Anda di halaman 1dari 37

TUGAS BESAR 1

PERANCANGAN & APLIKASI SISTEM TEKNIK INDUSTRI 2

PERENCANAAN PRODUKSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah PASTI 2

Disusun Oleh :
Andreas Bungaran 41620120066
Damarjati Kusumo 41620120078
Ikhwan Rahmadianto 41620120030
Muhammad Raihan 41620120057
Yolanda Ghina Sabila 41620120014

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan
hidayah serta kelancaran yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan 1 Perancangan Aplikasi & Sistem Teknik Industri
(PASTI) ini sebagaimana mestinya. Banyak rintangan yang kami hadapi dalam
pengerjaan laporan ini, tapi kami dapat menyelesaikannya sesuai dengan petunjuk
kerja yang disampaikan.

Laporan 1 ini kami susun untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah
Perancangan & Aplikasi Sistem Teknik Industri 1 dan juga mengaplikasikan
keilmuan yang telah diperolah penulis dalam studi Teknik Indusri ini. Laporan ini
juga dapat dijadikan sumber wawasan baru bagi pembacanya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Nyimas Desy Rizkiyah, S,ST, MT


selaku dosen pengampu mata kuliah Perancangan & Aplikasi Sistem Teknik
Industri 2, yang telah memberikan gambaran serta bimbingan pada mata kuliah
ini. Tanpa bimbingan beliau, kami tidak dapat menyelesaikan laporan ini dengan
baik.

Kami menyadari banyak kekurangan pada laporan ini. Oleh sebab itu, saran,
masukkan dan dukungan secara konstruktif akan menjadi sumber yang sangat
berharga dalam menyempurnakan laporan selanjutnya. Besar harapan kami agar
laporan yang telah terselesaikan ini dapat diterima dan bermanfaat.

Jakarta, 9 April 2022

i
Penulis

DAFTAR ISI

ii
BAB I

STUDI PUSTAKA PERENCANAAN PRODUKSI

1.1 Teori Peramalan (Forecasting)


Peramalan (Forecasting) adalah suatu teknik analisa perhitungan yang
dilakukan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif untuk
memperkirakan kejadian dimasa depan dengan menggunakan referensi data-
data di masa lalu. Peramalan bertujuan untuk memperkirakan prospek
ekonomi dan kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek
tersebut. Berikut ini definisi forecasting menurut para ahli.

• Menurut Nasution dan Prasetyawan (2008:29), peramalan adalah proses


untuk memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi
kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang
dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa.
• Menurut Sumayang (2003:24), peramalan adalah perhitungan yang
objektif dan dengan menggunakan data-data masa lalu, untuk menentukan
sesuatu di masa yang akan datang.
• Menurut Supranto (2000), ramalan merupakan dugaan atau perkiraan
mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan
datang. Ramalan bisa bersifat kualitatif, artinya tidak berbentuk angka dan
bisa bersifat kuantitatif, artinya berbentuk angka, dinyatakan dalam
bilangan.
• Menurut Heizer dan Render (2009:162), peramalan (forecasting) adalah
seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dapat
dilakukan dengan melibatkan pengambilan data historis dan
memproyeksikannya ke masa mendatang dengan suatu bentuk model
matematis. Selain itu, bisa juga merupakan prediksi intuisi yang bersifat
subjektif. Atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan kombinasi

1
model matematis yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari
seorang manajer.

1.1.1 Pola Data Time Series


Metode Time Series merupakan teknik statistik yang
menggunakan akumulasi data historis dalam kurun waktu tertentu.
Metode ini mengasumsikan bahwa apa yang terjadi di masa
lampau akan terus berlanjut di masa depan. Metode ini hanya
berhubungan dengan satu faktor yakni waktu. Metode time series
merupakan metode yang paling populer dan paling banyak
digunakan. Dalam peramalan time series, metode peramalan
terbaik adalah metode yang memenuhi kriteria ketepatan ramalan.
Kriteria ini berupa mean absolute deviation (MAD), mean square
error (MSE), atau mean absolute procentage of error (MAPE).

Peramalan harus mendasarkan analisisnya pada pola data yang


ada. Empat pola data yang lazim ditemui dalam peramalan:

1. Pola Acak

Pola ini terjadi bila data berfluktuasi di sekitar rata-ratanya.


Produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun
selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Struktur datanya
dapat digambarkan sebagai berikut ini.

2. Pola Musiman

Pola musiman terjadi bila nilai data dipengaruhi oleh faktor


musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan atau hari-

2
hari pada minggu tertentu). Struktur datanya dapat
digambarkan sebagai berikut ini.

3. Pola Siklis

Pola ini terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi


jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Struktur datanya dapat digambarkan sebagai berikut.

4. Pola Trend

Pola Trend terjadi bila ada kenaikan atau penurunan sekuler


jangka panjang dalam data. Struktur datanya dapat
digambarkan sebagai berikut.

3
1.1.2 Metode-Metode Forecasting
Terdapat beberapa metode peramalan time series antara lain.

