Anda di halaman 1dari 6

Tawuran

Pada saat ini permasalahan kekerasan khususnya di lingkungan sekolah semakin menjadi perhatian
masyarakat dan pemerintah. Ada beberapa faktor penyebabnya oleh pendidik yang tidak sengaja berbuat
kekerasan untuk mendisiplinkan peserta didik. Di lingkungan sekolah perbuatan kekerasan memberikan
dampak pengaruh yang lumayan merusakseperti, siswa memiliki rasa dendam, Kehilangan rasa
percayadiri, Kreativitas mereka menjadi terhambat, Malas mencoba hal baru dalam belajar, Tidak
semangat pergi ke sekolah dan lain sebagainya.
Perbuatan dikatakan kenakalan apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan
dengan norma-norma yang ada pada masyarakat di mana ia hidup dan berada menetap.
Dalam masyarakat, negara merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki
kewenangan melakukan kekerasan (represi) terhdap pihak-pihak siapa saja yang
membuat keonaran, mengganggu keamanan, pelaku kejahatan dan atau pelanggar hukum
dan ketertiban lainnya. Mewakili negara yang dimaksud adalah lembaga Kepolisian
Republik Indonesia.
Kenakalan anak remaja adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma kesopanan,
kesusilaan dan pelanggaran-pelanggaran norma-norma hukum,tetapi anak tersebut tidak sampai dituntut
oleh pihak yang berwajib. Kenakalan anak menurut Benyamin Fine yang dikutip oleh Romli
Atmasasmita, S.H., LL.M dalam bukunya problema kenakalan anak-anak atau remaja ialah perbuatan dan
tingkah laku yang melanggar norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan,
ketertiban dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, yang dilakukan oleh anak-anak yang
berumur dibawah 21 tahun.

Dalam KBBI, tawuran diartikan sebagai perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan
secara beramai-ramai. Menurut Rais (1997) (Lukman Fatahullah Rais – Dalam buku “Tindak Pidana
Perkelahian Pelajar”), tawuran merupakan perbuatan tercela yang dilakukan oleh seorang atau kelompok
pelajar kepada seorang atau kelompok pelajar lainnya. Markum (2005) (Dalam tulisan “Memahami tindak
kekerasan kolektif mahasiswa”) menjelaskan bahwa kata “tawuran” berasal dari bahasa Jawa yang berarti
perkelahian massal, ia menyebut tawuran sebagai kekerasan kolektif. 1Saat melakukan tawuran, seringkali
pelaku berharap dapat membuktikan bahwa mereka solid dan kuat, menerima hormat, membuat pihak
lawan jera, dan menegakkan keadilan. Namun, pelaku yang tidak lagi bersama kelompoknya mengaku
menyesali perbuatannya karena ditolak di masyarakat dan dunia pekerjaan (Zainuddin et al., 2013).

Batas usia seseorang yang layak dalam pengertian


hukum nasional, serta untuk menghindari ketidakjelasan tentang batas umur anak

1
https://journal.uii.ac.id/Psikologika/article/view/4165/3711
dan memberikan pengertian yang jelas tentang batasan umur anak sebagai
kategori anak, telah dirumuskan ke dalam bangunan-bangunan pengertian yang
diletakkan oleh spesifikasi hukum, sebagai berikut:

1. Batas usia menurut ketentuan hukum perdata. Hukum perdata meletakkan


batas usia anak berdasarkan pasas 330 KUHP ayat 1 sebagai berikut:
a. batas antara belum dewasa (minderjeriheid) dengan telah
dewasa (meerderjerigheid), yaitu 21 tahun;
b. Dan anak yang berada dalam usia dibawah 21 tahun yang telah
menikah dianggap telah dewasa.
2. Dalam hukum adat; batas usia anak disebut dengan “kapan” disebut dewasa
sangat terlalu umum. Menurut ahli hukum adat R. Soepomo bahwa ukuran
kedewasaan adalah sebagai berikut:
a. dapat bekerja sendiri
b. cakap dan bertanggungjawab dalam masyarakat
c. dapat mengurus harta kekayaan sendiri
d. telah menikah
e. berusia 21 tahun

