnya kesehatan, dan cara-cara untuk
menjaga kesehatan.
c. Meningkatkan kesetaraan gender
Meningkatkan kesetaraan gender juga dapat membantu
meningkatkan kesehatan perempuan. Kesetaraan gender dapat
membuat perempuan memiliki akses yang lebih setara terhadap
layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
Upaya-upaya untuk mengatasi isu kesehatan perempuan harus
dilakukan secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, baik
pemerintah, masyarakat, maupun organisasi non-pemerintah.
7
berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta meningkatkan sumber daya
untuk mengatasi isu kesehatan perempuan.
Peluang-peluang tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengatasi isu
kesehatan perempuan, baik di Indonesia maupun di tingkat internasional.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut
harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, baik
pemerintah, masyarakat, maupun organisasi non-pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Carolina, N., Saputra, W. A., Nafi’ah, H. H., Merkuri, Y. G., & Bakti, C. P.
(2022). Strategi intervensi untuk menekan kasus kekerasan seksual:
Isu dan tren. Jurnal Mahasiswa BK An-Nur: Berbeda, Bermakna,
Mulia, 8(2), 60-65.
Dewi, M. A. (2014). Media massa dan penyebaran isu perempuan. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 7(3), 228-236.
Haryono, T. J. S., Kinasih, S. E., & Mas’udah, S. (2013). Akses dan informasi
bagi perempuan penyandang disabilitas dalam pelayanan kesehatan
reproduksi dan seksualitas. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik,
26(2), 65-79.
Luhulima, A. S. (2014). CEDAW: menegakkan hak asasi perempuan. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Pujiastuti, I., & Anshori, D. (2022). Peran media online Magdalene. co terhadap
persepsi masyarakat pada isu kesehatan mental ibu (Perspektif Sara
Mills). KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, 8(2), 317-334.
Ramadani, M., & Yuliani, F. (2015). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
sebagai salah satu isu kesehatan masyarakat secara global. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas, 9(2), 80-87.
Widarini, D. A. (2019). Pemanfaatan Media Sosial Dalam Sosialisasi Kesehatan
Reproduksi Dan Nutrisi Untuk Perempuan. Jurnal Komunikasi
Pembangunan, 17(1), 92-101.