1.1.2.1. Simple Moving Average


Simple Moving Average Adalah suatu metode
peramalan dengan mengkombinasikan data dari beberapa
periode terbaru/terakhir. Metode ini pada dasarnya
bertujuan membuat data yang berfluktuatif menjadi data
yang relatif stabil (kurang berfluktuatif) sehingga
fluktuasi dari pola data menjadi halus dan relatif merata.
Kelebihan metode ini adalah dapat diterapkan pada
data jenis apapun juga baik yang sesuai dengan kurva
matematik ataupun tidak. Namun kekurangannya adalah
tidak mempunyai persamaan untuk peramalan dan
sebagai gantinya digunakan nilai ratarata bergerak
berakhir sebagai nilai ramalan untuk periode yang akan
datang.
Metode ini menggunakan sejumlah data aktual
permintaan yang baru untuk membangkitkan nilai
ramalan untuk permintaan di masa mendatang. Metode
rata-rata bergerak akan efektif diterapkan apabila
diasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap produk
akan teteap stabil sepanjang waktu. Bentuk umum
persamaan dari metode rata-rata bergerak.

di mana :
MA = Moving Average
At = permintaan aktual pada periode –t
n = jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam
perhitungan M

4
Langkah-langkah peramalan dengan menggunakan
metode Moving Average :
a. Menentukan banyaknya periode untuk mendapatkan
harga rata-rata
b. Membuat tabel perhitungan
c. Menemukan nilai total bergerak
d. Menemukan nilai peramalan

1.1.2.2. Weighted Moving Average


WMA adalah suatu metode peramalan yang cara
perhitungannya hampir sama dengan MA, hanya berbeda
pada adanya penambahan bobot pada tiap data. Data
terakhir yang termasuk dalam periode perhitungan rata-
rata diberi bobot yang lebih besar.
Pada metode ini, setiap data diberikan bobot yang
sama. Aktualnya hal ini mustahil karena data yang lebih
baru akan mempunyai bobot yang lebih tinggi karena data
tersebut merepresentasikan kondisi yang terakhir terjadi.
Hal ini yang melahirkan metode peramalan rata-rata
bergerak dengan pembobotan. Secara sistematis, WMA
dapat dinyatakan sebagai berikut :

di mana :
Wt = bobot permintaan aktual pada periode –t
At = permintaan aktual pada periode –t
dengan keterbatasan, bahwa :

5
1.1.2.3. Single Exponential Smoothing
Single Exponential Smoothing Adalah suatu metode
ramalan rata-rata bergerak yang melakukan penimbangan
terhadap data masa lalu dengan cara exponential. Pada
metode ini peramalan dilakukan dengan cara hasil
ramalan periode terakhir ditambah porsi perbedaan atau
tingkat kesalahan antara permintaan nyata periode
terakhir dan peramalan periode terakhir
Kelemahan teknik moving average dalam kebutuhan
akan data-data masa lalu yang cukup banyak dapat diatasi
dengan teknik pemulusan eksponensial. Metode
peramalan pemulusan eksponensial bekerja hampir serupa
dengan alat thermostat, di mana apabila galat ramalan
(forecast error) adalah positif, yang berarti nilai aktual
permintaan lebih tinggi dari pada nilai ramalan (A-F>0),
maka model pemulusan eksponensial akan secara
otomatis meningkatkan nilai ramalan. Sebaliknya apabila
galat ramalan (forecast error) adalah negatif, yang berarti
nilai aktual permintaan lebih rendah dari pada nilai
ramalan (A-F<0), maka pemulusan eksponensial akan
secara otomatis menurunkan nilai ramalan. Proses
penyesuaian ini berlangsung terus menerus kecuali galat
ramalan telah mencapai nol. Kenyataan inilah yang
mendorong peramal (forecaster) lebih suka menggunakan
model pemulusan eksponensial. Apabila pola historis dari
aktual permintaan bergejolak atau tidak stabil dari waktu
ke waktu.
Peramalan menggunakan model pemulusan
eksponensial dilakukan berdasarkan formula sebagai
berikut :

6
di mana :
Ft = nilai ramalan untuk periode waktu ke –t
Ft-1 = nilai ramalan satu periode waktu yang lalu, t-1
At-1 = nilai aktual satu periode waktu yang lalu, t-1
α = konstanta pemulusan (smoothing constant)

Permasalahan umum yang dihadapi apabila


menggunakan model pemulusan eksponensial adalah
memilih konstanta pemulusan, α, yang diperkirakan tepat.
Nilai konstanta pemulusan α dapat dipilih di antara nilai 0
dan 1, karena berlaku : 0<α<1. Bagaimanapun juga untuk
penetapan nilai α yang diperkitakan tepat, dapat
menggunakan panduan berikut :
a. Apabila pola historis dari data aktual permintaan
sangat bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke
waktu, dapat memilih nilai α yang mendekati satu.
Biasanya dipilh nilai α = 0,9; namun dapat pula
mencoba nilai-nilai α yang lain yang mendekati satu,
katakanlah : α = 0,85; 0,95; 0,99, dan lain-lain,
tergantung pada sejauh mana gejolak dari nilai data itu.
Semakin bergejolak, nilai α yang dipilih harus semakin
tinggi menuju ke nilai satu.
b. Apabila nilai historis dari data aktual permintaan tidak
berfluktuasi atau relatif stabil dari waktu ke waktu, kita
memilih nilai α yang mendekati nol. Biasanya dipilih
nilai α = 0,1; namum dapat pula mencoba nilai-nilai α
yang mendekati nol, katakanlah : α = 0,2; 0,15; 0,01,
dan lain-lain, tergantung pada sejauh mana kestabilan
dari data tersebut. Semakin stabil nilai α yang dipilih
harus semakin kecil menuju ke nilai nol.
c. Metode lain yang dapat dipakai adalah memilih nilai α
berdasarkan nilai n yang dilibatkan dalam teknik MA.

