Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita
sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan
harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai
generasimuda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab :
(1) Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi
pria berkaitan dengan fungsi reproduksinya, (2) Kesehatan wanita secara langsung
mempengaruhi kesehatan anak yangdikandung dan dilahirkan, (3) Kesehatan wanita
sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan mengatasnamakan
pembangunan seperti program KB, dan pengendalian jumlah penduduk, (4) Masalah
kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional diantaranya
Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai kesehatanreproduksi dan
kependudukan (Beijing dan Kairo) (Dewi, 2012).
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan
bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-
prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai
kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki
kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka
ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini
adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses
terhadap cara-cara keluarga berencana yang aman, efektif dan terjangkau,
pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan
pemeliharaan kesehatan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan
selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan
untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan
reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang
mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan
penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual,
yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan
perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian
dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.
Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting
disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita
diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai
dengan kebutuhannya di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa kesehatan reproduksi pada perempuan itu?
1.2.2 Bagaimana cara mengenali masalah pada kesehatan reproduksi?
1.2.3 Bagaimana contoh kasus dari permasalahan kesehatan reproduksi pada
perempuan itu?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui teori tentang kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.2 Untuk mendalami masalah kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.3 Untuk mengetahui kasus dari permasalahan kesehatan reproduksi pada
perempuan serta cara mengatasinya.

BAB 2
KONSEP TEORI

2.1 Konsep Kesehatan Reproduksi


2.1.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Perempuan
Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995 dan
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994 sudah disepakati
perihal hak-hak reproduksi tersebut. Dalam hal ini (Cholil, 1996 dalam Savitri, 2003)
menyimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu
kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health), penentuan
dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making), kesetaraan pria dan
wanita (equality and equity for men and women) dan keamanan reproduksi dan
seksual (sexual and reproductive security).
Reproduksi adalah suatu istilah yang masih asing di telinga masyarakat, terlebih lagi
perempuan pedesaan. Bagaimanapun semua perempuan dewasa telah mengalami
sendiri proses dari reproduksi, mulai dari mentruasi, hubungan seksual, hamil,
melahirkan dan menopouse. Ironisnya, tidak semua orang mengetahui bagaimana
menciptakan suatu kondisi reproduksi yang sehat termasuk pada perempuan
pedesaan. Maka dari itu untuk mengetahui bagaimana menciptakan suatu keadaan
yang baik dan sehat diperlukan suatu perawatan terhadap reproduksi perempuan
termasuk organ-organ reproduksi (Imamah, 2009).
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek
yang behubungan dengan sistem reproduksi (Wahid, 1996: 14). Agar dapat
melaksanakan fungsi rerproduksinya secara sehat, dalam pengertian fisik, mental
maupun sosial, diperlukan beberapa prasyarat, yakni: pertama, agar tidak ada
kelainan anatomis dan fisiologis. Kedua, agar perkembangan emosinya berlangsung
dengan baik maka diperlukan landasan psikis yang memadai. Ketiga, setiap orang
hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang langsung maupun tidak
langsung mengenai organ reproduksinya. Keempat, seorang perempuan hamil
memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati rasa tersebut dengan aman.
2.1.2 Sejarah Perkembangan Kesehatan Reproduksi
2.1.2.1 Konferensi di Wina, 1993
Mendiskusikan HAM dalam perspektif gender dan isu kontroversial mengenai hak
reproduksi. Mendeklarasikan “HAP dan anak perempuan adalah mutlak, terpadu dan
merupakan bagian dari HAM (Dewi, 2012).
2.1.2.2 ICPD (International Conference on Population Development)
Disponsori oleh PBB yang dihadiri oleh 180 negara dan bertempat di Cairo Mesir,
yang menghasilkan kebijakan program kependudukan (Program Aksi 20 tahun) yang
menyerukan agar setiap negara meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan
hak individu khususnya perempuan dan anak, mengintegrasikan program KB
kedalam agenda kesehatan perempuan yang lebih luas (Wallstam, 1977).
2.1.2.3 Konferensi perempuan sedunia ke 4 di Beijing (Fourth World Conference
on Women) 1995
Menghasilkan platform 12th Critical Area of concern yang dianggap sebagai
penghambat utama kemajuan kaum perempuan.
2.1.3 Ruang lingkup kesehatan reproduksi
Dalam penerapan kesehatan reproduksi pada pelayanan kesehat an dasar
diprioritaskan suatu paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Essensial (PKRE),
yang meliputi:
2.1.3.1 Kesehatan Ibu dan Anak Baru Lahir (Safe Motherhood)
Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi (kesehatan ibu dan bayi baru lahir)
dan anak dipengaruhi oleh kesadaran dalam perawatan dan pengasuh anak.
Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh faktor kesehatan-kesehatan, antara
lain :
a) Perdarahan saat melahirkan.
b) Eklamsia.
c) Infeksi.
d) Persalinan macet.
e) Keguguran.
Sedangkan faktor non kesehatan antara lain kurangnya pengetahuan ibu yang
berkaitan dengan kesehatan termasuk pola makan dan kebersihan diri.
2.1.3.2 Keluarga Berencana.
Keluarga Berencana dalam hal ini adalah penggunaan alat kontrasepsi. Seperti kita
ketahui selama ini ada anggapan bahwa KB adalah identik dengan urusan
perempuan.
2.1.3.3 Penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HIV/AIDS.
Dari berbagai jenis PMS yang dikenal, dampak yang sangat berat dirasakan oleh
perempuan, yaitu berupa rasa sakit yang hebat pada kemaluan, panggul dan vagina,
sampai pada komplikasi dengan akibat kemandulan, kehamilan diluar kandungan
serta kanker mulut rahim.
Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan yang telah menikah dan ingin
punya anak tetapi tidak dapat mewujudkannya karena ada masalah kesehatan
reproduksi baik pada suami maupun istri atau keduanya.
a. Infertilitas primer.
b. Infertilitas sekunder.
c. Infertilitas idiopatik.
2.1.3.4 Kesehatan Reproduksi Remaja.
Lembar fakta yang diterbitkan oleh PKBI, United Nations Population Fund (UNFPA)
dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa
setiap tahun terdapat sekitar 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan. Setiap
tahun, masih menurut lembar fakta tersebut, sekitar2,3 juta kasus aborsi juga terjadi
di Indonesia dan 20 persen nya dilakukan oleh remaja.
Disamping itu dikenal pula paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif
(PKRK), yaitu PKRE yang dilengkapi dengan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
pada Usia Lanjut.
2.1.3.5 Kesehatan Reproduki Lanjut Usia
Kesehatan reproduksi meliputi kesehatan fisik dan mental setiap individu sepanjang
siklus kehidupannya sehingga pemeliharaan kesehatan pasca reproduksi (sering
juga disebut dengan kesehatan lansia) juga perlu mendapat perhatian kita bersama.
Masa pasca reproduksi ini ditandai dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi
alat/organ tubuh (Endang, 2008).
Lansia atau Lanjut usia, menurut WHO : Pra lansia 45–54 tahun, Lansia 55–64
tahun, Aging people 65 tahun keatas. Menurut BKKBN Lansia adalah 60 tahun ke
atas.
2.1.4 Hak-Hak Reproduksi
Hak adalah kewenangan yang melekat pada diri untuk melakukan atau tidak
melakukan, memperoleh atau tidak memperoleh sesuatu (Sanusi, 2005).
Hak dan kesehatan reproduksi menjadi dua konsep yang tidak terbatas pada
persoalan medis organ reproduksi saja (Sanusi, 2005).
Konferensi internasional kependudukan dan pembangunan, disepakati hal-hal
reproduksi yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh,
baik kesehatan rohani dan jasmani, meliputi :
2.1.4.1 Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2.1.4.2 Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
2.1.4.3 Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
2.1.4.4 Hak dilindungi dan kematian karena kehamilan.
2.1.4.5 Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kehamilan.
2.1.4.6 Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
2.1.4.7 Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari pelecehan, perkosaan, kekerasan, penyiksaan seksual.
2.1.4.8 Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu penetahuan yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi.
2.1.4.9 Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya.
2.1.4.10 Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
2.1.4.11 Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam berkeluarga dan
kehidupan kesehatan reproduksi.
2.1.4.12 Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Menurut BKKBN tahun 2000, kebijakan teknis operasional di Indonesia untuk
mewujdkan pemenuhan hak-hak reproduksi :
a) Promosi hak-hak kesehatan reproduksi.
b) Advokasi hak-hak kesehatan reproduksi.
c) KIE hak-hak kesehatan reproduksi.
d) System pelayanan hak-hak reproduksi (Diah, 2012).
Hak asasi manusia yang penting untuk kesehatan reproduksi termasuk :
1) Hak untuk hidup.
2) Hak atas keamanan seseorang.
3) Hak untuk memutuskan jumlah, jarak dan waktu memiliki anak.
4) Hak atas non-diskriminasi dan kesetaraan.
5) Hak atas privasi.
6) Hak atas kesehatan.
7) Hak untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi.
8) Hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam, merendahkan dan tidak
manusiawi.
9) Hak atas bantuan.
10) Hak atas manfaat kemajuan ilmiah (Widyaiswara, 2009).
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi secara garis besar
dapat dikelompokkan empat golongan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
reproduksi.
2.1.5.1 Faktor sosial ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan
proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
2.1.5.2 Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak
rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dan sebagainya);
2.1.5.3 Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi
karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang
membeli kebebasannya secara materi, dan sebagainya);
2.1.5.4 Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakit menular seksual, dan sebagainya).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang
tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan
dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam
berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dan pelayanan non kesehatan lain
yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi. Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus
didahului oleh hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi
adalah meningkatkan kesadaran kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi
dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak
reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas
hidupnya. Dari tujuan umum tersebut dapat dijabarkan empat tujuan khusus yaitu :
a) Meningkatnya kemandirian perempuan dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial perempuan dalam menentukan
kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari
perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan
dan anak-anaknya.
d) Dukungan yang menunjang perempuan untuk membuat keputusan yang
berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan
yang dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara
optimal.
Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang No. 23/1992, bab II pasal 3 yang
menyatakan: “penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam bab III pasal 4 “ setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
optimal”.
2.1.6 Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Perempuan
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam, bukan semata-
mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian
sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas
hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-
negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak
langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita.
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi perempuan antara lain:
2.1.6.1 Gender
Gender adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin
menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu kontruksi sosial
mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran gender berbeda dalam konteks
cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda.
2.1.6.2 Kemiskinan, antara lain mengakibatkan: makanan yang tidak cukup atau
makanan yang kurang gizi dan tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
2.1.6.3 Pendidikan yang rendah
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari
kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih
diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga.
Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat
kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih
besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan
mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari uang, merawat diri
sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
2.1.6.4 Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak
terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang
menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga
karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas
tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini
berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di
samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di
usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan
bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
2.1.6.5 Kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk
Menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta
wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanak-kanak, akibat
kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak
laki-laki mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan
sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang
lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat
dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping
itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini
akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin baik fisik
maupun mental. Wanita juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk
penyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang
berbeda dengan pria. Salah satu situasi yang rawan adalah, pekerjaan wanita yang
selalu berhubungan dengan air, misalnya mencuci, memasak, dan sebagainya.
Seperti diketahui air adalah media yang cukup berbahaya dalam penularan bakteri
penyakit.
2.1.6.6 Beban Kerja yang berat.
Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah
dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya
wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis,
stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja,
tetapi juga jenis pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan.
Di India banyak kasus keguguran atau kelahiran sebelum waktunya pada musim
panen karena wanita terus-terusan bekerja keras. Di bidang pertanian baik pria
maupun wanita dapat terserang efek dari zat kimia (peptisida), tetapi akan lebih
berbahaya jika wanita dalam keadaan hamil, karena akan berpengaruh terhadap
janin dalam kandungannya. Resiko-resiko yang harus dialami bila wanita bekerja di
industri-industri misalnya panas yang berlebih-lebihan, berisik, dan cahaya yang
menyilaukan, bahan kimia, atau radiasi.
Peran jender yang menganggap status wanita yang rendah berakumulasi dengan
indikator-indikator lain seperti kemiskinan, pendidikan, kawin muda dan beban kerja
yang berat mengakibatkan wanita juga kekurangan waktu, informasi, untuk
memperhatikan kesehatan reproduksinya (Juliandi : 2003).
2.1.7 Gambaran Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita
2.1.7.1 Isu penanganan masalah sosial perempuan merupakan bagian dari kelima
isu yang ditangani di bidang perlindungan perempuan seperti yang sudah
diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 RPJMN 2010-2014.
2.1.7.2 Isu penanganan masalah sosial perempuan meliputi isu terkait dengan
penanganan masalah sosial perempuan di daerah rawan konflik dan bencana alam,
perempuan lanjut usia, perempuan penyandang disabilitas , dan pornografi.
2.1.7.3 Isu penanganan masalah sosial perempuan adalah isu yang
penanganannya dilaksanakan secara lintas sector dan lintas bidang (cross-cutting
issues) dan diselenggarakan secara terkoordinasi.
2.2 Kekerasan terhadap Perempuan
2.2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan
Tindak kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi
tindakan seksual, psikologis, fisik dan ekonomi yang dilakukan individu terhadap
individu yang lain dalam hubungan, rumah tangga atau hubungan intim (karib).
Kekerasan terhadap perempuan merupakan konsep baru, yang diangkat pada
Konferensi Dunia Wanita III di Nairobi, yang berhasil menggalang konsesus
internasional atas pentingnya mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan dalam kehidupan sehari-hari di seluruh masyarakat dan bantuan
terhadap perempuan koban kekerasan.
Deklarasi Tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan (1993) mendefinisikan
Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai berikut : “Segala bentuk tindak kekerasan
berbasis jender yang berakibat, atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik,
seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari
tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik
yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi“. Dengan
demikian, Kekerasan Terhadap Perempuan meliputi:
2.2.1.1 Kekerasan Fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga,
termasuk pemukulan, kekerasan seksual terhadap anak perempuan, pemaksaan
isteri untuk melakukan hubungan seksual, penyunatan alat kelamin perempuan.
2.2.1.2 Kekerasan fisik seksual dan psikologis yuang terjadi di masyarakat,
termasuk perkosaan, penyalahgunaan dan pelecehan seksual serta intimidasi
ditempat kerja, institusi pendidikan dan dimanapun.
2.2.1.3 Penjualan perempuan dan prostitusi paksa.
2.2.1.4 Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibiarkan
oleh negara dimana pun hal itu terjadi.
2.2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan pada Perempuan
Mencermati pendapat dari para ahli mengenai istilah-istilah yang dipakai untuk
menyatakan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan nampaknya belaum ada
kesamaan istilah, ada yang memakai bentuk-bentuk, ada yang memakai jenis-jenis.
Beberapa bentuk kekerasan sebagai berikut:
2.2.2.1 Kekerasan fisik , seperti : memukul, menampar, mencekik dan
sebagainya.
2.2.2.2 Kekerasan psikologis, seperti : berteriak, menyumpah, mengancam,
melecehkan dan sebagainya.
2.2.2.3 Kekerasan seksual, seperti : melakukan tindakan yang mengarah
keajakan/desakan seksual seperti menyentuh, mencium, memaksa berhubungan
seks tanpa persetujuan korban dan lain sebagainya.
2.2.2.4 Kekerasan finansial, seperti : mengambil barang korban, menahan atau
tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
2.2.2.5 Kekerasan spiritual, seperti : merendahkan keyakinan dan kepercayaan
korban, memaksa korban mempraktekan ritual dan keyakinan tertentu (Kristi E.
Purwandari, 2002).
2.2.3 Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan
Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :
2.2.3.1 Budaya patriarki yang mendudukan laki-laki sebagai mahluk superior dan
perempuan sebagai mahluk interior.
2.2.3.2 Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap
laki-laki boleh menguasai perempuan.
2.2.3.3 Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul,
biasanya akan meniru perilaku ayahnya (Aina Rumiati Aziz, 2002: 2).