Kata “nakal” dan “kenakalan” tidak dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Juga tidak ditemukan kata-kata
tersebut dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sebagai
gantinya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menggunakan istilah “anak yang berkonflik dengan
hukum”. Pasal 1 butir 3 dari undang-undang ini menyatakan, “Anak yang Berkonflik dengan Hukum
yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.” Jadi, umur 12 tahun sampai
dengan 18 tahun inilah yang sebenarnya masuk dalam kategori remaja (juvenile).2
Fenomena kenakalan remaja juga membawa dampak baik bagi keluarga, dirinya sendiri maupun bagi
lingkungan masyarakat. Kenakalan remaja berdampak munculnya ketidak harmonisan hubungan dalam
keluarga. Komunikasi antara anak dengan orang tua maupun dengan anggota keluarga yang lain menjadi
terputus. Di lingkungan sekitarnya akan muncul stigma sebagai remaja pembuat keonaran, mengganggu
ketenteraman warga masyarakat. Stigma dari masyarakat tersebut tentu akan berdampak buruk bagi diri
remaja dan keluarganya.
Faktor internal dibagi menjadi 4 kategori.3
2
https://business-law.binus.ac.id/2016/09/21/kenakalan_anak_dan_sistem-peradilan_anak/
3
https://pelayananpublik.id/2021/08/30/apa-itu-tawuran-faktor-penyebab-jenis-dan-cara-mengatasinya/
1. Adanya perubahan sosial yang kompleks dalam masyarakat modern yang membawa banyak
tuntutan sosial dan tekanan sosial yang menyebabkan sebagian remaja sulit untuk beradaptasi
dengan perubahan tersebut. Wujud dari reaksi frustasi negatif diantaranya, yaitu agresi (ledakan
emosi tanpa kendali), regresi (kekanak-kanakan), pembenaran diri sendiri dengan dalih yang tidak
rasional, narsisme (menganggap diri sendiri superior, sangat egosentris), autisme (menutup diri
terhadap dunia luar), dan lainnya (Kartono, 2014:110-115).
2. Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan pada remaja berupa ilusi, halusinasi, dan
gambaran semu yang mengganggu proses adaptasi dan perkembangan pribadi remaja
tersebut. Realitas yang diamati remaja tidak sesuai dengan kenyataannya, melainkan mengolah
realitas dengan interpretasi dan pengertian yang keliru karena remaja memiliki harapan yang tinggi
dan kecemasan yang berlebihan. (Kartono, 2014:115-116).
3. Gangguan berpikir dan inteligensi pada remaja. Gangguan berpikir terjadi saat remaja tidak
mampu mengoreksi pemikirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realitas sehingga tidak dapat
berpikir logis dan tidak dapat membedakan antara kenyataan dan fantasi. Namun, jika lingkungan
remaja tidak membantu, maka dapat menghambat daya pikir dan inteligensi remaja (Kartono,
2014:116).
4. Remaja mengalami gangguan perasaan atau emosional. Dalam hal ini, perasaan mengandung
faktor kebahagiaan dan rasa kepuasaan akan harapan, keinginan, dan kebutuhan individu. Beberapa
gangguan perasaan yang dapat dialami remaja antara lain; tidak terkendalinya perasaan, labilitas
emosional, ketidakpekaan dan menumpulnya perasaan, kecemasan dan ketakutan, dan perasaan
rendah diri (Kartono, 2014: 117-119).
Menurut Kartono (2014:120-123), tawuran pelajar disebabkan oleh faktor eksternal yang terdiri
dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor milieu (lingkungan).
1. Faktor pertama berasal dari keluarga yang dapat menentukan pembentukan watak dan
kepribadian anak serta merupakan unit sosial terkecil yang memberikan dasar utama bagi
perkembangan anak. Struktur keluarga yang baik atau buruk akan membawa dampak bagi
perkembangan anak, contohnya rumah tangga berantakan (broken home), perlindungan berlebih
orangtua pada anak, penolakan orangtua.
2. Kedua, faktor lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan. Terbatasnya sarana prasarana
yang dimiliki sekolah, kurang memberikan kesempatan pada anak untuk berekspresi dengan
melakukan aktivitas kreatif. Guru yang kurang simpatik, acuh tak acuh, dan kurang peka terhadap
keluhan murid merupakan salah satu sebab pelajar kurang berminat pada kegiatan belajar di sekolah.
Faktor-faktor pendukung tersebut dapat mengurangi minat pelajar untuk fokus belajar di sekolah
sehingga mengalihkan perhatiannya pada hal-hal di luar lingkungan sekolah, seperti pergaulan bebas
yang tidak mendapatkan pengawasan secara langsung.(Kartono, 2014:124-126).
3. Faktor ketiga adalah faktor dari lingkungan sekitar yang terkadang tidak terlalu baik bagi
