BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui teori tentang kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.2 Untuk mendalami masalah kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.3 Untuk mengetahui kasus dari permasalahan kesehatan reproduksi pada
perempuan serta cara mengatasinya.
BAB 2
KONSEP TEORI
2.4 Kasus
2.4.1 Kasus Tragedi Rohingya
Dikutip dari : http://www.kompasiana.com//
Berikut ini adalah kronologi lengkap pemicu tragedi Rohingya dari surat kabar
Myanmar dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light of
Myanmar edisi 4 Juni 2012 melaporkan satu berita mengenai pemerkosaan dan
pembunuhan seorang gadis oleh tiga orang pemuda:
1) Insiden Pemerkosaan dan Pembunuhan
“NAY PYI TAW, 4 Juni - Dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja
sebagai tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri
U Hla Tin, dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam
sampai mati oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat
pohon alba di samping jalan menuju Kyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul
17:15.
Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U Win
Maung, saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum
Acara Pidana pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian
distrik Kyaukpyu dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk
pencarian bukti-bukti lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin
U Kyaw Thaung (Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan
Khochi bin Akwechay (Bengali/ Muslim).
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari
korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk
menjahit. Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk
menikahi seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang
dipakai korban. Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon
alba dekat tempat kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan
berjalan sendirian, ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan.
Korban lalu diperkosa dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan
emas termasuk kalung emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para
tersangka, aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku
tersebut ke tahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15.
Pada pukul 13:20 hari yang sama, sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba
di Kantor Polisi Kyauknimaw dan menuntut agar tiga orang pelaku pembunuh
diserahkan kepada mereka namun dijelaskan oleh pihak kepolisian bahwa mereka
sudah dikirim ke tahanan.
Massa yang mendatangi kepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk
masuk kantor polisi. Polisi terpaksa harus menembakkan lima tembakan untuk
membubarkan mereka.
Pada pukul 13:50 100 warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor
polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan
diikuti oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadi keributan.
Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi untuk
menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkan kantor pada pukul 17:40.
Keesokan harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke Desa
Kyauknimaw dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan
sebesar 1 juta Kyat (mata rupiah Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U
Kyaw Khin, 600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta
ditambah 100.000 Kyat dari santunan perwakilan negara.
Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Perbatasan Negara, wakil
kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik
berpartisipasi dalam pemakaman korban dan mengadakan diskusi dengan
penduduk desa.
Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyu
mengadakan diskusi dengan organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhan
tersebut. Diskusi-diskusi terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada
para pembunuh dan membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili.”
2) Insiden 10 Orang Muslim Dibunuh Dalam Bis
Menurut berita harian New Light dan beberapa blog orang Myanmar menyebutkan
bahwa beredar foto-foto dan informasi bahwa “menurut bukti forensik polisi dan juga
saksi mata yang melihat tubuh korban, ia diperkosa beberapa kali oleh tiga pemuda
Bengali Muslim dan tenggorokannya digorok, dadanya ditikam beberapa kali dan
organ wanitanya ditikam dan dimutilasi dengan pisau.
Setelah itu lebih dari seribu massa marah dan hampir menghancurkan kantor polisi
di mana tiga pelaku ditangkap. Lalu kasus terburukl dan pemicu tragedi Ronghya
adalah pembantaian terhadap 10 orang Muslim peziarah yang ada dalam sebuah
bus di Taunggup dalam perjalanan dari Sandoway ke Rangoon pada tanggal 4 Juni.”
Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni memberitakan rincian mengenai
pembunuhan sepuluh orang Burma Muslim oleh massa Arakan sebagai berikut:
“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal 28
Mei, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association,
Taunggup, membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada
penduduk lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe
dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan
memperkosa dengan keji wanita Rakhine.
Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim
dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal
Bus Ayeyeiknyein.
Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan
segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang.
Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba
di persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di
sana dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam
bentrokan itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur.
Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di kawasan Arrakan,
Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media Al-Jazeera, Hal ini
dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan
antara kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama
Buddha. Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah
lagi agama yang berbeda. Dari laporan berbagai berita sampai saat ini sejak insiden
tersebut sudah terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene
beragama Islam) lebih dari 6000 orang.**[harja saputra]
2.4.2 Analisa Kasus
Dari kasus diatas jelas bahwa perempuan adalah korban dari kekerasan yang
meliputi tindakan fisik, psikologi maupun seksual. Dari segi fisik perempuan tersebut
telah mengalami penganiayaan yang pada akhirnya sampai pembunuhan. Dari segi
psikologi perempuan tersebut bisa mengalami gangguan mental, trauma terhadap
hubungan seksual, disfungsi seksual. Dan dari segi seksual jelas bahwa perempuan
tersebut mengalami pelecehan seksual. Korban dari perkosaan tersebut juga akan
beresiko HIV/AIDS ataupun IMS. Kasus perkosaan dan pembunuhan di atas telah
melanggar Hak-Hak Reproduksi perempuan antara lain :
a. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
b. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari pelecehan, perkosaan, kekerasan, penyiksaan seksual.
Selain itu juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu : a) Hak untuk hidup; b)
Hak atas keamanan seseorang; c) Hak atas non-diskriminasi dan kesetaraan; d)
Hak atas kesehatan; e) Hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam, merendahkan
dan tidak manusiawi.
Kasus pemerkosaan terhadap perempuan di daerah konflik bukanlah merupakan isu
yang baru. Kasus-kasus ini telah terjadi sejak pertama kali perang antar manusia
berlangsung. Perkosaan telah digunakan berkali-kali sebagai taktik atau senjata
dalam perang. Pemerkosaan merupakan bagian dari kekerasan berdasarkan gender
atau yang lebih dikenal dengan Gender Based Violence (GBV), namun GBV
mencakup lebih luas tidak hanya berkaitan dengan pemerkosaan. Perang dan GBV
memiliki keterkaitan yang erat. Dimana perempuan seringkali menjadi korban dalam
jumlah besar. . Perang sering kali memberikan efek yang buruk bagi rakyat sipil,
terutama perempuan. Meskipun pada dasarnya baik perempuan maupun laki-laki
memiliki potensi yang sama menjadi korban, namun mereka mengalami dalam
bentuk yang berbeda. Laki-laki umumnya dipaksa untuk pergi berperang dan
terbunuh di dalam aksi senjata, sementara perempuan mengalami kekerasan
seksual, pemaksaan kehamilan, penculikan, perkosaan, perbudakan seksual dan
pemaksaan prostitusi.
Terdapat berbagai definisi mengenai Gender Based Violence (GBV). Menurut UN
Commissioner for Refugees mendefinisikan GBV sebagai: “ gender-based violence
(GBV) refers to violence that targetsa person or a group of persons because of
gender”. Dalam hal ini GBV berarti kekerasan yang ditargetkan kepada seseorang
atau sekelompok orang karena gender mereka. Sedangkan Komite penghapusan
Kekerasan terhadap perempuan mengartikan dengan lebih luas, yaitu termasuk
kepada tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik, mental atau seksual atau
penderitaan, ancaman tindakan, serta paksaan dan perampasan kebebasan lainnya
berdasarkan gender mereka. Sedangkan menurut UNIFEM (United
Nations Introduction dalam “Women War Peace” GBV memasukkan konteks baru ke
dalam pendefinisian GBV, yaitu memasukkan unsur hubungan kekuasaan yang
tidak setara antara perempuan dan laki-lakidalam masyarakat. Pada umumnya GBV
ditimbulkan oleh laki-laki terhadap perempuan. Oleh karena itu pada tahun 1993,
deklarasi PBB tentang Penghapusan kekerasan terhadap perempuan mengeluarkan
definisi resmi pertama dari kekerasan berbasis gender: Pasal 1 : tindakan kekerasan
berbasis gender yang menghasilkan, atau mungkin mengakibatkan, kerugian fisik,
seksual atau psikologis atau penderitaan terhadap perempuan, termasuk ancaman
dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang, baik terjadi
di publik ataupun dalam kehidupan pribadi. Pasal2 : menyatakan bahwa Deklarasi
definisi harus mencakup, tetapi tidak terbatas pada, tindakan kekerasan fisik,
seksual, dan psikologis dalam keluarga, masyarakat, atau dilakukan atau dibiarkan
oleh negara, di mana pun itu terjadi. Tindakan ini meliputi: pelecehan seksual,
termasuk anak-anak perempuan, mas kawin yang berhubungan dengan kekerasan;
perkosaan, termasuk perkosaan; mutilasi alat kelamin perempuan atau pemotongan
dan praktek-praktek tradisional lainnya berbahaya bagi perempuan; non-kekerasan
terhadap pasangan; kekerasan seksual yang berhubungan dengan eksploitasi;
pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, di sekolah dan di tempat lain,
perdagangan perempuan, dan pelacuran paksa.