2.2.4 Dampak Kekerasan terhadap perempuan


Kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat hal-hal sebagai berikut ;
2.2.4.1 Akibat fisik ( terhadap perorangan )
1) Luka berat dan kematian akibat perdarahan.
2) Infeksi, seperti ISR, PMS, HIV/AIDS.
3) Penyakit radang panggul yang kronik, yang dapat berakibat infertilitas.
4) Kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman.
2.2.4.2 Akibat Non fisik ( terhadap perorangan )
1) Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan ,cemas, rasa rendah diri, sulit
tidur, mimpi buruk, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat, menarik diri.
2) Trauma terhadap hubungan seksual, disfungsi seksual.
3) Perkawinan yang tidak harmonis.
4) Bunuh Diri.
2.2.4.3 Akibat Terhadap Masyarakat
1) Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan
2) Efek terhadap produktivitas
3) Kekerasan Terhadap Perempuan di lingkungan sekolah dapat mengakibatkan
putus pendidikan karena terpaksa keluar sekolah.
2.2.5 Pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah Kekerasan terhadap Perempuan
antara lain :
2.2.5.1 Masyarakat menyadari/mengakui kekerasan terhadap perempuan
sebagai masalah yang perlu diatasi.
2.2.5.2 Menyebarluaskan produk hukum tentang pelecehan seksual ditempat
kerja.
2.2.5.3 Membekali perempuan tentang penjagaan keselamatan diri
2.2.5.4 Melaporkan tindak kekerasan pada pihak yang berwenang
2.2.5.5 Melakukan akasi menentang kejahatan seperti kecanduan alkohol,
perkosaan dan lain-lain antara lain melalui organisasi masyarakat.
2.2.6 Peran Petugas Kesehatan dalam Mencegah Kekerasan terhadap
Perempuan
Peran petugas kesehatan dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan, antara
lain:
2.2.6.1 Melakukan penyuluhan untuk mencegah dan penanganan Kekerasan
Terhadap Perempuan.
2.2.6.2 Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan.12
2.2.6.3 Bermitra dan berpartisipasi dalam pengembangan jaringan kerja untuk
menanggulangi masalah kekerasan terhadap perempuan dengan instansi terkait :
LSM, organisasi kemasyarakatan lainnya dan organisasi profesi.
2.2.6.4 Memberikan pelayanan yang dibutuhkan bagi korban kekerasan terhadap
perempuan.
2.2.7 Kekerasan Terhadap Perempuan Dari Perspektif Gender.
Faham gender memunculkan perbedaan laki-laki dan perempuan, yang sementara
diyakini sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah.
Oleh karena gender bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan
berperilaku dalam masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-laki akibat gender
ternyata melahirkan ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi, dominasi,
diskriminasi, marginalisasi, stereotype. Bentuk ketidak adilan tersebut merupakan
sumber utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut di atas
terjadi karena adanya keyakinan bahwa kodrat perempuan itu halus dan posisinya di
bawah laki-laki, bersifat melayani dan tidak sebagai kepala rumah tangga. Dengan
demikian maka perempuan disamakan dengan barang (properti) milik laki-laki
sehingga dapat diperlakukan sewenang-wenang. Pola hubungan demikian
membentuk sistem patriarki. Sistem ini hidup mulai dari tingkat kehidupan
masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan bahkan sampai pada tingkat kelas
tinggi. Mulai dari individu, keluarga, masyarakat dan negara.
2.2.8 Perkosaan
2.2.8.1 Jenis Perkosaan dan kekerasan Seksual
1) Perkosaan oleh orang yang kita kenal
a. Perkosaan oleh suami atau bekas suami.
Bila hukum dan tradisi memperlakukan wanita sebagai hak milik dari suami, maka
suami akan berfikir bahwa dia punya hak penuh untuk menuntut pelayanan seksual
dari istri kapanpun dia kehendaki, meskipun si wanita tidak menginginkannya.
b. Seorang wanita bisa diperkosa oleh pacarnya.
Pacarnya mungkin bilang bahwa dia punya hak untuk hubungan seksual karena dia
telah menghabiskan uang untuk wanita tersebut, karena wanita sering menggoda
yang menjurus kearah seksual, atau karena dia telah melamar wanita tersebut.
c. Perkosaan di tempat Kerja
Seorang wanita mungkin dipaksa untuk hubungan seksual oleh seorang teman kerja
atau oleh atasannya, sehingga wanita tersebut bisa tetap bekerja. Wanita itu
mungkin diancam dengan kehilangan pekerjaan atau hukuman lain bila dia
menceritakan kepada orang lain.
d. Perkosaan pada anak-anak
Seorang anak laki-laki atau perempuan bisa diperkosa oleh pria anggota keluarga
atau orang dewasa lain.
2) Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal.

