PERENCANAAN PRODUKSI
Disusun Oleh :
Andreas Bungaran 41620120066
Damarjati Kusumo 41620120078
Ikhwan Rahmadianto 41620120030
Muhammad Raihan 41620120057
Yolanda Ghina Sabila 41620120014
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan
hidayah serta kelancaran yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan 1 Perancangan Aplikasi & Sistem Teknik Industri
(PASTI) ini sebagaimana mestinya. Banyak rintangan yang kami hadapi dalam
pengerjaan laporan ini, tapi kami dapat menyelesaikannya sesuai dengan petunjuk
kerja yang disampaikan.
Laporan 1 ini kami susun untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah
Perancangan & Aplikasi Sistem Teknik Industri 1 dan juga mengaplikasikan
keilmuan yang telah diperolah penulis dalam studi Teknik Indusri ini. Laporan ini
juga dapat dijadikan sumber wawasan baru bagi pembacanya.
Kami menyadari banyak kekurangan pada laporan ini. Oleh sebab itu, saran,
masukkan dan dukungan secara konstruktif akan menjadi sumber yang sangat
berharga dalam menyempurnakan laporan selanjutnya. Besar harapan kami agar
laporan yang telah terselesaikan ini dapat diterima dan bermanfaat.
i
Penulis
DAFTAR ISI
ii
BAB I
1
model matematis yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari
seorang manajer.
1. Pola Acak
2. Pola Musiman
2
hari pada minggu tertentu). Struktur datanya dapat
digambarkan sebagai berikut ini.
3. Pola Siklis
4. Pola Trend
3
1.1.2 Metode-Metode Forecasting
Terdapat beberapa metode peramalan time series antara lain.
di mana :
MA = Moving Average
At = permintaan aktual pada periode –t
n = jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam
perhitungan M
4
Langkah-langkah peramalan dengan menggunakan
metode Moving Average :
a. Menentukan banyaknya periode untuk mendapatkan
harga rata-rata
b. Membuat tabel perhitungan
c. Menemukan nilai total bergerak
d. Menemukan nilai peramalan
di mana :
Wt = bobot permintaan aktual pada periode –t
At = permintaan aktual pada periode –t
dengan keterbatasan, bahwa :
5
1.1.2.3. Single Exponential Smoothing
Single Exponential Smoothing Adalah suatu metode
ramalan rata-rata bergerak yang melakukan penimbangan
terhadap data masa lalu dengan cara exponential. Pada
metode ini peramalan dilakukan dengan cara hasil
ramalan periode terakhir ditambah porsi perbedaan atau
tingkat kesalahan antara permintaan nyata periode
terakhir dan peramalan periode terakhir
Kelemahan teknik moving average dalam kebutuhan
akan data-data masa lalu yang cukup banyak dapat diatasi
dengan teknik pemulusan eksponensial. Metode
peramalan pemulusan eksponensial bekerja hampir serupa
dengan alat thermostat, di mana apabila galat ramalan
(forecast error) adalah positif, yang berarti nilai aktual
permintaan lebih tinggi dari pada nilai ramalan (A-F>0),
maka model pemulusan eksponensial akan secara
otomatis meningkatkan nilai ramalan. Sebaliknya apabila
galat ramalan (forecast error) adalah negatif, yang berarti
nilai aktual permintaan lebih rendah dari pada nilai
ramalan (A-F<0), maka pemulusan eksponensial akan
secara otomatis menurunkan nilai ramalan. Proses
penyesuaian ini berlangsung terus menerus kecuali galat
ramalan telah mencapai nol. Kenyataan inilah yang
mendorong peramal (forecaster) lebih suka menggunakan
model pemulusan eksponensial. Apabila pola historis dari
aktual permintaan bergejolak atau tidak stabil dari waktu
ke waktu.
Peramalan menggunakan model pemulusan
eksponensial dilakukan berdasarkan formula sebagai
berikut :
6
di mana :
Ft = nilai ramalan untuk periode waktu ke –t
Ft-1 = nilai ramalan satu periode waktu yang lalu, t-1
At-1 = nilai aktual satu periode waktu yang lalu, t-1
α = konstanta pemulusan (smoothing constant)
7
Metode ini hanya dapat diterapkan oleh perusahaan
yang telah lama menggunakan teknik MA dengan nilai
n yang cukup memadai. Rata-rata usia data dengan
teknik MA = n-½, sedangkan ratarata usia data dengan
teknik ES = 1-α/α. Untuk menghitung nilai α dalam
hubungannya dengan n adalah dengan membuat
persamaan sebagai berikut:
Dimana :
8
Dimana :
9
bagian manufakturing, sehingga seyogyanya bagian pemasaran juga
mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP
(Available To Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada
pelanggan.
