Anda di halaman 1dari 15

REGULASI RESIKO PRA

KONTRUKSI (PCRA)

i
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM GRHA BHAKTI MEDIKA
NOMOR: 151/GBM/SK-DIR/1/2022

TENTANG

PANDUAN RESIKO PRA KONTRUKSI (PCRA)

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM GRHA BHAKTI MEDIKA

Menimbang : Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


Umum Grha Bhakti Medika, maka diperlukan penyelenggaraan
Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) yang bermutu, untuk itu
perlu dibuat Panduan
Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja
2. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
Kedokteran
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit yang merupakan pedoman bagi rumah
sakit dalam melaksanakan Akreditasinya sebagai upaya

Menetapkan : 1. Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) di Rumah


Sakit Umum Grha Bhakti Medika, sebagaimana tercantum
dalam lampiran keputusan ini
2. Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) ini merupakan
acuan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada
pasien di RSU Grha Bhakti Medika
3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Dengan catatan :
Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini,
maka diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

ii
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
II. LATAR BELAKANG....................................................................................................................1
III. PENGERTIAN...............................................................................................................................2
IV. RUANG LINGKUP........................................................................................................................2
V. KEBIJAKAN..................................................................................................................................2
VI. TATA LAKSANA..........................................................................................................................7

iii
I. PENDAHULUAN

Semua kegiatan konstruksi dan renovasi bangunan harus dilakukan penilaian


sebelum kontruksi dilaksanakan menilai dampak/risiko yang mungkin
terjadi, hal ini harus diatur dengan baik sehingga paparan terhadap debu, uap
dan bahaya-bahaya yang menyertai dapat dibatasi.

Pengendalian debu dan materi sisa konstruksi bangunan pada akhirnya


bertujuan untuk melindungi karyawan, pasien dan pengunjung dari
kemungkinan dampak penyakit, dan dampak/risiko lainnya seperti halnya
peralatan dan prosedur yang ada.

Sebelum dilaksanakan proses pendokumentasian ICRA maka akan


dilaksanakan proses Pra Contruction Risk Asessment (PCRA). Pra contructin
risk assesment adalah Asesmen risiko pra konstruksi secara komprehensif
dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian
mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi,
renovasi atau penghancuran (demolish) sehingga pelayanan pasien tetap
terjaga kualitas dan keamanannya.

Sedang Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah proses


multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian
bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program
yang berfokus pada : Pengurangan risiko infeksi,Tahapan perencanaan
fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan
pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial

II. LATAR BELAKANG

Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung


dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit (undang-undang tentang kesehatan dan Rumah Sakit pasal
29 b UU No. 44 tahun 2009). Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.

Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses Organisasi (struktur dan
budaya), manajemen, sumber daya manusia, teknologi, peralatan, financial adalah
komponen dari struktur. Proses pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem
administrasi, sistem pengendalian, pedoman merupakan komponen proses. Keselamatan
pasien merupakan hasil interaksi anatara komponen struktur dan proses. Mutu pelayanan
rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai berikut : aspek klinis (pelayanan
1
dokter,keselamatan pasien )

III. PENGERTIAN

Asesmen Risiko Pra Konstruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan untuk
mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan
dampak kontruksi, renovasi atau penghancuran/demolis sehingga pelayanan pasien tetap
terjaga kualitas dan keamanannya.

IV. RUANG LINGKUP

Rumah Sakit menentukan regulasi tentang asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)
oleh Tim K3RS dan PPI, lainnya untuk evaluasi tentang asesmen Risiko Pra Kontruksi
(PCRA) meliputi :

a Seluruh bangunan dan fasilitas yang digunakan untuk pelayanan kesehatan,


ruangan- ruangan perawatan, poliklinik, dan semua yang berhubungan dengan
pelayanan terhadap pasien.
b Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan akan direncanakan dan
dilaksanakan oleh bagian Umum
c Pada pelaksanaan renovasi harus diperhatikan dampak dari pekerjaan renovasi
bangunan tersebut yang mungkin terjadi meliputi polusi udara, infeksi,
kebisingan, getaran dan jika terjadi kejadian yang bersifat emergency
d Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan yang akan dilaksanakan,
bagian Harmat sebagai Bagian Pelaksana membuat Nota dinas ke Tim MFK
untuk dilaksanakan PCRA bangunan