2.2.8.2 Reaksi sesudah perkosaan


1) Perasaan mudah marah.
2) Takut, cemas, gelisah.
3) Merasa bersalah.
4) Malu, reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk.
5) Menyalahkan diri sendiri.
6) Menangis bila teringat peristiwa tersebut.
7) Ingin melupakan peristiwa perkosaan yang telah dialami.
8) Merasa diri tidak normal, kotor, berdosa, tidak berguna.
9) Merasa lelah, tidak ada gairah dan tidak bisa tidur.
10) Selalu ingin muntah, perut dan vagina terasa sakit.
11) Ingin bunuh diri.
2.2.8.3 Tindakan yang harus dilakukan bila terjadi perkosaan.
1) Korban harus segera melapor ke polisi. Di Kepolisian korban akan diantar ke
dokter untuk mendapatkan visum etrepertum atau kalau terpaksa korban bisa
datang ke rumah sakit terlebih dahulu agar dokter bisa memberikan surat
keterangan. Mintalah dokter untuk menghubungi polisi.
2) Jangan membersihkan diri atau mandi karena sperma, serpihan kulit ataupun
rambut pelaku yang bisa dijadikan barang bukti akan hilang. Sperma hanya hidup
dalam waktu 2 x 24 jam. Simpan pakaian, barang-barang lain yang anda pakai,
ataupun kancing/robekan baju pelaku yang bisa dijadikan barang bukti. Serahkan
barang-barang tersebut kepada polisi dalam keadaan asli (jangan dicuci atau
dirubah bentuknya). Apabila korban takut pergi sendiri ke polisi, ajaklah
teman/saudara untuk menemani.
3) Yakinkan diri bahwa korban perkosaan bukanlah orang yang bersalah. Pelaku
perkosaanlah yang harus dihukum. Korban berhak untuk melaporkan pelaku agar
bisa dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.
2.2.8.4 Kiat-kiat menghindari perkosaan
1) Bertingkah laku wajar.
2) Bersikap tegas, tunjukkan sikap dan tingkah laku percaya diri.
3) Pandai-pandai membaca situasi. Berjalanlah cepat tapi tenang.
4) Hindari berjalan sendiri di tempat gelap dan sepi.
5) Berpakaian sewajarnya yang memudahkan Anda untuk lari/mengadakan
perlawanan. Jangan memakai terlalu banyak perhiasan.
6) Sediakanlah selalu “senjata” seperti: korek api, deodorant spray (semprot),
payung, dsb., dalam tas Anda.
7) Apabila bepergian ke suatu tempat, harus sudah mengetahui alamat lengkap,
denah dan jalur kendaraan. Jangan kelihatan bingung, carilah informasi pada
tempat-tempat yang resmi.
8) Jangan mudah menumpang kendaraan orang lain.
9) Berhati-hatilah jika diberi minuman oleh seseorang.
10) Jangan mudah percaya pada orang yang mengajak Anda bepergian ke suatu
tempat yang tidak kenal.
11) Bacalah tulisan-tulisan tentang perkosaan. Dengan demikian Anda bisa
mempelajari tanda-tanda pelaku dan modus operandinya.
12) Pastikan jendela, pintu kamar, rumah, mobil Anda sudah terkunci bila Anda di
dalamnya.
13) Belajar bela diri untuk pertahankan diri Anda sewaktu diserang.
2.2.8.5 Pelecehan seksual pada wanita
Pelecehan seksual merupakan segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang
menjadi sasaran, sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti: rasa malu,
tersinggung, marah, dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban. Dewasa
ini, penelitian di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia menunjukkan 5 % dan 20%
wanita mengatakan pernah dianiaya secara fisik selama anak-anak atau remaja.
1) Macam-macam pelecehan seksual
a. Homoseksualitas (Lesbianisme)
Lebih dari 90% wanita menjalin hubungan yang stabil dan kepuasan seks dengan
anggota dari jenis kelamin yang melengkapi. Sekitar 5 % wanita atau mungkin lebih,
adalah biseksual, artinya pada saat-saat tertentu atau pada periode tertentu dalam
kehidupan mereka, mereka memilih untuk menjalin hubungan seksual dengan
seorang pria dan disaat yang sam berhubungan seksual dengan seorang wanita.
Sekitar 5 %, wanita sama sekali tidak pernah tertarik kepada pria, meskipun mereka
mempunyai teman pria. Minat seks, kebutuhan menjalin hubungan, dipenuhi dari
wanita lain.
b. Transeksualisme
Yaitu seseorang wanita percaya bahwa dia menempati tubuh seseorang dari jenis
kelamin lain. Secara psikologis dan emosional dia merasa sebagai seorang pria.
2) Cara Menghindari Pelecehan Seksual
a. Hindari orang yang melakukan pelecehan seksual terhadap wanita lain di
tempat kerja.
b. Jangan pergi hanya dengan teman laki-laki.

2.3 Undang-undang tentang Perlindungan Perempuan


Pada tahun 1993, deklarasi PBB tentang Penghapusan kekerasan terhadap
perempuan mengeluarkan definisi resmi pertama dari kekerasan berbasis gender:
Pasal 1 : tindakan kekerasan berbasis gender yang menghasilkan, atau mungkin
mengakibatkan, kerugian fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan terhadap
perempuan, termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau
perampasan sewenang-wenang, baik terjadi di publik ataupun dalam kehidupan
pribadi.
Pasal 2 : menyatakan bahwa Deklarasi definisi harus mencakup, tetapi tidak
terbatas pada,tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dalam keluarga,
masyarakat, atau dilakukan atau dibiarkan oleh negara, di mana pun itu terjadi.
Tindakan ini meliputi: pelecehan seksual, termasuk anak-anak perempuan, mas
kawin yang berhubungan dengan kekerasan; perkosaan, termasuk perkosaan;
mutilasi alat kelamin perempuan atau pemotongan dan praktek-praktek tradisional
lainnya berbahaya bagi perempuan; non-kekerasan terhadap pasangan; kekerasan
seksual yang berhubungan dengan eksploitasi; pelecehan seksual dan intimidasi di
tempat kerja, di sekolah dan di tempat lain, perdagangan perempuan, dan pelacuran
paksa (Rahmi : 2012).
Menurut pasal 2 konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan (CEDAW) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan
termasuk kekerasan seksual, fisik, dan psikologis, meliputi:
1. Di dalam keluarga: pemukulan, pelecehan seksual terhadap anak, mutilasi alat
kelamin perempuan dan pemerkosaan.
2. Di dalam masyarakat: pelecehan seksual, pelecehan seksual sekaligus
intimidasi,perdagangan manusia dan pelacuran paksa.
3. Negara: dalam hal berkaitan dengan negara contohnya yaitu buruknya
rancangan dan penegakan hukum untuk kekerasan terhadap perempuan, agen
penegak hukum yang melanggar hukun, kurangnya fasilitas dan pendidikan untuk
pencegahan dan pengobatan perempuan korban kekerasan, sanksi dan penguatan
gender yang tidak setara. Selain itu ketidak pedulian negara dan penelantaran
dalam memberikan dan menciptakan peluangbagi perempuan dalam haknya untuk
bekerja, berpartisipasi, pendidikan, dan akses kelayanan sosial (Rahmi : 2012).