10
2. Bill untuk perencanaan dan Phantom Bills Ada lagi jenis Bill Of Material
yang lain. Yaitu meliputi bill untuk perencanaan dan Phantom Bills. Bill
untuk perencanaan diciptakan agar dapat menugaskan induk buatan
kepada Bill Of Materialnya. Bill untuk perencanaan mungkin juga
dikenal sebagai sebutan pseudo bill atau angka peralatan. Phantom Bill
Of Material adalah Bill Of Material untuk komponen, biasanya sub-sub
perakitan yang hanya ada sementara waktu. Bill ini langsung bergerak ke
perakitan lainnya. Sehingga bill ini diberi kode agar diperlakukan secara
khusus; lead timenya nol dan ditangani sebagai bahan integral dari bahan
induknya. Phantom bill tidak pernah dimasukkan kedalam persediaan.
11
mengakibatkan timbulnya dana yang dikeluarkan terlalu besar, meningkatnya
biaya penyimpanan (seperti biaya pegawai, Biaya operasional pabrik, biaya
gedung, dll) dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun bila
persediaan terlalu sedikit mengakibatkan resiko terjadinya kekurangan
persediaan (stock out) karena seringkali barang persediaan tidak dapat
didatangkan secara mendadak yang menyatakan terhentinya proses produksi,
tertundanya keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan.
12
3. Menjaga keberlangsungan produksi atau menjaga agar
perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang
mengakibatkan terhentinya proses produksi.
4. Memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada
konsumen dengan tersedianya barang yang diperlukan.
b) Bentuk Persediaan
Menurut Render dan Heizer (2005), berdasarkan proses
manufakturnya persediaan dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Inventory).
Adalah persediaan yang dibeli tetapi tidak diproses.
Persediaan ini dapat digunakan untuk mendecouple
(memisahkan) para pemasok dari proses produksi.
2. Persediaan Barang Setengah Jadi (Working In Process
Inventory). Adalah bahan baku atau komponen yang sudah
mengalami beberapa perubahan tetapi belum selesai.
Adanya work in process disebabkan oleh waktu yang
dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (disebut siklus
waktu). Mengurangi siklus waktu berarti mengurangi
persediaan.
3. Persediaan Pemeliharaan, Perbaikan Dan Operasi
(Maintenance, Repair, Operating, MRO). Pemeliharaan,
perbaikan, operasi digunakan untuk menjaga agar
permesinan dan proses produksi tetap produktif. MRO tetap
ada karena kebutuhan dan waktu pemeliharaan dan
perbaikan beberapa peralatan tidak diketahui.
4. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory).
Adalah produk yang sudah selesai dan menunggu
pengiriman. Barang jadi bisa saja disimpan karena
permintaan pelanggan dimasa depan tidak diketahui.
13
c) Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah biaya persediaan barang dimana
persediaan barang tersebut merupakan persediaan periode
sebelumnya yang biaya berupa biaya saat proses pemesanan
inventory, biaya pengiriman yang dipesan, biaya penerimaan
inventory, dan biaya pembayatan inventory yang dipesan
kepada pihak supplier.
Penetapan biaya persediaan atau evaluasi persediaan
memungkinkan perusahaan untuk memberikan nilai moneter
untuk barang-barang dalam persediaan mereka. Inventaris
perusahaan perusahaan seringkali merupakan asset terbesarnya
dan pengukuran yang tepat untuk memastikan keakuratan
laporan keuangan.
Berikut dibawah ini adalah beberapa metode apa saja yang
dapat digunakan untuk menentukan biaya persediaan
diantaranya,
1. Metode FIFO (First In First Out)
Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan
dalam penilaian persediaan. Metode ini sesuai dengan arus
biaya aktual (cash flows). Pada metode ini persediaan barang
yanag akan keluar untuk kegiatan produksi nilainya
berdasarkan harga yang pertama kali masuk. Sehingga
persediaan barang akhir dengan menggunakan harga yang
didasarkan pada harga baru atay harga dengan urutan terakhir
dibeli.
2. Metode LIFO (Last In First Out)
Metode ini adalah metode pencatatan persediaan barang
dimana persediaan yang terakhir dibeli akan dijual terlebih
dahulu dan persediaan yang pertama kali dibeli akan
dikeluarkan kemudian hari.
14
3. Metode Average
Metode ini digunakan untuk menghitung biaya per unit
persediaan dengan cara rata-rata tertimbang. Caranya dengan
membagi jumlah biaya barang yang tersedia untuk dijual
dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual sehingga akan
didapatkan biaya rata-rata per unit. Setelah biaya rata-rata per
unit diketahui, kita akan dapat menghitung persediaan akhir
dan beban pokok penjualan.
15
dapat membantu menentukan jumlah pesanan dalam jangka
waktu tertentu.