7
Metode ini hanya dapat diterapkan oleh perusahaan
yang telah lama menggunakan teknik MA dengan nilai
n yang cukup memadai. Rata-rata usia data dengan
teknik MA = n-½, sedangkan ratarata usia data dengan
teknik ES = 1-α/α. Untuk menghitung nilai α dalam
hubungannya dengan n adalah dengan membuat
persamaan sebagai berikut:

1.1.3 Mean Absolute Deviation (MAD)


MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama
periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih
besar atau lebih kecil dibanding kenyataannya. Secara matematis
MAD dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

d = Permintaan Aktual pada periode-t

d’= peramalan permintaan (forecast) pada periode-t

n = jumlah periode peramalan yang terlibat

1.1.4 Mean Square Error (MSE)


MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua
kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan
jumlah periiode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan
sebagai berikut:

8
Dimana :

d= Permintaan Aktual pada periode-t

d’= peramalan permintaan (forecast) pada periode-t

n = jumlah periode peramalan yang terlibat

1.2 Teori Master Production Schedulling (MPS)


Master Production Schedule atau Jadwal Produksi Induk merupakan
suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk suku cadang) dari suatu
perusahaan industri manufaktur yang merencanakan untuk memproduksi
output yang berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Gaspersz, 1998).

Menurut Gaspersz (1998) pada dasarnya jadwal produksi induk (Master


Production Schedulling = MPS) merupakan suatu pernyataan tentang produk
akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan
industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan
dengan kuantitas dan periode waktu. MPS mendisagregasikan dan
mengimplementasikan rencana produksi. Apabila rencana produksi yang
merupakan hasil dari proses perencanaan produksi dinyatakan dalam bentuk
agregat, jadwal produksi induk yang merupakan hasil dari proses
penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan
nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Material)
files.

Aktifitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan


bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk, memproses
transaksi MPS, memelihara catatan-catatan MPS, mengevaluasi efektifitas
dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang
teratur untuk keperluan umpan-balik dan tinjauan ulang.

MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk


itemitem yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master
schedule). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan

9
bagian manufakturing, sehingga seyogyanya bagian pemasaran juga
mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP
(Available To Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada
pelanggan.

Menurut Gasperz (2004, p142), Jadwal Produksi Induk pada dasarnya


memiliki 4 fungsi utama, yaitu:

a) Menyediakan atau memberi input utama kepada sistem perencanaan


kebutuahan material dan kapasitas.
b) Menjadwal pesanan-pesanan produksi dan pembeliaan (Production and
Purchase Orders) untuk item-item jadwal produksi induk.
c) Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhaan sumber daya dan
kapasitas.
d) Memberikan basis untuk membuat janji tentang penyerahaan produk
(Delivery Promises) kepada pelanggan.

1.3 Teori Bill of Material (BOM)


Bill of Material (BOM) merupakan rangkaian struktur semua komponen
yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan Master
Production Scheduling. Bill Of Material (BOM) adalah daftar (list) dari
bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau
mebuat produk akhir.

Menurut Render dan Heizer Bill Of Material dibagi menjadi:

1. Bill Of Material yang berupa modul (modular bills) Bill Of Material


dapat diatur di seputar modul produk. Modul bukan merupakan produk
akhir yang akan dijual, tapi merupakan komponen yang dapat diproduksi
dan dirakit menjadi satu unit produk. Modulmodul ini mungkin
merupakan komponen inti dari suatu produk akhir atau pilihan produk.
Bill Of Material untuk modul-modul tersebut disebut modular bill.

10
2. Bill untuk perencanaan dan Phantom Bills Ada lagi jenis Bill Of Material
yang lain. Yaitu meliputi bill untuk perencanaan dan Phantom Bills. Bill
untuk perencanaan diciptakan agar dapat menugaskan induk buatan
kepada Bill Of Materialnya. Bill untuk perencanaan mungkin juga
dikenal sebagai sebutan pseudo bill atau angka peralatan. Phantom Bill
Of Material adalah Bill Of Material untuk komponen, biasanya sub-sub
perakitan yang hanya ada sementara waktu. Bill ini langsung bergerak ke
perakitan lainnya. Sehingga bill ini diberi kode agar diperlakukan secara
khusus; lead timenya nol dan ditangani sebagai bahan integral dari bahan
induknya. Phantom bill tidak pernah dimasukkan kedalam persediaan.

Ada beberapa format dari Bill of Material (BOM) yaitu:


1. Single-Level BOM
BOM yang menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level
komponen-komponen pembentuknya.
2. Multi-Level BOM
BOM yang menggambarkan struktur produk lengkap dari level 0
sampai level paling bawah.
3. Indented BOM
BOM yang dilengkapi dengan informasi level setiap komponen.
4. Summarized BOM
BOM yang dilengkapi dengan jumlah total tiap komponen yang
dibutuhkan.

1.4 Teori Inventory Management


Inventory management merupakan salah satu aset penting dalam
perusahaan. Perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan suatu
kegiatan penting yang mendapat perhatian khusus dari manajemen
perusahaan. Karena pemborosan terjadi didalam persediaan. Namun jika
tidak dipenuhi maka bisa menghambat produksi barang atau jasa.
Mengendalikan persediaan atau inventory management yang tepat
bukanlah hal yang mudah. Apabila jumlah persediaan terlalu besar

11
mengakibatkan timbulnya dana yang dikeluarkan terlalu besar, meningkatnya
biaya penyimpanan (seperti biaya pegawai, Biaya operasional pabrik, biaya
gedung, dll) dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun bila
persediaan terlalu sedikit mengakibatkan resiko terjadinya kekurangan
persediaan (stock out) karena seringkali barang persediaan tidak dapat
didatangkan secara mendadak yang menyatakan terhentinya proses produksi,
tertundanya keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan.