2.4 Kasus
2.4.1 Kasus Tragedi Rohingya
Dikutip dari : http://www.kompasiana.com//
Berikut ini adalah kronologi lengkap pemicu tragedi Rohingya dari surat kabar
Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light of
Myanmar edisi 4 Juni 2012 melaporkan satu berita mengenai pemerkosaan dan
pembunuhan seorang gadis oleh tiga orang pemuda:
1) Insiden Pemerkosaan dan Pembunuhan
“NAY PYI TAW, 4 Juni - Dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja
sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri
U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam
sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat
pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul
17:15.
Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U Win
Maung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum
Acara Pidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian
distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk
pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin
U Kyaw Thaung (Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan
Khochi bin Akwechay (Bengali/ Muslim).
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari
korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk
menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk
menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang
dipakai korban. Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon
alba dekat tempat kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan
berjalan sendirian, ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan.
Korban lalu diperkosa dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan
emas termasuk kalung emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para
tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku
tersebut ke tahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15.
Pada pukul 13:20 hari yang sama, sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba
di Kantor Polisi Kyauknimaw dan menuntut agar tiga orang pelaku pembunuh
diserahkan kepada mereka namun dijelaskan oleh pihak kepolisian bahwa mereka
sudah dikirim ke tahanan.
Massa yang mendatangi kepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk
masuk kantor polisi. Polisi terpaksa harus menembakkan lima tembakan untuk
membubarkan mereka.
Pada pukul 13:50 100 warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor
polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan
diikuti oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadi keributan.
Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi untuk
menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkan kantor pada pukul 17:40.
Keesokan harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke Desa
Kyauknimaw dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan
sebesar 1 juta Kyat (mata rupiah Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U
Kyaw Khin, 600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta
ditambah 100.000 Kyat dari santunan perwakilan negara.
Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Perbatasan Negara, wakil
kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik
berpartisipasi dalam pemakaman korban dan mengadakan diskusi dengan
penduduk desa.
Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyu
mengadakan diskusi dengan organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhan
tersebut. Diskusi-diskusi terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada
para pembunuh dan membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili.”
2) Insiden 10 Orang Muslim Dibunuh Dalam Bis
Menurut berita harian New Light dan beberapa blog orang Myanmar menyebutkan
bahwa beredar foto-foto dan informasi bahwa “menurut bukti forensik polisi dan juga
saksi mata yang melihat tubuh korban, ia diperkosa beberapa kali oleh tiga pemuda
Bengali Muslim dan tenggorokannya digorok, dadanya ditikam beberapa kali dan
organ wanitanya ditikam dan dimutilasi dengan pisau.
Setelah itu lebih dari seribu massa marah dan hampir menghancurkan kantor polisi
di mana tiga pelaku ditangkap. Lalu kasus terburukl dan pemicu tragedi Ronghya
adalah pembantaian terhadap 10 orang Muslim peziarah yang ada dalam sebuah
bus di Taunggup dalam perjalanan dari Sandoway ke Rangoon pada tanggal 4 Juni.”
Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni memberitakan rincian mengenai
pembunuhan sepuluh orang Burma Muslim oleh massa Arakan sebagai berikut:
“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal 28
Mei, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association,
Taunggup, membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada
penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe
dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan
memperkosa dengan keji wanita Rakhine.
Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim
dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal
Bus Ayeyeiknyein.
Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan
segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang.
Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba
di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di
sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam
bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur.
Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di kawasan Arrakan,
Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media Al-Jazeera, Hal ini
dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan
antara kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama
Buddha. Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah
lagi agama yang berbeda. Dari laporan berbagai berita sampai saat ini sejak insiden
tersebut sudah terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene
beragama Islam) lebih dari 6000 orang.**[harja saputra]
2.4.2 Analisa Kasus
Dari kasus diatas jelas bahwa perempuan adalah korban dari kekerasan yang
meliputi tindakan fisik, psikologi maupun seksual. Dari segi fisik perempuan tersebut
telah mengalami penganiayaan yang pada akhirnya sampai pembunuhan. Dari segi
psikologi perempuan tersebut bisa mengalami gangguan mental, trauma terhadap
hubungan seksual, disfungsi seksual. Dan dari segi seksual jelas bahwa perempuan
tersebut mengalami pelecehan seksual. Korban dari perkosaan tersebut juga akan
beresiko HIV/AIDS ataupun IMS. Kasus perkosaan dan pembunuhan di atas telah
melanggar Hak-Hak Reproduksi perempuan antara lain :
a. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
b. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari pelecehan, perkosaan, kekerasan, penyiksaan seksual.
Selain itu juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu : a) Hak untuk hidup; b)
Hak atas keamanan seseorang; c) Hak atas non-diskriminasi dan kesetaraan; d)
Hak atas kesehatan; e) Hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam, merendahkan
dan tidak manusiawi.
Kasus pemerkosaan terhadap perempuan di daerah konflik bukanlah merupakan isu
yang baru. Kasus-kasus ini telah terjadi sejak pertama kali perang antar manusia
berlangsung. Perkosaan telah digunakan berkali-kali sebagai taktik atau senjata
dalam perang. Pemerkosaan merupakan bagian dari kekerasan berdasarkan gender
atau yang lebih dikenal dengan Gender Based Violence (GBV), namun GBV
mencakup lebih luas tidak hanya berkaitan dengan pemerkosaan. Perang dan GBV
memiliki keterkaitan yang erat. Dimana perempuan seringkali menjadi korban dalam
jumlah besar. . Perang sering kali memberikan efek yang buruk bagi rakyat sipil,
terutama perempuan. Meskipun pada dasarnya baik perempuan maupun laki-laki
memiliki potensi yang sama menjadi korban, namun mereka mengalami dalam
bentuk yang berbeda. Laki-laki umumnya dipaksa untuk pergi berperang dan
terbunuh di dalam aksi senjata, sementara perempuan mengalami kekerasan
seksual, pemaksaan kehamilan, penculikan, perkosaan, perbudakan seksual dan
pemaksaan prostitusi.
Terdapat berbagai definisi mengenai Gender Based Violence (GBV). Menurut UN
Commissioner for Refugees mendefinisikan GBV sebagai: “ gender-based violence
(GBV) refers to violence that targetsa person or a group of persons because of
gender”. Dalam hal ini GBV berarti kekerasan yang ditargetkan kepada seseorang
atau sekelompok orang karena gender mereka. Sedangkan Komite penghapusan
Kekerasan terhadap perempuan mengartikan dengan lebih luas, yaitu termasuk
kepada tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik, mental atau seksual atau
penderitaan, ancaman tindakan, serta paksaan dan perampasan kebebasan lainnya
berdasarkan gender mereka. Sedangkan menurut UNIFEM (United
Nations Introduction dalam “Women War Peace” GBV memasukkan konteks baru ke
dalam pendefinisian GBV, yaitu memasukkan unsur hubungan kekuasaan yang
tidak setara antara perempuan dan laki-lakidalam masyarakat. Pada umumnya GBV
ditimbulkan oleh laki-laki terhadap perempuan. Oleh karena itu pada tahun 1993,
deklarasi PBB tentang Penghapusan kekerasan terhadap perempuan mengeluarkan
definisi resmi pertama dari kekerasan berbasis gender: Pasal 1 : tindakan kekerasan
berbasis gender yang menghasilkan, atau mungkin mengakibatkan, kerugian fisik,
seksual atau psikologis atau penderitaan terhadap perempuan, termasuk ancaman
dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang, baik terjadi
di publik ataupun dalam kehidupan pribadi. Pasal2 : menyatakan bahwa Deklarasi
definisi harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada, tindakan kekerasan fisik,
seksual, dan psikologis dalam keluarga, masyarakat, atau dilakukan atau dibiarkan
oleh negara, di mana pun itu terjadi. Tindakan ini meliputi: pelecehan seksual,
termasuk anak-anak perempuan, mas kawin yang berhubungan dengan kekerasan;
perkosaan, termasuk perkosaan; mutilasi alat kelamin perempuan atau pemotongan
dan praktek-praktek tradisional lainnya berbahaya bagi perempuan; non-kekerasan
terhadap pasangan; kekerasan seksual yang berhubungan dengan eksploitasi;
pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, di sekolah dan di tempat lain,
perdagangan perempuan, dan pelacuran paksa.
Jika didefinisikan sesuai dengan penggunaan kata, GBV tidak hanya melingkupi
perempuan, namun biasanya perempuan selalu menjadi korban, hal ini disebabkan
perempuan lebih rentan mengalami kekerasan. Hal ini muncul berkaitan dengan
hubungan kekuasaan yang tidak setara, baik itu dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bahkan negara. Oleh karena itu muncul berbagai istilah yang digunakan
untuk menggambarkan GBV, seperti “kekerasan seksual”, “kekerasan terhadap
perempuan”, dan lainnya.
Meskipun konsep GBV seolah-olah khusus pada korban perempuan, namun laki-laki
dapat mengalami kekerasan berbasis gender ini. Namun, kekerasan yang
mengalami lebih kepada diskriminasi jika mereka menyimpang dari konsep
“maskulinitas”. Dapat dikatakan disini bahwa jika pria yang mengalami kekerasan
dan diskriminasi gender hal ini disebabkan ketika mereka tidak menunjukkan sisi ke-
maskulinitas mereka seperti yang seharusnya. Contohnya seperti yang dialami oleh
para kaum LGBT. Menurut sebuah lembaga penelitian Internasional secara
keseluruhan di seluruh dunia, laki-laki memiliki tingkat kekerasan fisik daripada
wanita. Namun kekerasan ini diakibatkan oleh sesama mereka sendiri dalam
perang, perkelahian antar geng, kekerasan di sekolah dan jalanan. Sedangkan
perempuan mengalami kekerasan dari lawan jenis mereka. Menurut pasal 2
konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
(CEDAW) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan
seksual, fisik, dan psikologis, meliputi:
1) Di dalam keluarga: pemukulan, pelecehan seksual terhadap anak, mutilasi alat
kelamin perempuan dan pemerkosaan.
2) Di dalam masyarakat: pelecehan seksual, pelecehan seksual sekaligus
intimidasi,perdagangan manusia dan pelacuran paksa.
3) Negara: dalam hal berkaitan dengan negara contohnya yaitu buruknya
rancangan dan penegakan hukum untuk kekerasan terhadap perempuan, agen
penegak hukum yang melanggar hukun, kurangnya fasilitas dan pendidikan untuk
pencegahan dan pengobatan perempuan korban kekerasan, sanksi dan penguatan
gender yang tidak setara. Selain itu ketidak pedulian negara dan penelantaran
dalam memberikan dan menciptakan peluangbagi perempuan dalam haknya untuk
bekerja, berpartisipasi, pendidikan, dan akses kelayanan sosial.
Kasus-kasus GBV dapat ditemukan di negara-negara yang sedang berkonflik, baik
itu konflik internal maupun konflik eksternal negara. Menurut data dari UNFPA
berkaitan dengan kasus GBV di seluruh dunia yaitu, satu dari tiga wanita telah
dipukuli dan dipaksa melakukan hubungan seks. Baik itu oleh kenalan maupun
anggota keluarga. Selanjutnya pelaku GBV seringkali tidak tersentuh oleh hukum.
Setiap tahun ratusan ribu perempuan dan anak-anak diperdagangkan dan
diperbudak, sedangkan jutaan lainnya menjadi objek praktek berbahaya. Menurut
hasil laporan dari Oxfam kanada terdapat 16 fakta mengenai GBV, yaitu:
a. Di seluruh dunia, sebanyak 1 dari setiap 3 wanita telah dipukuli, dipaksa
melakukan hubungan seks, atau dilecehkan dengan cara lain - yang paling sering
oleh seseorang yang dikenalnya, termasuk oleh suaminya atau anggota keluarga
laki-laki.
b. Wanita lebih rentan terhadap kekerasan selama masa krisis karena
ketidakamanan yang meningkat.
c. 1 dari 5 wanita akan menjadi korban perkosaan atau percobaan perkosaan
dalamhidupnya.
d. Sekitar 1 dari 4 wanita disalahgunakan selama kehamilan, yang menempatkan
ibu dan anak beresiko.
e. Hukum yang mempromosikan kesetaraan gender sering tidak diterapkan.
f. Setidaknya 130 juta perempuan telah dipaksa menjalani mutilasi alat kelamin
perempuan (FGM).
g. Sedikitnya 60 juta anak perempuan yang seharusnya dapat diharapkan untuk
hidup yang hilang dari berbagai populasi sebagai akibat dari aborsi atau kelalaian.
h. Lebih dari setengah juta perempuan terus meninggal setiap tahun dari
kehamilan dan persalinan yang berhubungan dengan tingkat infeksi HIV di kalangan
perempuan meningkat pesat.
i. Pelaku kekerasan berbasis gender seringkali tidak dihukum.
j. Di seluruh dunia, perempuan dua kali lebih mungkin sebagai laki-laki untuk
buta huruf, membatasi kemampuan mereka untuk menuntut hak dan perlindungan.
k. Pernikahan dini dapat memiliki konsekuensi serius termasuk berbahaya,
penolakan pendidikan, masalah kesehatan, termasuk kehamilan prematur, yang
menyebabkan tingginya tingkat kematian ibu dan bayi. Ketidakseimbangan
kekuasaan juga berarti bahwa pengantin muda tidak dapat menegosiasikan
penggunaan kondom atau protes ketika suami mereka terlibat dalam luar nikah
hubungan seksual.
l. Kekerasan terhadap perempuan merupakan menguras tenaga kerja produktif
secara ekonomi.
m. Setiap tahun, diperkirakan 800.000 orang diperdagangkan melintasi perbatasan
80 persendari mereka perempuan dan anak perempuan. Kebanyakan dari mereka
akhirnya terjebak dalam perdagangan seks komersial.
n. Kekerasan berbasis gender juga berfungsi dengan niat atau efek untuk
melanggengkan kekuasaan laki-laki dan kontrol..