Jika didefinisikan sesuai dengan penggunaan kata, GBV tidak hanya melingkupi
perempuan, namun biasanya perempuan selalu menjadi korban, hal ini disebabkan
perempuan lebih rentan mengalami kekerasan. Hal ini muncul berkaitan dengan
hubungan kekuasaan yang tidak setara, baik itu dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bahkan negara. Oleh karena itu muncul berbagai istilah yang digunakan
untuk menggambarkan GBV, seperti “kekerasan seksual”, “kekerasan terhadap
perempuan”, dan lainnya.
Meskipun konsep GBV seolah-olah khusus pada korban perempuan, namun laki-laki
dapat mengalami kekerasan berbasis gender ini. Namun, kekerasan yang
mengalami lebih kepada diskriminasi jika mereka menyimpang dari konsep
“maskulinitas”. Dapat dikatakan disini bahwa jika pria yang mengalami kekerasan
dan diskriminasi gender hal ini disebabkan ketika mereka tidak menunjukkan sisi ke-
maskulinitas mereka seperti yang seharusnya. Contohnya seperti yang dialami oleh
para kaum LGBT. Menurut sebuah lembaga penelitian Internasional secara
keseluruhan di seluruh dunia, laki-laki memiliki tingkat kekerasan fisik daripada
wanita. Namun kekerasan ini diakibatkan oleh sesama mereka sendiri dalam
perang, perkelahian antar geng, kekerasan di sekolah dan jalanan. Sedangkan
perempuan mengalami kekerasan dari lawan jenis mereka. Menurut pasal 2
konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
(CEDAW) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan
seksual, fisik, dan psikologis, meliputi:
1) Di dalam keluarga: pemukulan, pelecehan seksual terhadap anak, mutilasi alat
kelamin perempuan dan pemerkosaan.
2) Di dalam masyarakat: pelecehan seksual, pelecehan seksual sekaligus
intimidasi,perdagangan manusia dan pelacuran paksa.
3) Negara: dalam hal berkaitan dengan negara contohnya yaitu buruknya
rancangan dan penegakan hukum untuk kekerasan terhadap perempuan, agen
penegak hukum yang melanggar hukun, kurangnya fasilitas dan pendidikan untuk
pencegahan dan pengobatan perempuan korban kekerasan, sanksi dan penguatan
gender yang tidak setara. Selain itu ketidak pedulian negara dan penelantaran
dalam memberikan dan menciptakan peluangbagi perempuan dalam haknya untuk
bekerja, berpartisipasi, pendidikan, dan akses kelayanan sosial.
Kasus-kasus GBV dapat ditemukan di negara-negara yang sedang berkonflik, baik
itu konflik internal maupun konflik eksternal negara. Menurut data dari UNFPA
berkaitan dengan kasus GBV di seluruh dunia yaitu, satu dari tiga wanita telah
dipukuli dan dipaksa melakukan hubungan seks. Baik itu oleh kenalan maupun
anggota keluarga. Selanjutnya pelaku GBV seringkali tidak tersentuh oleh hukum.