2. Minimalkan Kehabisan Stok
EOQ dapat membantu Anda lebih memahami seberapa banyak
Anda perlu memesan ulang dan seberapa sering. Dengan
menghitung berapa banyak yang Anda butuhkan berdasarkan
seberapa banyak Anda menjual dalam jangka waktu tertentu,
Anda dapat menghindari kehabisan stok tanpa terlalu banyak
persediaan di tangan untuk waktu yang lama.
3. Meningkatkan Efisiensi Keseluruhan
Secara keseluruhan, menghitung EOQ dapat membantu Anda
membuat keputusan yang lebih baik dalam hal menyimpan dan
mengelola inventori.
16
Rumus EOQ adalah :
EOQ=
√ ( 2 SD)
H
dimana,
S = Biaya penyiapan (/pesanan, termasuk pengiriman, penanganan)
D = Tingkat permintaan (jumlah yang terjual per tahun)
H = Biaya penyimpanan (per tahun, per unit)
D
Q
S=
HQ
2
1−
d
p [ ]
2 DS
Q 2=
[ ]
H 1−
d
p
√[
2 2 DS
Q=
H 1−
d
p ]
dimana,
17
D = Permintaan tahunan
S = Biaya penyiapan (/pesanan, termasuk pengiriman, penanganan)
D = Tingkat permintaan (jumlah yang terjual per tahun)
H = Biaya penyimpanan (per tahun, per unit)
18
dan diskon ini biasanya meningkat apabila jumlah pembelian
juga meningkat. Diskon kumulatif dimaksudkan untuk
mendorong pengulangan pembelian oleh pembeli yang sama
dengan mengurangi biaya pelanggan bagi pembelian tambahan.
Sebagai contoh, pedagang bahan bangunan mungkin
memberikan diskon kuantitas kumulatif bagi kontraktor
bangunan yang tidak dapat sekaligus membeli semua bahan
yang diperlukan. Perusahaan ini ingin memberi insentif agar
kontraktor ini tidak membeli dari perusahaan lain.
b. Diskon kuantitas nirkumulatif (noncumulative quantity
discount) hanya diterapkan dalam pesanan individual.
19
dengan tuntutan perkembangan teknologi dan tututan terhadap sistem
perusahaan. Sampai saat ini perkembangan MRP terjadi sampai dengan
4(empat) kali dan tidak tertutup untuk masa yang akan datang MRP akan
berkembang Konsep teknik industri telah muncul sejak jaman Pra Yunani
kuno, namun disiplin teknik Industri berakar kuat pada masa revolusi
industri (1750-an). Pada masa itu terjadi perubahan yang dramatis pada
proses manufaktur, dimana dilakukan inovasi teknologi untuk membantu
persoalan-persoalan produksi.
Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua
komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi
dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan
produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan
kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk,
mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid
dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur
yang kompleks dan tidak pasti.
20
atau pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan
terganggunya rencana produksi.
3. Komitmen yang Realistis
Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi
sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap
pengiriman barang dilakukan secara lebih realistis. Hal ini
mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan
konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi
MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah
persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang
dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk
Produksi (JIP).
21
a) Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on
hand inventory).
b) Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan
tersebut akan datang (on order inventory).
c) Lead time dari setiap bahan.
b. Proses MRP
Langkah–langkah dasar dalam penyusunan MRP, yaitu antara lain:
1. Netting yaitu proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk
setiap periode selama horison perencanaan yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan jadwal
penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia.
2. Lotting yaitu penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot
size) yang optimal untuk sebuah item berdasarkan kebutuhan
bersih yang dihasilkan.
3. Offsetting yaitu proses yang bertujuan untuk menentukan saat
yang tepat melaksanakan rencana pemesanan dalam pemenuhan
kebutuhan bersih. Penentuan rencana saat pemesanan ini
diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih yang
harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead time).
4. Exploding merupakan proses perhitungan dari ketiga langkah
sebelumnya yaitu netting, lotting dan offsetting yang dilakukan
untuk komponen atau item yang berada pada level dibawahnya
berdasarkan atas rencana pemesanan
c. Output MRP
Output MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari
MRP, yaitu :
22
1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) penentuan
jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk
masa yang akan datang.
2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna
bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan
pemasok dan berguna juga bagi manajer manufaktur yang akan
digunakan untuk mengontrol proses produksi
3. Changes to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang
telah direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan,
pengurangan pesanan dan pengubahan jumlah pesanan.
4. Performance Report (Laporan Penampilan), suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan
kekosongan stok dan ukuran yang lain.
23
schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem utama
lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama
perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi
produk tertentu (asumsi semua variable). Desain sistem ini juga
mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing
sama untuk setiap item produk yang dibuat.