1.4.1. Fungsi Persediaan, Bentuk Persediaan, Biaya Persediaan


a) Fungsi Persediaan
Menurut Render dan Heizer (2005), terdapat empat fungsi
persediaan, yaitu sebagai berikut:

1. Mendecouple atau memisahkan beragam bagian proses


produksi. Sebagai contoh, jika pasokan sebuah perusahaan
berfluktuasi, maka mungkin diperlukan persediaan
tambahan untuk mendecouple proses produksi dari para
pemasok.
2. Mendecouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan
memberikan pilihan bagi pelanggan. Persediaan semacam
ini umumnya terjadi pada pedagang eceran. 
3. Mengambil keuntungan diskon kuantitas, sebab pembelian
dalam jumlah lebih besar dapat mengurangi biaya produksi
atau pengiriman barang. 
4. Menjaga pengaruh inflasi dan naiknya harga.

Persediaan mempunyai peran besar dalam rangka


mempermudah atau memperlancar operasi perusahaan. Adapun
tujuan pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan risiko keterlambatan barang tiba.
2. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan.

12
3. Menjaga keberlangsungan produksi atau menjaga agar
perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang
mengakibatkan terhentinya proses produksi.
4. Memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada
konsumen dengan tersedianya barang yang diperlukan.

b) Bentuk Persediaan
Menurut Render dan Heizer (2005), berdasarkan proses
manufakturnya persediaan dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Inventory).
Adalah persediaan yang dibeli tetapi tidak diproses.
Persediaan ini dapat digunakan untuk mendecouple
(memisahkan) para pemasok dari proses produksi.
2. Persediaan Barang Setengah Jadi (Working In Process
Inventory). Adalah bahan baku atau komponen yang sudah
mengalami beberapa perubahan tetapi belum selesai.
Adanya work in process disebabkan oleh waktu yang
dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (disebut siklus
waktu). Mengurangi siklus waktu berarti mengurangi
persediaan.
3. Persediaan Pemeliharaan, Perbaikan Dan Operasi
(Maintenance, Repair, Operating, MRO). Pemeliharaan,
perbaikan, operasi digunakan untuk menjaga agar
permesinan dan proses produksi tetap produktif. MRO tetap
ada karena kebutuhan dan waktu pemeliharaan dan
perbaikan beberapa peralatan tidak diketahui.
4. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory).
Adalah produk yang sudah selesai dan menunggu
pengiriman. Barang jadi bisa saja disimpan karena
permintaan pelanggan dimasa depan tidak diketahui.

13
c) Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah biaya persediaan barang dimana
persediaan barang tersebut merupakan persediaan periode
sebelumnya yang biaya berupa biaya saat proses pemesanan
inventory, biaya pengiriman yang dipesan, biaya penerimaan
inventory, dan biaya pembayatan inventory yang dipesan
kepada pihak supplier.
Penetapan biaya persediaan atau evaluasi persediaan
memungkinkan perusahaan untuk memberikan nilai moneter
untuk barang-barang dalam persediaan mereka. Inventaris
perusahaan perusahaan seringkali merupakan asset terbesarnya
dan pengukuran yang tepat untuk memastikan keakuratan
laporan keuangan.
Berikut dibawah ini adalah beberapa metode apa saja yang
dapat digunakan untuk menentukan biaya persediaan
diantaranya,
1. Metode FIFO (First In First Out)
Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan
dalam penilaian persediaan. Metode ini sesuai dengan arus
biaya aktual (cash flows). Pada metode ini persediaan barang
yanag akan keluar untuk kegiatan produksi nilainya
berdasarkan harga yang pertama kali masuk. Sehingga
persediaan barang akhir dengan menggunakan harga yang
didasarkan pada harga baru atay harga dengan urutan terakhir
dibeli.
2. Metode LIFO (Last In First Out)
Metode ini adalah metode pencatatan persediaan barang
dimana persediaan yang terakhir dibeli akan dijual terlebih
dahulu dan persediaan yang pertama kali dibeli akan
dikeluarkan kemudian hari.

14
3. Metode Average
Metode ini digunakan untuk menghitung biaya per unit
persediaan dengan cara rata-rata tertimbang. Caranya dengan
membagi jumlah biaya barang yang tersedia untuk dijual
dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual sehingga akan
didapatkan biaya rata-rata per unit. Setelah biaya rata-rata per
unit diketahui, kita akan dapat menghitung persediaan akhir
dan beban pokok penjualan.

1.4.2. Economic Order Quantity (EOQ)


EOQ adalah singkatan dari Economic Order Quantity. Ini
adalah pengukuran yang digunakan di bidang Operasi, Logistik,
dan Manajemen Pasokan. Intinya, EOQ adalah alat yang digunakan
untuk menentukan volume dan frekuensi pesanan yang diperlukan
untuk memenuhi tingkat permintaan tertentu sambil meminimalkan
biaya per pesanan.
Economic Order Quantity adalah set point yang dirancang
untuk membantu perusahaan meminimalkan biaya pemesanan dan
penyimpanan persediaan.
Biaya pemesanan persediaan turun dengan peningkatan
volume pemesanan karena pembelian pada skala ekonomi. Namun,
seiring dengan bertambahnya ukuran persediaan, biaya
penyimpanan persediaan meningkat. EOQ adalah titik tepat yang
meminimalkan kedua biaya yang berbanding terbalik ini.
Berikut dibawah ini adalah manfaat utama dari
penghitungan EOQ, yaitu :
1. Minimalkan Biaya Persediaan
Menyimpan inventori atau persediaan tambahan dapat dengan
cepat meningkatkan biaya penyimpanan. Biaya persediaan juga
bisa naik tergantung cara Anda memesan, stok yang rusak, dan
produk apa yang tidak pernah laku. Jika Anda terus-menerus
memesan ulang produk yang memiliki kecepatan rendah, EOQ

