Anda di halaman 1dari 3

Shalat Tahajud setelah Tarawih dan Witir

Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. wb.
Saya, Uti dari Pamulang, Tangerang Selatan. Mau bertanya sebagai berikut,

1 Kalau sudah shalat tarawih 4 rakaat, 4 rakaat, dan dengan 3 rakaat witir, kemudian
malamnya sesudah tidur ingin shalat tahajud, apakah teknisnya ketika shalat tahajud
diakhiri dengan shalat witir juga?
2 Dalam bulan puasa, kalau sesudah berjamaah shalat Isyak di masjid atau musala,
kemudian dilanjutkan dengan shalat tarawih dan shalat witirnya, apakah itu berarti
sudah melaksanakan shalat tahajud?
3 Juga mohon penjelasan, jika sudah melaksanakan shalat tarawih dengan witir di
masjid atau musala itu, sebenarnya apakah boleh sesudah tidur kemudian shalat
tahajud?
Jadi, rangkuman dari pertanyaan tersebut yaitu bagaimana Keputusan Majelis Tarjih dan
Tajdid tentang shalat tarawih dan shalat tahajud serta bagaimana teknisnya? Pertanyaan
seperti ini sering muncul di komunitas.
Demikian pertanyaan yang saya ajukan, mohon penjelasan dari Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah. Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Uti, dengan alamat Pamulang, Tangerang Selatan (Disidangkan pada Jumat, 1 Syakban
1443 H/4 Maret 2022 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam wr. wb.
Kami ucapkan terima kasih atas kepercayaan saudara kepada Tim Fatwa Majelis Tarjih
dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menjawab pertanyaan yang saudara
ajukan. Mengenai shalat tarawih dan shalat tahajud serta teknis pelaksanaannya sudah
dijelaskan antara lain dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Kitab Keputusan Tarjih
Wiradesa dan Fatwa Tarjih pada buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara
Muhammadiyah jilid 1 dan jilid 5.
Shalat lail atau shalat tahajud
Shalat lail atau yang lebih sering disebut dengan shalat tahajud pada dasarnya sama
dengan shalat tarawih, berdasarkan pada cara pelaksanaannya, yaitu shalat sunah pada
malam hari yang dikerjakan setelah shalat Isyak. Hanya saja istilah shalat tarawih
digunakan untuk shalat lail yang dikerjakan pada malam hari di bulan Ramadhan. Hal ini
sesuai dengan hadis riwayat al-Bukhari sebagai berikut,
َ‫ضان‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي َر َم‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫ص ََلة ُ َرسُو ِل هللا‬ َ ‫ع ْن َها َكي‬
َ ْ‫ْف كَانَت‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫عائِ َشةَ َر‬ َ ‫الرحْ َم ِن أَنَّهُ َسأ َ َل‬ َ ‫ع ْن أَ ِبي َسلَ َمةَ ب ِْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ َ
ُ‫ع ْن ُح ْسنِ ِهنَّ َوطُو ِل ِهنَّ ث َّم‬ ْ‫ل‬َ َ
َ ‫ت فََل ت ْسأ‬َ َ َ
ٍ ‫صلِي أرْ بَ َع َركعَا‬ ً ْ
َ ُ‫ع ش َرةَ َركعَة ي‬ْ َ ‫على إِحْ دَى‬ َ َ ‫غي ِْر ِه‬ َ
َ ‫ضانَ َوَل فِي‬ َ ‫قَال َما كَانَ يَ ِزيدُ فِي َر َم‬ ْ‫ت‬ َ
ً.‫صلِي ثَ ََلثا‬ ُ ُ
َ ُ‫ع ْن ُح ْسنِ ِهنَّ َوطو ِل ِهنَّ ث َّم ي‬ َ ْ‫صلِي أَرْ بَعًا ف َََل تَ ْسأَل‬َ ُ‫ي‬
Dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman (diriwayatkan) bahwa dia bertanya
kepada ‘Aisyah r.a.: Bagaimana tata cara shalat Nabi saw pada bulan
Ramadhan? ‘Aisyah r.a. menjawab: Beliau shalat (sunah qiyamul–lail) pada bulan
Ramadhan dan bulan-bulan lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat
rakaat, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya, kemudian
beliau shalat lagi empat rakaat, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan
panjangnya kemudian beliau shalat tiga rakaat [H.R. al-Bukhari Nomor 3304].