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan
reproduksi wanita secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar
perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan
baru dalam program kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan
reproduksi. Dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan
kesehatan reproduksi. Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang
diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri,
keluarga berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan
manusia dan hubungan gender, dan remaja. Secara lebih spesifik, berbagai
masalah dalam kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan, pertolongan
persalinan, infertilitas, menopause, penggunann kontrasepsi, kehamilan tidak
dikehendaki dan aborsi baik pada remaja maupun pasangan yang telah menikah,
PMS dan HIV/AIDS (berkaitan dengan prostitusi, homoseksualitas, gaya hidup dan
praktek tradisional), pelecehan dan kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan
layanan dan informasi pada remaja.
Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-
proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak,
remaja pra -nikah, reprodukstif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan
dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa- masa tersebut akan terjadi
perubahan dalam sistem reproduksi.
Akibat yang muncul dari GBV (Gender Based Violence) biasanya bersifat
menghancurkan, terutama bagi korbannya. Korban sering kali mengalami gangguan
emosi, mengalami gangguan mental serta kesehatan reproduksi yang buruk.
Perempuan korban kekerasan juga beresiko tinggi tertular HIV. Selain itu untuk
jangka panjang para korban akan memerlukan pelayanan kesehatan intensif. Tidak
hanya bagi korban itu sendiri, GBV juga memberikan dampak bagi anak-anak yang
menjadi saksi. Mereka akan mengalami kerusakan psikologis yang akan sulit
untuk disembuhkan.
3.2 Saran
Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus didahului oleh
hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah
meningkatkan ksesadaran kemandirian wanita dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak
reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju penimgkatan kualitas
hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Diah Widyatun (2012). Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi. Semarang.


www.blogspot.com (16/04/13)
Imamah. 2009. Perempuan dan Kesehatan Reproduksi. Surabaya. Jurnal
Kesetaraan dan Keadilan Gender, Pusat Studi. Vol. IV Nomor 2 ( Hal 199–206)
Juliandi Harahap. 2003. Kesehatan Reproduksi. Sumatera Utara. www
repository.usu.ac.id (17/04/13)
Rahmi Yulia.2012. Gender Based Violence in Internation. www.academia.edu
(16/04/13)
Riska Asri Puspita Dewi (2012). Kesehatan Reproduksi.Surabaya
www.id.scribd.com (16/04/13)
Sri Rahayu Sanusi (2005). Hak Kesehatan Reproduksi, Definisi, Tujuan,
Permasalahan, dan Faktor-faktor Penghambatnya. Sumatra Utara www.usu.ac.id
(16/04/13)
FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT PEMBANGUNAN
KESEHATAN

A.PENGERTIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN


Rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong-royong, swadaya
masyarakat dalam rangka menolong mereka sendiri untuk mengenal dan memecahkan
masalah atau kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun
bidang dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan, agar mampu memelihara
kehidupannya yang sehat dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan
masyarakat.

B.KONDISI KESEHATAN PEREMPUAN INDONESIA


Kondisi dan status kesehatan perempuan Indonesia masih rendah hal ini terlihat dari beberapa
indikator Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini masih tertinggi dibanding negara-negara lain di
ASEAN. Permasalahan tersebut disebabkan oleh permasalahan seperti status kesehatan
reproduksi, status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan, pendidikan, tingkat ekonomi
keluarga yang rendah serta status dan kedudukan perempuan yang rendah dalam keluarga dan
masyarakat.
Isu lain adalah rentannya perempuan terhadap Penyakit menular ( HIV/AIDS) terutama
daerah padat penduduk, perbatasan dan daerah wisata karena kurangnya pengetahuan
HIV/AIDS dan kurangnya akses pelayanan pencegahan dan Kekerasan Terhadap Perempuan.
Masih banyaknya penyakit infeksi dan menular yang disebutkan diatas, menyebabkan beban
ganda (double burden)yang ditanggung semakin berat ,karena penyakit degenerative dan life
style tergolong tinggi. Revrisond bawsir dkk (1999), dalam bukunya “pembangunan tanpa
perasaan”menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan kita belum menjangkau seleruh lapisan
masyarakat alias tidak merata,diperparah lagi subsidi sector kesehatan malah dinikmati
kalangan ‘berpunya’.
Ironisnya, masyarakat, media massa, politikus bahkan insan kesehatan masih memandang
hak kesehatan hanya pada hak untuk memperoleh pelayanan kuratif dirumah sakit dan
puskesmas .Padahal,hak untuk menikmati hidup sehat jauh lebih luas daripada sekedar hak
akan pelayanan kuratif.salah satu jaminan dari Negara bahwa segala akses informasi tentang
kesehatan dan ketersediannya harus terpenuhi bagi segala lapisan masyarakat.
Kesehatan perempuan sebagai sebuah investasi merupakan cerminan dari pentingnya SDM
yang produktif. Di beberapa Negara maju yang menggunakan konsep sehat produktif, sehat
adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif. Upaya kesehatan harus
diarahkan untuk dapata membawa setiap penduduk memiliki kesehatan yang cukup agar bisa
hidup produktif.
Selama ini, pemerintah masih memandang sektor kesehatan sebagai sektor konsumtif,
kesehatan tidak dilihat sebagai investasi, tetapi hanya dilihat sebagai sector kesejahteraan
yang dinilai menjadi beban biaya. Bukti nyatanya adalah alokasi belanja kesehatan
pemerintah yang sangat rendah, hanya sekitar 2-3% dari total belanja Negara. Namun
ironisnya, pelayanan kesehatan malah menjadi sumber pendapatan pembangunan.
Disini membuktikan pemerintah menerapkan standar ganda dalam bidang kesehatan. Disatu
sisi, belanja kesehatan dianggap beban dan tidak diprioritaskan. Disisi lain, pelayanan
kesehatan dijadikan sumber pendapatan. Artinya pembangunan Negara ini disokong dari
uang rakyat yang sakit. Sehingga masuk akal bila ada orang usil mengatakan ”bila
pemerintah ingin mendapat sumber pendapatan yang besar sebar saja kuman atau virus
kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi sakit dan kemudian mereka berobat ke rumah
sakit pemerintah”.
Padahal dengan rendahya alokasi belanja kesehatan akan menghasilkan indicator kesehatan
yang rendah. Jika dibandingkan dengan Negara ASEAN, Indonesia terendah dalam belanja
kesehatan. Dalam laporan kesehatan WHO tahun 1999, Indonesia hanya mengeluarkan 1,8%
dari produk domestik brutonya (PDB) untuk belanja kesehatan. Sementara Negara ASEAN
lain yang memiliki PDB perkapita lebih tinggi mengeluarkan porsi lebih besar untuk
kesehatan. Maka tidak mengherankan bila indicator kesehatan Indonesia, terendah di antara
Negara ASEAN, karna kita menanam modal lebih kecil, maka kita mendapat hasil yang
sedikit.
Menurut Thabrany (1999),terdapat lorelasi negative antara status kesehatan dengan
pendapatan perkapita di kemudian hari,jika factor lain konstan. Negara-negara yang diawal
70-an memiliki AKB tinggi,tidak memiliki AKB tinggi,tidak memiliki pendapatan perkapita
tinggi di tahun 1991lingkungan eksekutif, legisletif, maupun dari masyarakat termasuk
swasta. Kunci sukses lainnya di tengah keterbasan sumber daya dalam hal pembiayaandan
tenaga adalah memprioritaskan bidang bidang pembangunan kesehatan , seperti kesehatan
Ibu dan Anak.
Kondisi tersebut diatas menunjukan ,kesehatan sebagai salah satu unsur Utama SDM dan
sebagai modal tahan lama bagi pembangunan kesehatan Indonesia sama sekali belum
dianggap penting oleh para pembuat keputusan. Padahal adagium di lingkungan internasional
yang menyebutkan “Health is not everything, but without health, everything is nothing”
merupakan cerminan dari urgensitas kesehatan dalam suatu pengembangan masyarakat dan
pembangunan secara nasional.maka diharapkan bagi pemerintah untuk memahami keadaan
tersebut dan menyusun paradigma yang menyokong Pembangunan dengan meningkatkan
kesehatan agar menghasilkan SDM yang berkualitas.
B.PERMASALAHAN UMUM KESEHATAN
1. Disparitas status kesehatan
Disparitas adalah perbedaan; jarak: adanya upah yang diterima oleh para pekerja pabrik itu.
Di Indonesia yang sungguh kaya luar biasa ini,status Menghalangi pemiliknya untuk
mendapatkan hak kesehatan yang layak. , masyarakat, media massa, politikus bahkan insan
kesehatan masih memandang hak kesehatan hanya pada hak untuk memperoleh pelayanan
kuratif dirumah sakit dan puskesmas . "Meskipun secara nasional kualitas kesehatan
masyarakat telah meningkat namun disparitas antar tingkat sosial ekonomi dan antar wilayah
masih cukup tinggi," katanya.
Padahal, hak untuk menikmati hidup sehat jauh lebih luas daripada sekedar hak akan
pelayanan kuratif.salah satu jaminan dari Negara bahwa segala akses informasi tentang
kesehatan dan ketersediannya harus terpenuhi bagi segala lapisan masyarakat.Belum
Dipenuhi oleh Negara.Selama ini Kesehatan Dianggap sebagai barang yang mahal,
Kesehatan Di Indonesia hanya untuk kalangan berpunya ‘orang miskin dilarang
sakit’disini.tragis, mengingat Kekayaan Indonesia yang luar biasa banyak. Kemana hasil-
hasil bumi Indonesia.
Mukhlas,52 th adalah salah satu warga miskin yang telah bertahun-tahun menyimpan hutang
kepada rumah sakit Negara karena tidak mempunyai biaya pengobatan, 5 th yang lalu dia
terjatuh dari pohon kelapa.biaya pengobatan yang semakin hari dirasakan semakin berat
membuat sebagian Warga negeri ini menjadi Enggan memperdulikan kesehatannya. Mereka
cenderung acuh tak acuh terhadap kesehatan. Padahal buila ditilik kembali kesehatan adalah
Pilar Negara untuk memajukan Negara. Kapan Kesehatan akan menjadi barang yang Murah,
bahkan gratis.
2.Beban Ganda penyakit
Bagi masyarakat Indonesia khususnya, penyakit memiliki beban ganda,yang pertama adalah
rasa sakit yang diderita dan Uang yang cukup banyak Untuk mengatasi masalah penyakit
yang dideritanya. Hal ini memberikan dampak negative pada Pasien yang bersangkutan,
karena keterbatasan dana, mereka mendapatkan keterbatasan Pelayanan kesehatan.
3.Kinerja Pelayanan yang rendah
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, menilai
kinerja pelayanan kesehatan masih rendah terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan
dan pulau-pulau terluar. "Padahal kinerja kesehatan merupakan salah satu faktor penting
dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk," katanya, malam ini. Agung
Laksono, menjelaskan hal itu merupakan tantangan pembangunan kesehatan di Indonesia
yang memerlukan dukungan semua elemen bangsa.
"Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang ditandai dengan masih dibawah standarnya
kualitas pelayanan sebagian rumah sakit daerah serta keterbatasan tenaga kesehatan juga
menjadi tantangan yang harus segera diatasi," katanya. Dikatakan, hingga saat ini jumlah dan
distribusi dokter, bidan serta perawat belum merata dimana disparitas rasio dokter umum per
100.000 penduduk antar wilayah masih tinggi. "Indonesia mengalami kekurangan pada
hampir semua tenaga kesehatan yang diperlukan, " katanya.