perkembangan dan pendidikan anak. Lingkungan sekitar remaja terkadang berada pada pengaruh
positif maupun negatif, misalnya kelompok teman yang suka merokok, bolos sekolah, atau berkelahi
dengan teman lainnya untuk menunjukkan kekuasaannya. Begitu pula keadaan masyarakat yang
dipenuhi dengan tindakan kriminal, kekerasan, atau perilaku asusila yang akan berdampak negatif
bagi remaja yang tidak mampu bertahan pada kehidupan di luar keluarga dan sekolahnya (Kartono,
2014:126-127).
Dampak Tawuran
a. dampak psikologi dengan timbulnya stres, frustasi, dan bahkan traumatik dalam diri individu;
b. merusak citra diri pelajar yang terlibat tawuran;
c. merusak nama baik sekolah sebagai lembaga pendidikan;
d. terganggunya proses belajar- mengajar;
e. merusak fasilitas umum, contohnya halte bus yang digunakan pelajar sebagai tempat untuk
‘mengintai’ pelajar dari sekolah lain;
f. timbulnya kecemasan dan keresahan masyarakat di lingkungan sekitar tempat yang digunakan
sebagai tempat kejadian tawuran pelajar; dan bahkan
g. adanya korban luka maupun meninggal dari pelajar yang terlibat tawuran atau pihak lain yang ada di
lokasi kejadian tawuran pelajar tersebut -definisi, kategori anak nakal, aturan hukum
Aturan hukum
1. Pemidanaan terhadap mereka yang terlibat dalam perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 170 KUHP
adalah karena perbuatan mereka itu telah mengganggu ketertiban umum, menyatakan bahwa;
1) Barang siapa secara terbuka dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau
barang, diancam dengan pidana penjara maksimum lima tahun enam bulan.
2) Sipetindak diancam:
Ke-1, Denngan pidana penjara maksimum tujuh tahun, jika dia dengan sengaja menghancurkan
barang itu atau jika kekerasan yang dilakukannya itu mengakibatkan luka;
Ke-2, Dengan pidana penjara maksimum sembilan tahun, jika kekerasan itu mengakibatkan luka;
Ke-3, Dengan pidana penjara maksimum dua belas tahun, jika kekerasan itu mengakibatkan mati
2. Pasal 358 KUHP menyatakan bahwa Barangsiapa dengan sengaja turut serta dalam
penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang, maka selain dari
tanggungannya masing-masing atas perbuatan yang istimewa dilakukannya dipidana:
Ke-1: dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan, jika penyerangan atau
perkelahian tersebut jika adanya luka berat;
Ke-2; dengan pidana penjara maksimum empat tahun, jika penyerangan itu mengakibatkan mati.
3. Pasal 20 Undang-Undang no.11 tahun 2012 tentang peradilan anak Dalam hal tindak pidana
dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang
pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak. 
Penjatuhan pidana bagi anak-anak atau remaja diatur di dalam
Pasal 59 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Pelindungan Anak, bahwa seorang anak yang berhadapan dengan hukum
diberikan perlindungan hukum khusus yaitu:
a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya.
b. Pemisahan dari orang dewasa.
c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif
d. Pemberlakuan kegiatan rekreasional.
e. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang
kejam, tdak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya.
f. Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur
hidup.
g. Penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.
h. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak
memihak dan dalam sidang yang tertutup untuk umum.
i. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya.
j. Pemberian pendampingan orang tau/wali dan orang yang dipercaya
oleh anak.
k. Pemberian advokasi sosial.
l. Pemberian kehidupan pribadi.
m. Pemberian aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas.
n. Pemberian pendidikan.
o. Pemberian pelayanan kesehatan.
p. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, juga terdapat
peraturan mengenai tindakan dan jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang berhadapan
dengan hukum. Mengenai tindakan yang diberikan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa
“Sistemperadilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan 51 Lihat Pasal 64 Undang-
Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. 29 Restoratif”. Dan juga Pasal 7 ayat (1) yang
menyatakan bahwa “Pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan
negeri wajib diupayakan Disversi”.

4
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/28/tawuran-pelajar-paling-banyak-terjadi-di-jawa-barat

Anda mungkin juga menyukai