15
dapat membantu menentukan jumlah pesanan dalam jangka
waktu tertentu.
2. Minimalkan Kehabisan Stok
EOQ dapat membantu Anda lebih memahami seberapa banyak
Anda perlu memesan ulang dan seberapa sering. Dengan
menghitung berapa banyak yang Anda butuhkan berdasarkan
seberapa banyak Anda menjual dalam jangka waktu tertentu,
Anda dapat menghindari kehabisan stok tanpa terlalu banyak
persediaan di tangan untuk waktu yang lama.
3. Meningkatkan Efisiensi Keseluruhan
Secara keseluruhan, menghitung EOQ dapat membantu Anda
membuat keputusan yang lebih baik dalam hal menyimpan dan
mengelola inventori.

Rumus EOQ terdiri dari tiga variabel: biaya


penyimpanan, permintaan, dan biaya pesanan. Kami memecah
setiap variabel di bawah ini :
1. Biaya Penyimpanan (H)
Biaya penyimpanan mengacu pada total biaya penyimpanan
persediaan. Meminimalkan biaya persediaan adalah strategi
manajemen rantai pasokan yang penting.
2. Permintaan Tahunan (D)
Berapa banyak permintaan yang Anda dapatkan untuk suatu
produk setiap tahun? Dengan melihat data pesanan historis,
Anda dapat menentukan berapa banyak produk yang dijual dari
tahun ke tahun.
3. Biaya Pemesanan (S)
Perhitungan biaya ini dilakukan dengan basis perpesanan dan
termasuk biaya perngiriman dan penanganan

16
Rumus EOQ adalah :

EOQ=
√ ( 2 SD)
H
dimana,
S = Biaya penyiapan (/pesanan, termasuk pengiriman, penanganan)
D = Tingkat permintaan (jumlah yang terjual per tahun)
H = Biaya penyimpanan (per tahun, per unit)

1.4.3. Production Order Quantity (POQ)


Model Model ini digunakan apabila perusahaan tidak melakukan
pemesanan barang, tetapi memproduksi sendiri baik sebagian atau
seluruh komponen barang. Selama proses produksi tersebut maka
persediaan akan terus bertambah.
Production Order Quantity dapat diterapkan dalam dua situasi :
1. Ketika persediaan secara terus menerut mengalir atau
menumpuk setelah jangka waktu tertentu setekah sebuah
pemesanan dilakukan.
2. Saat unit diproduksi dan dijual secara bersamaan.
Dalam model ini kuantitas optimum didapat jika biaya
pemesanan sama dengan biaya penyimpanan. Rumus POQ
adalah sebagai berikut :

D
Q
S=
HQ
2
1−
d
p [ ]
2 DS
Q 2=
[ ]
H 1−
d
p

√[
2 2 DS
Q=
H 1−
d
p ]

dimana,

17
D = Permintaan tahunan
S = Biaya penyiapan (/pesanan, termasuk pengiriman, penanganan)
D = Tingkat permintaan (jumlah yang terjual per tahun)
H = Biaya penyimpanan (per tahun, per unit)

1.4.4. Lot for Lot


Lot for lot merupakan sebuah cara penentuan ukuran lot
yang menghasilkan apa yang diperlukan untuk memenuhi rencana
secara tepat. Menurut Diana (2013), metode Lot for Lot (LFL),
atau juga dikenal sabagai metode persediaan minimal, berdasarkan
pada ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai
dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan
seminimal mungkin. Jumlah pemesanan disesuaikan dengan
jumlah permintaan sesungguhnya yang diperlukan (lot-for-lot) ini
dan menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan.
Sehingga, biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan saja.
Asumsi yang ada di balik metode ini adalah bahwa pemasok (dari
luar atau dari lantai pabrik) tidak mensyaratkan ukuran lot tertentu,
artinya berapapun ukuran lot yang dipilih akan dapat dipenuhi.

1.4.5. Discount Quantity


Diskon kuantitas (quantity discount)adalah penawaran
diskon untukmendorong pelanggan membeli dalam jumlah lebih
besar. Contohnya seperti promosi “beli dua bayar 1; $9 per unit
untuk 100 unit ataulebih”. Hal ini memungkinkan penjual untuk
memperoleh bisnis lebihbanyak dari pembeli, atau mengalihkan
sebagian fungsi penyimpanansediaan kepada pembeli, atau
mengurangi biaya pengiriman atau penjualanatau ketiga hal itu.
Diskon seperti ini terdiri atas 2 jenis:

a. Diskon kuantitas kumulatif ( cumulative quantity discount)


diterapkan dalam pembelian periode tertentu, seperti setahun,

18
dan diskon ini biasanya meningkat apabila jumlah pembelian
juga meningkat. Diskon kumulatif dimaksudkan untuk
mendorong pengulangan pembelian oleh pembeli yang sama
dengan mengurangi biaya pelanggan bagi pembelian tambahan.
Sebagai contoh, pedagang bahan bangunan mungkin
memberikan diskon kuantitas kumulatif bagi kontraktor
bangunan yang tidak dapat sekaligus membeli semua bahan
yang diperlukan. Perusahaan ini ingin memberi insentif agar
kontraktor ini tidak membeli dari perusahaan lain.
b. Diskon kuantitas nirkumulatif (noncumulative quantity
discount) hanya diterapkan dalam pesanan individual.

