Anda di halaman 1dari 56

STUDI LITERATUR PERFORMAN ANAK BABI DUROC, LANDRACE,

YORKSHIRE DAN PERSILANGANNYA BERDASARKAN BANGSA BABI

DAN PARITAS INDUKNYA

SKRIPSI

OLEH:

MARIA MELANNY OVERA

NIM: 1609010042

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021

1
STUDI LITERATUR PERFORMAN ANAK BABI DUROC, LANDRACE,

YORKSHIRE DAN PERSILANGANNYA BERDASARKAN BANGSA BABI

DAN PARITAS INDUKNYA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Kedokteran Hewan

(S.KH)

OLEH:

MARIA MELANNY OVERA

NIM: 1609010042

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021

2
HALAMAN PENGESAHAN

STUDI LITERATUR PERFORMAN ANAK BABI DUROC, LANDRACE,


YORKSHIRE DAN PERSILANGANNYA BERDASARKAN BANGSA BABI
DAN PARITAS INDUKNYA

Disiapkan dan disusun oleh:

Maria Melanny Overa


NIM. 1609010042

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal
Ketua Penguji :
drh. Tarsisius C. Tophianong, M.Sc
NIP. 19830118 201012 1 001
Anggota I/ Pembimbing I :
drh. Cynthia Dewi Gaina, MTropVSc
NIP: 19860605 200912 2 005
Anggota II/ Pembimbing II :
drh. Nancy D.F.K. Foeh, M.Si
NIP: 19860504 201012 2 005

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar sarjana
Tanggal
Mengesahkah,

Fakultas Kedokteran Hewan Program Studi Kedokteran Hewan


Universitas Nusa Cendana Ketua,
Plt Dekan,

Dr. drh. Annytha I.R. Detha, M.Si drh. Aji Winarso, M.Si
NIP. 19810816 200801 2 013 NIP.19850101 201012 1 009

3
PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacuh dalam naskah dan
disebutkan dalam daftar Pustaka.

Kupang, Mei 2021

Maria Melanny Overa


NIM. 1609010042

4
PERSEMBAHAN

“Tuhanlah Yang Sanggup Melakukan Jauh Lebih Banyak Daripada Yang Kita
Doakan Atau Pikirkan”
(Efesus 3:20)

Skripsi ini saya persembahkan kepada:


1. Allah Bapa dalam kerajaan surga karena berkat kasih setia-Nya sehingga
selalu memberikan yang terbaik bagi penulis, terutama dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Kedua orang tua tercinta, Alm. bapak Xaverius Gidi dan mama Antonia Maria
Sisi.
3. Kakak tercinta Ardian dan ketiga adik tersayang Yesin, Angel dan Delon,
Tanta terhebat Anastasia serta semua orang yang selalu bertanya kapan
wisuda.
4. Almamater tercinta Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa cendana.

5
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sumber segalah

karunia, karena atas segala berkatNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini dengan baik. Skripsi ini berisikan penjelasan mengenai “Studi Literatur

Performan Anak Babi Duroc, Landrace, Yorkshire Dan Persilangannya

Berdasarkan Bangsa Babi Dan Paritas Induknya”. Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Nusa Cendana.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik

karena adanya peran, dukungan, bantuan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk

itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. drh. Annytha I.R. Detha, M.Si selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Hewan, Universitas Nusa Cendana

2. drh. Aji Winarso, M.Si selaku Ketua Prodi Program Studi Kedokteran

Hewan, Universitas Nusa Cendana

3. drh. Cynthia Dewi Gaina, MTropVSc selaku dosen pembimbing utama

yang dengan penuh kesabaran telah membimbing, mengajarkan,

mengarahkan, memotivasi dan membantu penulis selama penulisan

proposal, pencarian referensi, dan penulisan skripsi, memberikan kritik,

6
saran serta semua bentuk masukan dan dukungan moril untuk

menyempurnakan skripsi ini.

4. drh. Nancy D. F. K Foeh, M.Si selaku pembimbing pendamping yang

dengan segala kesabaran telah membimbing, mengarahkan, memotivasi

dan membantu penulis selama penulisan proposal, penelusuran referensi,

dan penulisan skripsi, memberikan kritik, saran serta semua bentuk

masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. drh. Tarsisius C. Tophianong, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk mengoreksi dan memberikan kritik,

saran dan masukan yang baik demi penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Erni Kadja, S.Pt, M.Si dan Ibu Ani Loasana, S.Pt yang telah

melancarkan segala urusan administrasi kegiatan seminar proposal,

seminar hasil dan ujian skripsi penulis.

7. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana

yang dengan penuh kesabaran dan usaha telah membimbing penulis

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Nusa Cendana.

8. Seluruh pegawai dan laboran Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Nusa Cendana yang telah membantu melancarkan segala urusan dan

proses pembelajaran selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana.

7
9. Keluarga Embu Ndao, keluarga Sidi Pega dan keluarga asuh yang selalu

memberikan motivasi, dukungan, dan doa untuk penulis agar bisa

menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman yang menghibur dan selalu ada baik susah maupun senang

(squad wanita hebat, squad atm, squad KKN, squad kos putri Aldiani

Ende).

11. Keluarga kecilku Vetspanthera (K Elshada, K Alexandra, Citra, Novi,

Serly, Agata, K Gomes, Erni, Ramli, Melly, Ensi, Elma, Else, Oa, Lensi,

Jemris, K Wandy, K Deny, K Gery, Ian, Rey, Jordan, Bergita, K Leni,

Kristin, Ayu, Yolanda, K Eki, Leo, Roy, Key, K Nila, K Tasya, Wati,

Oriza, K Brito, Helen, Monika, Hany, Satria, K Deby, Diana, Echa,

Gracela, Rice, Ika, K Andi, Lidia, Vena, dan Juan) yang selalu

mendoakan, memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan bantuan

dalam susah maupun senang.

12. Semua pihak yang ikut terlibat secara langsung ataupun tidak langsung

yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan permohonan

maaf apabila terdapat kesalahan dalam kaitan pengkajian pustaka, bimbingan

hingga penulisan skripsi ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan digunakan sebaik-baiknya.

Kupang, Mei 2021

8
Penulis

9
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
INTISARI ........................................................................................................ xiii
ABSTRAK........................................................................................................F xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................... 3
1.4 Manfaat........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Ternak babi ................................................................................. 4
2.2 Pemuliaan Pada Babi................................................................... 7
2.3 Reproduksi Babi.......................................................................... 9
2.4 Paritas ......................................................................................... 10
2.5 Litter size..................................................................................... 11
2.6 Performan Anak Babi ................................................................. 13
BAB III METODOLOGI KAJIAN................................................................ 18
3.1 Waktu dan Tahapan Kajian Studi Literatur................................. 18
3.2 Materi Kajian Studi Literatur...................................................... 18

ix
3.3 Metode Kajian Studi Literatur..................................................... 19
3.3 Analisis Kajian Studi Literatur.................................................... 19
3.4 Jadwal Kajian Studi Literatur...................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ringkasan Hasil........................................................................... 20
4.2 Litter size .................................................................................... 22
4.3 Bobot Lahir.................................................................................. 26
4.4 Bobot Sapih................................................................................. 28
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ..................................................................................... 32
5.2 Saran ........................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 33

x
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1. Bangsa Babi Impor......................................................................... 7

xi
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1. Masa Birahi Pada Babi....................................................................... 9
Tabel 2. Jadwal Kajian Studi Literatur............................................................. 19
Tabel 3. Rataan Litter size, Bobot Lahir Dan Bobot Sapih Anak Babi
Pada Setiap Perkawinan...................................................................... 23
Tabel 4. Rataan Litter size Anak Babi Berdasarkan
Paritas Induk Pada Setiap Perkawinan .............................................. 24
Tabel 5. Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Paritas Induk Pada
Setiap Perkawinan.............................................................................. 27
Tabel 6. Rataan Bobot Sapih (Kg) Anak Babi Berdasarkan
Paritas Induk Pada Setiap Perkawinan .............................................. 29
Tabel 7. Standar Nasional Indonesia (SNI) Pakan Induk Babi
Selama Masa Laktasi.......................................................................... 30

xii
INTISARI

STUDI LITERATUR PERFORMAN ANAK BABI DUROC, LANDRACE,


YORKSHIRE DAN PERSILANGANNYA BERDASARKAN BANGSA BABI
DAN PARITAS INDUKNYA

Maria M. Overa
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana, Kupang
*Korespodensi e-mail: overamelan@gmail.com

Babi merupakan salah satu ternak penyumbang protein hewani yang memiliki

keunggulan sifat produksi dan reproduksinya daripada ternak lain. Litter size,

bobot lahir dan bobot sapih dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu genetik,

lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Litter size berhubungan dengan bobot

lahir dan bobot sapih tetapi bukan faktor utama. Bangsa babi memiliki pengaruh

yang nyata terhadap rataan litter size dan bobot sapih tetapi tidak berpengaruh

nyata terhadap bobot lahir. Hasil perkawinan bangsa murni menunjukan litter size

dan bobot sapih lebih rendah dibandingkan hasil perkawinan silang. Paritas induk

berpengaruh terhadap litter size dengan rataan litter size stabil pada paritas ketiga

hingga paritas keenam. Paritas induk berpengaruh nyata terhadap bobot lahir anak

babi pada perkawinan silang dengan rataan bobot lahir tertinggi pada paritas

keempat dan kelima. paritas induk tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap bobot sapih anak babi murni Duroc, Landrace dan Yorkshire tetapi

paritas induk berpengaruh nyata terhadap bobot sapih anak babi hasil perkawinan

silang.

Kata kunci: Bangsa, Paritas, Performan Anak Babi

xiii
ABSTRACT

LITERATURE STUDY OF THE PERFORMANCE PIGLETS OF DUROC,


LANDRACE, YORKSHIRE AND THEIR CROSSING BASED ON BREED
AND SOW PARITY

Maria M. Overa
Faculty of Veterinary Medicine, Nusa Cendana University, Kupang
*E-mail correspondence:overamelan@gmail.com

Pigs are one of the animal protein contributors that have superior production

and reproductive characteristics compared to other livestock. Litter size, birth

weight and weaning weight are influenced by three main factors is genetic,

environmental and maintenance management. Litter size is related to birth weight

and weaning weight but not a major factor. Pig breed had a significant effect on

the average litter size and weaning weight but did not significantly affect birth

weight. The results of purebreeding mating show that the litter size and weaning

weight are lower than the results of cross-breeding. Parity affects litter size with a

stable litter size average at the third to sixth parity. Parity of broodstock had a

significant effect on the birth weight of piglets in cross-breeding with the highest

average birth weight at the fourth and fifth parity. Parity of the broodstock did not

have a significant effect on the weaning weight of pure Duroc, Landrace and

Yorkshire piglets but the parent parity had a significant effect on the weaning

weight of cross-breeding piglets.