V. KEBIJAKAN

1. KEBIJAKAN UMUM

Kontruksi/pembangunan baru du sebuah RS akan berdampak pada setiap orang di


RS dan Pasien dengan kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar. Kebisingan
dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan
pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula terganggu. Debu kontruksi dan bau dapat
mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi pasien
dengan gangguan pernafasan. Karena itu, rumah sakit perlu melakukan assasment risiko
setiap ada kegiatan kontruksi, renovasi maupun demolisi/pembongkaran bangunan.
Assasment risiko harus sudah dilakukan pada waktu perencanaan atau sebelum pekerjaan
kontruksi, renovasi, demolisi dilakukan, sehingga pada waktu pelaksanaan, sudah ada
upaya pengurangan risiko terhadap dampak dari kontruksi, renovasi,demolisi tersebut.
Dalam rangka melakukan assessment risiko yang terkait dengan proyek konstruksi baru,
rumah sakit perlu melibatkan semua unit/instalasi yang terkena dampak dari kontruksi
tersebut, konsultan perencana atau manajer desain proyek, komite kesehatan dan
keselamatan kerja RS (K3RS), komite pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), bagian
2
rumah tangga/bagian umum, bagian teknologi informasi, bagian sarana prasarana/IPSRS
dan unit atau bagian lainnya yang diperlukan. Risiko terhadap pasien, keluarga, staf,
pengunjung, vendor, pekerja kontrak, dan unit diluar pelayanan akan bervariasi tergantung
pada sejauh mana kegiatan kontruksi dan dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas,
sebagai tambahan, kedekatan pembangunan ke area pelayanan pasien akan berdampak
pada meningkatnya tingkat risiko. Misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung baru yang
terletak terpisah dari bangunan yang menyediakan pelayanan saat ini, maka resiko untuk
pasien dan pengunjung cenderung akan menjadi minimal. Risiko dievaluasi dengan
melakukan assasment risiko prak-kontruksi. Juga dikenal sebagai PCRA (pra-contruction
risk assessment) asesmen risiko pra kontruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan
untuk mengevaluasi risiko dan kemudia mengembangkan rencana agar dapat
meminimalkan dampak kontruksi, renovasi atau penghancuran/demolish sehingga
pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamannya.

Tahap prakontruksi pada tahap prakontruksi kegiatan yang diperlukan


menimbulkan dampak sebagai berikut : survey lapangan, pengadaan lahan, mobilisasi
tenaga kerja untuk kontribusi, mobilisasi alat, pengadaan material dan pematangan lahan.

Kontruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana, dalam


sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah kontruksi juga dikenal sebuah bangunan
atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area secara ringkas
kontruksi di definisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-
bagian struktur. Misalnya, kontruksi struktur bangunan adalah bentuk bangunan secara
keseluruhan dari struktur bangunan.

Demolisi/renovasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbarui,


memperbaiki atau mengganti sebagai bngunan rumah sakit untuk mencapai kondisi yang
lebih baik. Sebenernya, ada kegiatan lain yang juga sering dimasukkan ke dalam definisi
renovasi, yaitu pengembangan jika masing-masing istilah ini dipisahkan, perbedaannya
adalah dalam luasan bangunan fisik rumah sakit.

Renovasi tidak mengubah luasan bangunan rumah sakit, sementara pengembangan


menambah luasan bangunan/fasilitas rumah sakit. Dalam renovasi, bangunan hanya
diperbaiki dan diperbaharui dengan material yang baru.

2. KEBIJAKAN KHUSUS

a Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan akan direncanakan dan


dilaksanakan oleh bagian Umum
b Pada pelaksanaan renovasi harus diperhatikan dampak dari pekerjaan renovasi
bangunan tersebut yang mungkin terjadi meliputi polusi udara, infeksi,
kebisingan, getaran dan jika terjadi kejadian yang bersifat emergency
c Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/ bangunan yang akan dilaksanakan, bagian
Taud sebagai Bagian Pelaksana membuat Nota Dinas ke Tim MFK untuk
dilaksanakan PCRS bangunan.
d Dalam pelaksanaan demolisi/renovasi, bangunan atau fasilitas harus dalam keadaan
kosong atau tidak digunakan untuk melaksanakan pelayanan. Namun dalam kondisi
pelayanan di fasilitas atau disekitarnya tetap harus melaksanakan pelayanan, maka
harus dilaksanakan kegiatan atau tindakan agar dampak dari demolisi tersebut dapat
3
dikurangi atau bahkan ditiadakan.
e Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)
1) Pada waktu melaksanakan/merencanakan pembangunan kontruksi,
pembongkaran atau renovasi RSU Grha Bhakti Medika asesmen risiko pra
kontruksi meliputi :
a) Kualitas udara
b) Pengendalian infeksi (ICRA)
c) Utilitas
d) Kebisingan
e) Getaran
f) Bahan berbahaya
g) Layanan darurat, seperti respon terhadap kode
h) Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan,pengobatan, dan layanan

Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen kontruksi (MK) memastikan
bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakan dan didokumentasikan. Sebagai
bagian dari penilaian risiko, risiko pasien infeksi dari kontruksi dievaluasi melalui
infeksi penilaian risiko control juga dikenal sebagai ICRA. (juga lihat PPI 7.5)
dalam menyusun PCRA, individu atau organisasi yang ditunjuk untuk melakukan
pengawasan dan penerapan manajemen risiko fasilitas yang ada di MFK.3 agar
melakukan koordinasi dengan organisasi PPI karena antara PCRA dan ICRA
merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

2) PCRA merupakan pengkajian nilai kualitatif dan kuantitatif risiko cedera atau
infeksi terkait aktifitas di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali
ancaman bahaya aktifitas tersebut.
3) Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang mengandung
flamen-flamen jamur, seperti Aspergillus dan juga potensial pathogen
4) Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas dengan
mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan resiko terhadap
pengunjung.
5) Analisis risiko, di identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program untuk
pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan
a) Pre Renovasi
 Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian teknik,
Tim MFK, PPIRS,K3RS, unit sanitasi, dan vendor
Tim MFK, PPIRS melakukan pengkajian risiko dan membuat
izin renovasi/demolisi
 Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan
Tim PPIRS,K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan memberikan
edukasi kepada pihak perencana dan pelaksana proyek tentang
pencegahan terjadinya penularan penyakit akibat renovasi.
 Selama proses pembangunan pelaksanaan proyek wajib
menggunaan APD sesuai K3
 Setelah pembangunan selesai Tim MFK melakukan Evaluasi
kembali melalui cek list renovasi bangunan.
b) Selama Renovasi, selama dalam proses pembangunan, tim pengawas
4
proyek (Taud, Tim MFK, PPI, K3 dan Kesling) melakukan monitoring
terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai Surat Kesepakatan.
c) Aktifitas kontruksi berdasarkan tipe :
1) Tipe Aktifitas ditentukan dengan :
 Banyaknya debu yang ditimbulkan
 Potensi terhadap aerosol air
 Lama pekerjaan kontruksi
 Jumlah system pendingin ruangan dan ventilasi yang
terpadu.
2) Ada 4 tipe:tipe A,B,C dan D
 Tipe A
 Inspeksi dan aktivitas non invasive
 Jenis pekerjaan : mengangkat papan plavon
untuk inspeksi visual terbatas pada 1 papan per
square feet
 Pengecetan dll.
 Tipe B
 Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat
menghasilkan debu minimal
 Jenis pekerjaan : instalasi telepon dan kabel
computer, akses untuk ke ruangan, memotong
dinding atau langit-langit dimana migrasi debu
dapat dikontrol
 Tipe C
 Aktifitas yang menghasilkan debu dari tingkat
moderat sampai tinggi atau membutuhkan
penghanncuran atau pemusnahan komponen
kerangka gedung
 Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding
untuk di cat atau pelapisan dinding, mengangkat
penutup lantai, papan plavon, dan papan
penghalang, kontruksi dinding baru, membuat
akses kerja minor, atau pekerjaan listrik di atas