1.5 Teori Material Requirement Planning (MRP)


MRP adalah salah satu terobosan besar bagi dunia industri dalam
mengatur bahan-bahan material yang dibutuhkan untuk proses produksi.
Karena dengan MRP perusahaan dapat mengefisiensikan gudang dan
sekaligus mencegah kemungkinan kehabisan bahan material. Semua proses
pengaturan untuk bahan material yang dibutuhkan hanya dengan
memasukkan data yang dibutuhkan dan software MRP yang akan
memproses semuanya. Fasilitas yang disediakan adalah proses pengisian dan
pemesanan data dealer penjualan dan supplier material. Konsep MRP adalah
mempermudah pengaturan bahan material. Oleh karena itu direncanakan
software dengan konsep user friendly dan fasilitas yang benar-benar
mempermudah dan mampu meningkatkan efisiensi para pengguna.
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu teknik yang
digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang (komponen)
yang tergantung (dependent) pada item ditingkat (level) yang lebih tinggi.
MRP pertama kali ditemukan oleh Joseph Orlicky dari J.I Case Company
pada sekitar tahun 1960. Metode MRP bersifat Computer Oriented
Approach yang terdiri dari sekumpulan prosedur, aturan-aturan keputusan
dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan
suatu Master Production Schedule (MPS) MRP selalu berkembang sesuai

19
dengan tuntutan perkembangan teknologi dan tututan terhadap sistem
perusahaan. Sampai saat ini perkembangan MRP terjadi sampai dengan
4(empat) kali dan tidak tertutup untuk masa yang akan datang MRP akan
berkembang Konsep teknik industri telah muncul sejak jaman Pra Yunani
kuno, namun disiplin teknik Industri berakar kuat pada masa revolusi
industri (1750-an). Pada masa itu terjadi perubahan yang dramatis pada
proses manufaktur, dimana dilakukan inovasi teknologi untuk membantu
persoalan-persoalan produksi.
Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua
komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi
dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan
produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan
kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk,
mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid
dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur
yang kompleks dan tidak pasti.

1.5.1. Tujuan Material Requirement Planning (MRP)


Secara umum, sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan
sebagai berikut :
1. Meminimalkan Persediaan
MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen
diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).
Dengan menggunakan komponen ini, pengadaan (pembelian)
atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi
dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat
meminimalkan biaya persediaan.
2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau
pengriman
MRP mengidentifikasikan banyaknya bahan dan komponen
yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan
memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan

20
atau pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan
terganggunya rencana produksi.
3. Komitmen yang Realistis
Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi
sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap
pengiriman barang dilakukan secara lebih realistis. Hal ini
mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan
konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi
MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah
persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang
dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk
Produksi (JIP).

1.5.2. Input, Proses, Output Material Requirement Planning


a. Input MRP, Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP, yaitu
sebagai berikut :
1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule),
merupakan ringkasan skedul produksi produk jadi untuk periode
mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau
peramalan permintaan. JIP berisi perencanaan secara mendetail
mengenai jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk
akhir beserta periode waktunya untuk suatu jangka perencanaan
dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia. Sistem MRP
mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam JIP adalah
pasti, kendatipun hanya merupakan peramalan.

2. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status


Record), merupakan catatan keadaan persediaan yang
menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan
yang berkaitan dengan:

21
a) Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on
hand inventory).
b) Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan
tersebut akan datang (on order inventory). 
c) Lead time dari setiap bahan.

3. Struktur Produk (Bill Of Material), merupakan kaitan antara


produk dengan komponen penyusunnya yang memberikan
informasi mengenai daftar komponen, campuran bahan dan
bahan baku yang diperlukan untuk membuat produk. BOM juga
memberikan deskripsi, penjelasan dan kuantitas dari setiap bahan
baku yang diperlukan untuk membuat satu unit produk.

b. Proses MRP
Langkah–langkah dasar dalam penyusunan MRP, yaitu antara lain:
1. Netting yaitu proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk
setiap periode selama horison perencanaan yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan jadwal
penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia.
2. Lotting yaitu penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot
size) yang optimal untuk sebuah item berdasarkan kebutuhan
bersih yang dihasilkan.
3. Offsetting yaitu proses yang bertujuan untuk menentukan saat
yang tepat melaksanakan rencana pemesanan dalam pemenuhan
kebutuhan bersih. Penentuan rencana saat pemesanan ini
diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih yang
harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead time).
4. Exploding merupakan proses perhitungan dari ketiga langkah
sebelumnya yaitu netting, lotting dan offsetting yang dilakukan
untuk komponen atau item yang berada pada level dibawahnya
berdasarkan atas rencana pemesanan

c. Output MRP
Output MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari
MRP, yaitu :

22
1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) penentuan
jumlah kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk
masa yang akan datang.
2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna
bagi pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan
pemasok dan berguna juga bagi manajer manufaktur yang akan
digunakan untuk mengontrol proses produksi
3. Changes to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang
telah direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan,
pengurangan pesanan dan pengubahan jumlah pesanan.
4. Performance Report (Laporan Penampilan), suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan
kekosongan stok dan ukuran yang lain.