Keywords: Breed, Parity, Piglets Performance

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Babi merupakan salah satu ternak yang sangat berarti dalam penyediaan protein hewani bagi

sebagian masyarakat di Indonesia dan merupakan penyumbang protein hewani nomor tiga

setelah unggas dan sapi (Agri, 2011). Babi memiliki keunggulan daripada ternak lain seperti sifat

produksi dan reproduksinya. Keunggulan yang penting dan unik adalah bahwa babi merupakan

hewan polytocous, menghasilkan ovum banyak dan memelihara anak dalam jumlah banyak serta

jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek (Wenda et al., 2013; Sudiastra

dan Budaarsa, 2015).

Landrace, Duroc dan Yorkshire merupakan bangsa babi impor yang banyak dibudidayakan

di Indonesia karena memiliki potensi genetik yang unggul. Pardosi (2004) menyatakan beberapa

sifat penting pada ternak babi seperti jumlah anak yang dilahirkan per induk per kelahiran atau

litter size, bobot lahir, jumlah anak lepas sapih, dan bobot sapih dipengaruhi oleh perkawinan

antar bangsa dan frekuensi beranak dari induk atau paritas (parity).

Perkawinan antar bangsa merupakan perkawinan antara pejantan dan betina yang berasal

dari bangsa yang berbeda. Perkawinan antar bangsa babi akan menghasilkan anak babi silangan

yang diharapkan memiliki performan yang lebih baik dari tetua sebelumnya. Schneider et al.,

(1982) cit Pardosi (2004) mengemukakan bahwa induk hasil persilangan akan menghasilkan

jumlah anak sekelahiran lebih tinggi dibandingkan bangsa murni.

Kemampuan betina dalam bereproduksi dapat mengarah ke paritas. Kata paritas berasal dari

bahasa Latin, pario, yang berarti menghasilkan (Wahyuningsih et al., 2012). Paritas

didefinisikan sebagai jumlah beranak yang pernah dialami induk dalam melahirkan anak, baik

1
dalam keadaan hidup ataupun mati tanpa melihat jumlah anaknya. Paritas induk berhubungan

dengan umur induk saat melahirkan anak, maupun jumlah anak yang dilahirkan (Litter size).

Jumlah anak yang dilahirkan (litter size) akan meningkat jika induk memiliki paritas tinggi.

Bobot lahir anak babi dipengaruhi oleh faktor genetik, paritas, litter size dan pakan yang

dikonsumsi induk selama kebuntingan (Sihombing, 2006). Hal ini menyebabkan bobot badan

yang tidak merata atau tidak seragam sehingga anak babi yang mempunyai bobot badan rendah

akan mempengaruhi penampilan ternak babi sampai pada penyapihan (Nangoy et al., 2015).

Produksi protein pada induk dapat mempengaruhi bobot badan anak, sehingga bila protein susu

induk rendah akan berakibat pula terhadap pertumbuhan anak babi selama menyusui sampai

lepas sapih. Adanya perbedaan litter size, bobot lahir dan bobot sapih antara paritas pertama dan

paritas setelahnya pada perkawinan bangsa murni dan silang maka peneliti ingin mengkaji

tentang "Studi Literatur Performan Anak Babi Duroc, Landrace, Yorkshire Dan

Persilangannya Berdasarkan Bangsa Babi dan Paritas Induknya”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan di bawah ini:

1) Bagaimana pengaruh bangsa babi dan paritas induk terhadap litter size dan performan

(bobot lahir dan bobot sapih) anak babi Duroc, Landrace, Yorkshire dan persilangannya?

2) Bagaimana pengaruh litter size terhadap bobot lahir dan bobot sapih anak babi Duroc,

Landrace, Yorkshire dan persilangannya?

3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi litter size, bobot lahir dan bobot sapi anak

babi?

2
1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui pengaruh bangsa babi dan paritas induk terhadap litter size dan performan

(bobot lahir dan bobot sapih) anak babi Duroc, Landrace, Yorkshire dan persilangannya.

2) Mengetahui pengaruh litter size terhadap bobot lahir dan bobot sapih anak babi Duroc,

Landrace, Yorkshire dan persilangannya.

3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi litter size, bobot lahir dan bobot sapi anak

babi

1.4 Manfaat

1) Manfaat bagi masyarakat dan peternak

Memberikan informasi kepada masyarakat dan peternak mengenai waktu

penggunaan ternak babi sebagai indukan dalam menghasilkan bibit babi yang baik dan

memberikan informasi pentingnya pemilihan pejantan dan betina yang akan digunakan

dalam usaha ternak babi.

2) Manfaat bagi peneliti

Memberikan informasi mengenai performan anak babi hasil persilangan dan sebagai

sumber referensi bagi peneliti lainnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ternak Babi

Menurut Susilorini et al, (2007) ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom: Animalia

Phylum: Chordata

Class: Mamalia (menyusui)

Ordo: Artiodactyla (berkuku genap)

Famili: Suidae (Non Ruminansia)

Genus: Sus

Spesies: Sus barbatus, Sus philippensis, Sus bucculentus, Sus salvanius, Sus

serota, Sus timoriensis, Sus cebifrons, Sus verrucosus, Sus Heureni.

Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar

untuk dikembangkan karena memiliki sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain

pertumbuhan yang cepat, efisiensi ransum yang baik (75-80%) serta persentase karkas yang

tinggi (65-80%) (Pardosi, 2004). Besarnya konversi babi terhadap ransum ialah 3,5 artinya untuk

menghasilkan berat babi 1 kg dibutuhkan makanan sebanyak 3,5 kg ransum (Prasetya, 2012).

Menurut Aritonang dan Silalahi (2001), karakteristik anatomis yang menonjol secara

eksterior dari bangsa babi murni impor dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan

warna kulit bulunya. Pertama adalah babi berwarna cerah berwarna putih yakni Landrace (L)

dan Yorkshire (Y). Kedua adalah berwarna gelap seperti Hampshire (H) yang berwarna hitam

dengan selendang putih pada bagian pundak hingga kaki bagian depan dan Duroc (D) berwarna

4
coklat . Semua anak babi dari galur murni secara konsisten mewarisi warna kulit bulu tetuanya,

akan tetapi pada anak babi yang diperoleh dari galur persilangan terlihat variasi warna belang

dan totol-totol yang beragam kecuali hasil persilangan antara Landrace dan Yorkshire yang

semuanya berwarna putih (Aritonang dan Silalahi, 2001).

Ternak babi menurut produksi dapat dikenal dengan tiga tipe yaitu babi tipe lemak, tipe

sedang dan tipe daging (Arfin, 2018). Tipe daging “meat type” adalah seekor babi pedaging

mempunyai ciri-ciri dengan kedua kaki berukuran sedang dengan tumit yang pendek dan kuat,

kepala dan leher ringan dan halus, punggung berbentuk busur, lebar dan kuat, ukuran tubuh

panjang, halus dan dalam, proporsi tubuh tubuh padat dengan sedikit lemak dan bagian ham

berekembang baik dan dalam seperti babi Duroc, Hampshire. Tipe lemak “lard type”

mempunyai ciri-ciri dengan kedua kaki berukuran pendek, ukuran tubuh berlebihan, dalam dan

lebar, cepat menjadi gemuk dan mempunyai kemampuan untuk membentuk lemak tubuh lebih

cepat seperti bangsa babi lokal Indonesia.Tipe sedang “bacon type” memiliki ciri-ciri memiliki

ukuran lebar tubuh sedang, kemampuan penimbunan lemak yang sedang, ukuran tubuh panjang

dan kedalaman tubuh sedang seperti Yorkshire, Tamworth dan Landrace.

a. Babi Landrace

Babi Landrace termasuk tipe bacon atau babi tipe sedang, dengan ukuran lebar tubuh

sedang dan timbunan lemak sedang dan halus (Mangisah, 2003). Babi Landrace berasal dari

Denmark dan termasuk babi tipe bacon yang berkualitas tinggi dan sering disebut good of

mother untuk betina karena rata-rata tingkat kelangsungan hidup anak babi tertinggi setelah

proses penyapihan sehingga sering digunakan sebagai indukan (Simorangkir, 2008).

Menurut sejarahnya, babi Landrace awalnya dikembangkan di Denmark, kemudian

masuk ke Amerika Serikat. Babi Landrace berasal dari persilangan antara pejantan babi

5
Large White dengan babi lokal Denmark (Mangisah, 2003). Ciri-ciri babi Landrace adalah

berwarna putih dengan bulu yang halus, badan panjang, kepala kecil agak panjang dengan

telinga terkulai, kaki letaknya baik dan kuat, dengan paha yang bulat dan tumit yang kuat

pula serta tebal lemaknya lebih tipis. Babi Landrace mempunyai karkas yang panjang,

pahanya besar, daging di bawah dagu tebal dengan kaki yang pendek (Mangisah, 2003).

Budaarsa (2012) melaporkan bahwa babi Landrace menjadi pilihan pertama para peternak

karena pertumbuhannya cepat, konversi makanan sangat bagus dan temperamennya jinak.

Lebih lanjut dilaporkan bahwa babi Landrace yang diberi pakan komersial (ransum yang

seimbang), maka pertambahan berat badannya bisa mencapai 1 kg per hari dengan berat

sapih pada umur 35 hari bisa mencapai 15 kg.

b. Babi Duroc

Bangsa babi tipe daging berasal dari Amerika Serikat dengan ciri-ciri seperti yang

ditampilkan pada gambar 2 antara lain warna merah bervariasi, dari merah muda sampai

merah tua, ukuran tubuh panjang dan besar, ukuran kepala sedang, muka agak cekung,

telinga terkulai ke depan, punggung berbentuk busur dari leher hingga ekor, produksi susu

tinggi dan memiliki banyak anak (Arfin, 2018). Babi Duroc telah digunakan sebagai pejantan

ungggul oleh produsen/ peternak komersial di negara besar selama bertahun-tahun karena

mempunyai sifat sifat reproduksi anak yang bagus jika dibandingkan dengan jenis lain

(Sinaga et al., 2011).

c. Babi Yorkshire

Bangsa babi ini berasal dari inggris dengan ciri-ciri yaitu berwarna putih halus, ukuran

tubuh panjang, besar dan halus, muka agak cekung dengan telinga tegak. Babi Yorkshire

6
memiliki sifat keibuan yang baik dan produksi susu cukup tinggi untuk tiap laktasi (Arfin,

2018).

Gambar 2. Bangsa Babi impor (kiri - kanan) Yorkshire, Landrace, Duroc.