 Tipe D
- plavon, aktifitas kabel mayor, pekerjaan
yang tidak bias diselesaikan dalam satu shift
 Penghancuran mayor dan proyek bangunan
 Jenis pekerjaan : aktifitas yang membutuhkan
kerja shift yang berkelanjutan, membutuhkan
penghancuran besar, pengangkatan system kabel
yang lengkap, kontruksi baru.
d) Berdasarkan Kelompok Risiko
1) Risiko rendah : pada area kantor, non patient area
2) Risiko sedang :
5
 Selasar atau halaman ruang rawat inap
 Radiologi
 Pendaftaran/Rekam medic
 Dapur
3) Risiko Tinggi
 Poliklinik
 IGD
 Unit hemodialisa
 Ct Scan
 Laboraturium
 Farmasi
 Vk
 Unit Teknik
4)Risiko sangat tinggi
 R. Isolasi tiap ruangan rawat inap
 ICU/ICCU
 Kamar Bedah
e) Level PCRA. Berdasarkan tabel antara Tipe Pekerjaan Kontruksi dan
Kelompok Risiko Bangunan.
1) Level I
 Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat
meminimalisir debu dari aktifitas kontruksi
 Mengganti/menggeser papan langit-langit yang salah
posisi
2) Level II
 Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu
berterbangan dari tempatnya ke udara
 Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol
debu pada saat memotong
 Tutup pintu yang tidak dipakai dengan selotip
 Memblok dan menutup ventilasi udara
 Letakan keset di pintu masuk dan keluar dari area
kontruksi
 Lepaskan atau lakukan isolasi system HVAC di area
kerja
3) Level III
 Jaga tekanan negative udara dalam area kerja
menggunapak HEPA yang dilengkapai dengan unit
filtrasi udara
 Pengiriman atau kereta, tutup rapat dengan selotip
kecuali sudah ada penutupnya.
4) Level IV
 Jaga tekanan negative udara dalam area kerja
menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit
filtrasi udara
6
 Tutup lubangm pipa-pipa, sambungan-sambungam dan
bolongan-bolongan dengan benar
 Setiap petugas yang memasuki area kerja harus
memakai pelindung diri lengkap
 Jangan melepaskan penghalang dari area kerja sampai
proyek selesai.

VI. TATA LAKSANA

Tata laksana tahap prakontruksi pada tahap prakontruksi kegiatan yang diperlukan
menimbulkan dampak sebagai berikut : survey lapangan, pengadaan lahan, mobilisasi tenaga
kerja untuk kontruksi, mobilisasi alat, pengadaan material dan pematangan lahan.

Tata laksana konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun


prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah kontruksi juga dikenal
sebuah bangunan atau satuan inprastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area secara
singkat kontruksi di definisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-
bagian struktur. Misalnya, kontruksi struktur bangunan adalah bentuk bangunan secara
keseluruhan dari struktur bangunan.

Tata laksana demolisi/renovasi dalam pelaksanaan demolisi/renovasi bangunan atau


failitas harus dalam keadaan kosong atau tidak digunakan untuk melaksanakan pelayanan.
Namun dalam kondisi pelayanan di fasilitas atau sekitarnya tetap harus melaksanakan
pelayanan, maka harus dilaksanakan kegiatan atau tindakan agar dampak dari demolisi
tersebut dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan.

1. Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)

1) PCRA merupakan pengkajian kontruksi secara keseluruhan salah satunya adalah nilai
kualitatif dan kuantitatif risiko cedera atau infeksi terkait aktifitas di fasilitas
pelayanan kesehatan serta mengenali ancaman bahaya aktivitas tersebut.
2) Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang mengandung flamen-
flamen jamur, seperti aspergillus dan juga potensi pathogen lain.
3) Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas dengan
mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan resiko terhadap pengunjung.
4) Analisis Risiko di identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program untuk pasien,
petugas, pengunjung dan lingkungan
7
A Pre Renovasi
 Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian teknik, Tim
MFK, PPIRS,K3RS, Unit sanitasi dan vendor
 Tim MFK dan PPIRS melakukan pengkajian risiko dan membuat
ijin renovasi/demolisi
 Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan Tim
MFK,PPIPRS,K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan memberikan
edukasi kepada pihak perencana dan pelakana proyek tentang
pencegahan terjadinya penularan penyakit akibat renovasi
 Selama proses pembangunan pelakanaan proyek wajib
menggunakan APD sesuai K3
 Setelah pembangunan pengembangan selesai Tim MFK dan PPI
melakukan evaluasi kembali melalui cek list renovasi bangunan
B Selama Renovasi, selama dalam proses pembangunan. Tim pengawas
proyek (bagian harmat, Tim MFK, PPI, K3 dan kesling) melakukan
mpnitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai Surat Kesepakatan.
C Aktifitas kontruksi berdasarkan Tipe :
a) Tipe aktifitas ditentukan dengan :
 Banyaknya debu yang timbul
 Potensi terhadap aerosol air
 Lama pekerjaan kontruksi
 Jumlah system pendingin ruangan dan ventilasi yang terpadu
b) Ada 4 tipe :Tipe A,B,C dan D
1) Tipe A
 Inspeksi dan aktivitas non invasive
 Jenis pekerjaan : mengangkat papan plavon untuk
inspeksi visual terbatas pada 1 papan per square feet
 Pengecatan dll
2) Tipe B
 Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat
menghasilkan debu minimal
 Jenis pekerjaan : instalasi telepon dan kabel computer,
akses untuk ke ruangan, memotong dinding atau langit-
langit dimana migrasi debu dapat dikontrol
3) Tipe C
 Aktivitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat
sampai tinggi atau membutuhkan penghancuran atau
pemusnahan komponen kerangka gedung
 Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding untuk di
cat atau pelapisan dinding, mengangkat penutup
lantai,papan plavon, dan papan penghalang, kontruksi
dinding baru, membuat akses kerja minor, atau
pekerjaan listrik di atas plavon, aktivitas kabel mayor,
pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dalam satu shift
4) Tipe D
 Penghancuran mayor dan proyek bangunan
8
 Jenis pekerjaan : aktivitas yang membutuhkan kerja
shift yang berkelanjutan, membutuhkan penghancuran
besar, pengangkatan system kabel yang lengkap,
kontruksi baru.
c) Berdasarkan kelompok resiko
1) Resiko rendah : pada area kantor, non patient area
2) Resiko sedang
 Selasar atau halaman ruang rawat inap
 Radiologi
 Pendaftaran/rekam medic
 Dapur

3) Resiko Tinggi
 Poliklinik
 IGD
 Unit Hemodialisa
 Vk
 Laboraturium
 Farmasi
4) Resiko Sangat Tinggi
 R. Isolasi tiap ruangan rawat inap
 ICU/ICCU
 R. strelisasi
 Kamar Bedan
d) Level PCRA. Berdasarkan tabel antara tipe pekerjaan kontruksi dan
kelompok resiko bangunan
1) Level I
 Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat
meminimalisir debu dari aktivitas kontruksi
 Mengganti /menggeser papan langit-langit yang salah
posisi
2) Level II
 Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu
berterbangan dari tempatnya ke udara
 Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol
debu pada saat memotong
 Tutup pintu yang tidak di pakai dengan solatip
 Memblok dan menutup ventilasi udara
 Letakan keset di pintu masuk dan keluar dari area
kontruksi
 Lepaskan atau lakukan isolasi system HVAC di area
kerja
3) Level III
 Jaga tekanan negative udara dalam area kerja menggunakan
HEPA yang di lengkapi dengan unit fasilitas udara
9
 Pengiriman atau kereta , tutup rapat dengan selotip, kecuali
sudah ada penutupnya
.
4) Level IV
 Jaga tekanan negative udara dalam area kerja
menggunakan HEPA yang di lengkapi dengan unit
fasilitas udara
 Tutup lubang pipa, sambungan-sambungan dan
bolongan-bolongan dengan benar
 Setiap petugas yang memasuki area kerja harus
memakai alat-alat pelindung diri
 Jangan melepas penghalang dari area kerja sampai
proyek selesai