Setiap tahun ratusan ribu perempuan dan anak-anak diperdagangkan dan
diperbudak, sedangkan jutaan lainnya menjadi objek praktek berbahaya. Menurut
hasil laporan dari Oxfam kanada terdapat 16 fakta mengenai GBV, yaitu:
a. Di seluruh dunia, sebanyak 1 dari setiap 3 wanita telah dipukuli, dipaksa
melakukan hubungan seks, atau dilecehkan dengan cara lain - yang paling sering
oleh seseorang yang dikenalnya, termasuk oleh suaminya atau anggota keluarga
laki-laki.
b. Wanita lebih rentan terhadap kekerasan selama masa krisis karena
ketidakamanan yang meningkat.
c. 1 dari 5 wanita akan menjadi korban perkosaan atau percobaan perkosaan
dalamhidupnya.
d. Sekitar 1 dari 4 wanita disalahgunakan selama kehamilan, yang menempatkan
ibu dan anak beresiko.
e. Hukum yang mempromosikan kesetaraan gender sering tidak diterapkan.
f. Setidaknya 130 juta perempuan telah dipaksa menjalani mutilasi alat kelamin
perempuan (FGM).
g. Sedikitnya 60 juta anak perempuan yang seharusnya dapat diharapkan untuk
hidup yang hilang dari berbagai populasi sebagai akibat dari aborsi atau kelalaian.
h. Lebih dari setengah juta perempuan terus meninggal setiap tahun dari
kehamilan dan persalinan yang berhubungan dengan tingkat infeksi HIV di kalangan
perempuan meningkat pesat.
i. Pelaku kekerasan berbasis gender seringkali tidak dihukum.
j. Di seluruh dunia, perempuan dua kali lebih mungkin sebagai laki-laki untuk
buta huruf, membatasi kemampuan mereka untuk menuntut hak dan perlindungan.
k. Pernikahan dini dapat memiliki konsekuensi serius termasuk berbahaya,
penolakan pendidikan, masalah kesehatan, termasuk kehamilan prematur, yang
menyebabkan tingginya tingkat kematian ibu dan bayi. Ketidakseimbangan
kekuasaan juga berarti bahwa pengantin muda tidak dapat menegosiasikan
penggunaan kondom atau protes ketika suami mereka terlibat dalam luar nikah
hubungan seksual.
l. Kekerasan terhadap perempuan merupakan menguras tenaga kerja produktif
secara ekonomi.
m. Setiap tahun, diperkirakan 800.000 orang diperdagangkan melintasi perbatasan
80 persendari mereka perempuan dan anak perempuan. Kebanyakan dari mereka
akhirnya terjebak dalam perdagangan seks komersial.
n. Kekerasan berbasis gender juga berfungsi dengan niat atau efek untuk
melanggengkan kekuasaan laki-laki dan kontrol..
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan
reproduksi wanita secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar
perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan
baru dalam program kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan
reproduksi. Dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan
kesehatan reproduksi. Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang
diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri,
keluarga berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan
manusia dan hubungan gender, dan remaja. Secara lebih spesifik, berbagai
masalah dalam kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan, pertolongan
persalinan, infertilitas, menopause, penggunann kontrasepsi, kehamilan tidak
dikehendaki dan aborsi baik pada remaja maupun pasangan yang telah menikah,
PMS dan HIV/AIDS (berkaitan dengan prostitusi, homoseksualitas, gaya hidup dan
praktek tradisional), pelecehan dan kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan
layanan dan informasi pada remaja.
Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-
proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak,
remaja pra -nikah, reprodukstif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan
dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa- masa tersebut akan terjadi
perubahan dalam sistem reproduksi.
Akibat yang muncul dari GBV (Gender Based Violence) biasanya bersifat
menghancurkan, terutama bagi korbannya. Korban sering kali mengalami gangguan
emosi, mengalami gangguan mental serta kesehatan reproduksi yang buruk.