4.Perilaku masyarakat yang kurang mendukung hidup Bersih


Dewasa ini sikap masyarakat Indonesia juga sama buruknya dengan system yang mengatur
kesehatan.Jika anda berkunjung ke Jakarta misalnya, lihatlah sungai disana kini sungai di
Jakarta mengalami perubahan fungsi, fungsi sungai bukan lagi menjadi tata perairan kota tapi
tempat sampah umum. Belum lagi ada masyarakat yang MCK di sungai, begitu pula di
sebagian wilayah pedesaan Indonesia kesadaraan akan pentingnya kesehatan belum kita
temukan di masyarakat kita.

5.Rendahnya Kondisi kesehatan lingkungan


Rendahnya Pembangunan Ekonomi yang belum merata adalah biang keladi pokok masalah
ini.hal tersebut menimbulkan kesenjangan soasial Baik Papan,sandang dan pangan.
Pertanyaan mengapa kesehatan lebih banyak dialamai oleh orang tak berpunya, mungkin
jawabannya adalah karena lingkungan tempat tinggal yang buruk.

Itulah gambaran umum Masalah umum kesehatan di negeri kita tercinta,semuanya


Berpangkal pada Ekonomi dan pendidikan.
C.LANGKAH LANGKAH YANG HARUS DITEMPUH
1. Pembangunan Berwawasan Kesehatan
A.internal
1.)memperbaiki kinerja pelayanan kesehatan
Seiring berkembangnya Pengetahuan dan kebutuhan masyarakat tentang arti kesehatan,maka
para pelaku kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik, oleh
karena itu semua pihak yang bekerja dalam kesehatan disarankan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitasnya, baik dengan pendidikan normal, pendidikan informal, seminar
seminar kesehatan. Dan selalu mengakses informasi ter-update.langkah langkah ini
diharapkan bisa memajukan kesehatan Indonesia.
2..)mengelola masyarakat
Pembangunan Diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat tujuannya adalah Mengubah perilaku masyarakat. Diselenggarakan dengan dasar-dasar
perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata dikarenakan Masyarakat
sebagai penentu kesehatannya sendiri . Memperhatikan dinamika kependudukan,
epidemiolog, ekologi, kemajuan iptek, serta globalisasi dan demokratisasi hal ini Berurusan
dengan pengaruh dari sektor lain.
B.Eksternal
1.) diluar system kesehatan
Banyaknya factor lambatnya pembangunan kesehatan di Indonesia, perlu segera di
atasi.faktor dari luar pelaku kesehatan adalah para pasien ataupun sasaran kesehatan yaitu
masyarakat.dilihat dari segi perekonomian Indonesia saja telah dapat dilihat kesenjangan
yang terjadi,di harapkan Departemen kesehatan, masyarakat, dan para pelaku kesehatan lebih
peduli juga terhadap masalah masalah ini.kebiasaan masyarakat miskin yang cenderung
jorok, bukan tanpa alasan, adalah karena kesterbatasan mereka, sementara sikap acuh mereka
disebakan oleh minimnya pengertahuan masyarakat tentang kesehatan.Pelaku kesehatan di
harapkan mengadakan penyuluhan-penyuluhan, serta pemberdayaan masyarakat, bukan
hanya di kota, tapi terlebih di desa-desa pedalaman.
2.)Determinan kesehatan
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan diatas tersebut perlu ditingkatkan sector social ekonomi,
budaya positif dan lingkungan yang sehat.Perilaku gaya hidup dipengaruhi oleh :
•Pendidikan
•Pertanian
•Industry pangan
•Lingkungan kerja
•Pekerjaan
•Air besih dan sanitasi
•Serta pelayanan kesehatan perumahan
Semua itu perlu ditingkatkan guna kemajuan dan peningkatan pembangunan
kesehatan.namun hal yang terpenting untuk meningkatkan kesehatan SDM Indonesia adalah
factor genetic dan kondisi awal kehidupannya.yang bersangkutan dengan Ibu hamil,masa
kehamilan dan kelahiran.peningkatan dalam hal ini sangatlah penting untuk di perhatikan
oleh semua masyarakat Indonesia.

D.KESIMPULAN DAN SARAN


1.Kesimpulan
Kesehatan Indonesia Berada pada kondisi yang saat buruk, Pembangunan kesehatan di
Indonesia, dapat dilihat dari berbagai Penghambat serta langkah Pendorong untuk
mengatasinya.minimnya Pelayan kesehatan, dan Rendahnya Pelayanan kesehatan adalah
salah satu Penghambat Pembangunan kesehatan. Adat kebiasaan masyarakat, Serta keadaan
Ekonomi dan Pendidikan Turut Ikut Andil dalam hal ini.