1.5.3. Kelebihan dan Kelemahan Material Requirement Planning


a. Kelebihan MRP
 Kemampuan memberi harga lebih kompetitif
 Mengurangi harga penjualan
 Mengurangi Inventori
 Pelayanan pelanggan yang lebih baik
 Respon terhadap permintaan pasar lebih baik
 Kemampuan mengubah jadwal induk
 Mengurangi biaya setup
 Mengurangi waktu menganggur
 Memberi catatan kemajuan sehingga manager dapat
merencanakan order sebelum pesanan aktual dirilis
 Memberitahu kapan memperlambat akan sebaik mempercepat
 Menunda atau membatalkan pesanan
 Mengubah kuantitas pesanan
 Memajukan atau menunda batas waktu pesanan
 Membantu perencanaan kapasitas
b. Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data.
Jika terdapat data salah pada data persediaan, bill material data/master

23
schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem utama
lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama
perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi
produk tertentu (asumsi semua variable). Desain sistem ini juga
mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing
sama untuk setiap item produk yang dibuat.
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda
diberbagai tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang
berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system
dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan
menurut individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya
komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap
komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu
diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP. Sistem ERP system
dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana
kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses
produksi.

1.6 Teori Rough Cut Capacity Planning (RCCP)


Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan penentuan tingkat
kecukupan sumber daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS
(Master Production Schedule). RCCP menggunakan definisi dari unit
product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load
profiles, bills of capacity, bills of resources, atau bill of labor). Penggandaan
beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per periode waktu
akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja
(work center).

Pada perusahaan diperlukan kemampuan memenuhi permintaan. Agar


perusahaan dapat memenuhi permintaan maka dibutuhkan kapasitas mesin.
Kapasitas mesin produksi yang dimiliki perusahaan harus mampu
menyediakan produk jadi yang sesuai dengan permintaan konsumen.

24
Pada proses produksi ketika permintaan naik dan lebih banyak
daripada jumlah barang yang diproduksi maka akan dilakukan lembur.
Lembur atau sering disebut dengan Overtime (OT) merupakan istilah yang
dipakai untuk bekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan oleh
Undang-undang atau peraturan Pemerintah di negara bersangkutan. Lembur
atau Overtime perlu direncanakan dengan baik sehingga tidak merugikan
perusahaan, hal ini dikarenakan biaya lembur pasti lebih tinggi dari biaya
waktu kerja biasanya.
Subkontrak merupakan kontrak kerja yang dilakukan Penyedia dengan
penyedia lain dengan mensubkontrakkan sebagian pekerjaannya. Contohnya
penyedia layanan cleaning service dan penyedia layanan commuter line.
Penyedia layanan commuter line mensubkontrakkan pekerjaan seputar
kebersihan pada penyedia layanan cleaning service.

1.7 Teori Capacity Requirement Planning (CRP)


Pada dasarnya, CRP membandingkan kapasitas yang dibutuhkan
terhadap Projected Available Capacity untuk Open Manufacturing Orders
dan Planned Manufacturing Orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP
menggunakan Routing Files dan informasi pusat kerja untuk menghitung
beban yang dijadwalkan pada pusat ± pusat kerja, dengan mengasumsikan
kapasitas tak terbatas. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari
pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang
direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan ± pesanan
yang direncanakan itu dikeluarkan ke PAC untuk dilaksanakan (Gasperz,
2002).
CRP berbeda dari prosedur perencanaan kapasitas kasar dalam empat
hal, pertama utilitas CRP dalam fase waktu informasi perencanaan material
dihasilkan dari suatu sistem MRP. Ini termasuk pertimbangan dari semua
ukuran lot yang aktual, sebaik seperti lead time antara untuk pesanan shop
order order (jadwal penerimaan) dan pesanan yang direncanakan untuk
pesannan periode ke depan.

25
Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk
melaksanakan analisis CRP, yaitu :
a. Langkah 1 : Memperoleh informasi tentang Planned Order Release dari
MRP
b. Langkah 2 : Memperoleh informasi tentang Standard Run Time per Unit
dan Standard Setup time per Lot Size.
c. Langkah 3 : Menghitung kapasitas yang dibutuhkan dari masing ±
masing pusat kerja
d. Langkah 4 : Membuat Laporan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas
Selanjutnya hasil ± hasil dari CRP ditampilkan dalam suatu diagram
yang dikenal sebagai Load Profile. Load Profile merupakan metode yang
umum dipergunakan untuk menggambarkan kapasitas yuang dibutuhkan
versus kapasitas yang tersedia. Dengan demikian Load Profile
didefinisikan sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas di waktu
mendatang berdasarkan pesanan -pesanan yang direncanakan dan
dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu. (Gasperz, 2002).

BAB 3

MANAJEMEN PERSEDIAAN

26
3.1 Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Pardede (2005) EOQ (Economic Order Quantity) adalah jumlah
barang yang harus dipesan untuk setiap kali pemesanan agar biaya sediaan
keseluruhan menjadi sekecil mungkin. Menurut Subagyo (2000:134) yang
dimaksud EOQ adalah jumlah pemesanan `yang paling ekonomis. EOQ
merupakan teknik statistik dengan menggunakan rata-rata, meskipun
prosedur MRP mengasumsikan mengetahui permintaan yang tercermin
dalam jadwal produksi induk (MPS).