Perempuan korban kekerasan juga beresiko tinggi tertular HIV. Selain itu untuk
jangka panjang para korban akan memerlukan pelayanan kesehatan intensif. Tidak
hanya bagi korban itu sendiri, GBV juga memberikan dampak bagi anak-anak yang
menjadi saksi. Mereka akan mengalami kerusakan psikologis yang akan sulit
untuk disembuhkan.
3.2 Saran
Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus didahului oleh
hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah
meningkatkan ksesadaran kemandirian wanita dalam mengatur fungsi dan proses
reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak
reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju penimgkatan kualitas
hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
2.Saran
Agar Mutu Pelayanan Kesehatan di Indonesia ditingkatkan baik kualitas dan kuantitas.semua
masyarakat ikut berperan aktif dalam pembangunan dengan mendukung segala upaya
peningkattan kesehatan. Agar pemerintah lebih merealisasikan janjinya tentang Kesehatan,
sebisa mungkin seharusnya Kesehatan di Indonesia Gratis.
PERKEMBANGAN KREATIVITAS
ANAK USIA DINI
( Sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi Kesehatan Masyarakat )
Disusun oleh :
Yanyan Supriatna
Cepi Sugandi
Ubaidillah S
3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, dapat menyimpulkan tujuan
penulisan makalah ini antara lain :
1 Pertama-tama tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata
kuliah perkembangan peserta didik;
2 Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian kreativitas;
3 Mahasiswa mengetahui dan memahami Unsur-Unsur Kreativitas;
4 Mahasiswa mampu mengklasifikasikan ciri-ciri kreativitas;
5 Mahasiswa mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
kreativitas anak usia dini;
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kreativitas
Secara alamiah perkembangan anak berbeda-beda, baik dalam bakat, minat, jasmani,
kematangan emosi, kepribadian, keadaan jasmani, dan sosialnya. Selain itu, setiap anak
memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar, untuk dapat berfikir kereatif dan produktif.
(Ahmad Susanto, 2011 : 111) Kreativitas menurut kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari
kata dasar kreatif, yaitu memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu. (Trisno
Yuwono, 2003 : 330)
Menurut Munandar yang dikutip oleh Syafaruddin dan Herdianto, kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur
yang ada. Kreativitas juga diartikan dengan kemampuan yang berdasarkan data atau
informasi yang menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana
pendekatannya adalah pada kuantitas dan keragaman jawaban. Secara operasional, kreativitas
dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran keluwesan
(fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. (Syafaruddin dan Herdianto,
2011 : 87) Salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan
antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut psikolog humanistik, Abraham Maslow dan
Carl Rogers dikutip oleh Utami Munandar menyatakan bahwa seseorang dikatakan
mengaktualisasikan dirinya apabilas eseorang menggunakan semua bakat dan talentanya
untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan, atau mewujudkan
potensinya. Menurut Maslow aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental,
suatu potensialitas yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi sering hilang,
terhambat atau terpendam dalam proses pembudayaan. Jadi sumber dari kreativitas adalah
kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk
berkembang dan menjadi matang. (Utami Munandar, 1999 : 19)
Menurut Harris seperti dikutip oleh Hamdani mengemukakan bahwa kreativitas dapat
ditinjau dari (3) hal, yaitu :
Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang
sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan penyelesaian yang
unik terhadap berbagai persoalan. (Semiawan, 1999 : 89).
Dari beberapa defenisi oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah
suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, baik
berupa gagasan atau karya nyata dengan menggabung-gabungkan unsur-unsur yang sudah
ada sebelumnya. Hal baru disini adalah sesuatu yang belum diketahui olehnya, meskipun hal
itu merupakan hal yang tidak asing lagi bagi orang lain, dan bukan hanya dari yang tidak
menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari sesuatu yang sudah ada.
3. Ciri-ciri Kreativitas
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan
memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan
perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya.
Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dan disukai,
mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut
untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak
disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat
kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat
mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuan mereka.
