Anda di halaman 1dari 2

Ketajaman penglihatan seseorang bergantung pada derajat persepsinya terhadap detail dan kontour

objek (Sutrisna et al. 2007). Ketajaman penglihatan juga dikenal dengan sebutan visus. Setiap orang
mempunyai visus yang berbeda. Tujuan dilakukannya pemeriksaan visus biasanya untuk penggunaan
kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kacamata), tetapi
mempunyai arti yang lebih luas terkait keterangan tentang baik buruknya fungsi secara keseluruhan
(Sidarta 2009). Salah satu alat yang lazim digunakan untuk memeriksa visus adalah optotipi Snellen.
Daya akomodasi mata normal untuk melihat tulisan tertentu di optotipi adalah 20 feet. Berdasarkan
hasil percobaan, hanya satu dari 4 probandus (o.p.) yang memiliki visus rata-rata normal pada jarak
20 feet, sedangkan yang lain diduga memiliki gangguan penglihatan.

Setiap individu juga memiliki jarak bintik buta yang berbeda-beda. Jarak titik buta dapat diketahui
ketika kita tidak dapat melihat suatu objek pada jarak tertentu. Semua impuls syaraf dibangkitkan
oleh batang dan kerucut yang merupakan bagian retina. Sel tersebut mampu menerima rangsang
sinar tak berwarna (sel batang) dan mampu menerima rangsang sinar kuat dan berwarna (sel
kerucut). Sel batang dan sel kerucut ini lalu bergerak kembali ke otak melalui neuron dalam saraf
optik. Hal ini menyebabkan objek dapat ditebak bentuknya. Bintik buta sendiri adalah titik dimana
tidak adanya reseptor di daerah tersebut yang menyebabkan cahaya masuk tidak dapat diteruskan
ke saraf optikus (Maryanti 2016). Jarak pandang dekat mata o.p. adalah 20 cm dengan diameter area
bintik buta pada mata adalah 2,4 cm. Menurut Wangko S (2013), hasil pengamatan ini tergolong
normal karena sesuai dengan data normal rata-rata.

Buta warna disebabkan oleh jumlah banyak tidaknya sel kerucut dalam mata. Buta warna terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu buta satu warna tertentu (buta warna parsial) hingga buta warna total (tidak
bisa membedakan warna). Jika tidak ada sel kerucut merah, maka warna merah akan nampak hijau.
Jika sel kerucut hijau tidak ada, maka benda berwarna hijau akan nampak merah. Bila ketiga macam
sel kerucut (warna merah, hijau dan biru) tidak ada, maka semua benda akan nampak hitam dan
seseorang akan menderita buta warna total (Basoeki 2003). Salah satu metode yang menjadi
standar dokter spesialis mata untuk melakukan tes buta warna adalah metode Ishihara. O.p. diminta
untuk melakukan tes buta warna menggunakan metode Ishihara. Metode Ishihara menggunakan
buku yang berisikan lembaran pseudoisochromatic (plate) yang didalamnya terdapat titik-titik
dengan berbagai warna dan ukuran. Titik-titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk
lingkaran yang di dalamnya terdapat titik-titik dengan pola membentuk angka maupun garis
berkelok. Plate pada buku akan mengalami perubahan warna menjadi pudar atau kusam seiring
lamanya penggunaan (Viyata 2014). Hasil percobaan menunjukkan semua o.p. dalam kelompok
memiliki persepsi warna normal.

Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan--dalam artian pusat


gravitasi atau bidang tumpu--pada berbagai posisi dan kondisi statis maupun dinamis (Mekayanti et
al. 2015). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji keseimbangan tubuh, antara
lain Romberg reaction, hopping reaction, thrust reaction, dan shifting reaction.

Menurut Schmid dan Westberg (2000), hopping reaction merupakan bentuk adaptasi anggota badan
secara spontan untuk memperoleh posisi yang lebih baik bagi tubuh akibat gangguan tertentu.
Hopping reaction biasanya berbentuk reaksi lompatan dari seseorang yang baru saja kehilangan
keseimbangan secara spontan. Orang percobaan (op) mempertahankan posisi dengan cara
melompat saat didorong ke kanan, kiri, dan depan. Namun, hanya kaki kiri op yang turun membantu
saat didorong dari depan ke belakang. Hal ini disebabkan sistem indera dan rangsangan yang
diterima lebih efektif untuk menimbulkan refleks koordinasi, karena rangsangan penglihatan dapat
diterima dengan sempurna dari arah depan. Hasil yang berbeda didapatkan dalam percobaan thrust
reaction. Orang percobaan (op) justru jatuh saat didorong ke belakang dan dapat mempertahankan
posisi saat didorong ke kanan, kiri, dan depan. Thrust reaction dilakukan dengan kaki op menutup
rapat dan menyebabkan bidang koordinasi kaki berkurang dan menghambat refleks op terhadap
rangsangan atau dorongan yang diberikan.

Orang percobaan (op) berusaha mempertahankan posisi dengan menarik atau menggenggam lebih
erat tangan teman yang dijadikan tumpuan pada percobaan shifting reaction. Namun, op jatuh saat
didorong ke kiri. Seluruh tubuh op bertumpu pada tangan dan kakinya dengan tiga tumpuan relatif
sama, kecuali tangan kiri yang ditumpukan pada tangan teman tadi. Ketidaksamaan ini
menyebabkan keseimbangan op saat didorong ke arah kiri jauh lebih kecil dan op jatuh.

Basoeki S. 2003. Fisiologi Manusia. Malang (ID): JICA Malang.

Maryanti S. 2016. Biologi Umum. Bandung (ID): UIN Sunan Gunung Djati Press.

Mekayanti AD, Indrayani NLK, Dewi NK. 2015. Optimalisasi kelenturan (flexibility), keseimbangan
(balance), dan kekuatan (strength) tubuh manusia secara instan dengan menggunakan “secret
method”. Jurnal Virgin. 1(1): 40-49

Schmidt RA dan Wristberg CA. 2000. Motor learning and performance: a problem-based learning
approach. Journal of Manipulative and Physiological Therapeutics. 23(4): 300-308.

Sidarta I. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta (ID): UI Press.

Viyata R. 2014. Aplikasi tes buta warna dengan metode ishihara pada smartphone android. Jurnal
Pseudocode. 1(1): 8-17.

Anda mungkin juga menyukai