Anda di halaman 1dari 32

No 1/Tahun II/Maret 2013

INDONESIAN ECONOMIC
REVIEW AND OUTLOOK

Pembangunan infrastuktur Pemanasan percaturan politik Indonesia

Macroeconomic Dashboard
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Kata Pengantar
Indonesian Economic Review and Outlook
(IERO) merupakan buletin kuartalan yang
diterbitkan oleh Macroeconomic Dashboard,
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika
dan Bisnis – Universitas Gadjah Mada (FEB-
UGM) bekerja sama dengan PT. Bank
Mandiri, Tbk.

Tekanan yang dihadapi perekonomian


Indonesia akibat perlambatan ekonomi
global disertai mulai menghangatnya suhu
politik di tanah air menjadi tema pokok
dalam IERO kali ini. Kondisi ekonomi global
yang masih diwarnai ketidakpastian
diprediksi akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia sejalan
dengan hasil prediksi GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI).

GAMA LEI merupakan acuan yang dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk


memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Tujuannya
adalah agar para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis dapat
memantau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, sehingga
mereka dapat mengantisipasi keadaan ekonomi.

IERO kali ini mengangkat isu ekonomi politik sebagai tema isu terkini. Kajian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran tentang situasi Indonesia yang mulai
memasuki tahun politik meskipun Pemilu baru akan dilaksanakan tahun 2014,
serta implikasinya terhadap kondisi ekonomi nasional.

Penerbitan IERO yang menyajikan tema-tema hangat diharapkan dapat membantu


para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis serta civitas
academica dalam mendapatkan informasi yang aktual terkait perekonomian
Indonesia.

Selamat membaca

Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc


Head of Researcher
Macroeconomic Dashboard
Indonesian Economic Review and Outlook

I. Perkembangan Ekonomi Terkini

M
elemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan
Eropa, mulai berimbas ke Indonesia, dengan turunnya
ekspor. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia di
tahun 2012 masih bisa mencapai 6,23% (YoY) dan merupakan salah
satu yang tertinggi di Asia setelah China yang tumbuh sebesar 7,8%
(YoY), namun lebih rendah dari asumsi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) 2012 sebesar 6,5%. Pertumbuhan ini juga
lebih rendah dibandingkan tahun 2011 yang mampu mencapai 6,5%.
Adapun nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada
tahun 2012 mencapai IDR 2.618,1 trilyun, naik sebesar IDR 153,4
trilyun dibandingkan tahun 2011 yang mencapai IDR 2.464,7 trilyun.

Berdasarkan penggunaannya, laju pertumbuhan sektor tertinggi


pada tahun 2012 terjadi pada komponen Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) atau investasi fisik sebesar 9,81% (YoY). Meski
mengalami laju pertumbuhan tertinggi, secara kuartalan
pertumbuhan sektor PMTB mengalami penurunan cukup
signifikan. Pada kuartal IV 2012 secara year on year, sektor PMTB
tumbuh sebesar 7,29% menurun dibandingkan kuartal sebelumnya
yang mampu mencapai pertumbuhan sebesar 9,80%. Bahkan pada
kuartal II 2012 PMTB tumbuh sebesar 12,47% (YoY). PMTB memiliki
multiplier effect yang luas karena tidak hanya mendorong sisi
produksi, namun juga menstimulasi sisi konsumsi. PMTB akan
mendorong pembukaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan masyarakat, yang nantinya akan menstimulasi
konsumsi masyarakat.

Selain PMTB, pertumbuhan ekonomi di tahun 2012 juga ditopang


oleh Konsumsi Rumah Tangga, tercatat tumbuh sebesar 5,28%
(YoY). Sedangkan, sektor Konsumsi Pemerintah yang diharapkan
menberikan sumbangan optimal pada pertumbuhan ekonomi
nasional hanya tumbuh sebesar 1,25% (YoY).

Sementara itu, tekanan pelemahan ekonomi global berimbas pada


melambatnya ekspor nasional karena berkurangnya permintaan
dari negara tujuan ekspor. Di tahun 2012 ekspor Indonesia tercatat
tumbuh sebesar 2,01% (YoY). Sementara itu, impor tumbuh jauh
lebih tinggi yaitu sebesar 6,65% (YoY). Secara kuartalan, di kuartal IV
2012, impor Indonesia meningkat pesat, tumbuh sebesar 6,79%

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


1
Perkembangan Ekonomi Terkini

Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pengeluaran,
Tahun 2005 – 2012 (dalam %, YoY)
Kinerja neraca perdagangan belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia karena
kondisi ekonomi global yang belum membaik
KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI PEMERINTAH PMBT EKSPOR IMPOR
(%)
40

30

20

10

-10

-20

-30

Sumber: BPS dan CEIC

(YoY) padahal pada kuartal sebelumnya mengalami pertumbuhan


minus 0,17% (YoY). Peningkatan impor ini diakibatkan oleh
meningkatnya impor non migas dan migas. Selain itu, kenaikan
impor juga dipengaruhi oleh meningkatnya impor bahan baku dan
barang modal. Di tahun 2012, impor bahan baku tercatat sebesar IDR
140.127,6 juta, atau tumbuh 7,02% dibandingkan tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar IDR 130.934,3 juta. Sementara itu, impor barang
modal di tahun 2012 mencapai IDR 38.154,8 juta, tumbuh sebesar
15,24% dibandingkan tahun 2011 yang tercatat sebesar IDR 33.108,4
juta. Laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibandingkan
komponen ekspor menyebabkan Indonesia masih mengalami defisit
neraca perdagangan.

Dalam kondisi perekonomian global yang tidak menentu,


nampaknya Indonesia masih akan mengandalkan konsumsi dalam
negeri dan investasi untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya
di tahun 2013 ini karena kontribusi ekspor belum bisa diharapkan
akibat permintaan global yang sedang menurun.

Dari sisi lapangan usaha, 9 sektor lapangan usaha mencatat


pertumbuhan positif pada tahun 2012. Di tahun 2012, sektor
Pengangkutan dan Komunikasi mencatat pertumbuhan tertinggi
sebesar 9,98% diikuti sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang
tumbuh sebesar 8,11%, serta sektor Konstruksi sebesar 7,50%.
Adapun pertumbuhan terendah dialami oleh sektor Pertambangan
dan Penggalian, tumbuh sebesar 1,49% di tahun 2012. Hal ini
disebabkan oleh turunnya harga komoditas pertambangan.

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


2
Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha,
Tahun 2005 – 2012 (YoY, dalam %)
Dari segi sektoral, pertumbuhan ekonomi Indonesia di Tahun 2012 masih didorong oleh sektor non tradable
yaitu Transportasi dan Komunikasi serta Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Konstruksi
(%) Perdagangan, hotel & restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estat dan jasa perusahaan Jasa-jasa PDB (%)
20 8

15
6

5
10

5
3

2
0
2005:Q1 2005:Q2 2005:Q3 2005:Q4 2006:Q1 2006:Q2 2006:Q3 2006:Q4 2007:Q1 2007:Q2 2007:Q3 2007:Q4 2008:Q1 2008:Q2 2008:Q3 2008:Q4 2009:Q1 2009:Q2 2009:Q3 2009:Q4 2010:Q1 2010:Q2 2010:Q3 2010:Q4 2011:Q1 2011:Q2 2011:Q3 2011:Q4 2012:Q1 2012:Q2 2012:Q3 2012:Q4
1

-5 0

Sumber: BPS dan CEIC

Sementara itu, di kuartal IV 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia


ditopang oleh seluruh sektor. Namun, pertumbuhan paling kecil
dialami oleh sektor Pertambangan dan Penggalian, tercatat sebesar
0,48%. Di kuartal IV 2012, terdapat 6 sektor yang memiliki
pertumbuhan melebihi angka pertumbuhan PDB yang tumbuh
sebesar 6,11% seperti sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang
tumbuh 9,63%, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh
7,80%, sektor Konstruksi dan Pengolahan masing-masing tumbuh
sebesar 7,79%, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
tumbuh 7,66%, serta sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh
sebesar 7,25%.