Permintaan Setahun 11480


Biaya
Item Harga Q
Pesan Simpan
Sendok Multiguna 10.000 15000 200 1312
Sendok 10.000 15000 200 1312
Garpu 10.000 15000 200 1312
Pembuka Tutup Btl 10.000 15000 200 1312
Pemotong Buah 10.000 15000 200 1312
Batang Stainless 10.000 15000 200 1312
Gagang Penahan 10.000 15000 200 1312
Tabel 3.1 Komponen MRP Sendok Multiguna

Biaya simpan dihitung 2%

LEVEL 0
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 SENDOK MULTIGUNA (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11.478
On Hand 212 524 822 1.058 15 292 517 776 1056 35 332 5.640
Net Requirement -1100 -788 -491 -254 -1020 -795 -537 -256 -980 -6.220
Plant Order Receipt 1312 1.312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1.312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

27
LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 SENDOK (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 11.810
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -11.810
Plant Order Receipt 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 GARPU (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 11.810
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -11.810
Plant Order Receipt 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 PEMBUKA TUTUP BOTOL (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 11.810
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -11.810
Plant Order Receipt 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

LEVEL 1
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 PEMOTONG BUAH (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 11.810
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -11.810
Plant Order Receipt 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

LEVEL 2
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 BATANG STAINLESS (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 11.810
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -11.810
Plant Order Receipt 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

28
LEVEL 2
Permintaan Setahun = 11480

Lead Time = 0 GAGANG PENAHAN ALAT POTONG (1 PCS)


0
EOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 1.312 1.312 1.312 0 1.312 11.810
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -1312 -11.810
Plant Order Receipt 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810
Plant Order Release 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 1312 11.810

3.2 Lot for Lot


Menurut Purwati (2008), metode lot for lot (LFL), atau juga
dikenal sabagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide
menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang
diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin.
Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah sesungguhnya yang diperlukan (lot
for lot) ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan.
Sehingga, biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan saja. Asumsi
yang ada di balik metode ini adalah bahwa pemasok (dari luar atau dari
lantai pabrik) tidak mensyaratkan ukuran lot tertentu; artinya berapapun
ukuran lot yang dipilih akan dapat dipenuhi.

Komponen MRP Sendok Multiguna


No
Item Measure Lead Time On Hand
.
1 Sendok Multiguna Pcs 0 0
2 Sendok Pcs 0 0
3 Garpu Pcs 0 0
4 Pembuka Tutup Botol Pcs 0 0
5 Pemotong Buah Pcs 0 0
6 Batang Stainless Pcs 0 0
7 Gagang Penahan Pcs 0 0
Tabel 3.2 Komponen MRP Sendok Multiguna

29
Permintaan Sendok Multiguna
April 1100
Mei 1000
Juni 1015
Juli 1076
Agustus 1043
September 1035
Oktober 1087
November 1054
Desember 1032
Januari 1023
Febuari 1015
Tabel 3.3 Permintaan Sendok Multiguna

LEVEL 0
Lead Time 0
On Hand 0 SENDOK MULTIGUNA (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 SENDOK (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 GARPU (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

30
LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 PEMBUKA BOTOL (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

LEVEL 1
Lead Time 0
On Hand 0 PEMOTONG BUAH (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

LEVEL 2
Lead Time 0
On Hand 0 BATANG STAINLESS (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

LEVEL 2
Lead Time 0
On Hand 0 GAGANG PENAHAN ALAT POTONG (1 PCS)
Safety Stock
Lot Size LFL -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Net Requirement -1.100 -1.000 -1.015 -1.076 -1.043 -1.035 -1.087 -1.054 -1.032 -1.021 -1.015 -11478
Plant Order Receipt 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478
Plant Order Release 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11478

3.3 Periode Order Quantity


Metode Period Order Quantity (POQ) digunakan karena
merupakan salah satu metode dalam pengendalian persediaan yang
bertujuan menghemat total biaya persediaan (Total Inventory Cost) dengan
menekankan pada efektifitas frekuensi pemesanan agar lebih terpola.
Metode POQ merupakan pengembangan dari metode Economic Order
Quantity (EOQ), yaitu dengan mentranformasi kuantitas pemesanan
menjadi frekuensi pemesanan yang optimal.

Komponen MRP Sendok Multiguna


No PO
Item On hand Lead Time
. Q
1 Sendok Multiguna Pcs 150 0

31
0
150
2 Sendok Pcs 0
0
150
3 Garpu Pcs 0
0
150
4 Pembuka Tutup Botol Pcs 0
0
150
5 Pemotong Buah Pcs 0
0
150
6 Batang Stainless Pcs 0
0
150
7 Gagang Penahan Pcs 0
0
Tabel 3.4 Komponen MRP Sendok Multiguna

Permintaan Sendok Multiguna


April 1100
Mei 1000
Juni 1015
Juli 1076
Agustus 1043
September 1035
Oktober 1087
November 1054
Desember 1032
Januari 1023
Febuari 1015
Tabel 3.5 Permintaan Sendok Multiguna

32
LEVEL 0
POQ 1.500

Lead Time = 0
SENDOK MULTIGUNA (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.100 1.000 1.015 1.076 1.043 1.035 1.087 1.054 1.032 1.021 1.015 11.478
On Hand 400 900 1.385 309 766 1.231 144 590 1.058 37 522 7.342
Net Requirement -1.100 -600 -115 -734 -269 -910 -442 -978 -5.148
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

LEVEL 1
POQ 1.500

Lead Time = 0
SENDOK (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

LEVEL 1
POQ 1.500

Lead Time = 0
GARPU (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

LEVEL 1
POQ 1.500

Lead Time = 0
PEMBUKA TUTUP BOTOL (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

LEVEL 1
POQ 1.500

Lead Time = 0
PEMOTONG BUAH (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

33
LEVEL 2
POQ 1.500

Lead Time = 0
BATANG STAINLESS (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

LEVEL 2
POQ 1.500

Lead Time = 0
GAGANG PENAHAN (1 PCS)
0
FOQ -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Gross Requirement 1.500 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 1.500 0 1.500 12.000
On Hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -1.500 -12.000
Plant Order Receipt 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000
Plant Order Release 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 12.000

34

Anda mungkin juga menyukai