Sumber: Arfin (2018)

2.2 Pemuliaan Pada Babi

Sifat reproduksi ternak babi seperti Litter size, mortalitas prasapih, dan jumlah anak yang

disapih adalah salah satu sifat yang paling ekonomis dan penting dalam program pemuliaan

ternak babi saat ini (Dube et al. 2012; Kasprzyk, 2007). Lukač dan Vidović, (2013) melaporkan

heritabilitas sifat Litter size dan jumlah anak yang disapih memiliki nilai yang sama yaitu 0,11

pada persilangan empat bangsa babi. Nilai heritabilitas sifat mortalitas prasapih menurut laporan

Zhu et al.(2008) dan Ziedina et al.(2011) pada dua bangsa babi lokal China dan Landrace

masing-masing sebesar 0,03 dan 0,08. Nagyné-Kiszlinger et al.(2013) menyatakan nilai

heritabilitas yang rendah akan menghasilkan peningkatan mutu genetik yang rendah. Gunawan

et al.(2012) menyatakan bahwa sifat yang memiliki nilai heritabilitas sedang hingga tinggi akan

lebih efektif dan efisien melalui program seleksi dalam upaya perbaikan mutu genetik. Seleksi

juga dapat dilakukan pada sifat-sifat yang berkorelasi tinggi secara genetik dan fenotipik

(Nagyné-Kiszlinger et al., 2013).

Perbaikan mutu genetik yang optimum dapat dicapai melalui seleksi pada ternak

berdasarkan beberapa parameter genetik diantaranya nilai pemuliaan dan korelasi genetik

7
(Gunawan et al., 2012). Untuk memaksimalkan respon genetik untuk sifat yang diinginkan maka

ternak unggul dengan nilai pemuliaan tertinggi harus diidentifikasi secara akurat (Newcom et al.,

2005). Keakuratan pendugaan parameter genetik penting untuk menentukan arah perbaikan mutu

genetik (Lee et al., 2015).

Pola genetik pada suatu populasi ternak mencerminkan perubahan genetik terjadi periode

tertentu (Zishiri et al., 2010). Pola genetik pada sifat reproduksi perlu dimonitor untuk

mengetahui perubahan genetik yang terjadi (Dube et al., 2012). Adapun pola genetik yang

meningkat pada sifat Litter size dalam enam belas tahun program seleksi pada bangsa babi Large

White di Afrika Selatan. Paura et al.(2014) juga melaporkan pola yang meningkat pada jumlah

anak babi lahir hidup yang dilakukan pada bangsa babi Landrace dan Yorkshire.

Bangsa Duroc dan Landrace mendominasi pada peringkat pejantan terbaik. Aritonang dan

Silalahi (2001) menyatakan bahwa kedua bangsa babi tersebut tergolong unggul di Indonesia.

Pemilihan pejantan unggul dalam populasi untuk program seleksi dapat dilakukan dengan

menggunakan kriteria nilai pemuliaan tertinggi karena diturunkan kepada generasi berikutnya.

Setiap nilai diperoleh berdasarkan nilai pendugaan heritabilitas dikalikan dengan differensial

seleksi. Perbedaan peringkat muncul ketika ternak yang digunakan dalam menduga nilai

pemuliaan untuk dua sifat atau lebih sebagai dasar kriteria seleksi menghasilkan nilai yang

berbeda (Ortiz Peña et al., 2002). Program seleksi dapat dilakukan pada sifat Litter size maupun

sifat jumlah anak yang disapih karena memiliki nilai pemuliaan yang tinggi.

2.3 Reproduksi babi

2.3.1 Birahi

Tabel 1. Masa Birahi Pada Babi (Astiti, 2018).

Peristiwa Interval Rata-rata

8
Umur saat pubertas 4-7 bulan 6 bulan

Lama birahi 1-5 hari 2-3 hari

Panjang siklus birahi 18-24 hari 21 hari

Waktu ovulasi 12-48 jam 24-36 jam

Lama kebuntingan 111-115 hari 114 hari

Estrus atau birahi pada induk babi adalah karena aktivitas dari hormon estrogen

yang dihasilkan oleh ovarium, kejadian ini terjadi selama 3-4 hari (Sinaga et al., 2011).

Pada saat-saat birahi saja, babi mau menerima pejantan atau dapat dikawinkan dan

tanpa timbul birahi, babi tidak dapat dipaksakan untuk kawin. Oleh karena itu, harus

cepat mengetahui masa birahinya. Tanda-tanda birahi menurut (Astiti, 2018) yaitu babi

nampak gelisah dan berteriak-teriak, kemaluan bengkak, pada vulva nampak merah,

bagi babi untuk yang sudah sering beranak biasanya tak begitu nampak merah, dari

kemaluan sering keluar lendir, selalu mencoba menaiki temannya, atau ingin keluar dari

kandang. Bila punggung diberi beban atau diduduki diam saja. Faktor-faktor yang

mempengaruhi cepat lambatnya birahi pertama adalah faktor bibit, faktor lingkungan,

seperti iklim, makanan, stress akibat sakit dan karena terganggu gemuk bisa terlambat

(Astiti, 2018).

Pubertas/birahi pada babi dara 4 – 7 bulan dengan rata-rata bobot badan 70-110 kg

akan tetapi tidak dikawinkan sebelum umur 8 bulan atau pada periode estrus/birahi

yang ketiga hal ini berguna untuk produksi anak yang lebih banyak dan lama hidup

induk lebih panjang. Pola perkawinan yang dianjurkan adalah perkawinan pada 12 – 24

9
jam setelah tanda estrus/birahi agar diperoleh anak yang lebih banyak (Sinaga et al.,

2011).

2.3.2 Kebuntingan

Pertumbuhan dan perkembangan embrio yang baik selama kebuntingan dapat

meningkatkan bobot lahir, bobot prasapih dan bobot akhir walaupun dengan jumlah

anak sekelahiran yang lebih besar (Vallet dan Christenson, 2004). Pengetahuan

peternak terhadap masa kebuntingan induk babi sangat penting dalam menentukan

kualitas anak yang dihasilkan karena dengan mengetahui umur kebuntingan induk babi,

peternak dapat menentukan manajemen pemeliharaan yang tepat (Ardana dan Harya

Putra, 2008).

Manajemen pemeliharaan yang dapat dilakukan seperti tidak memberikan

tambahan pakan pada awal kebuntingan untuk menekan kematian embrio menjadi

seminimal mungkin, penambahan pakan pada usia kebuntingan selanjutnya untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi induk dan calon anak, menjaga kebersihan kandang dan

kesehatan induk serta menyediakan kandang induk bunting dan kandang induk

melahirkan (Ardana dan Harya Putra, 2008). Lama kebuntingan induk babi relatif

konstan yaitu berkisar 114 hari atau 3 bulan 3 minggu 3 hari (Agri, 2011).

2.4 Paritas

Paritas merupakan frekuensi atau urutan keberapa kali induk dalam melahirkan anak dan

faktor yang mempengaruhi litter size (Wahyuningsih et al., 2012). Umumnya babi dara (gilt)

pada kelahiran pertama memiliki jumlah anak yang lebih rendah dibandingkan induk babi pada

paritas berikutnya (Wenda et al., 2013). Penyebab hal ini menurut Gordon (2008) ialah tingginya

kadar hormone Luteinizing Hormone (LH) pada babi induk dibandingkan pada babi dara.

10
Sehingga beberapa peternak memberikan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan

human Chorionic Gonadotropin (hCG) yang kerjanya mirip dengan Follicle Stimulating

Hormone (FSH) dan nizing Hormone (LH), yaitu merangsang pertumbuhan dan perkembangan

folikel ovarium untuk mensekresi estrogen yang selanjutnya akan merangsang ovulasi dan

perkembangan korpus luteum untuk menghasilkan progesteron dan ovum yang lebih banyak

sehingga berpotensi meningkatkan jumlah anak sekelahiran (Mege et al., 2007).

Thornton (2011) menyatakan bahwa keputusan dalam kunci untuk memanajemen kontrol

pada paritas, tertumpu pada beberapa informasi dasar tentang keadaan spesifik dari

produktivitas. Produktivitas dari paritas dapat dicapai jika genotip dan sistem manajemen saling

beriringan agar dapat memaksimalkan keuntungan dari sebuah “farm” dan distribusi paritas.

Efisiensi jumlah beranak babi sangat baik jika mampu beranak 5 kali dalam kurun waktu 2 tahun

dengan memperhatikan waktu atau periode menyusui, periode sapihan dan masa kering induk

serta waktu pelaksanaan perkawinan (Montong, 2011). Peningkatan paritas melahirkan anak

pada babi menurut Sihombing (2006) ada 3 cara. Pertama, memperkecil rasio antara babi dara

dan induk dengan meningkatkan manajemen babi induk. Kedua, menyapih anak babi pada umur

dini untuk mengurangi waktu dari lahir sampai induk dikawinkan kembali. Ketiga,

meningkatkan laju konsepsi dengan jalan inseminasi buatan disertai pengawinan betina dua kali

berturut-turut.

2.5 Litter size

Jumlah anak per kelahiran adalah jumlah anak yang dilahirkan per induk per kelahiran.

Litter size anak babi banyak dipengaruhi oleh faktor induk seperti banyaknya sel telur yang

dilepaskan indung telur (ovarium), laju hidup embrio selama berkembang, laju pembuahan atau

persentase sel telur yang dapat dibuahi dan dapat terus hidup, umur induk serta paritas, lama

11
bunting Gordon (2008) genetik, manajemen, lama laktasi, penyakit, stres, dan fertilitas pejantan,

(Lawlor & Lynch, 2007).

Jumlah anak per kelahiran seperindukan (Litter size) merupakan gambaran fertilitas induk

dan pejantan serta mutu tatalaksana yang dilakukan (Aritonang dan Silalahi, 2001). Usaha untuk

meningkatkan jumlah anak dapat dilakukan dengan peningkatan angka ovulasi yang diusahakan

dengan jalan memperbaiki mutu peningkatan produktivitas induk yaitu perangsangan ovulasi

folikel dalam jumlah yang lebih banyak atau dikenal dengan superovulasi Gordon (2008),

peningkatan angka konsepsi dan penurunan angka kematian embrio pada awal kebuntingan

(Wenda et al., 2013).

Menurut Tumbeleka dan Siagian (2007) untuk menghasilkan Litter size yang tinggi sampai

disapih, perlu perhatikan mengenai waktu pengawinan yang tepat (alami maupun IB), usaha

menurunkan mortalitas, memperhatikan umur penyapihan, waktu sapih ke bunting kembali, dan

paritas induk. Segura et al. (2007) menyatakan sekitar 30% dari babi yang mati karena agen

patogen sedangkan 70% sisanya disebabkan oleh faktor-faktor seperti patologi dalam rahim,

status gizi babi, lingkungan sekitar, manajemen dan faktor genetik. Sesuai hasil penelitian

Nangoy et al. (2015), bahwa angka mortalitas anak babi yang terjadi juga dapat disebabkan

manajemen dalam kandang, seperti penanganan induk dan anak mulai dari lahir hingga

menyusui.