2.Saran
Agar Mutu Pelayanan Kesehatan di Indonesia ditingkatkan baik kualitas dan kuantitas.semua
masyarakat ikut berperan aktif dalam pembangunan dengan mendukung segala upaya
peningkattan kesehatan. Agar pemerintah lebih merealisasikan janjinya tentang Kesehatan,
sebisa mungkin seharusnya Kesehatan di Indonesia Gratis.
PERKEMBANGAN KREATIVITAS
ANAK USIA DINI
( Sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Kesehatan Masyarakat )

Disusun oleh :
Yanyan Supriatna
Cepi Sugandi
Ubaidillah S

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YPSDMI
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Semua anak, khususnya anak sekolah dasar menampakkan kesenangan belajar dan
bahkan mereka ingin mempelajari banyak hal. Dorongan ingin tahu mereka yang sangat
tinggi dapat dilihat dari keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan dengan kemampuan dan
dorongan mereka untuk mengetahui sesuatu dan membuat sesuatu secara kreatif. Mereka
senang bermain boneka, pistol-pistolan dan berbagai macam alat permainan lainnya yang
mereka ciptakan melalui bahan alami seperti daun singkong untuk membuat boneka wayang,
dan dahan pisang untuk membuat pistol-pistolan. Mereka cenderung meniru dan mencoba
apa yang mereka lihat dan ketahui. Mereka memiliki minat yang luas dan cita-cita yang
banyak, walaupun mereka belum menyadari bahwa untuk mengembangkan minat dan
mencapai cita-cita mereka memerlukan pengorbanan dan kerja keras.
Mereka juga belum menyadari perlunya memiliki pengetahuan dan keterampilan serta
kepribadian yang sesuai dengan tuntutan keinginan mereka. Anak-anak sangat menyenangi
belajar, seperti yang kita ketahui bahwa sebenarnya anak-anak dapat dan ingin belajar, dan
lebih dari itu, mereka ingin belajar sebanyak-banyaknya dan sesegera mungkin. Oleh karena
itu, guru-guru diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar
kreatif sebanyak dan selekas mungkin. Caranya adalah dengan membuat situasi belajar yang
menarik dan sekreatif mungkin sehingga anak-anak dapat memiliki keinginan untuk kreatif
seperti yang dilakukan oleh gurunya. Kreativitas dan bakat pada diri anak perlu dipupuk dan
dikembangkan. Karena dengan kreativitas dan bakat yang dimilikinya itu mereka dapat
menjadi pribadi-pribadi yang kreatif.
Perilaku kreatif adalah hasil pemikiran kreatif. Karena itu sistem pendidikan
hendaknya dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif, di samping
pemikiran logis dan penalaran. Namun dalam kenyataannya masih sedikit sekolah yang
menyelenggarakan upaya pengembangan kreativitas dan bakat anak. Hal ini disebabkan
antara lain oleh masih sangat langkanya literatur yang membahas secara menyeluruh dan
terinci mengenai kreativitas, bakat, dan upaya-upaya pengembangannya khususnya di
sekolah dasar.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penyusun dapat memberikan rumusan masalah-
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Antara lain :
1. Pengertian kreativitas;
2 Unsur-Unsur Kreativitas
3 Ciri-ciri kreativitas;
4 Faktor pendukung dan penghambat kreativitas anak usia dini;

3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, dapat menyimpulkan tujuan
penulisan makalah ini antara lain :
1 Pertama-tama tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata
kuliah perkembangan peserta didik;
2 Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian kreativitas;
3 Mahasiswa mengetahui dan memahami Unsur-Unsur Kreativitas;
4 Mahasiswa mampu mengklasifikasikan ciri-ciri kreativitas;
5 Mahasiswa mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
kreativitas anak usia dini;
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kreativitas
Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam bakat, minat, jasmani,
kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani, dan sosialnya. Selain itu, setiap anak
memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar, untuk dapat berfikir kereatif dan produktif.
(Ahmad Susanto, 2011 : 111) Kreativitas menurut kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari
kata dasar kreatif, yaitu memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu. (Trisno
Yuwono, 2003 : 330)
Menurut Munandar yang dikutip oleh Syafaruddin dan Herdianto, kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur
yang ada. Kreativitas juga diartikan dengan kemampuan yang berdasarkan data atau
informasi yang menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana
pendekatannya adalah pada kuantitas dan keragaman jawaban. Secara operasional, kreativitas
dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran keluwesan
(fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. (Syafaruddin dan Herdianto,
2011 : 87) Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan
antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut psikolog humanistik, Abraham Maslow dan
Carl Rogers dikutip oleh Utami Munandar menyatakan bahwa seseorang dikatakan
mengaktualisasikan dirinya apabilas eseorang menggunakan semua bakat dan talentanya
untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan, atau mewujudkan
potensinya. Menurut Maslow aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental,
suatu potensialitas yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi sering hilang,
terhambat atau terpendam dalam proses pembudayaan. Jadi sumber dari kreativitas adalah
kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk
berkembang dan menjadi matang. (Utami Munandar, 1999 : 19)
Menurut Harris seperti dikutip oleh Hamdani mengemukakan bahwa kreativitas dapat
ditinjau dari (3) hal, yaitu :

a. Krativitas adalah suatu kemampuan, yaitu kemampuan untuk membayangkan atau


menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan untuk membangun ide-ide baru dengan
mengombinasikan, mengubah, menerapkan ulang ide-ide yang sudah ada;
b. Kreativitas adalah suatu sikap, yaitu kemauan untuk menerima perubahan dan
pembaharuan, bermain dengan ide dan memiliki fleksibilitas dalam pandangan;
c. Krativitas adalah suatu proses, yaitu proses bekerja keras dan terus menerus sedikit demi
sedikit untuk membuat perubahan dan perbaikan terhadap pekerjaan yang
dilakukan. (Hamdani, 2002 : 2)

Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang
sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan penyelesaian yang
unik terhadap berbagai persoalan. (Semiawan, 1999 : 89).
Dari beberapa defenisi oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah
suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, baik
berupa gagasan atau karya nyata dengan menggabung-gabungkan unsur-unsur yang sudah
ada sebelumnya. Hal baru disini adalah sesuatu yang belum diketahui olehnya, meskipun hal
itu merupakan hal yang tidak asing lagi bagi orang lain, dan bukan hanya dari yang tidak
menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari sesuatu yang sudah ada.

Pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam beberapa istilah, yaitu :


 Pribadi (person), yaitu kreativitas mengacu kepada kemampuan yang merupakan
cirri/karakteristik dari orang-orang kreatif. Maksudnya, kreativitas merupakan
ungkapan unik dari seluruh pribadi sebagai hasil interaksi individu, perasaan,
sikap, dan perilakunya;
 Proses (process), yaitu kreativitas merupakan proses yang mencerminkan
kelancaran dalam berfikir;
 Pendorong (press), yaitu inisiatif seseorang yang tercermin melalui
kemampuannya untuk melepaskan diri dari urutan pikiran yang biasa;
 Produk, (product), yaitu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
(Ahmad Susanto, 2011 : 112-113)
2. Unsur Kreatifitas
Banyak orang yang mengira bahwa kreativitas itu banyak ditentukan oleh bakat dan
kemampuan bawaan. Ini tidak sepenuhnya benar, karena daya kreatifitas ditentukan oleh
perpaduan beberapa unsur berikut:

1. Kemampuan Berpikir Kritis


Kreatifitas sangat ditentukan oleh kemampuan berpikir kritis tidak merasa puas dengan apa
yang ada. Ia ingin mencari sesuatu yang lain daripada yang telah ada. Dengan berpikir kritis,
jiwa akan hidup karena didorong terus untuk mencari dan mencari. Dengan berpikir kritis
orang dituntut untuk mencari kemungkinan-kemungkinan lain, hubungan-hubunganbaru dan
cara-cara baru.
2. Kepekaan Emosi
Selain berpikir kritis, kepakaan emosi juga sangat perlu agar seseorang dapat menangkap dan
merassakan sesuatu yang samar dari apa yang ada disekitarnya.
3. Bakat
Bakat dapat memperkuat daya kreativitas seseorang, tetapi bukan satu-satunya unsur yang
menentukan. Jika demikian, orang yang berbakat menulis akan lebih berhasil dalam menulis
dibanding dengan orang yang kurang atau tidak berbakat. Namun demikian seorang yang
kreatif tidak hanya mengandalkan bakatnya saja sebab bakat ibarat bara api. Apabila tidak
dikipasi akan memberikan panas yang luar biasa jadi agar berarti, bakat harus dilatih dan
diasah.
4. Daya Imajinasi
Kreativitas menuntut daya imajinasi yang tinggi. Dengan daya imajinasi seseorang dapat
menciptakan sebuah gambaran utuh dan lengkap dalam fantasinya, serta mampu
mengasosiasikan segala sesuatu yang dilihat, dicium, dirasa, didengar atau dirabahnya.

3. Ciri-ciri Kreativitas
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan
memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan
perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya.
Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dan disukai,
mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut
untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak
disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat
kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat
mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka.
Thomas Edison seperti yang dikutip oleh Utami Munandar mengatakan bahwa dalam
melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum ia berhasil
dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia. Pribadi yang
kreatif biasanya lebih teroganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal
mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah
yang mungkin timbul dan implikasinya. (Utami Munandar, 2004: 35).

Adapun ciri-ciri kreativitas ada (3) macam yaitu :


a. Kefasihan, yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah terbuka (open
ended) dengan beberapa alternatif jawaban yang benar;
b. Fleksibilitas, yaitu kemampuan siswa menyelesaikan masalah terbuka (open
ended) dengan beberapa cara;
c. Kebaruan, yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah terbuka (open
ended) dengan beberapa jawaban yang berbeda tetapi bernilai benar dan
satu jawaban yang tidak biasa dilakukan siswa pada tahap perkembangan mereka
atau tingkat pengetahuannya. (Hamdani, 2002 : 4)

Menurut Guilford dikutip oleh Ahmad Susanto bahwa ada lima sifat yang menjadi
ciri-ciri berfikir kreatif, yakni :
 Kelancaran, ialah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan;
 Keluwesan, ialah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam
pemecahan masalah;
 Keaslian, ialah kemampuan untuk memecahkan dengan cara yang asli;
 Penguraian, ialah kemampuan untuk menguraikan sesuatu dengan diperinci,
secara jelas, dan panjang lebar;
 Perumusan kembali, ialah kemampuanuntuk meninjau sesuatu persoalan
berdasarkan persfektif yang berbeda dengan apa yang telah diketahui oleh banyak
orang. (Ahmad Susanto, 2011 hal : 117-118)

Menurut Williams yang dikutip oleh Utami Munandar (Utami Munandar, 1999 : 88)
ada dua ciri-ciri kreativitas, yaitu :
a. Kognitif, yaitu kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif. Ada
beberapaciri-ciri kreativitas ditinjau dari kognitif, yaitu :
 Kemampuan berpikir secara lancar (fluency);
 Kemampuan berpikir luwes (flexibelity);
 Kemampuaan berfikir orisinilitas;
 Kemampuan menilai;
 Kemampuan memperinci/mendalam (elaboration).

b. Afektif, yaitu ciri-ciri afektif dari kreativitas merupakan ciri-ciri yang berhubungan
dengan sikap mental atau perasaan individu. Ciri-ciri afektif ini saling berhubungan dan
saling mempengaruhi dengan ciri-ciri kognitif. Ada beberapa ciri-ciri afektif, yaitu:
 Rasa ingin tahu;
 Bersifat imajinatif;
 Merasa tertantang oleh kemajemukan;
 Sifat berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan)
 Sifat menghargai.