Meski laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, kondisi


ketenagakerjaan Indonesia pada Agustus 2012 menunjukkan
keadaan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi
ketenagakerjaan periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh
tingkat pengangguran yang semakin menurun. Tingkat
pengangguran Indonesia pada bulan Agustus 2012 menurun
dibandingkan dengan tingkat pengangguran Indonesia pada bulan
Februari 2012. Pada bulan Agustus 2012 tingkat pengangguran
Indonesia sebesar 7,24 juta atau 6,14%, sedangkan pada bulan
Februari 2012 sebesar 7,61 juta atau 6,32%. Tingkat pengangguran
Indonesia pada bulan Agustus 2012 juga lebih rendah jika
dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada bulan yang sama
tahun sebelumnya tercatat mencapai 6,56%. Turunnya tingkat

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


3
Indonesian Economic Review and Outlook

3,56%. Andil inflasi Februari 2013 (YoY) didominasi oleh harga yang
bergejolak yaitu sebesar 11,02%, harga diatur pemerintah 2,91 %, dan
komponen inti 4,29%.

Inflasi Februari 2013 dipengaruhi inflasi umum yang tercatat


mencapai 0,75%, inflasi inti 0,30%, harga diatur pemerintah 0,72%,
dan harga bergejolak 2,32%. Tingginya harga diatur pemerintah
memperlihatkan pengaruh kenaikan tariff dasar listrik. Dengan
demikian, inflasi tahun kalender (Januari – Februari 2013) tercatat
sebesar 1,79%, dan tingkat inflasi komponen inti tercatat sebesar
0,66%.

Gambar 4: Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian Indonesia, 2009 – 2012, (dalam %, YoY)


Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik, likuiditas perekonomian juga
mengalami perlambatan
(%) M1 M2
(%)
25 25

20 20

15 15

10 10

5 5

0 0

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2009 – 2013* (dalam %, YoY)


Tingginya inflasi Februari 2013 merupakan imbas dari kebijakan yang diterapkan pemerintah
UMUM INTI HARGA DIATUR PEMERINTAH BERGEJOLAK
(%)
20

15

11.02
10

5.31
5 4.29

2.91
0

-5

-10

Sumber : BPS dan CEIC

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


5
Perkembangan Moneter

Gambar 3: Tingkat Penggangguran Indonesia, 2005 – 2012


Tingkat pengangguran Indonesia menurun dari tahun ke tahun
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Tingkat Pengangguran (%)
(%)
80
68.020 67.600 67.830 67.720 69.960 68.340 69.660 67.880
66.790 66.740 66.160 66.600 66.990 67.330 67.180 67.230
70

60

50

40

30

20

10 10.260 11.240 10.450 10.280 9.750 9.110 8.460 8.390 8.140 7.870 7.410 7.140 6.800 6.560 6.320 6.140
0
Feb-05 Agust-05 Feb-06 Agust-06 Feb-07 Agust-07 Feb-08 Agust-08 Feb-09 Agust-09 Feb-10 Agust-10 Feb-11 Agust-11 Feb-12 Agust-12

Sumber: BPS dan CEIC

pengangguran Indonesia, nampaknya juga didukung oleh


persentase jumlah angkatan kerja Indonesia yang menurun pada
bulan Agustus 2012. Pada bulan Agustus 2012 persentase angkatan
kerja Indonesia adalah 67,88% menurun dari Februari 2012 yaitu
69,66%.

II. Perkembangan Moneter


A. Jumlah Uang Beredar
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik,
likuiditas perekonomian juga mengalami perlambatan. Pada
Desember 2012, pertumbuhan M2 menurun menjadi 14,9% (YoY)
dibandingkan dengan Desember 2011 yang tercatat sebesar 16,4%
(YoY). Sebagaimana halnya dengan pertumbuhan M2, pertumbuhan
M1 juga menurun menjadi 16,4% (YoY) pada Desember 2012
dibandingkan dengan Desember 2011 yang mencapai 19,4% (YoY).
Perlambatan pertumbuhan likuiditas perekonomian (M1 dan M2)
tersebut disebabkan oleh sumbangan giro rupiah yang menurun
akibat dari perlambatan kredit yang sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi domestik dari 6,5% pada tahun 2011 menjadi
6,23% pada tahun 2012.

B.Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi year on year (Februari 2013 terhadap Februari 2012)
tercatat sebesar 5,31%, meningkat signifikan dibandingkan inflasi
pada bulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


4
Perkembangan Moneter

Kenaikan inflasi pada Februari 2013 dipicu oleh tiga faktor. Pertama,
berasal dari naiknya harga-harga kebutuhan masyarakat khususnya
bahan pangan akibat pengaruh cuaca dan banjir di sebagian wilayah
Indonesia. Cuaca yang buruk terjadi belakangan ini dan banjir di
beberapa wilayah Indonesia menyebabkan terhambatnya distribusi
dan transportasi barang-barang kebutuhan di masyarakat.

Selain itu, komponen pendorong naiknya inflasi Februari 2013 juga


tercatat dari kebijakan pemerintah yang menerapkan naiknya tarif
dasar listrik dan naiknya upah minimum provinsi yang mulai
berlaku Januari 2013.

Faktor ketiga adalah dampak dari kebijakan pemerintah terkait


pembatasan impor hortikultura yang memicu kenaikan harga sayur-
mayur dan buah-buahan. Sebagaimana diketahui, pemerintah
melalukan pelarangan impor terhadap beberapa produk
hortikultura yang mulai berlaku efektif Januari 2013. Hal tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No 60 Tahun 2012 tentang
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang
ditandatangani 24 September 2012 dan Peraturan Menteri
Perdagangan No 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura yang ditandatangani 21 September 2012. Adapun tiga
belas jenis hortikultura impor yang tidak diperkenankan beredar di
pasar domestik dalam jangka waktu Januari – Juni 2013 adalah
kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, durian, pisang, melon, pepaya,
mangga, bunga krisan, bunga anggrek, dan bunga heliconia.