Litter size yang lebih rendah berkaitan dengan faktor lingkungan pemeliharaan ternak

tersebut (Suriyasomboon et al., 2006). Einarsson et al. (2008) menyatakan bahwa suhu

lingkungan yang tinggi dapat menurunkan Litter size karena dapat mengurangi implantasi dan

mengganggu perkembangan embrio babi. Knecht et al. (2013) menjelaskan lebih lanjut bahwa

12
perbedaan suhu dan lama waktu pencahayaan dalam musim yang berbeda akan memengaruhi

kesuburan ternak yang nantinya berpengaruh pada Litter size.

Aritonang dan Silalahi (2001) menyatakan bahwa Litter size yang berasal dari perkawinan

dari bangsa murni diperoleh hasil yang sangat nyata lebih banyak bila dibandingkan dengan

perkawinan dari bangsa yang berbeda (hasil persilangan). Hasilnya berupa Litter size pada

bangsa murni Landrace 11,400 ekor; Yorkshire 10,400 ekor; Hampshire 9,400 ekor; dan Duroc

9,000 ekor; sedangkan hasil dari persilangan mempunyai Litter size 6,800 sampai 9,200 ekor.

2.6 Performan Anak Babi

2.6.1 Bobot lahir

Pertumbuhan dan perkembangan embrio yang baik selama kebuntingan dapat

meningkatkan bobot lahir, bobot prasapih dan bobot akhir walaupun dengan jumlah anak

sekelahiran yang lebih besar (Vallet & Christenson, 2004). Produktivitas ternak babi

masih belum optimal yang tergambar dari masih tingginya kematian embrio selama

periode kebuntingan dan kematian anak prasapih serta cenderung semakin tinggi jumlah

anak sekelahiran semakin besar persentase anak yang lahir dibawah bobot normal

(Geisert dan Schmitt 2002).

Konsentrasi progesteron dan estradiol selama kebuntingan berkorelasi positif dengan

peningkatan berat uterus, bobot fetus dalam kandungan, dan bobot lahir anak (Wenda et

al., 2013). Bobot lahir adalah bobot badan anak babi yang ditimbang segera setelah

dilahirkan. Bobot lahir ini sangat bervariasi dan dipengaruhi beberapa faktor seperti umur

induk, bangsa induk, efek keindukan dari betina (Pardosi, 2004). Menurut Akdag et al.

(2009) paritas tidak berpengaruh terhadap bobot lahir anak babi tetapi dipengaruhi oleh

Litter size karena keduanya memiliki korelasi yang negatif. Indikasi bahwa paritas

13
berpengaruh terhadap bobot lahir anak babi secara keseluruhan yaitu berupa rendahnya

bobot lahir pada paritas pertama dibandingkan paritas berikutnya (Milligan et al., 2002).

Berat lahir berkorelasi dengan pertumbuhan, berat sapih dan mortalitas sehingga berperan

penting dalam peternakan babi (Arif et al., 2019).

Sihombing (2006) menyatakan rerata bobot lahir anak babi bervariasi antara 1,090-

1,770 kg. Menurut Aritonang dan Silalahi (2001), bobot lahir anak dari hasil purebreed

babi Duroc (D) 1,120 kg; Landrace (L) 1,180 kg; Hampshire (H) 1,100 kg; dan

Yorkshire (Y) 1,220 kg sementara di sisi lain, bobot lahir anak dari hasil crossbreed babi

DxL 1,460 kg; HxL 1,220 kg; dan YxL 1,300 kg. Pada penelitian Arif et al. (2019)

rataan berat lahir anak babi Yorkshire, Duroc, persilangan Yorkshire - Duroc serta

persilangan Duroc-Yorkshire masing masing sebesar 1,24±0,25 kg; 1,23±0,26kg;

1,26±0,36 kg dan 1,28±0,26 kg.

Berat lahir cenderung meningkat dengan dilakukan persilangan disebabkan karena

perbedaan bangsa babi (Maylinda, 2010). Peningkatan ini disebabkan adanya efek

heterosis akibat adanya persilangan pada seekor ternak dapat meningkatkan

heterosigositas atau hybrid vigor. Dube et al. (2012) mengemukakan keuntungan

persilangan adalah heterosis dengan meningkatkan performans produksi yang lebih baik

daripada tetuanya seperti pada berat lahir, berat sapih serta memperbaiki salah satu sifat

yang kurang baik dari salah satu bangsa.

2.6.2 Bobot sapih

Bobot sapih adalah berat saat anak babi mulai dipisahkan dari induknya (Arif et al.,

2019). Berat sapih ini sangat dipengaruhi bangsa, jumlah anak perkelahiran, berat lahir

dan pertumbuhan anak babi setelah lahir. Selain itu berat sapih juga dipengaruhi oleh

14
faktor genetik, litter size, kemampuan induk membesarkan anaknya serta pengelolaan

selama masa pra-sapih (Arif et al., 2019). Gobai et al. (2013) menyatakan bahwa

kemampuan induk dalam mengasuh anak babi dapat memengaruhi daya tahan anak babi

hingga masa penyapihan. Stres akibat panas diantara anak babi dan penurunan jumlah

pakan yang dikonsumsi induk babi selama musim panas dapat menurukan produksi susu

sehingga berakibat pada kematian anak babi (Li et al., 2010). Hal tersebut sesuai dengan

penyataan Hurley (2001) bahwa lebih dari 60% kematian anak babi sebelum disapih

disebabkan oleh faktor induk.

Menurut Ardana dan Harya Putra ( 2008), ada beberapa sistem penyapihan yang biasa

dilakukan oleh peternak yaitu sistem penyapihan anak umur 4-6 minggu, umur 3-4

minggu, dan sistem penyapihan dini pada umur 14-19 hari. Peternak dapat melakukan

penyapihan lebih cepat (kurang dari 4 minggu) tergantung mutu penanganan yang

dilakukan (Ardana dan Harya Putra, 2008). Angka mortalitas anak babi sangat

dipengaruhi atau dapat ditekan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu: manajemen

perkandangan, manajemen pemeliharaan induk pasca beranak, kesehatan induk dan anak,

mothering ability, ketersediaan obat vitamin dan vaksin, faktor lingkungan, kebersihan

kandang dan sanitasi (Bunok et al., 2020). Wolter et al. (2002) menyatakan bahwa babi

ringan saat lahir membutuhkan jumlah hari yang lebih untuk mencapai berat yang sama

dari babi yang lebih berat.

Hasil analisis statistik Arif et al. (2019) menunjukkan berat sapih anak babi sangat

dipengaruhi oleh bangsa babi. Aritonang dan Silalahi (2001) melaporkan berat sapih babi

galur murni lebih rendah dibandingkan dengan babi galur persilangan. Rataan berat sapih

babi menurut Akdaq et al. (2003) bangsa babi Yorkshire memiliki berat sapih 7,42±0,09

15
kg, Duroc 7,55±0,09 kg dan persilangan Yorkshire- Duroc 7,89±0,15 kg. Pada penelitian

Barreas et al. (2009) pada babi Yorkshire memiliki berat sapih 6,47 kg, Duroc 6,52 kg

dan persilangan Yorkshire- Duroc 6,80 kg. Hal ini didukung oleh pernyataan Arif et al.

(2019) berat sapih tertinggi pada babi persilangan Duroc-Yorkshire serta babi persilangan

Yorkshire- Duroc masing- masing sebesar 6,91±0,86 kg dan 6,84±0,78 kg.

Menurut Arif et al. (2019) peningkatan pertumbuhan babi persilangan Yorkshire

dengan Duroc lebih baik dari bangsa babi murni Yorkshire dan Duroc. Hal ini disebabkan

karena ternak yang tidak memiliki hubungan kekerabatan apabila disilangkan akan

menghasilkan keturunan dengan penampilan yang lebih baik dari rataan penampilan

tetuanya seperti pada berat sapih (Arif et al., 2019). Lee et al. (2015) menyatakan

persilangan akan menimbulkan heterosis dimana bangsa ternak hasil persilangan

mempunyai performans lebih baik dari rata-rata performas kedua bangsa tetuanya.

Hasil penelitian Nevrkla et al. (2017) menyatakan anak babi dengan bobot lahir 1,2-

1,5 kg dengan rataan 1,31 kg pada umur 28 hari mencapai 7,4-8,6 kg dengan

pertambahan bobot badan 6,2 7,1 kg dengan rataan 6,55 kg. Pada penelitian Bunok

(2020) menyatakan pertambahan bobot lahir anak babi hasil persilangan Yorkshire dan

Landrace yang diamati selama empat minggu berkisar antara 3,7 - 5,8 kg dengan rataan

5,16 kg. Tingkat korelasi antara bobot lahir dengan bobot sapih menunjukan adanya

hubungan yang erat dimana 72% nilai bobot Sapih diakibatkan oleh bobot lahir,

sementara sisanya 28% dipengaruhi oleh varian lingkungan, pakan dan manajemen

pemeliharaan.

Dinyatakan oleh Pardo et al. (2011) bahwa anak babi dengan bobot lahir lebih tinggi

0,5 kg menghasilkan bobot sapih lebih tinggi 1,4 kg dan bobot pemotongan hewan

16
sebesar 12,2 kg dan anak babi dengan bobot lahir lebih tinggi 0,5 kg memiliki bobot

sapih 1,6 kg. Kabalin et al. (2012) menyatakan anak babi dengan berat lahir lebih dari

1,40 kg memiliki intensitas pertumbuhan yang lebih tinggi pada periode antara kelahiran

dan penyapihan dari pada anak babi dengan berat lahir lebih rendah.

Gondret et al. (2005) dan Rehfeldt et al. (2008) menggambarkan hubungan antara

berat lahir dan pertumbuhan anak babi. Dalam percobaan mereka mengamati bahwa anak

babi yang memiliki berat 1,91 kg saat lahir mencapai berat menyapih 9,99 kg, 32,0 kg

pada usia 67 hari dan 103,0 kg pada saat disembelih. Mereka mencatat perolehan harian

rata-rata (kelahiran - penyembelihan) 658 g. Pada anak babi dengan berat lahir 0,97 kg

mereka menemukan berat menyapih 6,45 kg, 23,0 kg pada usia 67 hari dan 101,5 kg pada

saat penyembelihan. Pertambahan bobot lahir per hari 605 g.

17
BAB III

METODOLOGI KAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat Kajian Studi Literatur

Penyusunan studi literatur ini dilakukan di Kupang pada bulan September sampai Maret

2021 yang meliputi penelusuran referensi/pustaka yang berhubungan erat dengan judul untuk

dibuat ringkasan atau review dari sejumlah pustaka.

3.2 Materi Kajian Studi Literatur

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan untuk membantu dalam penyusunan kajian studi literatur ini

antara lain laptop, gadget dan alat tulis-menulis.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan untuk membantu dalam penyusunan kajian studi literatur ini

antara lain sumber referensi/pustaka berupa artikel, skripsi, jurnal, dan ebook yang terkait

dengan judul kajian studi literatur.

18
3.3 Metode Kajian Studi Literatur

3.3.1 Melakukan penelusuran dan pengumpulan berbagai sumber/pustaka

Sumber acuan/pustaka diambil berdasarkan hubungan atau relasinya dengan judul studi

literatur yang akan dikaji. Penelusuran pustaka diperoleh dari Google Scholar, Google Book

dan aplikasi Pubmed dan bantuan aplikasi Mendeley untuk membuat sitasi. Kemudian

pustaka baik jurnal, skripsi, artikel maupun buku yang tidak terdapat dalam Mendeley, maka

penulis akan melakukan input secara manual.

3.3.2 Membuat resume

Membuat ringkasan atau resume terhadap pustaka-pustaka yang telah diperoleh,

dilakukan secara cermat dan dikelompokkan dalam sub-sub topik sesuai judul studi literatur

yang akan dikaji.

3.3.3 Melakukan penyusunan studi literatur

Tahap berikut adalah mulai menyusun studi literatur sesuai dengan kerangka yang telah

disusun sebelumnya berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber

acuan yang berkaitan dengan performan anak babi Duroc, Landrace, Yorkshire dan

persilangannya berdasarkan bangsa babi dan paritas induk untuk dianalisis dan dievaluasi,

dan dilanjutkan dengan pembuatan kesimpulan serta saran.

3.4 Analisis Kajian Studi Literatur

Data yang diperoleh dari sumber acuan/pustaka yang berasal dari Google Scholar,

Google Book dan aplikasi Pubmed akan dianalisis secara deskriptif dan dibahas berdasarkan

19
hasil riset/penelitian dari berbagai sumber yang memiliki hubungan dengan judul kajian studi

literatur.

3.5 Jadwal Kajian Studi Literatur

Rangkaian kajian studi literatur dimulai dengan seminar proposal, kemudian dilanjutkan

dengan studi literatur dan pengolahan data hasil studi literatur. Setelah data hasil studi literatur

diolah akan dilanjutkan dengan seminar hasil studi literatur dan sidang skripsi.

Tabel 2. Jadwal Kajian Studi Literatur

Kegiatan September Maret Maret


Seminar Proposal
Seminar Hasil
Skripsi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ringkasan Hasil Kajian

Bangsa babi berpengaruh terhadap litter size karena hasil kajian dari beberapa sumber

menunjukan perbedaan litter size dari perkawinan bangsa babi Duroc, Landrace, Yorkshire dan

perkawinan silang ketiganya. Menurut Satriavi (2013), betina memiliki proporsi pengaruh yang

lebih besar daripada pejantan untuk sifat litter size babi karena masing-masing induk memiliki

kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan keturunan. Hasil kajian dari beberapa sumber

menunjukan bahwa setiap induk babi menghasilkan litter size yang berbeda meski satu bangsa,

beberapa peneliti menyatakan galur persilangan menghasilkan rataan litter size yang lebih tinggi

dari galur murni namun ada juga yang menyatakan bahwa rataan litter size tertinggi pada galur

murni. Induk babi dalam satu bangsa yang sama menghasilkan litter size yang berbeda satu

20
dengan yang lain baik dalam waktu pemeliharaan yang sama maupun berbeda karena masing-

masing individu babi memiliki sifat kesuburan yang berbeda sehingga untuk meningkatkan

produksi perlu dilakukan seleksi induk untuk memperoleh litter size yang tinggi.

Bangsa babi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot lahir dan bobot sapih

tetapi cenderung bobot lahir dan bobot sapih lebih tinggi pada perkawinan silang daripada

perkawinan murni. Bobot lahir anak babi galur murni rata-rata terendah 1,105 kg dan tertinggi

1,700 kg sedangkan galur persilangan rata-rata terendah 1,257 kg dan tertinggi 1,850 kg,

demikian juga bobot sapih anak babi galur murni rata-rata terendah 7,150 kg dan tertinggi 9,590

kg sedangkan galur persilangan rata-rata terendah 7,175 kg dan tertinggi 9,870 kg.

Paritas induk berpengaruh terhadap litter size yang mana rataan litter size terendah pada

paritas pertama 6,333 ekor, kedelapan 5,750 ekor dan kesembilan 6,000 ekor sedangkan rataan

tertinggi pada paritas keempat 11,000 ekor, kelima 10,250 ekor dan keenam 12,000 ekor. litter

size bervariasi tiap paritas pada induk yang sama dipengaruhi oleh umur induk, kesanggupan

reproduksi dan lingkungan. Semakin tinggi paritas semakin besar litter size, biasanya mencampai

puncak pada kelahiran ketiga sampai keenam, selanjutnya terjadi penurunan secara bertahap.

Jika paritas induk semakin tinggi namun produksi semakin menurun maka indukan sebaiknya

diafkir.

Rataan bobot lahir anak babi pada perkawinan murni Duroc dan murni Landrace tertinggi

pada paritas kelima berturut-turut yaitu 1,713 kg dan 1,583 kg, sedangkan perkawinan murni

Yorkshire rataan bobot lahir tertinggi pada paritas ketiga yaitu 1,583 kg. Rataan bobot lahir anak

babi pada perkawinan silang tertinggi pada paritas keempat hingga paritas keenam dengan rataan

bobot lahir tertinggi hasil perkawinan Duroc dan Landrace yaitu 1,850 kg pada paritas keempat.

21
Setiap paritas induk memberikan pengaruh yang berbeda pada besarnya bobot lahir anak babi

baik dari galur murni maupun galur persilangan.

Bobot lahir anak babi berbanding terbalik dengan Litter size yang mana anak babi dengan

Litter size yang rendah memiliki bobot lahir yang tinggi sebaliknya dengan Litter size yang

tinggi memiliki bobot lahir yang rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya nutrisi yang

diterima oleh anak babi dengan Litter size rendah lebih banyak dibandingkan dengan Litter size

yang tinggi. Litter size dan bobot lahir memberikan pengaruh terhadap bobot sapih karena bobot

lahir yang rendah akan menghasilkan bobot sapih yang lebih rendah juga. Sesuai dengan

pendapat Bunok (2020) Tingkat korelasi antara bobot lahir dengan bobot sapih menunjukan

adanya hubungan yang erat dimana 72% nilai bobot Sapih diakibatkan oleh bobot lahir,

sementara sisanya 28% dipengaruhi oleh varian lingkungan, pakan dan manajemen

pemeliharaan.

4.2 Litter size

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan litter size dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

bangsa babi, umur induk, paritas, banyaknya sel telur yang dilepaskan, laju pembuahan atau

persentase sel telur yang dapat dibuahi dan terus hidup, laju hidup embrio selama berkembang,

kemampuan kapasitas uterus induk dan manajemen pemeliharaan. Litter size juga dipengaruhi

oleh kualitas pakan karena mikotoksin tertentu seperti zearalenone, jika tertelan pada awal

kebuntingan dapat menyebabkan peningkatan mortalitas embrio dan oleh karena itu mengurangi

litter size sehingga disarankan agar tempat pakan tabur dan tempat penyimpanan pakan tetap

bersih, segar dan bebas dari jamur (Aherne dan O’Brien, 2002).

22
Hasil penelitian Tribudi et al. (2019) rataan litter size pada babi Yorkshire 9,38 ekor, Duroc

sebesar 8,41 ekor yang mana lebih rendah dari rataan litter size hasil persilangan keduanya yaitu

Yorkshire- Duroc sebesar 9,88 ekor dan Duroc- Yorkshire sebesar 9,48 ekor (Tabel 3).

Pernyataan tersebut sesuai dengan laporan Pardosi (2004) yaitu berdasarkan uji statistik tipe

perkawinan berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah anak perkelahiran. Hal tersebut dapat

dilihat dari hasil penelitiannya yaitu rataan jumlah anak babi sekelahiran pada babi Duroc 9,085

ekor, Landrace 8,156 ekor dan Yorkshire sebesar 8,037 ekor yang berbeda nyata dengan rataan

anak babi hasil persilangan Duroc dan Landrace (D X L), Duroc dan Yorkshire (D X Y) dan

Landrace dan Yorkshire (L X Y) masing-masing adalah 9,628 ekor, 9,479 ekor, 8,927 ekor

(Tabel 3). Hal tersebut berbeda dengan laporan Aritonang dan Silalahi (2001) yang melaporkan

bahwa rataan litter size pada galur murni lebih banyak dibandingkan dengan galur persilangan

seperti yang terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan Litter size, bobot lahir dan bobot sapih anak babi pada setiap perkawinan.

Perkawinan Rataan Litter Rataan Bobot Rataan Bobot Penelitian (tahun)


sapih (Kg)
size (ekor) Lahir (Kg)

Y ♂ x Y♀ 9,38 1,24 6,73 Tribudi et al. (2019)

8,384 1,404 8,073 Pardosi (2004)

10,4 1,22 7,26 Aritonang dan Silalahi (2001)

D♂ x D♀ 8,41 1,23 6,54 Tribudi et al. (2019)

9,109 1,582 8,632 Pardosi (2004)

9,0 1,12 6,72 Aritonang dan Silalahi (2001)

23
L♂ x L♀ 8,270 1, 406 7,438 Pardosi (2004)

11,4 1,18 7,08 Aritonang dan Silalahi (2001)

D♂ x Y♀ 9,48 1,28 6,91 Tribudi et al. (2019)

8,961 1,548 9,670 Pardosi (2004)

8,4 1,14 7,50 Aritonang dan Silalahi (2001)

D♂ x L♀ 9,434 1,601 8,698 Pardosi (2004)

6,8 1,48 7,34 Aritonang dan Silalahi (2001)

L♂ x Y♀ 8,998 1,548 8,391 Pardosi (2004)

9,2 1,14 7,30 Aritonang dan Silalahi (2001)

Y♂ x D♀ 9,88 1,26 6,84 Tribudi et al. (2019)

7,6 1,24 7,78 Aritonang dan Silalahi (2001)

Y♂ x L♀ 9,2 1,30 7,16 Aritonang dan Silalahi (2001)

L♂ x D♀ 7,4 1,26 7,30 Aritonang dan Silalahi (2001)

Keterangan: D= Duroc, L= Landrace, Y= Yorkshire

Pada perkawinan murni Yorkshire, murni Landrace, persilangan Landrace dan Yorkshire dan

persilangan Yorkshire dan Duroc terlihat pada rataan litter size yang rendah memiliki rataan

bobot lahir dan bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan dengan rataan litter size yang tinggi.

Namun, pada perkawinan murni Duroc, persilangan Duroc dan Landrace, rataan bobot lahir dan

bobot sapih lebih tinggi pada rataan litter size yang tinggi. Hal ini menurut Vallet dan

Christenson (2004) dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan embrio selama masa

kebuntingan yang mana jika pertumbuhan dan perkembangan embrio selama masa kebuntingan

baik maka akan meningkatkan bobot lahir, bobot prasapih dan bobot akhir walaupun dengan

jumlah anak sekelahiran yang lebih besar. Dari kajian ini dapat dikatakan bahwa litter size

24
berhubungan dengan bobot lahir dan bobot sapih tapi bukan faktor utama yang mempengaruhi

karena nutrisi lebih mempengaruhi bobot lahir dan bobot sapih.

Tabel 4. Rataan Litter size Anak Babi Berdasarkan Paritas Induk pada setiap perkawinan

Perkawinan Paritas Penelitian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 (Tahun)

D♂ x 9,667 8,857 8,545 10,000 10,250 8,667 9,333 9,667 7,000 Pardosi
(2004)
D♀

L♂ x L♀ 7,000 9,000 8,333 8,000 8,667 9,500 8,333 8,600 7,000

Y♂ x 8,000 7,857 7,833 9,000 10,000 12,00 9,000 5,750 6,000

Y♀

D♂ x L♀ 7,333 9,813 9,577 10,333 10,143 9,636 10,125 7,952 10,00

D♂ x 6,333 9,111 8,737 9,875 10,105 8,222 10,00 9,607 8,667

Y♀

L♂ x Y♀ 8,000 10,00 8,429 11,000 9,111 8,400 9,050 9,667 7,333

Y♂ x L♀ 9,5±0,3 9,8±0, 11,8±0,2 11,7±0,3 Milligan


3
(2002)
Keterangan: D= Duroc, L= Landrace, Y= Yorkshire

Dilihat dari paritas induk babi rerata jumlah anak sekelahiran pada paritas pertama lebih

rendah dibandingkan paritas setelahnya. Seperti yang terlihat pada tabel 4 menurut Pardosi

(2004) rerata litter size pada paritas pertama lebih rendah dan mengalami peningkatan pada

paritas ketiga tetapi mulai stabil pada paritas keempat hingga mengalami penurunan pada paritas

kedelapan sedangkan menurut Miligan (2002), litter size terendah pada paritas pertama dan

mulai meningkat pada paritas kedua semakin meningkat dan stabil pada paritas ketiga sampai

paritas kelima dan mulai mengalami penurunan pada paritas keenam.

25
Penelitian Gobai et al. (2013) pada 35 ekor babi Landrace dan Yorkshire menunjukan bahwa

rerata Litter size paritas pertama yaitu 8,000 ekor sedangkan rerata litter size pada paritas kedua,

ketiga dan keempat mengalami peningkatan yaitu berturut-turut 10,000 ekor, 11,571 ekor dan

12,000 ekor namun pada paritas 5 hingga paritas ke 7 mengalami penurunan. Selaras dengan

pendapat Lawlor dan Lynch (2007), sejak kelahiran pertama, jumlah anak cenderung meningkat

dan mencapai puncak pada kelahiran ketiga dan keempat, lalu stabil hingga kelahiran ketujuh

dan selanjutnya menurun. Berdasarkan hasil kajian dari beberapa sumber dan data pada tabel 4

maka rataan litter size galur murni tertinggi pada paritas keenam yaitu 12,000 ekor dan terendah

pada paritas kedelapan yaitu 5,750 ekor sedangkan galur persilangan rataan litter size tertinggi

pada paritas keempat yaitu 11, 8 ekor dan terendah pada paritas kesembilan 7,333 ekor,

sehingga disarankan pada galur murni setelah paritas kedelapan sebaiknya induk diafkir

sedangkan pada galur persilangan induk diafkir setelah paritas kesembilan.

Tingginya rataan litter size pada paritas ketiga dibandingkan paritas pertama menurut Gordon

(2008) ialah karena tingginya kadar Leatunizing Hormone (LH) pada babi indukan dibandingkan

pada babi dara, selain itu babi induk menghasilkan 14-20 ovum sedangkan babi dara

menghasilkan 10-16 ovum. Selain itu, Siagian (1999) menyatakan bahwa babi dara memiliki laju

kebuntingan 10-15% lebih rendah daripada babi induk. Penurunan rataan litter size pada paritas

kedelapan atau kesembilan disebabkan adanya penurunan produksi dipengaruhi oleh umur induk

yang semakin tua.

Hal penting yang harus diperhatikan agar menghasilkan litter size yang tinggi adalah waktu

perkawinan pada babi tepat waktu jika terlalu dini atau terlewatkan masa birahi dapat

menyebabkan kegagalan fertilisasi. Keberhasilan perkawinan dipengaruhi oleh deteksi birahi

yang tepat yaitu dengan cara melihat tingkah laku induk. Menurut Sihombing (2006), jika

26
perkawinan dilakukan terlalu awal, sperma tiba di tuba fallopii terlalu awal dan mungkin mati

sebelum ada ovum yang dilepaskan. Bila dikawinkan terlalu lambat, ovum terlalu matang dan

akan berakibat lebih dari satu sperma masuk ke dalam satu ovum untuk membuahi (polyspermy).

Jika terjadi polispermi maka fertilisasi dianggap gagal karena dapat menghasilkan makluk baru

dengan jumlah kromosom lebih dari normalnya dan kromosom tersebut bersifat letal sehingga

mati sebelum implantasi dan menyebabkan penurunan litter size.

4.3 Bobot Lahir

Bobot lahir adalah bobot badan anak babi yang ditimbang segera setelah induk melahirkan

dan sebelum induk menyusui anaknya. Berdasarkan hasil kajian bobot lahir dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti genetik, paritas, pakan, jenis kelamin anak babi dan Litter size. Bobot

lahir lebih dipengaruhi oleh faktor keindukan (maternal effect) pada saat prenatal karena pada

masa kebuntingan fetus hanya memperoleh pasokan nutrisi dari induknya. Jumlah fetus yang

dikandung oleh induk sangat berdampak pada masa kebuntingan. Jika jumlah fetus sedikit, maka

perkembangan fetus di dalam uterus akan memakan waktu lama sehingga kebuntingan juga akan

lama dan bobot badan anak babi akan membesar (Gordon, 2008).

Hasil analisis statistik Tribudi et al. (2019) menunjukan bahwa bangsa babi tidak

memberikan perbedaan nyata terhadap bobot lahir (P>0,05) tetapi terdapat kecenderungan bobot

lahir meningkat dengan dilakukan persilangan. Laporan Pardosi (2004) bobot lahir tidak

menunjukan perbedaan yang nyata antara jalur murni dan persilangan tetapi cenderung lebih

tinggi bobot lahir anak babi hasil persilangan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian

Aritonang dan Silalahi (2001) yaitu rata-rata lebih tinggi pada perkawinan silang dibandingkan

perkawinan bangsa murni (Tabel 3).

27
Pada laporan Pardosi (2004) menyatakan bahwa rataan bobot lahir anak babi pada

perkawinan murni Duroc meningkat pada paritas ketiga hingga paritas kelima dan mengalami

penurunan pada paritas keenam dengan rataan bobot lahir tertinggi pada paritas ke-lima yaitu

1,713 kg; berbeda dengan perkawinan murni Landrace rataan bobot lahir terus mengalami

penuranan dan peningkatan pada tiap-tiap paritas dan rataan bobot lahir tertinggi terjadi pada

meningkat pada paritas kedua dan stabil hingga paritas keempat dan mulai menurun pada paritas

keenam dengan rataan bobot lahir tertinggi pada paritas ketiga yaitu 1,583 kg. Rataan bobot lahir

anak babi pada perkawinan silang tertinggi pada paritas keempat hingga paritas keenam dengan

bobot lahir tertinggi pada paritas ke-empat perkawinan Duroc dan Landrace yaitu 1,850 kg.

Tabel 5. Rataan bobot lahir berdasarkan paritas induk pada setiap perkawinan

Perkawinan Paritas Penelitian


silang (tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pardosi (2004)
D♂ x D♀ 1,573 1,555 1,557 1,700 1,713 1,557 1,463 1,648 1,480
L♂ x L♀ 1,310 1,460 1,383 1,350 1,583 1,285 1,522 1,556 1,210
Y♂ x Y♀ 1,340 1,567 1,583 1,500 1,410 1,500 1,105 1,383 1,250
D♂ x L♀ 1,673 1,567 1,542 1,850 1,798 1,509 1,443 1,509 1,520
D♂ x Y♀ 1.327 1,502 1,532 1,779 1,743 1,820 1,420 1,447 1,367
L♂x Y♀ 1,570 1,720 1,720 1,320 1,822 1,534 1,434 1,555 1,257

Y♂ x L♀ 1,32 1,47 1,41 1,39 Milligan


(2002)
Keterangan: D= Duroc, L= Landrace, Y= Yorkshire

Dari tabel 5 di atas terlihat paritas mempengaruhi bobot lahir anak babi baik dari jalur murni

maupun persilangan yang mana bobot lahir anak babi cenderung lebih stabil pada pada paritas

ketiga hingga paritas kelima. Hal ini berhubungan dengan umur induk saat melahirkan, jika umur

induk masih terlalu muda dan sudah terlalu tua maka rerata bobot lahir anaknya lebih rendah

daripada umur induk yang melahirkan disaat umur 3 tahun (umur pertengahan). Babi yang

28
berumur muda atau pada paritas pertama babi dara masih dalam tahap pertumbuhan sehingga

produksinya lebih rendah dibandingkan babi yang berumur 3 tahun (paritas ke-4) karena nutrisi

yang diberikan pada masa kebuntingan untuk babi dara digunakan untuk pertumbuhan,

mempertahankan hidup dan fetus sedangkan pada babi induk nutrisi yang masuk digunakan

untuk mempertahankan hidup dan fetus.

4.4 Bobot Sapih

Bobot sapih ditentukan oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan saat ternak

lahir, bobot lahir, produksi susu induk dan kemampuan induk menyusui anaknya, kemampuan anak

babi dalam mengkonsumsi susu, kuantitas dan kualitas ransum, umur sapih serta suhu lingkungan.

Sihombing (2006) mengemukakan bahwa kandungan air susu induk babi setelah 2 hari yaitu 7%

lemak, 6,5% protein, dan 5% laktosa. Parakkasi (2006) menyatakan produksi air susu induk babi

dapat diukur secara tidak langsung yaitu berdasarkan bobot badan pada anak-anaknya. Anak babi

ditimbang sebelum dan segera sesudah menyusu, selisih berat penimbangan adalah produksi susu

saat itu.

