Anda di halaman 1dari 36

PENERAPAN PROSEDUR TANGGAP DARURAT SEBAGAI SEBUAH

PROGRAM DI MAN INSAN CENDEKIA LAMPUNG TIMUR

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada MAN Insan Cendekia Lampung Timur untuk memenuhi salah satu
persyaratan naik kelas

Oleh
Milan Ardana
0040593844

MAN INSAN CENDEKIA LAMPUNG TIMUR


JALAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, RAJABASA LAMA I,
LABUHAN RATU, LAMPUNG TIMUR
LAMPUNG
2021

[Type text]
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Milan Ardana
NIS : 0011
NISN : 0040593844
Kelas : XI MIPA

JUDUL KARYA TULIS ILMIAH


PENERAPAN PROSEDUR TANGGAP DARURAT SEBAGAI SEBUAH
PROGRAM DI MAN INSAN CENDEKIA LAMPUNG TIMUR

Disetujui untuk diujikan pada sidang karya tulis ilmiah


MAN Insan Cendekia Lampung Timur

Lampung Timur, 16 Februari 2021


Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Farizal Tamrin, S.Pd. Ellynda Mufidah S.Hum.


NIP 199309182019031005 NIP 199311302019032020

LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Milan Ardana
NIS : 0011

i
NISN : 0040593844
Kelas : XI MIPA
JUDUL KARYA TULIS ILMIAH
PENERAPAN PROSEDUR TANGGAP DARURAT SEBAGAI SEBUAH
PROGRAM DI MAN INSAN CENDEKIA LAMPUNG TIMUR

Telah diseminarkan di depan penguji pada tanggal 18 Februari 2021

Lampung Timur, 18 Februari 2021


Penguji I, Penguji II,

Ari Rahmat M.Pd Farizal Tamrin S.Pd


NIP 198705012009121004 NIP 199309182019031005

Mengesahkan, Mengetahui,
Kepala MAN Insan Cendekia Wakil Kepala Madrasah
Lampung Timur, Bidang Kurikulum,

Antoni Iswantoro, M.Ed. Ari Rahmat, M.Pd.


NIP 197406171998031001 NIP 198705012009121004
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Milan Ardana
NIS : 0011

ii
NISN : 0040593844
Kelas : XI MIPA
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ini benar-benar hasil penelitian
saya dan bukan merupakan plagiasi/falsifikasi/fabrikasi baik sebagian atau
seluruhnya.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya tulis ini hasil
plagiasi/falsifikasi/fabrikasi baik sebagian atau seluruhnya, saya siap menerima
sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Lampung Timur, 11 Februari 2021


Yang membuat pernyataan,

Milan Ardana
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan nikmat serta karunia sehingga berkat
rahmat-Nya lah penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis ilmiah

iii
berjudul “Penerapan Prosedur Tanggap Darurat Sebagai sebuah program di
MAN Insan Cendekia Lampung Timur” tepat pada waktunya.
Karya tulis ini disusun sebagai sarana memperluas pengetahuan dan
pengaplikasian prosedur tanggap darurat dalam kehidupan sehari hari. Dalam
penyusunan karya tulis ini, penulis mendapat banyak masukan, bimbingan,
dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan
terimakasih yang tulus kepada:
1. Antoni Iswantoro M.Ed., selaku kepala MAN Insan Cendekia
Lampung Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun karya tulis ilmiah ini.
2. Farizal Tamrin S.Pd., selaku guru pembimbing karya tulis ini yang
telah memberikan bantuan, masukan, dan dukungan terkait
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. Bapak/Ibu Dewan Guru dan Staf Tata Usaha yang telah memberikan
banyak informasi dan bantuan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini.
4. Siswa siswi dan seluruh warga MAN Insan Cendekia Lampung Timur
yang telah mendukung penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna dan perlu pendalaman leih lanjut. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun
demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap semoga gagasan
pada karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat dan dapat dilaksanakan di
Indonesia, khususnya di MAN Insan Cendekia Lampung Timur.
Labuhan Ratu, 11 Februari 2021

Milan Ardana

ABSTRAK

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................iii


ABSTRAK....................................................................................................................................iv
DAFTAR ISI..................................................................................................................................v
BAB I ........................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat penelitian .................................................................................................... 2

v
1.5 Hipotesis ................................................................................................................... 3
1.6 Batasan Masalah ....................................................................................................... 3
BAB II ...................................................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Keadaan Darurat ..................................................................................... 4
2.4.1 Jenis Keadaan Darurat ...................................................................................... 4
2.4.2 Penyebab Keadaan Darurat ............................................................................... 5
2.2 Kejadian Keadaan Darurat ........................................................................................ 6
2.3 Pentingnya Pendidikan Penanganan Keadaan Darurat di Sekolah ......................... 15
2.4 Manajemen Penerapan Pendidikan Penanganan Keadaan Darurat di MAN Insan
Cendekia Lampung Timur ......................................................................................... 16
2.4.3 Tahapan Penerapan Pendidikan Penanganan Keadaan Darurat ...................... 17
BAB III ................................................................................................................................... 19
3.1 Jenis Penelitian ...........................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Subjek dan Objek Penelitian .......................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian .....................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Prosedur Penelitian .....................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Metode Pengumpulan Data .........................................Error! Bookmark not defined.
3.6 Metode Analisis Data..................................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Metode pelaksanaan ....................................................Error! Bookmark not defined.

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keadaan darurat adalah suatu kondisi di dalam kehidupan yang tidak normal,
serta berpotensi menimbulkan kerugian baik korban jiwa maupun barang atau materi.
Keadaan darurat bisa terjadi kapan dan dimana saja (ISO CENTER INDONESIA,
2018). Hal inilah yang membuat masyarakat tidak siap untuk mengatasi keadaan
darurat tersebut dengan baik. Padahal, penanganan kondisi darurat sangatlah penting
agar kerusakan yang ditimbulkan bisa dihindari atau setidaknya bisa dikurangi.
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat keadaan darurat untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.
Masyarakat di Indonesia memerlukan upaya terpadu, sinkron dan sinergis antar
Kementerian/ Lembaga, masyarakat dan dunia usaha untuk mencegah risiko bencana,
mengurangi dampak bencana, memastikan sistem peringatan dini, serta menguatkan
kemampuan tanggap darurat dan pemulihan .
Terkait dengan upaya untuk melindungi masyarakat terhadap bencana,
Pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. UU tersebut secara jelas menyatakan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanganan keadaan darurat. Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan
risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat diperkenalkan
secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan mengintegrasikan pendidikan
pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah maupun ke dalam kegiatan
ekstrakurikuler.
Adapun seperti yang kita ketahui, penanganan keadaan darurat di Indonesia
jarang sekali diajarkan di dalam kurikulum sekolah. Pemberian pendidikan tanggap

1
darurat di sekolah sangatlah penting dan berdampak positif, karena informasi serta
pengetahuan tersebut bisa disampaikan atau diterapkan dalam lingkungan masyarakat.
Selain itu, pendidikan tanggap darurat merupakan kemampuan dasar yang harus
dimiliki oleh manusia untuk bertahan hidup di kondisi lingkungan yang tidak
memungkinkan.
Di sekolah MAN Insan Cendekia Lampung Timur, informasi seputar keadaan
darurat masih terbilang minim. Walaupun memiliki paramedis serta alat alat yang
dirancang untuk situasi darurat tersedia, masyarakat yang ada di dalam sekolah baik
siswa, guru, dan sebagainya belum bisa memanfaatkannya dengan baik. Padahal
keadaan darurat tidak mengenal waktu dan tempat.
Berdasarkan data tersebut, penulis memiliki gagasan untuk menjadikan prosedur
tanggap darurat sebagai kurikulum wajib sekolah di Indonesia Khususnya di MAN
Insan Cendekia Lampung Timur ini. Hal ini untuk mencegah kerugian yang terjadi
karena minimnya pengetahuan dan informasi seputar penanganan kondisi darurat
yang bisa terjadi dalam kehidupan sehari hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam karya tulis ini adalah
bagaimanah cara untuk mewujudkan prosedur tanggap darurat sebagai kurikulum
wajib di MAN Insan Cendekia Lampung Timur?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, karya tulis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mewujudkan dan menerapkan prosedur tanggap darurat sebagai sebuah program di
MAN Insan Cendekia Lampung Timur.

1.4 Manfaat penelitian


Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis

2
Hasil penulisan ini bisa digunakan sebagai acuan dasar penerapan tanggap
darurat di sekolah Indonesia.
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat umum
Melalui penulisan karya tulis ilmiah ini, masyarakat umum bisa mengetahui
informasi tentang penanganan efektif ketika keadaan daurat terjadi.
b. Bagi pemerintah
Melalui penulisan karya tulis ilmiah ini, pemerintah bisa mempertimbangkan
untuk mewajibkan prosedur tanggap darurat bagi seluruh sekolah di
Indonesia
c. Bagi penulis
Melalui penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapatkan pengalaman
dan wawasan serta keberanian dalam menyampaikan suatu gagasan yang
penting bagi penulis.

1.5 Hipotesis
Ada beberapa hipotesis yang bisa penulis jabarkan tentang penelitian ini yaitu:
• Penerapan prosedur tanggap darurat sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat
khususnya siswa di MAN Insan Cendekia Lampung Timur.

1.6 Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah perlu ada pembatasan
masalah penelitian yaitu :
1. Subjek penelitian adalah siswa MAN Insan Cendekia Lampung Timur
2. Informasi yang disajikan adalah penjelasan mengenai keadaan darurat dan
penanganannya serta aplikasi dan metode pelaksanaannya dalam
kehidupan masyarakat.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keadaan Darurat


Suatu keadaan darurat bisa diakibatkan oleh alam bahkan manusia itu sendiri.
Bahkan kita bisa menemukan atau bahkan mengalami kejadian tersebut di dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA)
dalam Emergency Management Guide for Business and Industry, keadaan darurat
adalah segala kejadian yang tidak direncanakan sehingga bisa mengakibatkan
kematian atau kerusakan pada para pekerja, atau masyarakat umum, menghentikan
kegiatan operasional, menyebabkan kerusakan fisik pada lingkungan. Menurut
NFPA 1600, keadaan darurat adalah segala kejadian, alamiah atau akibat ulah
manusia yang memerlukan tindakan penyelamatan dan perlindungan segala hal di
sekitar kejadian itu (Rachmawati, 2009).
Keadaan darurat menurut David A. Colling adalah segala sesuatu yang
memerlukan respon cepat karena bencana tida diinginkan dan diharapkan yang bisa
menyebabkan kerusakan dan korban jiwa.(Prentice Hall, 1990).
2.4.1 Jenis Keadaan Darurat
Menurut NFPA (Septiadi, 2008) keadaan darurat dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu:
1. Keadaan Darurat Kecil
Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat ditangani sendiri dan tidak
memerlukan tenaga banyak.
2. Keadaan Darurat Besar
Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat mempengaruhi sistem operasi
perusahaan atau mempengaruhi lingkungan sekitar dan penanganannya
memerlukan tenaga yang banyak dan besar(Septiadi, 2008).
Menurut Departemen Tenaga Kerja (Nurina, 2012) , keadaan darurat
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

4
• Keadaan Darurat Tingkat I
Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang berpotensi
mengancam jiwa manusia dan harta benda dan penanganannya bisa
dilakukan dengan alat atau orang yang ada di tempat tersebut.Tetapi,
meskipun tingkat ini termasuk dalam bencana kecelakaan kecil,
namun juga dapat memungkinkan timbulnya bahaya yang lebih besar.
Maka dari itu perlu adanya program pelatihan yang optimal, dan
teratur serta informasi yang memadai agar bahaya yang lebih besar
dapat dicegah.
• Keadaan Darurat Tingkat II
Keadaan darurat tipe ini merupakan suatu bencana atau kecelakaan
berskala besar yang tidak mampu ditangani oleh sembarang orang dan
memerlukan tenaga ahli untuk melakukannya. Tingkat bencana yang
terjadi dapat berupa kebakaran besar, kebocoran B3 (bahan berbahaya
dan beracun), semburan material berbahaya atau yang dapat
mengancam jiwa manusia atau benda.
• Keadaan Darurat Tingkat III
Keadaan Darurat Tingkat III adalah bencana dan kecelakaan
berskala besar yang tidak bisa ditangani oleh tenaga ahli setempat
sehingga perlu batuan serta koordinasi tingkat nasional.

2.4.2 Penyebab Keadaan Darurat


Menurut Erkins terdapat tiga kategori kejadian yang menimbulkan keadaan
darurat, antara lain:
1. Operasi dalam keadaan darurat seperti kebakaran, kebocoran B3, tumpahan
bahan kimia dan lain lain.
2. Gangguan public seperti teroris, bom, dan ancaman senjata.
3. Bencana alam seperti tsunami, banjir, longsor, gempa bumi dan lain lain
(Nurina, 2012).

5
2.2 Kejadian Keadaan Darurat
Keadaan darurat tidak mengenal waktu dan tempat. Maka dari itu perlu adanya
kesadaran masyarakat untuk mempelajari tata cara prosedur tanggap darurat untuk
meminimalisir kerugian. Adapun koordinasi dan komunikasi yang efektif antar
masyarakat juga diperlukan agar penanganan keadaan darurat berjalan lancar dan
efisien.
2.2.1 Kebakaran
Kebakaran merupakan keadaan darurat yang sering terjadi karena kesalahan
manusia dan/atau kejadian alam sehingga menimbulkan api yang tidak diinginkan
dan berpotensi menyebabkan kerugian.
Menurut NFPA, kebakaran merupakan peristiwa hasil reaksi oksidasi bertemunya
3 buah unsur, yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang ada dalam udara dan
sumber energi atau panas yang berpotensi merugikan manusia dan lingkungan.
Kesimpulannya dari definisi tersebut bahwa kebakaran merupakan kejadian
timbulnya api yang tidak diinginkan dimana unsur-unsur yang membentuknya terdiri
dari bahan bakar, oksigen dan sumber panas yang membentuk suatu reaksi oksidasi
dan berpotensi menimbulkan kerugian (Prawira, 2009).
I. Klasifikasi Kebakaran
National Fire Protection Association (NFPA) mengklasifikasikan kebakaran
menjadi 4 kelas, antara lain (Fatmawati, 2009):
1. Kelas A
Kebakaran Kelas A merupakan kebakaran yang disebabkan bahan padat
yang mengandung karbon seperti kayu, kertas, atau plastik. media pemadam
yang cocok untuk jenis kebakaran ini adalah air karena air menyerap panas
serta menghalangi oksigen untuk bertemu dengan sumber panas dan dapat
menembus sampai bagian dalam dari bahan itu.
2. Kelas B
Kebakaran Kelas B merupakan kebakaran yang disebabkan bahan cair
dan gas yang mudah terbakar yang mengandung hidrokarbon dari produk
minyak bumi dan turunan, seperti: minyak, alkohol, bensin, dan sejenisnya.

6
Media pemadam yang cocok adalah busa atau kain karena akan menutup
permukaan cairan yang mengapung di permukaan.
3. Kelas C
Kebakaran Kelas C merupakan kebakaran yang disebabkan listrik yang
bertegangan seperti: peralatan elektronik, komputer, televisi, transmisi
listrik dan lain-lain. Media pemadam yang cocok adalah jenis bahan kering,
yaitu tepung kimia atau CO2.
4. Kelas D
Kebakaran Kelas D merupakan kebakaran yang disebabkan oleh bahan
logam. Media pemadam yang digunakan harus dirancang khusus serta
berfungsi untuk menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara
menimbun, misalnya metal-x, foam dan pasir.
II. Penanganan dan Pencegahan Kebakaran
Penganganan dan pencegahan kebakaran adalah segala usaha yang
dilakukan untuk mengurangi potensi resiko kebakaran yang meliputi
keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan. Dengan usaha yang
efektif dan efisien diharapkan kerugian yang ditimbulkan bisa dihilangi atau
diminimalisir sekecil mungkin. penanganan lebih diupayakan untuk
menyelamatkan korban jiwa dan harta dari kebakaran. Pencegahan lebih
diupayakan untuk mengurangi terjadinya kebakaran.
Dalam penanganan kebakaran, diupayakan agar api yang berkobar bisa
dipadamkan secepat mungkin dan tanpa resiko yang berarti. Adapun teknik
pemadaman api secara umum yaitu(Suma’mur, 1987) :
1. Pembatasan oksigen (smoothering)
Pembatasan oksigen dilakukan dengan cara menghalangi oksigen
bertemu dengan zat bahan bakar, misalnya dengan pasir, busa atau kain
basah. Selain bahan tersebut ada pula karbon dioksida yang berfungsi untuk
mengurangi kadar oksigen yang ada pada bahan bakar.

7
2. Pendinginan (cooling)
Pendinginan adalah cara yang paling umum digunakan untuk
memadamkan api yaitu mendinginkan suhu bahan bakar sampai tidak
menimbulkan uan atau gas yang menimbulkan kebakaran. Bahan yang
digunakan dalam metode ini adalah air karena air akan menghisap panas dan
menguap menjadi uap air. Air akan mudah menguap bila berbentuk tetesan.
Maka dari itu diperlukan kecepatan aliran air dan jumlah air yang memadai
agar bisa efektif memadamkan api (Suma’mur, 1987).
III. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Menurut Permenaker No. Per.04/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, alat pemadam api
ringan (APAR) adalah sebuah alat yang bisa digunakan oleh satu orang,mudah
digunakan serta ditempatkan di lokasi yang terjangkau dan mudah terlihat.
APAR sendiri berfungsi untuk memadamkan kebakaran kecil.
APAR memiliki bahan pemadam yang berbeda beda yang disesuaikan
dengan jenis kebakaran yang terjadi. Adapun bahan pemadam tersebut adalah
busa, serbuk kimia kering, atau karbon dioksida.
IV. Prosedur Tanggap darurat Kebakaran
Penanggulangan keadaan darurat kebakaran harus dilakukan dengan efektif
dan sistematis untuk menghindari kerugian yang ditimbulkan. komunikasi dan
koordinasi diperlukan agar tidak terjadi kepanikan serta kesalahan informasi.
Adapun prosedur standar ketika terjadi kebakaran yaitu:
1) segera memadamkan api jika api itu masih tergolong kecil
2) menjauh dari lokasi kebakaran menuju titik evakuasi
3) teratur dan tidak mudah panik
4) menghubungi petugas pemadam atau orang yang mampu menanganinya

8
2.2.2 Keracunan
Racun adalah suatu bahan yang berbahaya yang jika tertelan, terserap, atau
terhirup yang berpotensi merugikan makhluk hidup. Racun juga bisa merusak sel dan
mengakibatkan rusaknya sebagian fungsi tubuh.
Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa keracunan adalah suatu
keadaan darurat yang mengakibatkan rusaknya sel dan sebagian fungsi tubuh akibat
masuknya zat berbahaya atau racun ke dalam tubuh (Suarjana,2011)
I. Klasifikasi Racun
Racun diklasifikasikan berdasarkan efek dan jenisnya (Suarjana, 2011). Adapun
diantaranya adalah:
a. Racun iritan
Racun ini membuat korban mengalami gejala mual, muntah dan sakit di
yang terkena racun karena mengiritasi bagian dalam tubuh. Racun ini dibagi
menjadi 3 jenis yaitu:
1) Racun anorganik
Logam: Arsenik, merkuri, timbal, tembaga, dan sebagainya.
Non logam : klorin, fosfor, amonia, iodin dan sebagainya.
2) Racun organik
Tumbuhan : tumbuhan jarak, buah kecubung dan sebagainya.
Hewan : bisa ular, kalajengking, laba laba dan sebagainya.
3) Racun syaraf
Racun syaraf bisa menyebabkan paralisis, gagal otot, kejang kejang, atau
bahkan kematian. Contohnya analgesik, karbonmonoksida, strychinihe dan
sebagainya.
II. Gejala Keracunan
Gejala keracunan sangatlah bervariasi tergantung dari jenis racun dan kadar
racun yang masuk ke dalam tubuh manusia. Adapun gejala umum keracunan yaitu
pusing, mual, sakit perut, lumpuh, hingga kejang kejang. Jika tidak ditangani
dengan tepat maka gejala tersebut akan semakin parah dan berpotensi
menimbulkan kematian. Apabila tidak ditemukan gejala pada tubuh korban,

9
biasanya zat itu akan menumpuk di tubuh sampai tidak bisa ditoleransi oleh tubuh
(Suarjana , 2011).
III. Penanganan Umum Keracunan
1. Airway
Beberapa racun bisa menyebabkan kegagalan bernapas pada korban
karena kekakuan lidah dan tenggorokan sehingga menyumbat jalan masuk
udara. Maka dari itu pengecekan jalur udara pada korban sangatlah
dibutuhkan untuk mencegah potensi kematian karena kekurangan oksigen.
2. Breathing
Bila korban tidak bernapas dan ternyata jalur napas tidak terhalangi,
segera beri napas buatan untuk merangsang korban bernapas. Hal ini
mencegah naiknya kadar CO2 pada darah korban yang akan membuat
keracunan semakin parah karena tubuh kekurangan oksigen.
3. Circulation
Sirkulasi darah bisa diuji dengan mengukur tekanan darah, denyut nadi,
dan ritme denyut tersebut. CPR (cardiopulmonary resuscitation) diperlukan
bila denyut nadi tidak terasa .
4. Dekontaminasi
Dekontaminasi bertujuan untuk menghilangkan atau setidaknya
mengurangi zat racun yang mengenai tubuh.
a. Dekontaminasi permukaan
1) Kulit
Kulit yang terkena racun korosif biasanya langsung menyebar dan
menyebabkan luka serius di permukaan kulit. Maka dari itu perlu
adanya penanganan khusus untuk mendekontaminasi zat korosif
tersebut. Adapun cara untuk mendekontaminasi bisa dengan cara
mengalirkan air pada permukaan kulit yang terkena zat korosif tersebut.
2) Mata
Mata yang terkena zat beracun, segera dibasuh dengan air bersih.
Bila zat tersebut memiliki pH asam atau basa, segera cek pH airmata

10
dan beri obat tetes mata pada korban.Jika terdapat cedera serius pada
mata, maka harus ditindaklanjuti dengan penanganan medis.
3) Pernapasan
Jauhkan korban dari paparan gas racun dan berikan oksigen bila
tersedia. Tempatkan korban di ruangan yang segar serta sirkulasi udara
yang lancar.
b. Dekontaminasi saluran pencernaan
1) Muntah
Beri rangsangan muntahan pada korban dengan menekan tekak
mulut atau meminumkan segelas air hangat yang dicampur dengan
sesendok garam.
2) Penawar racun
Penawar racun seperti air kelapa, arang aktif, atau susu bisa
mengurangi efektivitas dari racun tersebut. Berikan penawar racun
segera setelah korban mengalami gejala gejala keracunan.
IV. Keracunan Akibat Gigitan Binatang
Lingkungan MAN Insan Cendekia Lampung timur yang dikelilingi dengan
pedesaan, perkebunan dan hutan memungkinkan hewan liar dapat hidup
berdampingan dengan masyarakat di dalam sekolah. Hewan berbahaya seperti
ular, lipan, lebah, tawon dan sebagainya kerap kali ditemukan di sekitar
lingkungan sekolah.
Binatang binatang tersebut akan menggigit seseorang bila terusik. Bila ini
terjadi maka gigitan itu berpotensi menimbulkan kerugian pada manusia.
a. Gigitan Ular
Bisa ular mengandung sejenis protein yang bisa menimbulkan luka fatal
pada tubuh korban. Bisa tersebut akan menyebabkan efek fisiologi yang
bervariasi mulai dari penggumpalan darah, gagal jantung, paralisis, hingga
kematian.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi mengistirahatkan
korban, melepaskan benda yang mengikat seperti cincin, memberikan

11
kehangatan, membersihkan luka, menutup luka dengan balutan steril, dan
pindahkan bagian tubuh dibawah tinggi jantung.
b. Sengatan Serangga
Gejala umum bervariasi mulai dari gatal, bentol, edema, syok hingga
kematian. Biasanya semakin cepat gejala muncul maka semakin berbahaya
racun tersebut.
Bantuan pertama pada korban meliputi melepaskan alat penyengat yang
menempel di kulit, menempelkan es, dan memberikan epinefrin bila korban
terindikasi alergi terhadap zat tersebut.

2.2.3 Tenggelam
Tenggelam atau drowning merupakan keadaan darurat yang umum terjadi akibat
terbenamnya tubuh ke dalam air sehingga mengakibatkan kematian dalam waktu
kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat dalam waktu kurang dari 24 jam
maka disebut dengan istilah near drowning (WHO, 2012).
Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah pernapasan
dan kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong kehidupan jantung
dasar dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar dengan resusitasi
atau pernapasan buatan. Penanganan korban tenggelam sebaiknya memastikan
terlebih dahulu kesadaran, jalur pernapasan, denyut nadi korban. Pada sebagian
korban tenggelam perlu di lakukan resusitasi jantung paru karena pada kondisi
tenggelam seseorang akan kehilangan pola nafas yang tepat karena dalam hitungan
jam korban tenggelam akan mengalami hipoksemia, anoksia susunan syaraf pusat,
hingga terjadi henti jantung dan jika tidak segera diberikan pertolongan akan
menimbulkan kematian dalam 24 jam setelah kejadian (Laularee Sherwood, 2016).
I. Patofisiologi
Ketika terbenam ke dalam air atau media cair lainnya, korban yang sadar akan
menahan nafas dan mungkin meronta untuk menyelamatkan diri atau bahkan panik.
Kemudian dorongan untuk bernafas akan menyebabkan terjadinya inspirasi
spontan atau terengah-engah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya masuknya

12
cairan yang dapat menghalangi jalan nafas korban sehingga dapat menghambat
korban untuk bernafas, kemudian akan diikuti oleh kejang dan kematian oleh
karena hipoksemia. Proses ini dikenal juga dengan wet drowning. Pada beberapa
kejadian korban tidak meminum air, melainkan terjadi spasme laring yang juga
dapat mengakibatkan terjadi hipoksemia dan kematian yang dikenal dengan istilah
dry drowning.
Faktor terpenting yang menentukan efek dari kejadian tenggelam adalah durasi
dan tingkat keparahan hipoksia yang ditimbulkan. Sebagian besar pasien yang tiba
di rumah sakit dengan fungsi kardiovaskular dan neurologis yang masih baik dapat
bertahan hidup dengan kecacatan pada anggota tubuh, sedangkan pada pasien yang
mengalami ketidakstabilan fungsi kardiovaskular dan koma akan lebih buruk oleh
karena hipoksia dan kerusakan sistem saraf pusat (Laularee Sherwood, 2016).
II. Penanganan Umum Korban Tenggelam
Penanganan umum pada korban tenggelam bertujuan untuk mempertahankan
jalan nafas dan membantu pernafasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat selain
alat bantu nafas sederhana. Kombinasi nafas bantuan dan kompresi dada disebut
resusitasi jantung paru (RJP). Pelatihan penanganan keadaan darurat penting untuk
dilakukan, terutama bagi penolong awam yang belum terlatih dengan tujuan agar
resusitasi yang akan dilakukan sebelum mendapat pertolongan dari petugas medis
lebih efektif.
1. Menyelamatkan Korban dari Air
Hal pertama yang dilakukan apabila menemukan kejadian near drowning
adalah menyelamatkan korban dari air. Untuk menyelamatkan korban
tenggelam, penolong harus dapat mencapai korban secepat mungkin, sebaiknya
menggunakan alat angkut seperti perahu, rakit, papan selancar atau alat bantu
apung. Untuk menghindari terjadinya keadaan yang lebih parah sebaiknya
korban diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup. Selain itu, penolong
juga harus memperhatikan keselamatan dirinya.

13
2. Pemberian Nafas Buatan
Hal yang pertama dan utama dalam menangani korban tenggelam adalah
memberikan pernapasan buatan atau ventilasi segera. pernafasan buatan dapat
meningkatkan peluang hidup korban. Bantuan pernafasan biasanya diberikan
ketika korban yang merespon atau bergerak ketika berada di air dangkal atau di
luar air.
Sebagian korban tidak mengaspirasi (menghirup) air karena terjadi spasme
laring atau mereka menahan nafas. Bahkan jika terjadi aspirasi cairan, tidak
perlu dilakukan pembersihan jalan nafas oleh karena pada sebagian besar
korban hanya mengaspirasi cairan dalam jumlah sedikit dan dapat diserap
dengan cepat, sehingga hal ini tidak menjadi gangguan di trakea. Tindakan
pengeluaran cairan dari saluran pernafasan selain tidak perlu dan berpontensi
membahayakan korban sehingga tindakan tersebut tidak direkomendasikan.
3. Kompresi Dada
Segera setelah korban yang tidak responsif dikeluarkan dari air, penolong
sebaiknya membuka jalan nafas, mengecek pernafasan dan jika korban tidak
bernafas, berikan dua kali nafas bantuan yang membuat dada terangkat. Setelah
pemberian dua kali nafas bantuan, penolong harus segera memberikan kompresi
dada dan melakukan siklus kompresi dan ventilasi. Kemudian, penolong harus
mengecek denyut nadi korban. Denyut nadi mungkin sulit untuk diraba pada
korban tenggelam, terutama jika korban kedinginan. Apabila dalam 10 detik
denyut nadi tidak teraba, siklus kompresi dan ventilasi harus dilakukan kembali.
4. Penanganan Muntah Saat Resusitasi
Resusitasi dada pada korban kemungkinan berhasil bila korban sadar dan
memuntahkan air dari mulutnya. Jika ini terjadi maka korban harus segera
dimiringkan untuk mencegah muntahan itu masuk kembali lewat mulut dan
hidung.
5. Penanganan Setelah Korban Sadar
Ketika korban sadar, pakaian korban harus segera dilepas dan diganti
dengan selimut agar korban tidak kehilangan panas tubuh lebih lanjut. Minuman

14
hangat sebaiknya dihindari karena tenggorokan serta saluran pernapasan korban
belum pulih dan mencegah air masuk ke saluran pernapasan. Bila
memungkinkan, segera ditangani oleh petugas medis.

2.3 Pentingnya Pendidikan Penanganan Keadaan Darurat di Sekolah


Masyarakat di seluruh dunia sudah memandang bahwa anak anak khususnya
remaja menghadirkan harapan masa depan. Maka dari itu sekolah sebagai media
pendidikan generasi muda mempunyai dampak yanng besar bagi pertumbuhan serta
perkembangan remaja. Sekolah harus menanamkan nilai budaya, informasi, serta
ilmu pengetahuan untuk disalurkan dan diaplikasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pendidikan penanganan keadaan darurat di sekolah membantu anak anak serta
remaja memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan
anggota masyarakat.
Penyelenggaraaan pendidikan tentang penanganan kondisi darurat kedalam
sebuah program sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan
keadaan darurat yang bisa terjadi kapan dan dimana saja. Adapun tujuan daripada
pendidikan penanganan kondisi darurat yaitu:
1) membentuk kesadaran siswa atas kebencanaan sejak usia dini dengan
kesadaran atas penyelamatan lingkungan dan akibat akibatnya sehingga
terbangun kesadaran terhadap lingkungan hidup dan masyarakat sekitar.
2) mendidik siswa tentang pentingnya pendidikan kebencanaan sejak dini
sehingga membantu penyelamatan dan kesiagaan dalam menghadapi bencana.
3) Menjadikan masyarakat yang mampu merekatkan solidaritas sosial dan rasa
tanggung jawab sosial bersama.
2.3.1 Penerapan Program Penanganan Keadaan Darurat di MAN Insan
Cendekia Lampung Timur
Penerapan Program pendidikan kondisi darurat bisa diintegrasikan ke dalam
beberapa mata pelajaran yang berkaitan dengan prosedur gawat darurat. Dengan

15
melihat dari berbagai sudut pandang, maka pendidikan ini bisa disisipkan ke dalam
mata pelajaran biologi, kimia, sains, agama dan sebagainya.
Berbagai pelajaran tersebut bisa dikaitkan ke dalam prosedur gawat darurat
seperti biologi yang bisa difokuskan pada pengetahuan anatomi fisiologi manusia,
kimia yang bisa difokuskan pada kandungan serta kegunaan dan kerugian daripada
suatu zat kimia, bahasa indonesia yang bisa menyediakan literasi tentang keadaan
darurat, dan sebagainya.
Pendidikan ini juga bisa diterapkan pada kegiatan ekstrakurikuler misalnya
pramuka dalam hal pelaksanaan pelatihan atau simulasi dalam menghadapi keadaan
darurat sehingga siswa bisa menanganai keadaan darurat dengan baik dan efektif.
Semua ini bertujuan agar siswa bisa memahami semua ancaman bahaya geologi,
ancaman bahaya iklim, bahaya lingkungan teknologi, ancaman bahaya sosial dan
bagaimana mengantisipasi serta meminimilisasir bahaya tersebut. Diharapkan setelah
itu siswa dapat memanajemen keadaan darurat dengan baik dan terstruktur.

2.4 Manajemen Penerapan Pendidikan Penanganan Keadaan Darurat di


MAN Insan Cendekia Lampung Timur
Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber
daya yang ada untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan.
Berangkat dari pemikiran bahwa ketika masyarakat dapat mengatasi masalahnya
sendiri maka otomatis masyarakat tersebut sudah dapat berdaya atau dengan kata lain
berfungsi secara sosial. Demikian pula dalam menghadapi bencana yang merupakan
masalah sosial. Berdasarkan pemikiran tersebut, hadirlah Community Based Disaster
Management (CBDM) sebagai sikap baru untuk masyarakat Indonesia dalam
berhadapan dengan kondisi darurat (bencana).
Community Based Disaster Management (CBDM) adalah sebuah pendekatan
yang mendorong komunitas dalam masyarakat dalam mengelola risiko bencana lokal
setempat. Upaya tersebut memerlukan serangkaian usaha dalam melakukan
interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko yang dihadapinya, melakukan prioritas
penanganan/pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, mengurangi serta

16
memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana.
Namun pokok dari keduanya adalah penyelenggaraan yang seoptimal mungkin
menggerakkan dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki(Paripurno, 2006).
Community-based disaster membantu masyarakat mengorganisir dirinya untuk
mandiri menghadapi bencana baik dari pra, saat terjadi, dan pasca bencana. Selain hal
yang telah disebutkan, pentingnya perubahan pemikiran penanggulangan bencana
yang bergeser dari tanggap darurat kepada pendekatan mitigasi dan persiapan adalah
hal utama. Community-based disaster dapat membantu meminimalisir korban,
kerugian yang diakibatkan, maupun ketergantungan terhadap bantuan. Pentingnya
penciptaan community-based disaster tentunya perlu didukung dengan penciptaan
ruang yang dapat memfasilitasi pekerja social sebagai salah satu pihak yang bergerak
di bagian manajemen bencana yang berbasis komunitas.
Melalui berbagai kegiatan pelatihan formal/informal fasilitator masyarakat
maupun relawan-relawan desa menekankan pada beberapa hal:
1) pengenalan konsep dasar pengurangan resiko bencana
2) pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat,
3) pelatihan pengenalan standar minimun dalam situasi darurat,
4) pelatihan pertolongan pertama gawat darurat
5) penyusunan rencana kedaruratan dan standar operasional
6) teknis manajemen darurat dan berbagai materi dasar .
2.4.3 Tahapan Penerapan Pendidikan Penanganan Keadaan Darurat
Perancangan tahapan bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan pendidikan
penanganan keadaan darurat bisa dilakukan dengan baik dan terstruktur. Adapun
rancangan tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan agar kegiatan yang akan dilaksanakan tersusun dengan
rapih dan efisien.
2. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan merupakan tahapan inti dimana kegiatan harus bisa
dilakukan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat dan disepakati.

17
3. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil daripada tahapan pelaksanaan
apakah sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.

18
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


3.1.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena data yang
ditampilkan akan menggunakan angka sebagai acuan. Setelah itu, dideskripsikan
secara deduksi yang berasal dari teori-teori umum, lalu observasi untuk menguji
validitas teori tersebut kemudian ditariklah sebuah kesimpulan. Hasil dari data data
tersebut di jabarkan secara deskriptif, karena hasil tersebut akan kami arahkan untuk
mendeskripsikan data yang diperoleh untuk menjawab rumusan.

3.1.2 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. penelitian
deskriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara atau kuesioner
mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita teliti. Petengujian
hipotesis atau menjawab suatu pertanyaan bisa menggunakan data dari kuesioner
yang diberikan kepada responden. Kemudian peneliti akan menjelaskan yang
sebenarnya terjadi mengenai keadaan sekarang ini yang sedang diteliti yang
bersumber dari data yang sudah diperoleh (Resseffendi 2010:33).
Penelitian ini juga menggunakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian
kuantitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme yang
digunakan untuk meneliti sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, serta analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik, untuk
membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono 2017:8).
Jadi, penelitian kuantitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul dari observasi, dan pengisian kuesioner. Pemilihan penelitian kuantitatif

19
deskriptif ini bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan program tanggap
darurat yang dilaksanakan di MAN Insan Cendekia Lampung Timur.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penjelasan tentang berbagai metode yang dapat
dipakai atau digunakan dalam pelatihan dan praktiknya serta sosialisasi yang
dilakukan di MAN Insan Cendekia Lampung Timur. Pelaksanaan kegiatan ini
dilakukan pada awal maret 2021 – akhir april 2021 di ruangan kelas atau di lapangan
sekolah MAN Insan Cendekia Lampung Timur.

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian


a) Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah dan
memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, atau
keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti (Nanang
Martono, 2011: 74). Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik di MAN
Insan Cendekia Lampung Timur tahun ajaran 2020/2021 yang berjumlah 76
orang.
b) Sampel Penelitian
sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau
keadaan tertentu yang akan diteliti (Nanang Martono, 2011: 74). Sampel juga bisa
diartikan bagian dari populasi yang dipilih mengikuti prosedur tertentu sehingga
dapat mewakili populasinya (Erwan Agus, 2011: 37).
Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 76 siswa MAN Insan
Cendekia Lampung dan menggunakan tingkat presisi sebesar 15% dikarenakan
keterbatasan waktu dan tenaga dari penulis. Pengambilan sampel menggunakan
rumus Taro Yamane yaitu:

Keterangan:
n = jumlah sampel penelitian

20
N = jumlah populasi penelitian
d2 = presisi yang ditetapkan
Berdasarkan rumus tersebut kita bisa menghitung jumlah sampel yaitu :

Jadi ada 28 orang yang akan dipilih secara acak oleh penulis untuk
pengambilan data.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel merupakan pusat perhatian pada penelitian kuantitatif atau dengan kata
lain merupakan sebuah konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu
nilai (Nanang Martono, 2010: 49). variabel juga bisa diartikan objek penelitian yang
bervariasi (Suharsimi Arikunto, 2010: 159).
Berdasarkan definisi tersebut, penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Adapun penjelasannya yaitu
a) Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi objek penelitian, yaitu:
1. Informasi tentang tanggap darurat dan penanganannya
2. Aplikasi dan praktik prosedur tanggap darurat
b) Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan
menjadi objek penelitian ini, yaitu tanggapan siswa terhadap program tanggap
darurat.

3.5 Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder
a) Data Primer
Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di
lokasi penelitian atau objek penelitian (Burhan bungin, 2005: 122). Dalam

21
penelitian ini diambil berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner
yang dibagikan kepada responden secara langsung, serta melalui observasi dan
penilaian langsung terhadap objek.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang kita butuhkan (Burhan bungin, 2005: 122). Dalam
penelitian ini didapatkan dengan berdasarkan acuan materi atau literatur dan
review terhadap dokumen, buku, bahan bacaan, laporan serta jurnal yang
berhubungan dengan prosedur tanggap darurat.

3.6 Skala Pengukuran


Dalam penelitian ini menggunakan skala likert, yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial (Sugiyono, 2011: 134). Pada skala Likert, variabel yang diukur dijadikan
sebagai indikator dasar atau titik tolak dalam menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Penulis juga menggunakan kuis untuk
mengetahui pemahaman objek terhadap informasi terhadap keadaan darurat serta
penangannya.
Maka dari itu ada 3 skala pengukuran yang dijadikan sebagai acuan dalam
penelitian ini yaitu:
a) Penilaian indikator variabel dengan menggunakan opsi dengan skor yang
sudah ditentukan mulai dengan skor tertinggi hingga skor terendah antara satu
sampai empat.
b) Penilaian kuis dengan menggunakan skor dengan standar minimum sebesar
60% pertanyaan yang dijawab dengan benar.
c) Penilaian praktik simulasi prosedur tanggap darurat yang dinilai oleh ahli yang
paham tentang prosedur tanggap darurat.

22
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu:
a) Kuesioner
Kuesioner adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,
2018:124).
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian meliputi laporan kegiatan, foto kegiatan, buku serta data yang bisa
dijadikan acuan dalam penelitian. Dokumentasi diperlukan dalam penelitian
untuk mengambil gambar kegiatan pelaksanaan program tanggap darurat oleh
peserta didik.
c) Penilaian pengetahuan
Metode ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan peserta didik yang
dijadikan sampel dalam hal pemahaman penanganan keadaan darurat baik
secara tertulis maupun praktiknya. Hasil dari penilaian tersebut lalu
dibandingkan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.
d) Lembar observasi
pedoman terperinci yang berisi langkah-langkah melakukan observasi
mulai dari merumuskan masalah, kerangka teori untuk menjabarkan perilaku
yang akan diobservasi,prosedur dan teknik perekaman, kriteria analisis hingga
interpretasi.

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011). Instrumen juga bisa diartikan
suatu alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam menggunakan metode
pengumpulan data secara sistematis. Instrumen penelitian sangatlah penting dalam
hal bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data di lapangan.
Adapun instrumen yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

23
a) Kuesioner
Kuesioner yang penulis pilih yaitu kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang
sudah disediakan jawabannya sehingga responden hanya memilihnya.
Adapun jumlah indikator yang tertera pada kuesioner yaitu:
1. 10 pertanyaan tentang prosedur tanggap darurat sebelum pelaksanaan
kegiatan
2. 10 pertanyaan tentang prosedur tanggap darurat sesudah pelaksanaan
kegiatan
Adapun penilaian skor penilaian kuesioner tertera pada tabel 3.1
Tabel 3.1: skor penilaian kuesioner
No. Pilihan Jawaban Skor
1. Sangat setuju 4
2. Setuju 3
3. Kurang setuju 2
4. Tidak Setuju 1

Penyusunan kuesioner disesuaikan dengan indikator dari masing-masing variabel


penelitian yang disusun dalam kisi-kisi instrument.
Tabel 3.2: kisi kisi kuesioner
No. Variabel sub variabel Jumlah
1. Pengetahuan a. Informasi tentang keadaan 3
keadaan darurat darurat
b. Tanggapan tentang prosedur 2
tanggap darurat
2. Aplikasi dalam a. Tanggapan kegunaan tanggap 3
kehidupan sehari darurat dalam kehidupan
hari sehari hari
b. Tatalaksana keadaan darurat 2
c.

24
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen
penelitian yang berupa angket perlu diujicobakan untuk mengetahui tingkat
validitas soal.
• Uji validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
atau kesahihan suatu instrumen. Teknik pengujian ini yang akan diuji
adalah validitas ahli yang mana instrumen tersebut dinilai oleh ahli
untuk mengetahui valid atau tidak instrumen tersebut.
b) Kuis pengetahuan
Penulis membuat pertanyaan seputar keadaan darurat lalu pertanyaan
tersebut dijawab oleh responden sebelum dan sesudah pelaksanaan
program prosedur tanggap darurat. Soal kuis yang disediakan penulis
berjumlah 10 dengan rincian 5 soal benar/salah, dan 5 soal essay. Adapun
standar minimum penilaian yaitu 60% jawaban benar dari total pertanyaan
keseluruhan.
c) Lembar observasi
Lembar observasi berisi poin poin serta daftar kriteria penilaian
praktikum lapangan pada saat kegiatan. Penilaian lembar observasi
dilakukan oleh ahli terkait, lalu data tersebut bisa dijadikan acuan dalam
penarikan kesimpulan.

3.9 Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Teknik analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau
sumber data lain terkumpul (Sugiyono, 2018). Kegiatan dalam analisis data adalah
mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mengelompokkan
data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotensis yang telah diajukan.

25
a) Pengolahan data
Pengolahan data adalah kegiatan lanjutan setelah pengumpulan data
dilaksanakan (Burhan Bungin, 2005). Pengolahan data meliputi pemeriksaan
data (editing), proses pemberian identitas pada data agar mudah dibedakan
(coding), pemberian nilai (scoring) dan proses pengelompokkan data pada
tabel (tabulasi).
1. Editing
Editing yaitu memeriksa kembali data yang telah masuk. Editing data
merupakan proses pengoreksian dan pengecekan terhadap kuesioner yang
telah dijawab oleh responden.
2. Coding
Coding yaitu pemberian identitas pada data baik berupa simbol atau
kode bagi tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama.
Maksudnya adalah angket yang telah diedit diberi identitas sehingga
memiliki arti dapat diproses pada tahap pengolahan data lebih lanjut.
3. Scoring
Scoring yaitu memberi angka pada lembar jawaban kuesioner tiap
subyek skor dari tiap item atau pertanyaan. Penulis mencermati jawaban
dan menghitung jumlah skor masing-masing pertanyaan untuk tiap
pertanyaan
4. Tabulasi
Tabulasi yaitu memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan
mengatur angka-angka serta menghitungnya (Burhan Bungin, 2005).
Penulis membuat tabel dan memasukkan data hasil angket ke dalamnya
sebagai persiapan analisis data melalui penerapan rumus statistik yang
dipilih.
b) Analisis Data
Teknik analisis data adalah kegiatan mengelompokkan data berdasarkan
variabel dan jenis responden, mendeskripsikan data, serta mengkalkulasi data
untuk mendapat kesimpulan.

26
1. Mean
Analisis data pada penelitian ini menggunakan rumus mean atau rata rata
daripada nilai keseluruhan yaitu:

2. T-test
T Test digunakan untuk menguji signifikansi beda rata-rata dua
kelompok. Tes ini juga digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat.

Keterangan:
X1 = Rata Rata nilai sampel sebelum pelaksanaan kegiatan
X2 = Rata Rata nilai Sampel Sesudah pelaksanaan kegiatan
S12 = varian sampel sebelum pelaksanaan kegiatan
S22 = varian sampel sesudah pelaksanaan kegiatan
n = banyaknya data
3.10 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap awal, tahap
inti, dan tahap akhir.
• Tahap awal yaitu persiapan alat dan bahan pendukung kegiatan, persiapan
materi pendukung yang relevan, perizinan kepada guru yang berwenang
serta kerja sama dengan siswa dan pihak yang terkait.

27
• Tahap inti yaitu pelaksanaan kegiatan program tanggap darurat dan
pengisian kuesioner oleh masyarakat di MAN Insan Cendekia Lampung
Timur.
• Tahap akhir yaitu penyusunan makalah dengan standar karya tulis ilmiah
Indonesia.
Adapun jenis program prosedur tanggap darurat yang dilaksanakan yaitu
penanganan kebakaran, keracunan serta tenggelam yang dibantu oleh tim ahli
yang bekerja sama dengan penulis untuk memberikan informasi serta praktik
penanganan keadaan tersebut.

28

Anda mungkin juga menyukai