Dalam kaitannya dengan kreativitas pada anak usia dini, Ihat Hatimah seperti dikutip
oleh Ahmad Susanto mengemukakan beberapa bentuk kretivitas pada anak usia dini, yaitu :
a. Gagasan/berpikir kreatif, yang meliputi :
 Berfikir luwes;
 Berfikir orisinal;
 Berpikir terperinci;
 Berpikir menghubungkan.
b. Aspek sikap, yang meliputi :
 Rasa ingin tahu;
 Ketersediaan untuk menjawab;
 Keterbukaan;
 Percaya diri;
 Berani mengambil resiko.

c. Aspek karya, yang meliputi :


 Permainan;
 Karangan. (Ahmad Susanto, 2011 : 121-122)

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan
memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan
perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang
bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka tidak terlalu menghiraukan kritik
atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan
mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain. Orang
yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari
tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa
dalam mencapai tujuan mereka.

4 . Faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Anak


Kreativitas merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat dikembangkan.
Dalam mengembangkan kreativitas ini terdapat faktor-faktor yang mendudukung dalam
menumbuhkan kembangkan kreativitas juga ada faktor-faktor yang menghambat kreativitas
seorang anak.

1 Faktor Pendukung Kreativitas Anak


Pada mulanya kreativitas dipandang sebagai faktor bawaan yang hanya dimiliki
individu tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya, dikemukakan bahwa kreativitas tidak
dapat berkembang secara otomatis tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan Menurut
Hurlock dikutip oleh Ahmad Susanto mengemukakan beberapa faktor yang dapat mendorong
dan meningkatkan kretivitas. Antara lain :
 Waktu, kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian rupa, sehingga hanya
sedikit waktu yang bisa mereka gunakan untuk membuat suatu gagasan atau
konsep;
 Kesempatan menyendiri, hanya apabila tidak mendapat tekanan dari kelompok
sosial, anak dapat menjadi kreatif;
 Dorongan terlepas dari seberapa jauh prestasi anak, maksudnya untuk menjadi
anak yang kreatif mereka harus bebas dari ejekan dan kritikan yang sering kali
dilontarkan pada anak yang tidak kreatif;
 Sarana, sarana bermain atau sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang
dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari
semua kreativitas;
 Lingkungan yang merangsang, lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang
kreativitas anak;
 Hubungan anak dan orang tua yang tidak posesif, artinya orang tua yang tidak
terlalu posesif akan mendorong kemandirian anak;
 Cara mendidik anak, mendidik anak secara demokratis baik dirumah dan
disekolah akan meningkatkan kreativitas anak;
 Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, kreativitas tidak muncul dalam
kehampaan. Makin banyak pengetahuan yang dikuasai, maka semakin baik
kreativitas anak. (Ahmad Susanto, 2012 : 124)

Utami Munanadar mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mendukung kreativitas


adalah :
 Usia;
 Tingkat pendidikan orang tua;
 Tersedianya fasilitas;
 Penggunaan waktu luang
Selain itu faktor yang mendukung kreativitas menurut Seto, seorang ahli pendidikan
anak mengatakan bahwa upaya mengembangkan kreativitas anak dapat dilakukan dengan
menggunakan strategi 4P, yakni dengan melihat kreativitas sebagai produk, pribadi, proses,
dan pendorong.(Utami Munandar, 1999 : 19)
Selain itu, ada (4) faktor pendukung pengembangan kreativitas anak, yaitu :
 Rangsangan mental, dengan memberikan motivasi, penguatan, dan
menerima kekurangan dan kelebihan anak, anak merasa percaya diri untuk mencoba,
berinisiatif dan berbuat sesuatu secara spontan;
 Iklim dan kondisi lingkungan, lingkungan yang kondusif akan mengembangkan
kreatifitas anak, seperti pencahayaan yang cukup, warna-warna yang cerah, terdapat
hiasan-hiasan dinding, musik, aroma;
 Peran guru, guru menjadi orang tua kedua bagi anak, sudah selayaknya guru
memberikan yang terbaik pada anak. Seperti guru melakukan inovasi-inovasi untuk
mengembangkan kreativitas anak;
 Peran orang tua, orang tua memiliki peranan yang penting terhadap
pengembangan kreativitas anak. Dengan menghargai setiap hasil karya anak, anak
menjadi berani dan percaya diri untuk belajar terhadap lingkungannya. (Pristina
Kusuma, 12-11-2012)

2 Faktor Penghambat Kreativitas Anak


Menurut Renzulli dalam Ahmad Susanto mengemukakan tiga ciri pokok yang saling
terkait serta merupakan kriteria atau persyaratan anak yang berbakat. Yaitu, kemampuan
umum, kreativita, dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi instrinsik. (Ahmad
Susanto, 2011 : 125) Dalam mengembangkan kreativitas, seorang dapat mengalami berbagai
hambatan, kendala atau rintangan yang dapat merusak dan bahkan dapat mematikan
kreativitasnya. Masalahnya ialah bahwa dalam upaya membantu anak merealisasikan
potensinya, sering kita menggunakan cara paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan
atau kekerasan tidak saja berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau memaksakan
aturan-aturan, tetapi juga bila kita memberikan hadiah atau pujian secara berlebih. Ada empat
hal yang mematikan kreativitas, yaitu:



 Evaluasi
Rogers dikutip oleh Utami Munandar menekankan salah satu syarat untuk memupuk
kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling
tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. Bahkan
menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas anak.(Utami Munandar,
2004 : 223) Selain itu kritik atau penilaian sepositif apapun meskipun berupa pujian
dapat membuat anak kurang kreatif, jika pujian itu memusatkan perhatian pada
harapan akan dinilai.

 Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau
meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat
merusak motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.

 Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri,
karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa
merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang
terbaik akan menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
sayangnya dapat mematikan kreativitas.

 Lingkungan yang Membatasi


Belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai anak ia
mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin
dan hafalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana
mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya dengan tepat,
pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan menghilangkan minatnya terhadap
ilmu, meskipun hanya utnuk sementara. Padahal, sewaktu baru berumur lima tahun ia
amat tertarik untuk belajar ketika ayahnya menunjukkan kompas kepadanya. Contoh
ini menunjukkan bahwa jika berpikir dan belajar dipaksakan dalam lingkungan yang
amat membatasi, minat dan motivasi intrinsik dapat dirusak. (Utami Munandar, 2004 :
223-224)
Cropley dalam Ahmad Susanto mnegemukakan beberapa krakteristik guru yang
cenderung menghambat keterampilan berpikir kreatif anak, anatara lain :
 Penekanan bahwa guru selalu benar;
 Penekanan berlebihan pada hafalan;
 Penekanan pada belajar secara mekanis;
 Penekanan pada evaluasi eksternal; penekanan secara ketat untuk menyelesaikan
pekerjaan. (Ahmad Susanto, 2011 : 126)

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita dapati perlakuan dan tindakan anak dengan
berbagai polah dan tingkah laku. Sehingga ekspresi kreativitas anak kerap menimbulkan efek
kurang berkenan bagi orang tua. Misalnya orang tua melarang anak merobek-robek kertas
karena takut rumah jadi kotor, atau berteriak saat anak main pasir karena takut anak terkena
kuman.
Padahal tiap anak memiliki ekspresi kreativitas yang berbeda, ada yang terlihat suka
mencoret-coret, beraktivitas gerak, berceloteh, melakukan eksperimen, dan sebagainya.
Penyikapan orang tua seperti itu berarti merupakan salah satu contoh dari sekian banyak
faktor yang menghambat kreativitas seorang anak. (Hudiani Jannah, 12,11,2012)
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki
minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja
kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani
mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya.
Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat
masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide,
konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.

2 Kritik dan Saran


Berdasarkan kenyataan di lapangan, kita dapat menemukan beberapa pengajar yang
masih kurang memperhatikan pengembangan kreativitas anak didiknya, maka dari itu kita
sebagai calon-calon pendidik masa depan harus mempersiapkan sejak dini rencana-rencana
pengajaran yang merujuk pada pengembangan kreativitas anak-anak didik dengan berbagai
teori dan peran-perannya yang telah penulis ungkapkan pada makalah ini demi kemajuan
kreativitas anak-anak bangsa dimasa yang akan datang.

Dari hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari diri saya. Penyusun sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik nya yang
bersifat membangun, untuk perbaikan karya ilmiah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Ahmad, Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta : Kencana, 2011.


Syafaruddin & Herdianto, Pendidikan Pra Skolah, Medan : Perdana Publishing, 2011.
Munandar, Utami, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah , Jakarta :
Gramedia Pustaka, 1999.
Semiawan, Conny R, Perkembangan dan Belajar Peserta Didik, Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.
Munandar, Utami, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat,Jakarta : Asdi
Mahasatya, 2004
Yuwono, Trisno, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Arkola, 2003
Hamdani, Asep Saepul, Pengembangan Kreativitas, Jakarta : Pustaka As-Syifa, 2002.

Anda mungkin juga menyukai