Menilik hadis di atas, dapat dipahami bahwa Rasulullah saw tidak pernah menambah
rakaat shalat malam melebihi dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun di
luar bulan Ramadhan. Adapun tatacara pelaksanaannya yaitu dengan empat rakaat
salam, empat rakaat salam, dan diakhiri dengan witir tiga rakaat. Namun selain dengan
cara tersebut, terdapat beberapa formasi lain pada rakaat shalat malam, antara lain
sebagaimana disebutkan pada hadis berikut,
‫ع ْش َرةَ َر ْكعَةً يُ َس ِل ُم فِي كُ ِل‬ َ ‫صلِي َما بَيْنَ ْال ِعشَاءِ إِلَى ْالفَجْ ِر إِحْ دَى‬ َ ُ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫عائِ َشةَ قَالَتْ كَانَ َرسُو ُل هللا‬ َ ‫ع ْن‬ َ
.ٍ‫َر ْك َعتَي ِْن َويُوت ُِر ِب َواحِ دَة‬
Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw melakukan shalat antara
Isyak dan Subuh sebanyak sebelas rakaat. Beliau mengucapkan salam pada setiap dua
rakaat dan melakukan witir dengan satu rakaat [H.R ad-Darimi Nomor 1538].
Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah saw mengerjakan shalat malam
berjumlah sebelas rakaat dengan cara dua rakaat salam, dua rakaat salam hingga
berjumlah sepuluh rakaat dan diakhiri witir satu rakaat.
Istilah shalat tahajud berasal dari firman Allah swt dalam Al-Qur’an surah al-Isra’ (17)
ayat 79 sebagai berikut,
.‫ع ٰٓسى اَ ْن يَّ ْبعَثَكَ َربُّكَ َمقَا ًما َّمحْ ُم ْودًا‬ َ َ‫َومِنَ الَّ ْي ِل فَتَ َه َّجدْ بِ ِه نَافِلَةً لَّ َۖك‬
Pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan
bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.
Sedangkan istilah tarawih belum dikenal pada zaman Rasulullah saw. Pada masa itu
istilah yang digunakan adalah qiyamu Ramadhan atau shalat malam di bulan
Ramadhan. Istilah tarawih baru muncul setelah masa Rasulullah, kurang lebih pada
abad ke-4 atau ke-5 Hijriah. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarh Sahih
al–Bukhari menyebutkan, kata at-tarawihu )‫(التراويح‬adalah bentuk jamak dari
kata tarwihatun ,)‫(ترويحة‬yang bermakna istirahat.
Tarwihatun memiliki akar kata yang sama (sebagai masdar marrah) dengan kata ar–
rahah, sebagaimana kata taslimah (sebagai masdar marrah) yang berasal dari
kata salam. Istilah tarawih ini dikhususkan bagi shalat jamaah yang dilakukan pada
malam-malam Ramadhan. Di masa itu mereka (orang-orang muslim terdahulu) biasa
berkumpul dan berjamaah (untuk melakukan shalat malam di bulan Ramadhan)
kemudian beristirahat di setiap dua salam shalat tarawih. Mereka beristirahat karena
saking lama dan melelahkannya shalat yang dikerjakan.
Adapun dalil-dalil yang terkait dengan witir adalah sebagai berikut,
.‫ص ََلتِكُ ْم بِاللَّ ْي ِل ِوتْ ًرا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اجْ عَلُوا آخِ َر‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ ‫ع ِن النَّبِي‬ َ ‫ع ِن اب ِْن عُ َم َر‬ َ
Dari Ibnu Umar (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah akhir shalat
malam kalian dengan witir [H.R. Muslim nomor 1245].
ْ ْ‫مِن آخِ ِر اللَّ ْي ِل ف َْليُوتِر‬
ْ‫مِن أَ َّو ِل اللَّ ْي ِل ث ُ َّم ِليَرْ قُد‬ ْ ‫ظ‬ َ ‫َاف مِ ْنكُ ْم أَ ْن ََل يَ ْستَ ْي ِق‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َم ْن خ‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫ع ْن َرسُو ِل هللا‬ َ ‫ع ْن َجابِ ٍر‬َ
.ُ‫ضل‬ َ ‫ُورة ٌ َوذَلِكَ أَ ْف‬
َ ‫ض‬ ْ‫ح‬ ‫م‬
َ ‫ل‬ ِ ‫ي‬
ْ َّ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ر‬ِ ِ‫آخ‬ َ ‫ة‬ ‫ء‬ ‫ا‬‫ِر‬
َ َ ِ ‫ق‬ َّ‫ن‬‫إ‬ َ ‫ف‬ ‫ل‬
ِ ‫ي‬
ْ َّ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ر‬
ِ ِ‫آخ‬ ْ
‫مِن‬ ْ‫ِر‬ ‫ت‬ ‫ُو‬ ‫ي‬ ْ
‫َل‬ ‫ف‬ ‫ل‬
ِ ‫ي‬
ْ َّ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ر‬ِ ِ‫آخ‬ ْ
‫مِن‬ َ
‫ظ‬ ‫ق‬
ِ ‫ي‬
ْ َ ‫ت‬‫س‬ْ ‫ي‬
َ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫م‬
ْ ُ ‫ك‬ ْ
‫ن‬ ِ‫م‬ ‫ع‬
َ ِ‫م‬ َ
‫ط‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
َ ‫َو‬
Dari Jabir (diriwayatkan) dari Rasulullah saw, beliau bersabda: Barangsiapa di antara
kalian khawatir tidak bisa bangun di akhir malam hendaklah ia witir di awal malam
kemudian tidur, dan barangsiapa mampu bangun di akhir malam hendaklah ia witir di
akhir malam, sebab shalat di akhir malam itu disaksikan. Itulah yang lebih afdal [H.R.
Ibnu Majah nomor 1177].
.ُ‫طهُ َوآخِ َرهُ َوأَ َّولَه‬ َ ‫مِن كُ ِل اللَّ ْي ِل قَدْ أَ ْوت ََر َو َس‬ ْ ْ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَالَت‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ ‫ع ْن َوتْ ِر النَّبِي‬ َ َ‫عائِ َشة‬ َ ُ‫ق قَا َل َسأ َ ْلت‬ ٍ ‫ع ْن َمس ُْرو‬ َ
Dari Masruq (diriwayatkan) ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Aisyah tentang shalat witir
Nabi saw. Dia (‘Aisyah) berkata: Setiap malam beliau melaksanakan shalat witir,
terkadang di pertengahan malam, di akhir, dan terkadang di awal malam [H.R. Ahmad
nomor 23826].
Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk
melakukan shalat witir sebagai penutup dari shalat sunah di malam hari. Waktu
pelaksanaannya, Rasulullah tidak menentukan secara khusus, karena terkadang beliau
melaksanakan shalat witir di awal malam, terkadang di tengah malam, dan terkadang di
akhir malam. Apabila khawatir tidak dapat melakukan witir di akhir malam, maka dapat
melaksanakannya di awal malam. Tetapi apabila mampu mengerjakannya di akhir
malam, maka sebaiknya mengerjakannya di akhir malam.
Selanjutnya, bagaimana jika pada awal malam sudah mengerjakan shalat witir
berjamaah di masjid atau musala serangkai dengan shalat tarawihnya, lalu di akhir
malam terbangun dan mengerjakan shalat witir lagi? Tentang hal ini, terdapat hadis-
hadis Rasulullah saw antara lain sebagai berikut,
ِ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُ ْو ُل َلَ ِوتْ َر‬
.ٍ‫ان فِى لَ ْيلَة‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬َ ‫ي‬ َّ ِ‫ع ِلي ٍ قَا َل َسمِ ْعتُ النَّب‬ َ ‫ق ب ِْن‬ ِ ‫ط ْل‬
َ ‫ع ْن‬ َ -1
Dari Talq Ibn ‘Ali (diriwayatkan) ia berkata: Saya mendengar Nabi saw bersabda: Tidak
ada dua witir dalam satu malam [H.R. Ahmad nomor 15696, Abu Dawud nomor 1227, at-
Tirmidzi nomor 432, dan an-Nasai nomor 1661].
ٌ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم كَانَ يَرْ َك ُع َر ْكعَتَي ِْن بَ ْعدَ ْال ِوتْ ِر َوه َُو َجا ِل‬
.‫س‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ع ْن أ ُ ِم َسلَ َمةَ أَنَّ النَّب‬َ -2
Dari Ummu Salamah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw shalat dua rakaat setelah witir
sambil duduk [H.R. Ahmad nomor 25342, Abu Dawud nomor 1142, dan at-Tirmidzi
nomor 433].
Hadis pertama di atas menjelaskan bahwa dalam satu malam hanya dapat dikerjakan
satu shalat sunah witir. Sementara pada hadis kedua disebutkan bahwa Nabi saw
mengerjakan shalat dua rakaat setelah witir sambil duduk. Hal ini bermakna bahwa
setelah witir diperbolehkan melakukan shalat sunah lain, sebagaimana yang dijelaskan
pada hadis Ummu Salamah, yang penting jangan sampai ada dua witir dalam satu
malam.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa shalat tahajud dan
shalat tarawih adalah shalat yang sama, hanya saja istilah shalat tarawih khusus
diberikan pada shalat lail yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Bagi yang sudah
melaksanakan shalat tarawih empat rakaat, empat rakaat, ditambah witir tiga rakaat di
masjid atau musala tidak perlu mengerjakan shalat tahajud maupun witirnya lagi, karena
sebagaimana penjelasan di atas bahwa Rasulullah tidak pernah menambah shalat
malam melebihi sebelas rakaat dan hanya ada satu shalat witir dalam satu malam.
Demikian jawaban dari kami seputar shalat tahajud dan tarawih, semoga bermanfaat
dan mencerahkan.
Wallahu a’lam bish-shawwab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 12 Tahun 2022 dengan judul Seputar Shalat Tahajud dan
Tarawih

Anda mungkin juga menyukai