Gambar 6: Tingkat Inflasi Tahun 2009 - 2013* Menurut Kelompok Pengeluaran (dalam %, MoM)
Bahan makanan memicu inflasi Februari 2013
UMUM BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
(%)
6

-1

-2

-3

Sumber : BPS dan CEIC

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


6
Indonesian Economic Review and Outlook

Tabel 1: Perbandingan Inflasi di 66 Kota di Indonesia, Februari 2013 (dalam %, MoM)


Berdasarkan perbandingan diantara 66 kota, laju inflasi Februari 2013 tertinggi terjadi di Jayapura
sebesar 3,15%, sedangkan inflasi terendah terjadi di Sibolga, tercatat sebesar 0,12%.
In fla s i (% ) I n f la s i ( % ) In fla s i (% )
P U LA U SU M A TER A P U L A U JA W A D I L U A R P U L A U S U M A T E R A D A N JA W A
F e b -1 3 Fe b -1 3 F e b -1 3
BAND A ACEH 0 .3 0 D K I JA K A R T A 0 .6 5 B A L IK P A P A N 0 .5 4
BAND AR LAM PU N G 0 .7 3 D I YO G YAKARTA 0 .9 3 S A M A R IN D A 0 .6 8
BATAM 0 .5 4 JE M B E R 0 .9 5 TARAKAN 0 .2 8
BEN G KU LU 0 .6 9 K E D IR I 0 .9 4 PA LA N G KA R A YA -0 .1 0
DUM AI 0 .4 1 M A D IU N 0 .7 5 S A M P IT -0 .0 1
JA M B I 0 .5 2 M ALAN G 0 .8 8 P O N T IA N A K 1 .0 4
LH O K SEU M A W E 1 .7 8 P R O B O L IN G G O 0 .8 6 S IN G K A W A N G 0 .8 7
M EDAN 0 .8 0 SU M EN EP 1 .0 0 B A N JA R M A S IN 0 .4 3
PADANG 0 .6 3 SU RABAYA 1 .0 3 D ENPASAR 1 .1 9
P A D A N G S ID E M P U A N 0 .3 0 PU RW O KERTO 0 .4 0 KUPANG 0 .5 6
PA LEM BA N G 0 .7 1 SEM ARANG 0 .9 0 M AUM ERE -0 .9 2
P A N G K A L P IN A N G 1 .1 9 SU RAKARTA 1 .0 3 B IM A 1 .0 0
PEKAN BARU 0 .5 6 TEG A L 0 .2 3 M ATARAM 1 .0 1
P E M A T A N G S IA N T A R 1 .1 6 BANDUNG 1 .0 3 M A M U JU 0 .2 5
S IB O L G A 0 .1 2 B EKA SI 0 .6 7 PA LU 0 .5 8
T A N JU N G P IN A N G 0 .8 2 BOGOR 0 .5 7 M ANADO 1 .3 0
C IR E B O N 0 .5 8 PA LO PO 0 .7 0
D EPO K 0 .7 2 P A R E -P A R E 0 .6 7
SU KABU M I 0 .9 3 U JU N G P A N D A N G 0 .7 3
T A S IK M A L A Y A 1 .0 0 W ATAM PO N E 0 .5 1
C IL E G O N 1 .2 3 KENDARI -0 .1 0
SERAN G 1 .1 0 G O RO N TA LO -0 .0 6
TAN G ERAN G 1 .0 2 AM BON -2 .2 9
TERN ATE 0 .8 9
JA Y A P U R A 3 .1 5
M ANO KW ARI 0 .5 6
SO RO N G 1 .0 9

Sumber : BPS dan CEIC

Sementara itu, berdasarkan perbandingan inflasi di 66 kota tercatat


60 kota mengalami inflasi dan 6 kota mengalami deflasi pada
Februari 2013. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 3,15% dan
terendah terjadi di Sibolga tercatat sebesar 0,12%. Sedangkan deflasi
tertinggi terjadi di Ambon sebesar 2,29% dan terendah di Sampit
sebesar 0,01%.

Untuk wilayah di pulau Sumatera, pada Februari 2013 dari 16 kota


semuanya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di
Lhokseumawe tercatat sebesar 1,78% dan terendah di Sibolga
sebesar 0,12%. Sementara itu, untuk periode yang sama di wilayah
pulau Jawa seluruh kota yang berjumlah 23 kota, semuanya
mengalami inflasi. Inflasi Februari 2013 tertinggi terjadi di Cilegon
sebesar 1,23% dan terendah terjadi di Tegal sebesar 0,23%. Untuk
wilayah di luar pulau Jawa dan Sumatera, pada Februari 2013 dari 27
kota tercatat 21 kota mengalami inflasi dan sisanya mengalami
deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura, tercatat sebesar 3,15% dan
terendah terjadi di Mamuju sebesar 0,25%. Sedangkan pada Februari
2013 di wilayah ini deflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 2,29%
dan terendah terjadi di sampit sebesar 0,01%.

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


7
Perkembangan Moneter

C.Tingkat Suku Bunga


Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku
bunga acuan BI (BI Rate) pada Maret 2013 di level 5,75%. Ini berarti
sudah lebih dari 12 bulan bank sentral mempertahankan BI rate sejak
febuari 2012. Tingkat suku bunga tersebut dinilai BI masih konsisten
dengan tekanan inflasi yang terkendali yaitu 4,5% plus minus 1
untuk 2013 - 2014. Terakhir BI rate berubah pada 9 Febuari 2012,
tepatnya dari 6% menjadi 5,75%.

Seperti halnya BI rate, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga


mempertahankan tingkat bunga penjaminan. LPS memandang
tingkat bunga saat ini masih sejalan dengan kondisi perekonomian
dan perbankan sehingga tingkat bunga penjaminan untuk simpanan
dalam mata uang rupiah di bank umum dipertahankan sebesar
5,50% pada Februari 2013. Sementara itu, BI menaikkan suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tenor 9 bulan pada Februari
2013 menjadi 4,86% dari posisi bulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 4,84%.

D. Cadangan Devisa
Cadangan devisa Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup
besar di awal tahun 2013. Sampai akhir Januari 2013, cadangan
devisa RI melorot USD 4 milyar menjadi USD 108,78 milyar dari USD
112 milyar di akhir Desember 2012. Penurunan cadangan devisa
pada awal tahun 2013 ini disebabkan karena kebutuhan terhadap
pasokan valuta asing di dalam negeri cukup besar. Cadangan devisa
per akhir Januari 2013 setara dengan 5,9 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah.

E. Nilai Tukar dan Harga Saham


Dilihat secara point to point, pada Februari 2013 nilai tukar rupiah
sedikit menguat ke level IDR 9667 per USD dari posisi akhir bulan
sebelumnya IDR 9698 per USD. Meskipun demikian, pergerakan
rupiah di bulan Februari 2013 dibandingkan bulan yang sama tahun
sebelumnya menunjukkan pelemahan. Melemahnya rupiah dipicu
oleh masih tingginya permintaan valuta asing domestik di tengah
pasokan yang terbatas. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan di
pasar valas domestik. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga
disebabkan oleh meningkatnya tekanan terhadap kinerja transaksi

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


8
Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 7 : Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan,


Tahun 2009 - 2013* (dalam %)
Sudah lebih dari 1 tahun BI Rate bertengger pada angka 5,75%

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2009 - 2013* (dalam USD Milyar)
Cadangan devisa Indonesia melorot drastis sebesar USD 4 Miliar di awal tahun 2013
(US D M ilyar ) In te r n atio n al R e se r v e s

140

120

100

80

60

40

20

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2009 - 2013*


Pergerakan rupiah masih dibayangi sentiment negatif dari pasar global. Kekhawatiran akan belum
pulihnya ekonomi global memicu investor meninggalkan aset-aset yang dianggap berisiko dan
cenderung memilih untuk memburu dolar.
IDX IDR per USD (RHS)

6000 14000

4795,79 12000
5000

10000
4000
9667

8000

3000

6000

2000
4000

1000
2000

0 0

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


9
Perkembangan Keuangan Pemerintah

berjalan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang masih


terbatas dan impor yang masih tinggi, sejalan dengan masih kuatnya
permintaan domestik.

Pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang


menciptakan sentimen negatif. Kekhawatiran terhadap dampak
pengetatan kebijakan fiskal Amerika Serikat, kelangsungan program
stimulus ekonomi oleh The Fed, serta masih tingginya
ketidakpastian prospek penanganan krisis Eropa dan kondisi
ekonomi makro Eropa yang masih lemah menyebabkan masih
rentannya proses pemulihan ekonomi global. Selain itu, masih
rendahnya harga komoditas internasional yang menjadi basis utama
ekspor Indonesia ikut menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi
perkembangan rupiah.