Penelitian Tribudi et al. (2019) menyatakan bahwa sistem persilangan antar bangsa tidak

berpengaruh terhadap litter size dan berat lahir tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap berat

sapih anak babi. Demikian juga pada penelitian Pardosi (2004) terlihat adanya perbedaan nyata

bobot sapih anak babi antaa jalur murni dan persilangan (Tabel 6). Rataan bobot sapih anak babi

pada galur murni tertinggi pada paritas ketiga 9,590 kg dan terendah pada paritas pertama 7,150

kg sedangkan pada galur persilangan tertinggi pada paritas kelima 9,870 kg dan terendah pada

paritas pertama 7,175 kg.

Tabel 6. Rataan bobot sapih (Kg) anak babi berdasarkan paritas pada setiap perkawinan

Perkawina Paritas Penelitian


n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 (tahun)

29
D♂ x D♀ 7,897 8,605 8,63 9,400 9,048 8,32 8,147 8,81 8,830 Pardosi
0 3 0 (2004)
Y♂ x Y♀ 7,150 8,360 9,59 7,780 8,517 8,00 7,790 7,93 7,210
0 0 8
L♂ x L♀ 7,520 7,893 7,95 8,200 8,667 8,80 9,053 8,46 7,230
3 0 8
D♂ x Y♀ 9,623 8,264 8,99 8,970 8,903 8,65 8,328 8,35 7,707
4 8 5
L♂ x Y♀ 7,175 8,115 8,67 8,750 9,460 8,39 8,385 8,73 7,840
6 0 0
D♂ x L♀ 9,077 8,263 8,26 9,393 9,870 8,12 8,355 8,44 8,500
3 2 3
Y♂ x L ♀ 7,71 8,18 7,78 7,92 Milligan
(2002)
Keterangan: D= Duroc, L= Landrace, Y= Yorkshire

Paritas berpengaruh terhadap bobot sapih baik dari galur murni dan galur persilangan, hal ini

menurut beberapa peniliti disebabkan oleh perbedaan jumlah produksi susu. Jumlah produksi

susu induk babi antara masing-masing paritas menurut Elsley (1971) cit Prawirodigdo (1989)

yaitu rataan produksi susu/hari pada paritas pertama adalah 5,50 kg, paritas kedua 7,30 kg dan

paritas ketiga 7,49 kg lalu produksi susu mulai berkurang secara progeresif.

Produksi susu akan meningkat jika didukung oleh nutrisi induk yang baik. Induk babi yang

sedang laktasi memerlukan ransum nutrien yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok

dan produksi susu. Agar memenuhi kebutuhan nutrisi induk selama masa laktasi maka diberikan

ransum yang sesuai dengan Standar Nasiona Indonesia (SNI) Tahun 2006 seperti pada tabel di

bawah ini:

Tabel 7. Standar Nasional Indonesia (SNI) Pakan Induk Babi Selama Masa Laktasi

No Parameter Satuan Persyaratan

30
1 Kadar air % Maks. 14,0

2 Protein kasar % Min. 15,0

3 Lemak kasar % Maks. 8,0

4 Serat kasar % Maks. 7,0

5 Abu % Maks. 8,0

6 Kalsium (Ca) % 0,90-1,20

7 Fosfor total (P) % 0,60-1,00

8 Fosfor tersedia % Min. 0,55

9 Energi termetabolis Kkal/Kg Min. 3.100

10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0

11 Asam amino

 Lisin % Min. 0,80

 Metionin % Min. 0,30

 Metionin + sistin % Min. 0,50

Kemampuan dan persaingan untuk menyusu, dan kemampuan bertahan hidup merupakan

kontribusi yang utama dalam masa prasapih sampai usia pascasapih (Zindove et al., 2014). Jika

anak babi tidak dapat memanfaatkan air susu induk pada awal laktasi secara maksimal maka

akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan. Bobot sapih dipengaruhi

oleh umur sapih karena selama periode menyusui anak babi memperoleh nutrisi dari induknya,

apabila disapih lebih cepat kebutuhan nutrisi belum tercukupi dan berpengaruh terhadap

pertambahan bobot badan anak babi.

31
Hasil penelitian Silalahi (2011) menunjukkan bahwa perbedaan umur penyapihan pada

anak babi berpengaruh terhadap bobot sapih. Pada penelitian Pinem et al. (2020) tentang

pengaruh umur sapih terhadap performan anak babi Duroc jantan menyatakan bahwa bobot sapih

anak babi yang tinggi ketika disapih umur 4 minggu karena anak babi mampu mengkonsumsi air

susu dari induknya jauh lebih banyak dibanding babi yang disapih umur 2 dan 3 minggu.

Sihombing (2006) menyatakan bahwa penyapihan sebaiknya dilakukan pada umur 3-5 minggu,

karena pada umur ini anak babi telah memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi pakan sendiri

dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang telah berkembang dengan baik.

BAB V

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

32
1. Bangsa babi berpengaruh nyata terhadap litter size dan bobot sapih anak babi

tetapi tidak menunjukan perbedaan nyata terhadap bobot lahir anak babi

sedangkan paritas induk berpengaruh nyata terhadap bobot lahir anak babi

hasil perkawinan silang dan paritas induk tidak berpengaruh yang nyata

terhadap bobot sapih anak babi dari bangsa murni.

2. Litter size bukan faktor utama yang mempengaruhi bobot lahir dan bobot

sapih.

3. Litter size, bobot lahir dan bobot sapih dipengaruhi oleh banyak faktor yang

secara garis besar terdiri dari faktor genetik, lingkungan dan manajemen

pemeliharaan ternak babi.

5.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kajian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perkawinan antar bangsa babi

baik yang dilakukan secara alami maupun inseminasi buatan terhadap litter

size, bobot lahir, pertambahan bobot badan harian, jumlah anak lepas sapih

dan bobot sapih pada setiap paritas induk.

2. Untuk memperoleh rataan jumlah anak sekelahiran dan jumlah anak disapih

yang baik pada ternak babi disarankan menggunakan perkawinan bangsa babi

pejantan Duroc dan betina Landrace sedangkan untuk memperoleh rataan

bobot lahir yang baik disarankan menggunakan perkawinan bangsa babi

pejantan Landrace dan betina Yorkshire.

DAFTAR PUSTAKA

Agri F. 2011. Cara Mudah Usaha Ternak. Cahaya Atma: Yogyakarta.

33
Aherne SA, O'Brien NM. Dietary flavonols: chemistry, food content and metabolism.
Nutrition. 2002 Jan;18(1):75-81. doi:10.1016/s0899-9007(01)00695-5. PMID:1182777.

Akdag, F., Arslan, S., & Demir, H. 2009. The effect of parity and litter size on birth weight

and the effect of birth weight variations on weaning weight and pre-weaning survival hi

piglet. Journal of Animal and Veterinary Advances, 8(11), 2133–2138.

Ardana, I.B dan D.K.H. Putra. 2008. Ternak Babi Manajemen Reproduksi, Produksi dan

Penyakit. Udayana University Press: Denpasar.

Arfin, M.C. 2018. Kamus & Rumus Peternakan dan Kesehatan Hewan. PT Galus Indonesia

Utama: Jakarta Selatan

Arif, Y., Andri, T., & Budi, R. 2019. Identification of productivity traits from Duroc and

Yokshire crossbreed swine. 20(1), 53–58 https://doi.org/10.21776/ub.jtapro.2019.020.01.7

Aritonang D.Silalahi M. 2001. Produktivitas Berbagai Galur Babi Ras Impor Selama Periode

Laktasi. Jurnal ilmu ternak dan veteriner.Vol. 6 no. 1.

Astiti, N. M. A. G. 2018. Pengantar Ilmu peternakan. Penerbit Universitas Marwadewa:

Denpasar.

Budaarsa K. 2012. Babi Guling Bali dari Beternak Kuliner hingga Sesaji. Penerbit Buku Arti:

Denpasar.

Bunok, D. K. ., Lapian, M. T. ., Rawung, V. R. ., & Rembet, G. D. 2020. Hubungan Antara

Periode Beranak Dengan Litter Size dan Bobot Lahir Anak Babi, Di Perusahan Peternakan

Babi, Kedungbenda, Kemangkon Purbalingga. NASPA Journal, 42(4), 1.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Dube, B., Mulugeta, S. D., & Dzama, K. 2012. Estimation of genetic and phenotypic parameters

for sow productivity traits in south african large white pigs. South African Journal of

34
Animal Sciences, 42(4), 389–397. https://doi.org/10.4314/sajas.v42i4.7

Einarsson, S., Brandt, Y., Lundeheim, N., & Madej, A. 2008. Stress and its influence on

reproduction in pigs: A review. In Acta Veterinaria Scandinavica (Vol. 50, Issue 1).

https://doi.org/10.1186/1751-0147-50-48

Geisert, R. and R.A.M. Schmitt, 2002. Early embryonic survival in the pig: Can it be

improved Journal of Animal Science, 80(E-suppl_1), E54–E65.

https://doi.org/10.2527/animalsci2002.0021881200800ES10009x

Gobai F, Hartoko, Rachmawati. 2013. Hubungan antara periode beranak dengan litter size

dan bobot lahir anak babi, di perusahaan peternakan babi kedung benda, kemangkon

purbalingga. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1114 -1119

Gondret, F., Lefaucheur, L., Louveau, I., Lebret, B., Pichodo, X. and Le Cozler, Y. 2005.

Influence of Piglets Birth Weight on Postnatal Growth Performance, Tissue Lipogenic

Capacityand Muscle Histological Traits at Marker Weight. Lives.Prod,Sci., 93(2):137-

146.

Gordon, I. 2008. Controlled Reproduction in Pigs. CAB International:Washington DC.

Gunawan, A., Sari, R., & Jakaria. 2012. Estimates of genetic and phenotypic trends of growth

traits in bali cattle. Media Peternakan, 35(2), 85–90.

https://doi.org/10.5398/medpet.2012.35.2.85

Hurley, W.L. 2001. Mammary gland growth in the lactating sow. Journal Animal Prod Sci

70:149-157.

Kabalin, A.E., Balenovic, T., Mencik, S., Susic, V., Pavicic, Z., Stokovic, I. and Ostovic M.

2012. Influence of Birth Mass On Losses and Weight Gain of Large Yorkshire Piglets

During Preweaning Period. Maced. J. Anim. Scie.,2(3):273-276.

35
Kasprzyk, A. 2007. Estimates of genetic parameters and genetic gain for reproductive traits in

the herd of Polish Landrace sows for the period of 25 years of the breeding work.

https://www.researchgate.net/publication/242564890

Knecht, D., Środoń, S., Szulc, K., & Duziński, K. 2013. The effect of photoperiod on selected

parameters of boar semen. Livestock Science, 157(1), 364–371.

https://doi.org/10.1016/j.livsci.2013.06.027

Lawlor, P. G., & Lynch, P. B. 2007. A review of factors influencing litter size in Irish sows.