Kualitas udara

Untuk mengatasi polusi udara yang diakibatkan kegiatan renovasi yang berupa
pembongkaran tembok, kupas plesteran, pengamplasan, maka harus dilakukan
penyekatan,area pekerjaan dengan menggunakan triplek. Terpal, seng, atau bahan-bahan lain
yang dapat mencegah debu keluar dari area demolisi/renovasi, atau dengan cara membasahi
material yang akan dibongkar dengan air untuk mencegah debu berterbangan. Selain untuk
menanggulangi dampak yang berupa polisi udara, hal ini juga dapat mencegah timbulnya
infeksi yang disebabkan oleh debu. Adapun kandungan debu maksimal didalam udara
ruangan dalam pengukuran debu rata-rata 8jam adalah 0,15mg/m3.

INDEKS KUALITAS UDARA

NO RUANGAN ATAU UNIT MAKSIMUM KUALITAS


UDARA
(waktu pemaparan 8 jam,
satuan %)
1 Ruangan CT-Scan

Kebutuhan Utilitasi

a Kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih dapat dipenuhi dengan memanfaatkan
saluran air rumah sakit yang sudah ada di area renovasi, yang menggunakan system
tangki atap dan tangki tekan.
b Pembuangan air kotor. Pembuangan air kotor/limbah dapat dilakukan menggunakan
saluran air kotor terdekat yang sudah ada di area rumah sakit.
c Pembuangan sampah. Pembuangan sampah bongkaran material harus dilakukan
dengan rapi sehingga tidak menganggu kegiatan pelayanan di unit pelayanan
sekitarnya dan tidak mengganggu keindahan lingkungan.
d Instalasi listrik. Sumber daya listrik dapat diambil dari instalasi terdekat yang ada
dirumah sakit dengan memperhatikan segi keamanan dan kerapihan. Menggunakan
material/bahan-bahan standard an pengaturan kabel tidak berserakan.

10
INDEKS KEBUTUHAN UTILISASI

NO RUANGAN ATAU UNIT MAKSIMUM


KEBUTUHAN UTILISASI
(waktu pemaparan 8 jam,
satuan %)
1 Ruangan CT-Scan

Kebisingan

Dengan melakukan penyekatan area demosil/renovasi dengan bahan yang dapat


mengurangi kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Bahan yang digunakan
adalah partikel hardboard dilapisi lembaran sterofoam.

Getaran

Apabila kegiatan demosili/renovasi akan menimbulkan dampak getaran yang sangat kuat,
sehingga mengganggu kenyamanan pengguna sekitarnya, maka kegiatan pelayanan harus
dipindahkan atau dihentikan sementara selama getaran tersebut timbul.

INDEKS GETARAN

NO RUANGAN ATAU UNIT MAKSIMUM


KEBUTUHAN UTILISASI
(waktu pemaparan 8 jam,
satuan %)
1 Ruangan CT-Scan

Bahan Berbahaya

Bahan berbahaya atau beracun kerap disingkat B3 adalah zat atau bahan-bahan lain
yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan hidup manusia, makhluk lain,
dan atau lingkungan hidup pada umumnya.

INDEKS BAHAN BERBAHAYA

No Ruangan atau Unit MAKSIMUM BAHAN


BERBAHAYA (waktu
pemaparan 8 jam,
satuan %)
1 Ruangan CT-Scan

11
Kejadian yang bersifat Emergency, dilakukan sesuai dengan SPO Gawat Darurat

INDEKS KEJADIAN EMERGENCY

No Ruangan atau Unit MAKSIMUM BAHAN


BERBAHAYA (waktu
pemaparan 8 jam,
satuan %)
1 Ruangan CT-Scan

Klungkung, 03 Januari 2022


Direktur RSU Grha Bhakti Medika

dr. Agus Donny Susanto.,MARS


NIK. 002/D/RSUGBM/2020

12

Anda mungkin juga menyukai