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda
diberbagai tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang
berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system
dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan
menurut individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya
komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap
komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu
diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP. Sistem ERP system
dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana
kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses
produksi.
24
Pada proses produksi ketika permintaan naik dan lebih banyak
daripada jumlah barang yang diproduksi maka akan dilakukan lembur.
Lembur atau sering disebut dengan Overtime (OT) merupakan istilah yang
dipakai untuk bekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan oleh
Undang-undang atau peraturan Pemerintah di negara bersangkutan. Lembur
atau Overtime perlu direncanakan dengan baik sehingga tidak merugikan
perusahaan, hal ini dikarenakan biaya lembur pasti lebih tinggi dari biaya
waktu kerja biasanya.
Subkontrak merupakan kontrak kerja yang dilakukan Penyedia dengan
penyedia lain dengan mensubkontrakkan sebagian pekerjaannya. Contohnya
penyedia layanan cleaning service dan penyedia layanan commuter line.
Penyedia layanan commuter line mensubkontrakkan pekerjaan seputar
kebersihan pada penyedia layanan cleaning service.
25
Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk
melaksanakan analisis CRP, yaitu :
a. Langkah 1 : Memperoleh informasi tentang Planned Order Release dari
MRP
b. Langkah 2 : Memperoleh informasi tentang Standard Run Time per Unit
dan Standard Setup time per Lot Size.
c. Langkah 3 : Menghitung kapasitas yang dibutuhkan dari masing ±
masing pusat kerja
d. Langkah 4 : Membuat Laporan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas
Selanjutnya hasil ± hasil dari CRP ditampilkan dalam suatu diagram
yang dikenal sebagai Load Profile. Load Profile merupakan metode yang
umum dipergunakan untuk menggambarkan kapasitas yuang dibutuhkan
versus kapasitas yang tersedia. Dengan demikian Load Profile
didefinisikan sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas di waktu
mendatang berdasarkan pesanan -pesanan yang direncanakan dan
dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu. (Gasperz, 2002).
BAB 3
MANAJEMEN PERSEDIAAN
26
3.1 Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Pardede (2005) EOQ (Economic Order Quantity) adalah jumlah
barang yang harus dipesan untuk setiap kali pemesanan agar biaya sediaan
keseluruhan menjadi sekecil mungkin. Menurut Subagyo (2000:134) yang
dimaksud EOQ adalah jumlah pemesanan `yang paling ekonomis. EOQ
merupakan teknik statistik dengan menggunakan rata-rata, meskipun
prosedur MRP mengasumsikan mengetahui permintaan yang tercermin
dalam jadwal produksi induk (MPS).
LEVEL 0
Permintaan Setahun = 11480
27
LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480
LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480
LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480
LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480
LEVEL 2
Permintaan Setahun = 11480
28
LEVEL 2
Permintaan Setahun = 11480
29
Permintaan Sendok Multiguna
April 1100
Mei 1000
Juni 1015
Juli 1076
Agustus 1043
September 1035
Oktober 1087
November 1054
Desember 1032
Januari 1023
Febuari 1015
Tabel 3.3 Permintaan Sendok Multiguna
LEVEL 0
Lead Time 0
On Hand 0 SENDOK MULTIGUNA (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 SENDOK (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 GARPU (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
30
LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 PEMBUKA BOTOL (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 PEMOTONG BUAH (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
LEVEL 2
Lead Time 0
On Hand 0 BATANG STAINLESS (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
LEVEL 2
Lead Time 0
On Hand 0 GAGANG PENAHAN ALAT POTONG (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
31
0
150
2 Sendok Pcs 0
0
150
3 Garpu Pcs 0
0
150
4 Pembuka Tutup Botol Pcs 0
0
150
5 Pemotong Buah Pcs 0
0
150
6 Batang Stainless Pcs 0
0
150
7 Gagang Penahan Pcs 0
0
Tabel 3.4 Komponen MRP Sendok Multiguna
32
LEVEL 0
POQ 1.500
Lead Time = 0
SENDOK MULTIGUNA (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11.478
On Hand 400 900 1.385 309 766 1.231 144 590 1.058 37 522 7.342
Net Requirement -1.100 -600 -115 -734 -269 -910 -442 -978 -5.148
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
LEVEL 1
POQ 1.500
Lead Time = 0
SENDOK (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
LEVEL 1
POQ 1.500
Lead Time = 0
GARPU (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
LEVEL 1
POQ 1.500
Lead Time = 0
PEMBUKA TUTUP BOTOL (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
LEVEL 1
POQ 1.500
Lead Time = 0
PEMOTONG BUAH (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
33
LEVEL 2
POQ 1.500
Lead Time = 0
BATANG STAINLESS (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
LEVEL 2
POQ 1.500
Lead Time = 0
GAGANG PENAHAN (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
34