Irish Veterinary Journal, 60(6), 359–366. https://doi.org/10.1186/2046-0481-60-6-359

Lee, J. H., Song, K. D., Lee, H. K., Cho, K. H., Park, H. C., & Park, K. Do. 2015. Genetic

parameters of reproductive and meat quality traits in Korean berkshire pigs. Asian-

Australasian Journal of Animal Sciences, 28(10), 1388–1393.

https://doi.org/10.5713/ajas.15.0097

Li, Y., Johnston, L. J., & Hilbrands, A. M. 2010. Pre-weaning mortality of piglets in a bedded

group-farrowing system Influence of storage bin design and feed characteristics on

flowability of pig diets containing maize distillers dried grains with solubles View project

Low protein pigs View project. In Article in Journal of Swine Health and Production.

https://www.researchgate.net/publication/228503471

Lukač, D., & Vidović, V. 2013. Parameters of genetic and phenotypic type in pigs mating in pure

breed and crossbreeding on litter size. African Journal of Agricultural Research, 8(37),

4664–4669. https://doi.org/10.5897/ajar11.2117

Mangisah, I. 2003. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Babi. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian

Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Maylinda, S. 2010. Pengantar Pemuliaan Ternak. Universitas Brawijaya Press : Malang

36
Mege, R. A., Nasution, S. H., Kusumorini, N., & Manalu, W. 2007. Pertumbuhan dan

Perkembangan Uterus dan Plasenta Babi dengan Superovulasi. Hayati Journal of

Biosciences, 14(1), 1–6. https://doi.org/10.4308/hjb.14.1.1

Milligan, B. N., Fraser, D., & Kramer, D. L. 2002. Within-litter birth weight variation in the

domestic pig and its relation to pre-weaning survival, weight gain, and variation in

weaning weights. Livestock Production Science, 76(1–2), 181–191.

https://doi.org/10.1016/S0301-6226(02)00012-X

Montong, P.R.R.I. 2011. Pedoman Praktis dan Teori Manajemen Peternakan Babi. Cahaya

Pineleng : Jakarta.

Nagyné-Kiszlinger, H., Farkas, J., Kövér, G., & Nagy, I. 2013. Selection for reproduction traits

in Hungarian pig breeding in a two-way cross. Animal Science Papers and Reports (Vol.

31, Issue 4).

Nangoy, M. M., Lapian, M. T., Najoan, M., & Soputan, J. E. M. 2015. Pengaruh Bobot Lahir

Dengan Penampilan Anak Babi Sampai Disapih. Zootec, 35(1), 138.

https://doi.org/10.35792/zot.35.1.2015.7223

Nevrkla, P., Vclavkova, E., Hadas, Z., Kamanova, V 2017. Effect of Birth Weight of Piglets On

Their Growth Ability, Carcass Traits And Meat Quality. Acta Universitatia Agriculturae et

Silviculturae Mendelianae Brunensis, 65(1); 0119-0123.

https;//doi.org/10.11118/actaun201765010119

Newcom, D. W., Baas, T. J., Stalder, K. J., & Schwab, C. R. 2005. Comparison of three models

to estimate breeding values for percentage of loin intramuscular fat in Duroc swine 1. In J.

Anim. Sci (Vol. 83).

Ortiz Peña, C. D., Carvalheiro, R., De Queiroz, S. A., & Fries, L. A. 2002. Comparison of

37
Selection Criteria For Pre-Weaning Growth Traits Of Nelore Cattle.

http://dx.doi.org/10.1016/S0301-6226(03)00164-7

Pardo , C.E., Muller,S., Berard, J., Kreuzer,M and Bee G. 2011. Importance of Average Litter

Weight and Individual Birth Weight for Early Postnatal Performance and Myofiber

Characteristics of Progeny. Livest.Sci.,157(1):330-338.

Parakkasih, U. 2006. Ilmu dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa : Bandung

Pardosi U. 2004. Pengaruh Perkawinan antara Tiga Bangsa Babi Terhadap Prestasi Anak dari

Lahir sampai dengan Sapih di PT. Mabarindo Sumbul Multifarm.Tesis. Fakultas

Peternakan Universitas Diponegoro Semarang

Paura, L., D. Jonkus, U. Permanickis. 2014. Genetic Parameters and Genetic Gain For The

Reproduction Traits In Latvian Landrace and Yorkshire Sows Populations. Anim Vet Sci.

2(6): 184-188

Prasetya, H. 2012. Semakin Hoki dengan Beternak Babi Pedoman, Penggemukan Babi Secara

Intensif. Pustaka Baru Press: Yogyakarta

Prawirodigdo. 1989. Aspek-Aspek Produksi Susu Babi: Faktor-Faktor Yang Berepengaruh

Terhadap Produksi Susu. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. PO. Box 25 Ungaran 50511

Rehfeldt C., A. Tuchsherer, M. Hartung dan G. Kuhn. 2008. A Second Look at The Influence

of Birth Weight on Carcass and Meat Quality in Pigs. Journal Animal. Meat Sci.

78(3):170-175

Satriavi, K., Wulandari, Y., Subagyo, Y. B. P., Indreswari, R., Sunarto, Prastowo, S., & Widyas,

N. (2013). Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size

dan Bobot Lahir Keturunannya. Tropical Animal Husbandry, 2(1), 28–33.

Segura, J. C., Alzina-lópez, A., Luis, J., & Rivera, S. 2007. Evaluación de tres modelos y

38
factores de riesgo asociados a la mortalidad de lechones al nacimiento en el trópico de

México. Técnica Pecuaria En México, 45(2), 227–236.

https://doi.org/10.22319/rmcp.v45i2.1774

Siagian PH. 2014. Pig Production in Indonesia. Animal Genetic Resources Knowledge Bank

in Taiwan. Availabel from: http:www.angrin.tlri.gov.tw/English/2014Swine/p175-186.pdf

Siagian, P. H. 1999. Manajemen Ternak Babi. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor: Bogor.

Sihombing, D. T. H., 2006. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University

Press:Yogyakarta.

Sinaga, S., Sihombing, D. T. ., Kartiaso, & Bintang, M. 2011. Kurkumin Dalam Ransum Babi

Sebagai Pengganti Antibiotik Sintetis Untuk Perangsang Pertumbuhan. Jurnal Ilmu-Ilmu

Hayati Dan Fisik, 13(2), 125–132.

Sudiastra, I.W. dan K. Budaarsa. 2015. Studi ragam eksterior dan karakteristik reproduksi babi

bali. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 18 (3): 100-105.

Suriyasomboon, A., Lundeheim, N., Kunavongkrit, A., & Einarsson, S. 2006. Effect of

temperature and humidity on reproductive performance of crossbred sows in Thailand.

Theriogenology, 65(3), 606–628. https://doi.org/10.1016/j.theriogenology.2005.06.005

Susilorini, T.E., M.E. Sawitri, Muharlien. 2007. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar

Swadaya: Jakarta.

Thornton, K. 2011. Gilt Development, Management and Parity

Control.https://www.google.com/search?q=Thornton%2C+K.+2011.+Gilt+Development

%2C+Management+and+Parity+Control.+www.gov.mb.ca%2Fagriculture%2F...

%2Fbab15s02.pd+f.+22+Desember+2011.&oq=Thornton%2C+K.

39
+2011.+Gilt+Development%2C+Management+and+Parity+Control.+www.gov.mb.ca

%2Fagriculture%2F...%2Fbab15s02.pd+f.

+22+Desember+2011.&aqs=chrome..69i57.20153j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8.

Tribudi, Y. A., Andri., Lestari. R. B. 2019. Identifikasi Sifat-Sifat Produksi Persilangan Babi

Duroc dan Yorkshire. Journal of Tropical Animal Production Vol. 20 No. 1: 53-58.

Tumbaleka ITA, Ligaya PH.Siagian. 2007. Pengaruh Sistem Pengawinan dan Paritas

Terhadap Penampilan Reproduksi Ternak Babi di PT. Adhi Farm, Solo, Jawa Tengah.

Jurnal Ilmu Ternak Vol. 7 No. 2 :145-148.

Vallet, J. L., & Christenson, R. K. 2004. Effect of Progesterone, Mifepristone, and Estrogen

Treatment during Early Pregnancy on Conceptus Development and Uterine Capacity in

Swine. Biology of Reproduction, 70(1), 92–98.

https://doi.org/10.1095/biolreprod.103.020214

Wahyuningsih, N., P. Subagyo, Y. B., Sunarto, S., Prastowo, S., & Widyas, N. 2017. Performan

Anak Babi Silangan Berdasarkan Paritas Induknya. Sains Peternakan, 10(2), 56.

https://doi.org/10.20961/sainspet.v10i2.4842

Wenda, T., Kairupan, F. A., Montong, P. R. I., Sakul, S., Lapian, M. R., Peternakan, F., Sam, U.,

& Manado, R. 2013. Prestasi Beranak Ternak Babi Yang Menggunakan Hormon Pmsg Dan

Hcg Pada Peternakan Komersial Di Kelurahan Kayawu. Jurnal Zootek, 33(1), 58–67.

Wolter, B. F., Ellis, M., Corrigan, B. P., & DeDecker, J. M. 2002. The effect of birth weight and

feeding of supplemental milk replacer to piglets during lactation on preweaning and

postweaning growth performance and carcass characteristics. Journal of Animal Science,

80(2), 301–308. https://doi.org/10.2527/2002.802301x

Zhu, M. ., Ding, J. ., Liu, B., Yu, M., Fan, B., Li, C. ., & Zhao, S. 2008. Estimation of Genetic

40
Parameters for Four Reproduction Component Traits in Two Chinese Indigenous Pig

Breeds. Asian-Aust. J. Anim. Sci., 21(8), 1109–1115.

Ziedina, I., Jonkus, D., & Paura, L. 2011. Genetic and Phenotypic Parameters for Reproduction

Traits of Landrace Sows in Latvia. In Agriculturae Conspectus Scientifi cus (Vol. 76, Issue

3).

Zindove, T.J., Dzomba, E. F., Kanengoni, A.T. and Chimonyo, M. 2014. Variation In Individual

Piglet Birth Weight in a Large White x Landrace sow herd. South African J Animal

Science. 44(1):80-84

Zishiri, O. T., Cloete, S., & Dzama, K. 2010. Genetic trends in South African terminal sire sheep

breeds Antimicrobial resistance in livestock View project Mate choice and

immunocompetence in ostriches View project. In Article in South African Journal of

Animal Science. http://www.sasas.co.za/sajas.asp

41

Anda mungkin juga menyukai