Sementara itu pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di


bulan Februari 2013 menunjukkan penguatan dibandingkan
posisinya di awal tahun. Pada akhir bulan Februari 2013 IHSG
bergerak di kisaran perdagangan di level 4795 meningkat dibanding
bulan sebelumnya yang hanya mencapai level 4453, atau tumbuh
sebesar 7,7%.

III. Perkembangan Keuangan Pemerintah


Realisasi kondisi makro pada akhir tahun 2012 tampak berbeda
dengan asumsi yang menjadi acuan pada APBN-P 2012. Situasi
ekonomi nasional dan global yang masih tidak menentu
menyebabkan perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh
6,2%, berada dibawah asumsi yang dipatok pada APBN-P 2012 yaitu
sebesar 6,5%. Hal ini disebabkan oleh defisit neraca perdagangan
pada tahun 2012. Demikian juga hingga akhir 2012 realisasi
penyerapan anggaran tidak mencapai target yaitu sebesar 95,6%.

Asumsi APBN 2013 dinilai terlalu optimis dengan mematok


pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% jika melihat kondisi pada tahun
2012. Tema APBN 2013 yang diusung oleh pemerintah adalah
“memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan perluasan
kesejahteraan rakyat”, pada dasarnya pemerintah bertujuan untuk
meningkatkan daya saing dan daya tahan perekonomian domestik.
Namun mengingat perkembangan global yang masih tidak menentu
membuat target pemerintah sulit untuk dicapai.

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


10
Indonesian Economic Review and Outlook

Tabel 2: APBN 2012 dan 2013


Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 berada dibawah target

Sumber: Kementrian Keuangan

Tabel 3: Belanja Pemerintah Pusat 2012-2013 (IDR Trilyun)


Belanja pemerintah pusat didominasi oleh subsidi dan belanja pegawai

Sumber: Kementrian Keuangan

Realisasi pertumbuhan ekonomi salah satunya dapat didorong


dengan meningkatkan belanja modal, pada APBN 2013 belanja
modal meningkat 21,3% dibandingkan dengan APBN 2012.
Diharapkan belanja modal dapat diserap dengan baik sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Subsidi masih
memiliki porsi besar pada APBN 2013, yaitu 27,5% dari total belanja
pemerintah pusat. Disamping itu, belanja subsidi APBN 2013

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


11
Perkembangan Keuangan Pemerintah

Tabel 4: Subsidi APBN 2013 (IDR Trilyun)


Beban pemerintah pusat terhadap subsidi BBM terus meningkat

Sumber: Kementrian Keuangan

Gambar 10: Defisit Primer (IDR Trilyun)


Pada APBN 2013, defisit primer diperkirakan kembali terjadi

Sumber: Kementrian Keuangan

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


12
Indonesian Economic Review and Outlook

meningkat cukup besar dibandingkan dengan APBN 2012, yaitu dari


IDR 208,9 trilyun menjadi IDR 317,2 trilyun atau mengalami
peningkatan sebesar 51,9%. Belanja pemerintah untuk bantuan
sosial juga mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu sebesar
54,1% dari IDR 47,8 triliun pada APBN 2012 meningkat menjadi IDR
73,6 trilyun pada APBN 2013.

Subsidi non energi pada APBN 2013 mengalami perubahan sebesar


5,4% dibandingkan dengan APBN 2012. Perubahan tersebut
disebabkan oleh peningkatan pada beberapa pos APBN 2013
dibandingkan dengan APBN 2012, seperti subsidi pangan sebesar
10,2%, subsidi pajak sebesar 14,9%, dan subsidi benih yang
meningkat lebih dari empat kali lipat. Masyarakat dan seluruh
stakeholder perlu ikut dalam mengawasi berbagai anggaran
khususnya sosial dan subsidi yang rawan disalahgunakan
mengingat 2013 sudah memasuki tahun politik agar penggunaan
anggaran yang tidak sesuai dengan tujuan dapat dihindari.

Pemerintah perlu mewaspadai defisit neraca keseimbangan primer


APBN yang berisiko mengganggu kesehatan fiskal akibat beban
bunga utang yang harus ditututup dengan pokok utang baru. Defisit
primer pada APBN 2012 tercatat sebesar IDR 72,32 trilyun dan
perkiraan realisasinya sebesar IDR 78,92 trilyun, sedangkan pada
tahun 2011 masih surplus IDR 8,86 trilyun. Pada APBN 2013 defisit
primer direncanakan sebesar IDR 40,09 trilyun. Defisit primer
terjadi akibat dari penerimaan negara yang tidak optimal dan
besarnya belanja negara, terutama akibat beban subsidi dan belanja
pegawai. Krisis dunia dan turunnya daya saing Indonesia menjadi
salah satu penyebab penerimaan negara tidak optimal. Pemerintah
perlu meningkatkan penerimaan negara dan meningkatkan kualitas
belanja negara sehingga dapat dikendalikan untuk menghindari
defisit primer pada anggaran mendatang.

IV. Perkembangan Fiskal


Secara umum, nilai utang luar negeri total dan swasta meningkat.
Nilai utang luar negeri swasta kuartal IV 2012 mencapai USD 125.081
juta meningkat sebesar USD 1.811 juta dari kuartal sebelumnya
sebesar USD 123.270 juta dan meningkat sebesar USD 18.349 juta dari
kuartal yang sama tahun sebelumnya. Nilai total utang luar negeri
Indonesia kuartal IV 2012 sebesar USD 251,2 milyar meningkat

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


13
Perkembangan Fiskal

Gambar 11: Komponen Utang Luar Negeri Pemerintah dan Swasta


Utang LN Swasta yang terus meningkat perlu diwaspadai

Sumber: BPS, Bank Indonesia, dan CEIC

sebesar USD 7,3 milyar dari kuartal sebelumnya USD 243,91 milyar
dan meningkat sebesar USD 25,825 milyar dari kuartal yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar USD 225,3 milyar. Nilai utang luar
negeri pemerintah kuartal IV 2012 sebesar USD 116,2 milyar
meningkat sebesar USD 1.150 juta dari kuartal sebelumnya sebesar
USD 115,037 milyar dan meningkat sebesar USD 3.760 juta dari
kuartal yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 112,43 milyar.
Sedangkan rasio nilai total utang luar negeri Indonesia terhadap PDB
secara umum menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke
tahun. Pada kuartal IV tahun 2012 sebesar 28,60% naik 2,91% dari
kuartal sebelumnya sebesar 25,7% dan meningkat sebesar 1,97% dari
kuartal yang sama tahun sebelumnya. Utang pemerintah dan swasta
mengalami peningkatan. Di samping nilai utang yang meningkat
perlu juga diperhatikan penggunaan utang tersebut.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB menunjukkan tren menurun.


Utang pemerintah sebesar IDR 1.975 trilyun hingga Desember 2012
atau tercatat 23,96% dari PDB turun sebesar 0,39% dibandingkan

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


14
Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 12: Total Utang Pemerintah dan Rasionya Terhadap PDB


Nilai utang pemerintah terus naik meski rasionya terhadap PDB turun

Sumber: Kementerian Keuangan dan CEIC

rasio utang tahun 2011 sebesar 24,35% yang dihitung dari PDB tahun
2011. Meski demikian nilai utang pemerintah hingga tahun 2012
semakin meningkat. Namun dengan PDB yang diperkirakan
meningkat lebih besar, rasio utang pemerintah diharapkan semakin
mengecil.

Total Surat Berharga Negara (SBN) outstanding pada bulan Januari


mencapai IDR 1.374,16 trilyun meningkat sebesar IDR 13,06 trilyun
dibandingkan dengan SBN outstanding pada bulan Desember 2012
yang mencapai IDR 1.361,1 trilyun. SBN outstanding tahun 2012 telah
meningkat sebesar IDR 173,445 trilyun dari tahun 2011. Komposisi
terbesar adalah obligasi dengan fixed rate sebesar IDR 625,093 trilyun.
Surat Perbendaharaan Negara (SPN/Treasury Bill) pada Januari 2013
sebesar IDR 21,27 trilyun menunjukkan tren penurunan dari
Desember 2012 sebesar IDR 1,55 trilyun dan dari Januari 2012 sebesar
IDR 12,83 trilyun. Penurunan juga terjadi pada obligasi negara
dengan variable rate. Sedangkan obligasi negara dengan kupon tetap
menunjukkan tren yang meningkat. Pada Januari 2013 sebesar IDR

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


15
Perkembangan Fiskal

Gambar 13 : Komposisi Surat Berharga Negara


Obligasi fixed rate tetap dominan

Sumber: Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan CEIC


Gambar 14 : Kepemilikan Asing atas Surat Berharga Pemerintah
Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah tzurut meningkat

Sumber: BAPPEPAM, Bank Indonesia, dan CEIC

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


16
Indonesian Economic Review and Outlook

625,093 trilyun naik sebesar IDR 14,7 trilyun dari Desember 2012 dan
naik sebesar IDR 100,132 trilyun dari awal tahun 2012.

Secara umum nilai total kepemilikan asing atas surat-surat portfolio


obligasi pemerintah dan SBI meningkat. Kepemilikan asing atas
obligasi pemerintah meningkat, sedangkan kepemilikan asing atas
SBI cenderung menurun. Pada Januari 2012 nilai total kepemilikan
asing atas SBI dan obligasi pemerintah sebesar IDR 243,61 trilyun.
Pada Januari 2013 nilai total kepemilikan asing atas portfolio di
Indonesia sebesar IDR 273,35 trilyun, meningkat sebesar IDR 2.420
milyar dari Desember 2012 dan meningkat sebesar IDR 29,740 trilyun
dari Januari 2012. Nilai Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah
pada Januari 2013 sebesar IDR 273,2 trilyun, meningkat sebesar IDR
2,68 trilyun dari Desember 2012 dan meningkat sebesar IDR 37,23
trilyun dari Januari 2012. Nilai kepemilikan asing atas SBI pada
Januari 2013 sebesar IDR 150 milyar, turun sebesar IDR 260 milyar
dari Desember 2012 dan menurun drastis dari Januari 2012 sebesar
IDR 7,49 trilyun. Hal ini disebabkan penerapkan kebijakan 6 months
holding period oleh BI yang mengatur minimum jangka waktu
kepemilikan SBI sebelum dapat ditransaksikan kepada pihak lain
sejak tanggal 13 Mei 2011 dari yang semula 1 bulan (28 hari kalender)
menjadi 6 bulan (182 hari kalender).

V. Internasional
Neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2012 mengalami defisit
sebesar USD 1,7 milyar, memburuk dibandingkan dengan kinerja
neraca perdagangan tahun 2011 yaitu surplus USD 26,1 milyar.
Memburuknya kinerja neraca perdagangan tahun 2012 ini
disebabkan oleh menurunnya kinerja neraca perdagangan migas
dari surplus USD 0,8 milyar di tahun 2011 menjadi defisit USD 5,6
milyar pada taun 2012. Selain itu, menurunnya surplus neraca
perdagangan non migas dari USD 25,3 milyar pada tahun 2011
menjadi USD 4 milyar pada tahun 2012 juga mendukung
memburuknya neraca perdagangan Indonesia di tahun 2012.

Kinerja neraca perdagangan Indonesia mengalami sedikit perbaikan


pada Januari 2013 dibandingkan dengan Desember 2012. Defisit
neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2013 sebesar USD 0,17
milyar menurun dibandingkan pada defisit neraca perdagangan
pada Desember 2012 yaitu USD 0,19 milyar. Penurunan defisit neraca
perdagangan pada Januari 2013 ini disebakan oleh penurunan nilai

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


17
Perkembangan Internasional

Gambar 15: Neraca Perdagangan Indonesia, Januari 2008 - Januari 2013


Defisit neraca perdagangan masih terus berlangsung

Sumber: BPS dan CEIC

impor dari USD 15,58 milyar pada Desember 2012 menjadi USD 15,55
milyar pada Januari 2013.

Jika dibandingkan dengan bulan Januari tahun 2012, maka kinerja


neraca perdagangan Indonesia bulan Januari 2013 mengalami
penurunan. Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2012
surplus USD 1,02 milyar, menurun menjadi defisit USD 0,17 milyar
pada Januari 2013. Defisit neraca perdagangan pada Januari 2013
disebabkan oleh nilai impor yang meningkat dari USD 14,55 milyar
pada Januari 2012 menjadi USD 15,55 milyar pada Januari 2013,
disamping kinerja ekspor pada Januari 2013 yang menurun sebesar
1,24% dibanding Januari 2012. Hal ini menunjukkan bahwa
pelemahan perekonomian global masih memukul ekspor Indonesia.

Neraca perdagangan migas Indonesia mengalami defisit sebesar


USD 5,6 milyar pada tahun 2012, menurun drastis dari neraca
perdagangan migas pada tahun 2011 yaitu surplus USD 0,8 milyar.
Defisit neraca perdagangan migas pada tahun 2012 ini disebabkan
antara lain oleh melonjaknya nilai impor dari yang sebelumnya USD
40,7 milyar di tahun 2011 meningkat menjadi USD 42,6 milyar pada
tahun 2012. Disamping itu, nilai ekspor migas yang menurun dari
USD 41,5 milyar di tahun 2011 menjadi USD 37 miliar pada tahun
2012 juga turut mendukung defisit neraca perdagangan migas tahun
2012.

Pada Januari 2013, kinerja neraca perdagangan migas terus


mengalami penurunan. Defisit neraca perdagangan migas pada

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


18
Indonesian Economic Review and Outlook

Januari 2013 sebesar USD 1,43 milyar, meningkat dari defisit neraca
perdagangan migas pada Desember 2012 yaitu USD 0,74 milyar.
Peningkatan defisit neraca perdagangan migas pada Januari 2013
disebabkan oleh nilai impor migas yang meningkat sebesar 9% dari
Desember 2012.

Jika dibandingkan dengan neraca perdagangan migas pada Januari


2012, maka kinerja neraca perdagangan migas pada Januari 2013
mengalami penurunan yang signifikan. Kinerja neraca perdagangan
migas menurun dari surplus USD 0,12 milyar pada Januari 2012
menjadi defisit USD 1,43 milyar pada Januari 2013. Penurunan
kinerja neraca perdagangan migas pada Januari 2013 ini disebabkan
oleh menurunnya nilai ekspor migas dari USD 3,14 milyar pada
Januari 2012 menjadi USD 2,61 milyar pada Januari 2013.
Menurunnya kinerja perdagangan migas juga disebabkan oleh
melonjaknya nilai impor migas dari USD 3,02 milyar pada Januari
2012 menjadi USD 4,04 milyar pada Januari 2013.

Surplus neraca perdagangan non migas Indonesia mengalami


penurunan dari USD 25,3 milyar pada tahun 2011 menjadi USD 4
milyar pada tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh nilai impor non
migas yang melonjak dari USD 136,7 milyar pada tahun 2011
menjadi USD 149 milyar pada tahun 2012 dan turunnya nilai ekspor
non migas dari USD 162 milyar di tahun 2011 menjadi USD 153
milyar di tahun 2012. Melonjaknya nilai impor non migas dan
menurunnya nilai ekspor non migas yang menyebabkan surplus
neraca perdagangan non migas menurun di tahun 2012.

Gambar 16: Ekspor-Impor Migas Indonesia, Januari 2008 - Januari 2013


Defisit neraca perdagangan migas kembali meningkat

Sumber: BPS dan CEIC

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


19
Perkembangan Internasional

Kinerja Neraca perdagangan non migas tercatat masih mengalami


surplus pada Januari 2013. Terjadi perbaikan kinerja neraca
perdagangan non migas dari yang semula surplus USD 0,55 milyar
pada Desember 2012 menjadi surplus USD 1,25 milyar pada bulan
Januari 2013. Perbaikan kinerja neraca perdagangan non migas pada
Januari 2013 ini antara lain disebabkan oleh penurunan nilai impor
non migas dan peningkatan nilai ekspor non migas pada Januari
2013.

Dibandingkan dengan bulan Januari 2012, kinerja neraca


perdagangan non migas mengalami peningkatan pada Januari 2013.
Surplus neraca perdagangan non migas meningkat dari USD 0,89
milyar pada bulan Januari 2012 menjadi USD 1,25 milyar pada bulan
Januari 2013. Peningkatan surplus neraca perdagangan non migas ini
disebabkan oleh kinerja ekspor non migas yang meningkat dari USD
12,43 milyar pada bulan Januari 2012 menjadi USD 12,76 milyar pada
bulan Januari 2013.

Pada kuartal IV-2012 terjadi kenaikan defisit transaksi berjalan


sebesar 45,5%dari kuartal sebelumnya. Defisit transaksi berjalan
Indonesia tercatat USD 7,8 milyar pada kuartal IV tahun 2012,
meningkat dibandingkan defisit transaksi berjalan pada kuartal III
tahun 2012 yaitu USD 5,3 milyar. Penyebab kenaikan defisit transaksi
berjalan tersebut adalah menurunnya surplus neraca perdagangan
barang sebagai dampak dari menurunnya surplus neraca
perdagangan non migas. Hal ini disebabkan oleh ekspor non migas
yang tidak banyak mengalami peningkatan disaat impor non migas
meningkat.
Gambar 17: Ekspor-Impor Non-migas Indonesia, Januari 2008 - Januari 2013
Surplus neraca perdagangan non migas terus meningkat

Sumber: BPS dan CEIC

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


20
Indonesian Economic Review and Outlook

Gambar 18: Transaksi Berjalan Indonesia, 2006:Q1 – 2012:Q4


Defisit transaksi berjalan meningkat

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC

Untuk keseluruhannya di tahun 2012 ini, transaksi berjalan


mengalami defisit sebesar USD 24,2 milyar. Kinerja transaksi
berjalan pada tahun 2012 dinilai lebih buruk dibandingkan tahun
2011 yang surplus USD 1,7 milyar. Defisit transaksi berjalan pada
2012 ditopang oleh penurunan surplus neraca perdagangan barang
yang cukup signifikan disamping defisit neraca perdagangan jasa
dan pendapatan.

Surplus transaksi modal dan finansial meningkat dari USD 6,0


milyar pada kuartal III-2012 menjadi USD 11,4 milyar pada kuartal
IV-2012. Kenaikan surplus kuartal IV-2012 hampir dua kali lipat dari
surplus kuartal sebelumnya. Peningkatan surplus ini ditopang oleh
surplus investasi lainnya yang semula defisit USD 0,8 milyar pada
kuartal III-2012 menjadi surplus USD 6,7 miliar pada kuartal IV-
2012. Peningkatan investasi lainnya ini disebabkan oleh terjadinya
penarikan simpanan domestik di luar negeri, kenaikan simpanan
non residen pada perbankan domestik, dan kewajiban investasi
lainnya di sektor publik yang meningkat. Selain itu, masih derasnya
arus masuk investasi langsung asing juga turut menopang
peningkatan surplus transaksi modal dan finansial kuartal IV-2012.
Derasnya aliran masuk dana asing ini mencerminkan sentimen
positif perekonomian domestik.

Secara keseluruhan tahun 2012, transaksi modal dan finansial


menunjukkan kenaikan surplus sebesar 83,6% yaitu dari USD 13,6
milyar pada tahun 2011 menjadi USD 24,9 milyar pada tahun 2012.

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


21
Perkembangan Internasional

Kenaikan surplus ini ditopang oleh peningkatan surplus investasi


portfolio dan investasi langsung, serta surplus investasi lainnya
yang semula defisit di tahun 2011.

Surplus neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan


pada kuartal IV-2012 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Pada kuartal IV-2012 surplus neraca pembayaran sebesar USD 3,2
milyar, meningkat dari surplus neraca pembayaran kuartal III-2012
yaitu USD 0,8 milyar. Peningkatan surplus neraca pembayaran ini
ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang
meningkat di kuartal IV-2012.

Gambar 19: Transaksi Modal dan Finansial, 2006:Q1 – 2012:Q4


Transaksi modal dan finansial meski volatilitasnya tinggi namun surplusnya cenderung meningkat

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 20: Neraca Pembayaran, 2006:Q1 – 2012:Q4


Neraca pembayaran yang defisit mulai surplus lagi

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


22
Indonesian Economic Review and Outlook

Kinerja neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan pada


tahun 2012 menurun dibandingkan pada tahun sebelumnya. Pada
tahun 2011 neraca pembayaran Indonesia tercatat surplus USD 11,9
milyar, jauh lebih besar dibandingkan dengan surplus neraca
pembayaran pada tahun 2012 yang hanya sebesar USD 0,2 milyar.
Penurunan surplus neraca pembayaran ini disebabkan oleh defisit
transaksi berjalan yang cukup besar di tahun 2012 yaitu USD 24,2
milyar. Namun, defisit transaksi berjalan ini diimbangi oleh surplus
transaksi modal dan finansial yang meningkat pesat sehingga neraca
pembayaran Indonesia di tahun 2012 masih mengalami surplus
sebesar USD 0,2 milyar.

VI. GAMA Leading Economic Indicator


Siklus bisnis Indonesia yang didekati dengan menggunakan data
kuartalan PDB Indonesia tahun 2000 – 2012 menunjukan pergerakan
yang cukup fluktuatif. Gerakan siklus bisnis PDB ini dapat
diprediksikan dengan GAMA Leading Economic Indicator (GAMA
LEI). LEI ini mampu memprediksi titik balik dari suatu siklus bisnis
perekonomian.

Pada saat krisis ekonomi global 2008, sinyalemen dari titik balik LEI
pada kuartal III 2007 ini mampu memprediksi adanya penurunan
kinerja perekonomian Indonesia pada kuartal III 2008. Selanjutnya,
sinyal titik balik LEI pada kuartal I 2009 mampu memprediksi
adanya peningkatan kinerja perekonomian pada kuartal IV 2009.

LEI pada kuartal II 2012 menunjukan titik balik yang kemudian


diikuti dengan adanya penurunan ataupun titik balik pada

Gambar 21 : GAMA Leading Economic Indicator

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


23
Proyeksi Indikator Ekonomi Makro

pergerakan siklus bisnis di kuartal III 2012. LEI ini cenderung terus
menurun hingga penghujung akhir kuartal IV 2012 yang berarti ada
gejala perlambatan perekonomian Indonesia.

Pada awal kuartal I 2013, diprediksikan siklus bisnis atau kinerja


perekonomian Indonesia ada kecenderungan melambat. Hal ini
terjadi karena proyeksi atau sinyal dari LEI belum menunjukan titik
balik yang menyebabkan perekonomian bergerak ke arah lebih baik
semenjak kuartal IV 2012. Diharapkan dengan adanya sinyal LEI
yang masih menurun di akhir tahun 2012, para pembuat kebijakan
dan swasta mampu menentukan strategi untuk menopang serta
meredam perlambatan perekonomian di awal hingga pertengahan
tahun 2013.

VII. Proyeksi Indikator Ekonomi Makro


Hasil survey yang melibatkan beberapa responden yang merupakan
dosen-dosen dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
memberikan gambaran perkiraan pertumbuhan PDB, inflasi, dan
nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika, dari Q1 2013 hingga
Tahun 2014. Perkiraan pertumbuhan PDB riil YoY secara umum
tidak optimis. Untuk periode triwulan I dan II tahun 2013
pertumbuhan PDB riil seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dari survey
sebesar masing-masing 6,17% dan 6,21%. Perkiraan pertumbuhan
PDB untuk tahun 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 6,32% dan
6,3%. Perkiraan inflasi YoY secara umum meningkat. Perkiraan
untuk periode triwulan I dan II tahun 2013 seperti ditunjukkan pada
Tabel 6 yang didapat dari survey sebesar masing-masing 4,46% dan
4,52%. Perkiraan inflasi untuk tahun 2013 dan 2014 sebesar masing-
masing 4,67% dan 4,88%. Sedangkan perkiraan nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika untuk triwulan I dan II tahun 2013 sebesar
masing-masing IDR 9.738 dan IDR 9.776. Perkiraan nilai tukar untuk
tahun 2013 dan 2014 sebesar IDR 9.704 dan IDR 9.765

Tabel 5: Pertumbuhan dan Proyeksi PDB


Tahun 2013-2014

Keterangan: * = angka realisasi

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


24
Indonesian Economic Review and Outlook

Tabel 6: Inflasi dan Proyeksi


Tahun 2013-2014

Keterangan: * = angka realisasi


Tabel 7: Nilai Tukar dan Proyeksi
Tahun 2013-2014

Keterangan: * = angka realisasi

VIII. Isu Terkini: “Perekonomian Indonesia 2013:


Menuju Tahun Politik”
Oleh A. Tony Prasetiantono1
Tahun 2013 merupakan tahun krusial secara ekonomi-politik, karena
tahun depan akan menjadi tahun politik, di mana akan berlangsung
pemilihan umum legislatif dan pemilihan Presiden. Biasanya, tahun
semacam itu sering disebut the year of living dangerously. Namun
berani saya pastikan, tidak akan ada tahun kecemasan ekonomi dan
politik, hanya karena ada pemilihan umum.

Berkaca pada tahun pemilihan umum terakhir, 2009, perekonomian


Indonesia tumbuh 4,5%. Memang terjadi perlambatan, namun hal
itu tidak disebabkan oleh peristiwa politik, tetapi karena memang
terjadi krisis subprime mortgage secara global, yang berimbas
terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan pada saat itu hampir
semua negara emerging markets mengalami kontraksi, kecuali China,
India, dan Indonesia.

Lalu bagaimana dengan tahun politik 2014? Apakah akan terjadi


kecemasan yang mengganggu kinerja perekonomian Indonesia,
ataukah malah terjadi stimulus karena ada belanja partai-partai
politik dalam rangka kampanye?

1
A. Tony Prasetiantono, Ph.D. adalah dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Kepala Pusat Studi Ekonomi
dan Kenbnijakan Publik UGM

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


25
Isu Terkini

Menurut saya, belanja partai-partai dalam pemilu tidaklah besar.


Secara nominal, barangkali besar, namun tidak secara relatif
terhadap perekonomian nasional. Saat ini Produk Domestik Bruto
kita IDR 8.200 trilyun, dengan konsumsi rumah tangga (household
consumption) hanpir Rp 5.000 trilyun. Jika ada partai-partai yang
akan berkompetisi masing-masing memiliki belanja Rp 2 trilyun,
maka jumlah belannja 10 partai hanya Rp 20 trilyun. Jumlah ini
sangat tidak signifikan terhadap perekonomian makro.

Jadi, rasanya tidak bakal ada stimulus yang signifikan dari peristiwa
politik pemilu terhadap perekonomian nasional. Sentimen politik
justru terasa pada kebijakan fiskal. Ketika beban subsidi energi mulai
berlebihan, pemerintah justru belum berani menaikkan harga BBM
bersubsidi. Padahal, urgensinya sudah sedemikian tinggi.

Tekanan neraca perdagangan kita sudah benar-benar berat.


Bayangkan, pada 2011 kita masih menuai surplus USD 26 milyar
dalam setahun. Tapi pada 2012, angkanya terjun bebas menjadi
defisit USD 1,3 milyar. Tren negatif ini masih berlanjut pada Januari
2013, ketika neraca perdagangan masih mengalami defisit USD 174
juta. Jika dibuat rata-rata setahun, defisit perdagangan tahun ini
bakal berkisar USD 1,6 milyar hingga USD 2 milyar. Masalah yang
dihadapi masih sama: (1) harga komoditas primer turun; (2) impor
barang modal dan barang penolong (semi-finished goods) dan bahkan
bahan baku mentah (raw materials) naik seiring dengan
meningkatnya konsumsi rumah tangga domestik; serta (3) impor
minyak dan gas yang meningkat, karena lifting minyak turun dari
900.000 menjadi 830.000 barrel per hari.

Defisit perdagangan ini diperparah dengan defisit transaksi berjalan


(balance of current account). Defisit pada 2012 mencapai 3,6% terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar USD 28 milyar. Defisit ini
secara tradisional disebabkan oleh lemahnya sektor jasa Indonesia
dalam percaturan dunia. Sebagai contoh, transaksi perdagangan
kita dengan luar negeri selalu dikapalkan dengan jasa pengapalan
asing. Asuransi juga ditangani asing, sehingga kita harus membayar
devisa dalam jumlah besar. Karena itu, inisiatif untuk mendorong
transaksi perdagangan barang dari semula menggunakan sistem
FOB (free on board), di mana kita tidak mengurusi pengapalan dan
asuransi, menjadi CIF (cost of insurance and freight), akan membantu
menekan defisit. Namun ini bukan hal yang mudah dan

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


26
Indonesian Economic Review and Outlook

memerlukan banyak kesiapan untuk menjadikan sektor jasa logistik


dan asuransi kita kompetitif dalam peta global.

Sementara itu, pencabutan peraturan pembayaran fiskal IDR 1 juta


per orang bagi warganegara Indonesia yang bepergian ke luar
negeri, saya duga juga ikut andil menambah defisit transaksi jasa
kita. Semua itu berujung pada penurunan cadangan devisa. Jika
pada pertengahan 2011 kita mencatat rekor cadangan devisa
tertinggi USD 124,7 milyar, lalu turun menjadi USD 112 milyar pada
akhir 2012, kini angkanya kembali tertekan ke USD 105 milyar,
akibat tekanan hebat oleh defisit neraca perdagangan dan transaksi
berjalan. Itulah sebabnya, belakangan ini rupiah terus tertekan ke
level Rp 9.700 ke atas per USD. Level ini jelas jauh tercecer
dibandingkan target Rp 9.300 per USD.

Sementara itu, inflasi kini berubah menjadi menjadi tambahan


masalah. Hingga akhir 2012 inflasi memang sangat terkendali pada
level 4,3%. Penyebabnya tidak didominasi oleh efektivitas kebijakan
BI mengelola sektor moneter, namun lebih banyak disumbang oleh
pengorbanan fiskal, yakni subsidi energi pada APBN 2012 yang
mencapai IDR 300 trilyun. Angka ini sangat besar dan tentu saja
mengecewakan, karena meliputi 20% dari volume anggaran IDR
1.500 trilyun.

Jika tidak dikendalikan melalui kenaikan harga BBM domestik,


maka subsidi energi bakal mencapai minimal IDR 320 trilyun.
Bahkan bisa jadi angkanya melonjak ke IDR 400 trilyun, karena
murahnya harga BBM bersubsidi (IDR 4.500 per liter) sangat rawan
tindakan moral hazard seperti mobil-mobil mewah yang "menyusu"
BBM bersubsidi serta penyelundupan ke luar negeri. Misalokasi
subsidi BBM ini mencemaskan. Karena itu, hampir semua ekonom
merekomendasikan kenaikan harga BBM bersubsidi. Saya
mendengar kabar bahwa Presiden Yudhoyono kini mulai membuka
kemungkinan menaikkan harga BBM, karena APBN 2013 sudah
pasti tidak kuat menanggung biaya subsidi energi yang terlalu besar,
menuju IDR 400 trilyun.

Jika opsi kenaikan harga BBM bersubsidi yang dipilih, bagaimana


dengan inflasi? Inflasi pada dua bulan pertama 2013 cukup
mengejutkan dan berada di atas kebiasaan. Inflasi year on year pada
akhir Februari 2013 mencapai 5,3%, yang berarti sudah di atas target

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


27
Isu Terkini

pemerintah 4,9%. Dengan menaikkan harga BBM bersubsidi antara


IDR 1.000 hingga IDR 1.500 per liter, maka inflasi bakal melesat di
atas 6%. Kalau ini terjadi, maka suku bunga pasti akan naik. BI rate
5,75% pada bulan ini mungkin bisa menjadi yang terakhir, sebelum
pelan-pelan naik ke 6%, 6,25%, atau bahkan 6,50%.

Meski terjadi kenaikan inflasi dan BI rate, namun sesungguhnya


level tersebut bukanlah kondisi yang terburuk. Pada tahun 2009, saat
perekonomian negara-negara emerging markets mengalami
kontraksi, Indonesia bisa tumbuh positif 4,5%. BI rate saat itu 6,5%.
Tahun 2013, kalaupun BI rate kembali ke 6,5 persen, kita masih bisa
berharap dari pertumbuhan positif negara-negara lain, terutama AS
dan China, yang bisa meningkatkan permintaan terhadap produk-
produk ekspor kita. Berdasarkan kalkulasi ini, pertumbuhan
ekonomi Indonesia masih bisa diharapkan antara 5-6%, kendati
harga BBM dinaikkan dan BI rate naik ke 6,5%.

Mengenai rupiah yang terdepresiasi menjadi IDR 9.700 per USD,


rasanya memang sudah menjadi kebutuhan. Meski tidak pernah
diakui secara terbuka, perekonomian global sesungguhnya
menghadapi potensi perang kurs (currency wars) yang sangat akut.
Kini semua negara memerlukan kurs yang melemah untuk
membantu memperbaiki perekonomian negara-negara masing-
masing. Euro, dollar AS, yen, yuan, semuanya ingin melemah, agar
bisa mendorong ekspor dan menekan impor. Karena itu, pelemahan
rupiah menjadi IDR 9.700 per USD pada saat ini adalah sebuah
keniscayaan dan kebutuhan. Bagamana mungkin kita ingin rupiah
menguat, jika perdagangan kita masih menderita defisit?

Akhirnya, secara realistis kita harus mau menerima kenyataan,


bahwa sejumlah asumsi ekonomi makro harus direvisi. Beberapa
rekomendasi dan asumsi baru adalah: (1) harga minyak bersubsidi
dinaikkan menjadi IDR 6.000 per liter untuk menolong APBN dan
menghindari moral hazard; (2) pertumbuhan ekonomi dikoreksi
menjadi 6,3%; (3) inflasi naik menjadi antara 6 hingga 6,5%; (4) BI rate
merayap ke arah 6,5%; (5) harga minyak ICP USD 110 per barrel.
Sedangkan lifting minyak tidak mungkin dinaikkan secara
mendadak. Perlu langkah sistematis untuk menaikkannya kembali
menjadi 900.000 barrel sehari dalam beberapa tahun ke depan.

Tahun 2013 memang tidak mudah, lebih terjal daripada saat


pemerintah menyusun asumsi pada Agustus 2012 silam. Namun

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


28
Indonesian Economic Review and Outlook

dari sekian banyak hal kritis tersebut, yang paling krusial adalah
menaikkan harga BBM bersubsidi. Ini tugas berat Presiden, namun
ia harus melakukannya. Tekanan politik di pundak Presiden SBY

IX. Economic Outlook


Awal tahun 2013 dipenuhi dengan berbagai isu politik yang mulai
menghangat yang menandakan masuknya Indonesi kedalam tahun
politik, meskipun Pemilu baru akan dilaksanakan tahun depan.
Dikhawatirkan kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia akan
dipengaruhi oleh mulai menghangatnya suhu politik ditanah air,
karena konsentrasi pejabat dalam menjalankan tugasnya akan
terganggu dan efektivitas kebijakan ekonomi semakin berkurang.
Kondisi tersebut bisa memberikan tekanan pada perekonomian
Indonesia. Padahal perkembangan ekonomi internasional pada
awal tahun 2013 juga masih belum menggembirakan. Ekonomi
kawasan Euro pada kuartal 4 tahun 2012 masih kontraksi 0,9%,
sementara ekonomi AS hanya tumbuh 1,5%. Padahal masalah
ekonomi kawasan Euro juga masih berat, serta peningkatan pajak
dan pengetatan anggaran di AS akan membuat kondisi ekonomi
global masih akan mengalami tekanan yang berat. Sementara itu
pertumbuhan ekonomi China dan India juga menurun. Oleh karena
itu ekonomi global masih diperkirakan masih akan melemah.
Pelemahan ekonomi dan ketidak pastian ekonomi global akan
memberikan dampak yang negatip bagi ekonomi Indonesia.

Faktor internasional yang menekan ekonomi melalui perdagangan,


investasi asing ataupun pasar keuangan, serta kondisi domestik
yang juga kurang dapat memberikan dukungan iklim yang
kondusif bagi bisnis dan investasi akan memberikan tekanan yang
berat pada stabilitas ekonomi makro serta pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian kita memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia
belum akan segera membaik. Inflasi diperkirakan akan meningkat,
volatilitas rupiah masih akan besar, dan pertumbuhan ekonomi
belum akan segara meningkat signifikan. Oleh karena itu otoritas
ekonomi diharapkan tetap fokus pada menjaga stabilitas ekonomi
makro serta memberikan berbagai dukungan ataupun stimulus
yang diperlukan bisnis dan dunia usaha agar stabilitas ekonomi
terjaga dengan baik dan pertumbuhan ekonomi tidak kepangkas
lagi.

Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada


29
INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK
MACROECONOMIC DASHBOARD TEAM

MACROECONOMIC DASHBOARD
FAKULTAS EKONOMIKA dan BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
th
Pertamina Tower Building 4 fl. Room 4.1
Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Phone : +62 274 548 517 ext 373
Email : iero@macroeconomicdashboard.com
Website : www.macroeconomicdashboard.com

Anda mungkin juga menyukai