Thomas Edison seperti yang dikutip oleh Utami Munandar mengatakan bahwa dalam
melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum ia berhasil
dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia. Pribadi yang
kreatif biasanya lebih teroganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal
mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah
yang mungkin timbul dan implikasinya. (Utami Munandar, 2004: 35).
Menurut Guilford dikutip oleh Ahmad Susanto bahwa ada lima sifat yang menjadi
ciri-ciri berfikir kreatif, yakni :
Kelancaran, ialah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan;
Keluwesan, ialah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam
pemecahan masalah;
Keaslian, ialah kemampuan untuk memecahkan dengan cara yang asli;
Penguraian, ialah kemampuan untuk menguraikan sesuatu dengan diperinci,
secara jelas, dan panjang lebar;
Perumusan kembali, ialah kemampuanuntuk meninjau sesuatu persoalan
berdasarkan persfektif yang berbeda dengan apa yang telah diketahui oleh banyak
orang. (Ahmad Susanto, 2011 hal : 117-118)
Menurut Williams yang dikutip oleh Utami Munandar (Utami Munandar, 1999 : 88)
ada dua ciri-ciri kreativitas, yaitu :
a. Kognitif, yaitu kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif. Ada
beberapaciri-ciri kreativitas ditinjau dari kognitif, yaitu :
Kemampuan berpikir secara lancar (fluency);
Kemampuan berpikir luwes (flexibelity);
Kemampuaan berfikir orisinilitas;
Kemampuan menilai;
Kemampuan memperinci/mendalam (elaboration).
b. Afektif, yaitu ciri-ciri afektif dari kreativitas merupakan ciri-ciri yang berhubungan
dengan sikap mental atau perasaan individu. Ciri-ciri afektif ini saling berhubungan dan
saling mempengaruhi dengan ciri-ciri kognitif. Ada beberapa ciri-ciri afektif, yaitu:
Rasa ingin tahu;
Bersifat imajinatif;
Merasa tertantang oleh kemajemukan;
Sifat berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan)
Sifat menghargai.
Dalam kaitannya dengan kreativitas pada anak usia dini, Ihat Hatimah seperti dikutip
oleh Ahmad Susanto mengemukakan beberapa bentuk kretivitas pada anak usia dini, yaitu :
a. Gagasan/berpikir kreatif, yang meliputi :
Berfikir luwes;
Berfikir orisinal;
Berpikir terperinci;
Berpikir menghubungkan.
b. Aspek sikap, yang meliputi :
Rasa ingin tahu;
Ketersediaan untuk menjawab;
Keterbukaan;
Percaya diri;
Berani mengambil resiko.
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan
memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan
perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang
bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka tidak terlalu menghiraukan kritik
atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan
mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain. Orang
yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari
tradisi. Rasa percaya diri, keuletan dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa
dalam mencapai tujuan mereka.
Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau
meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat
merusak motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.
Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri,
karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa
merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang
terbaik akan menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
sayangnya dapat mematikan kreativitas.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita dapati perlakuan dan tindakan anak dengan
berbagai polah dan tingkah laku. Sehingga ekspresi kreativitas anak kerap menimbulkan efek
kurang berkenan bagi orang tua. Misalnya orang tua melarang anak merobek-robek kertas
karena takut rumah jadi kotor, atau berteriak saat anak main pasir karena takut anak terkena
kuman.
Padahal tiap anak memiliki ekspresi kreativitas yang berbeda, ada yang terlihat suka
mencoret-coret, beraktivitas gerak, berceloteh, melakukan eksperimen, dan sebagainya.
Penyikapan orang tua seperti itu berarti merupakan salah satu contoh dari sekian banyak
faktor yang menghambat kreativitas seorang anak. (Hudiani Jannah, 12,11,2012)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki
minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja
kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani
mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya.
Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat
masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide,
konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Dari hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari diri saya. Penyusun sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik nya yang
bersifat membangun, untuk perbaikan karya ilmiah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA