Anda di halaman 1dari 27

Ceramah Ramadhan Hari Ke-3: Fadhilah Shalat Lail Sahabat Cerpi pada kesempatan

kali ini CeramahPidato.Com akan share artikel mengenai teks ceramah ramadhan 1435
H/2014 M hari ke tiga. Judulnya adalah Fadhillah Shalat lail, simaklah:

Berbicara tentang fadhillah shalat lail, terlebih dahulu kita berbicara tentang macam-macam
shalat lail dan dasar – dasar perintah untuk itu. Shalat lail adalah shalat sunat yang dilakukan
diwaktu malam sesudah shalat Isya dan seterusnya pada perkiraan sepertiga, atau seperdua,
atau sepertiga di akhir malam. Sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surah al-Muzammil
(73): 20, berbunyi:

‫ار ۚ َعلِ َم َأن لَّن‬ َ ‫صفَهُ َوثُلُثَهُ َوطَاِئفَةٌ ِّمنَ الَّ ِذينَ َم َعكَ ۚ َوهَّللا ُ يُقَ ِّد ُر اللَّ ْي َل َوالنَّ َه‬ ْ ِ‫ِإنَّ َربَّ َك يَ ْعلَ ُم َأنَّ َك تَقُو ُم َأ ْدنَ ٰى ِمن ثُلُثَ ِي اللَّ ْي ِل َون‬
ِ ‫ض ِربُونَ ِفي اَأْل ْر‬
َ‫ض يَ ْبتَ ُغون‬ ْ َ‫آخرُونَ ي‬ َ ‫ض ٰى ۙ َو‬ َ ‫سيَ ُكونُ ِمن ُكم َّم ْر‬ َ ‫آن ۚ َعلِ َم َأن‬ ِ ‫س َر ِمنَ ا ْلقُ ْر‬ َّ َ‫َاب َعلَ ْي ُك ْم ۖ فَا ْق َر ُءوا َما تَي‬
َ ‫صوهُ فَت‬ ُ ‫ت ُْح‬
‫ضا‬ َ
ً ‫ضوا َ ق ْر‬‫هَّللا‬ ْ ‫َأ‬
ُ ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َو ق ِر‬ ‫َأ‬ ْ
َّ ‫س َر ِمنهُ ۚ َو قِي ُموا ال‬ ْ َ ‫هَّللا‬
َّ َ‫سبِي ِل ِ ۖ فاق َر ُءوا َما تَي‬ ُ
َ ‫آخرُونَ يُقَاتِلونَ فِي‬ ‫هَّللا‬
َ ‫ض ِل ِ ۙ َو‬ َ
ْ ‫ِمن ف‬
‫ستَ ْغفِ ُروا هَّللا َ ۖ ِإنَّ هَّللا َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬ ْ ‫س ُكم ِّمنْ َخ ْي ٍر تَ ِجدُوهُ ِعن َد هَّللا ِ ُه َو َخ ْي ًرا َوَأ ْعظَ َم َأ ْج ًرا ۚ َوا‬ ُِ ‫سنًا ۚ َو َما تُقَ ِّد ُموا َأِلنف‬ َ ‫َح‬

Yang Artinya:

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri shalat (lail) kurang dari 2/3
malam atau ½ malam atau 1/3-nya”.

Waktu-waktu itu dapat kita gunakan sesuai dengan kemampuan dan kesediaan kita. Ada yang
mampu berjaga tidak tidur sampai waktu shalat itu. Ada yang tidur kemudian bangun shalat
pada pertengahannya ada pada sepertiga akhir malam. Shalat malam yang kita lakukan dalam
bulan suci Ramadhan ini juga shalat malam yang diberi nama shalat tarwih yang diakhiri
dengan shalat witir sebagai penutup shalat malam (lail).

Pada ayat yang lain Allah berfirman dalam surat al-Sajadah (32):16, berbunyi:

َ‫ضا ِج ِع يَ ْدعُونَ َربَّ ُه ْم َخ ْوفًا َوطَ َم ًعا َو ِم َّما َر َز ْقنَا ُه ْم يُنفِقُون‬


َ ‫تَت ََجافَ ٰى ُجنُوبُ ُه ْم َع ِن ا ْل َم‬

Yang Artinya:

“Mereka itu meninggalkan tempat tidurnya – mereka tidak tidur karena menunggu waktu
untuk melaksanakan shalat lail, sedang mereka menyerah kepada Tuhannya dengan perasaan
takut dan penuh harapan. Dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan
kepadanya”.
Dalam ayat lain surah al-Furqan (25):64, berbunyi:

ُ ‫َوالَّ ِذينَ يَبِيتُونَ لِ َربِّ ِه ْم‬


‫س َّجدًا َوقِيَا ًما‬

Yang Artinya:

“Hamba-hamba yang berbakti itu diwaktu malamnya suka sekali menyembah Tuhannya
dengan bersujud dan berdiri”.

Dalam keheningan malam mereka merasakan nikmat dan syahdunya menghadapkan diri
bermunajat kepada Tuhan Rabbul Alamin.

Dalam surah adz-Dzariyat (51): 17, 18, 19, berbunyi:

َ‫َكانُوا قَلِياًل ِّمنَ اللَّ ْي ِل َما يَ ْه َجعُون‬

َ‫ستَ ْغفِرُون‬ ْ ‫َوبِاَأْل‬


ْ َ‫س َحا ِر ُه ْم ي‬

ِ ‫ساِئ ِل َوا ْل َم ْح ُر‬


‫وم‬ ٌّ ‫َوفِي َأ ْم َوالِ ِه ْم َح‬
َّ ‫ق لِّل‬

Yang Artinya:

“Orang-orang yang bertaqwa itu sedikit sekali tidurnya diwaktu malam. Diwaktu menjelang
fajar pagi (sahur), mereka itu berdoa memohonkan pengampunan dan dari sebahagian
hartanya diberikan kepada orang yang meminta dan yang kekurangan”.

Maksid ayat bahwa selain mereka taat mendirikan shalat (lail) diwaktu malam dia juga
mengeluarkan sebahagian hartanya kepada yang berhak (mustahak).

Bermacam-macam pengalaman dan kisah terhadap ahli shalat (lail). Nabi Muhammad SAW.
Berdiri shalat tiap malam dengan bacaan-bacaan surah terpanjang, sehingga kaki beliau
membengkak. Beliau ditegur oleh sahabat dan Saidat Aisyah sendiri, berkata: wahai Rasul
bukankah engkau telah mendapat pengampunan segala dosamu dan orang yang dikasihani
dan pasti ahli surga, kenapa engkau tidak mengetahui bahwa dengan shalatku yang seperti ini
adalah saya menyatakan kesyukuranku pada nikmat-nikmat Allah yang telah
dikaruniakannya kepadaku. Para sahabat mengikuti amalan-amalan Rasul tersebut. Bukankah
Tuhan Allah SWT. Telah menyatakan dalam firmannya pada surah Ibrahim (14):7, berbunyi:

َ ‫َوِإ ْذ تََأ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَِئن‬


َ َ‫ش َك ْرتُ ْم َأَل ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَِئن َكفَ ْرتُ ْم ِإنَّ َع َذابِي ل‬
‫ش ِدي ٌد‬

Yang Artinya:

“Jika engkau mensyukuri nikmat pemberianku maka akan kutambah nikmat itu namun jika
kamu mengingkari; maka siksaku amat pedih.

Ali Bin Biker berkata:

“selama 40 tahun tidak ada satupun yang menyusahkan hatiku selain menyingsingnya fajar
diwaktu pagi”. Fudail bin Iyyad berkata: “Jikalau matahari sudah terbenam, maka saya pun
bergembira sebab dapat berhalwat dengan Tuhanku. Tetapi apabila matahari terbit, maka
sedihlah hatiku sebab saya akan berhadapan dengan orang banyak”.

Abu Sulaiman berkata:

“Ahli bangun malam diwaktu malamnya dapat merasakan kelezatan beribadah lebih dari
semua kelezatan hidangan pesta disiang hari; andaikata tidak ada malam, maka rasanya
saya tidak ingin menetap didunia ini”.

Sebahagian ulama mengatakan:

“di dunia ini tidak ada satu waktupun yang menyerupai kenikmatan ahli surga, melainkan
apa yang dirasakan oleh ahli yang mencintai waktu malam sebab dapat mengenyampingkan
manisnya bermunajat dengan Tuhannya.”

Demikian kisah yang termuat dalam kitab “Mauzatul Mukminin”, ikhtisar Ihya Ulumuddin
karangan Iman Al – Ghazali.

Mengenai Fadhilah atau keutamaan shalat Lail: rasul SAW bersabda dalam hadisnya yang
diriwayatkan oleh Muslim dari abu hurairah yang berbunyi:

“Semulia-mulia shalat sesudah lima waktu ialah Shalat lail”.

Hadis yang diriwayatkan oleh Adam bin Abu Iyas, Nabi Bersabda:

“Dua rakaat yang dilakukan oleh seorang hamba di tengah malam itu adalah lebih baik
baginya dari dunia ini serta lainnya”.

Selanjutnya Nabi Bersabda:

“Sesungguhnya dari sebahagian waktu malam itu ada suatu saat yang tiada menyamai
kebaikannya bagi seorang muslim untuk memohonkan dikabulkannya, demikian itu ada pada
setiap malam”. (HR. Muslim).
Didalam hadis lainnya dinyatakan:

“Hendaklah kamu sekalian menetapi shalat malam, sebab yang demikian itu adalah prilaku
orang-orang yang shaleh sebelumnya”. (HR. Muslim).

Shalat malam yang khusus dinamai dengan shalat Tahajjud, Allah SWT Berfirman dalam
surah Bani Israil (17): 79, berbunyi:

“Dan pada sebagian malam dirikanlah shalat Tahajjud sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu; mudah-mudahan Allah mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”.

Dan surah al-Muzzammil (73): 6, berbunyi:

‫ش ُّد َو ْطًئا َوَأ ْق َو ُم ِقياًل‬


َ ‫شَئةَ اللَّ ْي ِل ِه َي َأ‬
ِ ‫ِإنَّ نَا‬

Yang Artinya:

“Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih tepat, (untuk khusyuk dan bacaan itu
lebih berkesan)”.

Maksud ayat bahwa di malam hari ibadah-ibadah yang dilakukan dapat lebih khusyuk dan
bacaan ayat-ayat lebih mantap dibanding dengan siang hari.

Dalam Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

“Pada waktu 1/3 malam Allah SWT berfirman: Siapakah dari hambaku berdoa pada malam
ini; maka akan kukabulkan permohonannya, siapa yang meminta sesuatu akan kuberikan
permintaannya, siapa yang memohon ampun akan kuampuni dia”.

Pernah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang perlu diikuti oleh ummatnya yang
dalam al-Qur’an Surah Al-Muzzammil (73): 1-5, berbunyi:

‫َيا َأ ُّي َها ا ْل ُم َّز ِّم ُل‬

‫قُ ِم اللَّ ْي َل ِإاَّل قَلِياًل‬

ْ ُ‫صفَهُ َأ ِو انق‬
‫ص ِم ْنهُ قَلِياًل‬ ْ ِّ‫ن‬

‫َأ ْو ِز ْد َعلَ ْي ِه َو َرتِّ ِل ا ْلقُ ْرآنَ ت َْرتِياًل‬

‫سنُ ْلقِي َعلَ ْي َك قَ ْواًل ثَقِياًل‬


َ ‫ِإنَّا‬

Yang artinya:

“Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah untuk sembahyang di malam


hari seperdua malam atau sepertiganya… atau kurang dari itu dan bacalah Alquran itu dengan
perlahan-lahan, Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat”.

Maksud ayat bahwa Allah SWT akan menurunkan wahyunya yang penuh dengan perintah
yang dipatuhi dan larangan-larangan yang harus di tinggalkan.
Fadhilah shalat Lail sangat luar biasa apalagi yang bertepatan dengan lailatul Jum’at. Dan
pada tiap malam ada shalat lail khusus sesuai dengan penjelasan kitab Zinatul Asrar dan
menganjurkan kepada kita agar dalam permohonan kita tersebut disesuaikan dengan perintah
Allah SWT:

“Jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu”.

Kita shalat disertai kesabaran dalam bermohon kehadirat Allah SWT. Demikian, Wa Allah
a’lam bi al-shawab.[cp]

Tags:

Ceramah Ramadhan Hari Ke-3: Fadhilah Shalat Lail , intisari ceramah fadilah salat lail ,
fadhilah shalat lail , ceramah tentang fadhilah shalat lail , ceramah singkat fadilah salat lail ,
kultum ramadhan hari ke3 , ceramah ramadhan fadhilah shalat lail , apa isi ceramah dari
fadhilah shalat lail , Tema ceramah fadhilah shalat lail , tausiah malam ke 3 ramadhan
Ceramah Ramadhan Hari Ke-5: Optimalisasi Peran dan Fungsi MasjidOptimalisasi
Peran dan Fungsi Masjid  Sahabat Cerpi pada kesempatan kali ini CeramahPidato.Com
akan share artikel mengenai teks ceramah ramadhan 1435 H/2014 M hari ke tiga. Judulnya
adalah Optimalisasi peran dan fungsi Masjid, simaklah:

Ada seorang Gubernur yang sangat prihatin melihat masjid yang belum berfungsi optimal di
wilayahnya. Ia mengatakan bahwa ummat Islam telah melanggar perintah Tuhan secara tidak
disengaja, yaitu melakukan perbuatan mubazzir dengan tidak memfungsikan masjid secara
optimal. Ia melihat masjid hanya digunakan lima kali sehari semalam atau kira-kira hanya
satu jam dalam 24 jam. Itu pun terbatas sebagai fungsi ibadah. Selebihnya ditutup, artinya
ummat telah mubazir 23 jam dengan ruangan luas tidak dimanfaatkan. Karena itu ia
menganjurkan agar ruangan masjid yang luas itu difungsikan secara optimal, baik fungsi
ibadah ataupun fungsi kebudayaan, seperti pendidikan, pengajian, diskusi, ruangan bacaan
atau perpustakaan dan sebagainya. Dengan latar belakang itulah sehingga dibangunlah SMP
Islam di Masjid Raya Wilayahnya sebagai lembaga pendidikan yang berlokasi di Masjid.

Fungsi utama masjid adalah beribadah. Lima kali sehari semalam ummat Islam dianjurkan
mengunjungi masjid untuk melaksanakan shalat lima waktu. Masjid merupakan tempat yang
paling banyak dikumandangkan nama Allah; azan, qaamat, takbir, tahmid, tasbih, tahlil,
istigfar, dan zikir lainnya dianjurkan di baca dalam masjid. Jadi, tepat jika masjid disebut
Baitullah artinya rumah Allah yang didalamnya selalu bergema lafadz Allah, sebagai tersebut
dalam QS al-Hajj 22:44, berbunyi:

‫س ٰى فََأ ْملَيْتُ لِ ْل َكافِ ِرينَ ثُ َّم َأ َخ ْذتُ ُه ْم ۖ فَ َكيْفَ َكانَ نَ ِكي ِر‬
َ ‫اب َم ْديَنَ ۖ َو ُك ِّذ َب ُمو‬ ْ ‫َوَأ‬
ُ ‫ص َح‬

Yang artinya:

…dan masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama Allah.

Fungsi kedua masjid adalah pembinaan umat atau fungsi kebudayaan, yaitu:

1.Pembinaan Ukhuwah atau persaudaraan


Pada hakekatnya masjid adalah umat. Siapapun bisa masuk kedalam masjid, asal ia muslim;
tanpa memandang perbedaan latar belakang paham keagamaan dan mazhab. Perbedaan
demikian tidak menjadi halangan untuk menjalin rasa persaudaraan. Ketika mendirikan
masjid hendaknya menjadi pertimbangan utama latar belakang jamaah datang dari berbagai
paham keagamaan. Seorang individu atau organisasi bisa saja mendirikan sebuah masjid
tetapi setelah masjid itu difungsikan, maka berarti sudah menjadi milik jamaah. Masjid
haruslah bersifat inklusif bagi umat Islam. Persaudaraan adalah merupakan hal yang prinsip
dalam islam, sehingga kita bisa memahami kebijakan seorang ulama ketika hendak
menfungsikan Masjid beliau berusaha menghindari hal-hal yang bersifat furuiyyah dan
mengutamakan masalah ukhuwwah.

2.Pembinaan Pemdidikan

Fungsi masjid yang perlu mendapat perhatian adalah fungsi pendidikan. Para pemuda dan
remaja yang tergabung dalam Ikatan remaja Masjid sedang mengembangkan TPA-TPA
(Taman Pendidikan AlQuran). Alhamdulillah lembaga ini sudah memperlihatkan hasil yang
patut dibanggakan. Bahkan sebagian pengamat sosial berepndapat bahwa kontribusi yang
paling besar kepada pembangunan bangsa setelah kemerdekaan adalah pembebasan buta
huruf Alquran melalui TPA. Lembaga TPA digerakkan oleh remaja masjid yang umumnya
dilaksanakan di dalam Masjid. Pendidikan TPA ini perlu dipikirkan pengembangannya
dengan membangun SD dan SMP bagi masjid yang memungkinkan. Sehingga optimalisasi
peran dan fungsi masjid sebagai lembaga pendidikan dapat berlangsung dengan baik.

3.Pembinaan Ekonomi Umat

Krisis ekonomi yang kadang datang melanda bangsa ini berdampak kepada tidak stabilnya
ekonomi umat. Karena itu masjid sebagai pusat pembinaan ummat perlu diberikan fungsi
baru, yaitu tempat pemberdayaan ekonomi umat. Salah satu diantaranya dengan merancang
bangunan masjid sama dengan masjid Al Markaz Al islami Makassar dengan menjadikan
pekarangannya sebagai pasar Jumatan. Terdapat keuntungan ganda yang diperoleh dari pasar
Juamatan itu dilihat dari segi dakwah. Pertama: pajak keuntungan yang diperoleh dari pasar
itu dapat digunakan untuk memakmurkan masjid. Kedua, para pedagang yang berjualan
dipasar jumatan itu, jika biasanya mereka malas melaksanakan shalat, dengan sendirinya ia
akan menyesuaikan diri untuk ikut berjamaah.

Kegiatan kemasyarakatan lain yang perlu dipikirkan adalah di masa depan adalah bangunan
masjid yang memiliki aula. Hal itu juga memiliki keuntungan ganda, yaitu keuntungan  untuk
pendanaan masjid yang sekaligus menjadi keuntungan dari segi pengembangan dakwah
Islam, sebab pengunaan aula dalam masjid akan menyesuaikan diri kepada kesucian masjid.

Peran dan fungsi masjid tersebut, sudah tentu dapat dikembangkan lebih jau. Sebab seperti
diketahui bahwa pada zaman Rasulullah SAW masjid satu-satunya menjadi pusat aktivitas
umat. Masjid ketika itu menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pemerintahan, pusat dakwah dan
penyiaran Islam, pusat pelatihan dan penyusunan strategi perang, dan aktivitas kebudayaan
lainnya. Semoga artikel ini memberikan manfaat dalam rangka optimalisasi peran dan fungsi
masjid.[cp]
Ceramah Ramadhan Ke-10: Urgensi Pembinaan Generasi Muda Islam – Sahabat Cerpi
pada kesempatan kali ini CeramahPidato.Com akan share artikel mengenai ceramah
ramadhan atau pidato puasa 2015, yang bisa menjadi referensi anda dalam berceramah
sebelum shalat Tarwih tentunya. Judulnya adalah Urgensi Pembinaan Generasi Muda islam,
simaklah:

Sesungguhnya wajah masyarakat Islam 30 sampai 50 tahun di masa mendatang dapat dilihat
atau ditentukan oleh seberapa handalnya pembinaan generasi muda Islam saat ini. Pemuda
adalah jelas merupakan pilar dari semua kebangkitan umat di dunia ini. Juga Sejarah Islam
telah membuktikan bahwa pendukung-pendukung awal penyampaian risalah Islam ini oleh
Rasulullah SAW,  adalah para pemuda yang dengan tegar menjadi penyokong bagi
penyampaian Risalah Islam. Di Negara kita sejarah telah mencatat momentu-momentu
pergerakan bangsa yang telah diukir dengan peluh dan keringat kaum muda bangsa ini.

Potensi ini telah dipahami sepenuhnya oleh orang-orang yang memiliki kepentingan
penguasaan terhadap suatu bangsa dalam jangka panjang, sehingga kalangan yang
mengingingkan penguasaan tersebut sering menggunakan metode penghancuran generasi
muda dari suatu bangsa yang ingin mereka kuasai. Hamtaman dan cobaan seperti ini telah
dirasakan oleh generasi Islam di seluruh dunia. Tawaran-tawaran yang berbau hedonis telah
disuguhkan kepada generasi muda kita yang dapat  menyebabkan mereka lupa terhadap
harapan umat dan harapan bangsa yang digantungkan kepada mereka. Merajalelanya
peredaran narkotika dan fornografi dalam lingkungan masyarakat kita adalah merupakan
indikasi yang sangat besar mengenai program penghancuran generasi muda kita.

Potensi Generasi Muda

Apa yang sebenarnya dimiliki oleh pemuda sehingga mereka selalu memberikan kontribusi
yang besar dalam kebangkitan sebuah peradaran? Dalam kaita tersebut Hasan Al-Banna, toko
pergerakan Al Ikhwan Al Muslimin di Mesir mengngambarkan sosok pemuda dengan
kalimat berikut: Allah SWT berfirman dalam QS Al-Kahfi 18:13:

ِّ ‫ص َعلَ ْي َك نَبََأهُم بِا ْل َح‬


‫ق ۚ ِإنَّ ُه ْم فِ ْتيَةٌ آ َمنُوا بِ َربِّ ِه ْم َو ِز ْدنَا ُه ْم ُهدًى‬ ُّ ُ‫نَّ ْحنُ نَق‬
Yang artinya:

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka
adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk
mereka petunjuk.

Potensi-potensi iman, keikhlasan, semangat dan amal yang ada dalam diri pemuda, terutama
pemuda Islam harus dipupuk dan ditumbhkan melalui proses tarbiyah (pendidikan) yang
benar, pembinaan jiwa dan akhlak serta pembentukan generasi muda yang tangguh, sehingga
mereka dapat bertahan menang dalam menghadapi segala tantangan.

Realitas Generasi Muda Harapan Umat

Kindisi generasi muda bangsa kita yang sangat memprihatinkan dalam beberapa tahun yang
lalu tentunya bukanlah sebuah potret generasi yang kita ingingkan. Alhandulillah, dalam awal
milenium ketiga ini dimana terpaan budaya barat yang menawarkan pola-pola pergaulan yang
tidak Islami semakain besar, justru terjadi perubahan yangsangat besar dalam perkembangan
pergaulan remaja Islam.

Saat ini remaja-remaj Islam sudah tidak malu-malu lagi untuk menunjukkan identitas
keislamannya dengan membawa Al-Quran ke sekolah-sekolah dan tempat-tempat aktifitas
mereka.sehingga, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam kunjungannya ke Indonesia mensinyalir
bahwa kebangkita Islam akan segera tiba dengan melihat indikasi semangat pemuda-pemuda
Islam untuk kembali mempelajari agama mereka.

Pola Pembinaan Generasi Muda

Islam telah memberikan tuntunan kepada kita mengenai proses pembinaan anak dan genersai
muda yang benar dengan memperhatikan semua faktor yang dapat mempengaruhi proses
perkembangan jiwa dan mentalitas pemuda. Proses pembinaan tersebut harus dilakukan
dalam berbagai lingkungan.

Pembinaan di Lingkungan Keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal pleh seorang anak. Pengaruh yang
dimunculkan dan lingkungan keluarga ini sangant besar bagi kehidupan sang anak. Dalam
lingkungan keluargalah seorang bayi dalam fitrahnya adalah muslim dapat makin
berkembang menjadi muslim yang tangguh atau menjadi menjadsi kafir berandalan.

Dalam hal ini orang tua harus dapat menciptakan keluarga yang sakinah, damai, tenteram,
dan memiliki tanggung jawab yang besar dalam pembinaan anak dan menjadi teladan yang
baik bagi sang anak, mewariskan keimanan yang kokoh kuat kepada keturunannya. Q.S.Ath
Thuur 52:21:

َ ‫َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َواتَّبَ َع ْت ُه ْم ُذ ِّريَّتُ ُهم بِِإي َما ٍن َأ ْل َح ْقنَا بِ ِه ْم ُذ ِّريَّتَ ُه ْم َو َما َألَ ْتنَاهُم ِّمنْ َع َملِ ِهم ِّمن ش َْي ٍء ۚ ُك ُّل ا ْمرٍِئ بِ َما َك‬
ٌ‫س َب َر ِهين‬

Yang artinya:

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi
sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya.

Orang tua juga harus mampu mempersiapkan anaknya dalam keadaan yang tidak lemah
kondisi mental dan fisiknya lemah dalam bidang pendidikan dan lemah dalam kemampuan
materi.Q.S.An-Nisa 4:9:

‫س ِديدًا‬ ِ ً‫ش الَّ ِذينَ لَ ْو تَ َر ُكوا ِمنْ َخ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬


َ ‫ض َعافًا َخافُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا هَّللا َ َو ْليَقُولُوا قَ ْواًل‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬

Yang artinya:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.

Proses pembinaan anak dalam keluarga harus dimulai dengan pembinaan ketauhidan,
pembinaan ibadah, pembinaan ahlak, dan pembinaan metalitas kepemimpinan, Q.s. Luqman
31: 13,17,18,19:

ْ ُ‫َوِإ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه َوه َُو يَ ِعظُهُ يَا بُنَ َّي اَل ت‬
‫ش ِركْ بِاهَّلل ِ ۖ ِإنَّ الش ِّْركَ لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬

‫صابَ َك ۖ ِإنَّ ٰ َذلِ َك ِمنْ ع َْز ِم اُأْل ُمو ِر‬


َ ‫اصبِ ْر َعلَ ٰى َما َأ‬
ْ ‫َن ا ْل ُمن َك ِر َو‬ ِ ‫صاَل ةَ َوْأ ُم ْر بِا ْل َم ْع ُر‬
ِ ‫وف َوا ْنهَ ع‬ َّ ‫يَا بُنَ َّي َأقِ ِم ال‬

ِ ‫ش فِي اَأْل ْر‬


‫ض َم َر ًحا ۖ ِإنَّ هَّللا َ اَل يُ ِح ُّب ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخو ٍر‬ ِ ‫ُص ِّع ْر َخ َّد َك لِلنَّا‬
ِ ‫س َواَل تَ ْم‬ َ ‫َواَل ت‬

‫ص ْوتُ ا ْل َح ِمي ِر‬


َ َ‫ت ل‬ ْ ‫ص ْوتِ َك ۚ ِإنَّ َأن َك َر اَأْل‬
ِ ‫ص َوا‬ َ ‫ض ِمن‬ ُ ‫شيِ َك َوا ْغ‬
ْ ‫ض‬ ِ ‫َوا ْق‬
ْ ‫ص ْد فِي َم‬

Yang artinya:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai.

Dengan demikian lingkungan keluarga harus dapat  mendorong agar si anank bergaul dalam
tata pergaulan yang baik, dengan menghindari diri dari lingkungan pergaulan yang tidak
kondusif bagi perkembangan si anak.

Perkembangan Peranan Pribadi


Seorang remajah yangtelah memasuki masa mida juga harus dapat melakukan proses
pembinaan dirinya sendiri. Tentunya bekas-bekas pembinaan keluarga yang telah dia lalui
sangat besar artinya dalam mendorong pembinaan pengembangan pribadi remajaini.

Seorang pemuda harus mempersiapkan dirinya baik secara fikriyah, ruhaniyah dan jasadiyah.
Sehingga dengan demikian mereka akan menjadi pemuda yang tangguh. Kuat pisik, kuat
ruhaninya dan kuat terarah daya pikirannya.

Pembinaan di Lingkungan Masyarakat

Dalam masyarakat sendiri, harus tercipta kondisi yang positif dalam menciptakan lingkungan
pergaulan yang baik bagi seorang remaja dan pemuda untuk menguji ketangguhan pribadi
mereka. Lembaga-lembaga seperti organisasi-organisasi kepemudaan, kemahasiswaan, ikatan
remaja mesjid, dan lembaga lain.

Eksistensi berbagai organisasi kemasyarakatan Islam ini sangan positif untuk wadah
pengkaderan menyeluruh semua lapisan generasi muda Islam. Hal seperti inilah termasuk
yang diistilahkan para intelektual sebagai penguatan civil society. Tegasnya, bahwa
komunitas masyarakat Islam itu sangat kuat, termasuk pemuda dan remajanya. Dan perlu kita
tekankan betul atau garis bawahi betul bahwa berbilang dan berbagai macam organisasi
kemasyarakatan Islam itu adalah sekedar wadah pengkaderan, wadah perjuangan dan bukan
untuk mensekat atau memecah kekuatan dan persatuan umat Islam.

Lembaga-lembaga Pendidikan formal

Lembaga-lembaga pend  idikan yang dibangun untuk membina generasi muda, apakah  itu
milik negara atau swasta, harus memahami benar peran, dan amanah yang mereka jalankan.
Dalam lembaga pendidikan formal inilah seorang anak akan digembleng dalam jangka waktu
yang cukup lama bertahun-tahun.

Jika lembaga pendidikan formal ini dikelolah tidak dengan serius dengan kata lain bila ada
lembaga pendidikan formal yang dikelola asal-asalan, maka lembaga pendidikan yang
demikian bukan menolong pembina generasi muda Islam, malah menghancurkan generasi.
Mengapa? Karena mereka menghabiska usia 3 sampai 6 tahun di lembaga itu tapi mereka
tidak mendapatkan pendidikan yang baik. Waktu generasi tersebut terbuat dengan sia-sia.
Penyelenggara pendidikan formal harus benar-benar menonjolkan education oriented, bukan
businees oriented, bukan mengejar keuntungan materi.

Sejarah telah mencatat betapa dengan semangat keikhlasan dalam mendidik dari beberapa
Ulama besar di pesantren dan beberapa lembaga pendidikan Islam, telah melahirkan banyak
pribadi-pribadi pemimpin ummat yang tangguh.semangat keikhlasan seperti ini dapat juga
dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan dilembaga pendidikan milik pemerintah, mulai
dari SD,SLTP,SLTA dan pendidikan Tinggi.

Target pembinaan Generasi Islam

Tantangan perkembangan dunia yang sangat cepat harus  dapat diantisipasi dengan
perbaikan-perbaikan dalam pola pembinaan generasi muda Islam. Pembinaan generasi muda
Islam dengan mencapai target generasi muda yang terlatih dan terdiri secara terluas adalah
sebuah keharusan karena perkembangan dunia menuntut situasi tersebut. Generasi muda
Islam harus dapat bersaing, bahkan menjadi yang terbaik disetiap aspek kehidupan ini.
Dipemenuhan lapangan kerja misalnya.

Islam adalah agama yang mendukung kemajuan dan kemodernan. Rasululluah SAW telah
menberikan dorongan bagi kita untuk mengikuti perkembangan zaman yang terjadi. Hadis
Rasulullah: “kamulah semua yang lebih tahu tentang urusan keduniaanmu”. Hadis rasulullah
yang lain: “siapa yang menghendaki kesuksesan didunia harus dengan ilmu, dan siapa yang
menghendaki kesuksesan di akhirat harus dengan ilmu, dan siapa yang menghendaki
keduanya harus dengan ilmu”.

Oleh sebab itu seperti saat ini, dimana kita berada pada abad globalisasi, serta abad informasi
dan teknologi modern, maka generasi muda Islam harus didorong dan berjuang untuk
menguasai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga kita tidak lagi tertinggal
dalam penguasaan-penguasaan IPTEK tersebut.

Kesimpulan

Pembinaan generasi muda Islam yang tangguh adalah hal mutlak atau absolut yang harus
diperhatikan oleh semua pihak. Tugas amat besar ini harus ditangani secara serius dan penuh
keikhlasan.

Arahnya adalah terbinanya generasi muda Islam yang kokoh keimanannya, kuat ibadahnya,
indah akhlaknya, teguh pendiriannya, berjiwa pejuang, kuat fisiknya, terdidik dan terlatih,
dan tidak tertinggal bahkan pelopor dalam penguasaan IPTEK.

Implementasi atau pengamalan yang tegas, totalitas atau kaffah ajaran Islam seperti
kejujuran, keadilan, bertanggung jawab, semangat kerja keras, berbudaya ilmu harus
ditanamkan sejak dini pada generasi kita dalam rumah tangga, di pendidikan formal dan
masyarakat. Inilah kunci utama masa depan bangsa, negara dan ummat Islam akan gemilang.
Wallahu Muwaffiq ila aqwamittarieq. Fastabiqul khaerat.[cp]
Ceramah Ramadhan Ke-28: Zakat dan Pajak – Sahabat Cerpi pada kesempatan kali ini
CeramahPidato.Com akan berbagi artikel mengenai Ceramah Puasa 2015 atau Ceramah
Ramadhan 1436 H, judulnya adalah Zakat Dan Pajak, simaklah.

Istilah yang merupaka nama dari salah satu bentuk ibadah dalam Islam, berasal dari huruf’’
dan yang berarti penyician atau pembersihan dan pertumbuhan. Pertumbuhan disini, menurut
Al-Raghib al-Asfahaniy dimaksudkan bahwa zakat itu menumbuhkan ekonomi umat karena
adanya berkat Allah. Secara termonilogi zakat adalah meng eluarkan sejumlah tertentu dari
harta yang hukumnya wajib untuk diserah kepada sejumlah pihak tertentu yang disebut
mustahik sesuai dengan ketentuan Syariat yang diatur dalam alquran dan Sunnah.

Kata zakat dan segala bentuk jadiannya di dalam Alquran ditemukan sebanyak 59 kali, baik
dalam ayat-ayat Makkiyah (11 kali) maupun dalam surah-surah Madaniyah (21 kali). Jadi
sebenarnya, konsep zakat sudah dikenal dalam Islam  sejak sebelum Rasulullah saw. Hijrah.
Bahkan, menurut Alquran dapat pula dikatakan bahwa kewajiban zakat terdapat dalam syariat
terdahulu. Ini dapat dipahami misalnya dari Q.S. Al-Bayyinah (98): 5, berbunyi:

‫صاَل ةَ َويُْؤ تُوا ال َّز َكاةَ ۚ َو ٰ َذلِ َك ِدينُ ا ْلقَيِّ َم ِة‬ ِ ِ‫َو َما ُأ ِم ُروا ِإاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
َّ ‫صينَ لَهُ الدِّينَ ُحنَفَا َء َويُقِي ُموا ال‬

Yang Artinya:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

Fungsi-fungsi zakat

Islam secara prinsipil mengajarkan umatnya untuk dapat hidup bahagia dunia dan akhirat. Itu
berarti, Islam menghendaki umatnya menbangun peradaban yang makmur dan bermoral, jauh
dari kesan kemiskinan.Dalam Islam diajarkan kegiatan dan ibadah tertentu yang mempunyai
dampak langsung dan tidak langsung terhadap pengentasan kemiskinan. Di antara ialah
ajaran mengenai zakat, infaq dan shadakah (ZIS). Selain itu, Islam juga mengaruskan
umatnya bekerja keras dan meningkatkan etos kerjanya; mengharapkan agar penguasa
(pemerintah) Islam memberi kemungkinan berkembangnya tatanan kehidupan yang
menguntungkan rakyat banyak; dan mengajak agar setiap orang meninggalkan kebiasaan
buruk yang menjatuhkannya kejurang kemiskina , misalnya boros (mubazzir) dan judi.

Pemanfaatan Zakat secara Umum

Zakat mempunyai fungsi sosial yang sangat berat artinya bagi pengentasan kemiskinan. Ciri
utama suatu kelompok miskin ialah ketidak mampun mereka memenuhi kebutuhan pokok
makanannya. Maka dalil yang paling tegas menyebut penggunaan zakat sebagai makanan
pokok adalah menyangkut zakat fitri, yakn i riwayat yang ai sampaikan oleh Ibnu Abbas
yang menyatakan dua hal, yakni thuhrat li as-sha’im dan thu’mat li al-masakin (pemberisan
bagi orang  yang berpuasa dari ucapan tak benar dan kotor dan bagian makana  bagi orang-
orang miskin). Secara lengkap, hadis itu berbunyi:

 saja berguna sebagai makanan bagi orang-orang miskin, tetapi juga seharusnya di bagi
kepada delapan ashnaf yang disebutkan dalam Al-Quran:‘’Sesungguhnya sakat-sakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus-pengurus zakat, para mua’allaf (yang
dinujuk hatinya), untuk memerdekakan budak, untuk jalan Allah dan ibn sabil, sebagai
ketentuan yang diwajibkan Allah; dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana’’.

 delapan ashnaf. Pandangan ini juga dianut oleh Sayyid Sabiq, penulis kitab Fiqh al-Sunnah;
bahwa lebih dari itu ia mengungkapkan bahwa Al-Zuhriy, Abu Hanifa, Muhammad dan Abu
Syabramah menbolehkan zakat fitri itu dibagikan kepada kaum zimmi berdasarkan
pengertian umum dari Q.s. al-Mumtahanah/60: 8, berbunyi:

ِ ‫اَّل يَ ْن َها ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الدِّي ِن َولَ ْم يُ ْخ ِر ُجو ُكم ِّمن ِديَا ِر ُك ْم َأن تَبَ ُّرو ُه ْم َوتُ ْق‬
ِ ‫سطُوا ِإلَ ْي ِه ْم ۚ ِإنَّ هَّللا َ يُ ِح ُّب ا ْل ُم ْق‬
َ‫س ِطين‬

yang artinya:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sehubungan dengan ini Al-Syaikh Ali Ahmad Al-Jarjawiy, penulis kitab Hikmat al-Tasyri wa
Falsafatuh, juga menerima pandangan yang menbolehkan pembahagian zakat fitri kepada
orang  zimmi. Namun, ia kembali menegaskan bahwa ayat 8 dari surah Al-Mumtahanah di
atas, meskipun membuka jalan untuk bagian kaum zimmi, harus diakui bahwa zakat itu
selayaknya diperuntuhkan kepeda orang-orang Muslim saja. Alasannya ialah hadis dari
Mu’az, yakni sabda Rasulullah SAW:Ambillah zakat dari orang-orang kaya mereka (orang
muslim), dan kembalikan pula kepada orang-orang miskin mereka (orang muslim).

Yang jelas bahwa adanya jalan untuk memberi zakat kepada kaum zimmi menunjukkan
bahwa upaya mengentasan kemiskinan dalam Islam tidaklah bersifat eksklusif; tidak hanya
untuk umat Islam, tetapi segenap bahagian masyarakat yang pantas menerimanya. Golongan
yang membolehkan kaum zimmi menerima zakat firti disamping berdasar pada arti umum
Q>S> Al-Mumtahannah: 8 juga surah Al-Tawbah: 160, tentang sasaran zakat, yang salah
satu di antaranya ialah al-mu;allafat qulubuhun (kaum mualaf).
Kata mualaf, yang biasa di pahami dalam arti orang-orang yang baru masuk Islam dan perlu
dujinakkan agar tidak menimbulkan fitnah (ancaman) terhadap Islam dan dengan harapan
agar mereka dapat menganut agama Islam.

Aspek Sosial Pemanfaatan Zakat Fitridipahami dari redaksi yang menyangkut zakat fitri
khususnya, yang menekankan oada kalimat tha’am (thu’mah) dan masakin atau fuqara’ yang
semunya mengacu kepada perlunya pembnerian makanan bagi orang miskin, dan terangkum
dalam satu kata yakni fithr (berbuka) yang menjadi nama khas dari zakat tersebut.

Berdasarkan hadis Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa zakat fitri harus
ditunaikan sebelum shalat ‘Id, ad alah bertujuan agar para orang kafir tidak lagi berkeliaran
mencari makanan pada hari itu, sebagaimana yang diharapkan Nabi SAW menurut
riwayatnya Ibn ‘Ady danAl-Darquthni dari hadis Ibn Unar, dengan
menegaskan: ‘’cukupkanlah makannya, sehingga tidak lagi berkeliling mencari makanan
pada hari Raya ‘Id ini’’.

Dari sini kita dapat mengerti bahwa orang miskin adalah orang-orang yang susah
memperoleh makanan, sehingga diantara mereka ada yang terpaksa menjadi pengemis.
Keadaan seperti ini juga, diisyaratka oleh firman Allah swt. Di dalam Q.s. al-Hajj/22:28,
berbunyi:

َ ‫ت َعلَ ٰى َما َر َزقَ ُهم ِّمن بَ ِهي َم ِة اَأْل ْن َع ِام ۖ فَ ُكلُوا ِم ْن َها َوَأ ْط ِع ُموا ا ْلبَاِئ‬
‫س‬ ْ ‫ش َهدُوا َمنَافِ َع لَ ُه ْم َويَ ْذ ُك ُروا ا‬
ٍ ‫س َم هَّللا ِ فِي َأيَّ ٍام َّم ْعلُو َما‬ ْ َ‫لِّي‬
‫ا ْلفَقِي َر‬

Yang artinya:

‘’Danupaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

Adanya kaum miskin dan fakir dalam pengertian di atas, secara historis diduga keras terdapat
–dan masih merajalela – dizaman permulaan Islam. Hipotesis ini menjadi kuat jika kita ingat
bahwa perintah menbayar zakat fitri itu telah ada sejak tahun kedua Hijriyah, mendahului
kewajiban zakat lain. Mungkin saja sesudah itu, seiring dengan kemajuan Islam itu sendiri,
orang miskin dalam arti sudah memperoleh makanan sudah tidak ditemukan, dan karena itu
pula sudah jarang dari mereka ditemukan menjadi pengemis. Akibatnya, engertian ‘’miskin’’
sudah berubah pula. Perkataan tersebut tidak lagi dikenakan secara khusus terhadap orang-
orang yang susah memperoleh makanan, tapi sudah mencakup pula orang-orang yang yang
memiliki harta, namun belum memenuhi kebutuhan primernya yang lain. Hadis riwayat
Bukhari menegaskan:  ‘’yang disebut miskin bukanlah orang-orang yang mendatangi
manusia dan meminta sesuap atau dua suap makanan, sebiji atau dua biji kurma, tetapi yang
disebut miskin ialah orang yang tidak memiliki harta yang mencukupi hidupnya, orang lain
tidak memberikan perhatian untuk bersedekah kepadanya, dan tidak pula ia meminta orang
lain untuk itu’’.

Sejalan dendan hadist tersebut, Al-Syafi’iy kemudian memahami pengertian ‘’miskin’’


bebbeda dengan pengertian faqir. Baginya, fakir ialah orang yang tidak punya harta dan tidak
punya pekerjaan yang menghidupinya, baik mengemis maupun tidak, sedangkan miskin ialah
orang yang punya harta atau pekerjaan namun tidak mencukupi hidupnya, baik meminta atau
tidak.

Pengertian ‘’miskin’’, ternyata mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Masalahnya,


apakah tujuan zakat fitri juga bergeser dari sifatnya sebagai thu’mah (makanan) menjadi alat
pemenuhan kebutuhan lain di luar  makanan itu? Tujuan utama zakat fitri sebagai makanan
bagi orang miskin, tidak dapat dihapus, akan tetapi tidak berarti tujuan zakat fitri terpaku
pada soal itu saja. Pengertian kata thu’mah yakni makanan untuk memenuhi kebutuhan perut
yang sedang lapar, mungkin masih cocok bagi masyarakat yang masih sangat melarat.
Namun, dalam masyarakat yang sudah berkembang atau yang sudah maju, pengertian
demikian tidak relevan lagi. Perkataan tu’mah dalam kontes masyarakat yang sudah maju,
lebih tepat jika diartikan menjadi komsumsi secara luas, mencakup segala hajat hidup orang
miskin (ekonomi lemah) di luar pangan.

Dalam pembendaharaan bahasa syariat, perkataan ‘’makan’’ selai diungkap dengan kata-kata
thu’mah atau tha’am, juga terkadang diungkap dengan kata akala (al-akl) dalam kata jadian:
ta’kul atau ya’kul. Misalnya larangan memakan harta anak yatim diungkap dengan kata
tersebut:mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka itu akan masuk ke dalam api
neraka’’. Larangan makan riba juga diungkap dengan kata tersebut:‘’ hai orang-orang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan terlipat ganda’’.

Kata ‘’ya’kulun’’ dan ta’kulun yang berarti ‘’memakan’’, tidaklah berarti bahwa
pemanfaatan harta anak yatim dan perolehan riba hanya berlaku dalam proses makan (dalam
arti mengisi perut). Larangan mengkonsumsi dalam arti luas, mencakup pemanfaatan harta
anak yatim dan segala jenis peroleh riba. Dalam kontes pengertian konsumsi secara luas
itulah, kita mencoba memahami makna yang terkandung dalam thu’mah. Bahwa untuk
ukurang masyarakat yang sudah berkembang dan maju, zakat fitri dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan golongan ekonomi lemah, diluar kebutuhan makan (pangan) mereka.
Maka dengan sendirinya zakat fitri juga tidak mesti di bayar dalam bentuk bahan makanan
sepeti gandung, tamar dan anggur (di zaman Nabi SAW) atau beras dan jagung (bagi
masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya). Dalam kontes ini, terasa ada
benarnya pendapat Abu Hanifah yang membolehkan pembayaran zakat dalam bentuk qimah
(nilai) yang sesuai dengan kadar zakat yang wajib baginya. Baginya, tradisi kita di Indonesia,
cara ini tidak menjadi asing lagi. Meskipun diketahui bahwa sebahagiaan besar umat Islam di
Indonesia mengaku bermaszhab Al-Syafi’iy, ternyata cara pembayaran zakat fitri dengan
uang, menurut jaln yang di anjurkan  Abu Hanufah, semakin populer.

Hal yang perlu dipahami disini, ialah apa yang mendorong cara tersebut menjadi semakin
populer. Ternyata hal yang mendoromg kearah itu adalah tingkat kehidupan masyarakat
Islam di Indonesia, yang tidak lagi susah makan, tetapi ‘’miskin’’ dalam arti belum mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, seperti yang diisyaratkan oleh hadis Bukhari
yang telah di kutip di muka. Dalam skala yang lebih luas, konsep ‘’miskin’’ tidak lagi
berorientasi pada individu, tetapi lebih bersifat kolektif. Dari sinilah timbulnya istilah
masyarakat miskin, atau negara-negara miskin, yang artinya mengacu kepada negara atau
masyarakat yang terkebelakang. Dalam masyarakat atau negara miskin, mungkin saja
masalah kekurangan pangan tidak lagi menjadi isu, tetapi digantikan oleh kekurangan
lapangan kerja. Dengan demikian sumber zakat, termasuk zakat fitri sudah layak jika
pengunaannya ditujukan kepada aspek kehidupan lain dalam proses pembangunan umat,
dengan tetap mengingat sasaran pendayagunaan zakat yang mencakup delapan ashnaf.
Membangkitkan Solidaritas Islam

Pembayaran ZIS hendaknya tidak dipahami sebagai perintah ubudiyah semata, tetapi sangat
jelas efek solidaritasnya antara sesama umat Islam. Bahwa menurut Ibn Khaldun, stata sosial
masyarakat yang paling atas menjadi lapisan yang paling rawan, sebab secara sosiologis,
masyarakat tingkat atas itu tidak lagi mempunyai rasa solidaeitas yang kuat, akibat
kepedulian sosialnya semaking kurang. Bagi masyarakat Islam, prediksi Ibn Khaldun itu
dapat ditangkal dengan tetap tumbuhnya solidaritas orang-orang yang sudah berkehidupan
makmur (masyarakat hadharah), tidak akan mudah kehilangan rasa solidaritas, asal saja tetap
menngamalkan dan menghayati makna ibadah zakat yang mengandung pesan untuk
membantu mereka yang dilanda penderitaan. Dengan demikian, kita tidak perlu takut
mengejar kemajuan dan  mewujudkan masyarakat makmur sebab kemakmuran yang
dijanjikan Islam bukanlah kemakmuran kapitalistik yang mengunakan kekayaan menindas
orang miskin agar semakin miskin, melainkam kemakmuran yang membawah berkah bagi
orang-orang miskin sekitarnya. Salah satu hikmah ajaran zakat adalah agar harta itu tidak
hanya dinikmati oleh orang-orang kaya, sebagaimana firman Tuhan dalam Q.S. Al-Hasyr
I(59):7:

ً‫سبِي ِل َك ْي اَل يَ ُكونَ دُولَة‬


َّ ‫سا ِكي ِن َوا ْب ِن ال‬ َ ‫سو ِل َولِ ِذي ا ْلقُ ْربَ ٰى َوا ْليَتَا َم ٰى َوا ْل َم‬ ُ ‫سولِ ِه ِمنْ َأ ْه ِل ا ْلقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّر‬ُ ‫َّما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َر‬
ِ ‫ش ِدي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ ُ
َ َ ‫سو ُل ف ُخذوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ فانتَ ُهوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإنَّ هَّللا‬َ ُ ‫بَيْنَ اَأْل ْغنِيَا ِء ِمن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّر‬

Yang Artinya:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Dewasa ini, sebahagian umat kita terjebak oleh kemiskinan struktural. Mereka miskin bukan
hanya karena kemalasannya, melainkan karena kondisi sosial yang menepatkan mereka
beradadalam stata paling bawah, kurangnya lapangan kerja, serakahnya orang-orang berada,
penekanan yang berlebihan pada sektor pertumbuhan ekonomi. Hal demikian dimanfaatkan
oleh orang-orang tertentu untuk bersaing dalam mengaadakan kolusi memperoleh proyek-
proyek raksasa, walaupun rakyat kecil harus digusur, ditambah lagi dengan belum
maksimalkan pemerataan yang ditimbulkan kecemburuan sosial yang terpendam.

Maka untuk melepaskan umat dari kondisi yang demikian diperlukan pemikiran yang
mendasar dan langkah konkret dengan menggalang solidaritas di antara mereka serta
diperlukan adanya keberanian dan kearifan dari pemerintah yang menyusun kebijakan dari
atas   untuk lebih memperhatikan nasib orang kecil; mengajak secara bijaksana para
konglomerat untuk lebih bersifat manusiawi, mengelolah bisnis untuk kepentingan bersama,
bukan bisnis untuk kerajaan bisnis semata-mata.

Mendorong Etos Kerja Umat

Sebenarnya, sebhagian orang-orang miskin itu mengalami kemiskinannya adalah disebabkan


oleh perilakudan pola hidupnya sendiri ang cenderung malas, pemboros,  tanpa perhitungan.
Untuk mereka yang keadaannya demikian, kita perlu membangkitkan semangat kerja. Pada
dasarnya Islam lebih menyenangi orang-orang yang tangannya diatas  (suka memberi) dari
pada yang tangannya di bawah (hanya tau minta tolong). Untuk itu Islam sangat
menganjurkan kerja keras agar hidup seseorang semakin baik. Dalam salah satu hadis
Riwayat Al-Bukhariy, Rasulullah SAW menegaskan: ‘’tidaklah seseorang itu memakan
makanan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri dan sesungguhnya Daud AS memakan
dari hasil kerja tangannya’’.

Dalam mendorong umatnya untuk bekerja keras, kama Rasulullah SAW pernah pula
menyatakan bahwa tiap petani yang tanamanya dapat dinikmati oleh burung atau hewang
ternak dan apalagi manusia, akan dicatat sebagai sedekah baginya. Teks hadist itu
berbunyi: Hadis ini bermaksud untuk mendorong etos kerja di kalangan petani agar tiap
jengkal tanah pertanian diusahakannya menjadi lahan yang produktif.

Kemalasan dikalangan umat juga disebabkan oleh adanya paham bahwa semakin kaya
seseorang semakin sulit masuk sorga,sebab ia harus lebih banyak mempertanggung jawabkan
harta kekayaannya. Apa lagi, jika dikaitka dengan riwayat yang mengatakan bahwa
Rasulullah SAW akan masuk sorga bersama dengan orang-orang miskin. Paham seperti ini
hendaknya diperbaiki, jangan disalahgunakan. Sebaiknya jika kita baik, bahwa sebenarnya
Islam mewajibkan kita berusaha menjadi kaya sebab hanya orang kaya  lah yang dapat
memenuhi perintah Tuhan untuk menbayar zakat. Hanya orang kayalah yang dapat berjihad
fi sabilillah di zaman modern ini untuk menegakkan da’wah Islam yang semakin
menbutuhkan fasilitas dan dana yang banyak.

Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Kemalasan akan semakin sempurna jika sebahagian masyarakat masih dilanda kebodohan.
Kebodohan menyebabkan seseorang menjadi tidak tahu apa yang ia hharus perbuat demi
kehidupannya. Karena itu, umat Islam sekarang sangat membutuhkanperbaikan dan
peningkatan kualitas pendidikan. Untuk itu, harapan agar lembaga-lembaga da’wah dan
pendidikan Islam mau berupaya untuk mencurahkan perhatiannya pada pemberian
kesempatan yang lebih luas bagi generasi muslim untuk mengecap pendidikan, antara lain
dengan memberikan bea siswa sebagai upaya konkret  mengentaskan kemiskinan. ‘’berilah
kail, dan jangan hanya memberikan ikan’’. Untuk menberikan beasiswa maupun perbaikan
sarana pendidikan, maka umat Islam dapat memanfaatkan zakat sebagai sumber dana
pembiayaan. Upaya untuk itu memang telah dilakukan pemerintah, tapi umat Islam harus
sadar bahwa tanpa menggali potensi umat sendiri berupa zakat disertai kesadaran untuk
membantu sesama, nasib sebagai generasi muslim yang cerdas dan berprestasi akan kandas
karena kelemahan ekonomi.

Pajak dan Pelaksanaannya menurut Hukum Ialam

Dalam Islam, istilah yang relevan dengan pajak adalah jizyah atau kharaj. Dua  istilah ini
masig-masing terdapat dalam nash sebagai brikut: ‘’pangilang orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula)kepada hari kemudian dan mereka tidak
mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama
dengan  agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk’’. ‘’atau kamu meminta upah kepada mereka?, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih
baik, dan Dia adalah pemberi rezki yang paling baik.
Dua ayat di atas digunakan oleh Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam al-Sulthaniyah untuk
mengambarkan adanya pungutan pembayar di luar zakat. Bedanya dengan zakat ialah bahwa
zakat dipungut dari umat Islam, sedang jizyah dipungut dari kalangan non muslim. Adapun
kharaj dipungut dari non muslim dan muslim yang mengerjakan lahan tertentu. Jizyah adalah
pungutan yang khusus diambil dari kaum musyrikin (non muslim atau dzimmi), dan sama
sekali tidak dipungut dari mereka yang sudah muslim. Hal ini di sebut dalam Hadis Riwayat
Abi Dawud sbb:. ‘’dari Ibni Abbas berkata, sabda Rasulullah Saw: tidak ada kewajiban
jizyah atas umat Islam; telah memberikan kepada kami Ibn Katsir berkata, Sufyan ditanya
tentang pemahaman soal ini, lalu ia berkata: jika ia telah masuk Islam maka tidak berlaku ada
jizyah.

Dan tebih tegas lagi hadis riwayat Al-Turmudzi sebagai berkut:‘’yahya Ibn Aktam
memberitakan kepada kami, telah memberitakan kami Qabus bin Abi Zhubyan dari bapaknya
dari Ibn Abbas berkata, bersabda Rasulullah SAW tidaak pantas dua kiblat pada satu biumi,
dan tidak pantas kaum Muslimin dikenakan jizyah (upeti)……………………..dan
pengamalan soal ini di kalangan ulama bahwa kaum Nashrani, jika memeluk Islam maka
lepaslah kewajiban membayar jizyah, dan perkataan Nabi saw.: ‘’tidak ada kewajiban
membayar persepuluh yakni jizyah (semacan pajak), dan dalam hadis dipahami hal ini ketika
ia berkata pajak (persepuluh) itu hanya atas Yahudi dan Nahrani, dan tidak ada kewajiban
usyur atas umat Islam. Adapun kharaj (jenis pajak lain) biasanya dikenakan atas diri seorang
yang diserani mengelola lahan pertanian. Lahan ini akan kalanya direbut dari tangan non
muslim secara paksa atau tidak. Tanah yang direbut dari non muslim kemudian
pengelolaannya diserahkan kepada non muslim tadi, dikenakan pembayar pajak (usyur) yang
sekaligus merupakan jizyah. Tetapi jika ia memeluk Islam, maka jizyahnya gugur kemudian
hanya dikenakan kharaj (pajak)yang jumlahnya tidak sebesar jizyah tadi.

Penerapan Zakat dan Pajak atas Umat Islam

Dalam zaman modern, khususnya di negara kita Indonesia, setiap warga yang memenuhi
perhitungannya diwajibkan membayar pajak. Dengan demikian, umat Islam mengalami
pembayaran dua jenis, yakni pajak dan zakat sekaligus, sehingga terkesan agak memberatkan.
Banyak orang yang berusaha menemukan jalan agar umat islam tidak terkena beban
pembayaran yang memberatkan tersebut.

 Untuk memecahkan masalah ini, kita dapat memilih salah satu dari empat alternatif
berikut:
 Umat Islam di sampin membayar pajak sesuai perhitungannya, juga harus membayar
zakat sesuai dengan perhitungan nisabnya.
 Umat Islam hanya membayar zakat dan dibebaskan dari pembayarak pajak sama
sekali;

Jika pajaknya lebih besar  dari zakat, maka pajak yang dibayar adalah selisih lebih dari zakat
yang sudah dibayarkan sebelumnya. Tetapi jika zakat lebih besar dari pajak, maka zakat yang
dibayar adalah selisih lebih dari jumlah pajak yang sudah dibayar sebelumnya.

Umat Islam membayar pajak dari harta yang sudah dizakati, atau hanya membayar zakat dari
harta yang sudah dibayar pajaknya. Alternatif pertama merupakan alternatif yang menarik
dana pembangunan umat dan bangsa sebesar mungkin, tetapi terasa memberatkan dan
rasanya tidak memecahkan persoalan. Meskipun demikian, terserah kepada setiap warga
negara muslim, jika mereka ingin memberikan dana yang lebih besar bagi pembangunan
bangsa dan umat.

Alternatif kedua merupakan contoh model yang menyamai medol pemungutan dana sesuai
yang disebutkan dalam sejarah Islam. Tetapi kita harus memahami secara arif bahwa kita
hidup dalam negara yang warganya cukup heterogen, bercampur antara umat Islam dengan
non Muslim. Jika umat Islam dibebaskan dari pajak, dan hanya membayar zakat, maka
dibutuhkan suatu undang-undang yang mengharuskan negara yang mengelola zakat itu
sebagai dana pembangunan untuk semua warganya. (Lihat UU No. 38 tahun 1999).

Barangkali jalan yang moderat yang dapat ditempuh ialah memilih antara alternatif ketiga
atau ke empat diatas. Alternatif ketiga menunjukkan bahwa pembayaran dilakukan secara
inklusif  (qiran), sehingga setiap orang pembayarannya berfungsi sebagai zakat dan pajak
sekaligus. Sedangkan alternatif keempat menunjukkan bahwa umat Islam membayarkan
zakatnya, kemudian pembayarak pajak hanya diperhitungkan dari harta yang benar-benar
telah bersih dari zakat. Atau sebaliknya, umat Islam terlebih dahulu membayar pajaknya, dan
setelah itu barulah dihitung zakat dari harta yang bersih dari pajak itu.

Untuk menetapkan mana alternatif yang layak dipilih perlu upaya memproduk undang-
undang atau peraturan yang mendukungnya. Wallahu a’lam bi al-Shawab.[cp]
Ceramah Ramadhan ke-18: AlQuran dan Pencerahan Hati Nurani – Sahabat Cerpi pada
kesempatan kali ini CeramahPidato.Com akan berbagi artikel mengenai Ceramah Puasa 2014
atau Ceramah Ramadhan 1435 H, judulnya adalah AlQuran dan Pencerahan Hati Nurani,
simaklah.

Alquran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Melalui
melainkan Jibril sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia. Alquran pada
dasarnya adalah kitab petunjuk, diturunkan sebagai petunjuk dan pembimbing bagi umat
manusia dalam kehidupan mereka di muka bumi. Fazlur Rahman mengatakan bahwa, sebagai
kitab petunjuk, alquran itu bersifat antropologis dalam arti sangat dekat dengan manusia.
Alquran menyebut dirinya, antara lain:

Hudan li al-nas (petunjuk bagi manusia). Allah swt. Berfirman di dalam Q.s. al-Baqarah 2:
185:

ُ َ‫ش ْه َر فَ ْلي‬
َ‫ص ْمهُ ۖ َو َمن َكان‬ َّ ‫ش ِه َد ِمن ُك ُم ال‬ َ ‫ان ۚ فَ َمن‬ ِ َ‫ت ِّمنَ ا ْل ُهد َٰى َوا ْلفُ ْرق‬ ِ ‫ضانَ الَّ ِذي ُأن ِز َل فِي ِه ا ْلقُ ْرآنُ ُهدًى لِّلنَّا‬
ٍ ‫س َوبَيِّنَا‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬ َ
ُ‫س َر َولِتُ ْك ِملُوا ا ْل ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّ ُروا هَّللا َ َعلَ ٰى َما َهدَاك ْم‬ ْ ُ ‫اَل‬
ْ ‫س َر َو يُ ِري ُد بِك ُم ال ُع‬ ْ ُ ‫هَّللا‬ َ ‫ُأ‬ ‫َأ‬ ٌ َ
ْ ُ‫سف ٍر ف ِع َّدة ِّمنْ يَّ ٍام خ َر ۗ يُ ِري ُد ُ بِك ُم الي‬َ َ
َ ‫ضا ْو َعل ٰى‬ ‫َأ‬ ً ‫َم ِري‬
َ‫ش ُكرُون‬ْ َ‫َولَ َعلَّ ُك ْم ت‬

Yang artinya:

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Syifa’ li ma fi al-shudur (obat atau penawar penyakit yang ada dalam hati manusia). Allah
swt. Berfirman di dalam Q.s. Yunus 10:57, berbunyi:

َ‫الصدُو ِر َو ُهدًى َو َر ْح َمةٌ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِين‬ ُ َّ‫يَا َأيُّ َها الن‬
ِ ‫اس قَ ْد َجا َء ْت ُكم َّم ْو ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم َو‬
ُّ ‫شفَا ٌء لِّ َما فِي‬

Yang artinya:

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman.

Rahmatan li al-mu’minin (rahmat bagi orang-orang beriman Allah swt. Berfirman di dalam
Q.s. Bani Israil 17:82, berbunyi:

َ ‫شفَا ٌء َو َر ْح َمةٌ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِينَ ۙ َواَل يَ ِزي ُد الظَّالِ ِمينَ ِإاَّل َخ‬
‫سا ًرا‬ ِ ‫َونُنَ ِّز ُل ِمنَ ا ْلقُ ْرآ ِن َما ُه َو‬

Yang artinya:
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian.

Sebagai muslim kita harus berusaha untuk mendapat petunjuk Allah lewat Alquran, sehingga
kita dapat hidup di bawah bimbingan dan petunjuk-Nya. Menurut Sayyid Qutub, umtuk
mendapat petunjuk dan pencerahan hati dari alquran itu secara konsisten, al-ma’rifah’ala tha
riq al-mustaqin. Usaha itu harus secara sungguh-sungguh dilakukan sebab tanpa itu,
pencerahan alquran (cahaya Ilahi) tidak dapat masuk ke dalam hati nurani manusia.

Menurut al-Gazali, ada tiga faktor yang dapat menghambat masuknya cahaya Ilahi ke dalam
jiwa manusia.

Al-dzunub wa al-ma’ashi (dosa-dosa dan maksiat). Dalam paham sufi, dosa-dosa itu
dipandang sebagai penghalang atau tabir yang akan menjauhkan manusia dari Tuhan.
Semakin banyak orang berbuat dosa, maka semakin tebal dinding yang menghalangi dirinya
dari Tuhan. Ketika itu, cahaya Tuhan tidak dapat masuk ke dalam jiwanya karena terhalang
oleh kabut dosa.’

Berhala-berhala kehidupan, Berhala adalah sesuatu yang dipertahankan oleh manusia, atau
mendominasi manusia sehingga lupa kepada Allah swt. Setiap zaman, kata al-Gazali,
memiliki berhala-berhalanya sendiri yang disembah dan dipertuhankan oleh manusia selain
allah. Pada masa Nabi saw, berhala-berhala itu berupa Lata, Uzza, dan Manata. Pada zaman
sekarang, berhala-berhala itu bisa berupa tahta, harta, dan wanita. Berhala-berhala tersebut
telah membuat manusia lalai dan lupa kepada Allah swt. Jadi berhala-berhala itu telah
menjadi penghalang yang efektif bagi masuknya cahaya Tuhan ke dalam jiwa manusia.

Yang disebabkan oleh letak dan posisi hati yang berlawan dengan sumber cahaya, yaitu
Tuhan. Karena posisi yang berlawan dan bertolak belakang ini, maka pencerahan Tuhan tidak
dapat berlangsung. Itulah hati orang-orang kafir yang secara sadar dan sengaja menolak
eksistensi dan keberadaan Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang mata dan hatinya ditutup
oleh allah swt, sebagaimana firman-Nya di didalam Q.s. al-Baqarah 2:6-7, berbunyi:
َ‫س َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َأَأن َذ ْرتَ ُه ْم َأ ْم لَ ْم تُن ِذ ْر ُه ْم اَل يُْؤ ِمنُون‬
َ ‫ِإنَّ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا‬

‫اب ع َِظي ٌم‬ َ ‫س ْم ِع ِه ْم ۖ َو َعلَ ٰى َأ ْب‬


ٌ ‫صا ِر ِه ْم ِغشَا َوةٌ ۖ َولَ ُه ْم َع َذ‬ َ ‫َختَ َم هَّللا ُ َعلَ ٰى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَ ٰى‬

Yang artinya:

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup.
Dan bagi mereka siksa yang amat berat.

Untuk menghilangkan faktor-faktor masuknya pencerahan Tuhan tersebut dan agar manusia
dapat menerima pencerahan Tuhan, maka manusia harus melakukan pula tiga hal, yaitu:

Taubat, dosa-dosa yang selama ini menjadi penghalang dapat kebersihan sehingga
diharapkan pencerahan dapat berlangsung.

Memperkuat komunikasi dan hubungan denagn Allah swt. Komunikasi dan hubungan ini
dibangun dengan memperbanyak ibadah dan mengingat kepada Allah (dzikrullah), sehingga
hubungan manusia yang selama ini renggang karena berhala-berhala kehidupan dapat
menguat kembali dan terjadi pencerahan seperti sedia kala.

Keimanan dan ketaqwaan, keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan
semesta alam, sumber dari segala sesuatu dan tempat kembali atas segala sesuatu
mengantarkan kepada manusia untuk menyadari, seperti firman Allah di dalam Q.s. al-An’am
6:162-163, berbunyi:

َ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َر ِّب ا ْل َعالَ ِمين‬ َ َّ‫قُ ْل ِإن‬


ُ ُ‫صاَل تِي َون‬
َ َ‫س ِكي َو َم ْحي‬
ٰ
ْ ‫ش ِري َك لَهُ ۖ َوبِ َذلِ َك ُأ ِم ْرتُ َوَأنَا َأ َّو ُل ا ْل ُم‬
َ‫سلِ ِمين‬ َ ‫اَل‬

Yang artinya:

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk


Allah, Tuhan semesta alam.

Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.

Dengan demikian, pencerahan Tuhan itu dapat berlangsung mana kalah kita sebagai muslim
selalu berpegang kepada petunjuk Allah, meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dan
kemaksiatan memperbanyak ibadah dn amal shaleh, serta meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada-Nya. Inilah salah satiu makna firman allah swt. Di dalam Q.s. ali Imran
3:101, berbunyi:

ٍ ِ‫ستَق‬
‫يم‬ َ ‫صم بِاهَّلل ِ فَقَ ْد ُه ِد‬
ِ ‫ي ِإلَ ٰى‬
ْ ‫ص َرا ٍط ُّم‬ ُ ‫َو َكيْفَ تَ ْكفُرُونَ َوَأنتُ ْم تُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم آيَاتُ هَّللا ِ َوفِي ُك ْم َر‬
ِ َ‫سولُهُ ۗ َو َمن يَ ْعت‬

Yang artinya:
DemiBagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada
kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh
kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang
lurus.kian, semoga Allah swt. Memberikan pencerahan hati kepada kita semua. Amin![cp]

Ceramah Ramadhan ke-22: Ulama Pembina Umat – Sahabat Cerpi pada kesempatan kali
ini CeramahPidato.Com akan berbagi artikel mengenai Ceramah Puasa 2015 atau Ceramah
Ramadhan 1436 H, judulnya adalah Ulama Pembina Umat, simaklah.

Dalam bulan suci Ramadhan, perang ulama sebagai pembina umat, tidak dapat disangkala.
Menjelang sahur, kita mendengar dialog agama melalui RRI dan radio suasta, menjelang
shalat subuh, kita didisuguhi mutiara subuh, menjelang berbuka puasa, kita disuguhi
hidangan rihani yang singkat, menjelang shalat tarwih, kita mendengar lagi ceramah agama,
dan dipagi hari, dimedia cetak. Juga menyunguhkan siraman rihani. Pendeknya, bilan
Ramadhan yang berkah, bukan hanya melatih mental dan kesabaran, tetapi juga berperang
sebagai ‘’madrasah al-Shiyam’’ (pesantren kilat) dan pedalaman ilmu agama, yang semuanya
disuguhi oleh seorang yang berprofesi ulama dan muballigh yang di Jawa di gelar Kiyai, di
aceh digelar Tengku dan di Sulawesi Selatan digelar Gurutta (Makassar, Bugis dan Mandar).

Namun, di balik perang yang sangat membahagiakan itu, masih terdapat diantara mereka,
yang suka menebarkan bibit perpecahan, deskruftif dan tidak menyuguhkan hidangan yang
menyejukkan, kare sifat yang arogan yang mengklaim bahwa hanya pendapatnyalah yang
benar dan yang lainnya salah. Padahal yang dikemukakannya adalah masalah hilafiyah
(furu’iyah) yang semuanya benar, menurut hakikat Islam, misalnya 4 adalah 2+2, dan juga
3+1=4.
Sebab itu, uraian singkat ini, penulis akan menyuguhkan siapa yang disebut ulama, dan
bagaimana perang utamanya dalam membina umat .

Pengertian

Kata Ulama berakar dari huruf ‘’Ain, Lam,dan Mim’’, (‘Alim jamaknya Ulama), yang
berarti: orang yang mempunyai ilmu yang dalam. Dalam alquran, hanya ditemukan dua ayat
yang secara eksplisit menyebut ‘’Ulama’’. QS.Al-Fathir 35: 28:

‫اب َواَأْل ْن َع ِام ُم ْختَلِفٌ َأ ْل َوانُهُ َك ٰ َذلِ َك ۗ ِإنَّ َما يَ ْخشَى هَّللا َ ِمنْ ِعبَا ِد ِه ا ْل ُعلَ َما ُء ۗ ِإنَّ هَّللا َ َع ِزي ٌز َغفُو ٌر‬ ِ ‫َو ِمنَ النَّا‬
ِّ ‫س َوال َّد َو‬

Yang Artinya:

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang


ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun.

Di dalam QS. Asy-Syu’ara 26: 197:

ْ ‫َأ َولَ ْم يَ ُكن لَّ ُه ْم آيَةً َأن يَ ْعلَ َمهُ ُعلَ َما ُء بَنِي ِإ‬
‫س َراِئي َل‬

Yang artinya:

Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil
mengetahuinya?

Dari kedua ayat tersebut dipahami, bahwa Ulama itu ialah orang-orang yang mempunyai
pengetahuan yang dalam, tentang ayat-ayat Allah, baik bersifat kauniyah dan atau Qur’aniyah
( Pengetahuan umum dan agama).

Jadi, menurut Alquran, semua itu mempunyai ilmu kauniyah (umum), seperti dokter, Insinyur
dan Sarjana Ekonomi, disebut Ulama. Demikian jiga ilmu Qur’aniyah (Agama) seperti ahli
Tafsir, hadis, fiqhi, juga disebut Ulama. Tapi, bbbagi ilmu umum atau agama, keduanya
mempunyai syarat mutlak bersifat Istislam (Muslim) dan khasy-yah (takut) kepada Allah.
Maka persepsi sebahagian masyarakat, bahwa Ulama itu hanya ahli agama, tidak dapat
dipertahankan.

Dengan demikian, ahli ilmu yang non muslim tidak takut kepada Allah, sekalipun misalnya
menguasai Ilmu Agama, seperti orientalis, tidak berhak disebut ‘’Ulama’’ menurut Alquran.

Demikian juga, sekalipun orangnya bergelar Kiyai (sakti), manakalah tidak tikut kepada
Allah (Misalnya suka berdusta), maka keulamaannya telah gugur (Ulama Su’). Sebab itu,
gelaran ‘’ Gurutta’’ (Sul-sel) adalah gelaran yang paling tepat ditransfer bagi ulama, karena
selama dia tetap berperan Gurutta (teladan), kita akan tetap taati.

Dalam Alquran, ulama bagi kepala tiga bahagia: Ulama Zalim, Ulama Muqtasid (ulama
proaktif) dan Ulama Sabiq bi al-Khairat (terdahulu dalam kebaikan) QS. Al-Fathir 35: 32:
‫ت بِِإ ْذ ِن هَّللا ِ ۚ ٰ َذلِكَ ه َُو‬
ِ ‫ق ِبا ْل َخ ْي َرا‬ َ ‫َص ٌد َو ِم ْن ُه ْم‬
ٌ ِ ‫سا ب‬ ِ ‫اصطَفَ ْينَا ِمنْ ِعبَا ِدنَا ۖ فَ ِم ْن ُه ْم ظَالِ ٌم لِّنَ ْف‬
ِ ‫س ِه َو ِم ْن ُهم ُّم ْقت‬ َ ‫ثُ َّم َأ ْو َر ْثنَا ا ْل ِكت‬
ْ َ‫َاب الَّ ِذين‬
‫ض ُل ا ْل َكبِي ُر‬ْ َ‫ا ْلف‬

Yang artinya:

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-
hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara
mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.

Dan ulama bagi ketiga inilah (Sabiq) yang patut disebut ‘’warasatul anbiya’’ (pewaris nabi-
nabi).

Peran Ulama

Sebenarnya, peran Ulama sangat banyak, sama peran Nabi. Tapi peran utamanya, yaitu
Uswah (teladan), tabligh (manyampaikan pesan agama), amar ma’ruf nahi mungkar dan
tahkim (memberi solusi yang arif terhadap masalah).

Dari peran utama tersebut, niscaya peran tabligh (mubaligh) dan tahkim itulah yang paling
urgen disampaikan, terutama di bulan suci Ramadhan. Karena terkadan sebagian mubaligh,
masih ada yang suaka penyampaikan pesan-pesan agama, yang boleh dikata ‘’ulama zalim’’
mungkin karena intres pribadi, atau mau populer atau fanatik organisasi (partai) yang
dianutnya, menyebabkan tidak ilmiah, tidak rasional dan bertentangan dengan ajaran dasar
alquran dan Sunnah. Misalnya, uraiannya bertentangan metodologi Alquran ‘’bil hikmah’’
QS. Al-Nahl 16 : 125:

‫سبِيلِ ِه ۖ َوه َُو‬ َ ‫سنُ ۚ ِإنَّ َربَّ َك ُه َو َأ ْعلَ ُم بِ َمن‬


َ ‫ض َّل عَن‬ َ ‫سنَ ِة ۖ َو َجا ِد ْل ُهم بِالَّتِي ِه َي َأ ْح‬
َ ‫سبِي ِل َربِّ َك بِا ْل ِح ْك َم ِة َوا ْل َم ْو ِعظَ ِة ا ْل َح‬ َ ‫ا ْد ُع ِإلَ ٰى‬
َ‫َأ ْعلَ ُم بِا ْل ُم ْهتَ ِدين‬

Yang artinya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.

Kearifan yang harus diperankan oleh seorang ulama (mubaligh), sebagai peran tahkim,
terutama di bulan suci Ramadhan ialah menjelaskan masalah agama misalnya tentang
khilafiah ‘’batal wudhu atau tidak batal, jika bersentuhan wanita’’.

Yang menyebabkan khilafiah itu adalah tentang penafsiran ayat ‘’Aw lamastum al-Nisa’’
(jika bersentuhan denagn wanita), QS. An-Nisa’ 4: 43:

‫سبِي ٍل َحت َّٰى تَ ْغت َِسلُوا ۚ َوِإن‬


َ ‫ار ٰى َحت َّٰى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َواَل ُجنُبًا ِإاَّل عَابِ ِري‬ َ ‫س َك‬ُ ‫صاَل ةَ َوَأنتُ ْم‬ َّ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَ ْق َربُوا ال‬
‫س ُحوا‬ َ ‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم‬َ ‫سا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬ ْ ‫سفَ ٍر َأ ْو َجا َء َأ َح ٌد ِّمن ُكم ِّمنَ ا ْل َغاِئ ِط َأ ْو اَل َم‬
َ ِّ‫ستُ ُم الن‬ َ ‫ض ٰى َأ ْو َعلَ ٰى‬
َ ‫ُكنتُم َّم ْر‬
ُ َ ُ َ ‫هَّللا‬ ‫َأ‬
‫بِ ُو ُجو ِه ُك ْم َو ْي ِديك ْم ۗ ِإنَّ َ كانَ َعف ّوًا غفو ًرا‬
ُ

Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Dalam menafsirkan ayat tersebut di atas, ada tiga versi:

 Imam Syafi’i, menafsirkan bahwa apabila bersentuhan tanpa alas, maka wudhu batal,
sesuai dengan harfiyah ayat.
 Imam Malik, menafsirkan bahwa jika bersentuhan dengan sengaja dan meransang,
barulah batal wudhunya.
 Imam Hanafie, menafsirkan bahwa tidak batal, karena yang dimaksudnya ayat
tersebut ber  sengama,  sesuai makna batin (metaforas).

Jika seorang Ulama (mubaligh) menjelaskan pesan agama seperti itu, maka itulah yang
dinamakan tahkim, sesuai fungsi Ulama. Bukan mengklaim hanya satu pendapat mibaligh
yang benar, karena ketiganya berdasarkan Alquran. Diserahkan kepada umat memilih salah
satunya, sesuai kondisi daerahnya. Kalau banyak air, cocok ala Syafi’i dan kalau susah air .

tau mahal harganya, cocok ala Malik dan itulah yang dipraktekkan katika thawaf di Mekah.

Dengan demikian masalah tarwih, 8 rakaat yang dulakukan nabi di Masjid, hanya 3 kali,
tetapi luar biasa panjangnya surah dan indah bacaan (ada istilah bengkak kakinya berdiri) dan
20 rakaat yang dilakukan ijma’ (aklamasi) sahabat Nabi di masjid, dan tidak panjang
surahnya.

Kalau begitu, keduanya tidak ada yang persis Nabi, karena keduanya melakukan 30 malam di
masjid dan surahnya yang pendek. (Lihat Bukhari dan Muslim dalam Al-Sanadi, I: 342-343).

Menurut oenulis, andai kata seseorang tidak mau tarwih di bulan Ramadhan, tidak berdosa,
karena hukumanya sunat. Yang berdosa, jika seorang tidak puasa, padahal tidak sakit dan
musafir. Namun, alangkah ruginya sesorang kalau di waktu panen pahala Ramadhan, lalu
tidak memperbanyak amalan. Kapan lagi?.

Akhirnya, peran utama Ulama. Utamanya di bulan Ramadhan, hendaknya tetap konsisten
sebagai seorang Gurutta (teladan), menyampaikan tabligh, amar ma’ruf dan nahi mungkar
dan tahkim (solusi) yang segar, mempersatukan umat, dan membantu pemerintah dalam
pembangunan bangsa. Semoga Allah Swt. Menerima amalan kita terutama di bulan suci
Ramadhan ini, Amin.[cp]

Anda mungkin juga menyukai